PEMBAHASAN
()
β iu = 1+ (1−t ) B
S
Dalam hal ini:
β iu = Beta seandainya perusahaan tidak menggunakan utang
βi = Beta dengan menggunakan utang tertentu
B = Nilai pasar utang
S = Nilai pasar modal sendiri
t = Tarif pajak penghasilan
Misalkan bahwa B/S = 1,00 (ini berarti bahwa utang yang
dipergunakan sama besarnya dengan nilai modal sendiri), dan t = 0,35
maka:
β iu = 1,20 / [1+ (1-0,35) (1,0)] = 0,73
Apabila proyek akan dibiayai dengan 40% utang dan 60% modal
sendiri maka beta untuk proyek tersebut akan:
0, 73 = β i /[1+(1-0,35)(0,4/0,6)]
βi = 1,04
Perhatikan bahwa beta untuk saham tersebut menjadi lebih kecil
apabila perusahaan akan mempergunakan utang dengan proporsi yang lebih
kecil. Dengan demikian, biaya modal sendiri yang relevan adalah:
Ke = 9% + (17% -9%) 1,04 = 17,34%
Dalam hal ini tidak semua analis menggunakan CAPM untuk
menaksir biaya modal sendiri. Cara lain yang sering dipergunakan adalah
dengan menggunakan pendekatan cash flow. Oleh karena sulitnya
memperkirakan arus dividen dimasa yang akan datang maka rumus yang
sering dipergunakan adalah model dengan pertumbuhan konstan, yang
menyatakan bahwa:
D1
Po =
( K e −g)
Dalam hal ini:
Po = Harga saham saat ini
D1 = Dividen yang diharapkan pada tahun depan (tahun ke 1)
Ke = Biaya modalsendirig
g = Pertumbuhan laba (dan juga dividen)
Apabila harga saham saat ini adalah Rp10.000, dividen tahun depan
diharapkan akan sebesar Rp800,00, sedangkan pertumbuhan laba (dan juga
dividen) diharapkan sebesar 14%, maka:
800
10.000 =
( K e −0 ,14)
10.000 ke - 1400 = 800
10.000 ke = 800 + 1400
Ke = 2.200
Ke = 22%
b. Biaya Hutang (Cost of Debt)
Biaya utang menunjukkan berapa biaya yang harus ditanggung oleh
perusahaan karena perusahaan menggunakan dana yang berasal dari
pinjaman. Untuk menaksir berapa besarnya biaya utang tersebut maka
konsep present value diterapkan. Sebagai misal, suatu perusahaan akan
menerbitkan obligasi dengan jangka waktu 10 tahun, membayarkan bunga
sebesar 14% per tahun. Nilai nominal obligasi tersebut adalah Rp
1.000.000. Sewaktu ditawarkan ke masyarakat, obligasi tersebut hanya laku
terjual dengan harga Rp980.000.
Dalam persoalan terse but kita bisa menghitung biaya utang (diberi
notasi kd) sebagai berikut.
10
140 . 000 1 . 000. 000
980 . 000=∑ +¿ ¿
t =1 ( 1+ Kd ) t
( 1+ Kd )t
Dengan melakukan trial and error bisa dihitung bahwa kd sekitar
14,40 %.
Selain itu, faktor pajak perlu diperhatikan dalam menaksir biaya
utang. Oleh karena umumnya pembayaran bunga bersifat tax deductible,
dan penaksiran arus kas untuk penilaian profitabilitas investasi didasarkan
atas dasar setelah pajak maka biaya utang perlu disesuaikan dengan pajak.
Adapun rumus yang dipergunakan adalah:
Kd = Kd (1 - t)
Dalam hal ini:
Kd = Biaya utang setelah pajak
T = Tarif pajak penghasilan
Apabila tarif pajak adalah 35% maka biaya utang setelah pajak
adalah:
Kd = 14,4% (1- 0,35) = 9,36%
Angka inilah nanti yang akan dipergunakan untuk menghitung biaya
modal rata-rata tertimbang, apabila ada pajak dan pembayaran bunga
bersifat tax deductible.
Selain faktor pajak, faktor biaya floatation mungkin perlu juga
dipertimbangkan. Apabila dalam penerbitan obligasi tersebut dikeluarkan
biaya floatation (emisi) sebesar Rp20.000,00 per lembar obligasi maka dari
Rp980.000,00 yang dibayar pemodal, hanya Rp960.000,00 yang diterima
oleh perusahaan. Dalam hal tersebut biaya utang (sebelum pajak) adalah:
Hutang 30%
Biaya laba yang ditahan (yaitu modal sendiri) ditaksir sebesar 19%,
dan emisi saham baru diperlukan biaya emisi 3%. Biaya utang ditaksir 15%
sebelum pajak, pajak penghasilan sebesar 35%.
Untuk menghitung biaya modal rata-rata tertimbang perlu dihitung
biaya modal dari masing-masing sumber pendanaan. Biaya saham baru
sebesar (19%/0.97%) = 19.6%. Biaya utang setelah pajak 15%(1-0.35) =
9,75%. Dengan demikian, maka:
Biaya-biaya:
Keterangan:
1. Penghematan pajak = 0,35 x bunga
2. PV penghematan pajak tahun 1 = (18,90) / (1 +0,18) = 16,01
Dengan demikian apabila Base Case NPV = Rp20 juta maka APV proyek
tersebut adalah Rp20 juta + Rp28,98 juta = Rp48,98 juta.
Seandainya kredit yang dipergunakan untuk membiayai proyek tersebut
merupakan kredit dengan suku bunga murah (atau disubsidi) maka perhitungan
dampak sampingan dari keputusan pendanaan akan berbeda. Misalkan bahwa
perusahaan memperoleh fasilitas kredit murah, dengan suku bunga hanya 12% per
tahun. Pembayaran bunga dan pokok pinjamannya adalah sebagai berikut.
Dengan angsuran sebesar Rp136 juta pada tahun 1, Rp124 juta pada tahun ke-
2, dan Rp112 juta pada tahun ke-3, perusahaan memperoleh kredit Rp300 juta.
Apabila tingkat bunga kredit yang umum adalah 18% maka PV pembayaran kredit
tersebut adalah:
PV kredit = 136 / (1 +0,18) + 124 / (1+0,18)2 + 112/(1+ 0,18)3
PV kredit = Rp.272,5 juta
Dengan demikian, NPV kredit tersebut adalah:
Rp300 juta - Rp272,5 juta = Rp27,5 juta, dimana angka ini akan menambah Base
Case NPV.
Disamping itu juga masih perlu dihitung PV dari penghematan pajak.
Perhitungan PV penghematan pajak dipergunakan tingkat bunga yang benar-benar
dibayar oleh perusahaan, yaitu 12% yang merupakan tingkat bunga yang disubsidi.
Adapun perhitungan PV penghematan pajak karena penggunaan hutang yang
disubsidi (dalam jutaan) dapat dilihat pada tabel berikut.