Anda di halaman 1dari 10

PENGEMBANGAN KEPRIBADIAN

TEORI PERKEMBANGAN KEPRIBADIAN MENURUT SIGMUND FREUD

KELOMPOK 5

DISUSUN OLEH :

Olyvia Era Romauli Sianipar

Putri Fitria Wadiran

Vina Suoth

Nathania Anae

Angel Pinulogod

PRODI ADMINISTRASI BISNIS


JURUSAN ADMINISTRSI BISNIS
POLITEKNIK NEGERI MANADO
2023/2024
PEMBAHASAN

Teori Perkembangan Kepribadian Menurut Sigmund Freud

A. Pengenalan singkat tentang Sigmund Freud


Sigismund Schlomo Freud atau lebih dikenal dengan nama Sigmund Freud, lahir
pada 6 Mei 1856 di Freiberg, Moravia, yang terletak di Kerajaan Austria, sekarang
berganti nama menjadi Republik Ceko. Dirinya merupakan anak dari Jacob Freud dan
Amalia Nathanson. Sigmund Freud adalah ahli saraf dan ilmuwan psikologi asal Austria
yang dikenal sebagai Bapak Psikoanalisis. Semasa hidup, ia banyak melahirkan teori
yang tidak hanya berpengaruh dalam kajian psikologi, tetapi juga psikoterapi, psikiatri,
serta seluruh bidang humaniora. Di sisi lain, tidak sedikit teori Sigmund Freud yang
ditentang beberapa ahli psikologi dan membuatnya menjadi sosok kontroversial. Kendati
demikian, Sigmund Freud tetap diakui sebagai salah satu tokoh paling berpengaruh pada
abad ke-20, di mana pemikirannya berkontribusi banyak bagi berbagai bidang keilmuan.
Hal yang memantik perhatian Sigmund Freud terhadap ilmu psikologi bermula ketika
dirinya mempelajari otak manusia dan makhluk hidup lainnya di bawah arahan fisiologis
Ernst Brücke. Setelah sempat harus mengikuti wajib militer pada tahun 1879, Sigmund
Freud lulus dari universitas pada tahun 1881 dengan gelar Doctor of Medicine. Freud
merupakan tokoh menonjol terkait dengan pendapat-pendapatnya di bidang psikologi.
Banyak pemikiran yang disampaikan oleh Sigmund Freud terkait dengan bidang
psikologi diantaranya teori alam bawah sadar, teori kepribadian, teori psikoanalisis, id,
ego dan super-ego, teori perkembangan psikoseksual, teori psikologi dalam. Selain itu, Ia
juga menyampaikan teori terkait kriminalitas, teori perkembangan manusia, agama,
asosiasi bebas dan analisis impian. Ada banyak karya Sigmund Freud yang Ia tulis
semasa hidupnya, yang paling terkenal ialah "The Interpretation of Dreams" (Interpretasi
Mimpi) dan "The Psychopathology of Everyday Life" (Psikopatologi Kehidupan Sehari-
hari).
B. Pengenalan teori psikoanalisis
Psikoanalisis adalah salah satu cabang ilmu yang dikembangkan oleh Sigmund Freud dan
para pengikutnya sebagai kajian fungsi dan perilaku psikologis manusia. Awalnya istilah
psikoanalisis hanya digunakan saat hubungan dengan Freud saja, istilah “psikoanalisis” dan
“psikoanalisis Freud” memiliki arti yang sama. Jika ada murid- murid atau pengikut Freud yang
menyimpang atau bersebrang dari ajarannya dan mengembangkan teorinya sendiri, maka mereka
juga akan memberikan istilah psikoanalisis dan menggunakan suatu nama baru untuk
memberikan pendapat mereka. Teori Psikoanalisis yang dikembangkan oleh Sigmund Freud bisa
dipandang sebagai teknik terapi dan juga sebagai salah satu aliran dalam kajian ilmu psikologi.
Sebagai salah satu bentuk aliran psikologi, teori psikoanalisis banyak membahas tentang
kepribadian, mulai dari dinamika, segi struktur, dan perkembangannya. Teori psikoanalisis
klasik merujuk pada istilah yang dipopulerkan oleh Freud. Secara garis besar, teori ini
menyatakan bahwa “ketidaksadaran” pada individu memiliki peran yang utama dalam
diri seseorang. Dengan landasan teori ini, Freud melakukan pengobatan mereka yang
menderita gangguan psikis. Teori Psikoanalisis Freud telah menjadi teori yang paling
banyak digunakan dan dikembangkan hingga saat ini. Konsep teori ini digunakan untuk
meneliti kepribadian seseorang terhadap proses psikis yang tidak terjangkau oleh hal
yang bersifat ilmiah. Dengan metode psikoanalisis, Freud bermaksud mengembalikan
struktur kepribadian pasien dengan cara memunculkan kesadaran yang tidak ia sadari
sebelumnya. Adapun proses terapi ini berfokus pada pendalaman pengalaman yang
dialami pasien saat masih kanak-kanak.

C. Persepsi tentang jiwa manusia

Gunung es dijadikan sebuah perumpamaan oleh Freud untuk menunjukkan skema


gambaran jiwa seseorang. Bagian puncak dinamakan kesadaran (conciousnes), Bagian
tengah dinamakan prakesadaran (sub conciousnes) dan bagian dasar yang tertutup air
adalah ketidaksadaran (unconciousnes). Sama seperti perumpamaan akar pohon, disini
alam bawah sadar atau ketidaksadaran merupakan hal yang paling menentukan kehidupan
manusia. Dimana penyebab dari penyimpangan perilaku ini berasal dari faktor alam
bawah sadar ini. Hal yang seperti inilah yang dianalisa oleh Freud untuk mengungkap
kepribadian seseorang dan menjadikan analisa ini sebagai metode penyembuhan.

D. Struktur kepribaian
Freud membagi struktur ini menjadi tiga aspek yaitu : id, ego dan superego. Berikut
penjelasannya :

a. Id, id berasal dari kata latin “Is” yang artinya es. Kepribadian ini disebut Freud sebagai
kepribadian bawaan lahir. Didalamnya terdapat dorongan yang didasari pemenuhan biologis
guna kepuasan bagi dirinya sendiri. Karakter khas pada aspek ini adalah tidak adanya
pertimbangan logis dan etika sebagai prinsip pengambilan keputusan. Lebih sederhana, id
berwujud pada gambaran nafsu, hasrat seksual dan perasaan superior (ingin berkuasa).

b. Ego, aspek kepribadian ini terjadi akibat pengaruh yang ia dapatkan dari apa yang terjadi
didunia/lingkungannya. Ciri khas dari aspek ini, ego mengatur id dan juga superego untuk
pemenuhan kebutuhan sesuai dengan kepentingan kepribadian yang terlibat. Artinya, berbeda
dengan id yang hanya mementingkan diri sendiri, ego merupakan aspek yang mementingkan
keperluan lebih luas (tidak hanya dirinya).

c. Superego, aspek kepribadian yang satu ini akan lekat kaitannya moral atau nilai kehidupan.
Ranah superego berisi tentang batasan untuk membedakan mana yang baik dan yang buruk.
Dengan kata lain, superego memiliki peran penting untuk menjadi penengah antara id an ego.
Ia menjadi penyekat dari sinyal yang dikirimkan aspek id serta memotivasi ego untuk
melakukan hal yang menjunjung moralitas.

E. Dinamika kepribadian

Dalam dinamika kepribadian, Freud menjelaskan tentang adanya tenaga


pendorong (cathexis) dan tenaga penekanan (anti–cathexis). Kateksis adalah pemakaian
energi psikis yang dilakukan oleh id untuk suatu objek tertentu untuk memuaskan suatu
naluri, sedangkan anti-kataeksis adalah penggunaan energi psikis (yang berasal dari id)
untuk menekan atau mencegah agar id tidak memunculkan naluri–naluri yang tidak
bijaksana dan destruktif. Id hanya memiliki kateksis, sedangkan ego dan superego
memiliki anti-kateksis, namun ego dan superego juga bisa membentuk kateksis-objek
yang baru sebagai pengalihan pemuasan kebutuhan secara tidak langsung, masih
berkaitan dengan asosiasi–asosiasi objek pemuasan kebutuhan yang diinginkan oleh id.
Tingkat kehidupan mental dan wilayah pikiran mengacu pada struktur atau komposisi
kepribadian. Sehingga, Freud mengusulkan sebuah dinamika atau prinsip motivasional
untuk menerangkan kekuatan-kekuatan yang mendorong tindakan manusia. Bagi Freud,
manusia termotivasi untuk mencari kesenangan serta menurunkan ketegangan dan
kecemasan. Motivasi ini diperoleh dari energi psikis dan fisik dari dorongan-dorongan
dasar yang mereka miliki.
a. Insting Sebagai Energi Psikis
Insting adalah perwujudan psikologi dari kebutuhan tubuh yang menuntut pemuasan
misalnya insting lapar berasal dari kebutuhan tubuh secara fisiologis sebagai
kekurangan nutrisi, dan secara psikologis dalam bentuk keinginan makan. Hasrat,
atau motivasi, atau dorongan dari insting secara kuantitatif adalah energi psikis dan
kumpulan enerji dari seluruh insting yang dimiliki seseorang merupakan enerji yang
tersedia untuk menggerakkan proses kepribadian.
Energi insting dapat dijelaskan dari sumber (source), tujuan (aim), obyek (object) dan
daya dorong (impetus) yang dimilikinya :
a) Sumber insting : adalah kondisi jasmaniah atau kebutuhan. Tubuh menuntut
keadaan yang seimbang terus menerus, dan kekurangan nutrisi misalnya akan
mengganggu keseimbangan sehingga memunculkan insting lapar.
b) Tujuan insting : adalah menghilangakan rangsangan kejasmanian, sehingga
ketidakenakan yang timbul karena adanya tegangan yang disebabkan oleh
meningkatnya energi dapat ditiadakan. Misalnya, tujuan insting lapar (makan) ialah
menghilangkan keadaan kekurangan makan, dengan cara makan.
c) Obyek insting : adalah segala aktivitas yang menjadi perantara keinginan dan
terpenuhinya keinginan itu. Jadi tidak hanya terbatas pada bendanya saja, tetapi
termasuk pula cara-cara memenuhi kebutuhan yang timbul karena isnting itu.
Misalnya, obyek insting lapar bukan hanya makanan, tetapi meliputi kegiatan mencari
uang, membeli makanan dan menyajikan makanan itu.
d) Pendorong atau penggerak insting : adalah kekuatan insting itu, yang tergantung
kepada intensitas (besar-kecilnya) kebutuhan. Misalnya, makin lapar orang (sampai
batas tertentu) penggerak insting makannya makin besar.

b. Jenis-Jenis Insting
a. Insting Hidup (Life Instinct)
Insting hidup disebut juga Eros adalah dorongan yang menjamin survival dan
reproduksi, seperti lapar,haus dan seks. Bentuk enerji yang dipakai oleh insting hidup
itu disebut “libido”. Walaupun Freud mengakui adanya bermacam-macam bentuk
insting hidup, namun dalam kenyataannya yang paling diutamakan adalah insting
seksual (terutama pada masa-masa permulaan,sampai kira-kira tahun 1920). Dalam
pada itu sebenarnya insting seksual bukanlah hanya untuk satu insting saja, melainkan
sekumpulan insting-insting, karena ada bermacam-macam kebutuhan jasmaniah yang
menimbulkan keinginan-keinginan erotis.
b. Insting Mati (Death Instinct)
Insting mati disebut juga insting-insting merusak (destruktif). Insting ini berfungsinya
kurang jelas jika dibandingkan dengan insting hidup, karenanya tidak begitu dikenal.
Akan tetapi adalah suatu kenyataan yang tak dapat dipungkiri, bahwa tiap orang itu
pada akhirnya akan mati juga. Inilah yang menyebabkan Freud merumuskan bahwa
“Tujuan semua hidup adalah mati” (1920). Suatu derivatif insting mati yang
terpenting adalah dorongan agresif. Sifat agresif adalah pengrusakan diri yang diubah
dengan obyek subtitusi.
Insting hidup dan insting mati dapat saling bercampur, saling menetralkan. Makan
misalnya merupakan campuran dorongan makan dan dorongan destruktif, yang dapat
dipuaskan dengan menggigit, menguyah dan menelan makanan.

