Anda di halaman 1dari 23

PROPOSAL PENELITIAN

“PENGARUH MEDIA SOSIAL TERHADAP TUMBUHNYA SIKAP ASOSIAL TERHADAP


MAHASISWA (STUDI DESKRIPTIF SISWA-SISWI SMPK MARSUDIRINI
DETUSOKO.KAB.ENDE )

NAMA : OKTAVIANUS R.MBELU

NIM :1903030060

JURUSAN SOSIOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS NUSA CENDANA


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Perkembangan media sosial membuat kinerja menjadi lebih cepat, tepat, akurat
sehingga dapat meningkatkan produktivitas yang dihasilkan. Adapun media sosial yang
sering digunakan pada saat ini adalah Facebook, Twitter, Instagram, Path, Tumblr, Tiktok
dan media sosial yang lainnya. Salah satu pengguna media sosial sekarang adalah pelajar,
karena dengan menggunakan media sosial pelajar dapat dengan mudah berkomunikasi
jarak dekat maupun jarak jauh tanpa harus bertatap muka atau bertemu. Media sosial bagi
para pelajar merupakan hal yang penting tidak hanya sebagai tempat memperoleh
informasi yang menarik tetapi juga sudah menjadi lifestyle atau gaya hidup. Media sosial
bagi para pelajar biasanya di gunakan untuk mengekspresikan diri, berbagi segala tentang
dirinya kepada banyak orang terutama teman-teman dan media sosial juga bisa di jadikan
sebagai tempat untuk menghasilkan uang. Kini sosial media sudah menjadi faktor penting
interaksi bagi manusia. Ditambah lagi dengan munculnya smartphone yang menyediakan
kebebasan bersosial media dan provider yang menyediakan murahnya layanan media
sosial. Hal ini jelas mengakibatkan remaja khususnya para pelajar melupakan akan
batasan-batasan pergaulan yang seharusnya mereka ketahui. Besarnya dampak media
sosial tidak hanya memberikan dampak postif tetapi juga memberikan dampak negatif
kepada manusia terutama dampaknya bagi interaksi sesama manusia yang saat ini telah di
pengaruhi media sosial. Media sosial sedikit demi sedikit membawa kita ke suatu pola
budaya yang baru dan mulai menentukan pola pikir kita. Media sosial dapat membuat
seseorang menjadi ketergantungan terhadap media sosial.

Hampir setiap remaja di Kota Ende khususnya di Kecamatan Detusoko memiliki


smartphone yang menghubungkan mereka dengan media sosialnya. Jika kita melihat
keseharian remaja ketika mereka sepulang dari sekolah, ketika mereka berkumpul,
mereka akan lebih tertarik kepada media sosial yang mereka miliki daripada berinteraksi
dengan teman-teman yang ada dihadapan mereka. Hal ini dapat menghambat terjadinya
kerjasama dengan teman lainnya. Setidaknya dari satu remaja memiliki satu akun
dibeberapa media sosial. Kebanyakan dari mereka hanya membuka timeline yang
tersedia media sosialnya atau memposting status, foto, komentar, ada pula sebagian dari
mereka yang menonton video atau bahkan mereka berinteraksi melalui game online. Saat
ini media sosial yang sedang digandrungi oleh remaja adalah Instagram, Youtube dan
Game Online, dan yang paling di gemari para remaja saat ini khususnya para anak-anak
perempuan yaitu Tiktok, namun tidak menutupi kemungkinan bahwa ada juga yang laki-
laki, hal tersebut dapat dilihat dari aktivitas media sosial mereka ketika sedang
menggunakan smartphone.

Media sosial merupakan situs dimana seseorang dapat mebuat web page pribadi dan
terhubung dengan setiap orang yang tergabung dalam media sosial yang sama untuk
berbagi informasi dan melakukan komunikasi. Jika media tradisional menggunkan media
cetak dan media broadcast, maka media sosial menggunakan internet. Media sosial
mengajak siapa saja yang tertarik untuk bergabung dna berpartisipasi dengan
memberikan feedback secara terbuka, memberi komentar, serta memberi informasi dalam
waktu yang cepat dan tak berbatas. Media sosial menghapus batasan-batasan dalam
bersosialisasi. Didalam media sosial tidak ada batasan ruang dan waktu, mereka dapat
berkomunikasi kapanpun dan dimanapun mereka berada. Tidak dpaat dipungkiri bahwa
media sosial mempunyai pengaruh yang besar dalam kehidupan seseorang. Seseorang
yang asalnya kecil menjadi besar dengan adanya media sosial, begitupun sebaliknya.
Kalangan remaja yang mempunyai media sosial biasanya memposting kegiatan
pribadinya, curhatannya, serta foto-foto bersama teman-teman dan keluarga. Dalam
media sosial siapapun dapat dengan bebas berkomentar serta menyalurkan pendapatnya
tapa rasa khawatir. Hal ini dikarenkan dalam internet khususnya media sosial sangat
mudah memalsukan identitas atau jati diri untuk melakukan suatu tindakan kejahatan.
Padahal dalam perkembangan sekolah, remaja berusaha mencari identitasnya dengan
bergaul bersama teman-teman sebayanya. Namun saat ini seringkali remaja yang
beranggapan bahwa semain aktif dirinya di media sosial makak mereka akan dianggap
semakin keren dan gaul. Sedangkan remaja yang tidak mempunyai media sosial biasanya
dianggap kuno atau ketinggalan jaman dan kurang gaul.
(Dwipayan, 2013) Menurut (Putri, Nurwati, & S., 2016) dalam jurnalnya, kata remaja
bersal dari kata bahasa latin adolescere yang artinya tumbuh atau tumbuh dewasa. Istilah
ini mempunyai arti yang sangat luas lagi yang mencakup kematangan mental, emosional,
sosial, fisik. Masa remaja menujukan dengan jelas sifat transisi yang dialami anak. Masa
remaja merupakan masa transisi sebab pada saat itu, seseorang telah mennggalkan masa
kanak-kanak namun ia juga belum memasuki masa dewasa. Kalangan remaja yang
menjadi hiperaktif di media sosial ini juga memposting kegiatan sehari-hari yang seakan
menggambarkan kehidupan yang dijalani mereka mencoba mengikuti perkembangan
jaman. Namun apa yang mereka posting di media sosial tidak selalu menggambarkan
tentang keadaan mereka yang sebenarnya. Ketika para remaja tersebut memposting sisi
hidup nya yang penuh kesenagan, tidak jarang kenyataannya malah sebaliknya atau
mereka merasa kesepian. Manusia sebagia aktor yang kreatif mampu menciptakan
berbagai hal, salah satunya adalah ruang interaksi dunai maya. Setiap individu
menampilakn karakter diri yang berbeda ketika berada didunia maya dengan di dunia
nyata. Penggunaan media sosial itu sendiri tidak terlepas dari dampak positif dan dampak
negatif.

Dampak positif yang dihadirkan media sosial adalah dengan mempermudah komunikasi
tanpa keterbatasan ruang dan waktu dengan siapa saja. Hal ini dapat membuat pengguna
mudah untuk membangun relasi sosialnya di dunia maya. Keterbukaan informasi yang
akurat dan cepat menjadi keunggulan dari media sosial ini. Bagi remaja sekarang ini
media sosial dapat menjadi wadah untuk mengekpresikan kreativitas mereka untuk dilihat
diapresiasi oleh orang lain. Disisi lain kita tidak dapat menghindari dampak negatif yang
ditimbulkan. Terkadang keunggulan-keunggulan yang ditawarkan media sosial dapat
menimbulkan kecanduan. Kecanduan atau ketergatungan tersebut bermula ketika mereka
merasa bahwa mereka tidak dapat hidup tanpa media sosial bahkan terkesan
mendewakannya karena dirasa sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan sosialnya.
Pembentukan karakter dan sikap pun dapat menjadi dampak negatif dari media sosial
contohnya sikap asosial. Biasanya mereka tidak mempunyai motif untuk berinteraksi
secara langsung dengan lingkungan sekitarnya dan lebih mengutamakan kepentingannya
sendiri daripada orang. Mereka lebih memilih untuk menarik diri dari lingkungan sosial
dan cenderung kurang peka terhadap keadaan sekitar mereka di dunia nyata dan bersikap
individualis, cenderung egois dengan hanya mementingkan diri sendiri, selain itu norma
dan nilai yang berlaku mereka abaikan. Kekhawatiran tersebut sempat diungkapankan
oleh Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Asrorun Niam Sholeh,
menurutnya kemajuan teknologi komunikasi khususnya dunia digital akan memunculkan
sikap asosial bagi penggunanya, hal tersebut memerlukan perhatian khusus dari orang
dewasa (Adit, 2016).Seringkali kita temukan remaja yang melanggar nilai dan norma
khususnya disekolah, mulai dari bermain smartphone ketika waktu belajar mengajar,
kurangnya sopan santun terhadap guru, berbohong, bahkan mereka berani untuk merokok
dilingkungan sekolah. Pada tingkat yang ekstsrem, sikap asosial ini dapat menimbulkan
kriminalitas mulai dari penipuan hingga penculikan. Saat ini, seringkali ditemukan
pengawasan yang kurang terhadap penggunaan media sosial oleh orang tua. Orang tua
yang sibuk dengan pekerjaannya akan membiarkan anak tenggelam dalam dunia maya
tanpa memperhatikan kemampuan sosialisasi anak di dunia nyata yang akan berdampak
kepada kehidupan sosialnya kelak. Inilah yang menjadi salah satu alasan hadirnya
dampak negatif media sosial itu sendiri. Seorang anak merasa nyaman dengan dunia
maya nya karena mereka menemukan apa yang tidak mereka dapatkan di kehidupan
nyatanya, seperti mendapat pengakuan, merasa lebih di dengar, lebih dihargai, atau
bahkan seorang anak merasa kehidupan sosial nya sudah terpenuhi dengan
menjalankannya di dunia maya karena mereka dapat melakukan berbagai aktivitas dan
mendapatkan berbagai hal yang sama di dunia nyata.

Alasan yang demikianlah yang menyebakan timbulnya kecanduan terhadap penggunaan


media sosial, menjadikan anak introvert bahkan menjadi asosial karena lebih memilih
untuk menghabiskan waktunya sendiri di dunia nyata. Hal ini sangat disayangkan apabila
mengingat merekalah yang disiapkan untuk menjadi generasi emas dalam meningkatkan
kualitas sumber daya manusia bagi Indonesia. Generasi Emas sendiri merupakan generasi
penerus bangsa yang berkualitas, berkarakter, cerdas, dan kompetitif. Mereka memiliki
karakter dengan moral yang baik dalam menetukan masa depan berlandaskan sikap dan
pola pikir serta kecerdasan yang dimilikinya. Generasi ini memiliki optimisme, rasa
kompetitif dan rasa percaya diri yang tinggi. Penenaman karakter generasi emas ini
dibentuk ketika individu sedang dalam masa-masa pertumbuhan dan perkembangan,
dalam proses ini pengembangan dan pembentukan diri berlangsung secara terus menerus.
Mereka seharusnya mempunyai jiwa kepahlawanan dalam menghadapi generasi milenial
dengan berbagai teknologinya. Jiwa kepahlawanan tersebut dapat terpelihara melalui
setiap tindakan yang dilakuakn tanpa merasa pamrih, dan tidak mengharapkan pujian dari
tindakannya tersebut (Suryadi, 2017).

Dalam penelitian ini peneliti memilih SMPK Marsudirini Detusoko karena penggunaan
media sosial merupakan kegiatan yang dilakukan setiap hari oleh siswa-siswanya,
disamping itu dapat dikatakan bahwa hampir semua siswanya memiliki smartphone yang
canggih dan terbaru dengan berbagai fasilitas-fasilitas yang mendukung kegiataannya
dalam menggunakan media sosial. Hal inilah yang memotivasi peneliti untuk mengkaji
bagaimanakah dampak dari penggunaan media sosial terhadap tumbuhnya sikap asosial
dalam diri remaja. Karena remaja merupakan masa dimana peralihan dari anak-anak
menuju dewasa, dimana mereka membutuhkan interaksi sosial dan bergaul dengan
lingkungan sekitarnya untuk membantunya mecari jati diri nya dan kehidupan sosialnya.
Bedasarkan uraian diatas, maka peneliti tertarik mengangkat judul “Pengaruh Media
Sosial Terhadap Tumbuhnya Sikap Asosial Remaja (Studi Deskriptif : Siswa/I SMPK
Marsudirini Detusoko) ”

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis mengajukan masalah pokok penelitian,
yaitu : “Bagaimana pengaruh penggunaan media sosial terhadap tumbuhnya sikap asosial
pada remaja?” Agar penelitian dapat mencapai sasaran dan sesuai dengan tujuan yang
diharapkan, peneliti perlu menjabarkan masalah pokok tersebut kedalam beberapa sub-
sub masalah sebagai berikut :

1. Seberapa besar tingkat penggunaan media sosial siswa SMPK MARSUDIRINI Detusoko
?
2. Seberapa besar tingkat sikap asosial yang dialami oleh remaja ?
3. Seberapa tinggi pengaruh media sosial terhadap tumbuhnya sikap asosial pada remaja ?

1.3 TUJUAN PENELITIAN


1. Tujuan Umum Secara umum, tujuan dari dilakukannya penelitian ini adalah untuk
mendapatkan gambaran mengenai bagaimana pengaruh penggunaan media sosial
terhadap tumbuhnya sikap asosial pada remaja.
2. Tujuan Khusus Tujuan yang hendak dicapai peniliti berdasarkan latar belakang dan
masalah tersebut secara khusus adalah :
1) Mengidentifikasi seberapa tinggi tingkat penggunaan media sosial siswa SMPK
Marsudirini Detusoko
2) Mengidentifikasi seberapa tinggi sikap asosial yang dialami oleh remaja.
3) Mengidentifikasi seberapa besar pengaruh media sosial terhadap sikap asosial remaja

1.4 MANFAAT PENELITIAN

1) Secara teoritis
Peneliti berharap dengan dilakukannya penelitian ini dapat memberikan kontribusi bagi
dunia pendidikan serta menambah pengetahuan dalam bidang ilmu sosiologi, khususnya
sosiologi komunikasi mengenai pengaruh dari media sosial terhadap tumbuhnya sikap
asosial pada remaja.
2) Secara praktis
a. Bagi penulis, penelitian yang dilakukan mengenai pengaruh dari media sosial
terhadap tumbuhnya sikap asosial pada remaja dapat menambah wawasan penulis.
b. Bagi masyarakat, penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai pengaruh
dari media sosial terhadap tumbuhnya sikap asosial pada remaja.
c. Bagi pendidikan, penelitian ini dapat memberikan informasi guna meningkatkan
kualitas peserta didik atau remaja serta sebagai media informasi dan menambah
ilmu pengetahuan dalam bidang kajian Sosiologi Komunikasi, khususnya
mengenai pengaruh dari media sosial terhadap tumbuhnya sikap asosial pada
remaja.
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 KONSEP MEDIA SOSIAL

2.1.1 Pengertian Media Sosial

Media social (Social Networking) adalah sebuah media online dimana para penggunanya
bisa dengan mudah berpartisipasi, berbagi, dan menciptakan isi meliputi blog, sosial
network atau jejaring sosial, wiki, forum dan dunia virtual. Blog, jejaring sosial dan wiki
mungkin merupakan bentuk media sosial yang paling umum digunakan oleh masyarakat
di seluruh dunia. Andreas Kaplan dan Michael Haenlein mendefinisikan media sosial
sebagai "sebuah kelompok aplikasi berbasis internet yang membangun di atas dasar
ideologi dan teknologi Web 2.0 , dan yang memungkinkan penciptaan dan pertukaran
user-generated content". Sementara jejaring sosial merupakan situs dimana setiap orang
bisa membuat web page pribadi, kemudian terhubung dengan temanteman untuk berbagi
informasi dan berkomunikasi. Jejaring sosial terbesar antara lain Facebook, Myspace, dan
Twitter. Jika media tradisional menggunakan media cetak dan media broadcast, maka
media sosial menggunakan internet. Media sosial mengajak siapa saja yang tertarik untuk
berpertisipasi dengan memberi kontribusi dan feedback secara terbuka, memberi
komentar, serta membagi informasi dalam waktu yang cepat dan tak terbatas.

2.1.2 Macam-Macam Media

Sosial Teknologi media sosial sekarang ini memiliki berbagai bentuk seperti misalnya
majalah digital, forum internet, weblog, blog sosial, wiki, jejaring sosial, podcast, foto
atau gambar, video, rating dan bookmark sosial. Masing-masing memiliki kelebihannya
senidiri seperti bloggin, berbagai gambar atau foto, video blogging, wall-posting, berbagi
musik atau lagu, chatting, bahkan VoIP atau Voice over IP, an sebaginya. Macam-
Macam Jejaring Sosial – Jenis Media Sosial Berikut di bawah ini klasifikasi macam-
macam jejaring sosial berdasarkan fungsi dan kegunaannya:

a. Konten kabolarasi (contohnya, Wikipedia)


b. Blog dan microblog ( contohnya, Twitter)
c. Situs jejaring sosial ( contohnya, Digg)
d. Konten video (contohnya, Youtube)
e. Situs jejaringan sosial (contohnya, Facebook)
f. Game dunia maya (contohnya, World of Warcraft)
g. Sius dunia sosial virtual ( contohnya, Second Life)

2.2 KONSEP REMAJA

2.2.1 Pengertian Remaja

Remaja berasal dari kata lain adolensence yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi
dwasa. Istilah adolensence mempunyai arti yang lebih luas lagi yang mencakup
kematangan mental, emosional sosial dan fisik (Hurlock, 1992).

2.2.2 Tahap Perkembangan Remaja

Batasan usia remaja yang umum digunakan oleh para ahli adalah 12 antara 21 tahun.
Rentang waktu usia remaja ini biasanya dibedakan atas tiga, yaitu 12-15 tahun = masa
remaja awal, 15-18 tahun = masa remaja pertengahan, dan 18-21 tahun = masa remaja
akhir. Tetapi Monks, Knoers, dan Handitono membedakan masa remaja menjadi empat
bagian, yaitu masa pra-remaja 10-12 tahun, masa remaja awal 12-15 tahun, masa remaja
pertengahan 15-18 tahun, dan masa remaj akhir 18-21 tahun. Masa eremaja adalh
peralihan dari masa anak dengan dewasa yang mengalami perkembangan semua
aspek/fungsi untuk memasuki masa dewasa.

2.2.3 Ciri-ciri Remaja

a. Pertumbuhan fisik mengalami perubahan dengan cepat, lebih cepat dibandingkan


dengan masa anak-anak dan masa dewasa.
b. Perkembangan seksual mengalami perkembangan yang kadang-kadang
menimbulkan masalah dan menjadi penyebab timbulnya perkelahian, bunuh diri
dan sebagainya.
c. Cara berfikir causatif menyangkut hubungan sebab dan akibat. Misalnya remaja
duduk di depan pintu, kemudian orang tua melarangnya sambil berkata “pantang”.
Andai yang dilarang itu anak kecil, pasti ia akan menuruti perintah orang tuanya,
tetapi remaja yang dilarang itu akan mempertanyakan mengapa ia tidak boleh
duduk di depan pintu.
d. Keadaan emosi remaja masih labil karena erat hubungannya dengan keadaan
hormon. Suatu saat ia bisa sedih sekali, dilain waktu ia bisa marah sekali.
e. Mulai tertarik pada lawan jenis Dalam kehidupan sosial remaja, mereka lebih
tertarik pada lawan jenisnya dan mulai pacaran.
f. lingkungan Pada masa ini remaja mulai mencari perhatian lingkungannya,
berusaha mendapatkan status dan peran seperti melalui kegiatan remaja di
kampung-kampung.
g. Terikat dengan kelompok Remaja dalam kehidupan sosialnya tertarik pada
kelompok sebayanya sehingga tidak jarang orang tua duakan sedangkan
kelompoknya dinomor satukan.

2.3 KONSEP SIKAP

2.3.1 Pengertian Sikap

Sikap adalah salah satu istilah bidang psikologi yang berhubungan dengan persepsi dan
tingkah laku. Istilah sikap dalam bahasa Inggris disebut attitude. Attitude adalah suatu
cara bereaksi terhadap suatu perangsang. Suatu kecenderungan untuk bereaksi terhadap
suatu perangsang atau situasi yang dihadapi. Menurut kamus bahasa Indonesia oleh
W.J.S. Poerwodarminto pengertian sikap adalah perbuatan yang didasari oleh keyakinan
berdasarkan norma-norma yang ada di masyarakat dan biasanya norma agama. Namun
demikian perbuatan yang akan dilakukan manusia biasanya tergantung apa
permasalahannya serta benar-benar berdasarkan keyakinan atau kepercayaannya masing-
masing. Ellis mengemukakan bahwa sikap melibatkan beberapa pengetahuan tentang
sesuatu. Namun aspek yang esensial dalam sikap adalah adanya perasaan atau emosi,
kecenderungan terhadap perbuatan yang berhubungan dengan pengetahuan. Dari
pengertian yang dikemukakan oleh Ellis, sikap melibatkan pengetahuan tentang sesuatu
termasuk situasi. Situasi di sini dapat digambarkan sebagai suatu objek yang pada
akhirnya akan mempengaruhi perasaan atau emosi dan kemudian memungkinkan
munculnya reaksi atau respons atau kecenderungan untuk berbuat.
Dalam beberapa hal, sikap adalah penentu yang paling penting dalam tingkah laku
manusia. Sebagai reaksi maka sikap selalu berhubungan dengan dua alternatif yaitu
senang (like) dan tidak senang (dislike) untuk melaksanakan atau menjauhinya. Dengan
demikian pengetahuan tentang sesuatu adalah awal yang mempengaruhi suatu sikap yang
mungkin mengarah kepada suatu perbuatan. Sikap juga diartikan sebagai "suatu konstruk
untuk memungkinkan terlihatnya suatu aktivitas." Pengertian sikap itu sendiri dapat
dipandang dari berbagai unsur yang terkait seperti sikap dengan kepribadian, motif,
tingkah laku, keyakinan dan lain-lain. Namun dapat diambil pengertian yang memiliki
persamaan karakteristik; sikap ialah tingkah laku yang terkait dengan kesediaan untuk
merespon objek sosial yang membawa dan menuju ke tingkah laku yang nyata dari
seseorang. Hal itu berarti suatu tingkah laku dapat diprediksi apabila telah diketahui
sikapnya. Walaupun manifestasi sikap itu tidak dapat dilihat langsung tapi sikap dapat
ditafsirkan sebagai tingkah laku yang masih tertutup. Setiap orang mempunyai sikap yang
berbeda-beda terhadap sesuatu objek. Ini disebabkan oleh berbagai faktor yang ada pada
individu masing-masing seperti adanya perbedaan dalam bakat, minat, pengalaman,
pengetahuan, intensitas, perasaan dan juga situasi lingkungan.

Demikian juga sikap seseorang terhadap sesuatu yang sama mungkin saja tidak sama.
Banyak sosiolog dan psikolog memberi batasan bahwa sikap merupakan kecenderungan
individu untuk merespon dengan cara yang khusus terhadap stimulus yang ada dalam
lingkungan sosial. Sikap merupakan suatu kecenderungan untuk mendekat atau
menghindar, posotitif atau negatif terhadap berbagai keadaan sosial, apakah itu institusi,
pribadi, situasi, ide, konsep dan sebagainya.Gagne menambahkan bahwa sikap
merupakan suatu keadaan internal (internal state) yang mempengaruhi pilihan tidakan
individu terhadap beberapa obyek, pribadi, dan peristiwa.Sedangkan menurut Saefudin
Azwar, sikap adalah salah satu unsur kepribadian yang harus dimiliki seseorang untuk
menentukan tindakannya dan bertingkah laku terhadap suatu objek disertai dengan
perasaan positif dan negatif. Kemudian para pakar psikologi mendisfungsikan sikap
adalah suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan. Dan formulasi sikap itu dikaitkan
sebagai afek positif dan afek negatif yang dikaitkan dengan suatu obyek psikologis.3
Jadi sikap itu berhubungan dengan perasaan seseorang terhadap obyek bukan tindakan,
dimana perasaan ada kalanya positif dan ada kalanya negatif. Definisi tersebut melihat
sikap dari sudut pandang evaluasi. Dengan demikian, sikap adalah suatu sistem evaluasi
positif atau negatif, yakni suatu kecenderungan untuk menyetujui atau menolak. Sikap
positif akan terbentuk apabila rangsangan yang datang pada seseorang memberi
pengalaman yang menyenangkan. Sebaliknya sikap negatif akan timbul, bila rangsangan
yang datang memberi pengalaman yang tidak menyenangkan. Perbedaan sikap
berhubungan dengan derajat kesukaan atau ketidaksukaan seseorang terhadap obyek yang
dihadapi, atau dengan kata lain sikap menyangkut kesiapan individu untuk bereaksi
terhadap obyek tertentu berdasarkan konsep penilaian positif-negatif. Oleh karena itu,
sikap merupakan pernyataan evaluatif, baik yang menguntungkan maupun tidak
menguntungkan mengenai obyek, orang atau peristiwa. Ahli lain di bidang psikologi
sosial dan psikologi kepribadian mempunyai konsep lain tentang sikap, yaitu, ”sikap
merupakan semacam kesiapan untukbereaksi terhadap suatu obyek dengan cara-cara
tertentu.”4 Kesiapan dalam definisi ini ditafsirkan sebagai suatu kecenderungan potensial
untuk bereaksi apabila individu dihadapkan pada suatu stimulus atau rangsangan yang
menghendaki adanya respon. Jadi, dapat dikatakan bahwa sikap sebagai respon, hal ini
didasari oleh proses evaluasi dalam diri individu yang pada akhirnya akan memberikan
kesimpulan berupa nilai terhadap stimulus dalam bentuk baik atau buruk - positif atau
negatif, menyenangkan atau tidak menyenangkan, suka atau tidak suka yang kemudian
mengkristal atau tidak sebagai potensi reaksi terhadap obyek. Dengan demikian, sikap
merupakan aspek perilaku yang dinamis, bisa berubah, dibentuk atau dipengaruhi.
Kondisi lingkungan dan situasi disuatu saat dan disuatu tempat tidak disangsikan
berpengaruh terhadap pernyataan sikap seseorang. Dalam keadaan terancam
keselamatannya secara langsung atau tidak langsung seseorang akan cenderung
menyatakan sikap yang dapat menyelamatkan dirinya walaupun tidak sesuai dengan hati
nuraninya. Kadang-kadang seseorang menunjukan sikap yang sesuai dengan harapan
orang lain, sekalipun tidak sesuai dengan isi hatinya disebabkan adanya tujuan-tujuan
tertentu yang ingin dicapainya. Sikap baru memiliki makna apabila ia ditampakkan dalam
bentuk perilaku baik lisan maupun perilaku perbuatan.

2.3.3 Komponen Sikap


Secara umum, dalam berbagai referensi, sikap memiliki 3 komponen yakni: kognitif,
afektif, dan kecenderungan tindakan (Morgan dan King, 1975; Krech dan Ballacy, 1963,
Howard dan Kendler 1974, Gerungan, 2000). Komponen kognitif merupakan aspek sikap
yang berkenaan dengan penilaian individu terhadap obyek atau subyek. Informasi yang
masuk ke dalam otak manusia, melalui proses analisis, sintesis, dan evaluasi akan
menghasilkan nilai baru yang akan diakomodasi atau diasimilasikan dengan pengetahuan
yang telah ada di dalam otak manusia. Nilai - nilai baru yang diyakini benar, baik, indah,
dan sebagainya, pada akhirnya akan mempengaruhi emosi atau komponen afektif dari
sikap individu. Oleh karena itu, komponen afektif dapat dikatakan sebagai perasaan
(emosi) individu terhadap obyek atau subyek, yang sejalan dengan hasil penilaiannya.
Sedang komponen kecenderungan bertindak berkenaan dengan keinginan individu untuk
melakukan perbuatan sesuai dengan keyakinan dan keinginannya. Sikap seseorang
terhadap suatu objek atau subjekdapat positif atau negatif. Manifestasikan sikap terlihat
dari tanggapan seseorang apakah ia menerima atau menolak, setuju atau tidak setuju
terhadap objek atau subjek.

2.3.4 Sikap Asosial

Asosial adalah tidak memiliki rasa sosial. Tidak mempunyai perasaan kerukunan dalam
masyarakat karena terlalu memikirkan kepentingan diri sendiri. Desocialization arau
asocial adalah hilangnya nilai-nilai dan norma-norma sosial individu karena factor-faktor
eksternal. Desocialization disertai dengan keterasingan dari kelompok mereka atau
masyarakat.

Asosial mengacu pada kuranganya motivasi yang kuat untuk terlibat dalam interaksi
sosial atau preferensi untuk kegiatan sosial. Psikolog menggunakan sinonim nonsocial
( tidak sosial ) dan tidak ketertarikan sosial. Asosial berbeda dari anti sosialsebagai yang
terakhir menyiratkan ketidaksukaan aktif atau antagonisme terhadap orang lain atau
tatanan sosial umum. Asosialisasi berbeda dengan membenci orang.

Asocial tidak selalu dianggap sebagai suatu sifat benar-benar negative oleh masyarakat,
karena mengekspresikan asosialitastelah digunakan sebagai cara untuk mengekspresikan
kebebasan pikiran dari ide-ide yang berlaku ( perbedaan pendapat). Mengekspresikan
asociality juga dapat digunakan sebagai bentuk humor untuk menunjukan masalah,
misalnya digunakan untuk menunjuk berlebihan dari layanan jarongan sosial.

Asocial juga merupakan proses dimana suatu pengelaman seorang penulis individu yang
memiliki kerugian atau kekurangan dan kehilangan atas kekuasaan atau prestise yang
terkait. Individu yang mengalami kehilangan identitas sosial yang mengakibatkan krisis
identitas, hilangan status sebaya, kehilangan citra diri dan harga diri, dan mengalami
kesulitan menemukan kegiatan pengganti atau kelompok sosial yang sesuai dengan yang
lain.

a. Gangguan Bipolar
Merupakan salah satu diantara gangguan mental yang serius dan dapat menyerang
seseorang, sifatnya melumpuhkan disebut mania - depresi (Parks, 2014).
Gangguan bipolar sering dikaitkan dengan gangguan yang memiliki ciri yaitu naik
turunnya mood, aktifitas dan energi (Mintz, 2015). Kekambuhan sering terjadi
dan akan mengganggu fungsi sosial, pekerjaan, perkawinan bahkan meningkatkan
risiko bunuh diri (Amir et al., 2012). Keadaan emosional orang dengan gangguan
bipolar ekstrim dan intens yang terjadi pada waktu yang berbeda, atau bisa
disebut mood. Episode ini dikategorikan sebagai mania, hipomania, episode
campuran dan depresi (Ahuja, 2011). Menurut Aliansi Gangguan Kejiwaan
Nasional (NAMI), bipolar adalah gangguan yang ditandai oleh perubahan mood
atau suasana perasaan yang parah. Gangguan Bipolar ini juga sering disebut
gangguan unipolar (depresi berat), dimana perubahan suasana hati hanya di satu
kutub saja namun dibandingkan dengan bipolar adalah perubahan suasana hati
terjadi diantara dua kutub yang tinggi dan rendah (Parks, 2014).

2.4 TEORI KETERGANTUNGAN MEDIA

Teori ketergantungan media komunikasi adalah teori tentang massa yang


membahas ketergantungan dalam penggunaan media. Menurut Sandra Ball
Rokeach dan Melvin DeFleur Asumsi dari teori ini menyatakan bahwa semakin
seseorang tergantung pada suatu media untuk memenuhi kebutuhannya, maka
media tersebut menjadi semakin penting untuk orang itu.
Teori ketergantungan mengatakan bahwa seseorang akan tergantung pada media dengan
tujuan memenuhi kebutuhannya. Media akan menjadi lebih penting untuk individu
tersebut apabila media itu dapat memenuhi kepentingan penggunaanya. Media juga akan
memiliki pengaruh lebih banyak dan kekuasaan atas individu tersebut. Jika seseorang
sangat tergantung pada media untuk informasi, dan media adalah satu-satunya sumber
orang itu untuk informasi, maka mudah untuk mengatur agenda public atau hal informasi,
maka mudah untuk mengatur agenda public atau hal yang akan di anggap penting bagi
publik.Sesuai dengan teori-teori sebelumnya yang menekankan pada pengguna sebagai
penentu media, teori ini memperlihatkan bahwa individu bergantung pada media untuk
pemenuhan kebutuhan atau untuk mencapai tujuannya tetapi mereka tidak bergantung
pada banyak media dengan porsi yang besar. Mereka memenuhi keinginannya. Besarnya
ketergantungan seseorang pada media ditentukan dari dua arah.Pertama, individu akan
condong menggunakan media yang menyediakan kebutuhannya lebih banyak
dibandingkan dengan media lain yang hanya sedikit. Sebagai contoh, apabila seseorang
menyukai fotografi ia akan memilih untuk mengunjungi media masa seperti instagram,
atau situs atau blog dunia fotografi dibandingkan dengan mengunjungi situs berita
elektronik. Sama halnya dengan penggunaan media jejaring sosial, seseorang akan
cenderung menggunakan media sosial yang sesuai dengan minat dan ketertarikan mereka.
Seperti penggunaan twitter, seseorang akan cenderung menggunakan twitter
dibandingkan media sosial Path apabila menurutnya Twitter lebih menarik untuk
berinteraksi dari pada media sosial Path walaupun beberapa rekannya lebih memilih
menggunakan media sosial Path. Kedua, presentase ketergantungan juga ditentukan oleh
stabilitas saat itu.

Teori yang dikembangkan oleh Sandra Ball-Rokeach dan Melvin L. DeFleur


memfokuskan perhatiannya pada kondisi struktural atau masyarakat yang mengatur
kecenderungan terjadinya suatu efek media.Teori ini pada dasarnya merupakan suatu
pendekatan struktur sosial yang berangkat dari gagasan mengenai sifat suatu masyarakat
modern atau masyarakat massa, dimana media massa dapat dianggap sebagai sistem
informasi yang memiliki peran penting dalam proses pemeliharaan, perubahan, konflik
pada tataran masyarakat, kelompok atau individu dalam aktivitas sosia
2.5 PENELITIAN YANG RELEVAN

Adapun hasil penelitian yang menjadi acuan dalam penelitian ini sebagai pembanding
untuk menganalisis dan menjawab permasalahan yang akan diteliti. Dalam konteks ini
dipaparkan gagasan para peneliti terdahulu yang telah dilakukan yang ada hubungannya dengan
peneliti ini.Dalam mendukung penelitian ini, peneliti melakukan kajian terhadap tulisan

Talitha Zhafira yang berjudul “Pengaruh Media Sosial Terhadap Tumbuhnya Sikap Asosial
Remaja ( Studi Deskriptif : Siswa\i SMA Negeri Bandung).Hasil dari penelitian ini menjelaskan
bahwa tingkat penggunaan media sosial oleh siswa berada pada kategori sedang, yang
menunjukan bahwa penggunaan media sosial masih digunakan secara wajar dan tidak
berlebiham. Tingkat tumbuhnya sikap asocial pada remaja berada pada tingkat sedang, yang
menunjukan bahwa masih terdapatnya motivasi untuk berinteraksi namun terdapat sikap egois
dengan mementingkan dirinya sendiri.Hasil penelitian dari Talita Zhafira di atas, memiliki
kemiripan dengan penelitian ini, kesamaan dilihat dari aspek sosial yakni sama-sama mengkaji
tentang bagaimana pengaruh dari media sosial terhadap tumbuhnya sikap asocial remaja. Adapun
perbedaan antara peneliti Talita Zhafira dengan penelitian ini, yakni terletak pada kenyataan-
kenyatan berikut: objek penelitian dengan subjek penelitian. Dimana objek penelitian yang
dilakukan Talita adalah siswa-siswi SMA Negeri 20 Bnadung sementara pada penelitian saat ini
yaitu siswa-siswi SMPK Marsudirini Detusoko. Perbedaan berikutnya adalah terletak pada lokasi
penelitian karena lokasi penelitian Talita Zhafira adalah SMA Negeri 20 Bandung sementara
dalam penelitian ini SMPK Marsudirini Kecamatan Detusoko Kabupaten Ende.

