Rahayu Ciptaning Budi - Kian-1
Rahayu Ciptaning Budi - Kian-1
MENGURANGI RASA HAUS PADA PASIEN GAGAL GINJAL KRONIS YANG MENJALANI
TERAPI HEMODIALISA
Oleh :
JNR0220147
LEMBAR PERNYATAAN
i
Yang bertanda tangan di bawah ini:
NIM : JNR0220147
Dengan ini menyatakan bahwa karya tulis ilmiah ini adalah hasil pekerjaan
saya sendiri dan di dalamnya tidak terdapat karya yang pernah diajukan dalam
memperoleh gelar ners di suatu perguruan tinggi dan lembaga pendidikan lainnya.
Pengetahuan yang diperoleh dari hasil penerbitan baik yang sudah maupun yang
pustaka.
LEMBAR PERSETUJUAN
ii
PEMBERIAN INTERVENSI KEPERAWATAN DENGAN
KUMUR AIR MATANG UNTUK MENGURANGI RASA HAUS
PADA PASIEN GAGAL GINJAL KRONIS YANG MENJALANI
TERAPI HEMODIALISA
Diajukan Oleh:
NIM: JNR0220147
Pembimbing
iii
JNR0220147
ABSTRAK
Latar Belakang: Pasien penyakit ginjal kronis harus melakukan pembatasan
cairan untuk mencegah overhidrasi. Pembatasan cairan menyebabkan pasien
merasa sering haus. Kumur air matang menjadi salah satu metode yang dapat
digunakan untuk menajamen rasa haus pada pasien penyakit ginjal kronis.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengatahui efektifitas kumur air matang
terhadap pernurunan rasa haus pada pasien penyakit ginjal kronis.
Metode: Intervensi ini menggunakan desain studi kasus yang dilakuakn pada 1
orang pasien dengan diagnosa penyakit ginjal kronis yang menjalani hemodialisa.
Hasil: Hasil pemberian intervensi selama 3 hari terjadi penurunan rasa haus dari
skala berat menjadi skala sedang dan ringan. Rata-rata waktu lama menahan haus
yaitu 67 menit.
Simpulan: Dapat disimpulkan bahwa kumur air matang efektif untuk membantu
menurunkan rasa haus pada pasien penyakit ginjal kronis.
Saran: Kumur air matang dapat dijadikan sebagai salah satu intervensi yang
dapat diimplementasikan untuk membantu mengurangi rasa haus yang dialami
oleh pasien dan dapat dilakukan baik di rumah atau rumah sakit.
KATA PENGANTAR
iv
Assalamua’laikum Wr. Wb.
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala rahmat dan
sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Ners dengan judul “Pemberian
Haus Pada Pasien Gagal Ginjal Kronis Yang Menjalani Terapi Hemodialisa”.
ilmiah ini, banyak pihak yang telah memberikan bantuan berupa bimbingan,
dorongan, motivasi, masukan, dan doa yang diperlukan penulis dari awal sampai
tersusunnya karya ilmiah ini. Oleh karena itu, penulis mengucapkan banyak
terimakasih kepada:
1. Prof. Dr. Hj. Dewi Laelatul Badriah, M.Kes, AIFO., selaku Ketua Yayasan
2. Dr. H. Abdal Rohim, S.Kp, M.H., selaku Ketua Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Kuningan.
3. Ns. Aria Pranatha, M.Kep. selakuketua prodi Profesi Ners Sekolah Tinggi
4. Ns. Lia Mulyati, M.Kep selaku dosen pembimbing karya tulis ilmiah akhir
ners.
Semoga semua kebaikan yang dilakukan dapat dibalas oleh Allah SWT
dengan setimpal.Akhir kata, penulis memohon maaf jika dalam penyusunan karya
v
tulis ilmiah ini penulis melakukan kesalahan.Semoga karya tulis ilmiah ini dapat
bermanfaat bagi pembaca sebagai referensi dan terutama bagi penulis sendiri.
Penulis
vi
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN...................................................................................ii
LEMBAR PERSETUJUAN.................................................................................iii
ABSTRAK.............................................................................................................iv
KATA PENGANTAR............................................................................................v
DAFTAR ISI........................................................................................................vii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
1.3 Tujuan.............................................................................................................5
1.4 Manfaat...........................................................................................................5
2.1.1 Definisi..............................................................................................................9
2.1.2 Etiologi..............................................................................................................9
vii
2.1.3 Tanda dan Gejala.............................................................................................10
2.1.4 Pathways.........................................................................................................12
2.2.1 Definisi............................................................................................................17
2.3.1 Definisi............................................................................................................20
3.1 Pengkajian....................................................................................................26
3.4 Implementasi................................................................................................35
viii
3.5 Evaluasi........................................................................................................37
BAB IV PEMBAHASAN.....................................................................................41
BAB V PENUTUP................................................................................................51
5.1 Kesimpulan...................................................................................................51
5.2 Saran.............................................................................................................52
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................53
ix
BAB I
PENDAHULUAN
agar dapat beraktivitas secara produktif dan optimal. Tubuh manusia tersusun
atas organ-organ yang bekerja sesuai dengan fungsinya. Salah satunya organ
dan menyerap zat-zat yang masih dibutuhkan oleh tubuh (Kusuma, 2019).
Namun, jika kita tidak bisa merawat ginjal dengan baik maka akan terjadi
meningkat, prognosis yang buruk dan biaya tinggi. Data yang diperoleh dari
penyakit ginjal kronis sebesar 29,3%. Data lain yang didapatkan dari Global
1
beradadi urutan ke-12 sebagai penyebab kematian secara global (Global
10-18% (Liyanage et al., 2022). Data Indonesia Renal Registry (IRR) 2018
tahun 2018. Pada periode 2017 hingga 2018 tercatat jumlah peningkatan
pasien baru penyakit ginjal kronis mencapai 35.602 orang (Indonesia Renal
Registry,2018).
lima tahun sebelumnya hanya sebesar 0,2% (Riset Kesehatan Dasar, 2018).
Dari setiap provinsi yang ada di Indonesia, Jawa Barat termasuk ke dalam
diperoleh dari Dinas Kesehatan Kota Cirebon pada tahun 2021 tercatat ada
130 kasus pasien penyakit ginjal kronis, pada tahun 2022 ada 220 kasus
terdiri dari 122 kasus lama 8 kasus meninggal dan 98 kasus baru. Menurut
kronis tahun 2022 terdapat 151 pasien. Sedangkan pada tahun 2023 jumlah
hemodilaisa.
2
Saat ini hemodialisis menjadi terapi pengganti ginjal yang paling
seperti air, natrium, kalium, hydrogen, urea, kreatinin, asam urat, dan
permeabel sebagai pemisah darah dan cairan dialisat pada ginjal buatan
dimana terjadi proses difusi, osmosis, dan ultra filtrasi untuk mengatasi
serta meningkatkan kualitas hidup (G. L. Siregar & Tambunan, 2023). Terapi
minggunya yang dibagi menjadi tiga sesi yaitu pre homodialisa, dialisa, dan
paling sedikit tiga sampai empat jam setiap terapi (Brunner and Suddart, 2008
dalam Bayhakki, 2013) .Hal ini dapat diartikan jika pasien sedang tidak
menjalani hemodialisa pada hari-hari diantara dua waktu dialisis pasien akan
maka pasien harus tetap membatasi cairan yang dikonsumsi pada hari-hari
Pengaturan pola makan atau diet pada penderita gagal ginjal yang
merupakan anjuran yang wajib dipatuhi oleh setiap penderita gagal ginjal
terhadap pasien gagal ginjal kronis membuat hal ini harus diatasi dengan
3
baik. Gangguan pada system kardiovaskuler menjadi penyebab paling banyak
mencapai 40% (Lestari et al., 2018). Salah satu pelaksanaan yang sering
kering karena produksi saliva yang berkurang, hal ini yang menyababkan
merasa kesulitan dalam menahan haus apalagi jika cuaca sedang panas.
kepada pasien penyakit ginjal kronis berupa kumur air matang dengan tujuan
untuk membantu menurunkan rasa haus yang biasanya terjadi pada pasien
haus pada pasien gagal ginjal kronis yang sedang menjalankan hemodialisis?”
4
1.3 Tujuan
haus pada pasien gagal ginjal kronis yang sedang menjalani hemodialisis .
2. Mengatahui skala haus yang dirasakan oleh pasien penyakit ginjal kronis
terhadap penurunan rasa haus pada pasien dengan gagal ginjal kronis
1.4 Manfaat
terkait dengan manajemen rasa haus pada pasien penyakit ginjal kronis yang
5
Hasil penelitian ini dapat menyediakan informasi bagi penderita
penyakit ginjal kronis tentang cara megurangi haus yang dirasakan oleh
6
2. Judul Penerapan Intervensi Menghisap Sliber Ice Untuk
Mengurangi Rasa Haus Pada Pasien Chronic Kidney Desease
(CKD) Di Ruang Ambun Suri Lantai IV RSUD dr. Achmad
Mochtar Bukit Tinggi Tahun 2020
Peneliti Ririana Dewi (2020)
Subyek Pasien CKD Dengan HD
Metode Studi Kasus
Hasil Setelah dilakukan intervensi didapatkan adanya penurunan
rasa haus pada pasien CKD
Perbedaan 1. Pada penelitian ini intervensi yang diberikan yaitu
menghisap es batu, sedangkan peneliti memberikan
intervensi dengan kumur air matang untuk mengurangi
rasa haus.
2. Tempat penelitian ini dilakukan di RSUD dr. Achmad
Mochtar, sedangkan peniliti melakukannya di RS
Ciremai.
3. Penelitian ini dilakukan pada tahun 2020, sedangkan
peneliti melaksanakan di tahun 2022.
3. Judul Pengaruh Permen Karet Terhadap Rasa Haus Pada Pasien
Chronic Kidney Desease (CKD) Yang Menjalani Terapi
Hemodialisa Di RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Sragen
Peneliti Alis Hanggraini, dkk. (2020)
Subyek Pasien CKD dengan HD
Metode Studi Kasus
Hasil Hasil analisis ditemukan penurunan rasa haus yang dirasakan
pasien CKD yang menjalani HD.
Perbedaan 1. Pada penelitian ini intervensi yang diberikan yaitu
mengunyah permen karet, sedangkan peneliti
memberikan intervensi dengan kumur air matang untuk
mengurangi rasa haus.
2. Tempat penelitian ini dilakukan di RSUD dr. Soehadi,
sedangkan peniliti melakukannya di RS Ciremai.
3. Penelitian ini dilakukan pada tahun 2020, sedangkan
peneliti melaksanakan di tahun 2022.
4. Judul Literatur Review: Pengaruh Mengunyah Xylitol Terhadap Ph
Saliva Dan Rasa Haus pada Pasien Penyakit Ginjal Kronis
Yang Menjalani Hemodialisa Di RS
Peneliti Aldy Fauzi, dkk. (2021)
Subyek Pasien CKD dengan HD
Metode Literatur Review
Hasil Terdapat pengaruh yang efektif dalam mengunyah permen
karet xylitol terhadap peningkatan ph saliva dan mengurangi
rasa haus pada pasien CKD dengan HD
Perbedaan 1. Metode penelitian ini yaitu literature review, sedangkan
peneliti menggunakan metode studi kasus.
7
2. Pada penelitian ini dilakukan pengkajian peningkatan ph
saliva pada responden, sedangkan peneliti hanya berfokus
memberi intervensi untuk menurunkan rasa haus.
3. Penelitian ini dilakukan pada tahun 2021, sedangkan
peneliti melaksanakan di tahun 2022.
5. Judul Metode Pengendalian Rasa Haus Pasien Hemodialisa
Mencegah Hipervolemia: Studi Fenomenologi
Peneliti Gracella Anjani Pakpahan (2022)
Subyek Pasien HD
Metode Kualitatif dengan pendekatan fenomenologi
Hasil Metode pengendalian rasa haus seperti membatasi cairan,
melakukan pengolahan makanan yang tepat, serta membatasi
aktivitas.
Perbedaan 1. Metode penelitian ini yaitu kualitatif dengan pendekatan
fenomenologi, sedangkan peneliti menggunakan metode
studi kasus.
2. Pada penelitian ini lebih fokus untuk bagaimana
mengendalikan rasa haus, sedangan peneiliti melakukan
intervensi untuk menurunkan rasa haus
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1 Definisi
lebih dari tiga bulan, berdasarkan kelainan patologis atau kerusakan ginjal
sehingga terjadi uremia (Bararah & Jauhar, 2013 dalam (Lestari et al.,
2018).
2.1.2 Etiologi
Menurut data dari Infodatin (Infodatin, 2017) penyebab dari penyakit
1. Diabetes melitus
2. Hipertensi
3. Glomerulonefritis kronis
9
4. Nefritis intersisial kronis
7. Obesitas
8. Tidak diketahui
2020):
sekitarnya.
tubuh.
mengalami PGK:
Gangguan pada ginjal akan berpengaruh pada pola buang air kecil, seperti:
10
c. Lebih sering buang air kecil atau jumlah lebih banyak dari biasanya dan
d. Atau lebih jarang buang air kecil atau jumlah lebih sedikit dari biasanya dan
9. Meriang
11
2.1.4 Pathways
12
2.1.5 Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium
a. Pemeriksaan darah
kadar kreatinin dan urea di dalam darah. Kadar serum nitrogen urea darah
(BUN) berbanding terbalik dengan GFR. Ratio normal BUN creatinin 10-
bagian atas, infeksi ginjal, pasca operasi dan trauma obat. Penurunan fungsi
b. Pemeriksaan urin
Pemeriksaan urin rutin terdiri dari analisa kimia untuk mendeteksi protein,
kreatinin, gula dan keton dan analisa makroskopik untuk mendekteksi sel
darah merah dan darah putih. Sel darah dan albumin (sejenis protein) dalam
13
perdarahan pada saluran kemih sehingga urin berwarna kemerahan
(hematuria).
c. Osmolaritas
Pemeriksaan dilakukan dengan cara yaitu pasien tidak boleh minum air
putih atau cairan lain selama 12-14 jam, tes lain pasien diberi suntikan
ginjal normal dieproleh hasil yaitu kedua tes menunjukan urin yang sangat
pekat, tetapi penyakit ginjal tertentu dapat menyebabkan urin mejadi sangat
encer.
2. Pemeriksaan diagnostik
ini dilakukan untuk memperkuat diagnosis dan untuk menilai hasil pengobatan.
sistem kemih)
14
e. Scan radionuklida menggunakan dua senyawa radioaktif dapat diberikan
tertentu.
Terdapat beberapa terapi yang umum dipilih oleh penderita penyakit ginjal
1. Hemodialisa
b. Dapat bertemu dengan pasien HD lain yang rutin, sehingga dapat berdiskusi
15
b. Pada saat HD terjadi efek samping HD antara lain: kram, menggigil, nyeri
2. Peritoneal Dialisis
yang melapisi perut dan membungkus organ perut) sebagai penyaring darah,
sehingga darah tidak perlu dikeluarkan dari tubuh pasien seperti halnya proses
hemodialisis.
Proses peritoneal ini tidak menimbulkan rasa sakit dan hanya membutuhkan
b. Cairan dibiarkan dalam rongga perut selama periode waktu tertentu (4-6
jam)
c. Keluarkan cairan dari dalam rongga perut dan menutup kembali area
balutan kateter.
16
c. Adanya cairan peritoneum, membuat pasien tidak nyaman bahkan
3. Transplatasi Ginjal
Suatu metode terapi pengganti dengan cara memanfaatkan sebuah ginjal sehat
2.2.1 Definisi
Hemodialisa adalah suatu proses dimana komposisi solute darah diubah oleh
bermanfaat dan meningkatkan kualitas hidup pasien (Brunner & Suddarth, 2005;
darah pasien dari tubuhnya melalui dialiser yang terjadi secara difusi dan
dalam Alisa & Wulandari, 2019). Hemodialisa merupakan salah satu terapi
17
melalui selaput membrane semipermeabel yang berperan sebagai ginjal buatan
darah dari tubuh melaui dialiser yang berperan sebagai ginjal buatan lalu darah
mengambil zat-zat nitrogen yang toksik dari dalam darah (Anwar, 2019).
Ada beberapa indikasi pada pasien dalam keadaan akut yang memerlukan
terapi dialisis jangka pendek (beberapa hari hingga beberapa minggu) atau pasien
dengan gagal ginjal tahap akhir yang memerlukan terapi jangka panjang atau
18
permanen (C. T. Siregar, 2020). Pada umumnya ada indikasi penderita penyakit
2. Hiperkalemia
7. Kelebihan cairan
2. Emboli udara adalah komplikasi yang terjadi jika udara memasuki sisitem
vaskuler pasien.
6. Mual dan muntah adalah hal yang sering terjadi saat dilakukan hemodialisis.
19
7. Terapi hemodialisis juga dapat mengakibatkan komplikasi sindrom
2.3.1 Definisi
untuk memenuhi kebutuhan cairan tubuh. Fenomena munculnya rasa haus sama
pentingnya dengan pengaturan konsentrasi natrium dan air dalam tubuh. Karena
jumlah air dalam tubuh pada setiap saat ditentukan oleh keseimbangan antara
masukan dan pengeluaran air yang dikonsumsi setiap hari (N. Wijayanti, 2017).
