Anda di halaman 1dari 19

ACARA IV

ISOTHERM SORPSI LEMBAB

A. Tujuan
Tujuan dari praktikum Acara Isotherm Sorpsi Lembab (ISL) adalah
menentukan sifat isotherm sorpsi lembab suatu bahan pangan, mempelajari pola
kurva isotherm sorpsi lembab suatu bahan pangan dan menentukan persamaan
kurva ISL berdasarkan persamaan GAB.
B. Tinjauan Pustaka
Menurut Muchtadi dkk (2010), air di dalam bahan pangan terdapat dalam 3
bentuk yaitu air bebas yang terdapat di permukaan benda dan mudah menguap,
air terikat secara fisik yaitu air yang terikat menurut sistem kapiler, atau air
adsorpsi, misalnya air yang terdapat di jaringan tanaman atau air di antara
struktur molekuler, serta air terikat secara kimia yaitu kristal, air polat, dan air
terikat dalam sistem dispersi. Air yang terdapat dalam bentuk bebas dapat
menyebabkan terjadinya kerusakan bahan pangan baik secara mikrobiologis
maupun enzimatis. Dalam hal ini dapat digunakan pengertian aktivitas air (Aw)
untuk menentukan kemampuan air dalam proses-proses kerusakan pangan.
Isotherm sorpsi lembab suatu produk makanan menunjukkan hubungan antara
kadar air keseimbangan dari pangan dengan tekanan uap air atau kelembaban
relatif keseimbangannya pada suhu tertentu. Dimana mencakup proses adsorpsi
dan desorpsi molekul-molekul air pada suhu tetap. Proses adsorpsi merupakan
mobilitas molekul air dari keadaan bebas ke keadaan terikat dalam bahan,
sedangkan proses desorpsi merupakan mobilitas molekul air dari keadaan terikat
ke keadaan bebas (Reo, 2010).
Stabilitas produk pangan kering ditentukan oleh dua faktor utama, yakni:
kelembababan relatif kesetimbangan (RHs)/aktivitas air (aw) tempat penyimpanan
dan kadar air kesetimbangan bahan pangan (Me). Adanya hubungan interaksi
kedua faktor tersebut pada suhu penyimpanan bahan dikenal sebagai kurva isoterm

sorpsi air (ISA). Metode yang digunakan dalam penentuan kurva isoterm sorpsi air
bahan pangan adalah gravimetri, manometri dan higometri, gravimetri adalah
metode yang paling banyak digunakan. Dengan metode gravimetri, perubahan
kadar air sampel diamati secara periodik menggunakan bejana tertutup yang berisi
larutan garam jenuh dengan nilai aw tertentu. Penggunaan larutan garam jenuh
dapat mempertahankan RHs secara konstan selama jumlah garam yang digunakan
masih di atas tingkat jenuh. Pada penyimpanan produk pangan kering, kadar air
bahan cenderung cepat mengalami peningkatan ketika disimpan pada kondisi RHs
yang relatif tinggi. Oleh karenanya kadar air kesetimbangan dan kadar air kritis
lebih cepat tercapai pada penyimpanan dengan kondisi RHs yang relatif tinggi.
Karakteristik isoterm sorpsi air produk pangan kering menunjukkan pola
perpindahan molekul air diantara bahan pangan dengan lingkungan penyimpanan
pada nilai RHs tertentu.Dengan demikian, baik proses penyerapan maupun
pelepasan air mempengaruhi perubahan struktur penyusun bahan. Perubahan
tersebut penting dipelajari mengingat faktor-faktor lingkungan seperti kelembaban
relatif dan suhu pada lokasi penyimpanan yang berbeda memberikan pengaruh
yang signifikan terhadap karakteristik sorpsi bahan (Widowati dkk., 2010).
Tepung, sebagai bahan baku pangan semi basah perlu ditentukan kadar air
kesetimbangan menggunakan kurva isotherm sorpsi air. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Oyelade dkk. (2008) bahwa bahan pangan setelah diolah mempunyai
sifat yang sangat higroskopis, yaitu dapat menyerap air dari udara di sekelilingnya
dan sebaliknya dapat melepaskan sebagian air yang terkandung di dalamnya ke
udara. Sifat-sifat ini dapat digambarkan dengan kurva isotherm sorpsi air (ISA).
Kurva isotherm sorpsi air (ISA) menyatakan hubungan antara kadar air (basis
kering) bahan dengan kelembaban relatif (relative humidity/RH) atau aktivitas air
pada suhu tertentu. Moisture sorpsi isotherm dapat ditunjukkan dalam bentuk
kurva isotherm sorpsi yang khas pada setiap bahan. Beberapa penelitian tentang
karakteristisasi tepung dan pati jagung telah dilakukan, antara lain sifat gelatinisasi
tepung danpati jagung putih (Aini dan Hariyadi, 2010; Aini dkk., 2010), sifat

kimia dan sifat fisik (Sandhu dkk., 2007; Chanvrier dkk., 2005). Kebanyakan
laporan tersebut membahas tentang karakter kimia, fisik atau profil reologi tepung
jagung. Belum banyak di antara penelitian-penelitian tersebut yang membahas
tentang tepung jagung dalam hubungannya dengan karakter isotherm sorpsi
air.Peneltian tentang kurva isotherm sorpsi air yang ada antara lain pada tapioka
oleh Adebowale dkk. (2007) yang menyatakan bahwa beberapa varietas tapioka
memiliki pola isotherm sama. Kurva isotherm sorpsi air penting untuk pendugaan
waktu pengeringan, pengemasan dan kemantapan bahan selama penyimpanan.
Menurut Al-Muhtaseb dkk. (2002), kurva isotherm sorpsi air sangat berperan
dalam pengeringan makanan, terutama untuk memprediksi umur simpan makanan
yang mempunyai kadar air rendah.Model-model persamaan isotherm sorpsi air
yang ada antara lain Langmuir, BET (Brunauer-Emmett-Teller), Henderson, GAB
(Guggenheim- Anderson-deBoer) dan lain-lain (Furmaniak dkk., 2009). Masingmasing model mempunyai kesesuaian, seperti hanya berlaku pada daerah
kelembaban relatif tertentu, pendekatannya satu arah yaitu adsorpsi atau desorpsi
dan tidak seluruh model dapat diterapkan pada bahan pangan (Moraes dkk., 2008).
Diantara persamaan tersebut yang paling sering digunakan untuk memprediksi ISA
pada bahan pangan adalah model BET dan GAB. Informasi tersebut diharapkan
bermanfaat

untuk pengembangan

dan optimasi produk sehingga

dapat

memprediksi umur simpan dan perubahan selama penyimpanan pada kelembaban


relatif tertentu (Aini dkk., 2014).
Tepung beras terdiri dari tepung beras pecah kulit dan tepung beras sosoh.
Tepung beras banyak digunakan sebagai bahan baku industri seperti bihun dan
bakmi, macaroni, aneka snacks, aneka kue kering, makanan bayi, makanan
sapihan untuk Balita, tepung campuran dan sebagainya. Tepung beras juga banyak
digunakan dalam pembuatan pudding mixture atau custard. Menurut Standar
Industri Indonesia (SII), syarat mutu tepung beras yang baik adalah : kadar air
maksimum 10%, kadar abu maksimum 1%, bebas dari logam berbahaya, serangga,
jamur, serta dengan bau dan rasa yang normal. Proses pembuatan tepung beras

dimulai dengan penepungan kering dilanjutkan dengan penepungan beras basah


(beras direndam dalam air semalam, ditiriskan, dan ditepungkan). Alat penepung
yang digunakan adalah secara tradisional (alu, lesung, kincir air) dan mesin
penepung (hammer mill dan disc mill) (Koswara, 2009).
Bentuk kurva ISL khas untuk setiap produk pangan dan dikelompokkan
menjadi tiga tipe yaitu tipe A, B dan C. Kurva ISL tipe A adalah bentuk kurva
yang khas untuk bahan anti kempal. Bahan ini menyerap air pada sisi spesifik
dengan energi pengikatan yang tinggi dan mampu menahan sejumlah besar air
pada aw yang rendah. Tipe B adalah bentuk kurva yang paling banyak ditemui
pada produk pangan. Bentuk kurva ini sigmoid disebabkan oleh kombinasi dari
efek koligatif, kapiler dan interaksi antar-permukaan. Tipe C mewakili kurva
sorpsi untuk bahan kristal seperti sukrosa. Bentuk kurva ISL beras pecah kulit
maupun beras sosoh berbentuk sigmoid (tipe B). Kurva ISL bahan pangan dibagi
menjadi tiga wilayah. Wilayah I berada pada kisaran aw 0,00-0,20 atau yang
disebut daerah monolayer. Ikatan pada gugus ini lebih bersifat ionik, sehingga
ikatannya sangat kuat terhadap air. Kadar air monolayer menunjukkan jumlah air
yang dapat terikat pada gugus kimia bahan makanan seperti pada karbohidrat,
protein, mineral melalui ikatan hidrogen, ionik-dipol maupun antar kutub (dipol).
Menurut Fennema (1985), pada molekul air, energi ikatan hidrogen intermolekuler
2-40 kJ/ mol, ikatan kovalen 335 kJ/mol. Semakin kuat ikatan, maka aktivitas air
semakin kecil. Wilayah II pada aw 0,20 sampai 0,60 merupakan lapisan air yang
terletak diatas monolayer dan disebut air lapis ganda. Wilayah III dianggap sebagai
air yang terkondensasi pada pori-pori bahan. Pada daerah ini sifat air menyerupai
air bebas (Wariyah dan Supriyadi. 2010)
Berikut cara penentuan kadar air kesetimbangan dan kurva isoterm sorpsi
air.Sampel dimasukkan ke dalam cawan aluminium kemudian disimpan dalam
desikator yang berisi larutan garam jenuh, kemudian diletakkan dalam inkubator
dengan suhu 300C. Selama penyimpanan dilakukan penimbangan berat sampel
setiap hari sampai tercapai berat konstan atau setimbang yang ditandai dengan

selisih antara 3 penimbangan berturut-turut 2mg/g untuk sampel yang disimpan


pada RH di bawah 90% dan 10 mg/g untuk sampel yang disimpan pada RH di atas
90% (Lievonen dan Ross, 2002 diacu dalam Adawiyah, 2006). Sampel yang telah
mencapai berat konstan diukur kadar airnya dengan menggunakan metode oven
(AOAC, 1995) dan dinyatakan dalam basis kering. Kurva isoterm sorpsi air dibuat
dengan cara memplotkan kadar air kesetimbangan sebagai ordinat terhadap
aktivitas air (aw) sebagai basis pada suhu yang konstan (Sugiyono dkk., 2010).
Kadar air kesetimbangan pada aw yang berbeda digunakan untuk membuat
kurva isotherm sorpsi. Untuk mendapatkan slope kurva, dibuat model-model persamaan linier kurva isotherm sorpsi. terdapat lima model persamaan matematis
yaitu model Hasley, Chen-Clayton, Henderson, Caurie, dan Oswin. Model-model
persamaan ini digunakan karena berdasarkan penelitian-penelitian terdahulu
mampu menggambarkan kurva isotherm sorpsi pada rentang nilai aw yang luas
(Chirife dan Iglesias, 1978; Isse et al., 1983). Guna mempermudah perhitungan,
maka model-model persamaan matematis yang digunakan dimodifikasi bentuknya
dari persamaan non-linier menjadi persamaan linier sehingga nilai-nilai
konstantanya dapat ditentukan menggunakan metode kuadrat terkecil. Kadar air
kesetimbangan

hasil

perhitungan

masing-masing

model

dan

kadar

air

kesetimbangan hasil percobaan diplotkan pada nilai aw untuk mengetahui


seberapa dekat nilai keduanya. Kelima kurva model di atas dibandingkan dengan
isotherm sorpsi percobaan untuk mendapatkan kesamaan/ketepatan antara model
dengan percobaan. Dalam hal ini dilakukan perbandingan antara kadar air hasil
percobaan dengan kadar air model melalui perhitungan nilai MRD (Mean Relative
Determination). Pada formula di atas, mi adalah kadar air hasil percobaan, Mpi
adalah kadar air model, dan n adalah jumlah data. Jika nilai MRD<5, maka model
isotherm sorpsi tersebut dapat meng-gambarkan keadaan yang sebenarnya atau
sangat tepat. Jika nilai MRD antara 5 sampai 10, maka model tersebut agak tepat,
dan jika nilai MRD>10 maka model tersebut tidak tepat untuk menggambarkan
keadaan yang sebenarnya (Isse et al., 1983). Model dengannilai MRD yang paling

kecil digunakan untuk menentukan umur simpan. Tekanan uap air jenuh pada suhu
30C adalah 31,824 mmHg (Labuza, 1982 dalam Sugiyono dkk., 2011).
Ketika makanan pada kelembaban konstan, akan terjadi keseimbangan
pada kadar air akhir yang disebut kelembaban keseimbangan. Dengan memberikan
perlakuan

produk

mengembangkan

ke
apa

berbagai
yang

kelembaban

disebut

kurva

relatif,

seseorang

keseimbangan

dapat

kelembaban

mikro.Pengujian dilakukan dengan menempatkan produk dalam botol kaca yang


berisi larutan garam jenuh. Berbagai larutan garam jenuh menyeimbangkan pada
kelembaban relatif tertentu.Sampel piring ditimbang kembali di berbagai kali
sampai

mereka

mencapai

keseimbangan.

Berikut

beberapa

aktivitas

kesetimbangan pada aktivitas air bahan pangan.

Tepung, di sisi lain, akan kehilangan kelembaban pada kelembaban relatif


di bawah sekitar 60%. Air dan aktivitas air terlibat dalam sebagian besar
mekanisme kerusakan produk pangan. Pertumbuhan mikroba dan pembusukan,
aksi enzim, pencoklatan non-enzimatik, dan perubahan tekstur akan berpengaruh
oleh kelembaban.. Kadar air isoterm diposisikan untuk produk khas dan akan
bervariasi, tergantung pada matriks. Suhu akan mempercepat semua reaksi ini

sampai batas tertentu. Peningkatan laju reaksi bervariasi dari 30% sampai 300%
untuk setiap kenaikan 10 C suhu (Sewald dan DeVries. 2014).
Menurut Labuza (1984); Berg dan Bruin (1985) dalam Diosady dkk.
(1996), persamaan Guggenheim-Anderson-de Boer (GAB), merupakan model
teoritis yang paling baik untuk menentukan fenomena penyerapan air dalam
bahan pangan. Beberapa penelitian penggunaan model GAB untuk mengevaluasi
sorpsi air pada bahan pangan telah dilakukan. Peng dkk. (2007) menyatakan
bahwa penggunaan model GAB untuk mengevaluasi isotherm adsorpsi dan
desorpsi lembab pada pati jagung menunjukkan model GAB dapat digunakan
untuk bahan makanan dengan kisaran aw yang lebar (0,05 0,95) degan nilai
modulus deviasi relative (E) kurang dari 10% (Wariyah dan Supriyadi, 2011).
C. Metodologi
1. Alat
a. Desikator
b. Pinset
c. Sendok kecil
d. Cawan aluminium
e. Neraca analitik
f. Oven
g. Toples
2. Bahan
a. Tepung millet putih
b. Tepung kacang hijau
c. Garam (LiCl, MgCl2, KCl, Mg(NO3)2, NaNO2, K2SO4, K2CO3, NaCl)

3. Cara Kerja

D. Hasil dan Pembahasan


Tabel 4.1 Data ISL Foodbars Tepung Millet Putih dan Tepung Kacang Hijau
No

Garam

Aw

Ka Seimbang

.
1
LiCl
0,113
3,64
2
MgCl2
0,321
6,12
3
K2CO3
0,436
7,03
4
Mg(NO3)2
0,499
7,84
5
NaNO2
0,628
9,02
6
NaCl
0,749
13,43
7
KCl
0,830
16,57
8
K2SO4
0,967
25,42
Sumber: Laporan Sementara
Menurut Labuza (1984), sorpsi isotermis air adalah kurva yang
menghubungkan kadar air dengan aktivitas air suatu bahan pada suhu tertentu.
Sorpsi isotermis sangat penting dalam merancang proses pengeringan, terutama
dalam menentukan titik akhir pengeringan serta meramal perubahan-perubahan
yang mungkin terjadi terhadap bahan makanan selama bahan tersebut disimpan
(Septianingrum, 2008). Kurva isotherm sorpsi air (ISA) menyatakan hubungan
antara kadar air (basis kering) bahan dengan kelembaban relatif (relative
humidity/RH) atau aktivitas air pada suhu tertentu. Moisture sorpsi isotherm
dapat ditunjukkan dalam bentuk kurva isotherm sorpsi yang khas pada setiap
bahan (Aini dkk, 2014).
Isotherm sorpsi lembab ialah adanya hubungan interaksi waktor aktivitas
air atau kelembaban air dengan kadar air setimbang dalam bahan pangan yang
disajikan dengan kurva melengkung. Metode yang digunakan dalam penentuan
kurva ISL ialah gravimetri dengan mengetahui kadar air sampel pada toples kaca
tertutup dengan larutan garam yang jenuh. Penggunaan larutan garam jenuh
dapat mempertahankan RHs secara konstan selama jumlah garam yang
digunakan masih di atas tingkat jenuh.Pada penyimpanan sampeltepung beras,
kadar air cenderung cepat mengalami peningkatan ketika disimpan pada kondisi
kelembaban yang relatif tinggi. Hal ini karena pola perpindahan molekul air

diantara tepung beras dengan lingkungan penyimpanan atau toples kaca pada
nilai RH tertentu (Widowati dkk., 2010).
Kadar air setimbang ialah keadaan air dengan kondisi RH yang relatif
tinggi, bahan pangan mengalami perpindahan molekul air dengan cepat untuk
menyeimbangkan kondisi lingkungan. Hal ini terjadi proses penyerapan maupun
pelepasan air yang mempengaruhi perubahan struktur dari bahan. Jenis-jenis
garam yang dijadikan sebagai larutan jenuh untuk menjadikan RH lebih tinggi
juga

berpengaruh

terhadap

kecepatan

dan

karakteristik

sorpsi

bahan

(Widowati dkk., 2010).


Untuk mengetahui karakteristik bahan, biasanya data disajikan dalam
bentuk diagram atau kurva. Bentuk kurva ISL khas untuk setiap produk pangan
dan dikelompokkan menjadi tiga tipe yaitu tipe A, B dan C. Kurva ISL tipe A
adalah bentuk kurva yang khas untuk bahan anti kempal. Bahan ini menyerap air
pada sisi spesifik dengan energi pengikatan yang tinggi dan mampu menahan
sejumlah besar air pada aw yang rendah. Tipe B adalah bentuk kurva yang paling
banyak ditemui pada produk pangan. Bentuk kurva ini sigmoid disebabkan oleh
kombinasi dari efek koligatif, kapiler dan interaksi antar-permukaan. Tipe C
mewakili kurva sorpsi untuk bahan kristal seperti sukrosa(Wariyah dan
Supriyadi. 2010).
Adapun jenis kurva Brunnauer tentang isoterm sorpsi diberikan pada
kurva berikut:

Gambar 4.1 Jenis kurva ISL berdasarkan Brunnauer


Jenis

yang

paling

berbeda

dalam kelompok ini adalah


tipe I dan III:
yang

pertama
menunjukkan

peningkatan tajam dalam

aw pada nilai aktivitas air

rendah tetapi lereng menurun dari keseluruhan aktivitas air berkisar sedangkan
dalam kasus kedua, kemiringan awal kecil dari kadar air aktivitas air petak
meningkat dari seluruh jajaran aktivitas air. Tipe II dapat dipahami sebagai
kombinasi dari tipe I dan III; tipe I pada aktivitas air yang lebih rendah dan tipe
III pada aktivitas air yang lebih tinggi. Jenis IV dan V merupakan modifikasi dari
jenis II dan III, masing-masing. Modifikasi terdiri dalam mekanisme yang sama
dengan yang ada di tipe I ditumpangkan pada mekanisme dimodifikasi pada
kegiatan air yang tinggi (Blahovecdan Yanniotis, 2010).
Dari kurva ISL tersebut, dapat diketahui karakteristik bahan yang ingin
diketahui.

Setelah

itu,

ditentukan

persamaan

kurva

dengan

model

matematis.Model-model persamaan isotherm sorpsi air yang ada antara lain


Langmuir, BET (Brunauer-Emmett-Teller), Henderson, GAB (GuggenheimAnderson-deBoer) dan lain-lain dengan model yang sesuai pada karakter bahan
yang digunakan. Diantara persamaan tersebut yang paling sering digunakan pada
bahan pangan adalah model BET dan GAB. (Aini dkk., 2014). Pada praktikum
ini yang digunakan ialah persamaan GAB. Persamaan ini memiliki bentuk yang
mirip dengan BET, tetapi memiliki K. BET konstan ekstra sebenarnya adalah

kasus khusus dari GAB, dimana K = 1. Tiga parameter GAB ditentukan


mengikuti metode bentuk ubah dari isoterm GAB. Sebuah metode regresi
polinomial langsung nonlinear dilakukan untuk menentukan nilai-nilai koefisien
jangka kuadrat, linear istilah koefisien dan konstan (Akoy dan Hrsten,
2013).
Fungsi garam yang ditambahkan pada masing-masing toples menurut
Ansar (2011) adalah untuk mengatur RH penyimpanan sesuai dengan yang
dikehendaki. Kristal-kristal garam yang terdapat dalam toples berfungsi sebagai
buffer yang berfungsi untuk melarutkan kelembaban yang terserap ke dalam
larutan ketika aw bahan lebih tinggi dari kelembaban relatif ruangan, atau
menyediakan kelembaban ketika aw bahan lebih rendah dari kelembaban relatif
ruangan (Labuza dalam Penner, 2013).
Penggunaan garam yang berbeda menghasilkan nilai aw yang berbeda pula.
Dari percobaan diketahui bahwa garam yang menghasilkan aw terbesar adalah
K2SO4. Sedangkan yang terkecil adalah LiCl. Penambahan garam pada sampel
memberikan pengaruh pada sampel. Pengaruh yang diberikan adalah garam
dapat menjaga stabilitas RH bahan selama konsentrasi garam masih di atas jenuh
(Widowati dkk, 2010).
Menurut tabel 4.1 dapat diketahui bahwa nilai aw dan kadar air seimbang
berbanding lurus. Semakin tinggi nilai aw maka semakin tinggi pula nilai Ka
seimbang. Hal ini dikarenakan tepung millet dan tepung kacang hijau menyerap
uap air dari lingkungan untuk mendapatkan kondisi seimbang.

