Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH PADA

Tn. R DENGAN DIAGNOSA DIABETES MELITUS


DI RUANGAN ANGGREK RSUD SAWERIGADING
PALOPO

P[IKA PAGENO, S.Kep


03.2022.061

MENGETAHUI

Palopo, Desember 2022

PEMBIMBING AKADEMIK PEMBIMBING KLINIK

Ns. Sugiyanto,S.H,.M.Kep Ns. Anitasari,S.kep

FAKULTAS KESEHATAN PROGRAM STUDI PROFESI NERS


INSTITUT KESEHATAN DAN BISNIS
KURNIA JAYA PERSADA
PALOPO
2022
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Alhamdulillahirabbil’aalamin, segala puji dan syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha
Esa, karena rahmat dan karunia-Nya tugas laporan yang dibuat oleh penulis telah terselesaikan
dengan tepat waktu, dengan judul “Laporan Pendahuluan DIABETES MELITUS Penulis juga
berterima kasih kepada segala pihak yang telah membantu untuk menyelesaikan tugas laporan ini
dengan baik. Kepada bapak dosen pembimbing Ns.Wanto Sinaga, S,Kep.,M.Kep, kepada CI
ruangan Anggrek RSUD Sawerigading palopo Ns. Anita, S.Kep., kepada orang tua yang selalu
mendukung, dan rekan-rekan yang ikut serta dalam penyelesaian laporan ini. Adapun disusunnya
laporan ini adalah untuk memenuhi nilai tugas praktik Keperawatan Medikal Bedah.
Penulis menyadari bahwa penyusunan laporan ini jauh dari kesempurnaan, masih banyak
hal-hal yang mungkin belum tercakup didalamnya. Maka dari itu, penulis meminta agar para
pembaca yang kelak akan membaca laporan ini memberikan saran dan kritikan yang membangun
untuk laporan ini. Semoga laporan ini dapat menambah wawasan yang luas bagi para pembaca.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Belopa , 18 Desember 2022

Penulis
DAFTAR ISI
Sampul………………………………………………………………………………………..
Kata Pengantar.........................................................................................................................
Daftar Isi...................................................................................................................................
A. Konsep Dasar
1. Definisi.........................................................................................................................
2. Etiologi.........................................................................................................................
3. Klasifikasi.....................................................................................................................
4. Tanda dan Gejala……………………………………………………………………..
5. Patofisiologi..................................................................................................................
6. Pemeriksaan Penunjang...............................................................................................
7. Penatalaksanaan………………………………………………………………………
8. Pathway........................................................................................................................
B. Konsep Keperawatan
1. Pengkajian…………………………………………………………………………….
2. Diagnosa Medis………………………………………………………………………
3. Intervensi …………………………………………………………………………….
4. Implementasi…………………………………………………………………………
5. Evaluasi………………………………………………………………………………
DAFTAR PUSTAKA
A. Konsep Dasar
1. Definisi
Diabetes melitus merupakan gangguan metabolisme yang secara generic dan
klinis termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat.
( price and wilson ,2000)
Diabetes melitus adalah sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan
kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemi (smeltzer and bare, 2000)
Diabetes melitus merupakan penyakit kronis yang berkaitan dengan defisiensi atau
resistansi relatif atau absolut dan ditandai dengan gangguan metabolisme karbohidrat,
protein, dan lemak( paramita,2011)

2. Etiologi
Etiologi secara umum tergantung dari tibe diabetes yaitu:
1. Diabetes tipe 1
Diabetes yang tergantung insulin yang ditandai oleh penghancuran sel sel pancreas
disebabkan oleh :
a) Faktor genetic
Penderita DM tidak mewarisi DM tipe 1 itu sendiri tapi mewarisi suatu
presdiposisi/kecendrungan genetic ke arah terjadinya DM tipe 1
b) Faktor imunologi
Respon abnormal dimana antibody terarah pada jaringan normal tubuh dengan
cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggap seolah olah sebagai
jaringan asing.
c) Faktor lingkungan
Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses autoimun yang menimbulkan
destruksi sel beta
2. Diabetes tipe II
Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan sekresi
insulin pada diabetes tipe II belum diketahui . Faktor genetic diperkirakan
memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin. Selain itu terdapat
faktor faktor risiko tertentu yang berhubungan yaitu :
a) Usia
Resistensi insulin cenderung meningkat pada usia diatas 65 tahun
b) Obesitas
c) Riwayat keluarga
d) Kelompok etnik
Di amerika serikat, golongan hispanik serta penduduk asli amerika tertentu
memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk terjadinya diabetes tipe II
dibanding dengan golongan afro-amerika

3. Klasifikasi
Dokumen konsesus tahun 1997 oleh American Diabetes Association’s Expert
Committee on the Diagnosis and Classification of Diabetes Melitus, menjabarkan 4
kategori utama diabetes didalam (Corwin, 2009), yaitu :
1. Tipe I: Insulin Dependent Diabetes Melitus (IDDM)/ Diabetes Melitus
tergantung insulin (DMTI). Lima persen sampai sepuluh persen penderita
diabetik adalah tipe I. Sel-sel beta dari pankreas yang normalnya
menghasilkan insulin dihancurkan oleh proses autoimun. Diperlukan suntikan
insulin untuk mengontrol kadar gula darah. Awitannya mendadak biasanya
terjadi sebelum usia 30 tahun.
2. Tipe II: Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM)/ Diabetes
Mellitus tak tergantung insulin (DMTTI) Sembilan puluh persen sampai 95%
penderita diabetik adalah tipe II. Kondisi ini diakibatkan oleh penurunan
sensitivitas terhadap insulin (resisten insulin) atau akibat penurunan jumlah
pembentukan insulin. Pengobatan pertama adalah dengan diit dan olah raga,
jika kenaikan kadar glukosa darah menetap, suplemen dengan preparat
hipoglikemik (suntikan insulin dibutuhkan, jika preparat oral tidak dapat
mengontrol hiperglikemia). Terjadi paling sering pada mereka yang berusia
lebih dari 30 tahun dan pada mereka yang obesitas.
3. DM tipe lain
Karena kelainan genetik, penyakit pankreas (trauma pankreatik), obat,infeksi,
antibodi, sindroma penyakit lain, dan penyakit dengan karakteristik gangguan
endokrin.
4. Diabetes Kehamilan: Gestasional Diabetes Melitus (GDM) Diabetes yang
terjadi pada wanita hamil yang sebelumnya tidak mengidap diabetes.
4. Manifestasi Klinis

Menurut Sujono & Sukarmin (2008) manifestasi klinis pada penderita


DM, yaitu:
a) Gejala awal pada penderita DM adalah
1) Poliuria (peningkatan volume urine)
2) Polidipsia (peningkatan rasa haus) akibat volume urine yang
sangat besar dan keluarnya air yang menyebabkan dehidrasi ekstrasel. Dehisrasi
intraselmengikuti dehidrasi ekstrasel karena air intrasel akan berdifusi keluar sel
mengikuti penurunan gradien konsentrasi ke plasma yang hipertonik (sangat pekat).
Dehidrasi intrasel merangsang pengeluaran ADH (antidiuretic hormone) dan
menimbulkan rasa haus.
3) Polifagia (peningkatan rasa lapar). Sejumlah kalori hilang kedalam air kemih,
penderita mengalami penurunan berat badan. Untuk mengkompensasi hal ini
penderita seringkali merasa lapar yang luar biasa.
4) Rasa lelah dan kelemahan otot akibat gangguan aliran darah pada pasien diabetes
lama, katabolisme protein diotot dan ketidakmampuan sebagian besar sel untuk
menggunakan glukosa sebagai energi.
b) Gejala lain yang muncul
1) Peningkatan angka infeksi akibat penurunan protein sebagai bahan pembentukan
antibody, peningkatan konsentrasi glukosa disekresi mukus, gangguan fungsi imun
dan penurunan aliran darah pada penderita diabetes kronik.
2) Kelainan kulit gatal-gatal, bisul. Gatal biasanya terjadi di daerah ginjal, lipatan
kulit seperti di ketiak dan dibawah payudara, biasanya akibat tumbuhnya jamur.
3) Kelainan ginekologis, keputihan dengan penyebab tersering yaitu jamur terutama
candida.
4) Kesemutan rasa baal akibat neuropati. Regenerasi sel mengalami gangguan akibat
kekurangan bahan dasar utama yang berasal dari unsur protein. Akibatnya banyak sel
saraf rusak terutama bagian perifer.
5) Kelemahan tubuh
6) Penurunan energi metabolik/penurunan BB yang dilakukan
oleh sel melalui proses glikolisis tidak dapat berlangsung
secara optimal.
7) Luka yang lama sembuh, proses penyembuhan luka
membutuhkan bahan dasar utama dari protein dan unsur makanan yang lain. Bahan
protein banyak diformulasikan untuk kebutuhan energi sel sehingga bahan yang
diperlukan untuk penggantian jaringan yang rusak mengalami gangguan.
8) Laki-laki dapat terjadi impotensi, ejakulasi dan dorongan seksualitas menurun
karena kerusakan hormon testosteron.
9) Mata kabur karena katarak atau gangguan refraksi akibat perubahan pada lensa
oleh hiperglikemia.

5. Patofisiologi

Menurut Smeltzer,Diabetes tipe I. Pada diabetes tipe I terdapat ketidakmampuan


untuk menghasilkan insulin karena sel sel beta prankreas telah dihancurkan oleh
proses autoimun.Hiperglikemi terjadi akibat produksi glukosa yang tidak terukur oleh
hati. Disamping glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dihati
meskipun tetap berada dalam darah menimbulkan hiperglikemia prospandial.jika
kosentrasi glukosa daram darah cukup tinggi maka ginjal tidak dapat menyerap
kembali glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut muncul dalam
urine(glikosuria). Ketika glukosa yang berlebihan dieksresikan kedalam urine,ekresi
ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan, keadaan ini
dinamakan diuresis ostomik,sebagai akibat dari kehilangan cairan berlebihan, pasien
akan mengalami peningkatan dal berkemih(poliurea),dan rasa haus (polidipsi).
(Smeltzer 2015 dan Bare,2015).Difisiensi insulin juga akan menganggu metabilisme
protein dalam lemak yang menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat
mengalami peningkatan selera makan (polifagia), akibat menurunan simpanan kalori.
Gejala lainya kelelahan dan kelemahan . dalam keadaan normal insulin
mengendalikan glikogenolisis(pemecahan glikosa yang tersimpan) dan
glukoneogenesis(pembentukan glukosa baru dari asam asam amino dan subtansi lain).
Namun pada penderita difisiensi insulin,proses ini akan terjadi tampa hambatan dan
lebih lanjut akan turut menimbulkan hipergikemia. Disamping itu akan terjadi
pemecahan lemak yang mengakibatkan peningkatan produksi badan keton yang
merupakan produk smping pemecahan lemak. Badan keton merupakan asam yang
menganggu keseimbangan asam basa tubuh apabila jumlahnya berlebih. Ketoasidosis
yang disebabkan dapat menyebabkan tanda tanda gejala seperti nyeri abdomen mual,
muntah, hiperventilasi mafas berbaun aseton dan bila tidak ditangani akan
menimbulkan penurunan kesadaran,koma bahkan kematian. Pemberian insulin
bersama cairan dan elektrolit sesuai kebutuhan akan memperbaiki dengan cepat
kelainan metabolik tersebut dan mengatasi gejala hiperglikemi serta ketoasidosis. Diet
dan latihan disertai pemantauan kadar gula darah yang sering merupakan komponen
terapi yang penting. (Smeltzer 2015 dan Bare,2015)
DM tipe II merupakan suatu kelainan metabolik dengan karakteristik utama adalah
terjadinya hiperglikemia kronik. Meskipun pula pewarisannya belum jelas, faktor
genetik dikatakan memiliki peranan yang sangat penting dalam munculnya DM tipe
II. Faktor genetik ini akan berinterksi dengan faktor faktor lingkungan seperti gaya
hidup, obesitas,rendah aktivitas fisik,diet, dan tingginya kadar asam lemak
bebas(Smeltzer 2015 dan Bare,2015). Mekanisme terjadinya DM tipe II umunya
disebabkan karena resistensi insulin dan sekresi insulin. Normalnya insulin akan
terkait dengan reseptor khusus pada permukaan sel.sebagai akibat terikatnya insulin
dengan reseptor tersebut,terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa
didalam sel. Resistensi insulin DM tipe II disertai dengan penurunan reaksi intra sel.
Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan
glukosa oleh jaringan. Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya
glukosa dalam darah,harus terjadi peningkatan jumlah insulin yang disekresikan.
(Smeltzer 2015 dan Bare,2015).Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan
ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan dan kadar glukosa akan
dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun demikian,
jika sel sel B tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan insulin, maka kadar
glukosa akan meningkat dan terjadinya DM tipe II. Meskipun terjadi gangguan
sekresi insulin yang berupakan ciri khas DM tipe II, namun masih terdapat insulin
dengan jumlah yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan produksi badan
keton yang menyertainya, karena itu ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada DM tipe
II, meskipun demikian, DM tipe II yang tidak terkontrol akan menimbulkan masalah
akut lainya seperti sindrom Hiperglikemik Hiporosmolar Non-Ketotik(HHNK).
(Smeltzer 2015 dan Bare,2015) Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung
lambat(selama bertahun tahun) dan progesif, maka DM tipe II dapat berjalan tanpa
terdeteksi. Jika gejalannya dialami pasien, gejala tersebut sering bersifat ringan,
seperti: kelelahan, iritabilitas, poliuria,polidipsia, luka pada kulit yang lama sembuh,
infeksi vagina atau pandangan kabur (jika kadar glukosanya sangat tinggi.). (Smeltzer
2015 dan Bare,2015).
6. Patoflow
7. Penatalaksanaan medis
a). Terapi dengan Insulin
Terapi farmakologi untuk pasien diabetes melitus geriatri tidak berbeda dengan pasien
dewasa sesuai dengan algoritma, dimulai dari monoterapi untuk terapi kombinasi
yang digunakan dalam mempertahankan kontrol glikemik. Apabila terapi kombinasi
oral gagal dalam mengontrol glikemik maka pengobatan diganti menjadi insulin
setiap harinya. Meskipun aturan pengobatan insulin pada pasien lanjut usia tidak
berbeda dengan pasien dewasa, prevalensi lebih tinggi dari faktor-faktor yang
meningkatkan risiko hipoglikemia yang dapat menjadi masalah bagi penderita
diabetes pasien lanjut usia. Alat yang digunakan untuk menentukan dosis insulin yang
tepat yaitu dengan menggunakan jarum suntik insulin premixed atau predrawn yang
dapat digunakan dalam terapi insulin. 16 Lama kerja insulin beragam antar individu
sehingga diperlukan penyesuaian dosis pada tiap pasien. Oleh karena itu, jenis insulin
dan frekuensi penyuntikannya ditentukan secara individual. Umumnya pasien
diabetes melitus memerlukan insulin kerja sedang pada awalnya, kemudian
ditambahkan insulin kerja singkat untuk mengatasi hiperglikemia setelah makan.
Namun, karena tidak mudah bagi pasien untuk mencampurnya sendiri, maka tersedia
campuran tetap dari kedua jenis insulin regular (R) dan insulin kerja sedang ,Idealnya
insulin digunakan sesuai dengan keadaan fisiologis tubuh, terapi insulin diberikan
sekali untuk kebutuhan basal dan tiga kali dengan insulin prandial untuk kebutuhan
setelah makan. Namun demikian, terapi insulin yang diberikan dapat divariasikan
sesuai dengan kenyamanan penderita selama terapi insulin mendekati kebutuhan
fisiologis.
b). Obat Antidiabetik Oral
1. Sulfonilurea
Pada pasien lanjut usia lebih dianjurkan menggunakan OAD generasi kedua yaitu
glipizid dan gliburid sebab resorbsi lebih cepat, karena adanya non ionic-binding
dengan albumin sehingga resiko interaksi obat berkurang demikian juga resiko
hiponatremi dan hipoglikemia lebih rendah. Dosis dimulai dengan dosis rendah.
Glipizid lebih dianjurkan karena metabolitnya tidak aktif sedangkan 18 metabolit
gliburid bersifat aktif.Glipizide dan gliklazid memiliki sistem kerja metabolit yang
lebih pendek atau metabolit tidak aktif yang lebih sesuai digunakan pada pasien
diabetes geriatri. Generasi terbaru sulfoniluera ini selain merangsang pelepasan
insulin dari fungsi sel beta pankreas juga memiliki tambahan efek ekstrapankreatik.
2. Golongan Biguanid Metformi
pada pasien lanjut usia tidak menyebabkan hipoglekimia jika digunakan tanpa obat
lain, namun harus digunakan secara hati-hati pada pasien lanjut usia karena dapat
menyebabkan anorexia dan kehilangan berat badan. Pasien lanjut usia harus
memeriksakan kreatinin terlebih dahulu. Serum kretinin yang rendah disebakan
karena massa otot yang rendah pada orangtua.
3. Penghambat Alfa Glukosidase/Acarbose
Obat ini merupakan obat oral yang menghambat alfaglukosidase, suatu enzim pada
lapisan sel usus, yang mempengaruhi digesti sukrosa dan karbohidrat kompleks.
Sehingga mengurangi absorb karbohidrat dan menghasilkan penurunan peningkatan
glukosa postprandial.Walaupun kurang efektif dibandingkan golongan obat yang lain,
obat tersebut dapat dipertimbangkan pada pasien lanjut usia yang mengalami diabetes
19 ringan. Efek samping gastrointestinal dapat membatasi terapi tetapi juga
bermanfaat bagi mereka yang menderita sembelit. Fungsi hati akan terganggu pada
dosis tinggi, tetapi hal tersebut tidak menjadi masalah klinis.
4. Thiazolidinediones Thiazolidinediones
memiliki tingkat kepekaan insulin yang baik dan dapat meningkatkan efek insulin
dengan mengaktifkan PPAR alpha reseptor. Rosiglitazone telah terbukti aman dan
efektif untuk pasien lanjut usia dan tidak menyebabkan hipoglekimia. Namun, harus
dihindari pada pasien dengan gagal jantung. Thiazolidinediones adalah obat yang
relatif.

B. Konsep Keperawatan
1. Pengkajian
a. Pengkajian
Asuhan keperawatan pada tahap pertama yaitu pengkajian. Dalam pengkajian perlu
dikaji biodata pasien dan data data untuk menunjang diagnosa. Data tersebut harus
seakurat akuratnya, agar dapat digunakan dalam tahap berikutnya, meliputi nama
pasien,umur, keluhan utama
b. Riwayat kesehatan
 Riwayat kesehatan sekarang
Biasanya klien masuk ke RS dengan keluhan nyeri, kesemutan pada esktremitas,luka
yang sukar sembuh Sakit kepala, menyatakan seperti mau muntah, kesemutan, lemah
otot, disorientasi, letargi, koma dan bingung.
 Riwayat kesehatan lalu
Biasanya klien DM mempunyai Riwayat hipertensi, penyakit jantung seperti Infark
miokard
 Riwayat kesehatan keluarga
Biasanya Ada riwayat anggota keluarga yang menderita DM
c. Pemeriksaan fisik
 Pemeriksaan Vital Sign
Yang terdiri dari tekanan darah, nadi, pernafasan, dan suhu. Tekanan darah dan
pernafasan pada pasien dengan pasien DM bisa tinggi atau normal, Nadi dalam batas
normal, sedangkan suhu akan mengalami perubahan jika terjadi infeksi.
 Pemeriksaan Kulit
Kulit akan tampak pucat karena Hb kurang dari normal dan jika kekurangan cairan
maka turgor kulit akan tidak elastis. kalau sudah terjadi komplikasi kulit terasa gatal.
 Pemeriksaan Kepala dan Leher
Kaji bentuk kepala,keadaan rambut Biasanya tidak terjadi pembesaran kelenjar tiroid,
kelenjar getah bening, dan JVP (Jugularis Venous Pressure) normal
 Pemeriksaan Dada (Thorak)
Pada pasien dengan penurunan kesadaran acidosis metabolic pernafasan cepat dan
dalam.
 Pemeriksaan Jantung (Cardiovaskuler)
Pada keadaan lanjut bisa terjadi adanya kegagalan sirkulasi.
 Pemeriksaan Abdomen
Dalam batas normal
 Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus Sering BAK

2. Diagnosa medis
1. Nyeri akut b/d agen injuri biologi ( penurunan perfusi jaringan perifer)
2. Perfusi jaringan perifer tidak efektif berhubungan dengan hiperglikemia
3. Gangguan integritas jaringan berhubungan dengan neuropati perifer
3. Intervensi