Rasa haus adalah keinginan yang sadar akan kebutuhan cairan tubuh. Haus
dipengaruhi oleh mulut kering, haus dan mulut kering pada pasien penyakit ginjal
kronis juga terjadi karena danya pembatasan cairan dan merupakan masalah yang
paling sering terjadi pada pasien yang menjalani hemodialysis dengan pembatasan
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa rasa haus adalah keingina
tubuh yang secara sadar untuk memenuhi kebutuhan cairan tubuh.Haus ditandai
Rasa haus dapat terjadi karena dipengaruhi oleh beberapa factor antara lain
20
mukosa dan mulut yang kering, kehilangan kalium dan factor-faktor psikologi
Ada faktor lain yang mempengaruhi munculnya rasa haus adalah terjadinya
retensi matrium dan air karena hilangnya fungsi ginjal, sehingga fungsi tubulus
juga hilang sehingga mengakibatkan sekresi urin encer dan terjadi dehidrasi.
memunculkan rasa haus yaitu adanya sekresi cairan, berkurangnya sekresi saliva,
penggunaan obat-obatan.
Penurunan asupan oral ini akan menyebabkan mulut dan lidah jarang teraliri
oleh air, dan keadaan ini memicu keluhan rasa haus. Dalam proses fisiologis
tubuh, rasa haus dapat muncul kembali dalam waktu 30-60 menit setelah minum
(Guyton & Arthur, 2012). Apabila tidak ada asupan cairan, maka akan terjadi
2017).
21
2.3.4 Manajemen Haus
Rasa haus adalah salah satu indicator normal yang muncul untuk
sehat umumnya rasa haus dapat diatasi dengan minum dengan jumlah yang sesuai
kenginannya.Namun hal ini tidak bisa dilakukan secara langsung pada pasien
Manajemen cairan dapat dilakukan dengan berbagai cara, dari puasa sampai
dengan pembatasan asupan cairan tertentu yang tepat sesuai dengan program dari
dokter. Pada kondisi dengan penyakit kronik tertentu seperti gagal ginjal kronik,
pembatasan asupan cairan dirasa sulit oleh beberapa pasien, terutama saat
menggulum es batu, mengunyah permen karet, berkumur, frozen grapes, dan sikat
gigi.
1. Menggulum es batu
Salah satu cara atau strategi yang bisa dilakukan untuk meningkatkan
22
terkandung di dalam es batu membantu memberikan efek dingin yang
dalam mulut lembab setelah es batu mencair, sehingga mulut pasien tidak
Salah satu jenis permen karet rendah gula adalah permen karet yang
diabetes dan hiperglikemia, karena diabsorpsi lebih lambat dari gula biasa
yang memiliki index glikemik sangar rendah, hal ini menyebabkan xylitol
menjadi lebih banyak dan ada rasa mint membuat mulut terasa segar,
3. Berkumur
disediakan, cara ini Juga efektif dalam mengurangi rasa haus pada pasien
pada otot-otot daerah bibir, lidah, dan pipi. Kontraksi ini bisa merangsang
23
saliva di mulut menyebabkan hilangnya rasa haus dan mulut kering
4. Frozen grapes
Sensasi dingin yang diberikan oleh frozen grapes dapat memberikan efek
dingin dan segar di mulut ketika di makan. Kandungan air yang pada
buah anggur saat dibekukan akan bertahan dalam waktu yang lama di
5. Sikat Gigi
menjadi salah satu actor yang mendorong pasien penyakit ginjal kronis
dapt mengalami masalah gangguan kesehatan mulut seperti bau mulut dan
VAS (Visual Analog Scale). Instrumen ini banyak di gunakan oleh peneliti,
24
hasil uji reliabilitas terhadap instrumen ini menunjukan reliable untuk
mengukur rasa haus dengan nilai Cronbach’s alpha coefficient= 0,96 (Carey
et al., 2021)
0 10
Berat
0 : Tidak haus
25
BAB III
3.1 Pengkajian
1. Biodata
sebagai ibu rumah tangga. Pasien berasal dari desa Sidawangi. Pasien
a. Keluhan utama
terus menurus, memburuk satu hari terakhir, sesak yang dirasakan seperti
ada beban berat di dada, dan terlihat ada penggunaan otot bantu napas.
Pasien juga mengeluh lemas, lelah, mual dan muntah ketika makan, BB
26
Pasien mengatakan memiliki riwayat penyakit gagal ginjal dan sedang
menjalani HD selama 6 bulan, rutin HD setiap rabu dan sabtu dan pasien
juga mengatakan memiliki riwayat hipertensi sejak 7 tahun lalu dan tidak
e. Kebutuhan dasar
1) Oksigenisasi
diperbolehkan minum kurang lebih 800 ml/hari, tapi pasien tidak bisa
3) Nutrisi
4) Eliminiasi
27
5) Rasa Nyaman dan Kebersihan Diri
gosok gigi, ganti baju) masih dapat dilakukan oleh pasien secara
dalam waktu lama. Pasien lebih banyak duduk dan berbaring. Pasien
akan terbangun.
rumah ataupun di RS, ada anak atau anggota keluarga lainnya yang
8) Peran Seksual
9) Psikososial
3. Pemeriksaan Fisik
28
darah 150/80, suhu masih berada pada rentang normal 36,7°, nadi
2) Sistem Pernapasan
bantu napas, vocal premitus kanan dan kiri sama, terdengr bunyi
3) Sistem Kardiovaskuler
Nadi pasien teraba kuat dengan frekuensi nadi dalam rentang normal
4) Sistem Pencernaan
Terdapat keluahan mual dan muntah. tidak ada nyeri tekan pada
5) Sistem Persyarafan
6) Sistem Perkemihan
7) Sistem Muskuloskeletal
29
Adanya edema pada area ektemitas bawah kanan di kiri.
4. Pemeriksaan Penunjang
Tabel 3.1 Hasil Pemeriksaan Penunjang
No Tanggal Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
1. 6-12-2022 Hematologi
Haemoglobin 9,7 g/dl 12,0-14,0 g/dl
Leukosit 6,8 ribu/mm³ 4,0-10,0 ribu/mm³
Erytrosit 3,21 juta/mm³ 4,0-5,0 juta/mm³
Haematokrit 29% 37-43%
Trombosit 220 ribu/mm³ 150-390 ribu/mm³
Elektrolit
Natrium 133 mmol/L 135,3-145 mmol/L
Kalium 3,90 mmol/L 3,58-5,50 mmol/L
Clorida 99,4 mmol/L 96-106 mmol/L
Calsium 6,98 mmol/L 8,20-10,20 mg/dl
Kimia
Ureum 163,8 mg% 10-50 mg%
Creatinin 11,60 mg/dl 0,6-1,1 mg/dl
Gulah Darah Sewaktu 99 mg/dl <150 mg/dl
30
6. Analisa Data
Tabel 3.4 Analisa Data
No Data Etiologi Masalah
1. Data subjektif: Hipertensi tidak terkontrol Hipervolemia
- Pasien mengatakan
minum lebih banyak Vasokontriksi pembuluh darah di ginjal
dari yang dibatasi
karena merasa sangat Kerusakan fungsi ginjal
haus.
- Pasien juga mengatakan Kerusakan glomerulus
kakinya bengkak.
Filtrasi glomerulus menurun
Data objektif:
- Kaki kanan dan kiri GFR menurun
pasien edema dan ada
pitting edema (grade 1) Retensi natrium, H2O
- Peningkatan BB
BB kering: 55kg Edema
BB basah: 59kg
Hipervolemia
Proteinuria
Hipoalbuminemia
Ureum meningkat
Asidosis metabolik
Kompensasi respiratorik
31
Hiperventilasi
Defisit nutrisi
4. Data subjektif: Hipertensi tidak terkontrol Intoleransi
- Pasien mengatakan lemas, Aktivitas
lelah Vasokontriksi pembuluh darah di ginjal
Hemoglobin menurun
Fatigue/malaise
Intolreansi aktivitas
32
3.3 Perencanaan Keperawatan
Tabel 3.5 Perencanaan Keperawatan
No SDKI SLKI SIKI Rasional
1. Hipervolemia Setelah diberikan Manajemen 1. Mengetahui tanda
berhubungan tindakan hipervolemia (I. dan gejala
dengan keperawatan 3x24 031114) hipervolemia
penurunan jam diharapkan Observasi: 2. Untuk mengatur
output urin, keseimbangan 1. Periksa tanda dan balance cairan
retensi cairan cairan meningkat. gejala hipervolemia 3. Mencegah
(D.0022) Dengan kriteria hasil 2. Monitor intake dan terjadinya
(L.03020): output cairan penumpukan cairan
1. Edema menurun Terapeutik: dan garam
2. BB membaik 3. Batasi asupan 4. Mempertahankan
3. Asites menurun cairan dan garam kenyamanan,
4. Tinggikan kepala meningkatkan
tempat tidur 30-40° ekspansi paru,
Edukasi: memaksimalkan
5. Ajarkan cara oksigenisasi pasien
membatasi cairan 5. Agar pasien dapat
(dengan cara mengontrol intake
manajemen haus cairan
yaitu berkumur air 6. Membantu
matang) mengeluarkan
Kolaborasi: kelebihan garam dan
6. Kolaborasi cairan dalam tubuh
pemberian diuretik, melalui urin
jika perlu
33
5. Berikan terapi kebutuhan oksigen
oksigen pasien
Edukasi: 6. Agar pasien
6. Jelaskan tujuan memahami tujuan
dan prosedur dan prosedur
pemantauan pemantauan
34
aktivitas sehari- 3. Anjurkan tirah
hari baring
Kolaborasi:
4. Kolaborasi dengan
ahli gizi tentang
cara meningkatkan
asupan makanan
3.4 Implementasi
Tabel 3.6 Implementasi
No Tanggal Jam Tindakan Keperawatan dan Respon TTD
1. 06-12- 08.00 Tindakan: Memeriksa tanda dan gejala hipervolemia Ayu
2022 Respon: Pasien mengalami edema pada kaki kanan dan kiri,
terdapat pitting edema grade 1, tidak ada asites
Tindakan: Melakukan monitor intake dan output cairan
Respon: Pasien minum kurang lebih sebanyak 600 ml/hari
dengan output BAK yang sedikit hanya satu kali/ 2hari.
Tindakan: Membatasi asupan cairan dan garam
Respon: Pasien mengurangi minum, tetes infus 8tpm,
mengkonsumsi obat dengan makanan
Tindakan: Tinggikan kepala tempat tidur 30-40°
Respon: Posisi pasien semifowler untuk mengurangi sesak
Tindakan: Mengajarkan cara membatasi cairan (dengan
manajemen haus)
Respon: Pasien diajakarkan manajemen haus dengan cara
berkumur air matang selama 30 detik
Tindakan: Melakukan kolaborasi pemberian diuretik
Respon: Klien mendapatkan resep furosemid 40 mg
2. 06-12- 08.10 Tindakan: Melakukan monitor frekuensi, irama, kedalaman Ayu
2022 dan upaya nafas
Respon: RR: 28x/menit, menggunakan otot bantu napas
Tindakan: Melakukan auskultasi bunyi napas
Respon: Tidak ada bunyi nafas tambahan
Tindakan: Melakukan monitor saturasi oksigen
Respon: 95%
Tindakan: Mengatur interval pemantauan respirasi sesuai
kondisi pasien
Respon: Pasien dipantau dengan mengukur SPO2 dan RR
setiap 8 jam sekali
Tindakan: Memberikan terapi oksigen
Respon: Pasien diberikan terapi oksigen 5 liter untuk
mengurangi sesak
35
Tindakan: Menjelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
Respon: Pasien memahami bahwa prosedur pemantauan
dilakukan untuk membantu mengurangi sesak napas yang
dirasakan
36
3.5 Evaluasi
Tabel 3.7 Evaluasi
No Tanggal Jam Evaluasi TTD
1. 6-12- 10.00 Dx. Hipervolemia Ayu
2022 S: Pasien mengatakan minum lebih banyak dari yang dibatasi
karena merasa sangat haus, Pasien juga mengatakan kakinya
bengkak.
