Anda di halaman 1dari 25

Nama : Gunawan Jaya

Nim : 06520180183

Mata Kuliah : Produksi Siaran TV dan radio

Resume buku

 Judul Buku : MANAJEMEN MEDIA MASSA (Konsep Dasar, Pengelolaan dan Etika Profesi)
 Penulis : Ade Putranto Prasetyo W.T.,S.I.Kom.,M.A.,
 Penerbit : Pustaka Baru Press
 Tahun Terbit : 2020

BAB 1 KONSEP DASAR MANAJEMEN MEDIA MASSA

A. Definisi Media Massa


1. Pengertian Media Massa
Berdasarkan leksikon komunikasi, media massa diartikan sebagai sarana untuk
menyampaikan pesan yang berhubungan langsung dengan masyarakat luas, misalnya
radio, televisi, dan surat kabar. Canggara (2010) berpendapat bahwa media merupakan
alat atau sarana yang dapat digunakan untuk menyampaikan pesan dari komunikator
kepada khalayak. Sedangkan pengertian media massa adalah alat yang digunakan dalam
penyampaian pesan dari sumber kepada khalayak dengan menggunakan alat-alat
komunikasi, seperti surat kabar, film, radio, serta televisi (Canggara, 2010). Media
merupakan bentuk jamak dari medium yang memiliki arti tengah atau perantara.
Sedangkan kata massa berasal dari bahasa Inggris yaitu mass yang artinya kelompok
atau kumpulan yang tidak terhitung jumlahnya. Dari pengertian-pengertian tersebut
dapat disimpulkan bahwa pengertian media massa yakni perantara atau alat-alat yang
digunakan oleh massa dalam berhubungan satu sama lain. Media massa menurut DeVito
adalah alat komunikasi yang menyampaikan pesan, gagasan, dan informasi
menggunakan pemancar atau sinyal.
Ada dua istilah lain yang tidak bisa dilepaskan dari pembahasan mengenai media
massa, yaitu jurnalistik dan pers Jurnalistik berasal dari bahasa Yunani yaitu journal yang
artinya adalah catatan harian atau setiap hari (Hikmat Kusumaningrat 2005). Dart negeri
Yunani juga dikenal istilah Acta Diurna, yaitu sebuah catatan harian atau pengumuman
tertulis dari berbagai kegiatan senat pada jaman Kaisar Romawi Julius Caesar di abad 60
sebelum Masehi (Muis, 1996). Jurnalistik dapat diartikan sebagai kegiatan pencatatan
dan pelaporan kepada masyarakat mengenai apa yang terjadi sehari-hari. Sedangkan
jurnalisme dapat diartikan sebagai kegiatan menghimpun berita, mencari fakta, serta
melaporkan peristiwa Jurnalistik juga dapat diartikan sebagai bagian dari aktivitas sosial
yang fokus pada penyebaran berita, serta pandangan tentang masyarakat. Selain istilah
jurnalistik, istilah lain yang tidak dapat lepas dari pembahasan mengenai media massa
adalah pers Kata "pers" merupakan kata yang berasal dari bahasa Belanda yang artinya
menekan. Arti yang sama juga ditemukan dalam bahasa Inggris yakni kata "press".
Pengertian menekan atau mengepres berawal dari pengertian perantara berkomunikasi
antarindividu dalam sebuah masyarakat melalui mekanisme percetakan, tetapi pada
perkembangannya, kata "pers" kemudian mengalami perluasan makna yaitu merujuk
kepada seluruh kegiatan jurnalistik, mulai dari kegiatan mencari serta menghimpun
berita, hingga menyebarkannya.
2. Karakteristik Media Massa
Menurut Canggara (2010), karakteristik media massa dapat di identifikasikan
menjadi 5, yaitu :
1. Bersifat Melembaga
Dalam komunikasi massa, komunikatornya akan ber gerak dalam organisasi
yang kompleks, tetapi tetap bersifat melembaga. Lembaga yang menjadi
penyampai pesan ko munikasi massa yaitu televisi, surat kabar, radio, dan
internet Pihak yang mengelola media massa tersebut terdiri dari banyak orang
yang bergarak dalam kegiatan pengumpulan pengelolaan, sampai pada
penyajian informasi.
2. Bersifat Umum
Dalam proses komunikasi massa, pesan-pesan yang disampaikan oleh
komunikator ditujukan untuk khalayak luas atau semua orang tanpa
pengecualian. Tidak ditujukan untuk sekelompok orang atau golongan.
3. Meluas dan Serempak
Komunikasi massa yang dilakukan dapat mengatasi rintangan waktu serta
jarak. Hal tersebut dikarenakan ko munikasi massa yang dilakukan memiliki
kecepatan. Berita dapat bergerak secara luas dan simultan, sehingga informasi
yang disampaikan dapat diterima oleh banyak orang dalam waktu yang sama.
4. Bersifat Satu Arah
Sifat satu arah yang dimaksud adalah komunikasi antara komunikator dan
komunikan terjadi secara langsung, tetapi komunikator dan komunikan tidak
dapat saling bertemu dan merespons secara langsung. Sehingga dalam
prosesnya, komunikator yang mengendalikan komunikasinya.
5. Umpan Balik Tertunda (Delayed Feedback)
Komunikator tidak dapat secara langsung mengetahui reaksi khalayak saat
menerima pesan yang disampaikannya. Hal tersebut dikarenakan antara
komunikator dengan komunikan tidak saling bertatap muka secara langsung.
3. Peran dan Fungsi Media Massa
1. Media sebagai industri yang selalu berubah dan berkembang yang bisa
digunakan untuk menciptakan lapangan kerja barang, maupun jasa.
2. Media massa sebagai sebuah sumber kekuatan, alat kontrol manajemen, dan
inovasi dalam masyarakat yang bisa di- manfaatkan sebagai pengganti kekuatan
atau sumber daya Lainnya
3. Media massa merupakan sebuah lokasi atau forum yang semakin memiliki peran
dalam menampilkan peristiwa ke- hidupan masyarakat, baik dalam skala lokal
nasional, mau pun internasional.
4. Media massa memiliki peran sebagai wahana dalam pe- ngembangan
kebudayaan. Pengembangan tersebut bukan hanya dalam pengertian
pengembangan bentuk seni serta simbol, tetapi juga dalam pengertian
pengembangan tata cara mode, gaya hidup, serta norma-norma.
5. Media massa telah menjadi sumber yang dominan bagi individu maupun
kelompok masyarakat, serta kelompok secara kolektif dalam memeroleh
gambaran dan citra realitas sosial.

Media massa memiliki beberapa fungsi, berikut menurut Effendy (2003) :

a. Fungsi Informasi
b. Fungsi Pendidikan
c. Fungsi Memengaruhi.

Sedangkan, menurut Dominick (2009), Fungsi media massa bagi masyarakat umum,
yaitu :

a. Pengawasan (Surveillance)
b. Penafsiran (Interpretation)
c. Pertalian (Linkage)
d. Penyebaran Nilai-nilai (Transmission of Values)
e. Hiburan (Entertainment).
B. Urgensi Manajemen Media Massa
Keberadaan media massa memiliki fungsi sebagai alat untuk menyampaikan
informasi kepada masyarakat dengan jangkauan yang luas. Hal tersebut memungkinkan para
perusahaan media massa saling berlomba- lomba dalam membuat sebuah berita maupun
hiburan yang nantinya akan dijual kepada khalayak, sekaligus sebagai nilai tambah secara
ekonomis bagi perusahaan.
Ada satu elemen terpenting dalam proses manajemen yang perlu dilakukan oleh
perusahaan media massa, yakni survei atau riset. Dalam dunia manajemen, terdapat
beberapa istilah dalam prosesnya yang biasa dikenal dengan planning (perencanaan),
organizing (pengorganisasian), actuating (tindakan), dan controlling (pengawasan).
C. Manajemen Media Massa
Manajemen media massa apabila dipandang dalam ilmu manajemennya, maka
dapat dicirikan sebagai seni untuk mengetahui animo serta keinginan massa atas informasi
tertentu yang menjual untuk kemudian disajikan dan dihadirkan ke hadapan khalayak.
Dalam kaidah keilmuan jurnalistik, terdapat kebutuhan terhadap informasi yang dipolakan,
dicirikan, serta diteliti untuk menjadi fokus dalam kajian tersebut. Ini berlaku bagi media
jenis apa saja, baik media cetak maupun elektronik Media massa memiliki satu tujuan yang
pasti, yaitu menjual informasi bagi khalayak.
D. Prinsip-prinsip Media Massa
Prinsip merupakan pernyataan mendasar atau fundamental kebenaran umum yang
dijadikan sebagai pedoman berpikir maupun bertindak. Prinsip manajemen digunakan oleh
seorang manajer untuk mencegah terjadinya kesalahan yang mendasar dalam pekerjaan dan
juga untuk meramalkan keberhasilan dari suatu usaha.
Menurut McQuail (1997) media massa memiliki setidaknya lima prinsip yang dapat
memengaruhi kinerja dari media massa tersebut :
1. Prinsip kebebasan Media
2. Prinsip kesetaraan dalam media
3. Prinsip keanekaragaman
4. Prinsip kebenaran dan kualitas informasi
5. Prinsip tatanan sosial dan solidaritas
E. Perencanaan Media
Perencanaan media merupakan hal yang tidak dapat terlepas dari perencanaan
komunikasi secara keseluruhan. Hal tersebut dikarenakan perencanaan komunikasi serta
perencanaan media merupakan satu kesatuan perencanaan yang utuh. Terdapat lima poin
penting yang berhubungan dengan perencanaan media yaitu :
1. Pencarian Informasi Lanjutan Khalayak
2. Penggunaan Media Dalam Komunikasi
3. Persfektif Prnggunaan Media Massa
4. Faktor – faktor Kualitatif dan Kuantitatif
5. Karakteristik Media Cetak, Radio dan Televisi yang Diperhatikan dalam
Perencanaan.

BAB 2 MANAJEMEN LEMBAGA MEDIA

A. Lembaga Media
Pasal 1 Ayat (2) UU No. 40 Tahun 1999 menyatakan bahwa perusahaan pers atau
media merupakan sebuah badan hukum di Indonesia yang berhak menyelenggarakan usaha
pers, yang terdiri dari perusahaan media cetak, kantor berita, media elektronik, serta
berbagai jenis perusahaan media lainnya yang bertugas secara khusus untuk
menyelenggarakan, menyiarkan, ataupun menyalurkan informasi. Selanjutnya, di dalam
Pasal 10 UU No. 40 Tahun 1999 juga dinyatakan bahwa perusahaan pers harus memberikan
kesejahteraan kepada wartawan dan karyawan pers yang bekerja di perusahaannya dalam
bentuk kepemilikan saham dan atau pembagian laba bersih serta berbagai bentuk tunjangan
kesejahteraan lainnya.
pedoman perusahaan pers jika didasarkan pada undang-undang adalah sebagai
berikut:
1. Kantor Berita
Pasal 1 Ayat (3) UU No. 40 Tahun 1999 menyebutkan bahwa Kantor berita
merupakan salah satu kategori perusahaan pers yang melayani media cetak, media
elektronik, dan jenis media lainnya, agar masyarakat umum dapat memperoleh sejumlah
informasi tertentu.
2. Wartawan
Pasal 1 Ayat (4) UU No. 40 Tahun 1999 menyebutkan bahwa wartawan merupakan
sebutan untuk orang yang se- cara teratur dan sistematis melaksanakan berbagai
macam kegiatan jurnalistik KBBI mendefinisikan wartawan sebagai orang-orang yang
bekerja dan bertugas untuk mencari serta menyusun berita, yang selanjutnya dimuat di
surat kabar, majalah, radio, atau televisi.
3. Surat Kabar
Surat kabar merupakan lembaran-lembaran kertas yang bertuliskan berita tertentu.
Sedangkan berita merupakan suatu pernyataan seseorang kepada orang lain yang
bertujuan untuk memberitahukan suatu hal-hal tertentu.
4. Berita
Berita merupakan tulisan yang dibuat oleh wartawan atau penulis dan selanjutnya
disiarkan dalam media pers tententu Suatu tulisan baru dapat disebut sebagai berita
apabila telah disiarkan dalam sebuah surat kabar harian (Bachan, 1999) Landasan hukum
yang menjadi batasan wajib bagi mekanisme pemberitaan resmi di Indonesia meliputi
tiga komponen, yaitu :
A. UU No. 40 Tahun 1999
B. Kode etik jurnalistik
C. Code of conduct
B. Top Manajer
Top manajer atau disebut juga sebagai pemimpin umum merupakan orang pertama
yang bertugas untuk mengendalikan perusahaan media massa, baik dalam bidang
redaksional maupun bidang usaha. Seorang pemimpin umum memiliki tanggung jawab
terhadap maju atau mundurnya suatu perusahaan, serta memiliki kekuasaan yang luas.
Selain itu, seorang pemimpin umum dapat mengambil kebijaksanaan, menentukan arah
perkembangan pe- rusahaan atau lembaga media, dan juga memperhitungkan rugi laba dari
perusahaan.
Dalam rangka mengembangkan serta memajukan perusahaan, pemimpin umum dari
perusahaan atau lembaga media massa memegang tiga kendali, yaitu bidang redaksi atau
editor department, departemen percetakan, dan departemen usaha. Bidang redaksi
dipimpin oleh seorang pimpinan redaksi yang bertanggung jawab terhadap isi dari
penerbitan atau redaksional. Departemen cetak (printing department) dipimpin oleh
seorang pemimpin percetakan yang memiliki tanggung jawab terhadap produksi percetakan.
Sedangkan untuk departemen usaha (bussines department) dipimpin oleh seorang pimpinan
perusahaan yang memiliki tugas untuk mengembangkan usaha- usaha yang dilakukan oleh
sebuah perusahaan atau lembaga media massa.
C. Editorial dan Dewan Redaksi
Terdapat 9 bidang yaitu :
1. Dewan Redaksi
2. Pemimpin redaksi
3. Sekretaris redaksi
4. Redaktur pelaksana
5. Redaktur (editor)
6. Kordinator liputan
7. Wartawan
8. Koresponden
9. Kontrtibutor
D. Departemen Cetak
Bagian percetakan memang merupakan bagian terpenting dalam sebuah lembaga
penerbitan pers, namun tidak mutlak harus ada. Sebuah lembaga atau perusahaan media
massa dapat melakukan proses pencetakan pada perusahaan lainnya. Walau begitu, tetap
ada juga perusahaan penerbitan pers yang mempunyai mesin-mesin cetak sendiri, bahkan
melayani jasa pencetakan dari perusahaan pers lainnya.
Dalam manajemen percetakan, seorang pemimpin percetakan dibantu oleh dua
orang manajer, yaitu manajer produksi dan administrasi. Manajer produksi bertanggung
jawab terhadap tiga bidang, yaitu bidang pracetak, cetak, serta perawatan. Sedangkan
manajer administrasi bertanggung jawab terhadap bidang administrasi keuangan serta
administrasi umum dan personalia.
E. Departemen Usaha
1. Pemimpin Perusahaan
Pemimpin perusahaan merupakan orang yang telah mendapat kepercayaan dari
pemimpin umum untuk membantu dalam pengelolaan bidang usaha. Pemimpin
perusahaan te- lah mendapat kepercayaan penuh untuk mengendalikan usa- ha,
mendapatkan keuntungan sebanyak-banyaknya guna kesejahteraan seluruh karyawan
yang berada di lembaga atau perusahaan media tersebut. Pemimpin perusahaan me-
miliki beberapa manajer yang bertanggung jawab untuk bidang-bidang yang dibutuhkan.
Bidang-bidang tersebut di antaranya adalah bidang produksi, sirkulasi, iklan, keuangan,
teknik, personalia, juga layanan pelanggan (customer care). Seorang pemimpin
perusahaan memiliki wewenang penuh untuk mengarahkan para manajer agar dapat
mencapai hasil yang maksimal.
2. Bagian iklan
3. Bagian sirkulasi
4. Bagian keuangan
5. Bagian pelayanan pelanggan
6. Bagian umum
7. Bagian Teknik

