Anda di halaman 1dari 9

ZONASI KERENTANAN AIRTANAH BEBAS

terhadap PENCEMARAN dengan METODE APLIS


di KECAMATAN WONOSARI KABUPATEN GUNUNGKIDUL

Asih Purnami Widiastuti


asihpurnami.widiastuti@yahoo.co.id

Widyastuti
m.widyastuti@geo.ugm.ac.id

Abstract
The aims of this research are (1) to understand the score and distribution of
each parameter of groundwater vulnerability to the contamination by using APLIS
method, such as A (Altitude), P (Slope), L (Litology), I (Infiltration Zone), and S (Soil)
in the research area, (2) to understand the zoning of groundwater vulnerability level
to the contamination in the research area. The calculation of the multiplication’s
outcome of the APLIS parameters resulted a score as the index of groundwater
vulnerability to the contamination. The final product of this research is the map of
groundwater vulnerability zone in Wonosari district. The level of groundwater
vulnerability in the research area covered the low and medium rank. Every parameter
in APLIS has each contribution in the groundwater vulnerability. The parameters
which highly influence the groundwater vulnerability are infiltration zone and soils.
Keywords: groundwater vulnerability, contamination, APLIS

Abstrak
Penelitian ini bertujuan : (1) mengetahui nilai dan distribusi masing – masing
parameter kerentanan airtanah terhadap pencemaran dengan metode APLIS, yaitu A
(Altitude), P (Slope), L (Litology), I (Infiltration Zone), dan S (Soils) di daerah
penelitian, (2) mengetahui zonasi tingkat kerentanan airtanah terhadap pencemaran di
daerah penelitian. Metode yang digunakan adalah penilaian dan pembobotan
parameter APLIS, meliputi variabel ketinggian tempat (A), kemiringan lereng (P),
litologi (L), zona infiltrasi (I), dan kondisi tanah (S). Penjumlahan hasil kali parameter
APLIS menghasilkan satu nilai sebagai indeks kerentanan airtanah terhadap
pencemaran. Hasil akhir dari penelitian ini berupa peta zonasi tingkat kerentanan
airtanah di Kecamatan Wonosari. Tingkat kerentanan airtanah di daerah penelitian
meliputi tingkat rendah hingga sedang. Setiap parameter APLIS memiliki kontribusi
masing – masing terhadap tingkat kerentanan airtanah. Parameter yang memiliki
kontribusi tinggi terhadap tingkat kerentanan adalah zona infiltrasi dan kondisi tanah.
Kata kunci : kerentanan airtanah, pencemaran, APLIS

