BIAYA MODAL
Biaya modal diukur dengan rate of return dari investasi dengan asumsi
tingkat risiko dari investasi baru sama dengan risiko aktiva yang dimiliki. Untuk
memperoleh modal, pebisnis harus membayar biaya seperti pembayaran bunga,
pembayaran dividen, dan pembayaran angsuran pokok. Catatannya:
o Jika investasi baru menghasilkan tingkat keuntungan yang lebih besar
daripada biaya modal, maka nilai perusahaan akan meningkat.
o Tinggi/rendahnya tingkat keuntungan dipengaruhi oleh tingkat keuntungan
bebas risiko (risk free rate) & risk premium untuk mengompensasi risiko yang
melekat pada surat berharga
Jika diformulasikan:
Rp = Rf + risk premium
Keterangan:
Rp = tingkat keuntungan yang diminta
Rf = risk free rate, yang besar kecilnya dipengaruhi: 1. tingkat inflasi
(jika inflasi tinggi, investor akan meminta tingkat keuntungan
yang tinggi); 2. permintaan dan penawaran dalam ekonomi
secara umum. Yang dikategorikan sebagai investasi yang
bebas risiko adalah investasi pada obligasi (surat utang)
pemerintah, deposito, dll.
Risk premium = Premi risiko, adalah sejumlah uang (atau besaran lain) yang
rela dilepaskan oleh pengambil keputusan untuk dapat
menghindari resiko dari suatu kejadian tak pasti yang dihadapi.
Premi risiko juga dapat diartikan sebagai selisih antara nilai
ekspektasi dengan nilai ekuivalen tetap. Nilai ekspektasi adalah
nilai harapan/suatu nilai yang diharapkan dari suatu kejadian.
Sedangkan nilai ekuivalen tetap adalah suatu nilai tertentu
dimana pengambil keputusan merasa tidak berbeda antara
menerima hasil yang tidak pasti atau menerima hasil yang pasti
dengan nilai tertentu.
Dalam surat berharga yang spesifik terdapat 4 komponen risiko yang
menentukan risk premium:
1. Business risk, ditunjukkan dari variabilitas EBIT (Earning Before Interest and Tax
– laba sebelum bunga dan pajak (laba kotor)) yang ditentukan dari
permintaaan penjualan, biaya operasi, dan operating leverage (sejauh mana
biaya operasi perusahaan tergantung pada biaya operasi tetap. Jika
perusahaan memiliki leverage tinggi, itu menunjukkan perusahaan memiliki
proporsi biaya tetap yang signifikan. Sedangkan, jika itu kecil, maka proporsi
biaya tetap terhadap total biaya operasi relatif rendah);
2. Financial risk, ditunjukkan dari variabilitas laba per lembar saham (EPS) karena
penggunaan dana dengan beban tetap, seperti: utang dan saham preferen;
3. Marketability risk, ditunjukkan dari kemampuan untuk membeli dan menjual
surat berharga perusahaan dengan mudah dan cepat tanpa menderita
kerugian yang signifikan. Surat berharga yang tidak/kurang marketable, maka
investor meminta tingkat keuntungan yang lebih tinggi;
4. Interest rate risk, ditunjukkan dari variabilitas tingkat keuntungan surat
berharga yang disebabkan oleh perubahan tingkat bunga. Jika tingkat bunga
tinggi, maka surat berharga dengan bunga tetap akan turun
Biaya modal dibedakan menjadi dua macam, biaya modal individual dan
biaya modal keseluruhan.
1. Biaya modal individual
Biaya modal ini terdiri dari biaya modal utang perniagaan, biaya modal dari
utang jangka pendek, biaya modal dari utang wesel, biaya modal dari obligasi,
biaya modal laba ditahan, dan biaya modal dari penggunaan saham preferen.
2. Biaya modal keseluruhan
Jika perusahaan menggunakan beberapa sumber modal, maka biaya modal
yang dihitung adalah biaya modal rata-rata tertimbang dari seluruh modal
yang digunakan atau WACC.
Langkah-langkah melakukan estimasi biaya modal:
1. identifikasi komponen biaya yang dimasukan dalam perhitungan biaya modal;
2. menentukan komponen untuk setiap biaya modal;
3. mencari biaya modal rata-rata tertimbang untuk keseluruhan modal.
