Penelitian
Abstrak
enelitian ini bertujuan untuk memperoleh kurva serapan isoterm uap air dari tepung biji
P saga yang diprediksi menggunakan model matematis dan memperoleh karakteristik
serapan isoterm uap air tepung biji saga yang berkaitan dengan stabilitasnya. Lengkungan
isoterm sorpsi kelembaban dihasilkan dengan memplot nilai aktivitas air (aw) dan kadar air
kesetimbangan (Me) menggunakan tujuh garam dengan nilai RH pada kisaran 10-94%. Ada tiga
model sorpsi isoterm yang diuji, yaitu, GAB (Guggenheim Anderson deBoer), BET (Brunauer Emmett
Teller), Henderson, Chen-Clanton, Oswin dan model Caurie. Hasilnya menunjukkan bahwa kurva
isoterm penyerapan air adalah bentuk sigmoid (tipe 2) dan model yang paling sesuai adalah GAB
dengan nilai MRD pada 25oC dan 35oC, suhu secara berurutan 3,95% dan 3,64% dan Hasley pada
25oC secara berurutan 3,51%. Fraksi air primer untuk model GAB pada suhu 25oC, 35oC dan 45oC
secara berurutan adalah 6,17%; 6,58%; 5,03%. Adapun model BET adalah 2,69%; 2,3%; 2,31% dan
model Caurie 0,8%; 0,85%; 30,83%. Fraksi air sekunder dan tersier adalah 41,53% dan 86,67%. Nilai
entalpi dan entropi menurun dengan meningkatnya keseimbangan kadar air dan penyerapan area
permukaan pada suhu 25oC, 35oC,dan 45oC secara berurutan adalah 183,28; 189.64; 163,03 (m2 /g).
inkubator, beaker glass, glass container, termometer terbentuk larutan garam jenuh. Garam-garam
dan higrometer. yang digunakan sebagai larutan garam jenuh
untuk memberikan nilai a w konstan adalah
Pembuatan Tepung (Maidawati, 2011) NaOH, MgCl2, K2CO3, Mg(NO3)2, KI, NaCl, KCl.
Singkong dikupas dan dicuci, selanjutnya di- Lima (5) gram sampel masing-masing disimpan
potong kecil-kecil dan direndam selama 1 malam dalam chamber yang sudah diatur RH-nya meng-
dengan air. Selanjutnya, singkong dikeringkan gunakan larutan-larutan garam jenuh tersebut.
dengan drying cabinet pada suhu 50oC selama 2 Larutan garam tersebut kemudian disimpan
hari. Setelah kering, gaplek siap untuk perlakuan pada suhu 25 oC, 35oC, dan 45 oC. Setiap hari
berikutnya. Biji saga dicuci lalu direndam dalam sampel tersebut ditimbang sampai tercapai
air selama 1 malam, kemudian direbus hingga steady state. Setelah konstan, sampel tersebut
kulitnya terbuka (± 2 jam). Kulit luar dan kulit kemudian diukur kadar airnya menggunakan
ari biji saga dibuang. Selanjutnya, biji saga moisture analyzer.
pohon dikeringkan dalam drying cabinet selama
2 hari pada suhu 50oC. Setelah kering, biji saga Uji Ketepatan Model (Isse et al., 1993)
pohon dihaluskan menggunakan grinder. Uji ketepatan suatu persamaan isoterm sorpsi
Gaplek dikukus selama 30 menit kemudian di- digunakan Mean Relative Determination (MRD)
dinginkan. Setelah dingin, gaplek ditambah dengan persamaan, sebagai berikut.
13,16% (b/b) tepung biji saga pohon sebagai
㨹
ڴڴڵ ᅮ ᅮ´
sumber protein, kemudian diinokulasi dengan
ragi tempe sebanyak 5% (b/b) dan difermentasi MRD = 㨹 ฬ ᅮ ฬ
㨴ᩛڵ
selama 40 jam. Gaplek terfortifikasi dikeringkan
dengan drying cabinet pada suhu 50oC. Setelah Dengan :
kering, gaplek terfortifikasi dihaluskan dengan Mi = Kadar air hasil percobaan
grinder kemudian diayak dengan ayakan aper- n = jumlah data
ture 250 ìm, mesh no.60. Mpi = Kadar air hasil perhitungan
Pengulangan dilakukan sebanyak 5 kali untuk nyerupai bentuk S, sehingga kurva isoterm sorpsi
sampel pada setiap jenis larutan garam dan data air dari tepung biji saga mendekati tipe II. Kurva
dianalisa menggunakan regresi linier berbentuk sigmoid disebabkan oleh pengaruh
akumulatif dari ikatan hidrogen, Hukum Raoult,
kapiler dan interaksi antara permukaan bahan
Hasil dan Pembahasan
dengan molekul air (Aini dkk., 2014).
Kurva Isoterm Sorpsi Air dari Tepung Biji Saga Ketepatan Model yang Diuji
Penentuan kurva isoterm sorpsi dilakukan Data hubungan kadar air kesetimbangan dan
dengan cara menghubungkan data kadar air ke- aktivitas air kemudian diubah dalam berbagai
setimbangan (Me) dengan aktivitas air (aw) pada model matematika untuk diprediksikan. Model
tabel 1. yang diprediksikan, yaitu GAB (Guggenheim
Berdasarkan tabel 1 menunjukkan nilai Anderson deBoer) dengan y = aw/Me dan x = aw,
kadar air kesetimbangan akan meningkat seiring BET (Brunauer Emmett Teller) dengan y = aw/
dengan kenaikan nilai kelembapan relatif (1-aw)Me dan x = aw, Caurie y = 1n (1/Me) dan x =
ataupun aktivitas air. Hal ini, disebabkan karena ln (1-aw/aw), Henderson y = log (1n(1/aw) dan x
terjadi transfer uap air dari lingkungan ke = log Me , Chen-Clayton y = 1n (1n(1/aw) dan x =
sampel yang bersifat higrokopis. Pada aktivitas Me
, Oswin y = 1n Me dan x = 1n ( aw/1-aw), Hasley
air yang tinggi terjadi proses adsorpsi terhadap y = log (1n(1/aw) dan x = log Me. . Gambar 2-8
sampel, sehingga kadar air kesetimbangan men- menunjukkan kurva pemodelan isoterm sorpsi
jadi tinggi sedangkan pada saat aktivitas air yang air pada tepung biji saga dengan suhu 25oC,
rendah terjadi proses desorpsi terhadap sampel 35oC, dan 45oC pada model GAB (gambar 2), BET
sehingga kadar air kesetimbangan menjadi (gambar 3), Caurie (gambar 4), Henderson
rendah (Banoet, 2006). Nilai kadar air ke- (gambar 5), Chen-Clayton (gambar 6), Oswin
setimbangan akan meningkat seiring dengan (gambar 7), dan Hasley (gambar 8).
kenaikan temperatur (Saravacos et al., 1986), Penentuan kadar air kesetimbangan hasil
namun dalam penelitian yang dilakukan nilai perhitungan (Mhit) dihitung berdasarkan masing-
yang dihasilkan masih fluktuatif. Tren nilai yang masing persamaan regersi linier maupun non
fluktuatif juga dijumpai pada isoterm sorpsi air linier pada masing-masing pemodelan. Pada
basbusa sweet (Ahmed et al., 2004). tabel 2 - tabel 4 menunjukkan nilai kadar air
Kurva isoterm sorpsi air pada tepung biji kesetimbangan hasil percobaan (Me) dan kadar
saga gambar 1 berbentuk sigmoid atau me- air kesetimbangan hasil perhitungan (M hit)
Tabel 1:
Kelembaban Relatif (RH), A ktivitas Air(aw ) dan Kadar Air Kesetimbangan (M e) pada Suhu
25 0C,35 0C, dan 45 0C
Suhu 25 0C 35 0C 45 0 C
RH RH RH
Garam aw Me(%bk) aw Me(%bk) aw Me(%bk)
(%) (%) (%)
A B
C
Gambar 1:
Kurva Isoterm Sorpsi Air pada tepung biji saga pada suhu 250C,(A), 350C (B), dan 450C (C)
dengan pemodelan GAB (Guggenheim Ander- lain mengatakan bahwa pemodelan mempunyai
son deBoer) BET (Brunauer Emmett Teller) dan ketepatan yang baik jika nilai MRD lebih kecil
Caurie. Penentuan nilai MRD dilakukan dengan dari 10% (McLaughlin and Magee, 1998). Per-
cara membandingkan kadar air kesetimbangan bedaan suhu penyimpanan seperti yang di-
hasil perhitungungan (Mhit) dengan kadar air laporkan oleh Fennema (1985) juga dapat mem-
kesetimbangan percobaan (M e ). Tabel 5 pengaruhi kemiringan kurva isoterm sorpsi air
menunjukkan nilai MRD untuk masing-masing yang berbentuk sigmoid yang pada akhirnya
pemodelan pada suhu 25oC, 35oC dan 45oC.
dapat mempengaruhi ketepatan (MRD) dari
Berdasarkan Tabel 5 dapat dilihat bahwa
model-model yang diujikan. Semakin rendah
model GAB pada suhu 25 oC dan 35 oC merupa-
nilai % MRD, maka model isoterm sorpsi air ter-
kan pemodelan yang tepat untuk menggambar-
sebut dapat menggambarkan keadaan yang se-
kan fenomena isoterm soprsi air pada tepung
biji saga, karena memilki nilai MRD < 5. Pendapat benarnya dengan tepat (Kusnandar dkk., 2010).
Gambar 2: Gambar 3:
Kurva model GAB pada tepung biji saga Kurva model BET pada tepung biji saga
pada suhu 250C,(A), 350C (B), dan 450C (C) pada suhu 250C,(A), 350C (B), dan 450C (C)
Gambar 4: Gambar 5:
Kurva model Caurie pada tepung biji saga Kurva model Henderson pada tepung biji
pada suhu 250C,(A), 350C (B), dan 450C (C) saga pada suhu 250C,(A), 350C (B), dan 450C (C)
Gambar 6: Gambar 7:
Kurva model Chen-Clayton pada tepung biji Kurva model Oswin pada tepung biji saga pada
saga pada suhu 250C,(A), 350C (B), dan 450C suhu 250C,(A), 350C (B), dan 450C (C)
Tabel 2:
Nilai Me dan Mhit pemodelan GAB, BET, Caurie, Henderson, Chen-Clayton, Oswin,dan Hasley suhu
250C
T abel 3:
Nilai M e dan M hit pemodelan G A B, BET, C aurie, Henderson, C hen-C layton, Osw in,dan Hasley suhu 350 C
Suhu 35 0 C
Garam
C hen--
Me GAB B et C aurie Henderson Oswin Hasley
C layton
Tabel 4:
Nilai M e dan M hit pemodelan GAB, BET, Caurie, Henderson, Chen-Clayton, Oswin,dan Hasley suhu
450 C
Suhu 45 0C
Garam
Chen--
Me GAB Bet Caurie Henderson Oswin Hasley
Clayton
Mg(No 3)2 8,79 10,59 4,25 0,14 0,11 0,47 0,06 0,1
Tabel 5:
Nilai MR D Pemodelan Pada Suhu 25 0C, 35 0C, dan 45 0C
Tabel 6:
Data persamaan garis (y), fraksi air primer (Mo), dan konstanta (c dan k) tiap-tiap pemodelan
25 -2.2623x-2.5285 -
Henderson 35 -2.3983x-2.5712 -
45 -1.98959x-2.0695 -
25 -0.1906x+1.6594 -
Chen-Clayton 35 -0,2402x+1.9796 -
45 -0.2028x+1.4124 -
25 0.2971x2.3574 -
Oswin 35 0.2877x+2.2615 -
45 0.334x+2.1537 -
25 -2.3667x+2.2027 -
Hasley 35 -2.4133x+2.1486 -
45 -2.058x+1.7011 -
kering menunjukkan kadar air kritis (Bell and dkk.(2010) bahwa air dapat membentuk ikatan
Labuza, 2000). Sehingga, peningkatan kadar air hidrogen dengan gugus hidroksil (-OH) pada
di atas monolayer akan menyebabkan produk karbohidrat.
cepat mengalami penurunan kualitas. Selain, menentukan karakteristik kurva
Karbohidrat mampu mengikat air dalam isoterm sorpsi air, dilakukan pula penentuan
jumlah yang lebih banyak, karena adanya karakteristik termodinamika dari proses
dominasi gugus polar hidrofilik –OH pada ke- penyerapan air meliputi entalpi dan entropi
seluruhan rantai polisakarida yang secara alami penyerapan air, luas permukaan penyerapan air,
mengandung 102 sampai 106 unit monosakarida fraksi air sekunder (Ms) dan fraksi air tersier (Mt).
(Adawiyah, 2010). Tepung mengandung Penentuan Ms dan Mt menggunakan analisis
karbohidrat yang banyak memilki gugus logaritma (Soekarto and -Steinberg, 1978), yaitu
hidroksil. Adanya gugus hidroksil ini menyebab- dengan memplot data log (1-aw) terhadap Me
kan karbohidrat mudah berikatan dengan air. maka dihasilkan garis lurus patah dua. Ordinat
Ikatan air dengan gugus hidroksil adalah ikatan dinyatakan dengan log (1-aw), hubungan antara
hidrogen. Hal ini, diperkuat oleh Kusnandar log (1-aw) dengan air membentuk dua kurva ber-
Tabel 7:
Data entalpi (kJ/kg.mol) dan entropi (J/kg.mol)
penyerapan air pada tepung biji saga
Gambar 10:
Entalpi dan Entropi Penyerapan Air
35 189,26 Kesimpulan
45 163,03 Berdasarkan penelitian tentang karakteristik
isoterm sorpsi air pada tepung tepung biji saga
dapat disimpulkan, bahwa untuk Kurva isoterm
Berdasarkan gambar 10 dan tabel 7, nilai sorpsi air pada tepung tepung biji saga mem-
entalpi menujukkan nilai negatif yang meng- punyai bentuk sigmoid yang mendekati tipe II.
indikasikan bahwa proses penyerapan air ber- Model yang tepat untuk menggambarkan
sifat eksotermal dan menegaskan bahwa pada fenomena isoterm sorpsi air pada tepung tepung
tingkat kadar air yang tinggi maka kekuatan biji saga adalah model GAB dengan pada suhu
untuk mengikat air akan menurun dan pada 25 C dan 35 C nilai MRD sebesar 3,95% dan
kadar air yang rendah paling banyak terjadi pe- 3,64% dan model Hasley dengan pada suhu 25
nyerapan, sehingga menimbulkan interaksi C sebesar 3,51% dan karakteristik isoterm sorpsi
energi yang besar (Togrul and Arslan, 2006; Villa- air pada tepung tepung biji saga meliputi, antara
Velez et al., 2012). Hal ini, mengindikasikan ke- lain Fraksi air terikat primer pada suhu 25 C, 35
mungkinan terjadinya perubahan stuktur pada C, dan 45 C berturut-turut pada model GAB
produk selama dehidrasi (Yanniotis and sebesar 6,17%;6,58% dan 5,03%; model BET
Zarmboutis, 1996). Peningkatan entalpi pada sebesar 2,69%; 2,3% dan 2,31%; model Caurie
kadar air kesetimbangan yang rendah me- sebesar 0,8%; 0,85% dan 0,83%. Fraksi air terikat
nunjukkan kepolaran permukaan sehingga sekunder pada tepung tepung biji saga terletak
mobilitas molekulnya rendah (McMinn and pada kadar air 41,53% dan fraksi air terikat tersier
Magee, 2003). Nilai entropi menurun seiring ke- pada tepung tepung biji saga terletak pada kadar
naikan kadar air kesetimbangan pada bahan. air 86,67% Luas permukaan penyerapan air
Penentuan luas permukaan penyerapan air pada tepung tepung biji saga pada suhu 25 C,
dalam tepung biji saga menggunakan persama- 35 C dan 45 C berturut-turut sebesar 183,28m2/
an Caurie. Luas permukaan penyerapan air pada g; 189,26 m2/g dan 163,03 m2/g dan Nilai entalpi
tepung biji saga disajikan pada tabel 8. Luas dan entropi proses penyerapan air pada tepung-
permukaan penyerapan air pada bahan ber- tepung biji saga menurun seiring dengan me-
hubungan dengan sisi penyerap air. Semakin ningkatnya kadar air.
luas permukaan penyerapan air menunjukkan
jumlah gugus OH, C=O, NH, dan gugus polar
yang besar (Cahyanti dkk., 2016). Saran
Luas permukaan penyerapan air menurun Penelitian ini dapat di lakukan atau disempur-
dengan bertambah besarnya nilai temperatur nakan dengan cara penggunaan temperatur
(Bajpai and Tiwari, 2013). Namun, dalam pe- yang berbeda sebagai parameter untuk pe-
nelitian terjadi penyimpangan, karena nilai yang nyimpanan makanannya, penggunaan garam
dihasilkan fluktuatif, yaitu meningkat dari suhu yang berbeda, serta penggunaan model
25oC ke suhu 35oC dan menurun kembali pada matematika yang lainnya. Selain itu, kehadiran
suhu 45oC. Tren nilai yang fluktuatif juga di- biji saga di Indonesia juga seharusnya dapat
jumpai pada dudh churpi (produk susu India) dimanfaatkan secara maksimal khususnya
(Hossain et al., 2002). Menurut Iglesias et al. untuk ramuan obat tradisional, misalnya bubuk
(1986), karakteristik isoterm sorpsi pada bahan biji saga dapat dipergunakan untuk mengatasi
mencret, batuk, radang tonsil (amandel), Bell, L.N. and Labuza, T.P., (2000), Determina-
sariawan, dan ambeien. Jika, pemerintah Indo- tion of moisture sorption iso-
nesia mampu untuk menarik investor, khusus- therms. moisture sorption: Practical aspects
nya bidang industri farmasi maka akan men- of isotherm measurement and use. The Ameri-
ciptakan peluang kerja dan menjadi peluang can Association of Cereal Chemists, Inc.,
bisnis yang menjanjikan. Pemanfaatan kekayaan St. Paul, MN, USA, pp.33-56
alam di Indonesia seharusnya dapat dieksplorasi Cadden, A. (1988). Moisture sorption character-
secara maksimal untuk kemakmuran bangsa istics of several food fibers. Journal of Food
Indonesia. Science, Vol. 53, No. 4, Hal 1150-1155
Cahyanti, M.N., Hindarto, J. dan Lestario, L.N.
Daftar Pustaka (2016). Pemodelan isoterm sorpsi air
biskuit coklat menggunakan persamaan
caurie. Jurnal Aplikasi Teknologi
Adawiyah, D.R. dan Soekarto, S.T. (2010). Pe- Pangan, 5(2) : 51-53
modelan isotermis sorpsi air pada model Fennema, O., (1985). Chemical changes in food
pangan [Modelling of moisture sorption during processing—an overview.
isotherm in food model]. Jurnal Teknologi in chemical changes in food during
Dan Industri Pangan, 21(1) : 33-39 processing (pp. 1-16). Springer US
Aguerre, R. J., Suarez, C., dan Viollaz, P. E. (1986). Furmaniak, S., Terzyk, A.P., Golembiewski, R.,
Enthalpy-entropy compensation in sorp- Gauden, P.A. dan Czepirski, L. (2009).
tion phenomena: Application to the pre- Searching the most optimal model of wa-
diction of the effect of temperature on food ter sorption on foodstuffs in the whole
isotherms. Journal of Food Science, Vol. 5, range of relative humidity. Food Research
International 42:1203-1214
No. 6, Hal: 1547-1549
Hayati, R., Abdullah, A., Ayob, M. K., dan
Ahmed, J., Khan, A.R. and Hanan, A.S., (2004).
Soekarto, S. T. (2004). Isotermi sorpsi air
Moisture adsorption of an Arabian sweet
dan analisis umur simpan ikan kayu
(basbusa) at different temperatur-
tongkol (Euthynnus affinis) dari Aceh.
es. Journal of food engineering, 64(2),
Jurnal Teknologi dan Industri Pangan, Vol.
pp.187-192
15, No. 3, Hal: 207-213
Aini, N., Prihananto, V., dan Wijonarko, G.
Hossain, S.A., Pal, P.K., Sarkar, P.K. and Patil,
(2014). Karakteristik kurva isotherm
G.R., (2002).Moisture sorption character-
sorpsi air tepung jagung instan.Agritech,
istics of dudh churpi, a traditional milk
Vol. 34, No. 1, Hal: 50-55
product in India. Nahrung/Food, 46(3),
Arslan, N. and Toðrul, H., 2005. Moisture sorp- p.136
tion isotherms for crushed
Iglesias, H.A., Chirife, J. and Fontan, C.F., (1986).
chillies. Biosystems Engineering, 90(1), Temperature dependence of water sorp-
pp.47-61 tion isotherms of some foods. Journal of
Bajpai, S. and Tiwari, P., (2013).Investigation of Food Science, 51(3), pp.551-553
moisture sorption behavior of an indian Isse, M. G., Schuchmann, H., dan Schubert, H.
