Anda di halaman 1dari 27

6

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Stoikiometri

2.1.1 Penetapan kadar air dengan suhu tinggi (grafimetri)

Gravimetri adalah metode analisis kimia secara kuantitatif dimana jumlah

analit ditentukan dengan mengukur bobot substansi murni yang hanya

mengandung analit (Skoog 2004). Penentuan kadar zat berdasarkan pengukuran

berat analit atau senyawa yang mengandung analit dapat dilakukan dengan dua

metode, yaitu metode pengendapan melalui isolasi endapan sukar larut dari suatu

komposisi yang tak diketahui dan metode penguapan dimana larutan yang

mengandung analit diuapkan, ditimbang, dan kehilangan berat dihitung

(Harvey, 2004).

Berdasarkan cara mengukur fase, gravimetri dibedakan menjadi dua jenis,

yaitu gravimetri evolusi langsung dan gravimetri evolusi tidak langsung.

Gravimetri evolusi langsung berfungsi untuk mengukur fase gas secara langsung,

sedangkan gravimetri evolusi tidak langsung berfungsi untuk mengukur fase gas

dan fase padat dari padatan yang terbentuk (Skoog 2004).

Kadar air suatu bahan menunjukkan kandungan air bebas dalam bahan

tersebut yang berikatan hidrogen dengan sesama molekul air bebas. Kadar abu

suatu bahan adalah residu senyawa oksida dan garam yang tersisa dari

pengeringan suatu bahan pada temperatur yang tinggi (Fennema 1996).


7

2.1.2 Penetapan kadar air dengan pelarut (volumetri)

Volumetri adalah analisis kimia kuantitatif yang dilakukan dengan

menetapkan volume suatu larutan yang konsentrasinya diketahui dengan tepat,

yang diperlukan untuk bereaksi secara kuantitatif dengan larutan dari zat yang

akan ditetapkan (Hawab, 2004).

Analisis volumetri memerlukan pengukuran dengan seksama volume

larutan yang bereaksi. Alat yang lazim digunakan adalah labu takar, buret, pipet

dan gelas ukur (Natur, 2004).

Volumetri/titrasi merupakan salah satu cara analisis secara kuantitatif,

yaitu analisis yang bertujuan untuk menentukan jumlah suatu zat atau komponen

zat. Salah satu contoh dari analisis volumetri adalah titrasi, dimana analat

direaksikan dengan suatu pereaksi sedemikian rupa sehingga jumlah zat-zat yang

direaksikan itu ekuivalen satu sama lain atau tepat saling menghasilkan sehingga

tidak ada sisa (Natur, 2004).

Penentuan titik akhir titrasi dilihat karena adanya perubahan, warna yaitu

larutan tidak berwarna menjadi berwarna tertentu atau larutan berwarna berubah

menjadi warna lain. Kekeruhan atau endapan, larutan yang jernih menjadi keruh

atau sebaliknya (Hawab, 2004).

Bila titrasi dilakukan dengan menambahkan indikator, maka perubahan

warna terjadi karena reaksi antara indikator dengan titran. Bila tidak ditambahkan

indikator maka perubahan yang terjadi karena titran dan titrat mempunyai warna

(Natur, 2004).
8

2.1.3 Kadar air tanah

Kadar air tanah dinyatakan dalam persen volume yaitu persentase volume

air terhadap volume tanah. Cara ini mempunyai keuntungan karena dapat

memberikan gambaran tentang ketersediaan air bagi tanaman pada volume tanah

tertentu. Cara penetapan kadar air dapat dilakukan dengan sejumlah tanah basah

dikering ovenkan dalam oven pada suhu 1000 C – 1100 C untuk waktu tertentu.

Air yang hilang karena pengeringan merupakan sejumlah air yang terkandung

dalam tanah tersebut. Air irigasi yang memasuki tanah mula-mula menggantikan

udara yang terdapat dalam pori makro dan kemudian pori mikro. Jumlah air yang

bergerak melalui tanah berkaitan dengan ukuran pori-pori pada tanah. Air

tambahan berikutnya akan bergerak ke bawah melalui proses penggerakan air

jenuh. Penggerakan air tidak hanya terjadi secara vertikal tetapi juga horizontal.

Gaya gravitasi tidak berpengaruh terhadap penggerakan horizontal

(Hakim, dkk, 1986).

Kemampuan tanah menahan air dipengaruhi antara lain oleh tekstur tanah.

Tanah-tanah bertekstur kasar mempunyai daya menahan air lebih kecil daripada

tanah bertekstur halus. Oleh karena itu, tanaman yang ditanam pada tanah pasir

umumnya lebih mudah kekeringan daripada tanah-tanah bertekstur lempung atau

liat. Kondisi kelebihan air ataupun kekurangan air dapat mengganggu

pertumbuhan tanaman. Ketersediaan air dalam tanah dipengaruhi: banyaknya

curah hujan atau air irigasi, kemampuan tanah menahan air, besarnya

evapotranspirasi (penguapan langsung melalui tanah dan melalui vegetasi),

tingginya muka air tanah, kadar bahan organik tanah, senyawa kimiawi atau
9

kandungan garam-garam, dan kedalaman solum tanah atau lapisan tanah

(Madjid, 2010).

Air tersedia biasanya dinyatakan sebagai air yang terikat antara kapasitas

lapangan dan koefisien layu. Kadar air yang diperlukan  untuk tanaman juga

bergantung pada pertumbuhan tanaman dan beberapa bagian profil tanah yang

dapat digunakan oleh akar tanaman. Tetapi untuk kebanyakan mendekati titik

layunya, absorpsi air oleh tanaman kurang begitu cepat, dapat mempertahankan

pertumbuhan tanaman. Penyesuaian untuk menjaga kehilangan air di atas titik

layunya telah ditunjukkan dengan baik (Buckman dan Brady, 1982).

Kadar air dalam tanah Alfisol dapat dinyatakan dalam persen volume yaitu

persen volume air terhadap volume tanah. Cara ini mempunyai keuntungan karena

dapat memberikan gambaran tentang ketersediaan air pada pertumbuhan pada

volume tanah tertentu. Cara penetapan kadar air tanah dapat digolongkan dengan

beberapa cara penetapan kadar air tanah dengan gravimetrik, tegangan atau

hisapan, hambatan listrik dan pembauran neutron.  Daya pengikat butir-butir tanah

Alfisol terhadap air adalah besar dan dapat menandingi kekuatan tanaman yang

tingkat tinggi dengan baik begitupun pada tanah Inceptisol dan Vertisol, karena

itu tidak semua air tanah dapat diamati dan ditanami oleh tumbuhan

(Hardjowigeno, 1993).

2.1.4 Kadar air bahan nabati

Air merupakan unsur utama yang terdapat dalam bahan pangan. Bisa

dikatakan hampir semua bahan pangan baik nabati ataupun hewani mengandung

air dan merupakan komponen penting karena air mempengaruhi penampakan,


10

tekstur, serta citarasa bahan pangan. Bahkan dalam bahan pangan yang paling

kering sekalipun seperti tepung, buah kering ataupun serealia terkandung air

didalamnya hanya saja jumlahnya sangat kecil sekali (Hakim, dkk, 1986).

Kandungan air dalam bahan makanan turut menentukan acceptability,

kesegaran, penampakan, tekstur dan daya tahan bahan tersebut. Bahan pangan,

baik yang berupa buah, sayuran, daging maupun susu, telah banyak berjasa dalam

memenuhi kebutuhan air manusia. Buah mentah yang menjadi matang selalu

bertambah kadar airnya contohnya buah apel yang mentah kadar airnya hanya

10% namun setelah matang, kadar air apel meningkat menjadi 80%, nenas

mempunyai kadar air 87% dan tomat 95% Buah yang paling banyak mengandung

kandungan air adalah semangkah dengan kadar air 97%. Kandungan air beberapa

bahan makanan terlihat seperti gambar diatas menunjukan bahwa banyaknya air

dalam suatu bahan tidak dapat ditentukan dari keadaan fisik bahan tersebut.

Misalnya buah nanas, jika dilihat secara sepintas seharusnya mempunyai kadar ai

yang tinggi. Namun tenyata kandungan ai dalam buah nanas lebih endah daipada

kandungan ai dai sayuran Kol atau Kubis atau cabbage (Skoog, 1986).

Air sebagai penyusun utama bahan pangan penting untuk penampakan,

kesegaran serta daya tahan bahan pangan Contoh yang paling simple adalah

Anggur atau grape. Saat segar, anggur atau grape mempunyai kadar air yang

tinggi dengan tingkat kesegaran yang menakjubkan namun dengan daya tahan

yang rendah. Namun saat dikeringkan dan menjadi Raisin, maka penampakannya

yang keriput samasekali tidak menarik minat namun daya tahannya sangat tinggi

hingga bisa disimpan selama bertahun tahun (Hakim, dkk, 1986).


11

2.2 Larutan I

2.2.1 Teknik penbuatan larutan

2.2.1.1 Prmbuatan larutan padat

Suatu larutan itu sendiri adalah campuran homogen dari molekul, atom

ataupun ion dari dua zat atau lebih. Suatu larutan disebut suatu campuran karena

susunannya dapat berubah-ubah. Disebut homogen karena susunannya begitu

seragam sehingga tak dapat diamati adanya bagian-bagian yang berlainan, bahkan

dengan mikroskop optis sekalipun. Dalam campuran heteregon permukaan-

permukaan tertentu dapat dideteksi antara bagian-bagian atau fase-fase yang

terpisah (Arne, 1987).

Meskipun semua campuran fase gas bersifat homogen dan karena itu dapat

disebut larutan, molekul-molekulnya begitu terpisah sehingga tak dapat saling

menarik dengan efektif. Larutan fase padat sangat berguna dan dikenal baik.

Contoh antara lain perunggu (tembaga dan zink sebagai penyusun utama), emas

perhiasan (biasanya emas dan tembaga), dan amalgam kedokteran gigi

(merkurium dan perak) (Arne, 1987).

2.2.1.2 Pembuatan larutan cair

Pembuatan larutan cair merupakan suatu cara membuat larutan dimana

larutan tersebut berasal dari zat pelarut cair terhadap zat terlarut cair untuk

menghasilkan suatu larutan yang terdiri dari zat terlarut dan zat pelarut

(Gallego, 1994).
12

Komponen lain, yang dapat berbentuk gas, cairan ataupun zat padat

dibayangkan sebagai terlarut kedalam komponen pertama.Zat yang terlarut

disebut disebut zat terlarut (solute). Dalam hal-hal yang meragukan, zat yang

kuantitasnya lebih kecil disebut zat terlarut (Hakim, dkk, 1986).

 Konsentrasi larutan menyatakan secara kuantitatif komposisi zat terlarut

dan pelarut di dalam larutan. Konsentrasi umumnya dinyatakan dalam

perbandingan jumlah zat terlarut dengan jumlah total zat dalam larutan, atau

dalam perbandingan jumlah zat terlarut dengan jumlah pelarut. Contoh beberapa

satuan konsentrasi adalah molar, molal, dan bagian per juta (part per million,

ppm). Sementara itu, secara kualitatif, komposisi larutan dapat dinyatakan

sebagai encer (berkonsentrasi rendah) atau  pekat (berkonsentrasi tinggi). Molekul

komponen-komponen larutan berinteraksi langsung dalam keadaan tercampur.

Pada proses pelarutan, tarikan antarpartikel komponen murni terpecah dan

tergantikan dengan tarikan antara pelarut dengan zat terlarut. Terutama jika

pelarut dan zat terlarut sama-sama polar, akan terbentuk suatu sruktur zat pelarut

mengelilingi zat terlarut, hal ini memungkinkan interaksi antara zat terlarut dan

pelarut tetap stabil (Gallego, 1994).

Bila komponen zat terlarut ditambahkan terus-menerus ke dalam pelarut,

pada suatu titik komponen yang ditambahkan tidak akan dapat larut lagi.

Misalnya, jika zat terlarutnya berupa padatan dan pelarutnya berupa cairan, pada

suatu titik padatan tersebut tidak dapat larut lagi dan terbentuklah endapan.

Jumlah zat terlarut dalam larutan tersebut adalah maksimal, dan larutannya

disebut sebagai larutan jenuh. Titik tercapainya keadaan jenuh larutan sangat


13

dipengaruhi oleh berbagai faktor lingkungan, seperti suhu, tekanan, dan

kontaminasi. Secara umum, kelarutan suatu zat (yaitu jumlah suatu zat yang dapat

terlarut dalam pelarut tertentu) sebanding terhadap suhu. Hal ini terutama berlaku

pada zat padat, walaupun ada perkecualian. Kelarutan zat cair dalam zat cair

lainnya secara umum kurang peka terhadap suhu daripada kelarutan padatan atau

gas dalam zat cair. Kelarutan gas dalam air umumnya berbanding terbalik

terhadap suhu (Hakim dkk, 1986).

2.3 Keasaman

2.3.1 pH tanaman

Cepat dan lambatnya suatu pertumbuhan pada berbagai jenis tanaman juga

sangat ditentukan oleh PH tanah itu sendiri. Karena Bagaimanapun unsur hara

yang memiliki jenis makanan yang seharusnya diserap oleh tanaman sebagai

kebutuhannya, namun apabila PH yang dikandungnya tidak normal maka tanaman

itu sendiri tidak bisa menyerap makanan tersebut dikarenakan tanaman tersebut

tidak memiliki keinginan untuk menyerap semua gizi yang ada dalam tanah

(Soeka, dkk., 2008).

Dalam ilmu pertanian pengaruh terhadap PH tanah sangat memiliki

peranan yang sangat penting gunanya untuk Menentukan mudah tidaknya ion-ion

unsur hara diserap oleh tanaman. Pada umumnya unsur hara akan mudah diserap

tanaman pada pH 6-7, karena pada pH tersebut sebagian besar unsur hara akan

mudah larut dalam air (Davied, 2008).


14

Derajat pH dalam tanah juga menunjukkan keberadaan unsur-unsur yang

bersifat racun bagi tanaman. Jika tanah masam akan banyak ditemukan unsur

alumunium (Al) yang selain meracuni tanaman juga mengikat phosphor sehingga

tidak bisa diserap tanaman. Selain itu pada tanah masam juga terlalu banyak unsur

mikro yang bisa meracuni tanaman. Sedangkan pada tanah basa banyak

ditemukan unsur Na (Natrium) dan Mo (Molibdenum) (Soeka, dkk., 2008).

Kondisi pH tanah juga menentukan perkembangan mikroorganisme dalam

tanah. Pada pH 5,5 – 7 jamur dan bakteri pengurai bahan organik akan tumbuh

dengan baik. Demikian juga mikroorganisme yang menguntungkan bagi akar

tanaman juga akan berkembang dengan baik (Buckman dan Brady, 1982).

Jika pH tanah yang kita ukur tadi tidak sesuai harapan kita tentunya kita

akan mencoba mengubah pH tanah tersebut sesuai dengan yang kita harapkan.

Sebenarnya setiap tanaman memerlukan pH tertentu yang spesifik untuk

pertumbuahnnya yang optimal, akan tetapi pH tanah yang ideal untuk semua jenis

tanaman pangan, perkebunan dan hortikultura di Indonesia adalah antara 6 sampai

7. Jika pH tanah kita sudah menyimpang dari kisaran tersebut maka segeralah

mengatasinya. Sebagai contoh jika pH tanah dibawah 6 itu berarti tanah masam

dan jika lebih dari 7 berarti basa (Soeka, dkk, 2008). 

2.3.2 pH riil dan pH potensial

pH Rill dan pH Potensial merupakan suatu cara menentukan suatu pH

berdasarkan pelarut yang digunakan untuk mengukur pH tersebut. pH Rill dan pH

Potensial memiliki perbedaan dimana untuk pH Rill menggunakan pelarut air

untuk menyatakan kepekatan ion hidrogen yang tersedia dalam tubuh tanah.
15

Sedangkan pH Potensial merupakan cara menentukan harga pH yang diukur

untuk menentukan kepekatan ion hidrogen yang tersedia dalam tubuh tanah

dengan menggunakan larutan KCl (Kalium Klorida) sebagai bahan pelarut dalam

pengukuran pH –nya (Hawab, HM. 2004).

2.3.3 Jenis-jenis alat pengukur pH

2.3.3.1 pH meter

pH meter adalah alat yang digunakan untuk mengukur derajat tingkat

keasaman atau juga kebasaan (alkali) yang terkandung dalam suatu zat. Skala pH

yang diukur oleh alat ukur pH meter dimulai dari nol hingga 14. Prinsip

pengukuran pH pada suatu zat berdasarkan pada persamaan yang lazim digunakan

di bidang kimia, yakni: pH = – log [H +]. Suatu senyawa dikatakan asam apabila

jumlah ion H+ lebih besar dari ion OH- demikian juga sebaliknya, dikatakan basa

jika jumlah OH- lebih besar dari jumlah H+ (Ferreira 1999).

pH meter merupakan salah satu jenis alat ukur pH yang paling akurat.

Terdapat jenis alat penentu pH lainnya seperti kertas lakmus dan indikator

universal. pH meter diakui sebagai alat paling akurat karena mampu memberikan

data pembacaan angka di belakang koma. Berbeda dengan kertas lakmus atau

indikator universal yang hanya bisa menentukan keasaman dan kebasaan serta

nilai pH yang bulat saja. Sistem pengukuran menggunakan pH meter memiliki

tiga jenis bagian utama yakni elektroda pengukuran pH, alat pengukur impedansi

tinggi serta elektroda referensi (Khopkar, 1990).


16

pH meter banyak digunakan di laboratorium-laboratorium. Penggunaan di

lapangan terkadang cukup merepotkan, karena itu lebih dipilih alat ukur pH untuk

jenis lakmus atau indikator universal. Namun demikian, bila Anda ingin

mendapatkan jumlah pH suatu zat secara lebih akurat dan tepat, sebaiknya

menggunakan alat ukur pH meter (Khopkar, 1990).

2.3.3.2 pH universal

Indikator adalah suatu senyawa kompleks yang dapat bereaksi dengan

asam dan basa. Dengan indikator, kita dapat mengetahui suatu zat bersifat asam

dan basa. Indikator juga dapat digunakan untuk mengetahui tingkat kekuatan

suatu asam atau basa. Beberapa indikator terbuat dari zat warna alami tanaman,

tetapi ada juga beberapa indikator yang dibuat secara sintesis di laboratorium.

Indikator yang sering tersedia di laboratorium adalah kertas lakmus karena praktis

dan harganya murah (Winarno, 2004).

Syarat dapat tidaknya suatu zat dijadikan indicator asam basa adalah

terjadinya perubahan warna apabila suatu indikator diteteskan pada larutan asam

dan larutan basa (Khopkar, 1990).

Salah satu indicator yang memiliki tingkat kepercayaan yang baik adalah

indikator universal. Indikator universal adalah indicator yang terdiri atas berbagai

macam indikator yang memiliki warna berbeda untuk setiap nilai pH 1-14.

Indikator universal ada yang berupa larutan dan ada juga yang berupa kertas.

Paket indikator universal tersebut selalu dilengkapi dengan warna standar untuk

pH 1-14 (Winarno, 2004).


17

2.3.3.3 Kertas lakmus

Warna kertas lakmus dalam larutan asam, larutan basa, dan larutan bersifat

netral berbeda. Perubahan warna yang dihasilkan pada kertas lakmus disebabkan

oleh adanya orchein (ekstrak lichenes) yang berwarna biru di dalam kertas

lakmus. Ada dua macam kertas lakmus, yaitu lakmus merah dan lakmus biru.

Sifat dari masing-masing kertas lakmus tersebut sebagai berikut

(Fessenden, 1994).

Lakmus merah dalam larutan asam berwarna merah dan dalam larutan

basa berwarna biru dan dalam larutan netral berwarna merah. Lakmus biru dalam

larutan asam berwarna merah dan dalam larutan basa berwarna biru dan dalam

larutan netral berwarna biru. Metil merah dalam larutan asam berwarna merah dan

dalam larutan basa berwarna kuning dan dalam larutan netral berwarna kuning.

Metil Jingga dalam larutan asam berwarna merah dan dalam larutan basa

berwarna kuning dan dalam larutan netral berwarna kuning. Fenolftalin dalam

larutan asam akan tidak berwarna dan dalam larutan basa berwarna merah ungu

dan dalam larutan netral akan tidak berwarna (Fransh, 1995).

Dengan adanya kertas ini maka kita dapat mendapatkan beberapa manfaat

dari kertas lakmus ini antara lain kertas ini dapat dapat berubah warna dengan

cepat saat bereaksi dengan asam ataupun basa dan kertas ini juga sukar bereaksi

dengan oksigen dalam udara sehingga dapat tahan lama ( Fanh 2003).
18

2.4 Aldehid dan keton

2.4.1 Aldehid

Salah satu gugus fungsi yang kita yaitu aldehid. Aldehid adalah suatu

senyawa yang mengandung sebuah gugus karbonil yang terikat pada sebuah atau

dua buah atom hidrogen. Nama IUPEC dari aldehida diturunkan dari alkana

dengan mengganti akhiran “ana“ dengan “al“. Nama umumnya didasarkan nama

asam karboksilat ditambahkan dengan akhiran dehid. Aldehid dinamakan menurut

nama asam yang mempunyai jumlah atom C sama pada nama alkana yang

mempunyai jumlah atom sama. Pembuatan aldehida adalah sebagai berikut:

oksidasi alkohol primer, reduksi klorida asam, dari glikol, hidroformilasi alkana,

reaksi Stephens dan untuk pembuatan aldehida aromatik (Fessenden, 1997).

Salah satu reaksi untuk pembuatan aldehid adalah oksidasi dari alkohol

primer. Kebanyakan oksidator tak dapat dipakai karena akan mengoksidasi

aldehidnya menjadi asam karboksilat. Oksidasi khrompiridin komplek seperti

piridinium khlor kromat adalah oksidator yang dapat merubah alkohol primer

menjadi aldehid tanpa merubahnya menjadi asam karboksilat. Beberapa manfaat

dari aldehid yaitu larutan formaldehida 37% dalam air (formalin) untuk

mengawetkan specimen biologi dalam laboratorium / museum, karena dapat

membunuh germs (desinfektan). Formaldehida untuk membuat plastic terms set.

damar buatan serta insektisida dan germisida. Etanal atau asetaldehida sebagai

bahan untuk karet atau damar buatan. Zat warna dan bahan organic yang penting

misalnya asam asetat, aseton, etilasetat, dan 1- butanol (Petrucci, 1987).


19

2.4.2 Keton

Keton adalah suatu senyawa organik yang mempunyai sebuah gugus

karbonil terikat pada dua gugus alkil, dua gugus alkil, atau sebuah alkil. Keton

juga dapat dikatakan senyawa organik yang karbon karbonilnya dihubungkan

dengan dua karbon lainnya. Keton tidak mengandung atom hidrogen yang terikat

pada gugus karbonil (Wilbraham, 1992).