BAB 3 MANAJEMEN MEDIA MASSA

Diskursus mengenai manajemen media massa membutuhkan pengkajian mendalam yang di


awali dengan tahap pembuatan garis demarkasi yang rigid antara kata manajemen dan media
massa. yang menggunakan sebuah dekonstruksi etimologis, sehingga dapat terbentuk perspektif
yang bersifat holistik. Simplikasi dari kata manajemen mempunyai makna getting result through the
work of other yang inheren jika dikaitkan dengan konteks institusi media massa berjenis cetak
ataupun elektronik.

Manajemen sebagai sebuah keilmuan memiliki tiga aspek tinjauan, yakni: 1) manajemen
sebagai sebuah struktur, sehingga terinterpretasikan dalam bentuk organisasi; 2) manajemen
sebagai sebuah alur mekanisme, sehingga terinterpretasikan dalam bentuk administrasi; dan 3)
manajemen sebagai sebuah kompetensi kepemimpinan, sehingga terinterpretasikan dalam bentuk
manajer.

Kepemimpinan memiliki persyaratan sebagai berikut:

1. Mempunyai pengetahuan (knowledge) yang dibutuhkan oleh organisasi.


2. Mempunyai kompetensi dan kecakapan (ability and skil).
3. Mempunyai kemampuan untuk memahami, serta menjunjung tinggi etika profesi dan
moralitas yang berlaku (morality andethics)
4. Mempunyai kemampuan untuk beradaptasi dan memosisikan dirinya sebagai pribadi
manusia, maupun bagian dari suatu masyarakat sosial (personal and social).
A. Manajemen Media Cetak
Manajemen media cetak memiliki beberapa komponen penting, menurut Djuroto
(2000) :
1. Struktur organisasi media cetak
a. Bagian redaksi
Secara teknis pemimpin redaksi akan di bantu beberapa orang dengan tugas
khusus yakni sebagai berikut :
1) Redaktur pelaksana
2) Sekretaris redaksi
3) Kordinator peliputan dan manajer produksi
4) Redaktur
5) Wartawan
6) Bidang pendukung redaksi
b. Bagian perusahaan
Pemimpin perusahaan harus dibantu oleh beberapa unit kerja tertentu guna
meningkatkan efektivitas dan efisiensi teknis oprasional, yaitu :
1) Manajer umum
2) Manajer PSDM
3) Manajer iklan
4) Manajer promosi
5) Manajer sirkulasi
6) Sekretaris perusahaan
2. Manajemen redaksional media cetak
Manajemen redaksional merupakan proses dari pengelolaan materi
pemberitaan pada media cetak melalui tahap- tahap perencanaan,
pengorganisasian, penggerakan juga pengawasan yang mencakup proses
peliputan, penulisan, sampai pada tahapan penyuntingan (editing).
B. Manajemen Media Elektronik
1. Pengelolaan media penyiaran elektronik
Media penyiaran elektronik pada dasarnya harus dapa melaksanakan berbagai
fungsi, seperti menjadi media untuk beriklan, hiburan, informasi, dan juga untuk
pelayanan. Hal tersebut menjadi tantangan bagi pihak manajemen. Tantangan yang
lainnya berasal dari berbagai media penyiaran elektronik yang ada di sekitar media
tersebut. Berbagai macam stasiun radio juga televisi saling bersaing secara langsung
untuk mendapatkan banyak pengiklan dan audiens. Selain itu, stasiun radio dan televisi
harus mampu bersaing dengan media massa elektronik lainnya, seperti internet, DVD,
dan lain sebagainya Dalam media penyiaran elektronik, seorang manajer umum (general
manager) bertanggung jawab secara langsung kepada pemilik juga pemegang saham
dalam menjalankan potensi sumber daya yang ada (manusia dan barang) sedemikian
rupa.
Dalam melaksanakan tanggung jawab sebagai manajer, mereka melaksanakan
empat fungsi dasar dari manajemen, yaitu perencanaan (planning), pengorganisasian
[organizing), penggerakan (actuating), serta pengawasan (controlling).
2. Manajemen penyiaran televisi
Pada umumnya stasiun penyiaran televisi mempunyai empat fungsi dasar dalam
struktur organisasinya yaitu :
a. Bagian Teknik
Ada beberapa yang terlibat dalam bagian Teknik yaitu :
1) Manajer Teknik
2) Asisten manajer Teknik
3) Pengawasan Teknik
4) Teknisi pemeliharaan
5) Teknisi transmisi
6) Teknisi audio/video
7) Teknisi video tape/editor
8) Teknisi master control
b. Bagian program
c. Bagian pemasaran
d. Bagian administrasi

Sedangkan dalam bagian yang lebih khusus seperti dalam news room media
penyiaran televisi biasanya terdapat tiga jenis posisi atau jabatan yaitu :

a. Jabatan manajerial
1) Pemimpin redaksi
2) Wakil pemimpin redaksi
3) Manajer liputan
4) Manajer produksi
5) Produser eksekutif
6) Kordinator liputan
7) Kordinator liputan daerah
8) Kordinator kamerawan
b. Jabatan editorial
1) Produser
2) News anchor
3) Reporter
4) Field produser atau produser lapangan
5) News writer
6) Petugas riset
c. Jabatan produksi
1) Kamerawan atau cameramen
2) Associate producer atau assistant producer
3) Editor audio visual
4) Graphic dan animation artist
d. Jabatan lain
Ada beberapa jabatan penting lainnya yang tidak masuk ke dalam struktur
organisasi newsroom karena berada di bawah departemen lain. Bagian-bagian
itu seperti newscast director, technical director, studio camera operator, video
switcher, dan audio operator. Semua bagian tersebut biasanya ikut andil dalam
penayangan siaran berita di televisi, namun semuanya berada di bawah
departemen Teknik.

Selain bagian-bagian yang berperan dalam proses penayangan berita di


newsroom, ada hal lain yang juga menjadi bagian penayangan berita di tv, yaitu
proses perencanaan di newsroom stasiun televisi. Proses perencanaan biasanya
mencakup kegiatan dalam penentuan tujuan organisasi, serta strategi untuk
mencapai tujuan tersebut. Dalam proses perencanaan harus diputuskan apa yang
akan dilakukan, berikut dengan waktu, serta orang yang akan melaksanakannya.
Tujuan organisasi dari sebuah newsroom adalah untuk membuat program berita
atau newscast dari suatu media televisi. Agar dapat mencapai tujuan tersebut,
organisasi dari newsroom harus membuat rencana kegiatan. Penyusunan rencana
kegiatan tersebut biasanya dilakukan dalam rapat- rapat redaksi. Ada beberapa
macam rapat redaksi yang ada di newsroom TV, yaitu berupa rapat harian, rapat
mingguan, rapat tahunan, juga rapat khusus.

3. Manajemen penyiaran radio


Manajemen radio juga biasanya dikenal dengan sebutan manajemen musik, hal
tersebut berkaitan dengan siaran musik di radio. Manajemen mempunyai peranan dan
fungsi yang sangat penting juga vital dalam penyiaran radio. Manajemen radio atau
manajemen siaran musik terdiri dari dua macam, yang pertama yaitu manajemen siaran
On-Air dan yang kedua manajemen siaran Off-Air. Segala hal yang berhubungan dengan
pengaturan perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, serta tindak lanjut penyiaran yang
dilakukan di dalam studio dinamakan manajemen siaran On Air. Sedangkan segala jenis
pengelolaan kegiatan stasiun radio yang berhubungan langsung dengan khalayak
pendengar dan dilaksanakan di luar studio disebut dengan manajemen siaran Off-Air.
terdapat beberapa divisi yang mendukung proses penyiaran tersebut. Divist-divisi
tersebut biasanya meliputi bagian marketing, program director, music director, produksi,
siaran, serta monitoring.
4. Manajemen media online
Pengertian dari manajemen media online adalah suatu proses pengelolaan media
yang berbasis online dengan cara yang efektif, serta efisien dengan memanfaatkan
berbagai sumber daya untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Kegiatan
manajemen media online ini dapat dibagi ke dalam tiga bagian, yaitu manajemen
konten, manajemen desain, dan manajemen pemasaran.
Ada beberapa hal yang menjadi alasan pentingnya pengelolaan media online yang
baik dalam perkembangan bisnis, di antaranya yaitu :
a. Mengenal pelanggan
b. Mendengarkan keinginan dari konsumen
c. Memberikan respon yang cepat
d. Melihat persaingan di pasar
e. Meningkatkan pengunjung situs.

BAB 4 PRINSIP PENGELOLAAN MEDIA MASSA

A. Menyeimbangkan Idealisme dan Realitas


1. Konsep idealisme media massa
Idealisme dalam sebuah media massa terletak di dalam perannya sebagai salah satu
pilar demokrasi. Media massa dianggap memiliki peran yang penting dalam
menyebarkan nilai kebebasan, serta kesetaraan kepada masyarakat luas. Ha- rapan
masyarakat begitu tinggi terhadap peran media massa, sehingga dianggap mampu
menjadi pelopor budaya yang me- miliki kualitas mumpuni serta dapat memberikan
informasi yang kredibel.
Peristiwa berita di berbagai media massa, kini semakin didominasi oleh tema-tema
yang berbau kekerasan, seperti permasalahan pembunuhan, pelecehan seksual yang
terjadi pada anak di bawah umur, rekan kerja, bahkan pejabat. Selain itu juga banyak
berita mengenai penipuan dan penganiayaan. Kecenderungan itu berlangsung secara
terus menerus, sehingga membuat manusia menjadi tidak peka, bahkan menjadi mati
rasa terhadap gejala kekerasan yang ada di sekitar mereka. Khalayak akhirnya
menganggap kekerasan sebagai kewajaran untuk dilihat, baik dari krisis sosial,
kemanusiaan, maupun krisis spiritual. Lebih jauh lagi, kekerasan tersebut bahkan
diciptakan, diprovokasi, dikomersialisasikan, kemudian dibudayakan, se- hingga akhirnya
terwujud budaya kekerasan atau budaya yang dapat menghasilkan kekerasan. Secara
langsung maupun tidak langsung, media massa juga turut menjadi pemicu dari konflik-
konflik tersebut, bahkan menjadi provokator terhadap existing konflik.
2. Peran media massa dalam membentuk realitas sosial
Realitas secara bahasa berasal dari kata res dalam bahasa latin, yang dapat
diterjemahkan menjadi benda, kemudian berubah bentuk menjadi realis yang berarti
sesuatu yang membenda, aktual atau mempunyai wujud. Sedangkan menung Berger
dan Laickman (1993), disebutkan bahwa realitas atau kenyataan itu ialah suatu kualitas
yang terdapat dalam fenomena atau gejala yang dapat diakui keberadaannya oleh
manusia Pembentukan realitas sosial ialah proses dialektika yang mana manusia
berperan sebagai pembuat, sekaligus sebagai hasil atau keluaran dari kehidupan sosial
mereka. Proses tersebut muncul karena akibat dari kemampuan manusia untuk
mengeksternalisasi dan mengobjektivikasikan makna-makna yang subjektif, serta
tindakan dan pengalaman-pengalaman yang diketahui dan dialami, ke dalam dirinya.
Melalui hal tersebut, manusia secara terus-menerus mengonstruksi realitas sosial dan
keluaran subjektif bersamaan dengan proses mendapat pengalaman faktual yang
objektif.
B. Bentuk Usaha Media Massa
Dilihat dari segi pengelolaan (manajemen), suatu penerbitan pers atau pers siaran
harus memenuhi syarat keteraturan terb atau keteraturan siaran. Tidak boleh hanya terbit
atau bersiaran sekali atau hanya untuk waktu tertentu yang kemudian sirna begritu saja.
Juga tidak boleh terbit tidak teratur. Untuk menghilangkan hal tersebut, penerbitan pers
atau pers penyiaran harus memenuhi semua unsur manajemen yang baik (organizing,
financing, operating, controling, dan lain sebagainya). Unsur-unsur pengelolaan tersebut
makin penting dilihat dari upaya membangun pers profesional dan pers,sebagai wahana
informasi publik.
Ditinjau dari hubungan keluar (external relationship), profesionalisme dan pers
harus bermutu, dan dapat dipertanggungjawabkan. Sebagai wahana informasi, pers harus
dapat menyalurkan informasi yang akurat, terpercaya, lengkap, teratur, dan faktual.
Terdapat dua unsur penting pelaksanaan pengelolaan pers. Pertama, usaha pers harus
dijalankan oleh perusahaan. Kedua, perusahaan pers harus berbentuk badan usaha yang
berbadan hukum (legal entity), Dua aspek tersebut memuat beberapa konsekuensi, di
antaranya adalah perusahaan yang dimaksud harus sebagai perkumpulan modal atau
perkumpulan orang Dengan demikian, perusahaan pers tidak dapat dilakukan secara
perorangan.
perusahaan pers memiliki berbagai karakteristik yang harus senantiasa dijaga
Karakteristik-karakteristik tersebut antara lain :
1. Sebagai perusahaan pers, badan usaha pers harus tunduk pada asas dan kaidah pers,
seperti: menjaga kemerdekaan pers, menghormati kode etik pers, dan menjaga
profesionalisme pers
2. Menjunjung tinggi prinsip fire wall yang memisahkan antara kegiatan perusahaan dan
kegiatan jurnalistik. Pengelola pe rusahaan, pemilik perusahaan, atau para pemegang
saham tidak boleh melakukan intervensi untuk memengaruhi atau menghalang fungsi
jurnalistik yang berada di bawah tanggung jawab Sebaliknya, para editor (newsroom)
juga harus memerhatikan kepentingan perusahaan dalam batas-batas yang tidak
melanggar prinsip kemerdekaan jurnalistik.
3. Harus ada pemisahan yang tegas antara manajemen perusahaan sebagai satuan
kegiatan ekonomi, dengan manajemen pers sebagai pengelola kegiatan jurnalistik.
C. Komoditi Sosial Dalam Industri Media Massa
Pertumbuhan ekonomi telah membawa efek secara langsung dalam struktur media,
sehingga kemudian menuntut munculnya spesialisasi sektor media. Sebagaimana yang
dianalogikan kebutuhan akan pertumbuhan bisnis, perkembangan keuangan up to date
business, dan informasi ekonomi, sekarang dapat dilihat di surat kabar yang khusus
mengangkat tentang isu-isu ekonomi, bisnis, isu perdagangan, dan perumahan.
Dalam istilah ekonomi, industri media merupakan industri yang sangat luar biasa, hal
ini didasarkan pada sisi duel product market. Dua elemen dasar yang mendukung tersebut
adalah audience market dan advertising market, karena dua pilar inilah yang mendukung
industri media, maka pada prinsipnya pertumbuhan media massa juga tergantung dengan
peningkatan perekonomian masyarakat dan pertumbuhan sektor bisnis di Indonesia.