2.6 Kerangaka Berpikir

Berdasarkan uarain teori yang telah di kemukakan maka yang menjadi kerangka berpikir
penelitian yaitu adanya pengaruh dalam diri manusia yang mendorong terbentuknya situs
jejaring sosial yang di ciptakan berdasarkan fungsi dan kegunaan media itu sendiri.Kemudian di
ciptakan salah satu media sosial yang dapat memenuhi berbagai kebutuhan manusia.Hadirnya
media sosial ditengah para pelajar menambah nilai tersendiri yaitu media baru untuk
memperoleh hiburan , eksplorasi , diri sendiri dan selain digunakan sebagai saran interaksisosial.

Pengguna media sosial dapat dinilai secara positif jika digunakan dengan kebutuhan dan etika
diantara para pelajar SMPK Marsudirini Detusoko, seperti untuk berkomunikasi kepada teman
yang sudah lama tidak bertemu , mengirim pesan-pesan kecil yang sifatnya memberitahukan hal-
hal yang penting yang dapat diinformasikan melalui media sosial. Tetapi media sosial juga
bernilai negative jika tidak digunakan dengan kebutuhan dan etika dianatara para pelajar,seperti
untuk mengolok-olok teman di media sosial ,bermain game dan hanya mengahbiskan waktu
untuk menonton.

Kerangka Berpikir Penelitian

Pengaruh Media Sosial Terhadap Tumbuhnya Sikap Asocial Terhadap


Studi Deskriptif Siswa/Siswi SMPK MARSUDIRINI DETUSOKO

TEORI KETERGANTUNGAN MEDIA

(SANDRA BALL ROKEACH DAN MELVIN DeFleur

Building communication theory,1997)

Kognitif Afektif
Konatif

Terhadap sikap asocial


Pengaruh penggunaan
siswa/siswi SMPK
media sosial
MARSUDIRINI
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 KUALITATIF

Data penelitian kualitatif diperoleh dari hal-hal yang diamati, didengar, dirasa dan
dipikirkan oleh peneliti. Tentu saja informasi-informasi itu selalu terkait dengan fokus
penelitian, biasanya data tersebut berupa rekaman wawancara yang kemudian harus
diubah oleh peneliti dalam bentuk narasi. Dalam penelitian kualitatif, observasi dilakukan
dengan cara partisipasif ataupun non partisipasif.

3.2 DESKRIPTIF KUALITATIF

Berdasarkan jenis penelitian yang ada maka dalam penelitian ini menggunakan
pendekatan deskriptif kualitatif, yaitu pendekatan yang mencoba memahami pemaknaan
individu dan subjek yang sedang diteliti. Dalam pendekatan ini seorang peneliti
melakukan interaksi secara langsung dan intensif dengan objek penelitian, termasuk
didalamnya peneliti mencoba mengungkapkan secara jelas bagaimana pengaruh dari
media sosial terhadap tumbuhnya sikap asocial remaja . Pada prinsipnya pendekatan
kualitatif berusaha mencari dan mendapatkan pengertian kualitatif demi alasan dan
motivasi dari penelitian ini. Setelah pendekatan tersebut digunakan, langkah selanjutnya
yaitu mulai dari lokasi penelitian, observasi, wawancara dan dilanjutkan dengan studi
terfokus guna memperoleh data sebanyak-banyaknya.

Pendekatan kualitatif yang digunakan ini diharapkan dapat memperoleh informasi dan
penafsiran yang lebih mendalam mengenai pengaruh media sosial terhadap tumbuhnya
sikap asocial remaja. Oleh karena itu dikumpulkan data berdasarkan situasi yang wajar,
langsung apa adanya. Dengan demikian untuk memperoleh data, peneliti berkedudukan
sebagai pengamat, sekaligus menjadi anggota utuh dari kelompok yang diamati sehingga
objek yang diteliti merasa bahwa dia menjadi responden.

3.3 WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN

1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan di SMPK Marsudirini Detusoko,Kecamatan
Detusoko, Kabupaten Ende
2. Waktu Penelitian
Penelitian akan di teliti selama satu bulan .

3.4 TEKNIK dan INSTRUMEN PENGUMPULAN DATA

3.4.1 Teknik Pengumpulan

Berdasarkan metode penelitian yang digunakan, maka instrumen utama dalam penelitian
ini adalah peneliti sendiri atau alat pengumpul data utama. Peneliti sendirilah yang
melakukan pengamatan, melakukan wawancara dan observasi secara mendalam terhadap
masalah yang diselidiki.

a. Teknik Pengamatan atau Observasi

Teknik observasi digunakan untuk menggali data dari sumber data yang berupa
peristiwa, tempat atau lokasi dan benda, serta rekaman gambar (Sutopo,
2002:64). Observasi merupakan mengamati kegiatan. Observasi dalam hal ini
berhubungan dengan “Pengaruh Media Sosial Terhadap Tumbuhnya Sikap
Asosial Remaja ( Studi Deskriptif Siswa\i SMPK Marsudirini Detusoko)

b. Teknik Wawancara

Teknik wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila peneliti


ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang harus
diteliti dan juga apabila peneliti ingin mengetahui hal-hal dari informan yang
lebih mendalam dan jumlah datanya sedikit atau kecil ( Sugiyono, 2008:22).
Wawancara merupakan percakapan tentang topik yang akan diteliti dan satu
teknik untuk mengumpulkan data secara langsung di lapangan melalui tanya
jawab.

c. Teknik Dokumentasi

Dokumentasi adalah cara yang digunakan untuk melengkapi bagian penelitian


baik berupa, sumber tulisan, gambar (foto), film dan karya monumental, yang
semuanya dapat memberikan informasi dalam proses penelitian (Gunawan,
2013:128).

3.4 .2 Instrumen Pengumpulan Data

Instrumen pengumpulan data adalah alat bantu yang dipilih dan digunakan oleh peneliti
dalam kegiatanya pengumpulan data agar kegiatan tersebut menjadi sistematis dan
dipermudah olehnya. Alat yang digunakan yaitu peneliti sendiri dimana peneliti dalam
melakukan penelitian langsung, menggunakan camera, menggunakan alat tulis, dan
menggunakan alat perekam (handphone).