38
PENDAHULUAN airtanah bebas terhadap pencemaran
penting dilakukan terkait dengan
Air merupakan sumberdaya alam kegiatan perlindungan airtanah dari
yang sangat penting bagi kehidupan pencemaran.
makhluk hidup dan lingkungan.
Makhluk hidup, termasuk manusia, Kecamatan Wonosari adalah
memanfaatkan air untuk memenuhi bagian dari Basin (cekungan) Wonosari
kebutuhan sehari – hari dari berbagai sehingga merupakan daerah
sumber seperti sumur, danau, dan sungai. berkumpulnya airtanah dari daerah
Sebagian besar masyarakat khususnya di sekitarnya dan mengisi cadangan
Indonesia menggunakan airtanah sebagai airtanah. Pemanfaatan airtanah oleh
sumber air yang utama. Airtanah relatif penduduk dapat dilihat dari banyaknya
memiliki kualitas yang lebih baik sumur gali dan sumur bor yang dibuat.
dibanding air permukaan dan tidak Kecamatan Wonosari yang merupakan
mudah tercemar sehingga lebih layak pusat aktivitas penduduk di Kabupaten
digunakan dibanding air permukaan (air Gunungkidul, penggunaan lahannya
danau, air sungai, dan sebagainya). semakin berkembang seiring jumlah
Namun airtanah memiliki kelemahan penduduk yang semakin banyak.
yaitu jika terjadi pencemaran di dalam Perubahan penggunaan lahan tersebut
airtanah tersebut maka akan sulit menyebabkan pencemaran airtanah
dilakukan pemulihan kualitasnya. semakin meningkat sehingga perlu
Kualitas airtanah dipengaruhi oleh ada dilakukan perlindungan terhadap
atau tidaknya zat pencemar yang masuk airtanah. Perlindungan airtanah
ke airtanah dan kondisi fisik daerah dimaksudkan untuk melindungi airtanah
tersebut. Hal ini disebabkan airtanah dari pencemaran untuk kepentingan
terdapat pada lapisan tanah atau batuan manusia di masa sekarang dan di masa
di bawah permukaan tanah, sehingga mendatang mengingat pemulihan
mempengaruhi tingkat kerentanan airtanah tersebut sulit dilakukan dan
airtanah terhadap suatu pencemaran. membutuhkan waktu yang lama. Oleh
karena itu, penelitian ini dilakukan
Kerentanan airtanah terhadap sebagai langkah awal perlindungan
pencemaran terdiri dari dua macam yaitu terhadap airtanah.
kerentanan intrinsik dan kerentanan
spesifik. Kerentanan airtanah secara Maksud dari penelitian ini adalah
intrinsik dipengaruhi oleh kondisi fisik memperkirakan kerentanan airtanah
daerahnya saja, sedangkan kerentanan bebas terhadap pencemaran di daerah
airtanah secara spesifik dipengaruhi oleh penelitian. Tujuan penelitian ini adalah
kondisi non fisik seperti aktivitas untuk mengetahui nilai dan distribusi
manusia sebagai sumber pencemaran. masing – masing parameter kerentanan
Berbagai macam aktivitas dari manusia airtanah bebas terhadap pencemaran
yang dapat menyebabkan pencemaran dengan metode APLIS, yaitu A
misalnya penggunaan lahan seperti (Altitude), P (Slope), L (Litology), I
permukiman, pertanian, bangunan, dan (Infiltration zone), dan S (Soils) di
sebagainya). daerah penelitian; dan untuk mengetahui
zonasi tingkat kerentanan airtanah bebas
Suatu pemodelan untuk terhadap pencemaran di daerah
pengukuran / estimasi tingkat kerentanan penelitian.

39
Konsep kerentanan airtanah digunakan pada mediaporus. Adanya
mendasarkan pada asumsi bahwa kondisi kesamaan variabel – variabel yang
fisik lingkungan memiliki tingkat digunakan tersebut, maka metode APLIS
perlindungan airtanah terhadap dicobakan untuk mengukur nilai
pencemaran (Vrba dan Vaporozec, kerentanan airtanah terhadap pencemaran
1994). Dalam hal ini, kerentanan yang secara intrinsik sebagai asumsi tingkat
dimaksud adalah sistem airtanah yang perlindungan fisik akuifer terhadap
mampu melindungi airtanah dari pencemaran. Model kerentanan alami /
pencemaran baik alami (intrinsic) intrinsik dengan metode APLIS
maupun karena aktivitas manusia menggunakan variabel – variabel fisik
(spesific). Menurut Margat (1987; dalam yang mampu menggambarkan kondisi
Vrba dan Zaporozec, 1994), kerentanan airtanah akuifer.
airtanah dipengaruhi oleh faktor
hidrogeologi yang pokok yaitu METODE PENELITIAN
kedalaman muka airtanah, penyerapan
cadangan permukaan, hubungan antara Metode penelitian yang
tanah dan air permukaan, dan rata – rata digunakan adalah metode survei, yaitu
kecepatan aliran airtanah. Interpretasi pengumpulan data meliputi data primer
kondisi hidrogeologi dalam hal dan data sekunder. Pengumpulan data
kerentanan bersifat kualitatif dan tidak primer dilakukan dengan pengambilan
memasukkan komponen perpindahan sampel tanah di lapangan. Pengambilan
polutan dari permukaan tanah ke sampel dilakukan dengan purposive
airtanah. Sedangkan menurut Johnston sampling method. Pengambilan sampel
(1988, dalam Vrba dan Zaporozec,1994), bertujuan untuk memperoleh data tekstur
kerentanan suatu akuifer terhadap tanah pada penentuan zona infiltrasi.
pencemaran dari sumber pencemaran Pengumpulan data sekunder dilakukan
dikontrol oleh sistem aliran airtanah, dengan menggunakan data – data yang
kerangka hidrogeologi, dan faktor iklim. telah ada atau telah dipublikasikan.

Tingkat kerentanan airtanah Peta ketinggian dan kemiringan


terhadap pencemaran pada media porus dihasilkan dari peta Digital Rupa Bumi
di suatu daerah diukur menggunakan Indonesia lembar Wonosari,
metode seperti GOD, DRASTIC, dan Karangduwet, dan Karangmojo skala
lain – lain. Namun pada akuifer karbonat 1:25.000 terbitan BAKOSURTANAL.
(material penyusunnya adalah batu Peta litologi dihasilkan dari peta Geologi
gamping), metode – metode tersebut lembar Yogyakarta skala 1:100.000 dan
kurang dapat diterapkan. Hal ini peta Digital Rupa Bumi Indonesia skala
disebabkan daerah karst yang memiliki 1:25.000 terbitan BAKOSURTANAL.
kondisi geomorfologi dan sistem
Data zona infiltrasi diperoleh dari peta
hidrologi yang berbeda. Metode APLIS
adalah metode yang digunakan untuk Tanah terbitan PUSLITANAK Bandung
mengukur imbuhan airtanah di daerah tahun 1994 skala 1:50.000 dan survei
cekungan karst (Andreo, 2008). Metode lapangan, sedangkan peta tanah diperoleh
ini menggunakan variabel – variabel dari peta Tanah terbitan PUSLITANAK
yang memiliki kesamaan dengan metode Bandung tahun 1994 skala 1:50.000
pengukuran tingkat kerentanan yang yang diubah ke dalam klasifikasi FAO.

