Anda di halaman 1dari 10

Intervensi Psikodinamika Dalam Pekerjaan

Sosial Klinis

A. Pendahuluan

Teori psikodinamika adalah teori yang berusaha menjelaskan hakikat dan perkembangan
kepribadian. Unsur-unsur yang diutamakan dalam teori ini adalah motivasi, emosi dan aspek-
aspek internal lainnya. Teori ini mengasumsikan bahwa kepribadian berkembang ketika terjadi
konflik-konflik dari aspek-aspek psikologis tersebut, yang pada umumnya terjadi pada anak-anak
dini.

Pemahanan freud tentang kepribadian manusia didasarkan pada pengalaman-pengalaman dengan


pasiennya, analisis tentang mimpinya, dan bacaannya yang luas tentang beragam literature ilmu
pengetahuan dan kemanusiaan. Pengalaman-pengalaman ini menyediakan data yang mendasar
bagi evolusi teorinya. Baginya, teori mengikuti megikuti observasi, dan konsepnya tentang
kepribadian terus mengalami revisi selama 50 tahun terakhir hidupnya.

Meskipun teorinya berevolusi, freud menegaskan bahwa psikoanalisis tidak boleh jatuh ke dalam
elektisisme, dan murid-muridnya yang menyimpang dari ide-ide dasar ini segera akan dikucilkan
secara pribadi dan professional oleh freud.

Freud menganggap dirinya sebagai Ilmuan. Namun, definisinya tentang ilmu agak berbeda dari
yang dianut kebanyakan psikolog saat ini. Freud lebih mengandalkan penalaran deduktif
ketimbang metode riset yang ketat, dan ia melakukan observasi secara subjektif dengan jumlah
sampel yang relative kecil. Dia menggunakan pendekatan studi studi kasus hampir-hampir secara
secara ekslusif , merumuskan secara khas hipotesis-hipotesis terhadap fakta-fakta kasus yang
diketahuinya.

B. Dinamika Id, Ego, dan Superego dalam Studi Psikopatologi

Psikodinamika mencerminkan dinamika-dinamika psikis yang menghasilkan gangguan jiwa atau


penyakit jiwa. Dinamika psikis terjadi melalui sinergi dan interaksi-interaksi elemen psikis setiap
individu. Seksualitas Freud sebagai sebuah dinamika, menangkap ada bermacam-macam potensi
psikopatologi dalam setiap peta id, ego, dan superego.
Ketiga elemen psikis ini mempunyai kekhasan masing-masing, sebab mereka menggambarkan
tiap-tiap ide yang saling paradoks. Hanya saja, mereka tidak akan membuat manusia sepenuhnya
nyaman, karena manusia tetap saja orang yang sakit.

Sebagaimana tubuh fisik yang mempunyai struktur: kepala, kaki, lengan dan batang tubuh,
Sigmund Frued, berkeyakinan bahwa jiwa manusia juga mempunyai struktur, meski tentu tidak
terdiri dari bagian-bagian dalam ruang. Struktur jiwa tersebut meliputi tiga instansi atau sistem
yang berbeda. Masing-masing sistem tersebut memiliki peran dan fungsi sendiri-sendiri.
Keharmonisan dan keselarasan kerja sama di antara ketiganya sangat menentukan kesehatan jiwa
seseorang. Ketiga sistem ini meliputi: Id, Ego, dan Superego. Sebagaimana akan dijelaskan
sebagai berikut:

1. Id

Sigmund Frued mengumpamakan kehidupan psikis seseorang bak gunung es yang terapung-
apung di laut. Hanya puncaknya saja yang tampak di permukaan laut, sedangkan bagian terbesar
dari gunung tersebut tidak tampak, karena terendam di dalam laut. Kehidupan psikis seseorang
sebagian besar juga tidak tampak ( bagi diri mereka sendiri ), dalam arti tidak disadari oleh yang
bersangkutan. Meski demikian, hal ini tetap perlu mendapat perhatian atau diperhitungkan,
karena mempunyai pengaruh terhadap keutuhan pribadi ( integrated personality ) seseorang.

Dalam pandangan Frued, apa yang dilakukan manusia khususnya yang diinginkan, dicita-
citakan, dikehendaki- untuk sebagian besar tidak disadari oleh yang bersangkutan. Hal ini
dinamakan “ketaksadaran dinamis”, ketaksadaran yang mengerjakan sesuatu. Dengan pandangan
seperti itu, Frued telah melakukan sebuah revolusi terhadap pandangan tentang manusia. Karena,
psikologi sebelumnya hanya menyelidiki hal-hal yang disadari saja. Segala perilaku yang di luar
kesadaran manusia dianggap bukan wilayah kajian psikologi.

Frued menggunakan istilah Id untuk menunjukkan wilayah ketaksadaran tersebut. Id merupakan


lapisan paling dasar dalam struktur psikis seorang manusia. Id meliputi segala sesuatu yang
bersifat impersonal atau anonim, tidak disengaja atau tidak disadari, dalam daya-daya mendasar
yang menguasai kehidupan psikis manusia. Oleh karena itu, Frued memilih istilah “id” ( atau
bahsa aslinya “Es” ) yang merupakan kata ganti orang neutrum atau netral.

Pada permulaan hidup manusia, kehidupan psikisnya hanyalah terdiri dari Id saja. Pada janin
dalam kandungan dan bayi yang baru lahir, hidup psikisnya seratus persen sama identik dengan
Id. Id tersebut nyaris tanpa struktur apa pun dan secara menyeluruh dalam keadaan kacau balau.
Namun demikian, Id itulah yang menjadi bahan baku bagi perkembangan psikis lebih lanjut.

Id adalah bagian kepribadian yang menyimpan dorongan biologis manusia – pusat insting (hawa
nafsu, istilah dalam agama ). Ada dua insting dominan, yakni : ( 1 ) Libido – instink reproduktif
yang menyediakan energi dasar untuk kegiatan-kegiatan manusia yang konstruktif; ( 2 )
Thanatos – instink destruktif dan agresif. Yang pertama disebut juga instink kehidupan ( eros ),
yang dalam konsep Frued bukan hanya meliputi dorongan seksual, tetapi juga segala hal yang
mendatangkan kenikmatan termasuk kasih ibu, pemujaan kepada Tuhan, cinta diri ( narcisisme ).
Bila yang pertama adalah instink kehidupan, yang kedua merupakan instink kematian. Semua
motif manusia adalah gabungan antara eros dan thanatos. Id bergerak berdasarkan kesenangan
( pleasure principle ), ingin segera memenuhi kebutuhannya. Id bersifat egoistis, tidak bermoral
dan tidak mau tahu dengan kenyataan. Id adalah tabiat hewani manusia. ( Jalaluddin Rakhmat
M.sc, Psikologi Komunikasi, 1986 ).

Pada mulanya, Id sama sekali berada di luar kontrol individu. Id hanya melakukan apa yang
disukai. Ia dikendalikan oleh “prinsip kesenangan” ( the pleasure principle ). Pada Id tidak
dikenal urutan waktu ( timeless ). Hukum-hukum logika dan etika sosial tidak berlaku untuknya.
Dalam mimpi seringkali kita melihat hal-hal yang sama sekali tidak logis. Atau pada anak kecil,
kita bisa melihat bahwa perilaku mereka sangat dikuasai berbagai keinginan. Untuk memuaskan
keinginan tersebut, mereka tak mau ambil pusing tentang masuk akal-tidaknya keinginan
tersebut. Selain itu, juga tidak peduli apakah pemenuhan keinginan itu akan berbenturan dengan
norma-norma yang berlaku. Yang penting baginya adalah keinginannya terpenuhi dan ia
memperoleh kepuasan. Demikianlah gambaran selintas tentang Id. Bagaimana pun keadaannya
Id tetap menjadi bahan baku kehidupan psikis seseorang.

Id merupakan reservoar energi psikis yang menggerakkan Ego dan Superego. Energi psikis
dalam Id dapat meningkat karena adanya rangsangan, baik dari dalam maupun dari luar individu.
Apabila energi psikis ini meningkat, akan menimbulkan pengalaman tidak enak (tidak
menyenangkan). Id tidak bisa membiarkan perasaan ini berlangsung lama. Karena itu, segeralah
id mereduksikan energi tersebut untuk menghilangkan rasa tidak enak yang dialaminya. Jadi,
yang menjadi pedoman dalam berfungsinya Id adalah menghindarkan diri dari ketidakenakan
dan mengejar keenakan.

Untuk menghilangkan ketidakenakan dan mencapai keenakan ini, id mempunyai dua cara, yang
pertama adalah: refleks dan reaksi-reaksi otomatis, seperti misalnya bersin, berkedip karena
sinar, dan sebagainya, dan yang ke dua adalah proses primer, seperti misalnya ketika orang lapar
biasanya segera terbayang akan makanan; orang yang haus terbayang berbagai minuman.
Bayangan-bayangan seperti itu adalah upaya-upaya yang dilakukan id untuk mereduksi
ketegangan akibat meningkatnya energi psikis dalam dirinya.

Cara-cara tersebut sudah tentu tidak dapat memenuhi kebutuhan. Orang lapar tentu tidak akan
menjadi kenyang dengan membayangkan makanan. Orang haus tidak hilang hausnya dengan
membayangkan es campur. Karena itu maka perlu (merupakan keharusan kodrat) adanya sistem
lain yang menghubungkan pribadi dengan dunia objektif. Sistem yang demikian itu ialah Ego.

2. Ego

Meski id mampu melahirkan keinginan, namun ia tidak mampu memuaskannya. Subsistem yang
kedua – ego – berfungsi menjembatani tuntutan id dengan realitas di dunia luar. Ego merupakan
mediator antara hasrat-hasrat hewani dengan tuntutan rasional dan realistik. Ego-lah yang
menyebabkan manusia mampu menundukkan hasrat hewani manusia dan hidup sebagai wujud
yang rasional ( pada pribadi yang normal ). Ketika id mendesak Anda untuk menampar orang
yang telah menyakiti Anda, ego segera mengingatkan jika itu Anda lakukan, Anda akan diseret
ke kantor polisi karena telah main hakim sendiri. Jika Anda menuruti desakan id, Anda akan
konyol.
Jadi, ego adalah aspek psikologis dari kepribadian yang timbul karena kebutuhan manusia untuk
berhubungan secara baik dengan dunia kenyataan. Orang lapar tentu perlu makan untuk
menghilangkan ketegangan yang ada di dalam dirinya. Ini berarti bahwa individu harus dapat
membedakan antara khayalan dengan kenyataan tentang makanan. Di sinilah letak perbedaan
pokok antara id dan ego. Id hanya mengenal dunia subjektif (dunia batin), sementara ego dapat
membedakan sesuatu yang hanya ada di dalam batin dan sesuatu yang ada di dunia luar (dunia
objektif, dunia kenyataan). Lain dengan id, ego berpegang pada prinsip kenyataan ( reality
principle ) dan berhubungan dengan proses sekunder. Tujuan prinsip realitas adalah mencari
objek yang tepat sesuai dengan kenyataan untuk mereduksi ketegangan yang timbul di dalam
diri. Proses sekunder ini adalah proses berpikir realistik. Dengan mempergunakan proses
sekunder, Ego merumuskan sesuatu rencana untuk pemuasan kebutuhan dan mengujinya dengan
suatu tindakan untuk mengetahui apakah rencananya itu berhasil atau tidak.

Aktivitas Ego ini bisa sadar, pra sadar atau tak disadari. Namun untuk sebagian besar adalah
disadari. Contoh aktivitas Ego yang disadari antara lain : persepsi lahiriah ( saya melihat teman
saya tertawa di ruang itu ); persepsi batiniah ( saya merasa sedih ) dan berbagai ragam proses
intelektual. Aktivitas pra sadar dapat dicontohkan fungsi ingatan ( saya mengingat kembali nama
teman yang tadinya telah saya lupakan ). Sedangkan aktivitas tak sadar muncul dalam bentuk
mekanisme pertahanan diri ( defence mechanisme ), misalnya orang yang selalu menampilkan
perangai temperamental untuk menutupi ketidakpercayaan-dirinya; ketidakmampuannya atau
untuk menutupi berbagai kesalahannya.

Aktivitas Ego ini tampak dalam bentuk pemikiran-pemikiran yang objektif, yang sesuai dengan
dunia nyata dan mengungkapkan diri melalui bahasa. Di sini, the pleasure principle dari Id
diganti dengan the reality principle. Sebagai misal, ketika seseorang merasa lapar. Rasa lapar ini
bersumber dari dorongan Id untuk fungsi menjaga kelangsungan hidup. Id tidak peduli apakah
makanan yang dibutuhkan nyata atau sekadar angan-angan. Baginya, ia butuh makanan untuk
memuaskan diri dari dorongan rasa lapar tersebut. Pada saat yang bersangkutan hendak
memuaskan diri dengan mencari makanan, Ego mengambil peran. Ego berpendapat bahwa
angan-angan tentang makanan tidak bisa memuaskan kebutuhan akan makanan. Harus dicari
makanan yang benar-benar nyata. Selanjutnya, Ego mencari cara untuk mendapatkan makanan
tersebut.

Menurut Frued, tugas pokok Ego adalah menjaga integritas pribadi dan menjamin penyesuaian
dengan alam realitas. Selain itu, juga berperan memecahkan konflik-konflik dengan realitas dan
konflik-konflik dengan keinginan-keinginan yang tidak cocok satu sama lain. Ego juga
mengontrol apa yang akan masuk ke dalam kesadaran dan apa yang akan dilakukan. Jadi, Fungsi
Ego adalah menjaga integritas kepribadian dengan mengadakan sintesis psikis.

3. Superego

Superego adalah sistem kepribadian terakhir yang ditemukan oleh Sigmund Frued. Sistem
kepribadian ini seolah-olah berkedudukan di atas Ego, karena itu dinamakan Superego.
Fungsinya adalah mengkontrol ego. Ia selalu bersikap kritis terhadap aktivitas ego, bahkan tak
jarang menghantam dan menyerang ego. Superego ini termasuk ego, dan seperti ego ia
mempunyai susunan psikologis lebih kompleks, tetapi ia juga memiliki perkaitan sangat erat
dengan id. Superego dapat menempatkan diri di hadapan Ego serta memperlakukannya sebagai
objek dan caranya kerapkali sangat keras. Bagi Ego sama penting mempunyai hubungan baik
dengan Superego sebagaimana halnya dengan Id. Ketidakcocokan antara ego dan superego
mempunyai konsekuensi besar bagi psikis.

Seperti dikemukakan di atas, Superego merupakan sistem kepribadian yang melepaskan diri dari
Ego. Aktivitas Superego dapat berupa self observation, kritik diri, larangan dan berbagai
tindakan refleksif lainnya. Superego terbentuk melalui internalisasi (proses memasukkan ke
dalam diri) berbagai nilai dan norma yang represif yang dialami seseorang sepanjang
perkembangan kontak sosialnya dengan dunia luar, terutama di masa kanak-kanak. Nilai dan
norma yang semula “asing” bagi seseorang, lambat laun diterima dan dianggapnya sebagai
sesuatu yang berasal dari dalam dirinya. Larangan, perintah, anjuran, cita-cita, dan sebagainya
yang berasal dari luar ( misalnya orangtua dan guru ) diterima sepenuhnya oleh seseorang, yang
lambat laun dihayati sebagai miliknya. Larangan “Engkau tidak boleh berbohong“ Engkau harus
menghormati orang yang lebih tua” dari orangtuanya menjadi “Aku tidak boleh berbohong “Aku
harus menghormati orang yang lebih tua”. Dengan demikian, Superego berdasarkan nilai dan
norma-norma yang berlaku di dunia eksternal, kemudian melalui proses internalisasi, nilai dan
norma-norma tersebut menjadi acuan bagi perilaku yang bersangkutan.

Superego merupakan dasar moral dari hati nurani. Aktivitas superego terlihat dari konflik yang
terjadi dengan ego, yang dapat dilihat dari emosi-emosi, seperti rasa bersalah, rasa menyesal,
juga seperti sikap observasi diri, dan kritik kepada diri sendiri.

Konflik antara ego dan superego, dalam kadar yang tidak sehat, berakibat timbulnya emosi-
emosi seperti rasa bersalah, menyesal, rasa malu dan seterusnya. Dalam batas yang wajar,
perasaan demikian normal adanya. Namun, pada beberapa orang hidupnya sangat disiksa oleh
superegonya, sehingga tidak mungkin lagi untuk hidup normal.

C. Tokoh-tokoh Utama dalam Model Intervensi Psikodinamika

Model-model psikodinamika pada awalnya dikembangkan oleh Sigmund Freud (1974) yang
kemudian dikembangkan teori psikoanalisis yang lebih modern oleh Lowenstein (1985) dengan
konsentrasi pada bagaimana individu dapat berinteraksi dengan dunia sekitarnya, hal ini lebih
mengarah kepada hubungan sosialnya dari pada hubungan secara biologis, yang kemudian
berkembang pada pemikiran tentang pengaruh Ego Psikologi (E. Goldstein, 1984).

1. Carl Jung

Pandangan tentang sifat manusia Jung menekankan peran maksud dalam perkembangan
manusia. Manusia hidup dengan sasaran-sasaran disamping dengan sebab-sebab. Jung memiliki
pandangan yang optimistis dan kreatif tentang manusia, menekankan tujuan aktualisasi diri.
Maka kini tidak hanya ditentukan oleh masa lampau, tetapi juga oleh masa mendatang.

2. Alfred Adler
Pandangan tentang sifat manusia adalah manusia dimotivasi terutama oleh dorongan-dorongan
sosial. Pria dan wanita adalah makhluk sosial dan masing-masing orang dalam berelasi dengan
orang lai mengembangkan gaya hidup yang unik. Adler menekankan determinan-determinan
sosial kepribadian, bukan determinan-determinan seksual. Pusat kepribadian adalah kesadaran,
bukan ketaksadaran. Manusia adalah tuan, bukan korban dari nasibnya sendiri.

3. Otto Rank

Kecemasan penyapihan menurut rank adalah menekankan pada ketakutan terhadap penyapihan
sebagai kekuatan dinamik utama. Pemisahan awal dari ibu menghasilkan kecemasan, atau
trauma kelahiran, yang bisa mempengaruhi individu sepanjang hidupnya. Setiap penyapihan bisa
mengancam dan sering mengarah kepada perasaan-perasaan diabaikan. Tujuannya adalah
kembali kepada kesenangan dan keamanan yang dialami di dalam rahim.

4. Karen Horney

Tema dasar dalam konsep utama dari Horney adalah kecemasan dasar, yakni perasaan terisolasi
dan tak berdaya yang dialami oleh anak didalam dunia yang secara potensial bersifat
bermusuhan. Segala hal yang mengganggu keamanan dasar anak dalam kaitannya dengan
keintiman hubungan dalam keluarga menghasilkan kecemasan dasar.

5. Erich Fromm

Orientasi dasar Fromm diidentifikasi dengan teori-teori sosial psikologis. Fromm memusatkan
perhatian pada penguraian cara-cara dimana struktur dan dinamika-dinamika masyarakat tertentu
membentuk para anggotanya sehingga karakter para anggota tersebut sesuai dengan nilai
masyarakat.

6. Harry Stack Sullivan

Sistem diri terbentuk sebagai akibat ancaman-ancaman terhadap rasa aman. Yang membawahi
segenap dorongan adalah motif kekuasaan yang bekerja sepanjang hidup untuk mengatasi
perasaan tak berdaya yang mendasar. Sistem diri seseorang berkembang sebagai reaksi melawan
kecemasan yang disebabkn oleh hubungan-hubungan interpersonal.

7. Erik Erikson

Identitas ego menurut Erikson, penulis utama tentang psikologi ego, mengonsepsikan identitas
ego sebagai suatu polaritas dari “apa seseorang itu menurut perasaan dirinya sendiri” dan “apa
seseorang itu menurut anggapan orang lain”. Seseorang yang mencapai identitas ego
memperoleh rasa memiliki. Juga, jika masa lampau seseorang memiliki makna bagi masa
depannya, maka akan terdapat kesinambungan perkembangan yang direfleksikan oleh tahap-
tahap pertumbuhan; masing-masing tahap berhubungan dengan tahap-tahap yang lainnya.

D. Asumsi Dasar Model Intervensi Tentang Manusia dalam Psikodinamika


Dikatakan psikodinamika, karena teori ini didasarkan pada asumsi bahwa perilaku berasal dari
gerakan dan interaksi dalam pikiran manusia, kemudian pikiran merangsang perilaku dan
keduanya saling mempengaruhi dan dipengaruhi oleh lingkungan sosialnya.

Perkembangan teori psikodinamika dalam lingkungan teori-teori pekerjaan sosial masih


diterapkan secara generalis, hal ini dimungkinkan karena penerapannya masih berpatokan pada
ajaran Freud tadi dengan mengarah kepada pengembangan psikoanalisis.

Pendekatan psikodinamika terhadap psikologi berpusat pada proses-proses bawah sadar yang
mempengaruhi prilaku. Teori psikodinamika yang paling terkenal adalah teori dari Freud, yaitu
teori ”struktur” kepribadian, pertahanan ego, perkembangan psikoseksual, dan teori mimpi.

Asumsi-asumsi penting psikologi psikodinamika adalah:

1. Perilaku dan perasaan orang dewasa (termasuk masalah-masalah psikologis) berasal dari
pengalaman masa kecil.

2. Hubungan antar manusia (terutama hubungan orangtua-anak) sangat penting dalam


menentukan perasaan dan perilaku manusia.

3. Perilaku dan perasaan sangat dipengaruhi oleh makna kejadian-kejadian dalam pikiran
bawah sadar dan motif-motif bawah sadar.

4. Berlawanan dengan cabang-cabang lain dalam psikologi yang sangat menekankan penelitian
sistematis dan ilmiah, psikologi psikodinamika mencari informasi melalui mimpi, gejala, tingkah
laku yang tidak masuk akal, dan semua ucapan pasien selama terapi.

E. Proses Intervensi dalam Psikodinamika

1. Fokus/ akar masalah klien.

2. Tujuan pemecahan masalah klien berikut indikator-indikator keberhasilan.

3. Sistem dasar praktek, yang meliputi:

§ Sistem klien

§ Sistem sasaran

§ Sistem pelaksana perubahan

§ Sistem kegiatan

4. Pokok-pokok program kegiatan pemecahan masalah

5. Metode-metode pertolongan yang digunakan untuk memberikan pertolongan kepada klien


6. Tahap pelaksanaan intervensi (pemecahan masalah klien)

F. Teknik-teknik dalam Model Intervensi Psikodinamika

1. Pendekatan problem solving

§ Orang yang terlibat dalam proses

§ Masalah yang ditangani

§ Lokasi prakteknya

§ Proses praktek

2. Pendekatan transaksional analisis

§ Struktural

§ Transaksional

§ Permainan

§ Skrip analisis

3. Pendekatan terapi lingkungan

Terapi lingkungan sebagi aplikasi pada kepedulian lingkungan sekitar.