Kurva ISL Foodbars Tepung Millet Putih dan Tepung Kacang Hijau
30
25
20
KA kesetimbangan (%db)

15
10
5
0
0

0.2

0.4

0.6

0.8

1.2

Aw

Gambar 4.1 Kurva ISL Foodbars Tepung Millet Putih dan Tepung Kacang Hijau
Pembuatan kurva ISL menggunakan metode termogravimetri. Kurva dibuat
dari data kadar air seimbang foodbars tepung millet putih - tepung kacang hijau
dan aktivitas air (aw) yang diperoleh dari hasil praktikum, seperti pada tabel 4.1
dan selanjutnya diplot ke grafik dengan menggunakan persamaan polinomial
pangkat tiga. Grafik hubungan aktivitas air (aw) dan kadar air akan menghasilkan
kurva isotherm soprsi lembab (kurva ISL) dengan aw sebagai sumbu x dan kadar
air seimbang sebagai sumbu y. Adapun persamaan matematis kurva ISL
foodbars tepung millet putih dan tepung kacang hijau yang didapatkan adalah:
y = 66,36 x3 72 x2 + 33,15 x + 0,727
dan bentuk grafik ISL tepung millet putih dan tepung kacang hijau berbentuk
sigmoid (memiliki 2 lengkungan), yang merupakan bentuk khas dari kurva
isotherm tipe II. Pada kurva terdapat dua lengkungan, pada aw 0,321 dan pada aw
0,749.

Kurva ISL Foodbars Tepung Millet Putih dan Tepung Kacang Hijau
0.08
Kurva ISL Foodbars
Tepung Millet Putih dan
Tepung Kacang Hijau

0.07
0.06

f(x) = - 0.17x^2 + 0.19x + 0.01

0.05

Polynomial (Kurva ISL


Foodbars Tepung Millet
Putih dan Tepung Kacang
Hijau)

0.04
0.03
0.02
0.01
0
0

0.2

0.4

0.6

0.8

1.2

Gambar 4.2 Kurva ISL Foodbars Tepung Millet Putih dan Tepung Kacang Hijau
Setelah kurva ISL ditentukan, berikutnya data dihitung menggunakan
persamaan Guggenheim-Anderson-deBoer (GAB). Menurut GAB (GuggenheimAnderson-deBoer), kadar air pada aw tertentu dapat dihitung dengan rumus
sebagai berikut:

dimana mo adalah kadar air kesetimbangan, m adalah kadar air (basis


kering) pada aw tertentu, dan C, k adalah konstanta. Pada model GAB,
parameter-parameter yang dimiliki mempunyai makna fisik proses sorpsi yaitu
dapat menentukan nilai konstanta c dan K yang berhubungan dengan energi
interaksi antara air dan bahan, serta nilai mo yang menunjukkan kadar air saat
terjadi satu lapis molekul air dan mampu menggambarkan pengaruh suhu
terhadap sorpsi isothermik dengan menggunakan persamaan Arrhenius. Model
GAB ini dapat digunakan untuk penentuan kapasitas air terikat tersier
(Aini dkk, 2014).
Berdasarkan data yang didapat dari praktikum, didapatkan kurva
perhitungan GAB sebagai berikut:

GAB
0.08
0.07
0.06

f(x) = - 0.17x^2 + 0.19x + 0.01


R = 0.95

0.05
Aw/Ka

GAB

0.04

Polynomial (GAB)

0.03
0.02
0.01
0
0

0.2

0.4

0.6

0.8

1.2

Aw

Gambar 4.3 Kurva Guggenheim-Anderson-deBoer (GAB)


Sedangkan persamaan polinomial pangkat 2 yang didapat dari perhitungan
GAB adalah y = -0,170x2 + 0,191x + 0,010. Kurva GAB dibuat dengan
memasukkan data hasil percobaan ke dalam grafik. Grafik yang dihasilkan
berbentuk melengkung ke bawah dengan dua garis yaitu GAB dan polinomial
GAB. Grafik GAB menggunakan nilai Aw sebagai sumbu x dan nilai Aw/Ka
sebagai sumbu y.

E. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari praktikum Acara IV Isotherm Sorpsi
Lembab adalah sebagai berikut:
1. Nilai aw dan kadar air seimbang berbanding lurus, sehingga semakin
tinggi nilai aw maka semakin tinggi nilai kadar air seimbang

2. Kurva isotherm sorpsi lembab foodbars tepung millet dan tepung kacang
hijau berbentuk sigmoid (memiliki 2 lengkungan) dan memiliki
persamaan kurva:
y = 66,36 x3 72 x2 + 33,15 x + 0,727
3. Kurva Guggenheim-Anderson-deBoer (GAB) yang dihasilkan memiliki
persamaan polinomial y = -0,170x2 + 0,191x + 0,010.

DAFTAR PUSTAKA

Aini, Nur, Vincentius Prihananto, dan Gunawan Wijonarko. 2014. Karakteristik


Kurva Isotherm Sorpsi Air Tepung Jagung. Agritech Vol. 34, No. 1,
Februari 2014.
Akoy, Elamin O.M. Dan Dieter Von Hrsten. 2013. Original Article: Moisture
Sorption Isotherms Of Mango Slices. International Journal Of
Agricultural And Food Science 2013, 3(4): 164-170
Ansar. 2011. Pengaruh Suhu dan Kelembaban Udara terhadap Perubahan Mutu Tablet
Effervescen Sari Buah Selama Penyimpanan. Jurnal Teknologi dan
Industri Pangan Vol XXII No. 1 Th 2011.
Blahovec, Ji And Stavros Yanniotis. 2010. Gab Generalised Equation As A Basis
For Sorption Spectral Analysis. Czech J. Food Sci. Vol. 28, 2010, No. 5:
345354
Koswara, Sutrisno. 2009. Teknologi Pengolahan Beras (Teori Dan Praktek). Produksi
: Ebookpangan.Com
Penner, Elizabeth. 2013. Comparison of The New Vapor Sorption Analyzer to The
Traditional Saturated Salt Slurry Method and The Dynamic Vapor
Sorption Instrument. Thesis University of Illinois, Illinois.
Reo, Albert R. 2010. Efek Suhu terhadap Moisture Sorption Isotherm dari Ikan
Kerapu (Epinephelus merra) Asin Kering dan Ikan Cakalang
(Katsuwonus pelamis L) Asap. Jurnal Teknologi Pertanian Vol. 5, No. 2,
Mei 2010.
Sewald, Mark Dan Jon Devries. 2014. Medallion Laboratories: Food Product Shelf
Life
Sugiyono, Edi Setiawan, Elvira Syamsir, Hery Sumekar. 2011. Pengembangan
Produk Mi Kering Dari Tepung Ubi Jalar (Ipomoea Batatas) Dan
Penentuan Umur Simpannya Dengan Metode Isoterm Sorpsi. J.Teknol.
Dan Industri Pangan, Vol. Xxii No. 2 Th. 2011 164
Sugiyono, Fransisca, Aton Yulianto. 2010. Formulasi Tepung Penyalut Berbasis
Tepung Jagung Dan Penentuan Umur Simpannya Dengan Pendekatan
Kadar Air Kritis. J.Teknol. Dan Industri Pangan, Vol. Xxi No. 2 Th. 2010
95
Wariyah, Chatarina Dan Supriyadi. 2010. Isoterm Sorpsi Lembab Beras Berkalsium.
Jurnal Agritech, Vol. 30, No. 4, November 2010

Widowati, Sri; Heti Herawati; Rizal Syarief; Nugraha Edhi Suyatma Dan Hendra Adi
Prasetia. 2010. Pengaruh Isoterm Sorpsi Air Terhadap Stabilitas Beras
Ubi. J.Teknol. Dan Industri Pangan, Vol. Xxi No. 2 Th. 2010

LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai