Anda di halaman 1dari 149

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/337153473

STATISTIKA PADA BIDANG PENDIDIKAN BAHASA

Book · November 2019

CITATION READS

1 2,367

1 author:

Hendi Pratama
Universitas Negeri Semarang
48 PUBLICATIONS 88 CITATIONS

SEE PROFILE

All content following this page was uploaded by Hendi Pratama on 10 November 2019.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


STATISTIKA PADA BIDANG
PENDIDIKAN BAHASA
STATISTIKA PADA BIDANG
PENDIDIKAN BAHASA

Dr. Hendi Pratama, S.Pd., M.A.

iii
Hak Cipta © pada penulis dan dilindungi Undang-Undang Penerbitan.
Hak Penerbitan pada UNNES PRESS.
Dicetak oleh UNNES Press.
Jl. Kelud Raya No. 2 Semarang 50237 Telp./Tax. (024) 8415032.

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh isi buku ini dalam bentuk
apapun tanpa izin dari penerbit.

STATISTIKA PADA BIDANG PENDIDIKAN


BAHASA

Dr. Hendi Pratama, S.Pd., M.A.

Lay Out : Muntaalim


Desain Cover : Muntaalim

xii + 134 hal. 23,5 cm.


Cetakan Pertama, 2019

ISBN 978-602-285-217-9

Sanksi Pelanggaran Pasal 72 Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002


Tentang Hak Cipta

1. Barangsiapa dengan sengaja melanggar dan tanpa hak melakukan perbuatan


sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) atau pasal 49 ayat (1) dan ayat (2)
dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/
atau denda paling sedikit Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara
paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00
(lima Milyar).

2. Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan atau


menjual, kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama
5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 50.000.000,00 (limapuluh juta
rupiah).

iv
PRAKATA

Skripsi atau tugas akhir masih merupakan kebutuhan bagi


para mahasiswa untuk menyelesaikan jenjang sarjana yang mereka
idamkan. Walaupun ada alternatif yang lain selain skripsi untuk
menyelesaikan sarjana, namun skripsi masih populer digunakan
sebagai syarat kelulusan. Umumnya mahasiswa membutuhkan
kemampuan statistika untuk menyelesaikan skripsi mereka. Oleh
karena itu, saya merasa perlu menyusun sebuah buku ajar yang
mudah dimengerti dan dipahami. Selain mudah dimengerti dan
dipahami, buku ini juga disusun agar mahasiswa dapat langsung
mempraktikkan apa yang diajarkan menggunakan perangkat lunak
SPSS maupun Ms. Excel. Tidak banyak teori dan perhitungan
matematika yang dimuat dalam buku ini. Buku ini lebih banyak
memuat tentang prinsip statistika dan bagaimana cara
menggunakannya dengan pendekatan sesederhana mungkin.
Keahlian mengolah data dengan statistik merupakan
keahlian penting yang dibutuhkan oleh peneliti untuk menghasilkan
penelitian yang mudah dimengerti dan dapat
dipertanggungjawabkan. Peneliti membutuhkan kemampuan
statistika terutama jika peneliti ingin fokus pada penelitian
kuantitatif atau mixed method. Oleh karena itu, statistika sangat
penting tidak hanya untuk menyelesaikan skripsi namun juga untuk
bekal mahasiswa setelah lulus nanti. Beberapa dari mereka
membutuhkan statistika untuk bekerja sebagai guru, peneliti, dosen
ataupun konsultan. Beberapa dari mereka membutuhkan statistika
untuk menyelesaikan studi magister ataupun doktoral jika mereka
memilih untuk menjadi akademisi. Apapun itu, belajar statistika
tidak akan pernah sia-sia. Statistika akan selalu menjadi sebuah pisau
lipat yang berharga dalam berbagai kebutuhan profesional.

v
Saya mengakui buku ini memiliki kelemahan. Buku ini
dibuat bukan sebagai buku referensi namun dibuat sebagai sebuah
buku ajar. Artinya buku ini banyak menyederhanakan aspek teori
dan mengutamakan aspek praktis dan empiris. Banyak analogi
matematis yang mungkin kurang akurat atau banyak contoh yang
terlalu disederhanakan. Itu semua untuk memudahkan mahasiswa
belajar. Jika pembaca merasa ada beberapa hal yang bisa
ditingkatkan, penulis dengan senang hati menerima kritik yang
membangun. Semoga ke depan, penulis diberikan kesempatan untuk
memperbaiki buku ajar ini menjadi sumber belajar yang jauh lebih
baik. Akhir kata, semoga buku ini bermanfaat bagi yang
menggunakan dan menjadi ladang amal bagi penulisnya.

Semarang, 5 Oktober 2019

Dr. Hendi Pratama, S.Pd., M.A.

vi
DAFTAR ISI

Prakata ......................................................................................... v
Daftar Isi ..................................................................................... vii
Rencana Pembelajaran Semester (RPS) ...................................... viii
Bab 1. Konsep Dasar Statistika ................................................... 1
Bab 2. Skala dalam Operasi Statistika ........................................ 15
Bab 3. Peran Statistika dalam Penyusunan Tugas Akhir ............ 19
Bab 4. Analisis Frekuensi dan Distribusi Normal ....................... 37
Bab 5. Uji Beda ........................................................................... 52
Bab 6. Uji Korelasi dan Regresi ................................................. 89
Bab 7. Skala Likert .....................................................................101
Bab 8. Analisis Statistik Kosakata Menggunakan Lextutor ........107
Daftar Pustaka ............................................................................. 110
Lampiran ..................................................................................... 111

vii
viii
ix
x
xi
xii
BAB 1
KONSEP DASAR
STATISTIKA

Teknik statistika merupakan teknik mengumpulkan dan


menyajikan data dalam bentuk angka untuk digunakan manusia
dalam memudahkan kehidupan dan pekerjaannya. Teknik statistika
yang baik dapat menyajikan data dalam jumlah yang sangat besar
menjadi sebuah trend yang sederhana dan mudah dipahami. Dalam
kehidupan sehari-hari kita sering tanpa sadar menggunakan statistika
untuk memahami realita kehidupan maupun untuk menyelesaikan
permasalahan. Beberapa contoh judul berita berikut menggunakan
hasil perhitungan statistika untuk memberikan gambaran mengenai
sebuah isu:
1. Dishub Sebut Jumlah Pengendara Motor Naik 10 Persen saat
Ganjil Genap
2. Januari-Agustus 2019, KAI Antar 283,5 Juta Penumpang
3. Dinkes DKI Jakarta: 9 Persen Warga Ibu Kota Tak Paham
Aturan Minum Obat
4. Di Tengah Ancaman Resesi Global, RI Tumbuh 5,3%
Realistis
5. Dampak kabut asap, 30 persen pengiriman barang Sintang
tertunda
Angka yang ditampilkan dalam berita di atas memudahkan
pembaca untuk memahami realitas dengan lebih utuh. Pada berita
nomor satu, kita bisa membayangkan bahwa jumlah pengendara
motor naik 10 persen. Jika biasanya pengendara motor adalah 1 juta
orang maka kali ini naik sekitar 100 ribu penumpang. Jika biasanya
2 juta orang maka kali ini naik 200 ribu orang. Pada berita nomor 2,

Dr. Hendi Pratama, S.Pd., M.A. 1


kita bisa membayangkan sesuatu yang lebih fantastis. Ternyata pada
durasi Januari-Agustus 2019, PT KAI telah mengantar jumlah
penumpang yang melebihi populasi Indonesia. Dalam membaca data
seperti ini tentu kita harus hati-hati karena jumlah penumpang yang
diantar oleh kereta api tentu penumpang yang berulang. Jadi bukan
berarti data ini salah, tapi cara membacanya harus benar. Selanjutnya
pada poin 3 kita bisa membayangkan bahwa sekitar 1 dari 10 orang
yang ada di DKI Jakarta tidak memahami cara minum obat. Perlu
diperhatikan bahwa data ini tidak didapat dari seluruh warga DKI
namun tentu telah melalui sebuah proses sampling. Teknik sampling
ini juga bagian dari statistika. Pada poin 4, kita hanya bisa
memahami bahwa pertumbuhan ekonomi sebuah negara mencapai
5.3% apabila kita membandingkannya dengan negara lain atau
dengan negara kita sendiri di waktu yang berbeda. Pertumbuhan 5.3
persen dianggap rendah jika dibandingkan dengan pertumbuhan
ekonomi Indonesia di masa kejayaan pemerintahan Suharto tahun
1970 yang mencapai 10.7% (belum tentu hal yang baik karena bisa
jadi pertumbuhan ekonomi muncul karena hutang yang banyak,
korupsi merajalela dan demokrasi tidak berjalan baik). Namun angka
5,3% tersebut juga bisa dianggap baik jika dibandingkan ekonomi
Yunani saat buku ini ditulis yaitu pada angka 1.8%. Pada berita
nomor 5, dapat dibayangkan sebuah efek sebab-akibat antara kabut
asap dan pengiriman barang di daerah yang terkena kabut asap.
Jika statistika tidak pernah ditemukan dan dipelajari maka
berita-berita di atas akan menjadi sangat ambigu dan sangat sulit
dicerna. Mari kita ambil contoh dari lima berita di atas dan
dibayangkan jika statistika belum ditemukan.
1. Dishub Sebut Jumlah Pengendara Motor Naik agak banyak
saat Ganjil Genap
2. Januari-Agustus 2019, KAI Antar sangat banyak
Penumpang

2 Statistika Pada Bidang Pendidikan Bahasa


3. Dinkes DKI Jakarta: sejumlah Warga Ibu Kota Tak Paham
Aturan Minum Obat
4. Di Tengah Ancaman Resesi Global, RI Tumbuh lumayan
Realistis
5. Dampak kabut asap, ada pengiriman barang Sintang yang
tertunda
Tanpa menggunakan teknik statistika yang tersedia, maka
sulit untuk menyimpulkan derajat keseriusan dari berita di atas.
Tidak banyak yang bisa kita harapkan dari tajuk berita yang ambigu
tersebut. Ilustrasi di atas menunjukkan betapa pentingnya ilmu
statistika untuk kehidupan manusia.

Sumber Pengetahuan
Salah satu aspek kehidupan manusia yang cukup penting
adalah pendidikan. Dalam dunia pendidikan terdapat suatu proses
penting yaitu penciptaan ilmu pengetahuan dan transfer ilmu
pengetahuan dari pengajar kepada peserta ajar. Statistika adalah
salah satu sumber pengetahuan yang dapat digunakan secara
konsisten dalam penelitian atau metode ilmiah. Berikut adalah
beberapa alternatif sumber ilmu pengetahuan.
(1) Pengetahuan yang berasal dari otoritas. Pada banyak
kesempatan kita bisa melihat bahwa ilmu pengetahuan
muncul dari pihak yang lebih berkuasa dan diperuntukkan
untuk pihak yang tidak terlalu berkuasa. Ada pengetahuan
yang bersifat tradisi. Diturunkan dari orang tua kepada
anaknya. Pengetahuan akan bahaya panasnya sebuah kompor
dapat diturunkan dari orang tua ke anak tanpa penjelasan
apapun. Kebetulan pengetahuan ini sama dengan
pengetahuan yang disimpulkan melalui metode ilmiah.
Namun pada kesempatan lain, seorang bapak menasehati
anak untuk tidak keluar di senja hari karena ada hantu yang

Dr. Hendi Pratama, S.Pd., M.A. 3


akan menculiknya. Ini juga akan dipercaya oleh sang anak
walaupun data dari bapak itu belum tentu didukung oleh
metode ilmiah. Kadang ilmu pengetahuan bersumber dari
media populer. Atau berasal dari pemerintah. Atau berasal
dari iklan yang diulang-ulang. Tidak semua pengetahuan
tersebut benar, namun tetap saja digunakan dari khalayak
karena bersumber dari pihak yang lebih berkuasa.
(2) Pengetahuan yang berasal rasionalisme. Pengetahuan
semacam ini kita dapat dari silogisme ataupun induksi.
Melalui silogisme kita dapat menarik kesimpulan dari sebuah
teori umum yang berlaku di masyarakat. Teori umum
semacam ini kemudian kita aplikasikan dalam situasi yang
lebih spesifik dalam kenyataan. Misalnya teori umum bahwa
semua manusia akan mati. Maka jika tetangga kita bernama
Andi dan Andi adalah manusia maka suatu saat Andi akan
meninggal dunia. Selanjutnya dengan metode induksi kita
dapat melihat pola dari contoh-contoh serupa yang berjumlah
banyak. Misalnya, kita melihat ayam yang ada di depan
rumah kita berkaki dua, ayam yang ada di peternakan berkaki
dua, ayam yang ada di negara lain juga berkaki dua. Maka
kita dapat melakukan induksi bahwa seluruh ayam yang ada
di dunia berkaki dua. Tentu rasionalisme tidak selalu benar.
Jika suatu saat ditemukan teknologi yang memungkinkan
manusia agar tidak mati maka silogisme kita di atas menjadi
salah. Jika suatu saat telah ditemukan rekayasa genetik yang
menyebabkan ayam bisa berkaki empat maka induksi kita
juga menjadi salah.
(3) Pengetahuan yang berasal dari intuisi. Intuisi berasal dari
suara dari dalam diri kita tanpa bersumber dari metode yang
jelas. Tebakan yang paling ilmiah tentang intuisi adalah
kemampuan intuisi disebabkan karena otak kita mencatat
berbagai data ragsang dari luar dan disimpan dalam alam
bawah sadar kita. Misal kita melihat orang bertato, kita akan

4 Statistika Pada Bidang Pendidikan Bahasa


mengira bahwa orang itu jahat, padahal belum tentu. Misal
kita melihat semak yang bergerak gerak, kita bisa
berkesimpulan bahwa di baliknya ada hewan buas yang
berbahaya, padahal belum tentu benar. Intuisi sering sekali
bermanfaat bagi kehidupan kita namun belum bisa 100%
diandalkan sebagai sumber kebenaran.
(4) Pengetahuan yang bersumber dari metode ilmiah. Metode
ilmiah adalah suatu metode yang dapat
dipertanggungjawabkan dalam dunia pendidikan.
Eksperimen yang berulang dan menghasilkan hasil yang
sama dapat dijadikan patokan sebagai pengetahuan. Kondisi
eksperimen dikontrol dan variabel yang terlibat dicatat. Hasil
pengetahuan dapat berubah jika ditemukan metode yang
lebih baru atau banyak bukti yang kemudian menyatakan
kesimpulan yang berbeda. Melalui metode ilmiah,
pengetahuan manusia secara umum distrukturkan. Metode
ilmiah tetap memiliki kelemahan namun cara ini dianggap
paling stabil di antara metode yang lainnya. Metode ilmiah
dapat dihasilkan melalui penelitian primer maupun
penelitian sekunder. Penelitian primer adalah penelitian yang
menggunakan data yang dikumpulkan langsung di lapangan
dan biasanya diolah dan disajikan menggunakan teknik
statistika. Penelitian sekunder adalah penelitian yang
dilakukan dengan bantuan hasil-hasil penelitian primer yang
telah dilakukan sebelumnya.

Penting untuk dicatat bahwa tidak ada sumber pengetahuan


yang bersifat absolut. Otoritas bisa salah dan berubah. Rasionalisme
bisa saja menipu. Intuisi bisa salah dan menyesatkan. Metode ilmiah
bisa menghasilkan ilmu pengetahuan yang menafikkan hasil
penelitian yang sebelumnya. Namun begitu, metode ilmiah yang
dibantu dengan ilmu statistika dapat dianggap sebagai metode yang

Dr. Hendi Pratama, S.Pd., M.A. 5


paling dapat diandalkan dalam menghasilkan ilmu pengetahuan
dibandingkan dengan sumber-sumber lainnya.
Pemahaman kita tentang dunia bisa saja salah atau benar.
Statistika dapat membantu kita dalam membuat pemahaman kita
lebih akurat. Berikut adalah beberapa fakta kehidupan yang sering
luput dari pengamatan kita.
1. Jumlah wanita lebih banyak dari pria?
2. Banyak wanita yang memuji kualitas yang dimiliki oleh
suaminya?
3. Jumlah pemeluk agama terbesar di dunia?
4. Naik pesawat lebih bahaya daripada naik mobil?
Entah dari mana asalnya banyak orang mengira bahwa
jumlah wanita dan pria tidak berimbang. Kebanyakan orang
menganggap bahwa jumlah wanita lebih banyak dari pada pria.
Pengetahuan semacam ini seakan-akan menjadi legitimasi bagi para
pria yang ingin berpoligami. Namun jika kita menyempatkan waktu
untuk membuka website Badan Pusat Statistik akan kita dapati
bahwa sesungguhnya populasi laki-laki dan perempuan dari tahun ke
tahun jumlahnya sama dan seimbang. Tidak ada yang lebih banyak
maupun lebih sedikit.
Statistika juga dapat mengungkap kejujuran walaupun
kejujuran itu pahit. Kita lihat di media sosial bahwa para istri sering
berlomba memuji suaminya. Hal itu menjadikan kita sering
menduga bahwa lebih banyak istri yang mengagumi suaminya
dibandingkan istri yang tidak. Dalam bukunya "Everybody Lies",
Stephens-Davidowitz (2017) mengungkap bahwa kata kunci pada
mesin pencari Google yang digunakan oleh para istri saat mengetik
"is my husband ....?" cukup mencengangkan hasilnya. Kata kunci
dengan urutan teratas adalah "is my husband cheating?" dan "is my
husband gay?". Dengan teknik pengambilan data yang tepat dan
teknik statistik yang tepat, ternyata terungkap bahwa banyak wanita

6 Statistika Pada Bidang Pendidikan Bahasa


mengkhawatirkan suaminya selingkuh atau bahkan mereka
mencurigai kalau suami mereka gay. Pada poin 3, kebanyakan orang
menjawab fakta di atas sesuai dengan kondisi di sekitar mereka. Jika
yang ditanya adalah orang Indonesia, wajar saja jika dia menjawab
jika agama dengan jumlah pemeluk terbesar di dunia adalah Islam.
Namun jika yang ditanya adalah orang Amerika maka jawabannya
adalah Kristen. Jika anda penasaran dengan jawaban yang
sesungguhnya maka silakan buka web statistik terpercaya untuk
mengetahui kebenarannya. Pada poin 4, terkadang manusia sering
terpengaruh dengan berita yang muncul di media massa. Setiap kali
ada pesawat jatuh, beritanya selalu memenuhi halaman muka koran
dan juga tayang berkali-kali di berita televisi. Hal ini menjadikan
ilusi seakan-akan naik pesawat lebih berbahaya daripada naik mobil.
Kecelakaan mobil merupakan peristiwa biasa sehingga jarang masuk
ke halaman muka maupun berita utama. Padahal realitasnya secara
statistik kecelakaan jalan raya jauh lebih sering terjadi daripada
kecelakaan pesawat. Peluang terjadinya kecelakaan di darat adalah
1.13 kecelakaan per 100 ribu perjalanan sedangkan untuk perjalanan
udara 0.155 kecelakaan per 100 perjalanan. Statistika dapat
membantu kita memahami kebenaran dengan lebih objektif.

Konsep-konsep Dasar Statistika


Untuk memahami statistika secara lebih lanjut, perlu adanya
pemahaman mengenai konsep-konsep dasar yang dibutuhkan untuk
memiliki fondasi yang kuat. Berikut adalah beberapa kata kunci
yang wajib dipahami dalam statistika.

1. Populasi
Populasi adalah seluruh individu, objek atau skor yang
sedang dipelajari atau diinvestigasi. Jika saya ingin mengetahui
kemampuan bahasa Inggris seluruh mahasiswa Universitas Negeri
Semarang, maka saya dapat mendownload semua nilai Mata Kuliah

Dr. Hendi Pratama, S.Pd., M.A. 7


Bahasa Inggris yang didapatkan oleh semua mahasiswa UNNES
yang sedang aktif saat ini. Saya mendownload semua nilai
mahasiswa baru ditambah dengan nilai bahasa Inggris mahasiswa
lama. Semakin besar wilayah, semakin besar populasinya. Misal
saya ingin mengetahui makanan favorit seluruh penduduk Indonesia
maka saya akan melakukan interview terhadap seluruh 264 Juta
Warga Negara Indonesia.

2. Sampel
Penelitian yang sempurna dan ideal adalah melibatkan semua
individu yang ada di sebuah populasi. Sayangnya, penelitian
biasanya memiliki keterbatasan logistik. Ada keterbatasan biaya,
waktu dan tenaga. Ketika saya ingin menginterview seluruh
penduduk Indonesia maka saya harus mengeluarkan dana yang
sangat besar dan saya tidak punya. Ketika saya diharuskan
mengetahui trend makanan favorit orang Indonesia maka saya
menggunakan sampling. Sampling adalah proses menentukan
sampel penelitian yang bisa mewakili populasi penelitian. Dengan
dana yang tersedia saya akan melakukan random sampling dari
penduduk Indonesia untuk saya interview atau saya berikan
kuisioner. Dalam statistika, sampling sangat diperbolehkan karena
sampel dapat mewakili populasi jika sampel diambil dengan cara
yang benar. Berikut adalah ilustrasi dari logika pengambilan sampel.

Gambar 1.1. Logika Sampling Menggunakan Ilustrasi Kue Tart

8 Statistika Pada Bidang Pendidikan Bahasa


Untuk mengetahui apakah kue di gambar 1 sudah cukup
enak, kita tidak perlu memakan semua kue tersebut. Kalau kita nekat
makan semua kue tersebut kita akan berhadapan dengan risiko
diabetes atau minimal mual-mual. Ibarat kue tersebut adalah
populasi penelitian, maka kita bisa mengambil satu iris kue sebagai
sampling. Jika satu iris kue tersebut ternyata enak maka dapat
disimpulkan bahwa keseluruhan kue juga enak. Demikian juga jika
kue tersebut diduga telah diracuni. Jika satu iris kue tersebut dites
dan ternyata beracun, maka kemungkinan besar seluruh kue beracun.
Pertanyaan yang mungkin muncul di benak kita adalah
apakah sampel selalu dapat mewakili populasi. Apakah hasil yang
kita dapatkan dari sebuah sampel selalu dapat kita generalisasikan
terhadap seluruh populasi. Jawabannya belum tentu. Terkadang ada
juga insiden yang melibatkan sampel. Mari kita tengok kembali kue
di atas. Sampel bisa diandalkan jika adonan kue diasumsikan telah
diaduk rata sebelum menjadi kue. Tapi insiden bisa saja terjadi.
Ternyata kue yang sedang kita teliti diaduk tidak rata oleh
pembuatnya. Tanpa sengaja satu bongkah garam mengumpul di
wilayah tertentu di kue tersebut. Saat disampel dengan satu iris,
ternyata yang dipotong adalah bagian yang tidak asin. Kemudian kita
menyimpulkan bahwa seluruh kue tersebut enak. Kesimpulan
tersebut menjadi salah. Bagaimana caranya agar kita dapat
mengurangi kesalahan sampling? Caranya yaitu dengan
mengutamakan jumlah sampel dan keacakan. Kuncinya adalah lebih
banyak sampel, akan memperkuat generalisasi yang bisa dihasilkan.
Pada kasus kue diatas, kemungkinan kesalahan dapat dikurangi
dengan mengambil beberapa spot untuk dipotong sehingga
menambah keyakinan kita bahwa sampel kita mewakili populasi.

3. Variabel
Istilah variabel adalah istilah yang sangat ambigu. Namun
begitu ada baiknya kita tetap berusaha memahami istilah ini.

Dr. Hendi Pratama, S.Pd., M.A. 9


Variabel berasal dari kata "vary" yang berarti beragam. Variabel
berarti properti atau karakteristik peristiwa yang dapat berubah
karena waktu ataupun kondisi lain (Leech et al., 2005: 1). Misalnya
kita meneliti tentang "pengaruh penggunaan media sosial terhadap
kemampuan writing siswa" maka kita harus memiliki asumsi tentang
variabel yang ada dalam penelitian tersebut. Variabel yang pertama
adalah penggunaan media sosial. Mengapa penggunaan media sosial
dapat disebut sebagai variabel. Karena penggunaan media sosial
dapat mengalami perubahan nilai. Misalnya berapa jam siswa
menggunakan media sosial setiap harinya. Jenis media sosial apa
yang mereka gunakan. Variabel yang kedua adalah kemampuan
writing siswa. Jika kemampuan writing siswa diubah menjadi skor
maka akan didapati skor yang berbeda beda. Ada siswa yang
nilainya tinggi dan ada yang nilainya rendah. Jika tes dilakukan pada
waktu yang berbeda maka ada siswa yang nilainya naik dan ada
siswa yang nilainya turun.
Secara konvensional, variabel dapat digolongkan menjadi
variabel dependen (terikat) dan variabel independen (bebas).
Variabel dependen adalah variabel yang berubah karena dipengaruhi
oleh variabel lainnya. Variabel independen adalah variabel yang
diduga mengubah variabel lainnya. Pada kasus penelitian di atas
maka sewajarnya variabel dependen adalah kemampuan writing
siswa yang dipengaruhi oleh variabel independen berupa
penggunaan media sosial. Apakah selalu demikian aturannya?
Apakah bisa dibalik bahwa penggunaan media sosial adalah variabel
dependen dan kemampuan writing dijadikan variabel
independennya? Tentu saja bisa. Namun sebelum melakukan
pembalikan yang demikian, kita perlu melihat sudut pandang
penelitian dan teori-teori yang sudah ada sebelumnya. Kebutuhan
pada penelitian di atas adalah untuk mengetahui salah satu faktor
yang mempengaruhi kemampuan writing. Kita tidak bermaksud
mengetahui faktor yang mempengaruhi penggunaan media sosial
karena bidang kita adalah bidang pendidikan bahasa. Jadi penentuan

10 Statistika Pada Bidang Pendidikan Bahasa


variabel memang harus dilakukan secara logis dan berdasar pada
bidang keilmuan yang kita kuasai.
Di luar itu, masih ada variabel yang disebut variabel kontrol.
Variabel kontrol adalah variabel di luar penelitian yang perlu
diperhatikan atau dikondisikan agar hasil penelitian tidak bias.
Misalnya pada penelitian di atas. Jumlah siswa yang menggunakan
media sosial bisa dalam gender laki-laki maupun perempuan.
Namun agar yakin bahwa gender tidak mempengaruhi hasil
penelitian, maka peneliti dapat mengkondisikan pengambilan
sampling. Misalnya peneliti dapat mengambil peserta 50% laki-laki
dan 50% perempuan. Atau peneliti mengambil peserta laki-laki saja
atau peneliti mengambil sampel perempuan saja. Selain gender
mungkin peneliti juga perlu memperhatikan pendapatan orang tua
siswa juga yang mungkin mempengaruhi hasil penelitian. Peneliti
dapat mengambil sampel dari golongan ekonomi kuat, menengah
dan lemah. Masih banyak variabel kontrol yang lain. Semakin
banyak variabel kontrol yang dikondisikan maka akan semakin baik
hasil penelitian.

4. Data
Variabel adalah konstruksi abstrak dan sulit diukur. Tanpa
bantuan data, variabel sangat sulit dilogika dan dioperasionalkan.
Data adalah angka atau pengukuran yang diambil di lapangan.
Variabel "penggunaan media sosial" harus diukur dengan data.
Jumlah jam pemakaian media sosial dapat digunakan sebagai data.
Jenis media sosial yang digunakan juga data. Aktivitas apa yang
dilakukan oleh siswa saat menggunakan media sosial juga bisa
dijadikan data. Demikian juga dengan variabel "kemampuan
writing" harus diukur untuk dijadikan data. Cara yang paling umum
untuk mendapatkan data kemampuan writing adalah dengan
memberikan tes tulis kepada siswa dan kemudian dinilai. Sejumlah
skor terkumpul dan skor tersebut dapat dijadikan data. Jika ingin

Dr. Hendi Pratama, S.Pd., M.A. 11


mendapat data yang lebih mendalam lagi maka beberapa langkah
bisa dilakukan misalnya: menghitung jumlah kata yang salah
spelling, menghitung jumlah kesalahan grammar, atau menghitung
kata yang langka digunakan oleh siswa. Semua itu adalah data
asalkan bisa diukur dan disajikan menjadi angka.

5. Statistika
Mengapa data yang diambil dari lapangan harus berupa
angka? Karena memang statistika hanya akan berhasil digunakan
dengan baik jika datanya berupa angka. Oleh karena itu teknik
statistika paling cocok digunakan pada penelitian kuantitatif. Pada
penelitian kualitatif yang berbasis data non-angka, teknik statistika
kurang begitu bermanfaat. Oleh karena itu terkadang, data yang
berupa non-angka "dipaksa" diubah menjadi angka agar bisa diolah
menggunakan statistik. Contohnya, pada jenis media sosial yang
digunakan oleh siswa dapat berupa: Facebook, Instagram, Youtube
dan Twitter. Agar dapat diolah secara statistik maka data tersebut
harus diubah menjadi angka Facebook=1, Instagram=2, Youtube=3
dan Twitter=4. Atau misalnya pernyataan peserta penelitian dapat
juga diubah menjadi angka. Misalnya, apakah anda setuju jika
mahasiswa kuliah harus diwajibkan memakai seragam? Jawabannya
harus diubah menjadi angka: sangat setuju=5, setuju=4, netral=3,
tidak setuju=2 atau sangat tidak setuju=1. Proses yang demikian
sangat dibutuhkan karena statistik hanya bisa mengolah angka.
Program SPSS yang nantinya akan kita gunakan untuk mengolah
data juga hanya bisa mengolah data angkat. Secara singkat, teknik
statistika adalah proses kuantifikasi data dan cara menyajikan data
berupa angka.

12 Statistika Pada Bidang Pendidikan Bahasa


Statistika Deskriptif dan Statistika Inferensial
Tidak semua teknik statistika memiliki bobot dan kegunaan
yang sama. Ada teknik statistika yang hanya bisa digunakan untuk
meringkas data dan ada teknik statistika yang bisa digunakan untuk
mengambil kesimpulan atas fenomena yang terjadi.
Statistika deskriptif adalah teknik statistika yang digunakan
untuk meringkas dan menyajikan data. Pernyataan berikut dapat
dijadikan contoh penggunaan statistika deskriptif.
1. 75% dari mahasiswa UNNES menggunakan Facebook lebih
dari 2 jam sehari.
2. Rata-rata IPK mahasiswa UNNES adalah 3.12
Pada dua pernyataan di atas hanya dapat diketahui jumlah
mahasiswa yang menggunakan Facebook dengan durasi tertentu.
Pada pernyataan pertama kita tidak tahu variabel apa yang
mempengaruhi dan kondisi apa yang menyebabkan munculnya
angka 75% tersebut. Pada pernyataan kedua hal yang sama juga
terjadi. IPK rata-rata mahasiswa UNNES adalah 3.12 namun pada
pernyataan itu tidak dapat diketahui variabel-variabel yang
mengiringinya.
Statistika inferensial berbeda dengan statistika deskriptif.
Pada statistika inferensial, data diolah untuk mengambil kesimpulan
dan menentukan hubungan beberapa variabel. Contoh dari
penggunaan statistika inferensial dapat dilihat pada contoh berikut:
1. Terdapat korelasi yang kuat antara IQ mahasiswa dengan
IPK (r=0.71)
2. Mahasiswa yang berasal dari keluarga ekonomi menengah
lebih berprestasi secara akademis dari pada mahasiswa dari
keluarga ekonomi bawah maupun atas.
Pada teknik statistika, konsep korelasi seperti pada contoh 1
merupakan konsep yang dikenal oleh khalayak luas. Korelasi antara
dua variabel ditandai dengan naiknya satu variabel diikuti oleh

Dr. Hendi Pratama, S.Pd., M.A. 13


kenaikan atau penurunan nilai variabel lainnya. Dengan angka
r=0.71, kita dapat menyimpulkan bahwa besar kemungkinan jika IQ
seorang mahasiswa tinggi maka IPK nya tinggi juga. Jika angkanya
adalah r= -0.71 (negatif) maka dapat disimpulkan bahwa jika
seorang mahasiswa IQ nya tinggi maka dapat diprediksikan IPK-nya
malah rendah. Cara pembacaan dan pengolahan data korelasi dapat
dilihat di bab 6. Pada contoh 2, keyakinan secara statistik dapat
dibentuk jika peneliti dapat mengambil sampel dari mahasiswa
ekonomi atas, menengah dan bawah dan membandingkan nilai
prestasi mereka secara empirik. Teknik statistika yang digunakan
bisa berupa t-test atau ANOVA (Bab 5). Teknik-teknik yang
digunakan pada contoh-contoh tersebut adalah ilustrasi penggunaan
statistika inferensial. Statistika inferensial dapat membantu
menjelaskan hubungan antar variabel sedangkan statistika deskriptif
hanya mampu mendeskripsikan variabel secara individual.

14 Statistika Pada Bidang Pendidikan Bahasa


BAB 2
SKALA DALAM OPERASI
STATISTIKA

Saat mengukur data di lapangan maka kita akan


mendapatkan angka yang dapat diolah menggunakan teknik
statistika. Sifat dari angka-angka tersebut tidak sama karena diambil
dari sumber yang berbeda dan dianalisis dengan cara yang berbeda
juga. Misalnya kita mengukur berat badan, maka wajar jika
seseorang memiliki tinggi 160 cm. Tapi belum ada ditemukan
seseorang dengan tinggi badan -150 cm (negatif). Di sisi lain jika
kita mengambil data suhu benda maka akan ditemukan benda yang
memiliki suhu 10 derajat celcius namun juga ada benda yang
memiliki suhu minus 10 derajat celsius. Oleh karena itu walaupun
sama-sama menghasilkan angka namun data tinggi badan dan data
temperatur memiliki sifat yang berbeda. Tinggi badan dan
temperatur memiliki skala yang berbeda.
Ada beberapa jenis skala (Griffith, 2007) yang bisa
digunakan dalam pengolahan data menggunakan teknik statistika.

1. Skala nominal
Skala nominal adalah skala yang paling lemah dalam teknik
statistika. Dikatakan sebagai skala yang paling lemah karena data ini
paling sulit dipakai. Jika kita masih ingat dengan contoh pada Bab 1
yang menggunakan jenis media sosial sebagai data angka. Maka
itulah salah satu contoh penggunaan skala nominal. Jika ada peserta
penelitian menjawab bahwa media sosial yang paling sering mereka
pakai maka mereka ditandai dengan angka 1, jika instagram 2, jika
youtube 3 dan jika twitter 4. Bahkan kita masih bisa menambah satu
kategori lagi misalnya media sosial lainnya dengan angka 5.

Dr. Hendi Pratama, S.Pd., M.A. 15


Permasalahan utama dari skala nominal adalah angka di
skala tersebut tidak dapat diolah dengan operasi matematika. Jika
Facebook adalah 1 maka "1+1" tidak bisa menjadi 2. Karena
Facebook ditambah Facebook tidak sama dengan Instagram.
Walaupun tidak bisa dioperasionalkan secara matematis, skala ini
tetap dibutuhkan sebagai penanda kategori. Pada saatnya nanti kita
akan tahu apa kegunaan dari skala nominal ini.

2. Skala Ordinal
Skala ordinal adalah skala yang cukup bersahabat dalam
teknik statistika. Skala ordinal merupakan skala urutan yang tidak
berinterval sama. Mari kita contohkan skor TOEFL sebagai skala
ordinal. Skor tersebut bisa menentukan mana individu yang tinggi
skornya dan mana yang lebih rendah skornya. Seseorang dengan
skor TOEFL 507 tentu lebih tinggi dari seseorang dengan skor 407.
Tapi skor ini tetap tidak bisa dioperasikan secara matematika. Nilai
TOEFL tidak bisa dikalikan dua ataupun dikalikan tiga. Demikian
juga dengan skor IQ, skor IQ tidak bisa dikalikan dua atau dibagi
tiga untuk mendapatkan hasil secara matematis.
Pada contoh di bab 1. ketika jawaban responden diberikan
kode: sangat setuju (5), setuju (4), netral (3), tidak setuju (2) atau
sangat tidak setuju (1) maka hasil tersebut dapat digunakan sebagai
skala ordinal. Artinya peserta dengan skor 4 pasti lebih setuju
daripada peserta yang mengisi skor 2. Sayangnya, jika anda tidak
setuju sebanyak dua kali maka bukan berarti anda menjadi setuju.
Pada skala ordinal, 2x2 tidak bisa menjadi 4.

3. Skala interval
Skala interval adalah skala yang bermanfaat bagi statistika
tapi jarang ditemui pada data yang dibutuhkan di bidang pendidikan
bahasa. Contoh klasik untuk skala interval adalah suhu. Jarak antara

16 Statistika Pada Bidang Pendidikan Bahasa


37 derajat celcius dengan 38 derajat celcius adalah 1 derajat celcius.
Jarak antara 40 derajat celcius dengan 41 derajat celcius juga 1
derajat celcius. Sesuai dengan namanya, skala interval memiliki
interval yang sama antara satu poin dengan poin yang lain. Tidak
seperti skala nominal yang tidak memiliki jarak yang konstan. Jarak
antara Facebook dan Twitter bukan 3 dan jarak antara Facebook dan
Instagram bukan 1. Demikian juga dengan skala ordinal. Jarak antara
setuju dan tidak setuju adalah abstrak. Kita tahu urutan namun kita
tidak tahu jarak antar poin pada skala ordinal.
Permasalahan yang dimiliki oleh skala interval adalah skala
interval tidak memiliki nol absolut. 20 derajat celcius dan 40 derajat
celcius memiliki jarak 20 derajat celcius. Namun, 40 derajat celcius
bukan dua kali lebih panas dari 20 derajat celcius karena di bawah 0
derajat masih ada bilangan negatif. Suhu terdingin belum bisa
disepakati sehingga tidak ada nol mutlak. 0 derajat celcius adalah
kesepakatan yang menggunakan titik beku air sebagai referensinya.
Operasi aritmatika dapat dilakukan dengan menggunakan skala
interval namun skala interval tidak dapat digunakan pada operasi
geometri.

