Oleh
Nabila Muzhiffarah1, Delsa Oktrina2, Ira Alfiah3, Misbahul Malufi4
1
Program Studi Ilmu Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Tidar
Jl. Kapten Suparman 39 Magelang 56116 ,Telp : (0293) 364113; Fax : (0293) 362438
Laman: www.untidar.ac.id
e-mail: n.muzhiffarah@gmail.com , delsao47@gmail.com , iraalfiah76@gmail.com,
misbahul12341234@gmail.com
Abstrak
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia
(selanjutnya disingkat dengan UU Kewarganegaraan) tidak memberikan status kewarganegaraan
Indonesia secara otomatis bagi wanita WNA yang menikah dengan pria WNI. Demikian juga
wanita WNI yang menikah dengan seorang pria WNA dapat tetap mempertahankan
kewarganegaraan Indonesia. Hal itu dapat menimbulkan perbedaan kewarganegaraan dalam
keluarga suatu perkawinan campuran. Perbedaan kewarganegaraan tidak saja terjadi saat awal
dimulainya suatu perkawinan campuran, tetapi dapat berlanjut setelah terbentuknya suatu
keluarga perkawinan campuran. Selain permasalahan di atas, kini seiring perkembangan zaman di
era globalisasi, muncul masalah terkait tuntutan kaum diaspora untuk diakui sebagai Warga
Negara Indonesia yang menginginkan suatu regulasi yang mengatur kewarganegaraan ganda
tidak terbatas sebagaimana yang telah diterapkan oleh beberapa negara di dunia. Keberadaan
penelitian ini dimaksudkan untuk mencari jawaban terhadap permasalahan: (a) Bagaimana
hubungan bangsa negara dan warga Negara Indonesia? (b) Bagaimana alasan Indonesia tidak
cocok menggunakan regulasi kewarganegaraan ganda tidak terbatas?. Untuk menemukan jawaban
permasalahan tersebut ditempuh melalui metode Penelitian deskriptif dan pendekatan kualitatif.
Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data studi literatur dan teknik analisis data
kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Bangsa adalah bagian atau salah satu unsur
terbentuknya suatu negara. Negara harus dapat memenuhi hak warga negaranya. Begitupun
sebaliknya, warga negara juga harus menyelesaikan tugasnya sebagai warga negara yang baik.
(2) Dengan mempertimbangkan keuntungan dan kerugian kewarganegaraan ganda tidak terbatas
dan berlandaskan pada hukum positif di Indonesia, maka regulasi yang mengatur
kewarganegaraan ganda tidak terbatas tidak cocok untuk diterapkan di Indonesia.