BAB 5 HUKUM DAN ETIKA MEDIA MASSA

A. Masalah Hukum dan Etika Media Massa


Kemerdekaan pers merupakan indikator demokrasi yang paling signifikan dari suatu
sistem politik. Dengan kemerdekaan pers, kontrol terhadap sistem politik dan sistem sosial,
dapat terjadi secara terus menerus, setiap hari, bahkan bisa setiap saat. Secara teoretik,
kontrol dan kritik melalui pers tersebut akan menciptakan pemerintahan yang cerdas,
bersih, dan bijaksana. Kemerdekaan pers juga memunculkan keterbukaan atas berbagai
peristiwa. Menjadikan masyarakat memperoleh berbagai informasi yang semakin
transparan, termasuk yang dahulu sulit diketahui melalui pers, seakan sekarang tidak ada
lagi hal yang sensitif untuk diberitakan, semua menjadi lumrah diketahui masyarakat.
Kemerdekaan pers juga mempunyai konsekuensi menjadikan pers sebagai agen informasi
yang semakin besar perannya dalam pembentukan opini publik. Disadari atau tidak, diakui
atau tidak, pemberian jaminan kebebasan pers seperti sekarang, akan membuat peran
pengelola media atau wartawan menjadi semakin signifikan. Para gate keeper informasi ini,
tidak lagi harus "bersaing dengan kekuatan struktur kekuasaan atau negara, dalam hal
memutuskan informasi mana yang dipilih menjadi berita. Kebijakan pemberitaan, dan cara
penyampaiannya menjadi semakin "independen" berada di "pundak" para "pengelola
media".
1. Etika dalam media massa
Etika pada dasarnya merupakan aliran filsafat yang memfokuskan pada ajaran moral.
Secara etimologi, etika berasal dari kata "ethos" yang berarti watak kesusilaan atau adat.
Identik dengan perkataan moral yang berasal dari bahasa latin yaitu "mos", yang dalam
bentuk jamaknya disebut "mores". Etika memberikan penekanan pada tindakan
manusia, agar ada kesadaran moral, bersusila, dan sesuai dengan norma-norma yang
berlaku. Sekalipun tidak ada yang melihat, dengan etika, tindakan yang bermoral selalu
akan dilakukan. Sebab tindakannya didasarkan pada kesadaran, bukan karena
keterpaksaan, atau pengaruh kekuasaan tertentu.
2. Kode etik wartawan
Setelah reformasi berbarengan dengan munculnya banyak organisa kewartawanan,
berkembang pula rumusan kode etik jurnalistik tersebut sesuai dengan ragam organisasi
yang ada. Ada kode etik wartawan PWI, ada kode etik All, ada IITI, dan sebagainya.
Selanjutnya, pada bulan Agustus 1999, sebanyak 22 organisa kewartawanan sepakat
merumuskan suatu kode etik jurnalistik "bersama", yang diberi nama Kode Etik
Wartawan Indonesia [KEWI) Kode Etik Wartawan Indonesia terdiri dari 7 pasal yang
tujuannya untuk meningkatkan profesionalisme kerja wartawan Indonesia, sehingga
dengan profesionalisme kerja tersebut tercipta fungsi media yang optimal bagi
masyarakat, terhindar dari tindakan yang merugikan masyarakat, dan sekaligus
melindungi profesi wartawan. Adapun beberapa pasal kode etik tersebut adalah
berbunyi sebagai berikut:
a. Wartawan Indonesia menghormati hak masyarakat untuk memperoleh informasi
yang benar. Pasal ini dimaksudkan untuk memberikan penekanan pada wartawan
agar mereka memenuhi hak masyarakat atas informasi yang benar. Artinya mereka
dituntut secara etis agar melaporkan dan menyiarkan informasi secara faktual dan
jelas sumbernya. Tidak menyembunyikan fakta serta pendapat yang penting dan
menarik yang perlu diketahui publik, sebagai hak masyarakat untuk memperoleh
informasi yang benar dan akurat.
b. Wartawan Indonesia menempuh cara yang etis untuk memperoleh dan menyiarkan
informasi serta memberikan identitas kepada sumber informasi. Pasal ini
dimaksudkan, bahwa wartawan dalam memperoleh informasi dari nara- sumber,
termasuk dalam memperoleh dokumen dan me motret, hendaknya dilakukan
dengan cara-cara yang dapat dipertanggungjawabkan menurut hukum, kaidah-
kaidah kewartawanan, kecuali dalam hal investigative reporting.
c. Wartawan, Indonesia menghormati asas praduga tak bersalah, tidak mencampurkan
fakta dan opini, berimbang, dan selalu meneliti kebenaran informasi, serta tidak me
lakukan plagiat. Pasal ini berarti bahwa wartawan Indo- nesia dalam melaporkan dan
menyiarkan informasi tidak dibenarkan menghakimi atau membuat kesimpulan kesa
lahan seseorang, terlebih lagi untuk kasus-kasus yang masih dalam proses
pengadilan. Wartawan tidak dibenarkan me masukkan opini pribadinya. Sebaiknya,
dalam melapor kan informasi perlu meneliti kembali kebenaran informasi itu. Dalam
pemberitaan kasus sengketa dan perbedaan pendapat, masing-masing pihak harus
diberikan ruang waktu pemberitaan secara berimbang
d. Wartawan Indonesia tidak menyiarkan informasi yang bersifat dusta, fitnah, sadis,
dan cabul, serta tidak me nyebutkan identitas korban kejahatan asusila. Maksud-
nya, wartawan tidak dibenarkan menyebarkan informasi yang tidak jelas sumber dan
kebenarannya, rumor atau tuduhan tanpa dasar yang bersifat sepihak, informasi
yang secara gamblang memperlihatkan aurat yang bisa menim- bulkan nafsu atau
mengundang kontroversi publik. Untuk kasus tindak perkosaan atau pelecehan
seksual, tidak menyebutkan identitas korban, untuk menjaga dan melin- dungi
kehormatan korban.
e. Wartawan Indonesia tidak menerima suap dan tidak menyalahgunakan profesi.
Maksud pasal ini untuk men- jaga kehormatan profesi, melarang para wartawan me-
nerima imbalan dalam bentuk apapun dari sumber berita/ narasumber, yang
berkaitan dengan tugas-tugas kewar- tawanannya, dan tidak menyalahgunakan
profesi untuk kepentingan pribadi atau kelompok.
f. Wartawan Indonesia memiliki hak tolak, menghargai ke- tentuan embargo, informasi
latar belakang dan off the record sesuai kesepakatan. Maksud pasal ini, wartawan
hendaklah melindungi narasumber yang tidak bersedia disebut nama dan
identitasnya. Berdasarkan kesepakatan, jika narasumber meminta informasi yang
diberikan untuk ditunda pemuatannya, maka harus dihargai. Hal ini juga berlaku
untuk informasi latar belakang.
g. Wartawan Indonesia segera mencabut dan meralat keke liruan dalam pemberitaan
serta melayani hak jawab. Maksud pasal ini, wartawan hendaknya segera mencabut
dan meralat pemberitaan yang keliru dan tidak akurat, dengan disertai permintaan
maaf. Ralat di tempatkan pada halaman yang sama dengan informasi yang salah
atau tidak akurat. Dalam hal pemberitaan yang merugikan seseorang atau
kelompok, pihak yang dirugikan harus diberi kesempatan untuk
melakukan klarifikasi.
3. Pers menerapkan asas praduga tak bersalah
Praduga tidak bersalah merupakan terjemahan: presumption of innocence, adalah
asas pemidanaan yang menjadi salah satu tiang utama menjamin orang terhindar dari
anggapan telah bersalah, bahkan telah dipidana sebelum majelis hakim menetapkan
putusan. Hanya putusan hakim yang dapat menentukan seseorang telah bersalah atau
tidak bersalah. Asas ini ditopang beberapa asas lain, yaitu: 1) asas tidak ada pemidanaan
tanpa kesalahan, kesalahan merupakan perbuatan yang tidak dibenarkan atau bisa saja
melanggar hukum; 2) asas tidak ada perbuatan pidana, kecuali yang diatur undang-
undang atau berdasarkan undang-undang, orang tidak dapat dipidana karena semata-
mata melanggar kebiasaan atau moral, asas ini dimaksudkan untuk
menjamin kepastian hukum dan mencegah hakim menjatuhkan pidana secara
sewenang- wenang.
4. Etika jurnalistik dalam berita politik
a. Pengertian politik dan berita politik
Ada tiga pendekatan untuk mengetahui makna politik yaitu pendekatan filsafat,
pendekatan keilmuan, dan pendekatan praktis atau politik sebagai teknik
1) Pendekatan filsafat, berdasarkan ajaran ini, ada bebe rapa ciri liberalisme
politik yaitu individualisme, pem batasan kekuasaan negara atau
pemerintah, demokra si, dan persamaan. Dalam individualisme, berisi
bahwa hak merupakan milik pribadi (the right of property). kebebasan
menentukan sendiri pilihan hidup (the right for life), serta hak atas
kebebasan memiliki keyakinan dan pendapat (the right of (to) freedom of
conscience and opinion). Ajaran dan pemikiran filosofis ini, antara lain,
dapat ditemukan dalam semboyan revolusi Perancis, tahun 1789 yakni
liberte, egalite, dan fraternite. Selain itu, dalam declaration of independence
America, tahun 1776, yang disusun oleh Thomas Jefferson, juga menyebut
manusia diciptakan Sang Pencipta dengan "inalianable rights", yakni life,
liberty, persuit and happiness (hak hidup, hak atas kebebasan, dan hak atas
kesejahteraan). Semua unsur-unsur ini (secara konseptual dan normatif)
dapat juga ditemukan dalam Pembukaan dan Batang Tubuh UUD 1945,
tanpa mengurangi pewarnaan me- nurut tatanan sosial dan budaya, serta
kenyataan yang hidup dalam masyarakat Indonesia.
2) Politik dalam pendekatan ilmiah atau political science. Salah satu pengertian
politik secara keilmuan adalah sistem pengelolaan (managing) kekuasaan
negara atau pemerintahan yang meliputi hal-hal seperti pengorganisasian
(organising), menjalankan (executing), serta pengawasan dan pengendalian
(controlling and directing) mengenai kekuasaan ne gara atau pemerintahan
Dalam ilmu hukum, dikenal kekuasaan,ungkapan negara adalah organisasi
kekuasaan.
3) Politik dalam makna praktis atau teknik. Dalam arti praktis, politik berkaitan
dengan tindakan, keputusan sikap, dan pernyataan politik yang berkaitan
dengan lembaga atau pranata politik Politik dalam makna praktis sering kali
menjadi bahan utama berita-berita politik (daily political news).
Mengenai berita politik, ada beberapa hal yang ber- hubungan
dengan berita politik, yakni:
1) Lembaga-lembaga politik Ilmu politik membedakan lembaga politik
(political institution) menjadi lembaga politik tingkat supra struktur
politik dan infra struktur politik. Lembaga politik pada tingkat supra
struktur politik adalah alat-alat perlengkapan negara (organs of state).
Tetapi tidak semua lembaga pada tingkat supra struktur menjalan
aktivitas politik. Pada tingkat supra struktur, kegiatan politik berpusat
pada badan kekuasaan legislatif dan badan kekuasaan eksekutif Badan-
badan kekuasaan seperti Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi,
Badan Pemeriksa Keuangan tidak menjalankan kekuasaan politik. Kalau
demikian, mengapa lembaga-lembaga yang disebut terakhir ter- masuk
supra struktural politik. Semua lembaga yang menjadi alat perlengkapan
negara, merupakan wadah untuk mewujudkan secara nyata, negara
sebagai orga- nisasi kekuasaan (power organization) atau sebagai
organisasi politik (political organization). Pada tingkat infra struktur,
lembaga-lembaga politik meliputi: partai politik, golongan kepentingan,
organisasi penekan (interest dan pressure group), dan pers.
2) Para pelaku atau pemegang kekuasaan politik di badan legeslatif atau
eksekutif (Presiden, Wakil Presiden, Men- teri, dan lain sebagainya).
3) Para tokoh atau pengamat politik yang memberi pendapat mengenai
kegiatan-kegiatan politik.
Selain itu, ada beberapa hal yang dapat menjadi objek berita politik,
di antaranya adalah :
1) Peristiwa politik, seperti pemilihan umum.
2) Pengisian jabatan melalui proses politik, seperti fit and proper
test.
3) Kegiatan lembaga-lembaga politik, seperti kegiatan DPR
(membahas RUU, RAPBN, dan saat DPR menggunakan haknya,
seperti hak interpelasi, hak angket, melakukan dengar pendapat,
rapat kerja, dan lain-lain).
4) Peristiwa yang diberi nuansa atau warna politik karena
dicampuri (dukungan atau penolakan) lembaga atau pelaku-
pelaku politik atau oleh para pengamat politik.
5) Membentuk, menjaga, dan mengarahkan pendapat umum
(opini publik).
6) Pergolakan politik, sosial, dan ekonomi dapat menjadi peristiwa
politik ketika direspons secara politik baik oleh pemegang
kekuasaan politik, lembaga politik, dan pengamat politik.
7) Skandal-skandal politik yang dilakukan oleh pelaku- pelaku
politik, seperti money politics, transaksi politik, political
cheating, dan lain sebagainya.
b. Pers dan berita politik
Berita politik merupakan salah satu fungsi pers yang dapat ditinjau dari
beberapa perspektif. Perspektif pertama yaitu pers sebagai infrastruktur politik atau
sebagai lembaga publik/sosial. Sebagai infrastruktur politik, pers ditempatkan
sebagai the fourth estate. Ada beberapa fungsi pers sebagai lembaga politik, yaitu:
kontrol, kritik, partisipasi publik,membentuk, menjaga, mengarahkan pendapat
umum, dan memberi penilaian atas setiap peristiwa politik.
B. Prinsip Penyelesaian Masalah Hukum dan Etika
1. Tanggung jawab media massa
Apabila ditelusuri lebih jauh mengenai konsep tanggung jawab sosial media massa,
asumsi dasarnya didefinisikan dari pemikiran rasionalisme tentang manusia. Manusia
adalah mahluk hidup yang mempunyai logos, sebagai sarana mencari dasar kenyataan
atau kebenaran. Segala sesuatu yang bersifat manusiawi hanya dapat disebut manusiawi
sejauh yang dihasilkan oleh dirinya berdasarkan pikiran. Melalui pikirannya, manusia
dapat mengatur hidupnya selaras dengan kaidah- kaidah yang keahliannya dapat diuji
sendiri (self evident).
Pada abad 16-17, di Inggris, muncul teori otoriter, di mana sistem pengendalian
media atau pers dikendalikan ole kerajaan Pers harus mengabdi kepada kepentingan
kerja dan bertanggung jawab pada kerajaan atau pemerintahan. Oleh karena itu, media
massa tidak dibenarkan untuk melakukan kritik terhadap mesin-mesin politik atau
pemilik kekuasaan Sementara itu, di pihak lain, media massa yang mempunyai
kebebasan untuk mengekspresikan kepentingannya muncul dalam teori libertarian yang
berkembang di Amerika Serikat dan sekitarnya. Media massa mempunyai hak yang luas
dan berperan sebagai kelompok dengan keleluasaan yang istimewa dalam menjalankan
peran sebagai penyampai informasi, penghibur, dan yang lebih penting lagi melakukan
kontrol terhadap kepentingan atau kebijakan pemerintah.
Menurut Denis McQuaill (1987) dalam kerangka teoritis, pengertian tanggung jawab
media, merupakan penggabungan dari konsep-konsep mengenai prinsip kebebasan dan
pilihan individual, prinsip kebebasan media, dan prinsip kewajiban media terhadap
masyarakat. Nampaknya sulit untuk menerap- kan tarik-menarik kepentingan yang harus
dijalankan sebagai tanggung jawab media. Menurut Smith dalam Mc Quail (1997), wujud
pengembangan profesionalisme dalam sebuh negara diperlihatkan dari adanya
instrumen pengawasan lembaga independen dan aturan yang berlaku adil, seperti; kode
etik jurnalistik, pengaturan periklanan, peraturan antimonopoli, pembentukan dewan
pers, tinjauan berkala oleh komisi pengkajian, pengkajian perlementer, dan sistem
subsidi pers. Dalam kerangka teori tanggung jawab sosial, menurut Denis McQuail
(1997) makna tanggung jawab media massa dibatasi pada menerima dan memenuhi
kewajiban tertentu kepada masyarakat. Kewajiban dari media, terutama dipenuhi
dengan menetapkan standar yang tinggi atau profesional tentang keinformasian,
kebenaran, ketepatan, objektivitas, serta keseimbangan.
Aytullah Al-Uzhman Ali Khamanei (2004) menyatakan bahwa, tanggung jawab sosial
media di samping membangun masyarakatnya juga memerangi propaganda-propaganda
pers Barat. Tanggung jawab utama dari sebuah media adalah untuk mengatur, serta
memberi petunjuk pemikiran, kebudayaan, akhlak, dan tingkah laku kepada masyarakat
guna membenahi dan menjauhkan pemikiran, kebudayaan, dan akhlak mereka
dari pencemaran.
2. Penyelesaian sengketa melalui kewenangan dewan pers
Terkait sebuah karya jurnalistik yang berkaitan dengan berita, pers sepatutnya
memenuhi kaidah-kaidah yang sudah ditentukan dalam UU No. 40 Tahun 1999 tentang
pers, khususnya Pasal 5 ayat 1 yang menegaskan bahwa pers nasional berkewajiban
memberitakan peristiwa serta opini, dengan menghormati norma-norma agama dan
rasa kesusilaan masyarakat, serta asas praduga tidak bersalah. Sedangkan penjelasan
Pasal 5 ayat 1, menyatakan bahwa pers nasional dalam menyiarkan informasi, tidak
menghakimi atau membuat kesimpulan mengenai kesalahan seseorang, terlebih lagi
untuk kasus-kasus yang masih dalam proses peradilan, serta dapat mengakomodasikan
kepentingan semua pihak yang terkait dalam pemberitaan tersebut. Rambu-rambu
inilah yang semestinya tidak dilanggar oleh kalangan pers dalam menjalankan tugas
jurnalistiknya.
Namun demikian, harus diakui bahwa rumusan Pasal 5 ayat 1 beserta penjelasannya
ini, kurang lengkap dan kurang jelas, dalam artian tidak secara rinci dan tegas menyebut
ketentuan dan syarat-syarat yang tergolong melanggar Pasal 5 ayat 1. Hal seperti inilah
yang dianggap membedakannya dengan pasal- pasal dalam KUHP. Bagi insan pers, Pasal
5 ayat 1 ini mungkin dianggap cukup jelas, namun tidak demikian halnya bagi
masyarakat umum. Oleh karena itu, masing-masing pihak dapat menginterpretasikan
muatan pasal ini secara bebas. Akibat kurang tegasnya pasal ini tidak salah pula kalau
sebagian masyarakat lebih memilih menggunakan pasal-pasal KUHP untuk menjerat
pers, walaupun ada juga sebagian masyarakat lain yang masih menghormati UU Pers
dengan lebih memilih penyelesaiannya melalui UU No. 40 Tahun 1999 mengenai pers.
Sebagaimana dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, penyelesaian
sengketa pers dapat diselesaikan dengan tahapan sebagai berikut:
a. Hak jawab
b. Hak koreksi
c. Melibatkan dewan pers sebagai mediator
3. Penyelesain sengketa melalui pengadilan (ajudikasi)
Upaya hukum lain dalam menyelesaikan sengketa, apabila dalam mediasi yang
dilakukan oleh Dewan Pers tidak membuahkan hasil, maka penyelesaian dilanjutkan
melalui jalur hukum. Inilah cara penyelesaian terakhir, jika salah satu atau kedua belah
pihak merasa tidak puas atas rekomendasi dan putusan Dewan Pers. Jalur hukum dapat
ditempuh melalui pengadilan. Jalan itu, merupakan jalan yang paling panjang dengan
menelan energi dan biaya yang besar. Akan tetapi, putusan pengadilan memang
menghasilkan kejelasan tentang siapa yang kalah dan menang, tetapi pemberitaan
tentang putusan pengadilan tidak selalu selengkap dan sejelas penggunaan hak jawab.
Penyelesaian sengketa melalui pengadilan (ajudikasi) ini merupakan cara yang paling
tinggi levelnya dan merupakan metode yang paling bisa memberikan penilaian dan
putusan yang tegas dan mengikat.
penyelesaian sengketa melalui ajudikasi, telah dijelaskan da- lam UU No. 14 Tahun
2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik dalam Pasal 42 yang berbunyi,
"Penyelesaian sengketa informasi publik melalui ajudikasi nonlitigasi oleh komisi
informasi hanya dapat ditempuh apabila upaya mediasi dinya- takan tidak berhasil
secara tertulis oleh salah satu atau para pihak yang bersengketa, atau salah satu atau
para pihak yang bersengketa menarik dari dari perundingan".
Pernyataan tersebut sudah jelas, bahwasannya jika penyelesaian sengketa melalui
mediasi tidak membuahkan hasil, maka ditempuh dengan melalui ajudikasi, di mana
pihak ketiga bertujuan untuk mengajukan pendapat atau memberikan keputusan. Akan
tetapi, dalam pasal tersebut penyelesaiannya menggunakan nonlitigasi. Sedangkan
pembahasan yang dijadikan dasar para pihak yang menggunakan jalur ajudikasi sebagai
jalur penyelesaian sengketa-harus mengajukan bukti, serta argumentasi terhadap
tuntutan dan keinginan masing-masing mereka.

BAB 6 PERUSAHAAN MEDIA MASSA

A. Mekanisme Pendirian Media Massa


1. Aturan hokum dalam mendirikan perusahaan media massa
Berikut peraturan khusus mengenai badan usaha pers:
a. UU Pers (UU No. 40 tahun 1999)
Bab IV Pasal 9, sampai dengan pasal 14 memuat ke- tentuan-ketentuan:
1) Organisasi perusahaan pers berbentuk badan hukum perkumpulan
Indonesia yang telah mendapat penge- sahan dari Departemen Hukum dan
HAM. Menurut hukum mengenai badan usaha, bentuk-bentuk badan hukum
media pers dapat berbentuk perseroan terbatas, koperasi, atau yayasan.
2) Organisasi perusahaan pers dapat didirikan di tingkat nasional atau provinsi.
Dalam kenyataan, didapati pe- nerbitan pers di setiap kabupaten.
3) Kantor pusat organisasi perusahaan pers berkedudukan di ibu kota negara
atau ibu kota provinsi dan memiliki alamat kantor pusat serta kantor-kantor
cabang yang jelas dan harus dapat diverifikasi Dewan Pers.
4) Organisasi perusahaan pers memiliki pengurus pusat,sekurang-kurangnya
terdiri atas seorang ketua, sekre- taris, bendahara, dan dua orang pengurus
lainnya.
5) Organisasi perusahaan pers memiliki mekanisme per- gantian pengurus
melalui sistem yang demokratis (5 tahun sekali).
6) Anggota organisasi perusahaan pers adalah perusahaan media cetak,
perusahaan radio, perusahaan TV, dan lain-lain yang diatur dengan
keputusan Dewan Pers.
7) Minimum keanggotaan untuk media cetak adalah 100 orang, sedangkan
radio berjumlah 200 orang, dan TV berjumlah 8 orang.
8) Organisasi perusahaan pers diverifikasi dan terdaftar di Dewan Pers.

b. Peraturan Dewan Pers tentang Standar Perusahaan Pers (No. 04


Peraturan-DP/III/2008)

Dalam peraturan ini, memuat beberapa hal yang ber- hubungan dengan
pendirian perusahan media massa, di antaranya adalah:

1) Perusahaan pers berbadan hukum perseroan terbatas dan badan-badan


hukum yang dibentuk berdasarkan peraturan perundang-undangan.
2) Perusahaan pers memiliki modal sekurang-kurangnya Rp 50.000.000 atau
ditentukan oleh peraturan Dewan Pers.
2. Persyaratan mendirikan perusahaan media massa
Mencermati ketentuan dalam UU Pers, untuk membuat usaha penerbitan koran,
tabloid, majalah, dan sejenisnya, sebenarnya cukup mudah, yaitu hanya ada dua
kewajiban yang harus di penuhi. Pertama, perusahaan pers harus berbadan hukum
Indonesia. Itu berarti perusahaan pers harus berbentuk PT (Perseroan Terbatas),
yayasan, atau koperasi. Bahkan dalam praktik, Perseroan Komanditer
(CV/Commanditaire Vennootschap) pun merupakan badan hukum. Kewajiban yang
kedua yaitu perusahaan pers memiliki kewajiban untuk mengumumkan nama, alamat,
serta penanggung jawab secara terbuka melalui media yang bersangkutan. Khusus
untuk penerbitan pers, ditambah nama dan alamat percetakan. Tulisan nama dan
alamat tersebut biasanya tercantum dalam kotak (box) susunan redaksi. Apabila
perusahaan pers tidak memenuhi dua kewajiban tersebut, maka perusahaan diancam
pidana dengan pidana denda paling banyak Rp 100.000.000.
Berikut ini adalah beberapa persyaratan untuk mendirikan sebuah perusahaan
media massa:
a. Perusahaan pers adalah badan hukum Indonesia yang menyelenggarakan usaha
pers, meliputi perusahaan media cetak, media elektronik, dan kantor berita, serta
perusahaan media lainnya yang secara khusus menyelenggarakan, me- nyiarkan,
atau menyalurkan informasi.
b. Perusahaan pers berbadan hukum perseroan terbatas dan badan-badan hokum
yang dibentuk berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
c. Perusahaan pers harus mendapat pengesahan dari Depar- temen Hukum dan HAM
atau instansi lain yang berwenang
d. Perusahaan pers memiliki komitmen untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.
e. Perusahaan pers memiliki modal dasar sekurang-kurangnya sebesar Rp 50.000.000
(lima puluh juta rupiah) atau ditentukan oleh peraturan Dewan Pers.
f. Perusahaan pers memiliki kemampuan keuangan yang cukup untuk menjalankan
kegiatan perusahaan secara ter atur, sekurang-kurangnya selama 6 (enam) bulan.
g. Penambahan modal asing pada perusahaan pers media cetak dilakukan melalui
pasar modal dan tidak boleh mencapai mayoritas, untuk media penyiaran tidak
boleh lebih dari 20% dari seluruh modal.
h. Perusahaan pers wajib memberi upah kepada wartawan dan karyawannya sekurang-
kurangnya sesuai dengan upah minimum provinsi minimal 12 kali setahun.
i. Perusahaan pers memberi kesejahteraan lain kepada war- tawan dan karyawannya
seperti peningkatan gaji, bonus, asuransi, bentuk kepemilikan saham, dan atau
pembagian laba bersih, yang diatur dalam perjanjian kerja bersama.
j. Perusahaan pers wajib memberikan perlindungan hukum kepada wartawan dan
karyawannya yang sedang menjalankan tugas perusahaan.
k. Perusahaan pers dikelola sesuai dengan prinsip ekonomi, agar kualitas pers dan
kesejahteraan para wartawan maupun karyawannya semakin meningkat dengan
tidak meninggalkan kewajiban sosialnya.
l. Perusahaan pers memberikan pendidikan dan pelatihan kepada wartawan maupun
karyawannya, untuk untuk me ningkatkan profesionalisme.
m. Pemutusan hubungan kerja wartawan dan karyawan pe- rusahaan pers tidak boleh
bertentangan dengan prinsip kemerdekaan pers dan harus mengikuti UU
Ketenagakerjaan.
n. Perusahaan pers wajib mengumumkan nama, alamat, dan penanggung jawab secara
terbuka melalui media yang bersangkutan; khusus untuk media cetak ditambah
dengan nama dan alamat percetakan. Pengumuman tersebut dimaksudkan sebagai
wujud pertanggungjawaban atas karya jurnalistik yang diterbitkan atau disiarkan.
o. Perusahaan pers yang sudah 6 (enam) bulan berturut-turut tidak melakukan
kegiatan usaha pers secara teratur dinyatakan bukan perusahaan pers dan kartu
pers yang dikeluarkannya tidak berlaku lagi
p. Industri pornografi yang menggunakan format dan sarana media massa yang
semata-mata untuk membangkitkan nafsu birahi bukanlah perusahaan pers
q. Perusahaan pers media cetak diverifikasi oleh organisasi perusahaan pers dan
perusahaan pers media penyiaran di verifikasi oleh Komisi Penyiaran Indonesia (KPI).
B. Etika Dalam Penerbitan Media Massa
Reformasi tidak hanya memulihkan kemerdekaan pers yang selama orde lama dan orde baru
sirna dari bumi Indonesia (1959- 1998). Reformasi juga menuntut pers melaksanakan
(menegakkan) profesionalisme pers, baik menyangkut aspek jurnalistik maupun aspek
pengelolaan pers (manajemen pers). Salah satu segi pengelolaan pers adalah unsur
pengorganisasian yang bertalian dengan perusahaan pers, antara lain, mengenai bentuk badan
usaha perusahaan pers. Penataan perusahaan pers merupakan bagian integral penataan pers.
Karena itu. UU Pers No. 40 Tahun 1999, juga memuat ketentuan-ketentuan mengenai
perusahaan pers (di samping mengenai pers itu sendiri). Dewan Pers juga telah menetapkan
peraturan-peraturan tentang standar perusahaan pers dan standar organisasi perusahaan pers.
Setiap tahun, Dewan Pers mengumpulkan data dan mempublikasikan aspek-aspek jurnalistik
dan perusahaan pers. Pengumpulan data dimaksudkan untuk memeriksa atau mengukur
ketaatan pers dan perusahaan pers terhadap UU pers, standar perusahaan pers standar
organisasi perusahaan pers, kode etik, dan lain-lain standar praktik (standard of practices) pers.
Selain untuk memeriksa tingkat ketaatan, juga memeriksa mutu pers dan performance
perusahaan pers. Perusahaan pers, meliputi bentuk badan usaha serta berbagai
kelengkapannya, kesejahteraan wartawan dan karyawan, keter- aturan penerbitan, dan lain-
lain.

Anda mungkin juga menyukai