1. SAHAM PREFEREN
o Biaya modal saham preferen adalah sebesar tingkat keuntungan yang
disyaratkan (required rate of return) oleh investor/pemegang saham
preferen
o Apabila saham preferen berjatuh tempo, biaya modal = biaya modal utang
Rumus:
Dp
Po =
Kp
Keterangan:
Dp = dividen saham preferen
Po = harga pasar saham preferen
Kp = tingkat keuntungan yang disyaratkan pemegang saham preferen
o Apabila terdapat flotation cost (biaya-biaya untuk mengeluarkan saham
baru yang akan berdampak pada berkurangnya penerimaan emiten atas
emisi saham barunya) , maka rumus :
Dp
Po =
Pnet
Keterangan:
Pnet = biaya modal saham preferen yang diperhitungkan atas kas masuk
bersih
Contoh:
Rp 1.000,00
Po = = 8%
Rp 12.600,00 – Rp 100,00
n 1 M
Po = ∑ +
t=1 (1 + Kd)t (1 + Kd)n
o Jika obligasi dijual dengan harga jual = nilai nominal dan tak ada flotation
cost, maka biaya utang = tingkat bunga yang menyamakan present value
penerimaan bunga dan pelunasan pokok pinjaman (Kd = tingkat bunga)
Pembayaran bunga merupakan pengurang pajak (tax deductible), maka
biaya utang setelah pajak (K1) harus disesuaikan dengan cara mengalikan (1-
pajak). Jadi:
Ki = Kd (1-t)
Keterangan :
Ki = biaya utang setelah pajak
Kd = tingkat bunga
Contoh:
PT. KATE menjual 1 juta lembar obligasi dengan tingkat kupon = 8,5%,
nominal obligasi Rp 10.000,00. Harga jual = nilai nominal obligasi. Jatuh
tempo 5 tahun. Tarif pajak = 40%
Catatan:
Jika obligasi terjual dengan harga di bawah nilai nominal, maka biaya utang
> tingkat bunga yang dibayarkan.
Jika obligasi terjual dengan harga di atas nilai nominal, maka biaya utang <
tingkat bunga yang dibayarkan.
Contoh:
2n I/2 M
Penerimaan bersih = ∑ +
t=1 (1 + Kd/2)t (1 + Kd/2)2n
2n 60 1.000
990 = ∑ +
t=1 (1 + Kd/2)t (1 + Kd/2)2n
~ D0 (1 + g)t
P0 = ∑
t=1 (1 + Ke)t
Keterangan:
Do = dividen yang akan diterima pada t = 0
g = tingkat pertumbuhan
D1
dimana
P0 = D1 = D0 (1+g)
Ke - g
D1
Ke = +g
P0
Contoh:
PT. WALIK SOBO KEBON membagi dividen pada tahun ke-1 sebesar Rp
1.000,00. Dividen mengalami pertumbuhan 5% per tahun. Nilai nominal
saham adalah Rp 10.000,00 dan terjual pada harga Rp 8.000,00. Maka,
biaya modal sendiri:
1.000
Ke = + 5% = 17,5%
8.000
Jika dividen mengalami pertumbuhan beberapa tahap, semisal 10% selama 4
tahun pertama (g1) dan kemudian tumbuh lagi sebesar 6% pada tahap
selanjutnya (g2). Saham tersebut memberikan dividen pada tahun ke-0 = Rp
1.000,00 dan laku terjual pada harga Rp 10.965,00. Besarnya biaya modal
sendiri (Ke) adalah:
m D0(1 + g)t 1 Dm+1
P0 =∑ + x
t=1 (1 + Ke)t (1 + Ke)m (Ke – g2)
4 Rp 1.000,00(1 + 0,1)t 1 D5
Rp 10.965,00 = ∑ + x
t=1 (1 + Ke)t (1 + Ke)4 (Ke – 0,06)
Dengan cara coba-coba alias trial and error, maka diperoleh dinilai IRR ≈ 17%
jadi,
10.965 = 1.100 (0,855) + 1.120 (0,731) + 1.331 (0,624) + 1.164 (0,534) + 0,534
{1.552/(17%-6%)}
o Flotation cost (biaya emisi saham baru) menyebabkan biaya modal saham
lebih besar dari biaya modal laba ditahan
o Sebelum mengeluarkan saham baru, harga pasar saham menunjukkan
kondisi equilibrium antara Suplay & Demand. Oleh sebab itu, jika terjadi
kenaikan S (asumsinya faktor lain tetap), maka harga saham baru akan
menjadi lebh rendah
o Apabila diharapkan perusahaan membagi dividen yang mengalami
pertumbuhan = g selamanya. Besar biaya modal saham baru (Ke):
D1
Ke = +g
Pnet
Keterangan:
Pnet = penerimaan bersih laba per lembar saham
Contoh:
Biaya modal saham baru memiliki biaya paling mahal. Oleh sebab biaya
modal ini muncul karena penerbitan saham baru, maka biasanya
perusahaan sering menghindari penerbitan saham baru.
