Anda di halaman 1dari 9

Rangkuman

MATERI BAB 5

PENGANGGARAN SEKTOR PUBLIK

DISUSUN OLEH:

KELOMPOK 6

- NI PUTU WULANDARI / 119211088 / 27


- NI MADE ISNA ANDARI /119211091 / 29
- I DEWA AYU RISMA WIDHISARI / 119211092 / 30

AKUNTANSI PAGI A

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS PENDIDIKAN NASIONAL


JENIS-JENIS ANGGARAN
SEKTOR PUBLIK

A. Perkembangan Anggaran Sektor Publik


Sistem anggran sektor publik dalam perkembangannya telahj teradi instrumen
kebijakan multifungsi yang digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan organisasi. Sebagai
sebuah sistem, perencanaan anggran sektor publik telah mengalami banyak perkembangan.
Sistem perencanaan anggaran sektor publik berkembang dan berubah sesuai dengan dinamika
perkembangan manajemen sektor publik dan perkembangan tuntutan yang muncul di
masyarakat. Pada dasarnya, terdapat beberapa jenis pendekatan dalam perencanaan dan
pnyusunan anggaran sektor publik. Secara garis besar terdapat dua pendekatan utama yang
memiliki perbedaan mendasar. Kedua pendekatan tersebut adalah anggran tradisional atau
anggaran konvensional dan pendekatan baru yang sering dikenal dengan pendekatan New
Public Management.
B. Anggaran Tradisional
Anggaran tradisional merupakan pendekatan yang banyak digunakan di negara
berkembang dewasa ini. Terdapat dua ciri utama dalam perkembangan ini, yaitu (a) cara
penyusunan anggaran yang didasarkan atas pendekatan incremental dan (b) struktur dan
susunan anggaran yang bersifat line-item. Ciri lain yang melekat pada pendekatan anggaran
tradisional adalah (c) cenderung sentralistis; (d) bersifat spesifikasi; (e) tahunan; (f)
menggunakan prinsip anggaran bruto.

 Incremental
Penekanan dan tuuan utama pendekatan tradisional adalah pada pengawasan dan
pertanggungjawaban yang terpusat. Anggaran tradisional bersifat incremental, yaitu hanya
menambah atau mengurangi jumlah rupia pada item-item anggaran yang sudah ada
sebelumnya dengan menggunakan data tahun sebelumnya sebagai dasar untuk menyesuaikan
besarnya penambaan tau pengurangan tanpa dilakukan kajian yang mendalam. Masalah
utama anggaran tradisional adala terkait dengan tidak adanya peratian teradap value for
money. Konsep ekonomi, efisien, dan efektivitas sering kali tidak dijadikan pertimbangan
dalam menyusun anggaran tradisional.
Anggaran tradisional yang bersifat "incremental" cenderung menerima konsep harga
pokok pelayanan historis. Akibat digunakan harga pokok pelayanan historis tersebut adalah
suatu item, program, atau kegiatan akan muncul lagi dalam anggaran tahun berikutnya
meskipun sebenarnya item tersebut sudah tidak dibutuhkan. Perubahan anggaran hanya
menyentuh jumlah nominal rupiah yang disesuaikan dengan tingkat inflasi, jumlah penduduk
dan penyesuaian lainnya.
 Line-item
Metode line-item budget tidak memungkinkan untuk menghilangkan item-item
penerinmaan atau pengeluaran yang telah ada dalam struktur anggaran, walaupun sebenarnya
secara riil item tertentu sudah tidak relevan lagi untuk digunakan pada periode sekarang.
Penyusuanan anggaran dengan menggunakan struktur line-item dilandasi alasan
adanya orientasi sistem anggaran yang dimaksudkan untuk mengontrol pengeluaran.
Berdasarkan hjal tersebut, anggaran tradisional disusun atas dasar sifat penerimaan dan
pengeluaran, seperti misalnya pendapatan dari pemerintah atasan, pendapatan dari pajak atau
pengeluaran untuk gaji, pengeluaran untuk belanja barang, dan sebagainya, bukan berdasakan
pada tujuan yang ingin dicapai dengan pengeluaran yang dilakukan.t
 Kelemahan Anggaran Tradisional
Dilihat dari berbagai sudut pandang, metode penganggaran tradisional memiliki beberapa
kelemahan, antara lain:
1. Hubungan yang tidak memadai (terputus) antara anggaran tahunan dengan rencana
pembangunan jangka panjang.
2. Pendekatan incremental menyebabkan sejumlah besar pengeluaran tidak pernah diteliti
secara menyeluruh efektivitasnya.
3. Lebih berorientasi pada input daripada output. Hal tersebut menyebabkan anggaran
tradisional tidak dapat dijadikan sebagai alat untuk membuat kebijakan dan pilihan
sumber daya, atau memonitor kinerja. Kinerja dievaluasi dalam bentuk apakah dana telah
habis dibelanjakan, bukan apakah tujuan telah trcapai.
4. Sekat-sekat antarkementrian yang kaku membuat tujuan nasional secara keseluruhan sulit
dicapai. Keadaan tersebut berpeluang menumbulkan konflik, overlapping, kesenjangan,
dan persaingan antardepartemen.
5. Proses anggaran terpisah untuk pengeluaran rutin dan pengeluaran modal/investasi.
6. Anggaran tradisional bersifat taunan. Anggaran tahunan tersebut sebenarnya terlalu
pendek, terutama untuk proyek modal dan hal tersebut dapat mendorong praktik-praktik
yang tidak diinginkan (korupsi dan kolusi).
7. Sentralisasi penyiapan anggaran, ditambah dengan informasi yang tidak memadai
menyebabkan lemahnya perencanaan anggran. Sebagai akibatnya adalah munculnya
budget padding atau budgetary slack.
8. Persetujuan anggaran yang terlambat Sehingga gagal memberikan mekanisme
pengendalian untuk pengeluaran yang sesuai, seperti seringnya dilakukan revisi anggaran
dan “manipulasi anggaran”.
9. Aliran informasi (sistem informasi finansial) yang tidak memadai yang menjadi dasar
mekanisme pengendalian rutin, mengidentifikasi masalah dan tindakan.

C. Anggaran Publik dengan Pendekatan NPM

Era New Public Management


Sejak pertengahan tahun 1980-an telah terjadi perubahan manajemen sektor publik yang
cukup drastis dari sistem manajemen tradisional yang terkesan kaku, birokratis, dan hierarki
menjadi model manajemen sektor publik yang fleksibel dan lebih mengakomodasi. Paradigma
baru yang muncul dalam manajemen sektor publik tersebut adalah pendekatan New Public
Management. New Public Management berfokus pada manajemen sektor publik yang
berorientasi pada kinerja, bukan berorientasi pada kebijakan. Penggunaan paradigma New
Public Management tersebut menimbulkan beberapa konsekuensi bagi pemerintah,
diantaranya adalah tuntutan untuk melakukan efesiensi, pemangkasan biaya (cost cutting) dan
kompetisi tender. Salah satu model pemerintahan di era New Public Management adalah
model pemerintah yang diajukan oleh Osborne dan Gaebier (1992) yang tertuang dalam
pandangannya yang dikenal dengan konsep “reinventing goverment”. Perspektif baru
pemerintah menurut Osborne dan Gaebier tersebut adalah :
1. Pemerintah katalis :
Fokus pada pemberian pengarahan, bukan produksi pelayanan publik. Pemerintah harus
menyediakan beragam pelayanan publik, tetapi tidak harus terlibat secara langsung dengan
proses produksinya. Sebaiknya pemerintah memfokuskan diri pada pemberian arahan
sedangakn produksi pelayanan publik diserahkan pada pihak swasta dan/atau sektor
ketiga, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan nirlaba lainnya.
2. Pemerintah milik masyarakat :
Memberdayakan masyarakat daripada melayani. Pemerintah sebaiknya memberikan
wewenang kepada masyarakat sehingga mereka mampu menjadi masyarakat yang dapat
menolong dirinya sendiri (self help community).
3. Pemerintah yang kompetitif :
Menyuntikkan semangat kompetisi dalam pemberian pelayanan publik. Kompetisi adalah
satu-satunya cara uNtuk menghemat biaya sekaligus meningkatkan kualitas pelayanan.
Dengan kompetisi, banyak pelayanan publik yang dapat ditingkatkan kualitasnya tanpa
harus memperbesar biaya.
4. Pemerintah yang digerakkan oleh misi :
Mengubah organisasi yang digerakkan oleh peraturan menjadi organisasi yang digerakkan
oleh misi.
5. Pemerintah yang berorientasi pada hasil :
Membiayai hasil, bukan masukan. Pemerintah yang berorientasi pada hasil berusaha
mengubah bentuk penghargaan dan insentif itu, yaitu mrmbiayai hasil, bukan masukan.
Makin banyak kinerja, makin banyak pula dana yang akan dialokasikan untuk mengganti
semua dana yang telah dikeluarkan oleh unit kerja tersebut.
6. Pemerintah yang beroreintasi pada pelanggan :
Memenuhi kebutuhan pelanggan, bukan birokrasi. Pemerintah yang berorientasi pada
pelanggan akan mengidentifikasikan pelanggan yang sesungguhnya. Dengan cara seperti
ini, tidak berarti bahwa pemerintah tidak bertanggung jawab pada dewan legislatif, tetapi
sebaliknya, ia menciptakan sistem petanggungjawaban ganda (dual accountability) kepada
legislatif dan masyarakat. Dengan cara seperti ini, pemerintah tidak akan aroga, tetapi
secara terus menerus akan berupaya untuk lebih memuaskan masyarakat.
7. Pemerintah wirausaha :
Mampu menciptakan pendapatan dan tidak sekedar membelanjakan. Pemerintah
wirausaha dapat mengembangkan beberapa pusat pendapatan, misalnya BPS dan
Bappeda, yang dapat menjual informasi tentang daerahnya kepada pusat-pusat penelitian,
BUMN/BUMD, pemberian hak guna usaha yang menarik kepada para pengusaha dan
masyarakat, penyertaan modal dan lain-lain.
8. Pemerintah antisipatif :
Berupaya mencegah daripada mengobati. Pemerintah antisipatif tidak reaktif tetapi
proaktif. Ia tidak hanya mencoba untuk mencegah masalah, tetapi juga berupaya keras
untuk mengantisipasi masa depan dengan menggunakan perencanaan strategis untuk
menciptakan visi.
9. Pemerintah desentralisasi :
Dari hierarkis menuju partisipatif dan tim kerja. Keadaan saat ini sangat berubah,
perkembangan teknologi sudah sangat maju, kebutuhan/keinginan masyarakat dan bisnis
sudah semakin kompleks dan staf pemerintahan sudah banyak yang berpendidikan tinggin
dan sekarang ini pengambilan keputusan harus digeser ke tangan masyarakat, asosiasi-
asosiasi, pelanggan dan lembaga swadaya masyarakat.
10. Pemerintah yang berorientasi pada (mekanisme) pasar :
Mengadakan perubahan-an dengan mekanisme pasar (sistem insentif) dan bukan dengan
mekanisme administratif (sistem produser dan pemaksaan). Ada dua cara alokasi sumber
daya, yaitu mekanisme pasar dan mekanisme administratif. Dari keduanya, mekanisme
pasar terbukti sebagai yang terbaik dalam mengalokasi sumber daya.
D. Perubahan Pendekatan Anggaran.
Reformasi sektor publik yang salah satunya ditandai dengan muculnya New Public
Management telah mendorong usaha untuk mengembangkan pendekatan yang lebih
sistematid dalam perencanaan anggaran sektor publik.
Pendekatan baru dalam sistem anggaran publik tersebut cenderung memilih karakteristik
umum yaitu :
a) Komprehensif/komparatif.
b) Terintegrasi dan lintas departemen.
c) Proses pengambilan keputusan yang rasional
d) Berjangka panjang.
e) Spesifikasi tujuan dan pemeringkatan prioritas.
f) Analisasi total cost dan benefit (termasuk opportunity cost).
g) Berorientasi input, output dan outcome, bukan sekedar input.
h) Adanya pengawasan kinerja.

E. Anggaran Kinerja
Anggaran dengan pendekatan kinerja disusun untuk mengatasi berbagai kelemahan yang
terdapat dalam anggaran tradisional, khususnya kelemahan yang disebabkan oleh tidak adanya
tolak ukur yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja dalam pencapaian tujuan dan sasaran
pelayanan publik. Anggaran dengan pendekatan kinerja sangat menekankan pada konsep value
for money dan pengawasan atas kinerja output. Pendekatan ini juga mengutamakan
mekanisme penentuan dan pembuatan prioritas tujuan serta pendekatan yang sistematik dan
rasional dalam proses pengambilan keputusan. Untuk mengimplementasikan hal-hal tersebut,
anggaran kinerja dilengkapi dengan teknik penganggaran analitis.
Sisitem anggaran kerja pada dasarnya merupakan sistem yang mencakup kegiatan penyusunan
program dan tolak ukur kinerja sebagai instrumen untuk mencapai tujuan dan sadaran
program. Penerapan sistem anggaran kinerja dalam penyusunan anggaran dimulai dengan
perumusan program dan penyusunan struktur organisasi pemerintah yang sesuai dengan
program tersebut. Kegitan tersebut mencakup pula penentuan unit kerja yang bertanggung
jawab atas pelaksanaan program serta penentuan indikator kinerja yang digunakan sebagai
tolok ukur dalam mencapai tujuan program yang telah ditetapkan.
F. Zero – Based Budgeting (ZBB)
Konsep Zero – based Budgeting (ZBB) dimaksudkan untuk mengatasi kelemahan yang
ada pada sistem anggaran tradisional. ZZB tidak berpatokan pada anggaran tahun lalu untuk
menyusun anggaran tahun ini, tetapi penentu anggaran didasarkan pada kebutuhan saat ini.
Proses Implementasi ZBB
Proses implementasi ZBB terdiri dari tiga tahap, yaitu :
1. Identifikasi keputusan struktur organisasi pada dasarnya terdiri atas pusat –pusat
pertanggung jawaban (responsibility center). Setiap pusat pertangungjawaban
merupakan unit pembuatan keputusan (deciscion unit) yang salah satu fugsinya adalah
untuk menyiapkan anggaran.
2. Penentuan paket – paket keputusan
Paket keputusan merupkan gambaran komprehensif mengenai bagian dari aktivitas
organisasi atau fungsi yang dapat dievaluasi secara individual. Terdapat dua jenis paket
keputusan, yaitu :
a. Paket keputusan mutually – exclusive
Paket keputusan yang bersifat mutually – exclusive adalah paket keputusan yang
memiliki fungsi yang sama.
b. Paket keputusan incremental
Paket keputusan incremental merefleksikan tingkat usaha yang berbeda (dikaitkan
dengan biaya) dalam melaksanakan aktivitas tertentu.
3. Memeringkat danmengevaluasi paket keputusan
Jika paket keputusan telah disiapkan, maka tahap berikutnya adalah memeringkat
semua paket berdasarkan manfaatnya terhadap organisasi.
Keunggulan ZBB
1) Jika ZBB dilaksanakan dengan baik, dapat menghasilkan alokasi sumber daya secara
lebih efisien.
2) ZBB berfokus pada value for money
3) Memudahkan untuk mengidentifikasi terjadinya inefisiensi dan ketidak efektifan biaya
4) Meningkatkan pengetahuan dan motifasi staf dan manajer
5) Meningkatkan partisifasi manajemen level bawah dalam proses penyusunan anggaran.
6) Merupakan cara yang sistematik untuk menggeser status qua dan mendorong organisasi
untuk selalu menguji alternatif aktivitas dan pola perilaku biaya serta tingkat
pengeluaran.
Kelemahan ZBB
1) Prosesnya memakan waktu (time consuming) ,terlalu teoristis dan tidak praktis,
membutuhkan biaya yang besar, serta menghargai kertas kerja yang menumpuk karena
pembuatan paket keputusan.
2) ZBB cenderung menekankan manfaat jangka pendek.
3) Implementasi ZBB membutuhkan teknologi yang maju.
4) Masalah besar yang dihadapi ZBB adalah proses memeringkat dan me-review paket
keputusan
5) Untuk melakukan pemeringkatan paket keputusan dibutuhkan staf yang memiliki
keahlian yang mungkin tidak dimiliki organisasi.
6) Memungkinkan munculnya kesan yang kliru bahwa semua paket keputusan harus masuk
dalam anggaran.
7) Implementasi ZBB menimbulkan masalah keprilakuan dalam organisasi
G. Planing, Programming and budgeting sytem (PPBS)
PPBS merupakan teknik penganggaran yang didasarkan yang didasarkan pada teori
sistem yang berorientasi pada output dan tujuan dengan penekanan utamanya adalah alokasi
sumber daya berdasarkan analisis ekonomi.
Proses Implemetasi PPBS
Langkah – langkah implementasi meliputi :
1. Menentukan tujuan umum organisasi dan tujuan unit organisasi dengan jelas.
2. Mengidentifikasi program – program dan data kegiatan untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkam.
3. Mengevaluasi berbagai alternatif program dengan menghitung cost – benefit dari masing
– masing program.
4. Pemilihan program yang memiliki manfaat besar dengan biaya yang kecil
5. Alokasi sumber daya ke masing – masing program yang disetujui.
Karakteristik PPBS
1. Berfokus pada tujuan dan aktivitas (program) untuk mencapai tujuan.
2. Secara eksplisit menjelaskan implementasi terhadap rahun anggaran yang akan datang
karena PPBS berorientasi pada masa depan.
3. Mempertimbangkan semua biaya yang terjadi
4. Dilakukan analisis secara sistemik atas berbagai program, yang meliputi :
a. Identifikasi tujuan
b. Identifikasi secara sistematik alternatif program untuk mencapai tujuan
c. Estimasi biaya total dari masing – masing alternatif program
d. Estimasi manfaat (hasil) yang ingin dipperoleh dari masing – masing alternatif program
Kelebihan PPBS
1. Memudahkan dalam pendelegasi tanggung jawab dari manajemen puncak ke manajemen
menengah
2. Dalam jangka panjang dapat mengurangi beban kerja
3. Memperbaiki kualitas pelayanan melalui pendekatan sadar biaya dalam perencanaan
program
4. Lintas departemen sehingga dapat mengingatkan komunikasi, koordinasi, dan kerja sama
antaradepartemen.
5. Menghilangkan program yang overlapping atau bertentangan dengan pencapaian tujuan
organisasi
6. PPBS menggunakan teori marginal utility sehingga mendorong alokasi sumber daya
secara optimal.
Kelemahan PPBS
1. PPBS membutuhkan sistem informasi yang canggih, ketersediaan data, adanya sistem
pengukuran, dan staf yang memiliki kapasitas tinggi.
2. Implementasi PPBS membutuhkan biaya yang besar karena PPBS membutuhkan teknologi
yang canggih
3. PPBS bagus secara teori, tetapi sulit untuk diimplementasikan.
4. PPBS mengabaikan realitas politik dan realitas organisasi sebagai kumpulan manusia yang
kompleks
5. PPBS merupakan teknik anggaran yang statistically orientied. Penggunaan statistik
terkadang kurang tajam untuk mengukur efektivitas program. Statistik hanya tepat untuk
mengukur beberapa program tertentu saja.
6. Pengaplikasian PPBS menghadapi masalah teknis. Hal ini terkait dengan sifat program
atau kegiatan yang departemen sehingga menyulitkan dalam melakukan alokasi biaya.
Sementara itu, sistem akuntansi dibuat berdasarkan departemen, bukan program
Masalah Utama Penggunaan ZBB dan PPBS
1. Bounded rationality, keterbatasan dalam menganalisis semua alternatif untuk melakukan
aktivitas.
2. Kurangnya data untuk membandingkan semua alternatif, terutama untuk mengukur
output.
3. Masalah ketidak pastian sumber daya, pola kehidupan di masa depan, perubahan politik,
dan ekonomi.
4. Pelaksanaan teknik termasuk menimbulkan beban pekerjaan yang sangat besar.
5. Kesulitan dalam menekankan tujuan dan pemeringkat program terutama ketika
terdapatpertentangan kepentingan (conflict of interest).
6. Seringkali tidak memungkinkan melakukan perubahan secara tepat dan tepat.
7. Terdapat hambatan birokrasi dan perlawanan politik yang besar untuk berubah
(resistance to change)
8. Pelaksanaan teknik tersebut sering tidak sesuai dengan proses pengambilan keputusan
politik.
9. Pada akhirnya, pemeritah beroprasi dalam dunia yang tidak rasional.

H. Ikhtisar
Terdapat dua pendekatan dalam penyusunan anggaran sektor publik, yaitu pendekatan
tradisional dan pendekatan new public management. Anggaran tradisional memiliki ciri utama
line – item dan bersifat incremental. Pendekatan NPM dimaksudkan untuk mengatasi
kelemahan dari sistem tradisional.

Anda mungkin juga menyukai