40
Metode analisis yang digunakan Lanjutan Tabel 2. Klasifikasi dan Skor Variabel
adalah APLIS. Metode ini menggunakan Kemiringan Lereng
lima variabel berdasarkan karakteristik Kemiringan Lereng
Skor
geomorfologi dan hidrogeologi suatu Persen (%) Derajat (°)
wilayah. APLIS merupakan singkatan 3–8% 1,35 – 3,6° 9
dari lima variabel yang digunakan dalam 8 – 16 % 3,6 - 7,2° 8
bahasa Spanyol, yaitu altitud 16 – 21 % 7,2 - 9,45° 7
(ketinggian), pendiete (kemiringan 21 – 31 % 9,45 - 13,95° 5
lereng), litologia (litologi), infiltraction 31 – 46 % 13,95 - 20,7° 4
preferencial (zona infiltrasi), dan suelo 46 – 76 % 20,7 - 34,2° 3
(tanah). masing-masing variabel 76– 100 % 34,2 - 45° 2
dikelsakan dan diberi skor sesuai > 100 % >45° (imbuhan
pengaruhnya terhadap tingkat kerentanan minimal dan 1
airtanah, sehingga tiap variabel tersebut tidak berubah)
memiliki nilai dan bobot sesuai dengan Sumber : Andreo, dkk., 2004
pengaruhnya terhadap kerentanan. Skor
masing - masing variabel mempunyai
Tabel 3. Klasifikasi dan Skor Variabel
interval 1 – 10, di mana nilai 1
Litologi
mengindikasikan pengaruh yang kecil Litologi / Batuan Skor
terhadap tingkat kerentanan, nilai 10
Batugamping dan dolomit
mempunyai pengaruh paling besar. 9 – 10
terkarstifikasi
Klasifikasi dan penentuan skor pada
Marmer dengan rekahan,
masing-masing variabel menurut
gamping dan dolomite 7-8
Andreo,dkk (2008) adalah sebagai
terkarstifikasi sedang
berikut.
Batugamping dan dolomit
5–6
Tabel 1. Klasifikasi dan Skor Variabel bercelah
Ketinggian (Altitude) Pasir dan kerikil koluvial 4
Ketinggian Skor Napal, breksi dan konglomerat 3
≤ 300 mdpal 1 Batuan plutonik dan metamorf 2
300 – 600 mdpal 2 Skis, slate, dan lempung 1
600 – 900 mdpal 3 Sumber : Andreo, dkk, 2004
900 – 1200 mdpal 4
1200 – 1500 mdpal 5 Tabel 4. Klasifikasi dan Skor Variabel Zona
1500 – 1800 mdpal 6 Infiltrasi
1800 – 2100 mdpal 7 Tipe Tanah Skor
2100 – 2400 mdpal 8 Zona infiltrasi utama 10
2400 – 2700 mdpal 9 Pasiran (sands) 9
> 2700 mdpal 10 Pasir debuan, pasir berlempung
8
Sumber : Andreo, dkk., 2004 (silty sands, loamy sands)
Geluh berpasir, geluh (sandy
7
Tabel 2. Klasifikasi dan Skor Variabel loam, loams)
Kemiringan Lereng Geluh debuan (silty loam) 6
Kemiringan Lereng Geluh lempung, geluh lempung
Skor
Persen (%) Derajat (°) debuan (clay loam, silty clay 5
≤ 3% ≤ 1,35° 10 loam)

41
Lanjutan Tabel 4. Klasifikasi dan Skor Pada penghitungan nilai
Variabel Zona Infiltrasi imbuhan, simbol imbuhan pada
Tipe Tanah Skor persamaan yang digunakan adalah R
Debu (silt) 4 (Recharge), pada pengukuran nilai
Lempung pasiran (sandy clay) 3 kerentanan ini diganti dengan huruf V
Lempung debuan (silty clay) 2 yang menunjukkan kerentanan
Lempung (clays) 1 (Vulnerability). Nilai V merupakan
Sumber : Zunker, 1930, dalam Jamulya, 1993 penjumlahan skor variabel APLIS yang
dengan modifikasi dibagi 0,9. Nilai 0,9 yang digunakan
adalah asumsi bahwa persentase dari
Tabel 5. Klasifikasi dan Skor Variabel
rata – rata hujan tahunan yang
Tanah
Tanah (S) skor
berpeluang menjadi imbuhan airtanah
berkisar 8,8 % sampai 88,8 % (porositas
Lithosols 10
sekunder di daerah karst) (Andreo, dkk.,
Albic Arenosols dan Calcic 9
2004). Hal ini berpengaruh pada tingkat
Xerosols
kerentanan airtanah.
Rendzina, Calcareous Regosols, 8
dan Fluvisols Tumpangsusun kelima variabel
Eutric dan Distric Regosols, dan 7 menggunakan sistem informasi geografis,
Solonhacks kemudian diklasifikasikan menurut
Calcic Cambisols 6 klasifikasi tingkat kerentanan airtanah yang
Eutric Cambisols 5 dibuat oleh Andreo, dkk (2004).
Eutric Histosols, Orthic, dan 4
Tabel 6. Klasifikasi Tingkat Kerentanan
Calcic Luvisols Nilai V (%) Kelas
Chromic Luvisols 3 ≤ 20 Sangat Rendah
Planosols 2 20 – 40 Rendah
Chromic Vertisols 1 40 – 60 Sedang
Sumber : Andreo, dkk., 2004
60 – 80 Tinggi
80 – 100 Sangat Tinggi
Kelima variabel APLIS yang Sumber : Andreo, dkk., 2004
telah memiliki nilai dan bobot masing –
masing kemudian dilakukan Analisis data menggunakan
tumpangsusun (overlay) menggunakan metode deskriptif dan spasial. Metode
persamaan : deskriptif menggambarkan secara singkat
mengenai kondisi daerah penelitian
V = (A+P+3L+2I+S)/0,9 sesuai dengan tingkat kerentanan
airtanah terhadap pencemaran, zonasi
Keterangan : tingkat kerentanan, dan variabel–variabel
V = Kerentanan (%) yang mempengaruhi pada setiap tingkat
A = Ketinggian kerentanan. Analisis data metode spasial
P = Kemiringan menggambarkan persebaran tingkat
L = Litologi kerentanan airtanah intrinsik di daerah
I = Zona Infiltrasi penelitian berdasarkan peta tingkat
S = Tanah kerentanan airtanah terhadap pencemaran
di daerah penelitian.

42
HASIL DAN PEMBAHASAN namun juga memiliki sifat yang mudah
lapuk sehingga terdapat banyak retakan
Daerah penelitian memiliki yang dapat menyebabkan nilai
ketinggian antara 87,50 sampai 262,50 porositasnya meningkat. Hal ini
mdpal. Wilayah terendah terletak di Desa menyebabkan batugamping dapat
Wunung bagian barat dan wilayah menyimpan dan melalukan air dalam
tertinggi di Desa Mulo bagian selatan. jumlah yang banyak. Kenampakan
Topografi daerah penelitian datar hingga eksokarst maupun endokarst
berombak, merupakan bagian dari menunjukkan bahwa di daerah daerah
dataran tinggi (plato) selatan pulau Jawa penelitian belum mengalami proses
berupa dataran nyaris (peneplain) yang karstifikasi, namun di beberapa tempat
mengalami pengangkatan dan perlipatan telah menunjukkan adanya gejala
pada kala Pleistosen tengah yaitu sekitar karstifikasi. Gejala karstifikasi
1 hingga 1.8 juta tahun yang lalu ditunjukkan dengan adanya ciri
(Pannekoek, 1989). Berdasarkan bentuklahan karst yang mulai terbentuk
klasifikasi APLIS, seluruh daerah yaitu sifat aliran permukaan yang masuk
penelitian masuk ke dalam kelas skor 1, ke dalam dan diikuti perkembangan
yaitu ≤300 mdpal. lapies yang sangat halus (White, 1988;
dalam Febriarta, 2011). Pembatasan
Kemiringan lereng daerah
daerah yang mengalami gejala
penelitian berkisar antara 0 hingga 21%,
karstifikasi dan yang belum mengalami
didominasi oleh kemiringan lereng 0-3%.
gejala karstifikasi dilakukan berdasarkan
Lereng dengan kelas kemiringan 3–8%,
kenampakan ciri bentuklahan yang mulai
8–16%, dan 16–21% terdapat di daerah
terbentuk, yaitu aliran sungai permukaan
bagian utara dan selatan. Kemiringan
yang tiba – tiba hilang atau tertelan.
lereng 8–16% terdapat di bagian utara
Daerah yang tidak terdapat banyak
berbatasan dengan sungai Oyo,
sungai permukaan menunjukkan bahwa
sedangkan daerah bagian selatan
daerah tersebut mengalami gejala
kemiringan lerengnya lebih bervariasi
karstifikasi sehingga masuk ke dalam
karena berbatasan dengan perbukitan
klasifikasi batugamping terkarstifikasi
gunungsewu. Daerah dengan tingkat
sedang.
kemiringan rendah menyebabkan air
memiliki kesempatan untuk meresap ke Zona infiltrasi diklasifikasikan
dalam tanah, sedangkan pada daerah berdasarkan zona infiltrasi utama dan
dengan tingkat kemiringan lebih tinggi zona infiltrasi lain. Zona infiltrasi utama
air cenderung langsung mengalir ke adalah zona penyerapan air secara
tempat yang lebih rendah. dominan yang terdapat di kawasan karst,
sedangkan zona infiltrasi lain adalah
Formasi geologi di daerah
zona penyerapan air yang tidak
penelitian meliputi formasi Wonosari
berlangsung secara dominan yang
(Tmwl), formasi Kepek (Tmpk), dan
diklasifikasikan berdasarkan
formasi Oyo (Tmo). Daerah penelitian
permeabilitas tanah yang ditentukan
didominasi oleh material batugamping,
menurut tekstur tanah. Daerah penelitian
meskipun terdapat material penyusun
memiliki satu zona infiltrasi utama, yaitu
lainnya seperti napal, tuff, lempung,
ponor yang terdapat di Desa Mulo yang
batupasir, dan breksi. Batugamping
bernama Ngingrong, sedangkan untuk
bersifat sulit untuk meluluskan air,

43
zona infiltrasi lain meliputi tekstur tanah debuan, serta jenis tanahnya meliputi
geluh (loam), lempung debuan (Silty Cromic Vertisols, Litosols, Rendzina,
clay), geluh debuan (silty loam), dan Distric Regosols, Calcic Cambisols, dan
geluh lempung debuan (silty clay loam). Eutric Cambisols.
Klasifikasi tanah dalam metode Tabel 1. Sebaran Kelas Kerentanan Airtanah
APLIS menggunakan klasifikasi (V) dan Luas Area
berdasarkan Food and Agriculture Kelas Luas Sebaran
No. V (%)
Organization (FAO). Tanah di daerah V (km2) (Desa)
penelitian terdiri dari Lithosols, Dystric
Regosols, Rendzina, Eutric Cambisols, 1. 20-40 Rendah 19,3 Gari,
Karangtengah,
Calcic Cambisols, dan Cromic Vertisols.
Piyaman,
Tanah Lithosols dan Distric Regosols
Kepek,
terdapat di bagian selatan daerah Wonosari,
penelitian, sedangkan Rendzina, Calcic Selang,
Cambisols, Eutric Cambisols, dan Pulutan,
Cromic Vertisols tersebar merata dari Siraman,
bagian utara hingga selatan daerah Baleharjo,
penelitian. Karangrejek,
Wareng,
Hasil olah data tumpangsusun Duwet,
menunjukkan bahwa tingkat kerentanan Wunung, Mulo
di daerah penelitian berkisar antara 20-60 2. 40-60 Sedang 55,6 Gari,
%. Berdasarkan klasifikasi tingkat Karangtengah,
kerentanan airtanah menurut Andreo,dkk Piyaman,
(2008), daerah penelitian memiliki Kepek,
tingkat kerentanan rendah hingga sedang. Wonosari,
Selang,
Distribusi tingkat kerentanan airtanah Pulutan,
rendah lebih banyak terdapat di daerah Siraman,
bagian utara. Daerah ini merupakan Baleharjo,
daerah dengan litologi berupa Karangrejek,
batugamping bercelah, zona infiltrasinya Wareng,
Duwet,
adalah zona infiltrasi lain yang meliputi Wunung, Mulo
tekstur tanah geluh lempung debuan dan JUMLAH 74,9
lempung debuan, dan pada tanah Cromic Sumber : Hasil Analisis, 2012
Vertisols, Eutric Cambisols, Rendzina,
dan Calcic Cambisols. Tingkat
kerentanan airtanah sedang mendominasi Kontribusi masing-masing
hampir seluruh bagian daerah penelitian. variabel APLIS terhadap tingkat
Daerah dengan tingkat kerentanan kerentanan airtanah berbeda-beda.
airtanah sedang berada pada litologi Variabel yang memiliki kontribusi
batugamping yang bercelah dan rendah adalah variabel ketinggian
batugamping terkarstifikasi. Variabel tempat, variabel yang memiliki
zona infiltrasinya meliputi zona infiltrasi kontribusi sedang meliputi zona infiltrasi
utama dan zona infiltrasi lain dengan dan jenis tanah, sedangkan variabel yang
tekstur tanah geluh lempung debuan, memiliki kontribusi tinggi adalah
lempung debuan, geluh, dan geluh kemiringan lereng dan litologi.

44
Daerah penelitian oleh kelas yang mendominasi daerah penelitian
kemiringan 0 – 3 % dengan skor 10. Hal meskipun terdapat material penyusun
ini menunjukkan bahwa daerah lainnya seperti tuff, napal, lempung,
penelitian memiliki topografi yang batupasir, dan breksi. Batugamping
landai, sehingga air mengalami infiltrasi memiliki porositas sekunder
lebih banyak daripada aliran permukaan menyebabkan air mudah masuk ke dalam
(runoff). Semakin banyak air yang tanah melalui celah – celah batuan
terinfiltrasi, maka semakin besar peluang tersebut.
polutan untuk masuk ke dalam airtanah,
peluang untuk tercemar menjadi semakin
tinggi. Batugamping merupakan batuan

Gambar 1. Peta Zonasi Tingkat Kerentanan Airtanah terhadap Pencemaran di Daerah


Penelitian

KESIMPULAN geomorfologi, geologi, dan kondisi


tanah.
Nilai dan distribusi masing – masing
variabel kerentanan airtanah terhadap Zonasi kerentanan airtanah terhadap
pencemaran di daerah penelitian berbeda pencemaran di daerah penelitian dengan
– beda. Hal ini dipengaruhi oleh kondisi metode APLIS terbagi menjadi dua nilai
kerentanan, yaitu rendah (21–40%)

45
dan sedang (41-60). Nilai kerentanan terhadap Pencemaran (Studi
airtanah rendah meliputi daerah Kasus: Kecamatan Pengasih
penelitian dengan luas sebesar 25,82 % Kabupaten Kulonprogo, Propinsi
dari luas total, mendominasi daerah Daerah Istimewa
penelitian bagian utara dan sebagian Yogyakarta).Skripsi.Yogyakarta:
tersebar di bagian selatan daerah Fakultas Geografi Universitas
penelitian. Nilai kerentanan airtanah Gadjah Mada.
sedang adalah tingkat kerentanan
airtanah yang paling mendominasi Vrba,J. dan Zoporozec,A., 1994.
daerah penelitian ( 74,18 % dari luas Guidebook on Mapping
total) yang tersebar merata di daerah Groundwater Vulnerability.
penelitian. Variabel yang berpengaruh Hannover : International
dalam zonasi tingkat kerentanan airtanah Association of Hydrogeologist.
adalah zona infiltrasi dan kondisi tanah.

DAFTAR PUSTAKA
Andreo B., Vias, J., Durán, J.J., Jiménez,
P., López-Geta, J. A., Carrasco,
F. (2008). Methodology for
Groundwater Recharge
Assessment in Carbonate
Aquifer: Application to Pilot
Sites in Southern Spain.
Hydrogeologi Journal,2008(16),
911-925.
Febriarta,E.2011.Sistem Drainase Karst
Basin Wonosari. Skripsi.
Yogyakarta: Fakultas Geografi
Universitas Gadjah Mada.
Jamulya (1993). Pengantar Geografi
Tanah. Yogyakarta: Fakultas
Geografi Universitas Gadjah
Mada.
Pannekoek, A.J.1989. Outline of The
Geomorphology of Java, Garis
Besar Geomorfologi Pulau
Jawa, Alih Bahasa Budio Basri.
Yogyakarta : Fakultas Geografi
Universitas Gadjah Mada.
Tivianton,T.A.2008.Evaluasi Model
Kerentanan Airtanah Bebas

46

Anda mungkin juga menyukai