E D P
K0 = (Ke) + (Ki) + (Kp)
D+E+P D+E+P D+E+P
Contoh:
PT WARENG memiliki proporsi modal (struktur modal) 75% modal sendiri
dan 25% utang. Proporsi ini akan dijadikan dasar bagi setiap penambahan
modal di masa mendatang. PT WARENG berencana melakukan investasi
dan memerlukan tambahan dana Rp. 1 milyar. Rencana investasi ini akan
dibiayai dengan laba ditahan Rp 750 juta dan sisanya Rp 250 juta dari utang.
Apabila diketahui Ke = 15% dan Kd = 10% serta tarif pajak = 40%, maka
besarnya modal rata-rata tertimbang (WACOC) adalah:
Contoh:
PT LEGHORN merencanakan akan melaksanakan proyek investasi pada
masa mendatang. Pimpinan mensyaratkan IRR lebih besar atau sama
dengan 10%. Struktur modal saat ini adalah 40% utang, 10% saham preferen,
dan 50% saham biasa
o Perusahaan dapat meningkatkan utang sebesar Rp. 5 juta lagi. Biaya
utang sebelum pajak adalah 9%. Biaya utang saat ini adalah 10%
o Modal saham preferen dapat ditingkatkan dengan biaya 10%. Tarif pajak
40%
o Perusahaan mengharapkan laba yang ditahan pada masa mendatang Rp.
10 juta dan dividen per lembar saham Rp. 2.000
o Saham baru dijual dengan harga bersih Rp. 24.000. Sementara saat ini
saham perusahaan dijual dengan harga Rp. 25.000. Dividen dan laba
yang diperoleh diharapkan meningkat sebesar 7% untuk jangka panjang
Pertanyaan:
a. Hitung biaya modal masing-masing sumber modal
b. Berapa total dana laba ditahan, saham preferen, utang, dan saham biasa
dipertahankan jika proporsi utang tetap 40%? Hitunglah biaya modal
secara keseluruhan?
c. Berapa jumlah kebutuhan dana dapat dipenuhi jika laba ditahan akan
dihabiskan? Hitunglah biaya modal secara keseluruhan yag baru?
d. Jika sumber modal dengan biaya termurah adalah emisi saham baru
dengan biaya modal 15,9%, berapa marginal cost of capital?
JAWABAN:
a. Biaya utang
Lama : Ki = Kd (1-t) = 9% (1 – 40%) = 5,4%
Biaya tambahan utang: Ki = Kd (1-t) = 10% (1 – 40%) = 6%
Biaya modal saham preferen = Kp = 10%
Biaya modal laba ditahan =
D0 (1 + g) Rp 2.000,00(1 + 7%)
Ke = +g= + 7% = 15,6%
P0 Rp 25.000,00
D0 (1 + g) Rp 2.000,00(1 + 7%)
Ke = +g= + 7% = 15,9%
Pnet 24.000
Agar marginal cost of capital (MCC) tidak berubah, maka total dana
tambahan untuk:
Rp 5.000.000,00
X= = Rp 12.500.000,00
0,4
Utang = Rp 5.000.000,00
Saham preferen = Rp 1.250.000,00 (10% x Rp 12.500.000,00)
Laba ditahan = Rp 6.250.000,00 (50% x Rp 12.500.000,00)
Rp 12.500.000,00
Rp 3.750.000,00
X= = Rp 7.500.000,00
50%
Kenaikan sebesar Rp 7.500.000,00 dapat dipenuhi dengan:
d. Jika emisi saham baru dengan biaya 15,9%, MCC akan meningkat menjadi:
Catatan:
Dalam capital budgeting perlu dilakukan pembandingan IRR dengan
MCC. Jika IRR > MCC maka rencana investasi diterima dan sebaliknya
Contoh: