Anda di halaman 1dari 3

ARAH PENDIDIKAN DI LEMBAGA MUHAMMADIYAH PASCA MUKTAMAR

Oleh: Rusdah Sri Wahyuni, S.Ag


NIM: 22010035
Mahasiswa Pascasarjana UMSB

Muktamar Muhammadiyah ke-48 resmi digelar pada 18 hingga 20 November 2022.


Agenda lima tahunan yang digelar di Solo, Jawa Tengah. Ketua Umum PP Muhammadiyah,
Haedar Nasir mengatakan, selain membahas sejumlah program dan pemilihan pimpinan,
muktamar ke-48 ini juga akan membahas beberapa isu strategis tentang keumatan, kebangsaan,
dan kemanusiaan semesta. Pengaruh hasil muktamar ini lebih menitikberatkan perbaikan aspek
sosial ekonomi dan aspek sosio-keagamaan dari pada sosial politik. Seperti yang kita ketahui
Muhammadiyah lahir di tengah-tengah masyarakat untuk mengadakan reformasi atau gerakan
baru yang membawa nilai kebenaran, kedamaian dan keadilan, khususnya di bidang pendidikan
Islam. Kiai Dahlan menyakini sepenuhnya bahwa pendidikan merupakan segi yang harus
diutamakan dan perlu dikembangkan. Kiai Dahlan juga menyakini bahwa pendidikan yang
baik akan membangun tatanan baru ke arah peningkatan kualitas kehidupan masyarakat di
bidang agama, sosial, ekonomi, politik dan budaya. Meskipun pengaruh hasil muktamar
menitik beratkan ke arah perbaikan social agama, ekonomi akan tetapi hal tesebut menentukan
arah pendidikan lembaga Muhhamdiayah.

Haedar Nashir, Ketua Umum PP Muhammadiyah dalam Rakornas Majelis Pendidikan


Tinggi Penelitian dan Pengembangan PP Muhammadiyah pada Jumat (18/10/2022)
mengatakan bahwa “pendidikan holistik mampu menjadi solusi tanpa mengesampingkan
teknologi sebagai alat bantu kehidupan. Disinilah peran AIK, suatu pandangan pendidikan
yang bukan hanya mempelajari nilai-nilai ke-Tuhanan (Teo) dan menegasikan peran manusia
(Antro), melainkan keduanya dikesimbangkan tidak berlaku berlebihan (Ghuluw)”.
Tantangan pendidikan Muhammadiyah semakin berat, perubahan pendidikan
merupakan sebuah keniscayaan. Muhammadiyah tidak boleh terlena dengan romantisme
kuantitas AUM Pendidikan. Pendidikan AIK menjadi ruh pendidikan Muhammadiyah, maka
perlu divitalkan fungsinya. Pendidikan Al-Islam diarahkan pada pengenalan, pemahaman dan
penghayatan serta pengamalan ajaran Islam yang menekankan keseimbangan, keselarasan, dan
keserasian hubungan manusia dengan Allah Swt, hubungan manusia dengan sesama manusia,
hubungan manusia dengan diri sendiri dan hubungan manusia dengan alam sekitarnya sesuai
dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah.

Pendidikan Kemuhammadiyahan diarahkan pada pemahaman dasar-dasar gerakan dan


ideologi Muhammadiyah, seperti tafsir Muqaddimah Anggaran Dasar, Matan Keyakinan dan
Cita-cita Hidup (MKCH), Khittah Perjuangan, Kepribadian Muhammadiyah dan Pedoman
Hidup Islami Warga Muhammadiyah (PHIWM), serta pengenalan, pemahaman, penghayatan
dan partisipasi aktif peserta didik dalam berbagai gerakan dan kegiatan Muhammadiyah.
Dalam pendidikan tinggi kiranya perlu juga diberikan pemahaman tentang Islam Interdisipliner
dalam kerangka pendidikan Muhammadiyah, yang diajarkan kepada mahasiswa. Islam
Interdisipliner membangun kerangka paradigma Islam dalam masingmasing jurusan. Sehingga
semua jurusan diperguruan tinggi punya wawasan yang luas dalam memandang Islam.

Arah lembaga pendidikan Muhammdiyah pasca muktamar Muhammadiyah benar-


benar mau membangun sekolah/universitas unggul maka harus ada keberanian untuk
merumuskan bagaimana landasan filosofis pendidikannya sehingga dapat meletakkan secara
tegas bagaimana posisi lembagalembaga pendidikan Muhammadiyah dihadapan pendidikan
nasional, dan kedudukannya yang strategis sebagai pengembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi, serta fungsinya sebagai wahana dakwah Islamiyah. Ketiadaan orientasi filosofis ini
jelas sangat membingungkan apa harus mengikuti arus pendidikan nasional yang sejauh ini
kebijakannya belum menuju pada garis yang jelas karena setiap ganti menteri musti ganti
kebijakan. Kalau memang memilih pada pengembangan iptek maka harus ada keberanian
memilih arah yang berbeda dengan kebijakan pemerintah.

Jika menengok sekolah atau universitas Muhammadiyah saat ini, dari sisi
kurikulumnya itu sama persis dengan sekolah atau universitas negeri ditambah materi al-Islam
dan kemuhammadiyahan. Kalau melihat materi yang begitu banyak, maka penambahan itu
malah semakin membebani anak, karenanya amat jarang lembaga pendidikan melahirkan bibit-
bibit unggul. Apakah tidak sudah waktunya untuk merumuskan kembali Al-Islam dan
kemuhammadiyahan yang terintegrasikan dengan materi-materi umum, atau paling tidak
disesuaikan dengan kebutuhan peserta didik; misalnya, evaluasi materi ibadah dan Al-Qur’an,
serta bahasa dengan praktek langsung tidak dengan sistem ujian tulis seperti sekarang ini.

Perhatian dan komitmen Muhammadiyah dalam bidang pendidikan tidak pernah surut,
hal ini nampak dari keputusan-keputusan persyarikatan yang dengan konsisten dalam setiap
muktamar (sebagai forum tertinggi persyarikatan Muhammadiyah) senantiasa ada agenda
pembahasan dan penetapan program lima tahunan bidang pendidikan, sejak pendidikan dasar
sampai pendidikan tinggi. Dalam lima belas tahun terakhir (tiga kali muktamar) dapat dilihat
bahwa Muhammadiyah senantiasa memiliki agenda yang jelas berkenaan dengan program
pendidikan. Keputusan setiap Muktamar berkenaan dengan program pendidikan bukan hanya
sekedar daftar keinginan, akan tetapi program-program tersebut merupakan bentuk komitmen
persyarikatan Muhammadiyah dalam dunia pendidikan dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa, keputusan-keputusan muktamar berkenaan dengan bidang pendidikan tersebut
menggambarkan betapa Muhammadiyah menjadikan lembaga pendidikan sebagai pilar yang
strategis dalam mendukung tujuan Muhammadiyah. Program-program tersebut juga
mencerminkan dinamika pendidikan yang dikelola oleh persyarikatan Muhammadiyah.

Semoga momentum Muktamar Muhammadiyah ke-48 di Kota Surakarta nantinya,


Muhammadiyah mampu membuat kebijakan yang akan membawa perubahan dalam kehidupan
umat dan bangsa, khususnya pendidikan. Diharapkan mampu menghasilkan kebijakan
pendidikan ala Muhammadiyah di era disrupsi ini.

Anda mungkin juga menyukai