c. Kecemasan
Kecemasan (anxiety) adalah variabel penting dari hampir semua teori kepribadian.
Kecemasan sebagai dampak dari konflik yang menjadi bagian kehidupan yang tak
terhindarkan, dipandang sebagai komponen dinamika kepribadian yang utama.
Kecemasan adalah fungsi ego untuk memperingatkan individu tentang kemungkinan
datangnya suatu bahaya sehingga dapat disiapkan reaksi adaptif yang sesuai.
Biasanya reaksi individu terhadap ancaman ketidaksenangan dan pengrusakan yang
belum dihadapinya ialah menjadi cemas atau takut. Kecemasan berfungsi sebagai
mekanisme yang mengamankan ego karena memberi sinyal ada bahaya di depan
mata.
Kecemasan akan timbul manakala orang tidak siap menghadapi ancaman. Hanya ego
yang bisa memproduksi atau merasakan kecemasan. Akan tetapi, baik id, superego,
maupun dunia luar terkait dalam salah satu dari tiga jenis kecemasan: realistis,
neurotis dan moral. Ketergantungan ego pada id menyebabkan munculnya kecemasan
neurosis, sedangkan ketergantungan ego pada superego memunculkan kecemasan
moral, dan ketergantungannya pada dunia luar mengakibatkan kecemasan realistis.
a. Kecemasan Realistis (Realistic Anxiety)
Adalah takut kepada bahaya yang nyata ada di dunia luar. Kecemasan ini menjadi
asal muasal timbulnya kecemasan neurotis dan kecemasan moral.
b. Kecemasan Neurotis (Neurotic Anxiety)
Adalah ketakutan terhadap hukuman yang bakal diterima dari orang tua atau figur
penguasa lainnya kalau seseorang memuaskan insting dengan caranya sendiri, yang
diyakininya bakal menuai hukuman. Hukuman belum tentu diterimanya, karena orang
tua belum tentu mengetahui pelanggaran yang dilakukannya, dan misalnya orang tua
mengetahui juga belum tentu menjatuhkan hukuman. Jadi, hukuman dan figur
pemberi hukuman dalam kecemasan neurotis bersifat khayalan.
c. Kecemasan Moral (Moral Anxiety)
Adalah kecemasan kata hati, kecemasan ini timbul ketika orang melanggar standar
nilai orang tua. Kecemasan moral dan kecemasan neurotis tampak mirip, tetapi
memiliki perbedaan prinsip yakni : tingkat kontrol ego pada kecemasan moral orang
tetap rasional dalam memikirkan masalahnya sedang pada kecemasan neurotis orang
dalam keadaan distres – terkadang panik sehingga mereka tidak dapat berfikir jelas.