O: Kaki kanan dan kiri pasien edema dan ada pitting edema
(grade 1), tidak ada asites
Peningkatan BB, BB kering: 55kg, BB basah: 59kg.
A: Hipervolemia
P: Lanjutkan intervensi yang telah dibuat
I: Periksa tanda dan gejala hipervolemia, monitor intake dan
output cairan, batasi asupan cairan dan garam, tinggikan
kepala tempat tidur 30-40°,kolaborasi pemberian diuretik
E: Tidak ada edema pada ektremitas bawah
R: Menambahkan intevensi melakukan hemodialisa sesuai
jadwal rutin atas saran dokter dan mengajarkan cara
10.00 membatasi cairan
37
A: Defisit nutrisi
P: Lanjutkan intervensi yang telah dibuat
I: Identifikasi status nutrisi, identifikasi alergi dan intoleransi
makanan, lakukan oral hygiene sebelum makan, kolaborasi
dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan jenis
nutrien yang dibutuhkan
E: Nafsu makan masih menurun
10.00 R: Menambahkan intervensi menyajikan makanan yang
disukai
15.00
38
Dx. 3 Defisit Nutrisi
S: Pasien mengatakan mual masih ada, namun asupan
makanan lebih banyak dari sebelumnya, nafsu makan mulai
membaik
O: Klien tampak masih lemah, mukosa bibir sudah membaik,
porsi makan meningkat dari sebelumnya
A: Defisit nutrisi
P: Lanjutkan intervensi yang sudah dibuat
I: Ajarkan diet yang di programkan, anjurkan makan sedikit
tapi sering
15.00 E: Mual masih ada
R: Kolaborasi pemberian obat antimetik untuk mengurangi
mual
39
3.6 Laporan Hasil Kumur Air Matang Untuk Mengurangi Haus
Tabel 3.8 Laporan hasil Kumur Air Matang Untuk Mengurangi Haus
No Tanggal Jam Waktu Pra-Intervensi Post-Intervensi Lama Menhan TTD
Terakhir (Skala haus) (Skala Haus) Haus
Minum
1. 06-12- 10.00 09.30 9 4 40 menit Ayu
2022 (haus berat) (haus sedang)
40
BAB IV
PEMBAHASAN
pasien Ny. R dengan diagnosa gagal ginjal kronik di ruang kencana Rumah Sakit
memiliki risiko terkena penyakit gagal ginjal karena pada perempuan lebih rentan
mengalami infeksi saluran kemih dan preeklamsia yang terjadi pada perempuan
hamil.. Selain itu didapatkan pula data usia pasien yaitu 52 tahun. Usia
mempengaruhi kinerja seluruh organ tubuh. Seseorang sesudah usia 40 tahun akan
terjadi penurunan laju filtrasi glomerulus secara progresif hingga usia 70 tahun,
kurang lebih 50% dari normalnya. Fungsi tubulus termasuk kemampuan reabsopsi
ginjal, sehingga banyak pasien gagal ginjal yang berusia lebih dari 40 tahun
(Novitasari, 2018).
Pasien didiagnosa penyakit ginjal kronis tiga tahun lalu, pasien langsung
merupakan salah satu terapi pengganti ginjal buatan dengan tujuan untuk
41
keseimbangan cairan dan elektrolit melalui selaput membrane semipermeabel
yang berperan sebagai ginjal buatan (Sofi, 2016). Pasien mengatakan memiliki
riwayat penyakit hipertensi sejak tujuh tahun lalu. Hipertensi menjadi penyebab
gagal ginjal kronis disebabkan oleh tekanan darah yang tinggi dapat merusak
pembuluh kapiler dalam glomerulus yang sering kali berkembang menjadi gagal
Masalah keperawatan utama yang muncul pada pasien ini adalah kelebihan
ekstremitas bawah kanan dan kiri. Tanda-tanda adanya penimbunan cairan antara
lain pergelangan kaki dan wajah membengkak (Muhammad, 2012). Pasien juga
pembatasan asupan cairan, maka akan mengakibatkan cairan menumpuk dan akan
berdasarkan keluhan yang dirasakan oleh pasien. Diagnosa tersebut antara lain
Ny. R mengeluh sesak napas dengan frekuensi napas 28x/ menit dan ada
penggunaan otot bantu napas. Pada pasien gagal ginjal kronis dapat terjadi
gangguan pada sistem pernapasannya. Efek gagal ginjal pada sistem pernapasan
seperti edema paru dapat disebabkan oleh overload cairan . Pernapasan dapat
42
Keluhan yang lain dirasakan oleh Ny. R yaitu mual dan muntah ketika
makan, nafsu makan pasien juga menurun. Akibatnya makanan yang masuk
menjadi lebih sedikit hal ini berdampak pada energi pasien yang melemah untuk
beraktivitas. Mual dan muntah yang terjadi pada pasien gagal ginjal kronik
disebabkan oleh peningkatan kadar ureum yang bersifat asam, hal ini merangsang
saraf parasimpatis nervus vagus yang bersama esophagus nervus vagus menembus
menunjukan hasil haemoglobin pasien 9,7 g/dl dibawah angka normal hemoglobin
yang mana ginjal merupakan organ yang menghasilkan hormon eritropoetin yang
pada pasien. Tujuan asuhan keperawatan pada pasien dengan penyakit gagal
ginjal kronis adalah tanda-tanda vital stabil, keseimbangan cairan tubuh tercapai,
43
tersebut telah hilang atau minimal, maka akan tercapai kemampuan perawatan diri
(Hidayati, 2013).
pemeriksaan tanda dan gejal hipervolemia, monitor intake dan output cairan,
batasi asupan cairan dan garam, menginggikan posisi kepala tempat tidur 30-40°,
monitor frekuensi, irama, kedalaman, dan upaya napas, auskultasi bunyi napas,
identifikasi status nutrisi, alergi dan intolenrasnsi makanan, serta makananan yang
disukai, melakukan oral hygiene sebelum makan, mengajarkan diet yang dapat
44
Implementasi pada diagnosa keperawatan intoleransi aktivitas yaitu
makanan.
dengan tingkah laku pasien (Hidayati, 2013). Hasil dari tindakan dalam proses
hipervolemia dapat teratasi pada hari kedua ditandai dengan berat badan pasien
kembali pada berat badan kering yaitu 55 kg tidak ada edema pada bagian
ektremitas, dan tidak ada asites. Hal ini bisa tercapai dengan melakukan
diagnosa keperawatan pola napas tidak efektif dapat teratasi pada hari kedua
ditandai dengan tidak ada sesak napas, tidak ada penggunaan otot bantu napas
serta frekuensi napas menjadi 22x/menit, SPO2: 97%, tekanan darah 140/80
Evaluasi diagnosa keperawatan defisit nutrisi dapat teratasi pada hari ketiga
di tandai dengan pasien mengatakan tidak mual, nafsu makan meningkat, porsi
diagnosa keperawatan intoleransi aktivitas dapat teratasi pada hari ketiga ditandai
dengan pasien tidak menrasa lelah dan lemah, pasien dapat beraktivitas dengan
45
mudah seperi berjalan dan hasil laboratorium hemoglobin meningkat menjadi 11,2
g/dl setelah mendapatkan tranfusi darah 2 labu di hari kedua setelah hemodialisa.
Pembatasan cairan pada pasien gagal ginjal kronis yang menjalani hemodialisis
Namun nyatanya pada pasien ini minum lebih banyak, jauh dari angka
pembatasan cairan. Menurut Suharyanto & Abdul (2013) aturan yang dipakai
putus asa sehinga memiliki risiko tidak patuh terhadap ketentuan terapi,
cairan dapat dilakukan dengan dua langkah yaitu mengontrol asupan cairan dan
utama dari sensasi haus pasien yang menjalani hemodialisa (Bayhakki, 2013) .
46
Kebanyakan dari pasien sudah mengetahui pembatasan cairan perlu
rasa tidak nyaman pada pasien. Oleh karena itu ada beberapa cara untuk
mengurangi rasa haus yang dirasakan oleh pasien sehingga dapat mengontrol
asupan cairan. Pasien dapat mengurangi rasa haus dengan cara menghindari
makanan asin dan pedas, menjaga suhu lingkungan tetap sejuk, berkumur
dan mengunyah permen karet untuk merangsang prosuksi air liur (Mclntyre,
2015).
Pada kasus ini pasien diberikan intervensi berkumur air matang yang
bertujuan untuk mengurangi rasa haus. Intervensi ini dilakukan selam 3 hari
sejak tanggal 6 hingga 8 Desember 2022. Pasien diberi air matang 25 ml untuk
berkumur selama 30 detik, setelah itu air bekas kumuran akan dibuang pada
gelas yang sudah disediakan. Skala haus pasien di ukur menggunakan visual
analog scale for thirsty dengan skala dari 0 tidak haus sama sekali hingga skala
10 haus berat. Lama waktu menahan rasa haus di ukur dengan menanyakan
lama pasien menahan haus dari waktu awal setelah selesai perlakuan sampai
pengkajian untuk mengetahui waktu terakhir kali pasien minum, skala haus
pasien, keluhan subjetif rasa haus pasien dan mengkaji mukosa bibir pasien.
Hasil pengkajian skala haus pasien sebelum intervensi yaitu ada pada skala
haus berat dan haus sedang. Asupan cairan seseorang dipengaruhi oleh
kebutuhan fisik, kebiasaan, adat istiadat, sosial ritual, penyakit, dan suhu
47
lingkungan (C. T. Siregar, 2020). Pada saat observasi suhu lingkungan yang
Salah satu tanda yang dapat dikaji ketika rasa haus muncul pada pasien
yaitu mukosa bibir kering. Keluhan rasa haus pasien didukung oleh tanda fisik
berupa mukosa bibir kering. Faktor yang mempengaruhi munculnya rasa haus
darah, membran dan mukosa mulut yang kering, angiotensi II, kehilangan
haus sedang dan haus ringan. Hasil observasi lama menahan haus pada pasien
yaitu 40 menit pada hari pertama, 95 menit pada hari kedua, dan 65 menit pada
hari ketiga dengan rata-rata lama menahan haus 67 menit. Hasil pengkajian
mukosa bibir setelah intervensi pada hari pertama sampai hari ketiga mukosa
bibir lembab. Keluhan subyektif setelah intervensi pasien mengenai rasa haus
yang dirasakan juga menurun. Pada hari pertama pasien mengatakan rasa
hausnya sedikit teratasi, pada hari kedua dan ketika pasien mengatakan tidak
merasa haus.
48
Hasil ini sesuai dengan penelitian(Armiyati & Mustofa, 2019) bahwa
kumur air matang dapat menurunkan rasa haus pada pasien gagal ginjal kronis
berkumur air matang dapat menrunkan rasa haus pada pasien dengan rata-rata
lama menahan haus pada pasien 1 yaitu 22 menit sedangkan pada pasien 2
yaitu 45 menit.
haus. Pada hari pertama terjadi peningkatam waktu menahan haus selama 10
menit, hari kedua dan ketiga 20 menit. Sensasi haus sering berupa kegiatan
perilaku seperti minum, timbul dari motivasi dan kognitif yang memunculkan
perilaku (Isroin, 2016). Haus akan segera hilang saat kita minum, hal ini
mencegah kita minum terlalu banyak dan menyediakan waktu untuk absorpsi
menggunakan intervensi kumur air matang untuk mengurangi rasa haus yang
dirasakan. Meskipun ada cara lain yang dapat mengurangi rasa haus pada
pasien gagal ginjal kronis.Namun kumur air matang cocok untuk pasien
dengan keluhan gigi sensitif karena suhu air meruapakan suhu ruang. Menurut
(Zahara, 2018) gigi sensitif dapat muncul akibat rangsangan seperti minuman
atau makanan terlalu dingin atau panas. Kasus gigi sensitif sering dijumpai
pada usia 20- 50 tahun, meskipun kasus ini juga dijumpai juga pada mereka
49
yang berusia lanjut. Jika dilihat dari usia pasien yaitu 54 tahun maka pasien ini
untuk merangsang otot-otot bibir, lidah dan pipi untuk berkontraksi. Adanya
saliva. Peningkatan produksi ini secara tidak langsung akan menurunkan rasa
haus.
Berkumur air juga dapat menjaga kebersihan mulut pasien penyakit ginjal
kronis. Pada pasien penyakit ginjal kronis memiliki bau mulut seperti amonia,
hal ini terjadi akibat dari tingginya kadar ureum yang dipecah menjadi amonia
halitosis atau bau mulut tidak sedap (Soraya et al., 2019) . Tips untuk
mengurangi bau mulut yang bisa dilakukan oleh pasien adalah menjaga
mengunyah permen karet bebas gula atau cengkih (Y. R. Wijayanti, 2014)
penulis tidak mengkaji berapa kali intervensi ini dilakukan oleh pasien secara
mandiri selama 24 jam karena penulis hanya mengobservasi satu kali saaat
50
kamar mandi atau wastafel untuk membuang air bekas kumur jika pasien
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
efektifitas intervensi kumur air matang untuk mengurangi haus, dapat disimpulak
sebagai berikut:
labu.
51
bawah kanan dan kiri. Hal ini disebabkan pasien tidak mematuhi
3. Manajemen rasa haus yang dilakukan beruipa kumur air matang selama
oleh pasien.
4. Dari hasil implementasi yang dilakukan, didapat hasil bahwa kumur air
matang efektif untuk menurunkan rasa haus yang dirasakan oleh pasien,
yang pada awalnya skala haus berada di skala berat menurun menjadi
skala sedang dan ringan yang diukur menggunakan Visual Analog Sacle
setelah implementasi.
5.2 Saran
Berdasarkan simpulan diatas, peneliti dapat memberikan saran sebagai
berikut :
Peneliti menyarankan solusi salah satu cara untuk mengatasi rasa haus
yang terjadi akibat pembatatasan cairan bagi pasien penyakit gagal ginjal
Penelitian ini menjadi salah satu sumber informasi agar Rumah sakit
52
rasa haus yang ditimbulkan dari pembatasan cairan dengan menyediakan
sesi konseling untuk terapi diet dan pembatasan cairan bagi pasien.
DAFTAR PUSTAKA
http://jurnal.mercubaktijaya.ac.id/index.php/mercusuar
Anita, D. C. (2020). Penilaian Status Gizi Pasien Gagal Ginjal Kronis Melalui
Anwar, S. (2019). pra dan pasca hemodialisa pada pasien dengan penyakit ginjal
Arfany, N. W., Armiyati, Y., Argo, M., Kusuma, B., Mengunyah, E., Karet, P.,
53
https://doi.org/10.26714/mki.2.1.2019.38-48
Bayhakki. (2013). Seri Asuhan Keperawatan Klien Gagal Ginjal Kronik. EGC.
Carey, S., Waller, J., Yueming, L., Ms, W., & Ferrie, S. (2021). Qualifying thirst
Colvy, J. (2013). Gagal Ginjal: Tips Cerdas Mengenali & Mencegah Gagal
Fitriana, E., Herlina, S., Studi, P., Keperawatan, S., & Kesehatan, F. I. (2019).
Guyton, & Arthur. (2012). Fisiologi Manusia Dan Mekanisme Penyakit (P.
EGC.
Husain, F., & Silvitasari, I. (2020). Jurnal Ilmiah Kesehatan 2020 Jurnal Ilmiah
Kusuma, dkk. (2019). Buku Panduan Mengenal Penyakit Ginjal Kronis Dan
54
ipusnas.id
Lestari, W., Asyrofi, A., Prasetya, H. A., Studi, P., Keperawatan, I., Studi, P.,
Liyanage, T., Toyama, T., Hockham, C., Ninomiya, T., Perkovic, V., Woodward,
https://doi.org/10.1136/bmjgh-2021-007525
Disease. 2. https://doi.org/10.36082/jhcnv2i1.353
Najikhah, U. (2020). Penurunan Rasa Haus Pada Pasien Chronic Kidney Disease
https://doi.org/10.26714/nm.v1i2.5655
55
Ratnasari, D., & Isnaini, N. (2020). Hubungan Lama Hemodialisa dengan Status
Nutrisi Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik Di Ruang Hemodialisa. 6(1), 16–
23.
Deep Publish.
Siregar, G. L., & Tambunan, E. H. (2023). Quality of life, chronic kidney disease,
hemodyalisis C. 1–9.
Soraya, S., Ramayani, O. R., Siregar, R., & Siregar, B. (2019). Kelainan Gigi dan
160–164. https://doi.org/10.15562/ism.v11i1.680
Brawijaya Press.
56
Lampiran 1
57
3) Menjelaskan prosedur kegiatan
4) Kontrak waktu
5) Memberikan kesempatan kepada responden untuk
bertannya
3. Tahap Kerja
1) Posisikan klien dengan nyaman (semifowler)
2) Lakukan pengkajian sebelum tindakan
a. Kaji kapan pasien terakhir minum
b. Kaji skala haus dengan VAS for thirsty
c. Kaji keadaan mukosa bibir
d. Kaji keluhan subjektif rasa haus pasien
3) Dekatkan alat yang digunakan
4) Pasien meminum air matang sebanyak 25 ml lalu
berkumur selama 30 detik
5) Pasien mengeluarkan kembali air matang setelah
berkumur pada gelas yang sudah disediakan
4. Tahap Evaluasi
1) Lakukan pengkajian sesudah tindakan
a. Kaji lama menahan haus
b. Kaji skala haus dengan VAS for thirsty
c. Kaji keadaan mukosa bibir
d. Kaji keluhan subjektif rasa haus pasien
2) Catat hasil tindakan
3) Salam penutup
58
Lampiran 2
Foto Kegiatan
59
60