Anda di halaman 1dari 12

BAB VI

BIAYA MODAL (Cost of Capital)

 BIAYA MODAL

Studi biaya modal berkenaan dengan penggunaan sumber pendanaan


yang bersifat jangka panjang atau keputusan-keputusan investasi yang berjangka
panjang seperti investasi pada aktiva tetap. Secara konteks lebih luas, studi ini
berhubungan dengan penganggaran modal (capital budgeting). Ada dua catatan
sehubungan dengan keputusan investasi berjangka panjang, pertama investor.
tinggi rendahnya tingkat keuntungan yang diharapkan investor merupakan
bentuk cerminan dari tingkat risiko yang dihadapinya, macam aktiva yang
dikuasai perusahaan, struktur modal perusahaan, faktor-faktor lain (seperti
kemampuan pihak manajemen); kedua perusahaan. tingkat keuntungan yang
diminta investor merupakan biaya yang harus ditanggung/dikeluarkan
perusahaan untuk mendapatkan modal perusahaan. Jika tingkat keuntungan
yang diharapkan investor tinggi, maka biaya modal juga akan tinggi. Lalu apa itu
biaya modal?
Biaya modal adalah biaya yang harus dibayar atau dikeluarkan oleh
perusahaan untuk mendapatkan modal yang digunakan untuk investasi
perusahaan. Baik yang berasal dari hutang, saham preferen, saham biasa, dan
laba ditahan untuk mendanai suatu investasi atau operasional perusahaan. Biaya
modal diperlukan untuk membuat proyek penganggaran modal. Metrik biaya
modal digunakan oleh perusahaan secara internal untuk menilai apakah proyek
modal sepadan dengan pengeluaran sumber daya.
Banyak perusahaan menggunakan kombinasi hutang dan ekuitas untuk
membiayai bisnis mereka. Perusahaan semacam itu, keseluruhan biaya modal
berasal dari biaya rata-rata tertimbang dari semua sumber modal, yang secara
luas dikenal sebagai biaya modal rata-rata tertimbang atau weighted average cost
of capital (WACC). WACC merupakan biaya modal tertimbang dari berbagai
sumber modal sesuai dengan komposisi masing-masing. Biaya modal merupakan
tingkat rintangan yang harus diatasi perusahaan sebelum dapat menghasilkan
nilai, dan digunakan secara luas dalam proses penganggaran modal untuk
menentukan apakah perusahaan harus melanjutkan proyek.
Konsep biaya modal juga banyak digunakan dalam bidang ekonomi dan
akuntansi. Cara lain untuk menggambarkan biaya modal adalah biaya peluang
melakukan investasi dalam bisnis. Manajemen perusahaan yang bijaksana hanya
akan berinvestasi dalam inisiatif dan proyek yang akan memberikan
pengembalian yang melebihi biaya modal mereka. Konsep biaya modal penting
untuk menunjukkan tingkat penggunaan modal perusahaan. Hal ini karena dapat
dipakai untuk menentukan besarnya biaya riil dari penggunaan modal masing-
masing sumber dana, yang kemudian dapat menentukan biaya modal rata-rata
keseluruhan dana yang digunakan perusahaan.
Ada 3 alasan setidaknya tentang perlu dilakukannya penetapan biaya
modal:
1. maksimisasi nilai perusahaan nensyaratkan adanya minimisasi semua biaya
input (include: biaya modal);
2. keputusan investasi yang tepat mensyaratkan biaya modal yang tepat;
3. keputusan seperti: leasing, pembelian kembali obligasi perusahaan (bond
refunding), manajemen modal kerja perlu dilakukannya estimasi biaya modal.

 BAGAIMANA BIAYA MODAL DIUKUR?

Biaya modal diukur dengan rate of return dari investasi dengan asumsi
tingkat risiko dari investasi baru sama dengan risiko aktiva yang dimiliki. Untuk
memperoleh modal, pebisnis harus membayar biaya seperti pembayaran bunga,
pembayaran dividen, dan pembayaran angsuran pokok. Catatannya:
o Jika investasi baru menghasilkan tingkat keuntungan yang lebih besar
daripada biaya modal, maka nilai perusahaan akan meningkat.
o Tinggi/rendahnya tingkat keuntungan dipengaruhi oleh tingkat keuntungan
bebas risiko (risk free rate) & risk premium untuk mengompensasi risiko yang
melekat pada surat berharga
Jika diformulasikan:
Rp = Rf + risk premium
Keterangan:
Rp = tingkat keuntungan yang diminta
Rf = risk free rate, yang besar kecilnya dipengaruhi: 1. tingkat inflasi
(jika inflasi tinggi, investor akan meminta tingkat keuntungan
yang tinggi); 2. permintaan dan penawaran dalam ekonomi
secara umum. Yang dikategorikan sebagai investasi yang
bebas risiko adalah investasi pada obligasi (surat utang)
pemerintah, deposito, dll.
Risk premium = Premi risiko, adalah sejumlah uang (atau besaran lain) yang
rela dilepaskan oleh pengambil keputusan untuk dapat
menghindari resiko dari suatu kejadian tak pasti yang dihadapi.
Premi risiko juga dapat diartikan sebagai selisih antara nilai
ekspektasi dengan nilai ekuivalen tetap. Nilai ekspektasi adalah
nilai harapan/suatu nilai yang diharapkan dari suatu kejadian.
Sedangkan nilai ekuivalen tetap adalah suatu nilai tertentu
dimana pengambil keputusan merasa tidak berbeda antara
menerima hasil yang tidak pasti atau menerima hasil yang pasti
dengan nilai tertentu.
Dalam surat berharga yang spesifik terdapat 4 komponen risiko yang
menentukan risk premium:
1. Business risk, ditunjukkan dari variabilitas EBIT (Earning Before Interest and Tax
– laba sebelum bunga dan pajak (laba kotor)) yang ditentukan dari
permintaaan penjualan, biaya operasi, dan operating leverage (sejauh mana
biaya operasi perusahaan tergantung pada biaya operasi tetap. Jika
perusahaan memiliki leverage tinggi, itu menunjukkan perusahaan memiliki
proporsi biaya tetap yang signifikan. Sedangkan, jika itu kecil, maka proporsi
biaya tetap terhadap total biaya operasi relatif rendah);
2. Financial risk, ditunjukkan dari variabilitas laba per lembar saham (EPS) karena
penggunaan dana dengan beban tetap, seperti: utang dan saham preferen;
3. Marketability risk, ditunjukkan dari kemampuan untuk membeli dan menjual
surat berharga perusahaan dengan mudah dan cepat tanpa menderita
kerugian yang signifikan. Surat berharga yang tidak/kurang marketable, maka
investor meminta tingkat keuntungan yang lebih tinggi;
4. Interest rate risk, ditunjukkan dari variabilitas tingkat keuntungan surat
berharga yang disebabkan oleh perubahan tingkat bunga. Jika tingkat bunga
tinggi, maka surat berharga dengan bunga tetap akan turun

 BIAYA MODAL INDIVIDUAL DAN KESELURUHAN

Biaya modal dibedakan menjadi dua macam, biaya modal individual dan
biaya modal keseluruhan.
1. Biaya modal individual
Biaya modal ini terdiri dari biaya modal utang perniagaan, biaya modal dari
utang jangka pendek, biaya modal dari utang wesel, biaya modal dari obligasi,
biaya modal laba ditahan, dan biaya modal dari penggunaan saham preferen.
2. Biaya modal keseluruhan
Jika perusahaan menggunakan beberapa sumber modal, maka biaya modal
yang dihitung adalah biaya modal rata-rata tertimbang dari seluruh modal
yang digunakan atau WACC.
Langkah-langkah melakukan estimasi biaya modal:
1. identifikasi komponen biaya yang dimasukan dalam perhitungan biaya modal;
2. menentukan komponen untuk setiap biaya modal;
3. mencari biaya modal rata-rata tertimbang untuk keseluruhan modal.

 PERHITUNGAN BIAYA MODAL

1. SAHAM PREFEREN
o Biaya modal saham preferen adalah sebesar tingkat keuntungan yang
disyaratkan (required rate of return) oleh investor/pemegang saham
preferen
o Apabila saham preferen berjatuh tempo, biaya modal = biaya modal utang

Rumus:

Dp
Po =
Kp

Keterangan:
Dp = dividen saham preferen
Po = harga pasar saham preferen
Kp = tingkat keuntungan yang disyaratkan pemegang saham preferen
o Apabila terdapat flotation cost (biaya-biaya untuk mengeluarkan saham
baru yang akan berdampak pada berkurangnya penerimaan emiten atas
emisi saham barunya) , maka rumus :

Dp
Po =
Pnet

Keterangan:
Pnet = biaya modal saham preferen yang diperhitungkan atas kas masuk
bersih

Contoh:

PT. BANGKOK menjual saham preferen kumulatif dengan nominal Rp


10.000,00 dengan harga Rp 12.600,00. Dividen saham preferen/tahun
diperkirakan Rp 1.000,00. Flotation cost/lembar Rp 100,00. Biaya modal
saham preferen:

Rp 1.000,00
Po = = 8%
Rp 12.600,00 – Rp 100,00

2. BIAYA UTANG (COST OF DEBT)

o Biaya utang adalah sebesar tingkat keuntungan yang diharapkan/diminta*)


oleh investor (pemilik dana)
*) required rate of return = tingkat keuntungan yang menyamakan present
value penerimaan pada masa mendatang yang berupa bunga (I) dan pokok
pinjaman (M) dengan dana yang diberikan pada saat ini (harga surat
berharga/obligasi = Po). Rumusnya sebagai berikut:

n 1 M
Po = ∑ +
t=1 (1 + Kd)t (1 + Kd)n

o Jika obligasi dijual dengan harga jual = nilai nominal dan tak ada flotation
cost, maka biaya utang = tingkat bunga yang menyamakan present value
penerimaan bunga dan pelunasan pokok pinjaman (Kd = tingkat bunga)
Pembayaran bunga merupakan pengurang pajak (tax deductible), maka
biaya utang setelah pajak (K1) harus disesuaikan dengan cara mengalikan (1-
pajak). Jadi:
Ki = Kd (1-t)

Keterangan :
Ki = biaya utang setelah pajak
Kd = tingkat bunga

Contoh:

PT. KATE menjual 1 juta lembar obligasi dengan tingkat kupon = 8,5%,
nominal obligasi Rp 10.000,00. Harga jual = nilai nominal obligasi. Jatuh
tempo 5 tahun. Tarif pajak = 40%

Rp 850,00 Rp 850,00 Rp 850,00 Rp 10.000,00


Rp 10.000,00 = + + …. + +
(1 + Kd)1 (1 + Kd)2 (1 + Kd)5 (1 + Kd)5

Kd = IRR, maka Kd = 8,5%


Ki = Kd (1-t) = 8,5% (1 – 40%) = 5,1%

Catatan:

Jika obligasi terjual dengan harga di bawah nilai nominal, maka biaya utang
> tingkat bunga yang dibayarkan.

Jika obligasi terjual dengan harga di atas nilai nominal, maka biaya utang <
tingkat bunga yang dibayarkan.

Contoh:

Soal sama, tetapi harga jual obligasi Rp 11.000,00

Rp 850,00 Rp 850,00 Rp 850,00 Rp 10.000,00


Rp 11.000,00 = + + …. + +
(1 + Kd)1 (1 + Kd)2 (1 + Kd)5 (1 + Kd)5

Gunakan cara interpolasi untuk menyelesaikan.

Kd = 8,5% (A) PV = 10.000 (A1)


C? C1 = 11.000
Kd = 5,0% (B) PV = 11.515 (B1)

C = Kd = IRR ≈ 6,12% (tolong dicari sendiri nilai yang lebih tepat)


Ki = 6,12% (1 – 40%) = 3,67%
Mengingat pembayaran bunga umumnya dilakukan 2 kali dalam 1 tahun
(semiannual interest payment), maka dapat dicontohkan soal sebagai
berikut:

PT BLIRIK melakukan penjualan obligasi dengan nilai nominal obligasi


adalah Rp 1.000,00. Tingkat bunga obligasi (coupon rate) adalah 12%.
Obligasi jatuh tempo selama 30 tahun dan tidak dapat ditarik kembali
sebelumnya (non callable bond). Flotation cost diperkirakan sebesar 1%. Tarif
pajak = 34%

Catatan: Penerimaan bersih = Rp 1.000,00 – (1% x Rp 1.000,00) = Rp 990,00

2n I/2 M
Penerimaan bersih = ∑ +
t=1 (1 + Kd/2)t (1 + Kd/2)2n

2n 60 1.000
990 = ∑ +
t=1 (1 + Kd/2)t (1 + Kd/2)2n

Lakukan pencarian Kd/2 dengan cara coba-coba.

Kd/2 ≈ 6,06% (tolong dicari sendiri nilai yang lebih tepat)


Jadi Kd = 6,06% x 2 = 12,12%

3. BIAYA MODAL SENDIRI

o Biaya modal sendiri adalah tingkat keuntungan yang disyaratkan oleh


investor pemegang saham biasa
o Biaya modal sendiri : laba ditahan dan mengeluarkan saham baru
o Jika suatu laba ditahan, maka tingkat keuntungan yang diperoleh paling
tidak sama dengan tingkat keuntungan jika pemegang saham
menginvestasikan sendiri dividen yang dibagi ke dalam bentuk lain yang
memiliki risiko yang sama, semisal: beli saham perusahaan lain. Oleh
karenanya, jika suatu perusahaan tidak mampu mewujudkan tingkat
keuntungan jika mereka menahan laba maka sebaiknya perusahaan
membagikan dividen saja
o Cara yang dapat ditempuh adalah mengestimasi laba yang ditahan dengan
mendiskonto aliran kas. Biaya laba yang ditahan dapat dirumuskan:
D0
Ke =
P0

Tetapi dalam praktik umumnya dividen bertumbuh dari waktu ke waktu,


maka persamaannya menjadi:

~ D0 (1 + g)t
P0 = ∑
t=1 (1 + Ke)t

Keterangan:
Do = dividen yang akan diterima pada t = 0
g = tingkat pertumbuhan

Apabila disumsikan biaya modal sendiri (Ke) > g, maka persamaannya


menjadi:

D1
dimana
P0 = D1 = D0 (1+g)
Ke - g

D1
Ke = +g
P0

Contoh:

PT. WALIK SOBO KEBON membagi dividen pada tahun ke-1 sebesar Rp
1.000,00. Dividen mengalami pertumbuhan 5% per tahun. Nilai nominal
saham adalah Rp 10.000,00 dan terjual pada harga Rp 8.000,00. Maka,
biaya modal sendiri:

1.000
Ke = + 5% = 17,5%
8.000
Jika dividen mengalami pertumbuhan beberapa tahap, semisal 10% selama 4
tahun pertama (g1) dan kemudian tumbuh lagi sebesar 6% pada tahap
selanjutnya (g2). Saham tersebut memberikan dividen pada tahun ke-0 = Rp
1.000,00 dan laku terjual pada harga Rp 10.965,00. Besarnya biaya modal
sendiri (Ke) adalah:
m D0(1 + g)t 1 Dm+1
P0 =∑ + x
t=1 (1 + Ke)t (1 + Ke)m (Ke – g2)

4 Rp 1.000,00(1 + 0,1)t 1 D5
Rp 10.965,00 = ∑ + x
t=1 (1 + Ke)t (1 + Ke)4 (Ke – 0,06)

4 Rp 1.000,00(1 + 0,1)t 1 Rp 1.552,00


Rp 10.965,00 = ∑ + x
t=1 (1 + Ke)t (1 + Ke)4 (Ke – 0,06)

Dengan cara coba-coba alias trial and error, maka diperoleh dinilai IRR ≈ 17%
jadi,

10.965 = 1.100 (0,855) + 1.120 (0,731) + 1.331 (0,624) + 1.164 (0,534) + 0,534
{1.552/(17%-6%)}

4. BIAYA MODAL SAHAM BARU

o Flotation cost (biaya emisi saham baru) menyebabkan biaya modal saham
lebih besar dari biaya modal laba ditahan
o Sebelum mengeluarkan saham baru, harga pasar saham menunjukkan
kondisi equilibrium antara Suplay & Demand. Oleh sebab itu, jika terjadi
kenaikan S (asumsinya faktor lain tetap), maka harga saham baru akan
menjadi lebh rendah
o Apabila diharapkan perusahaan membagi dividen yang mengalami
pertumbuhan = g selamanya. Besar biaya modal saham baru (Ke):
D1
Ke = +g
Pnet

Keterangan:
Pnet = penerimaan bersih laba per lembar saham

Contoh:

PT KEDU membagikan dividen Rp 1.000,00 pada tahun pertama dan


mengalami tingkat pertumbuhan 5%. Harga jual saham baru adalah Rp.
8.000. Biaya emisi saham baru per lembar = Rp 250,00. maka besar biaya
emisi saham baru adalah:
Rp 1.000,00
Ke = + 5% = 17,9%
Rp 8.000,00 – Rp 250,00

Biaya modal saham baru memiliki biaya paling mahal. Oleh sebab biaya
modal ini muncul karena penerbitan saham baru, maka biasanya
perusahaan sering menghindari penerbitan saham baru.

o Dalam praktik, investor sering kurang memahami mekanisme penilaian


surat berharga di pasar modal. Karenanya wajar jika didapati bahwa saham
yang memberikan dividen sangat rendah dinilai terlalu tinggi. Pada
perusahaan yang overvalued sering dipandang cost of equity-nya (biaya
modal sendiri) rendah. Pandangan ini keliru. Hal ini disebabkan pada pasar
modal yang efisien secara rasional investor seharusnya meminta tingkat
keuntungan yang tinggi.

5. BIAYA MODAL RATA-RATA

o Konsep biaya modal secara keseluruhan (cost of overall capital) bermanfaat


untuk penilaian usulan investasi jangka panjang. Hal ini disebabkan dalam
suatu penilaian suatu investasi yang normal tidaklah melihat secara
individual sumber-sumber dana yang digunakan, seperti: proporsi utang
atau modal sendiri, tetapi melihatnya secara keseluruhan. Dalam capital
budgeting (penganggaran modal) misalnya perhitungan biaya modal tidak
lagi secara individual melainkan didasarkan atas perimbangan (weighted)
atau rata-rata terimbang pada setiap komponen modal dalam struktur
modal (weighted average cost of capital/WACOC).
o Jika struktur modal terdiri dari utang (D), modal sendiri (E), dan saham
preferen (P), maka WACOC:

E D P
K0 = (Ke) + (Ki) + (Kp)
D+E+P D+E+P D+E+P

o Dalam penilaian investasi, biaya modal yang digunakan (marginal cost of


capital) harus dibandingkan dengan tingkat keuntungan yang akan
diperoleh kelak. Jika biaya modal yang digunakan (marginal cost of capital)
> tingkat keuntungan yang akan diperoleh maka suatu investasi dikatakan
tidak layak dan sebaliknya.

Contoh:
PT WARENG memiliki proporsi modal (struktur modal) 75% modal sendiri
dan 25% utang. Proporsi ini akan dijadikan dasar bagi setiap penambahan
modal di masa mendatang. PT WARENG berencana melakukan investasi
dan memerlukan tambahan dana Rp. 1 milyar. Rencana investasi ini akan
dibiayai dengan laba ditahan Rp 750 juta dan sisanya Rp 250 juta dari utang.
Apabila diketahui Ke = 15% dan Kd = 10% serta tarif pajak = 40%, maka
besarnya modal rata-rata tertimbang (WACOC) adalah:

K0 = (75% x 15%) + (25% x 10%) (1 – 40%) = 12,75%

Asumsi perhitungan WACOC ini adalah:


1. Perusahaan memperoleh tambahan dana dengan biaya yang sama
dengan biaya modal laba ditahan dan utang yang dimiliki
2. Struktur modal sebelum investasi dianggap/diasumsikan optimum.
Dengan kata lain WACOC adalah minimum
3. Tingkat risiko investasi kurang lebih sama dengan investasi yang saat ini
sudah dilakukan

Contoh:
PT LEGHORN merencanakan akan melaksanakan proyek investasi pada
masa mendatang. Pimpinan mensyaratkan IRR lebih besar atau sama
dengan 10%. Struktur modal saat ini adalah 40% utang, 10% saham preferen,
dan 50% saham biasa
o Perusahaan dapat meningkatkan utang sebesar Rp. 5 juta lagi. Biaya
utang sebelum pajak adalah 9%. Biaya utang saat ini adalah 10%
o Modal saham preferen dapat ditingkatkan dengan biaya 10%. Tarif pajak
40%
o Perusahaan mengharapkan laba yang ditahan pada masa mendatang Rp.
10 juta dan dividen per lembar saham Rp. 2.000
o Saham baru dijual dengan harga bersih Rp. 24.000. Sementara saat ini
saham perusahaan dijual dengan harga Rp. 25.000. Dividen dan laba
yang diperoleh diharapkan meningkat sebesar 7% untuk jangka panjang