G. Kekuatan dan Kelemahan Model Intervensi Psikodinamika

1. Kekuatan

§ Mengenalkan pentingnya pikiran bawah sadar

§ Mengenalkan pentingnya pengalaman masa kecil dan hubungan dengan orang lain.

§ Menerangkan masalah-masalah yang sulit dan penting.

§ Pendekatan yang berguna dalam memahami kesehatan mental, kendati tidak lengkap.

§ Seperangkat terapi dan teknik terapeutik yang sangat berguna bagi mereka yang sedang
mengalami derita psikologis.

§ Sebagai orang pertama yang menyentuh konsep-konsep psikologi seperti peran ketidaksadaran
(unconsciousness), anxiety, motivasi, pendekatan teori perkembangan untuk menjelaskan
struktur kepribadian.
§ Posisinya yang kukuh sebagai seorang deterministik sekaligus menunjukkan hukum-hukum
perilaku, artinya perilaku manusia dapat diramalkan.

§ Freud juga mengkaji produk-produk budaya dari kacamata psikoanalisa, seperti puisi, drama,
lukisan, dan lain-lain. Oleh karenanya ia memberi sumbangan juga pada analisis karya seni.

2. Kelemahan

§ Teori-teorinya diperoleh dari studi-studi kasus.

§ Konsep-konsepnya menarik, tetapi tidak jelas dan tidak dapat diuji.

§ Reduksionisme psikodinamia

§ Kesulitan berkomunikasi dan pola prilaku yang berulang-ulang – sebagai akibat pola asuhan
yang buruk.

§ Tidak berpihak pada gender.

§ Lebih diasumsikan pada model-model yang berhubungan dengan bidang kesehatan dan lain
sebagainya.

§ Metode studinya dianggap kurang reliabel, sulit diuji secara sistematis dan sangat subyektif.

§ Konstruk-konstruk teorinya juga sulit diuji secara ilmiah sehingga diragukan keilmiahannya.
Beberapa konsepnya bahkan dianggap fiksi, seperti Oedipus complex.

§ Bagi aliran behaviorist, yang dilakukan Freud adalah mempelajari intervening variable.

H. Kesimpulan

Teori psikodinamika dicetuskan oleh Sigmund Freud. Dia berpendapat bahwa perkembangan
jiwa atau kepribadian seseorang ditentukan oleh komponen dasar yang bersifat sosio-efektif,
yakni ketegangan yang ada di dalam diri seseorang itu ikut menentukan dinamikanya ditengah-
tengah lingkungannya. Sehingga freud membagi struktur kepribadian atau jiwa seseorang
menjadi tiga yaitu:

1. Id (das es) bisa dikaitkan dalam islam dengan nafsu.

2. Ego (das ich) bisa disebut juga dengan akal.

3. Superego (das ueber es) bisa disebut dengan hati nurani.

Setelah membagi struktur jiwa manusia kedalam tiga struktur, freud membagi tahapan-tahan
perkembangan manusia menjadi lima. Yaitu, fase oral, fase anal, fase phallic, fase laten, dan fase
kemaluan. Fase-fase inilah yang menjadi dasar perkembangan manusia bagi teori psikodinamika.
Dalam aplikasi teori, ada lima teori yang bisa menjadi pengelolaan pendidikan yaitu, Pertama,
konsep kunci bahwa manusia adalah makhluk yang memiliki kebutuhan dan keinginan. Kedua,
konsep teori tentang kecemasan yang dimiliki seseorang. Ketiga, konsep teori psikoanalisis yang
menekankan pengaruh masa lalu (masa kecil) terhadap perjalanan manusia. Keempat, teori freud
tentang tahapan perkembangan kepribadian individu. Kelima, konsep freud tentang
ketidaksadaran.

by : tugas mata kuliah pekerja sosial klinis STKS Bandung

Sumber: http://ichwanmuis.com/?p=1704 diakses pada 07 Maret 2011

Anda mungkin juga menyukai