sweetson-papdi. The Journal of Microbiol- (1993). Divided sorption isotherm concept
ogy, Biotechnology and Food Sciences, 2(5), an alternative way to describe sorption
p.2277 isotherm data. Journal of Food Process En-
Banoet, S. E. P. (2006). Isotermi sorpsi air dan analisa gineering, Vol: 16, No. 2, Hal: 147-157
umur simpan kerupuk udang goreng. Skripsi, Kaleemullah, S. and Kailappan, R., (2007).Mono-
Universitas Kristen Satya Wacana layer moisture, free energy change and
Salatiga, Salatiga fractionation of bound water of red
chillies. Journal of Stored Products Re- McMinn, W.A.M. and Magee, T.R.A., (2003). Ther-
search, 43(2), pp.104-110 modynamic properties of moisture sorp-
Kompas, (2016). Asosiasi Produsen Tepung tion of potato. Journal of Food Engineer-
Minta Kejelasan Soal Polanjakan Impor ing, 60(2), pp.157-165
Gandum. Http:// bisnis keuangan. Moraes, M.A., Rosa, G.S., dan Pinto, L.A.A.
kompas.com/read/2016/02/21/160700726/ (2008). Moisture sorption isotherms and
Asosiasi. Produsen. Tepung. Minta thermodynamic properties of apple Fuji
.Kejelasan .soal . Pelonjakan. Impor. and garlic. International Journal of Food Sci-
Gandum/. [Diakses pada tanggal 16 Juni ence and Technology 43: 1824-1831
2016].
Motulsky, H. and Christopoulos, A. (2004). Fit-
Kumalasari, H. (2012). Validasi metoda pengukuran ting models to biological data using linear
kadar air bubuk perisa menggunakan mois- and nonlinear regression: a practical guide to
ture analyzer halogen HB43-S, sebagai curve fitting. OUP USA
alternatif metoda oven dan karl Fischer.
Oyelade, O.J., Tunde-Akintunde, T.Y. dan Igbeka,
Skripsi. Institut Pertanian Bogor, Bogor
J.C. (2008). Predictive equilibrium moisture
Kusnandar, F., Adawiyah, D.R. dan Fitria, M., content equations for yam (Dioscorea
(2010). Pendugaan umur simpan produk rotundataPoir) flour and hysteresis phe-
biskuit dengan metode akselerasi ber- nomena under practical storage conditions.
dasarkan pendekatan kadar air Journal of Food Engineering 87: 229-235
kritis. Jurnal Teknologi dan Industri Saravacos, G.D., Tsiourvas, D.A. and Tsami, E.,
Pangan, 21(2), p.117 (1986). Effect of temperature on the water
Labuza, T.P. (1982). Shelf life dating of foods.Food adsorption isotherms of sultana
and Nutrition Press., Inc., Westport, Connecti- raisins. Journal of food science, 51(2), pp.381-
cut 383
Maidawati. (2011). Pemanfaatan tepung biji saga Togrul, H., dan Arslan, N. (2006). Moisture sorp-
pohon (Adenanthera povonina Linn) tion behavior and thermodynamic charac-
dalam optimalisasi pembuatan tepung teristics of rice stored in a Chamber under
gaplek berprotein sebagai bahan controlled humidity. Biosystems Engineer-
substitusi tepung terigu. Skripsi. Program ing
Studi Kimia Fakultas Sains dan Van den Berg, C. and Bruin, S. (1981). Water activ-
Matematika. Universitas Kristen Satya ity and its estimation in food system : theoreti-
Wacana cal aspects in water activity: Influences on Food
Mazza, G. and LeMaguer, M., (1978).Water sorp- quality (LB Rockland, GF Stewart, eds),
tion properties of yellow globe onion (Al- pp.1-61. London : Academic Press Publish-
lium cepa L.). Canadian Institute of Food ers
Science and Technology Journal, 11(4), Widowati, S., Herawati, H., Syarief, R., Suyatma,
pp.189-193 N. E., dan Prasetia, H. A. (2010).Pengaruh
isoterm sorpsi air terhadap stabilitas beras
McLaughlin, C.P. and Magee, T.R.A., (1998), The
ubi. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan,
effect of shrinkage during drying of po-
Vol. 21, No. 2, Hal: 123-128
tato spheres and the effect of drying tem-
Yanniotis, S. and Zarmboutis, I., (1996). Water
perature on vitamin C retention. Food and
sorption isotherms of pistachio nuts. LWT-
Bioproducts Processing, Vol, 76, No, 3,
Food Science and Technology, 29(4), pp.372-
Page,138-142
375