Pembuatan keton ynag paling umum adalah oksidasi dari alkohol

sekunder. Hampir semua oksidator dapat dipakai. Pereaksi yang khas antara lain

khromium oksida (CrO3), phiridinium khlor kromat, natrium bikhromat

(Na2Cr2O7) dan kalium permanganat (KMnO4) (Respati, 1986).

Reaksi-reaksi pada aldehida dan keton adalah reaksi oksidasi dan reaksi

reduksi. Reaksi oksidasi untuk membedakan aldehida dan keton. Aldehid mudah

sekali dioksidasi, sedangkan keton tahan terhadap oksidator. Aldehida dapat

dioksidasi dengan oksidator yang sangat lemah. Sedangkan reaksi reduksi terbagi

menjadi tiga bagian yaitu reduksi menjadi alkohol, reduksi menjadi hidrokarbon

dan reduksi pinakol (Wilbraham, 1992).

Sifat-sifat fisik aldehid dan keton, karena aldehid dan keton tidak

mengandung hidrogen yang terikat pada oksigen, maka tidak dapat terjadi ikatan

hidrogen seperti pada alkohol. Sebaliknya aldehid dan keton adalah polar dan

dapat membentuk gaya tarik menarik elektrostatik yang relatif kuat antara

molekulnya, bagian positif dari sebuah molekul akan tertarik pada bagian negatif

dari yang lain (Fessenden, 1997).


20

2.4.3 Uji/identifikasi aldehid dan keton

2.4.3.1 Uji dengan pereaksi tollens

Pada uji tollens ini dapat digunakan untik mengidentifikasikan senyawa

aldehid yang terkandung dalam sampel. Reagen tollens dibuat dengan cara

mereaksikan 2 mL AgNO3 9% dengan 2 ml larutan amoniak dalam NaOH. Pada

landasan teori dikatakan positif bila dihasilkannya cermin perak (Ag(s)). Akan

tetapi pada saat identifikasi , tidak terbentuk cermin perak. Hal ini kemungkinan

dikarenakan kadar asetaldehid dalam dstilat yang dihasilkan kelompok kami

sangat kecil, yang disebabkan oleh penguapan pada saat pemanasan dimana suhu

lebih dari 70 C , atau kemungkinan dengan pemanasan yang kurang pada saat uji

identifikasi sehingga belum terbentuk nya cermin perak (Gilberg, 1999).

2.4.3.2 Uji dengan pereaksi fehling

Reagen Fehling terdiri dari 2 bagian yaitu Fehling A dan Fehling B.

Fehling A adalah larutan CuSO4, sedangkan Fehling B merupakan campuran

larutan NaOH dan kalium natrium tartarat. Untuk menguji adanya alehid pada

praktikum ini yaitu dengan cara mengambil sedikit destilat ke dalam tabung

reaksi, kemudian pereaksi Fehling A dan Fehling B dicampurkan ke dalam larutan

tersebut (Santos, 1998).

Berdasarkan teori dikatakan positif terdapat asetaldehid bila terjadi

berubahan warna dari biru menjadi endapan berwarna merah bata. Akan tetapi

pada saat identifikasi , tidak terjadi perubahan. Hal ini kemungkinan dikarenakan

kadar asetaldehid pada destilat yang dihasilkan kelompok kami sangat kecil yang
21

disebabkan oleh penguapan pada saat pemanasan dimana suhu lebih dari 70 C ,

atau kemungkinan dengan pemanasan yang kurang pada saat uji identifikasi

sehingga belum terbentuk cermin perak (Santos, 1998).

2.5 Identifikasi Karbohidrat

2.5.1 Karbohidrat

Salah satu dari berbagai macam sumber energy adalah karbohidrat.

Karbohidrat melingkupi senyawa-senyawa yang secara kimia berupa hidroksi

aldehida dan hidroksi keton. Karbohidrat adalah komponen utama dalam jaringan

tanaman. Karbohidrat diklasifikasikan dalam 5 jenis yaitu monosakarida,

disakarida, trisakarida, polysakarida dan mixed poly sakarida. Karbohidrat

merupakan makanan sumber energi yang paling penting. Satu gram karbohidrat

dapat menghasilkan energi sebesar 4 kkal. Walaupun karbohidrat tidak dianggap

esensial seperti asam amino dan asam lemak esensial, tetapi makanan sehari-hari

harus mengandung sejumlah karbohidrat karena karbohidrat penting untuk

kesehatan dan kesejahteraan manusia. Semua karbohidrat yang dapat

dimetabolisme glukosa. Karbohidrat selain sebagai sumber energi otak,

karbohidrat juga diperlukan untuk menyediakan oksaloasetat (melalui asam

piruvat) yang bersama-sama dengan asetil KoA diperlukan untuk memulai siklus

TCA (Arne, 1987).

Karbohidrat adalah zat morganik utama yang terdapat dalam tumbuhan.

Dan biasanya mewakili 50-75% dari jumlah bahan kering dalam bahan makanan

ternak. Sebagian besar dapat dalam biji, buah, dan akar. Kelompok karbohidrat
22

yang tersedia adalah monosakarida (glukosa, fruktosa, manosa), disakarida dan

oligosakarida (sukrosa, laktosa, trehalosa, maltosa). Pengujian kualitatif

karbohidrat dilakukan dengan uji molish (uji umum) untuk mengetahui

kandungan senyawa hidroksi metil furfural, uji benedict untuk mengetahui

kandungan gula pereduksi. Uji yang terakhir adalah dengan uji iod untuk

mengetahui kandungan pati suatu bahan makanan (Anggordi, 1973).

Karbohidrat berfungsi sebagai sumber ribosa untuk sintesis DNA dan

RNA, serta dapat diubah menjadi asam amino non esensial (Lehninger, 1993).

Karbohidrat merupakan sumber energi utama pada sebagian besar hewan herbivor

atau omnivor (Gallego, 1994).

Karbohidrat adalah zat-zat organik yang mengandung zat karbon (C),

hidrogen (H) dan oksigen (O) dalam perbandingan yang berbeda-beda. Zat

hidrogen dan oksigen biasanya terdapat dalam karbohidrat dalam perbandingan

yang sama seperti dalam air (Anggordi, 1973).

2.5.2 Golongan karbohidrat

Secara garis besar karbohidrat terbagi menjadi 3 kelompok yaitu

Monosakarida, terdiri atas 3-6 atom C dan zat ini tidak dapat lagi dihidrolisis oleh

larutan asam dalam air menjadi karbohidrat yg lebih sederhana; Disakarida,

senyawanya terbentuk dari 2 molekul monosakarida yg sejenis atau tidak.

Disakarida dpt dihidrolisis oleh larutan asam dalam air sehingga terurai menjadi 2

molekul monosakarida; Polisakarida, senyawa yg terdiri dari gabungan molekul2

monosakarida yg banyak jumlahnya, senyawa ini bisa dihidrolisis menjadi banyak

molekul monosakarida (Ouellette, 1995).


23

Monosakarida mengandung gugus keton atau aldosa. Awalan aldo- dan

keto- menunjukan jenis gugus aldehida atau keton di dalam suatu sakarida,

sedangkan akhiran –osa menunjukkan karbohidrat. Jumlah atom karbon dalam

suatu karbohidrat ditunjukkan dengan menggunakan tri, titra, penta, heksa, heksa

dan seterusnya. Berdasarkan jumlah atom karbon asimetri pembentuknya.

Monosakarida dapat dioksidasi dengan pereaksi Tollens, Br2/H2O , HNO3 dan

HIO4. Disakarida adalah suatu karbohidrat yang jika dihidrolisis menghasilkan 2

molekul monosakarida seperti maltosa dapat mereduksi Fehling atau Tollens

sehingga disebut gula pereduksi (Fanh 2002).

Polisakarida adalah senyawa yang terdiri dari ratusan bahkan ribuan

monomer monosakarida di alam. Selulosa merupakan komponen utama kayu dan

serat tanaman sedangkan katun yang berasal dari kapas merupakan selulosa

meurni dengan rumus molekul (C5H10O5)n. Pati terdapat pada beras, singkong,

gandum, jagung, kentang dan sebagainya. Terdiri dari 20% amilum dan 80%

amilopektin. Glokogen mirip amilopektin tetapi lebih sedikit percabangannya.

Sangat penting perannya bagi manusa dan binatang, yaitu sebagai cadangan energi

bagi tubuhnya dan banyak disimpan pada hati dan jaringan otot yang jarang

digunakan untuk bergerak atau beraktifitas (Ouellette, 1995).


24

2.5.3 Uji/identifikasi karbohidrat

2.5.3.1 Uji fehling

Pereaksi fehling terdiri dari dua bagian, yaitu fehling A dan fehling B.

Fehling A adalah larutan CuSO4 sedangkan fehling B merupakan campuran

larutan NaOH dan kalium natrium tartrat. Pereaksi fehling dibuat dengan

mencampurkan kedua larutan tersebut, sehingga diperoleh suatu larutan yang

berwarna biru tua. Dalam pereaksi fehling, ion Cu 2+ terdapat ion kompleks.

Pereaksi fehling dapat dianggap sebagai larutan CuO. Pereaksi fehling digunakan

sebagai identifikasi adanya gula reduksi (seperti glukosa) dalam air kemih pada

penderita penyakit diabetes (glukosa mengandung gugus aldehid) (Santos, 1999).

2.5.3.2 Uji molichs

Peraksi molisch adalah a-naftol dalam alkohol 95%. Reaksi ini efektif

untuk senyawa-senyawa yang dapat di dehidrasi oleh asam sulfat pekat menjadi

senyawa furfural yang tersubstitusi seperti hidroksimetifurfural. Warna merah

ungu yang terasa disebabkan oleh kondensasi furfural atau turunannya dengan

a-naftol (Ouellette, 1995).

Selain dari furfural dapat terkondensasi dengan bermacam-macam

senyawa fenol memberikan turunan yang berwarna. Uji molisch adalah uji umum

untuk karbohidrat walaupun hasilnya bukan merupakan reaksi yang spesifik untuk

karbohidrat. Hasil yang negatif merupakan petunjuk yang jelas tidak adanya

karbohidrat dalam sampel. Uji molisch digunakan untuk menentukan karbohidrat

secara umum, pereaksi molisch bereaksi dengan larutan glukosa, sukrosa, laktosa,
25

maltosa, dan pati menghasilkan cincin berwarna ungu. Hal ini menunjukkan

bahwa uji molisch sangat spesifik untuk membuktikan adanya golongan

monosakarida, disakarida, dan polisakarida pada larutan karbohidrat

(Anggordi, 1973).

2.5.3.3 Uji iodium

Iodium adalah halogen yang reaktivitasnya paling rendah dan paling

bersifat elektropositif. Iodium digunakan dalam dunia medis, fotografi, dan

sebagai pewarna. Seperti halnya semua unsur halogen lain, iodium ditemukan

dalam bentuk molekul diatomik. Uji iodium biasanya digunakan untuk

membuktikan adanya polisakarida. Polisakarida dengan penambahan iodium akan

membentukkompleks adsorpsi berwarna spesifik. Amilum atau pati dengan

iodium menghasilkan warna biru, sekstrin menghasilkan warna merah anggur,

sedangkan glikogen dan sebagian pati yang terhidrolisis bereaksi dengan iodium

membentuk warna merah coklat (Anggordi, 1973).

2.6 Identifikasi Protein

2.6.1 Protein

Kata protein sebenarnya berasal dari kata Yunani yang berarti pertama

yang paling penting, asal dari kata protos. Protein terdiri dari bermacam-macam

golongan makromolekul heterogen. Walaupun demikian semuanya merupakan

turunan dari polipeptida dengan berat molekul yang tinggi, secara kimia dapat

dibedakan antara protein sederhana yang terdiri dari polipeptida dengan berat

molekkul yang tinggi (Hart, 1987).


26

Secara kimia dapat dibedakan antara protein sederhana yang terdiri dari

polipeptida dan protein kompleks yang mengandung zat-zat makanan tambahan

seperti hern, karbohidrat, lipid atau asam nukleat. Untuk protein kompleks, bagian

polipeptida dinamakan aproprotein dan keseluruhannya dinamakan haloprotein.

Secara fungsional protein juga menunjukkan banyak perbedaan. Dalam sel

mereka berfungsi sebagai enzim, bahan bangunan, pelumas dan molekul

pengemban. Tapi sebenarnya protein merupakan polimer alam yang tersusun dari

berbagai asam amino melalui ikatan peptida (Niar, 1999).

Protein adalah suatu senyawa organik yang mempunyai berat molekul

besar antara ribuan hingga jutaan satuan(g/mol). Protein tersusun dari atom-atom

C,H,O dan N ditambah beberapa unsur lainnya seperti P dan S. Atom-atom itu

membentuk unit-unit asam amino. Urutan asam amino dalam protein maupun

hubungan antara asam amino satu dengan yang lain, menentukan sifat biologis

suatu protein (Girinda, 1990).

2.6.2 Uji/identifikasi protein

2.6.2.1 Uji xanthoprotein

Uji xantoprotein dapat digunakan untuk menguji atau mengidentifikasi

adanya senyawa protein  karena uji xantoprotein dapat menunjukan adanya

senyawa asam amino yang memiliki cincin benzene seperti fenilalanin, tirosin,

dan tripofan. Langkah pengujianya adalah larutan yang diduga mengandung

senyawa protein ditambahkan larutan asam nitrat pekat sehingga terbentuk

endapan berwarna putih. Apabila larutan tersebut mengandung protein maka


27

endapat putih tersebut apabila di[anaskan akan berubah menjadi warna kuning

(Girinda, 1990).

2.6.2.2 Uji biuret

Pada uji biuret, ketika beberapa tetes larutan CuSO4 yang sangat encer

ditambahkan pada alkali kuat dari peptida atau protein dihasilkan warna ungu,

adalah test yang umum untuk protein dan diberikan oleh peptida yang berisi dua

atau lebih rantai peptida. Biuret dibentuk dengan pemanasan urea dan mempunyai

struktur mirip dengan struktur peptida dari protein (Routh, 1969).

Percobaan uji biuret bertujuan untuk menunjukan asam amino yang

memiliki ikatan peptida lebih dari satu. Ikatan peptida adalah ikatan antara gugus

karbonil asam amino dan nitrogen dari rantai peptida. Uji ini psitif jika terjadi

perubahan warna sampel menjadi ungu atau keunguan. Penambahan NaOH pada

sampel sebagai katalis untuk mempercepat reaksi. Penambahan CuSO4 akan

bereaksi dengan polipeptida atau ikatan-ikatan peptida yang menyusun protein

membentuk senyawa kompleks yang berwarna ungu (Girinda, 1990).

2.6.2.3 Uji ninhidrin

Uji Ninhidrin terjadi apabila ninhidrin dipanaskan bersama asam amino

maka akan terbentuk kompleks berwarna. Asam amino dapat ditentukan secara

kuntitatif dengan jalan menggunakan intensitas warna yang terbentuk sebanding

dengan konsentrasi asam amino tersebut. Pada reaksi ini dilepaskan CO 2 dan NH4

sehingga asam amino dapat ditentukan secara kuantitatif dengan mengukur jumlah

CO2 dan NH3 yang dilepaskan. Prolin dan hidroksi prolin menghasilkan warna
28

kompleks yang berbeda warnanya dengan asam amino lainnya. Kompleks

berwarna yang terbentuk mengandung dua molekul ninhidrin yang bereaksi

dengan ammonia yang dilepaskan pada oksidasi asam amino. Hasil uji positif

pada uji ninhidrin diberikan pada asam amino yang mengandung asam α-amino

dan peptida yang memiliki gugus α-amino yang bebas (Rich, 2001).

2.6.2.4 Uji pengendapan dengan logam berat

Pada pH di atas titik isoelektrik protein bermuatan negative, sedangkan di

bawah titik isoelektrik protein bermuatan positif. Olehkarena itu untuk

mengendapkan protein dengan ion logam diperlukan pH larutan di atas titik

isoelektrik, sedangkan untuk pengendapan protein dengan ion negative

memerlukan pH larutan di bawah titik isoelektrik. Ion- ion positif yang dapat

mengendapkan protein adalah Ag+, Ca2+, Zn2+, Hg2+,Pb2+,Cu2+,Fe2+. Sedangkan

ion-ion negative yang dapat mengendapkan protein adalah ion salisilat,

trikloroasetat, pikrat, tanat dan sulfosalisilat (Riawan, 1990).

2.7 Sifat Sifat Minyak dan Lemak

2.7.1 Minyak dan lemak

Lemak dan minyak termasuk golongan lipida sederhana. Lemak dan

minyak disusun dari trigliserida. Trigliserida terdiri dari gliserol dan asam-asam

lemak. Asam-asam lemak mengalami reaksi esterifikasi dengan ketiga gugus

hidroksil dari gliserol. Ikatan ester adalah ikatan yang paling umum digunakan

dalam lemak (Poedjiadi dan Supriyanti, 2009).


29

Lipida adalah senyawa organik berminyak atau berlemak yang tidak larut

di dalam air, yang dapat diekstraksi dari sel dan jaringan oleh pelarut nonpolar,

seperti kloroform atau eter. Jenis lipida yang paling banyak adalah lemak atau

triasilgliserol, yang merupakan bahan bakar utama bagi hampir semua organisme.

(Lehninger, 1970).

Lemak dan minyak terdapat pada hampir semua bahan pangan dengan

kandungan yang berbeda-beda. Tetapi lemak dan minyak sering kali ditambahkan

dengan sengaja ke bahan makanan dengan berbagai tujuan. Lemak yang

ditambahkan dalam bahan pangan atau dijadikan bahan pangan membutuhkan

persyaratan dan sifat-sifat tertentu. Lemak dan minyak dapat diekstraksi dengan

berbagai cara. Untuk mengekstraksi minyak dan lemak diperlukan pelarut yang

baik (Sudarmadji, dkk., 1996). Tiap pelarut lemak mempunyai tingkatan kelarutan

berbeda-beda pada minyak dan lemak, dan untuk mengetahui tingkat kelarutan

itu dilakukan percobaan ini, dengan membandingkan pelarut organik (etanol, n-

heksana, dan kloroform) serta pelarut polar (air) (Sudarmadji, dkk., 1996).

2.7.2 Tingkat kelarutan lemak dan minyak pada berbagai jenis pelarut

Pada umumnya, lemak dan minyak tidak larut dalam air tetapi sedikit larut

dalam alkohol dan larut sempurna dalam pelarut organik seperti eter, kloroform,

asetom, benzene atau pelarot non polar lainnya. Minyak dalam air akan

membentuk emulsi yang tidak stabil karena bila dibiarkan maka kedua cairan akan

memisah dan menjadi dua lapisan (Soeka, 2002).

Sebaliknya, minyak dalam soda (Na2CO3) akan membentuk emulsi yang

stabil karena asam lemak yang bebas dalam larutan lemak bereaksi dengan soda
30

membentuk sabun. Sabun mempunyai daya aktif permukaan, sehingga tetes-tetes

minyak tersebar seluruhnya (Rich, 2002).

2.7.3 Reaksi spnofikasi dan reaksi alkoholisis

Lemak dan minyak dapat terhidrolisis, lalu menghasilkan asam lemak dan

gliserol. Proses hidrolisis yang disengaja biasa dilakukan dengan penambahan

basa kuat, seperti NaOH atau KOH melalui pemanasan dan menghasilkan gliserol

dan sabun. Proses hidrolisis minyak oleh alkali disebut reaksi penyabunan atau

saponifikasi. Jika suatu ester direaksikan dengan suatu alkohol maka akan

diperoleh ester baru dan alkohol baru. Reaksi ini disebut reaksi alkoholisis yang

dapat berlangsung dalam suasana asam dan basa mengikuti pola umum

(Iqmal, 2012).

2.7.4 Uji/identifikasi minyak dan lemak

2.7.4.1 Uji kelarutan

Uji ini terdiri atas analisis kelarutan minyak dan lemak maupun

derivate-derivatnya terhadap berbagai macam pelarut. Dalam uji ini, kelarutan

minyak dan lemak ditentukan oleh sifat kepolaran pelarut. Apabila minyak dan

lemak dilarutkan ke dalam pelarut polar maka hasilnya lemak dan minyak tersbut

tidak akan larut. Hal tersebut karena minyak dan lemak memiliki sifat nonpolar

sehingga hanya akan larut pada pelarut yang sama-sama nonpolar, seperti

heksana, benzene, dan dietil eter (Ril, 2010).


31

2.7.4.2 Reaksi pembentukan ester (alkoholisis)

Suatu ester bereaksi dengan alkohol membentuk ester baru dan alkohol

baru. Ini merupakan contoh reaksi alkoholisis. Reaksi alkoholisis tertentu ini

disebut juga reaksi transesterifikasi sebab satu ester dirubah menjadi ester lain.

Reaksi ini disebut reaksi transesterifikasi yang dapat berlangsung dalam suasana

asam dan basa. Reaksi alkoholisis terjadi karena adanya pertukaran antara gugus

alkil dalam –OR pada ester dengan gugus alkilnya (Sulaiman, 2005).

2.7.4.3 Reaksi penyabunan

Uji penyabunan minyak bertujuan untuk mengetahui terjadinya hidrolisis

pada minyak oleh alkali. Lemak dan minyak dapat terhidrolisis, lalu menghasilkan

asam lemak dan gliserol. Proses hidrolisis yang disengaja biasa dilakukan dengan

penambahan basa kuat, seperti NaOH atau KOH melalui pemanasan dan

menghasilkan gliserol dan sabun. Proses hidrolisis minyak oleh alkali disebut

reaksi penyabunan atau saponifikasi (Ril, 2010).

2.7.4.4 Uji pembentukan emulsi

Uji pembentukan emulsi bertujuan mengetahui terjadinya pembentukan

emulsi dari minyak. Emulsi adalah dispersi atau suspensi metastabil suatu cairan

dalam cairan lain dimana keduanya tidak saling melarutkan. Agar terbentuk

emulsi yang stabil, diperlukan suatu zat pengemulsi yang disebut emulsifier atau

emulsifying agent, yang berfungsi menurunkan tegangan permukaan antara kedua

fase cairan. Bahan emulsifier dapat berupa protein, gom, sabun, atau garam

empedu. Daya kerja emulsifier terutama disebabkan oleh bentuk molekulnya yang
32

dapat terikat, baik pada minyak ataupun air. Emulsifier akan membentuk lapisan

disekeliling minyak sebagai akibat menurunnya tegangan permukaan dan

diadsorpsi melapisi butir-butir minyak sehingga mengurangi kemungkinan

bersatunya butir-butir minyak satu sama lainnya (Sulaiman, 2005).

Anda mungkin juga menyukai