Anda di halaman 1dari 8

TEMPLATE

MENGANALISIS KEBAHASAAN
NOVEL RONGGENG DUKUH PARUK (RDP)

Kelompok : Bubur Sekoi


Ketua : Salsabila Januaryaneda
(warna jingga)
Anggota : 1. Raka Frisyandi
(warna hitam)
2. Risma Rahmadani (warna ungu)
3. Sifa Anda Adzahra (warna hijau tua)
3. Vivi Dwi Putri Supardi (warna biru)
4. Zahwa Putri Sulistiawati (warna merah )

Contoh Majas dan Citraan


1 Fina 1 -24 Personifikasi Angin kencang menampar wajah Mila, seketika
poninya melambai-lambai ditiup angin.

2 Budiman 48 - 72 Penglihatan Rasus tersenyum. Baginya memenuhi permintaan


Srintil selalu menyenangkan. Maka ia berbalik,
menoleh kiri-kanan mencari sebatang pohon bacang.
Setelah dapat, Rasus memanjat. Cepat seperti seekor
monyet

Kerjakan dengan warna sesuai pembagian masing-masing.

Hasil Analisis Kebahasaan Novel RDP


N Nama Siswa Analisis Majas/ Bukti Penggalan Majas
o Novel
(ketik Gayabahasa
RDP
berwarna)
(personifikasi,
Halama
hiperbola,
n
litotes, ironi,
dll)

1 Raka Frisyandi 1 - 17 Personifikasi Cahaya bulan mencipta keakraban antara manusia


dengan lingkup fitriyahnya. (9)

Ketika angin tenggara bertiup dingin menyapu


Personifikasi
harum bunga kopi yang selalu mekar di musim
kemarau. (7)

2 Vivi Dwi Putri 18 - 34 Majas sindiran Kalian mau mampus mampuslah. Jangan katakan
Supardi
(sarkasme) tempeku mengandung racun.23

Majas simile Ibarat meniti sebuah titian panjang berbahaya, aku


hanya bisa menceritakannya kembali,

mengulas serta merekamnya setelah aku sampai di


seberang.27

3 Zahwa Putri 35 - 53 Majas tetes embun di pucuk daun menangkap sinar itu dan
Sulistiawati personifikasi membiaskannya menjadi pelangi

lembut yang berpendar-pendar. (39)

Majas Sinar matahari dalam berkas-berkas kecil menembus


personifikasi kerindangan pekuburan Dukuh. (39)

Majas totem Langit yang selalu membiru di musim kemarau mulai


pro parte bernodakan gumpalan-gumpalan awan. (39)

Majas Binatang itu bergerak


Hiperbola
dalam lintasan yang berupa ulir hingga mencapai
tanah. (40)

4 Salsabila 54 - 72 Majas Simile Tidak seperti malam-malam sebelumnya, rumah


Januaryaneda Kartareja sudah sepi sejak sore. Dukun ronggeng itu

telah mengusir anak-anak yang datang. (54)

“Wah, Kek,” kata Dower akhirnya. “Pada saya baru


Majas Simile
ada dua buah rupiah perak. Saya bermaksud

menyerahkannya kepadamu *sebagai panjar*. Masih


ada waktu satu hari lagi. Barangkali besok bisa

kuperoleh seringgit emas.” (55)

Pasti, sangat pasti, Dower tidak seperti aku yang


selalu bersikap hormat kepada
Majas Simile
ronggeng itu. Bertahun-tahun lamanya aku
menyusun gambaran sedikit-demi sedikit, sehingga
terbentuk

gambaran Emak secara hampir lengkap pada diri


Srintil. (56)

Sekali lagi terdengar suara gelak tawa tiga orang

pemuda. Sebaliknya Dower berteriak-teriak seperti


orang kesurupan. (58)
Majas Simile

"Jangan dulu. Jangan merajuk seperti itu. Kita bisa


duduk-duduk sebentar di sini.” (63)

Majas Simile Suara belalang kerik menyambutnya dari lereng


sempit di sebelah selatan pekuburan. (64)

Rumpun-rumpun puring bergoyang tersibak oleh


Majas
Personifikasi Srintil yang berjalan cepat. (66)

Majas
Personifikasi
Aku sadar betul diriku terlalu kecil bagi alam, bahkan
bagi Dukuh Paruk yang sempit itu. (67)

Majas Litotes Kini Dower merasa segala akal busuknya belum


tentu membuahkan hasil. Bahkan

bayangan kegagalan muncul di depan matanya.


Dalam hati, Dower mengutuk Kartareja dengan
Majas sindiran sengit.
(Sarkasme) “Si Tua Bangka ini sungguh-sungguh tengik!” (69)

5 Sifa Nadaa 73 - 90 Personifikasi Telinganya mendengar suara tembang asmara. (73)


Adzahra

Hiperbola Binatang jantan lainnya akan segera datang


menyingkap kelambu dan mengendus. (78)

Suasana gelap dapat merubah nilai nilai yang berlaku


Personifikasi
pada individu individu. (76)
Dower membangunkannya dengan nafas lembu
jantan. (76)
Majas sindiran

Keramat Ki Secamenggala pada puncak bukit kecil di


tengah dukuh paruk seakannmenjadi pengawal abadi
Hiperbola atas segala kekurangan yang terjadi disana. (79)

6 Risma 91 - 108 Majas Aku terkejut ketika menyadari semua orang di tanah
Rahmadani Pertentangan airku yang kecil itu siap memenuhi segala
keinginanku. (105)

Ah, nenekku. Mengapa bukan sejak dulu aku mencari


Majas
gambar wajah Emak pada kerentaanmu? Oh, tidak,
Koreksio atau
tidak. Aku sudah mendapat pelajaran. (107)
Epanortosis

Pernah kubaca dongeng tentang seorang pahlawan


Majas Alegori
yang pulang dari peperangan dan kembali disambut
oleh seorang puteri jelita. (105)

Masih segudang alasan dan janji yang diucapkan


Srintil padaku. Sebagai laki-laki usia dua puluh tahun
Majas
Personifikasi aku hampir dibuatnya menyerah. (107)

N Nama Siswa Analisis Jenis Citraan Bukti Penggalan Citraan


o Novel
(ketik (penglihatan,
Halama
berwarna) pendengaran,
n
penciuman,
pencecapan,
gerak,
perabaan,
intelektual)

1 Raka Frisyandi 1 - 17 Penglihatan Mimik penagih birahi yang selalu ditampilkan oleh
seorang ronggeng yang sebenarnya, juga diperbuat

oleh Srintil saat itu. Lenggok lehernya, lirik matanya,


bahkan cara Srintil menggoyangkan pundak akan

memukau laki-laki dewasa manapun yang


melihatnya. (9)

Sakarya tersenyum. Sudah lama pemangku


keturunan Ki Secamenggala itu merasakan
Penglihatan
hambarnya

Dukuh Paruk karena tidak terlahirnya seorang


ronggeng disana. (10)

Tanggapan hanya berupa bisik-bisik lirih. Seorang


perempuan menggamit lengan teman di sebelahnya,

memuji kecantikan Srintil. (14)


Pendengaran

2 Vivi Dwi Putri 18 - 34 Pendengaran Tetapi hari itu burung-burung gagak bersukaria di
Supardi Dukuh Paruk. Mereka berteriak-teriak dari siang
sampai malam tiba.25

Ketika kemudian Srintil tersenyum sinar lembut


Penglihatan memancar dari gigi taringnya yang telah berlapis
emas.3

3 35- 53 Pengelihatan - sebelah kiriku, agak jauh ke barat, tampak


pekuburan Dukuh Paruk. 36

- Mata dukun ronggeng itu terbeliak menatap


langit. 42

- mengelus cambang halus di tepian pipi


Perabaan ronggeng itu. 35

- serta kuraba kulit tangan yang halus. 36

- Tangan Srintil kutata supaya keris yang


kuletakkan dekat bantal berada dalam
Gerak pelukannya. 35

- Sepasang tangan menutup mataku dari


belakang. 36
- Kemudian Srintil merangkulku. 39

- Dikibas-kibaskannya asap kemenyan itu ke


arah Kartareja yang dipercayainya sedang
kemasukan arwah Ki Secamenggala. 45

4 Salsabila 54 - 72 Pendengaran 1. Cekat-ceket bunyi telapak kakinya ketika


Januaryaneda diangkat dari lumpur (Halaman 53 paragraf
3)

2. Ada sebuah gardu ronda di perempatan jalan


kecil di Dukuh Paruk. Dower mendengar
gumam beberapa pemuda dari dalam gardu
itu Ada sebuah gardu ronda di perempatan
jalan kecil di Dukuh Paruk. Dower
mendengar gumam beberapa pemuda dari
dalam gardu itu (Halaman 53,paragraf 7)

3. Ketika Kartareja bercakap-cakap dengan


Dower aku mendengarnya dari balik rumpun
pisang di luar rumah (Halaman 56)

1. Telapak tangan kutekan pada pipi Srintil.


Ketika kubuka tergores setitik darah. Ada
noda merah pada pipi yang putih. (Halaman
63)
Perabaan

2. Aku tak bergerak sedikitpun ketika Srintil


merangkulku, menciumiku. Nafasnya
terdengar cepat. Kurasakan telapak
tangannya berkeringat. Ketika menoleh ke
samping kulihat wajah Srintil tegang. Ah,
sesungguhnya aku tidak menyukai Srintil
dengan keadaan seperti itu. Meski aku tidak
berpengalaman, tetapi dapat kuduga Srintil
sedang dicekam renjana birahi. (Halaman 64,
paragraf 3)

1. Bau alkohol tercium oleh Sulam dan Dower.


Kegelisahan dan minuman keras. Dua hal
yang ditemui menjadi sahabat di mana-
mana. Baik Sulam maupun Dower ingin
secepatnya mereguk isi botol yang
disediakan oleh Nyai Kartareja (Halaman 72)

Penciuman

5 Sifa Nadaa 73 - 90 Pengelihatan Dalam dunia khayalannya Sulam melihat beribu


Adzahra bintang turun dari langit (73)

Telinganya mendengar tembang asmara (73)


Pendengaran

Mula mula Sulam merasa kulit wajahnya terserang


Perabaan
panas (73)

Telinga berdenging (73)


Pendengaran

Pandangan mata membaur. Lama kelamaan dunia


Pengelihatan jungkir balik di hadapannya (73)

Semula Sulam akan kembali memejamkan mata.


Tetapi tiba tiba mata pemuda itu terbuka selebar
Pengelihatan lebarnya(78)

Sesungguhnya Serintil hampir terlena bila tidak


mendengar derit lincak di beranda (78)

Pendengaran

6 Risma 91 - 108 Penglihatan 1. Aku mau tidur barang sebentar. Cepat


Rahmadani bangunkan aku bila kau melihat sesuatu yang
mencurigakan. (95)

2. Orang kampung akan melihat Rasus berjalan


beriringan dengan tentara. Mereka akan
melihat Rasus mengenakan baju hijau. Pasti
mereka akan bergumam. (Hlm. 94)

3. Celeng sama sekali tak terlihat barang


seekor. (Hlm. 95)

4. Bayar kesumat mu sekarang juga! Demikian


sebuah suara terdengar jelas dalam hatiku
sendiri. (Hlm. 96)

5. Dari jarak beberapa langkah aku menatap


hasil rekamanku. (Hlm. 96)

6. Kulihat kiri-kanan. Sepi. Hanya seekor dadali


terbang melintas di langit. (Hlm. 96)

Tetapi demi Sersan Slamet segalanya kulakukan,


meski beberapa kali aku hampir muntah. Bau anyir
dan sengak menggelitik lambung dan mengaduk-
aduk isinya. (95)

Penciuman
Sampai di tengah pesawahan aku menoleh ke
belakang. Aku tersenyum sendiri, lalu bergegas

meneruskan perjalanan. Dengan memanggul bedil,


rasanya aku gagah. Tetapi sebenarnya perasaan itu

muncul bukan karena ada sebuah bedil di pundak,


melainkan karena aku telah begitu yakin mampu
Gerak hidup tanpa kehadiran bayangan Emak. (108)

Anda mungkin juga menyukai