3.5 KEABSAHAN DATA

Keabsahan data merupakan sesuatu yang sangat penting dalam penelitian, karena akan
menjamin kepercayaan data tersebut dalam pemecahan masalah yang diteliti. Salah satu
cara pengecekan data dalam penelitian ini adalah triangulasi. Triangulasi merupakan
suatu teknik pemeriksaan data dengan memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data yang
digunakan sebagai pembanding data tersebut. Ada tiga macam triangulasi yaitu sumber,
peneliti dan teori. Triangulasi sumber berarti peneliti mencari data lebih dari satu sumber
untuk memperoleh data, misalnya wawancara atau pengamatan. Triangulasi peneliti
berarti pengumpulan data lebih dari satu orang yang kemudian hasilnya dibandingkan
dan ditemukan kesepakatan. Triangulasi teori artinya mempertimbangkan lebih dari satu
teori atau acuan (Moleong, 2011:23).

Berdasarkan Triangulasi tersebut, maka yang digunakan dalam penelitian ini adalah
triangulasi sumber yaitu membandingkan dan mengecek informasi yang diperoleh dalam
pendokumentasian, observasi dan data yang diperoleh malalui wawancara diupayakan
dari berbagai responden, kemudian dipadukan, sehingga data yang diperoleh akan benar-
benar dapat dipertanggungjawabkan. Pengecekan data tersebut dengan mewawancarai
para siswa-siswi yang memiliki handphone dan memiliki akun media sosial.

3.6 TEKNIK ANALISA DATA

Untuk memudahkan pemahaman terhadap data yang dikumpulkan dari penelitian ini
sehingga lebih bermakna, maka data tersebut disajikan secara teratur dan sistematis. Data
yang dikumpulkan dalam penelitian ini kemudian dianalisis berdasarkan model analisis
alternatif yang dikembangkan oleh Miles dan Huberman sebagaimana dikutip
(Sudarsono, 1944:24) mengatakn bahwa ada empat komponen yang dilakukan dalam
model ini yaitu pengumpulan data, redusi, dan display data, penarikan kesimpulan dan
verifikasi. Empat komponen ini saling berinteraksi dan membentuk suatu siklus analisis
data penelitian sebagai berikut:

1. Reduksi Data

Reduksi data dilakukan dengan cara pemilihan dan penyerdehanan data. Hal tersebut
perlu dilakukan karena banyankya data dari masing-masing informan yang tidak
relevan dengan fokus penelitian sehingga perlu dibuang atau dikurangi. Reduksi
data dilakukan dengan memilih hal-hal pokok yang sesuai dengan fokus penelitian.
Dengan demikian, akan memberikan gambaran yang lebih tajam tentang apa yang
sedang diteliti.

2. Penyajian Data

Data yang sudah direduksi, disajikan dalam bentuk tabel atau gambar, matriks, grafik,
bagan, tema serta tulisan yang disusun secara sistematis untuk dapat memahami apa
yang sedang terjadi dan apa yang harus dilakukan. Selanjutnya penyajian dapat
memudahkan proses kegiatan atau proses penarikan kesimpulan.

3. Verifikasi Kesimpulan

Penarikan kesimpulan atau verifikasi sudah dilakukan sejak awal berlangsungnya


penelitian. Setiap problem data selama penelitian disimpulkan, data akan semakin
jelas apabila semakin banyak perolehan data yang kita dapat dan akan mendukung
proses verifikasi.
DAFTAR PUSTAKA

Abadi, Totok Wahyu dkk. (2015). Media Sosial dan Pengembangan Hubungan Interpersonal
Remaja di Sidoarjo. Retrieved from :
http://ojs.umsida.ac.id/index.php/kanal/article/viewFile/278/264

Azizan, Hafidz. (2016). Pengaruh Kepercayaan Diri Terhadap Ketergantungan Media Sosial
Pada Siswa Di SMK Negeri 1 Bantul. Retrieved from :
http://journal.student.uny.ac.id/ojs/index.php/fipbk/article/viewFil e/3295/2991

Basrowi & Suwandi. 2008. Memahami Penelitian Kualitatif. Jakarta Rineka Cipta.

Cahyono, Anang Sugeng Cahyono.(2016) Pengaruh Media Sosial Terhadap Perubahan Sosial
Masyarakat di Indonesia. Retrieved from :
http://www.jurnalunita.org/index.php/publiciana/article/view/79/73

Dahliah. (2015). Game Online dan Interaksi Sosial (Menyorot Intensitas Dan Kualitas Interaksi
Sosial Gamer). Retrieved from : http://ejurnal.uij.ac.id/index.php/PAR/article/download/41/38

Dwipayan, N.M., dan Rahyuda,K. (2013) ,Pengaruh sikap fashion,…Noni Agustin,


FEB,UMP .2018.E-journal.manajemen udud,9-25

Fatnar, Virgia Ningrum dan Choirul Anwar. (2014). Kemampuan Interaksi Sosial Antara Remaja
Yang Tinggal Di Pondok Pesantren Dengan Yang Tinggal Bersama Orangtua. Retrieved from :
http://journal.uad.ac.id/index.php/EMPATHY/article/view/3032

Gunawan, Imam. 2013 Metode Penelitian Kualitatif Teori dan Praktik. Jakarta. Bumi Aksara

Krisnawati, E. (2016). Perilaku Konsumsi Media oleh Kalangan Remaja Dalam Pencarian
Informasi. Retrieved from http://jurnal.wima.ac.id/index.php/KOMUNIKATIF/article/view/9 23

Kurmia, N. (2005). Perkembangan Teknologi Komunikasi dan Media Baru: Implikasi terhadap
Teori Komunikasi. MediaTor (Jurnal Komunikasi), 6(2), 291–296. Retrieved from
http://ejournal.unisba.ac.id/index.php/mediator/article/view/1197/ 751

Moleong.(2011).Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi Revisi.Bandung.

Rokeach, Sandra Ball dan DeFleur, Melvin, Building communication Building


Theory.1997.hal387-393

Sugiyono. (2014). Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung. Alfabeta.


Sugiyono .(2008).Memahami Penelitian Kualitatif, Bandung.hal 22.Alfabeta

Sudarsono, F, X.1994. Analisis Data Kualitatif. Yogyakarta ; Buku Kita.

Anda mungkin juga menyukai