Pertanyaan:
a. Hitung biaya modal masing-masing sumber modal
b. Berapa total dana laba ditahan, saham preferen, utang, dan saham biasa
dipertahankan jika proporsi utang tetap 40%? Hitunglah biaya modal
secara keseluruhan?
c. Berapa jumlah kebutuhan dana dapat dipenuhi jika laba ditahan akan
dihabiskan? Hitunglah biaya modal secara keseluruhan yag baru?
d. Jika sumber modal dengan biaya termurah adalah emisi saham baru
dengan biaya modal 15,9%, berapa marginal cost of capital?

JAWABAN:

a. Biaya utang
Lama : Ki = Kd (1-t) = 9% (1 – 40%) = 5,4%
Biaya tambahan utang: Ki = Kd (1-t) = 10% (1 – 40%) = 6%
Biaya modal saham preferen = Kp = 10%
Biaya modal laba ditahan =

D0 (1 + g) Rp 2.000,00(1 + 7%)
Ke = +g= + 7% = 15,6%
P0 Rp 25.000,00

Biaya modal saham baru =

D0 (1 + g) Rp 2.000,00(1 + 7%)
Ke = +g= + 7% = 15,9%
Pnet 24.000

b. Tambahan dana maksimum

Agar marginal cost of capital (MCC) tidak berubah, maka total dana
tambahan untuk:

Jumlah utang dengan biaya terendah


X =
Proporsi utang

Rp 5.000.000,00
X= = Rp 12.500.000,00
0,4

Utang = Rp 5.000.000,00
Saham preferen = Rp 1.250.000,00 (10% x Rp 12.500.000,00)
Laba ditahan = Rp 6.250.000,00 (50% x Rp 12.500.000,00)
Rp 12.500.000,00

Ke = (40% x 5,4%) + (10% x 10%) + (50% x 15,6%) = 10,96%

c. Jumlah laba yang ditahan

Rp 10.000.000,00 – Rp 6.250.000,00 = Rp. 3.750.000,00


Kebutuhan dana yang dapat dipenuhi dengan laba yang ditahan:
Jumlah laba yang tersedia
X=
Proporsi modal sendiri

Rp 3.750.000,00
X= = Rp 7.500.000,00
50%
Kenaikan sebesar Rp 7.500.000,00 dapat dipenuhi dengan:

Utang = Rp 3.000.000,00 (40% x Rp 7.500.000,00)


Saham preferen = Rp 750.000,00 (10% x Rp 7.500.000,00)
Laba ditahan = Rp 3.750.000,00 +
Rp 7.500.000,00

MCC = (40% x 6%) + (10% X 10%) + (50% x 15,6%) = 11,2%

d. Jika emisi saham baru dengan biaya 15,9%, MCC akan meningkat menjadi:

Ko = (40% x 6%) + (10% x 10%) + (50% x 15,9%) = 11,35%

Catatan:
Dalam capital budgeting perlu dilakukan pembandingan IRR dengan
MCC. Jika IRR > MCC maka rencana investasi diterima dan sebaliknya

o Biaya modal rata-rata tertimbang dapat juga dihitung dengan mencari


proporsi masing-masing modal dikalikan dengan biaya setelah pajak

Contoh:

BIAYA MODAL SETELAH


SUMBER DANA JUMLAH (Rp)
PAJAK
Utang 45.000.000 15,5%
Saham preferen 30.000.000 18,75%
Saham biasa 45.000.000 24,5%
Laba ditahan 30.000.000 22%
Jumlah 150.000.000

Biaya modal rata-rata tertimbang:

Ko = (Rp 45.000.000,00/Rp 150.000.000,00 x 15,5%) + (Rp


30.000.000,00/Rp 150.000.000,00 x 18,75%) + (Rp 45.000.000,00/Rp
150.000.000,00 x 24,5%) + (Rp 30.000.000,00/Rp 150.000.000,00 x
22%)
Ko = 20,15%

Anda mungkin juga menyukai