d. Mekanisme Pertahanan Ego


Freud mengartikan mekanisme pertahanan ego (ego defense mechanism) sebagai
strategi yang digunakan individu untuk mencegah kemunculan terbuka dari
dorongan-dorongan id maupun untuk menghadapi tekanan superego atas ego, dengan
tujuan agar kecemasan bisa dikurangi atau diredakan.
Menurut Freud mekanisme pertahanan ego itu adalah mekanisme yang rumit dan
banyak macamnya, adapun mekanisme yang banyak dipakai dalam kehidupan sehari-
hari ada tujuh macam, yaitu :
a. Identifikasi (Identification)
Cara mereduksi tegangan dengan meniru (mengimitasi) atau mengidentifikasikan diri
dengan orang yang dianggap lebih berhasil memuaskan hasratnya dibanding dirinya.
Diri orang lain diidentifikasi tetapi cukup hal-hal yang dianggap dapat membantu
mencapai tujuan diri. Terkadang sukar menentukan sifat mana yang membuat tokoh
itu sukses sehingga orang harus mencoba mengidentifikasi beberapa sifat sebelum
menemukan mana yang ternyata membantu meredakan tegangan. Apabila yang ditiru
sesuatu yang positif disebut Introyeksi.
Mekanisme pertahanan identifikasi umumnya dipakai untuk tiga macam tujuan,
yaitu :
• Merupakan cara orang dapat memperoleh kembali sesuatu (obyek) yang telah
hilang.
• Untuk mengatasi rasa takut.
• Melalui identifikasi orang memperoleh informasi baru dengan mencocokkan
khayalan mental dengan kenyataan.

b. Pemindahan/Reaksi Kompromi (Displacement/Reactions Compromise)


Ketika obyek kateksis asli yang dipilih oleh insting tidak dapt dicapai karena ada
rintangan dari luar (sosial, alami) atau dari dalam (antikateksis) insting itu direpres
kembali ke ketidaksadaran atau ego menawarkan kateksis baru, yang berarti
pemindahan enerji dari obyek satu ke obyek yang lain, sampai ditemukan obyek yang
dapat mereduksi tegangan.
Proses mengganti obyek kateksis untuk meredakan ketegangan, adalah kompromi
antara tuntutan insting id dengan realitas ego, sehingga disebut juga reaksi kompromi.
Ada tiga macam reaksi kompromi, yaitu :
o Sublimasi adalah kompromi yang menghasilkan prestasi budaya yang lebih tinggi,
diterima masyarakat sebagai kultural kreatif.
o Subtitusi adalah pemindahan atau kompromi dimana kepuasan yang diperoleh
masih mirip dengan kepuasan aslinya.
o Kompensasi adalah kompromi dengan mengganti insting yang harus dipuaskan.
Gagal memuaskan insting yang satu diganti dengan memberi kepuasan insting yang
lain.

c. Represi (Repression)
Represi adalah proses ego memakai kekuatan anticathexes untuk menekan segala
sesuatu (ide, insting, ingatan, fikiran) yang dapat menimbulkan kecemasan keluar dari
kesadaran.

d. Fiksasi dan Regresi (Fixation and Regression)


Fiksasi adalah terhentinya perkembangan normal pada tahap perkembangan tertentu
karena perkembangan lanjutannya sangat sukar sehingga menimbulkan frustasi dan
kecemasan yang terlalu kuat. Orang memilih untuk berhenti (fiksasi) pada tahap
perkembangan tertentu dan menolak untuk bergerak maju, karena merasa puas dan
aman ditahap itu.
Frustasi, kecemasan dan pengalaman traumatik yang sangat kuat pada tahap
perkembangan tertentu, dapat berakibat orang regresi : mundur ke tahap
perkembangan yang terdahulu, dimana dia merasa puas disana.
Perkembangan kepribadian yang normal berarti terus bergerak maju atau progresif.
Munculnya dorongan yang menimbulkan kecemasan akan direspon dengan regresi.
Orang yang puas berada ditahap perkembangan tertentu, tidak mau progres disebut
fiksasi. Progresi yang gagal membuat orang menarik diri atau regresi

e. Proyeksi (Projection)
Proyeksi adalah mekanisme mengubah kecemasan neurotis atau moral menjadi
kecemasan realistis, dengan cara melemparkan impuls-impuls internal yang
mengancam dipindahkan ke obyek di luar, sehingga seolah-olah ancaman itu
terproyeksi dari obyek eksternal kepada diri orang itu sendiri.
f. Introyeksi (Introjection)
Introyeksi adalah mekanisme pertahanan dimana seseorang meleburkan sifat-sifat
positif orang lain ke dalam egonya sendiri. Misalnya, seorang anak yang meniru gaya
tingkahlaku bintang film menjadi introyeksi, kalau peniruan itu dapat meningkatkan
harga diri dan menekan perasaan rendah diri, sehingga anak itu merasa lebih bangga
dengan dirinya sendiri. Pada usia berapapun, manusia bisa mengurangi kecemasan
yang terkait dengan perasaan kekurangan dengan cara mengadopsi atau melakukan
introyeksi atas nilai-nilai, keyakinan-keyakinan, dan perilaku orang lain.

g. Pembentukan Reaksi (Reaction Formation)


Tindakan defensif dengan cara mengganti impuls atau perasaan yang menimbulkan
kecemasan dengan impuls atau perasaan lawan/kebalikannya dalam kesadaran,
misalnya benci diganti cinta, rasa bermusuhan diganti dengan ekspresi persahabatan.
Timbul masalah bagaimana membedakan ungkapan asli suatu impuls dengan
ungkapan pengganti reaksi formasi : bagaimana cinta sejati dibedakan dengan cinta-
reaksi formasi. Biasanya reaksi formasi ditandai oleh sifat serba berlebihan, ekstrim,
dan kompulsif.

F. Fase perkembangan kepribadian

Freud membagi perkembangan kepribadian menjadi tiga tahapan, yakni tahap


infantil (0-5 tahun), tahap laten (5-12 tahun), dan tahap genital (>12 tahun). Tahap
infantil yang paling menentukan dalam membentuk kepribadian, terbagi menjadi tiga
fase, yakni fase oral, fase anal, dan fase falis. Perkembangan kepribadian ditentukan
terutama oleh perkembangan biologis, sehingga tahap ini disebut juga tahap seksual
infantil. Perkembangan insting seks berarti perubahan kateksis seks, dan perkembangan
biologis menyiapkan bagian tubuh untuk dipilih menjadi pusat kepuasan seksual
(erogenus zone).

a. Fase Oral (Usia 0 – 1 tahun)


Fase oral adalah fase perkembangan yang berlangsung pada tahun pertama dari
kehidupan individu. Pada fase ini, daerah erogen yang paling penting dan peka
adalah mulut, yakni berkaitan dengan pemuasan kebutuhan dasar akan makanan atau
air. Stimulasi atau perangsangan atas mulut seperti mengisap, bagi bayi merupakan
tingkah laku yang menimbulkan kesenangan atau kepuasan.

b. Fase Anal (Usia 1 – 2/3 tahun)


Fase ini dimulai dari tahun kedua sampai tahun ketiga dari kehidupan. Pada fase ini,
fokus dari energi libidal dialihkan dari mulut ke daerah dubur serta kesenangan atau
kepuasan diperoleh dari kaitannya dengan tindakan mempermainkan atau menahan
faeces (kotoran) pada fase ini pulalah anak mulai diperkenalkan kepada aturan-aturan
kebersihan oleh orang tuanya melalui toilet training, yakni latihan mengenai
bagaimana dan dimana seharusnya seorang anak membuang kotorannya.
c. Fase Falis (Usia 2/3 – 5/6 tahun)
Fase falis (phallic) ini berlangsung pada tahun keempat atau kelima, yakni suatu fase
ketika energi libido sasarannya dialihkan dari daerah dubur ke daerah alat kelamin.
Pada fase ini anak mulai tertarik kepada alat kelaminnya sendiri, dan
mempermainkannya dengan maksud memperoleh kepuasan. Pada fase ini masturbasi
menimbulkan kenikmatan yang besar. Pada saat yang sama terjadi peningkatan
gairah seksual anak kepada orang tuanya yang mengawali berbagai pergantian
kateksis obyek yang penting. Perkembangan terpenting pada masa ini adalah
timbulnya Oedipus complex, yang diikuti fenomena castration anxiety (pada laki-
laki) dan penis envy (pada perempuan). Oedipus complex adalah kateksis obyek
seksual kepada orang tua yang berlawanan jenis serta permusuhan terhadap orang tua
sejenis. Anak laki-laki ingin memiliki ibunya (ingin memiliki perhatian lebih dari
ibunya) dan menyingkirkan ayahnya, sebaliknya anak perempuan ingin memiliki
ayahnya dan menyingkirkan ibunya.

d. Fase Laten (Usia 5/6 – 12/13 tahun)


Fase ini pada usia 5 atau 6 tahun sampai remaja, anak mengalami periode peredaan
impuls seksual. Menurut Freud, penurunan minat seksual itu akibat dari tidak adanya
daerah erogen baru yang dimunculkan oleh perkembangan biologis. Jadi, fase laten
lebih sebagai fenomena biologis, alih-alih bagian dari perkembangan psikoseksual.
Pada fase ini anak mengembangkan kemampuan sublimasi, yakni mengganti
kepuasan libido dengan kepuasan non seksual, khususnya bidang intelektual, atletik,
keterampilan, dan hubungan teman sebaya. Dan pada fase ini anak menjadi lebih
mudah mempelajari sesuatu dan lebih mudah dididik dibandingkan dengan masa
sebelum dan sesudahnya (masa pubertas).

e. Fase Genital
Fase ini dimulai dengan perubahan biokimia dan fisiologi dalam diri remaja. Sistem
endokrin memproduksi hormon-hormon yang memicu pertumbuhan tanda-tanda
seksual sekunder (suara, rambut, buah dada, dll), dan pertumbuhan tanda seksual
primer. Pada fase ini kateksis genital mempunyai sifat narkistik : individu
mempunyai kepuasan dari perangsangan dan manipulasi tubuhnya sendiri, dan orang
lain diingkan hanya karena memberikan bentuk-bentuk tambahan dari kenikmatan
jasmaniah. Pada fase ini, impuls seks itu mulai disalurkan ke obyek diluar, seperti :
berpartisipasi dalam kegiatan kelompok, menyiapkan karir, cinta lain jenis,
perkawinan dan keluarga.

G. Teknik psikoanalisis sebagai penyembuhan


Menurut Freud, seseorang haruslah melalui fase-fase yang disebutkan diatas.
Seseorang akan mengalami neurosis. Yaitu, sebuah gangguan mental yang dapat
menyebabkan stres meskipun dianggap tidak terlalu serius. Teori yang dibawa Freud
melalui psikoanalisis mampu dijadikan dasar dalam mengevaluasi kepribadian. Sehingga
permasalahan pada orang yang mengalami neurosis bisa disembuhkan. Berikut teknik-
tekniknya :
a. Teknik Talking Care, teknik ini pada dasarnya adalah tentang membangun hubungan
baik dengan klien/pasien. Sehingga para pasien dapat menceritakan pengalaman
masa lalunya. Freud membuat ajang bagi para pasien untuk mengalirkan rasa
sehingga hati mereka lega dari apa yang membebaninya. Meski begitu, Freud
menganggap teknik ini memiliki kelemahan karena apa yang diceritakan oleh pasien
adalah hal yang berada pada alam sadar. Dianggap kurang tepat karena permasalahan
sesungguhnya terjadi pada alam ketidaksadaran.
b. Teknik Kartasis, Freud berusaha memasuki alam bawah sadar pasien dengan metode
ini. Ia menggabungkan momen setengah sadar, untuk bisa mengavaluasi persoalan
pasien. Istilah yang biasa kita dengar berkaitan dengan teknik ini adalah metode
hipnosis. Meski Freud pernah berhasil menangani pasien penderita gangguan saraf.
Namun kemudian ia menyatakan kurang puas dengan metode ini, dan mulai
mengembangkan teknik terapinya.
c. Teknik Asosiasi Bebas, teknik ini banyak dikembangkan oleh para psikolog
kontemporer dan bisa kita temui sehari-hari. Teknik ini meminta para pasien untuk
rileks dan beristirahat sejenak dari pikiran yang biasanya meliputi para pasien setiap
hari. Kemudian mereka diminta untuk menceritakan hal-hal yang membuat dirinya
trauma.

Anda mungkin juga menyukai