No Diagnosa Tujuan Intervensi


1. Nyeri akut b/d agen injuri Setelah dilakukan tindakan Manajemen nyeri :
biologi (penurunan perfusi keperawatan selama 3x34 jam 1. Lakukan pengkajian secara komprehensif
jaringan perifer) kloen dapat : termasuk lokasi, karakteristik, durasi,
1. Mengontrol nyeri dengan frekuensi,kualitas dan ontro prespitasi
indokator : 2. Observasi reaksi nonverbal dari
- Mengenal faktor faktor ketidaknyamanan
penyebab 3. Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk
- Mengenal onset nyeri mengetahui pengalaman nyeri klien sebelumnya
- Tindakan pertolongan non 4. Kontrol lingkungan yang mempengaruhi nyeri
farmakologi seperti suhu ruangan, pencahayan, kebisingan
- Menggunakan analgetik 5. Kurangi ontro presipitasi nyeri
- Melaporkan gejala gejala 6. Pilih dan lakukan penanganan
nyeri kepada tim kesehatan nyeri( farmakologis/nonfarmakologi)
- Nyeri terkontrol 7. Ajarkan teknik nonfarmakologi
2. Menggunakan tingkat nyeri (relaksasi,distraksi dll) untuk mengatasi nyeri
dengan indikator: 8. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
- Melaporkan nyeri 9. Monitor penerimaan klien tentang manajemen
nyeri
- Frekuensi nyeri
- Lamanya episode nyeri
- Ekspresi nyeri;wajah
- Perubahan respirasi rate
- Perubahan tekanan darah
2. Ketidakseimbangan nutrisi Status nutrisi : food and fluid Manajemen nutrisi:
lebih dari kebutuhan tubuh intake 1. Monitor intake makanan dan minuman yanh
b/d ketidakmampuan 1. Intake makanan peroral yang dikonsumsi klien setiap hari
menggunakan glukose (tipe adekuat 2. Tentukan berapa jumlah kalori dan tipe zat gizi
1) 2. Intake NGT adekuat yang dibutuhkan dengan berkolaborasi dengan
3. Intake cairan peroral adekuat ahli gizi
4. Intake cairan yang adekuat 3. Dorong peningkatan intake kalori, zat besi,
5. Intake TPN adekuat protein dan vitamin C
4. Berikan makanan lewat oral, bila
memungkinkan
5. Kaji kebutuhan klien akan pemasangan NGT
6. Lepas NGT bila pasien sudah bisa makan lewat
oral
3. Perfusi jaringan tidak efektif Tujuan: Manajemen sensasi perifer
berhubungan dengan 1. Circulation status 1. Monitor adanya daerah tertentu yang hanya
hipoksemia jaringan 2. Tissue prefusion : cerebral peka terhadap panas/dingin/tajam/tumpul
Kriteria hasil: 2. Monitor adanya paretese
1. Mendemonstrasikan status 3. Intruksikan keluarga untuk mengobservasi kulit
sirkulasi: jika ada isi atau laserasi
- Tekanan systole dan 4. Monitor kemampuan BAB
diastole dalam rentang yang 5. Kolaborasi pemberian analgetik
diharapkan 6. Monitor adanya tromboplebitis
- Tidak ada 7. Diskusikan mengenai penyebab perubahan
ortostatikhipertensi sensasi
- Tidak ada tanda tand
peningkatan tekanan
intrakraknial ( tidak lebih
dari dari 15 mmHg
- Berkomunikasi dengan
jelas dan sesuai dengan
kemampuan
- Menunjukkan perhatian,
konsentrasi dan orientasi
- Memproses informasi
- Membuat keputusan
dengan benar
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi atau pelaksanaan adalah inisiatif dari rencana tindakanuntuk
mencapai tujuan yang spesifik. Tahap implementasi di mulai setelah rencana
tindakan di susun dan di tujukan pada rencana strategi untuk membantu mencapai
tujuan yang di harapkan. Oleh sebab itu, rencana tindakan yang spesifik di
laksanakan untuk memodifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi masalah
kesehatan. Tujuan dari implementasi adalah membantu dalam mencapai tujuan
yang telah di tetapkan, yang mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan
penyakit, pemulihan kesehatan dan memfasilitasi koping (Harahap, 2019).

5. Evaluasi Keperawatan
Tahap penilaian atau evaluasi adalah perbandingan yang sistematis dan
terencana tentang kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan,
dilakukan dengan cara bersinambungan dengan melibatkan klien, keluarga, dan
tenaga kesehatan lainnya. Tujuan evaluasi adalah untuk melihat kemampuan
klien dalam mencapai tujuan yang disesuaikan dengan kriteria hasil pada tahap
perencanaan (Setiadi, 2012).
DAFTAR PUSTAKA

https://id.scribd.com/doc/252108877/LP-Diabetes-Mellitus
http://repo.stikesperintis.ac.id/836/1/13%20MUTHIA%20VARENA.pdf
http://repo.stikesperintis.ac.id/836/1/13%20MUTHIA%20VARENA.pdf

Anda mungkin juga menyukai