4. Skala Rasio
Skala rasio adalah skala yang paling ideal digunakan untuk
operasi statistika. Sifat skala rasio hampir sama dengan skala
interval. Dari poin satu ke poin yang lain jaraknya selalu sama dan
stabil. Terlebih lagi skala rasio memiliki nilai 0 absolut.
Contoh dari skala rasio adalah pengukuran tinggi badan.
Tinggi badan memiliki nilai 0. Selisih dari seorang anak dengan
tinggi 80 cm dengan seorang dewasa dengan tinggi 160 cm adalah
80 cm. Karena memiliki nilai 0 absolut maka dapat dikatakan bahwa
orang dewasa tersebut dua kali lebih tinggi dari pada anak tadi. Pada
skala interval hal ini tidak bisa diperlakukan sama. Pengukuran berat
badan juga dapat dikatakan sebagai skala rasio. Berat badan

Dr. Hendi Pratama, S.Pd., M.A. 17


memiliki titik 0 kg dan memang tidak ada orang yang tingginya
negatif. Kelebihan dari skala rasio adalah seluruh operasi
matematika dapat dilakukan terhadap skala ini. Hanya saja memang
tidak semua data dapat dirasiokan. Misalnya seperti respon peserta
penelitian seperti pada contoh di Bab 1 tentang setuju atau tidak
setuju memang tidak bisa dirasiokan walaupun kita sangat ingin.

Keuntungan dan Kerugian Jenis Skala


Secara singkat, dapat disimpulkan bahwa ada empat jenis
skala yang dapat kita gunakan dalam teknik statistika. Masing-
masing memiliki sifat, kelebihan dan keterbatasannya masing-
masing. Skala nominal, bermanfaat untuk memberikan atau
menandai kategori pada variabel tapi tidak bisa digunakan untuk
operasi matematika. Skala ordinal, bermanfaat untuk mengetahui
derajat urutan variabel tapi tetap kurang bermanfaat untuk operasi
matematika. Skala interval, bermanfaat untuk operasi matematika
tapi tidak memiliki nilai 0 yang absolut. Skala rasio, sangat ideal
untuk operasi matematika tapi tidak selalu tersedia di lapangan.

18 Statistika Pada Bidang Pendidikan Bahasa


BAB 3
PERAN STATISTIKA DALAM
PENYUSUNAN TUGAS AKHIR

Pada saat mengerjakan tugas akhir, banyak mahasiswa yang


bertanya apakah statistika selalu dibutuhkan dalam mengerjakan
tugas akhir atau skripsi. Jawaban saya adalah tidak selalu. Sebelum
beranjak lebih jauh dalam menentukan apakah mahasiswa
membutuhkan statistika atau tidak dalam mengerjakan skripsi,
mahasiswa perlu mengetahui apakah pendekatan penelitian yang dia
gunakan.
Jika seorang mahasiswa memutuskan bahwa pendekatan
yang digunakan adalah kuantitatif maka statistika sangat diperlukan
(khususnya statistika inferensial). Namun jika seorang mahasiswa
menentukan bahwa pendekatan yang digunakan adalah kualitatif
maka statistika tidak terlalu diperlukan (walaupun di beberapa kasus,
statistika deskriptif tetap dibutuhkan dalam studi kualitatif). Oleh
karena itu, bab ini dikhususkan untuk membahas tentang bagaimana
cara menentukan apakah sebuah studi membutuhkan pendekatan
kualitatif atau kuantitatif (Edmonds & Kennedy, 2017).

Dua Metode untuk Menjawab Pertanyaan yang Sama


Novel-novel dengan tema yang sama dapat dikembangkan
dengan alur cerita dan akhir yang berbeda-beda. Demikian juga
sebuah penelitian atau laporan penelitian. Satu buah pertanyaan
dalam penelitian dapat dijawab dengan berbagai macam pendekatan.
Mari kita ambil contoh pertanyaan berikut.

Dr. Hendi Pratama, S.Pd., M.A. 19


Apakah mengajar listening menggunakan format audio-
video lebih efektif daripada menggunakan lagu dengan
format audio saja?
Berbagai macam pendekatan dapat diambil untuk menjawab
pertanyaan ini. Misalnya, kita bisa memutuskan untuk mengambil
dua kelas sebagai sampel penelitian. Pada kelas yang pertama, kita
mengajar menggunakan instrumen audio dan video. Pada kelas yang
kedua, kita mengajar menggunakan format audio saja tanpa video.
Beberapa pilihan skenario berikut dapat kita lakukan untuk
mengetahui teknik manakah yang lebih efektif untuk mengajar
listening. Apakah teknik audio-video atau teknik audio saja?
(1) Di akhir sesi belajar kita tanyakan kepada peserta didik, cara
manakah yang lebih efektif bagi mereka.
(2) Di akhir pertemuan kita tanyakan kepada guru kelas yang
turut mengobservasi, teknik mana yang lebih efektif.
(3) Di akhir pertemuan peneliti sendiri yang membuka jurnal
atau catatan mengajarnya, melihat rekaman video dan
mendengarkan rekaman audionya sendiri kemudian
menyusun laporan penelitian berdasarkan rekaman tersebut.
(4) Di awal pertemuan, peneliti menyelenggarakan pretest
listening dan di akhir pertemuan, peneliti menyelenggarakan
postest listening. Kemudian peneliti membandingkan kedua
hasil tes untuk menentukan teknik mana yang lebih efektif.

Keempat skenario di atas merupakan langkah penelitian yang


logis untuk menjawab pertanyaan yang sama. Skenario (1)
mengandalkan persepsi dan pengalaman peserta didik selama diajar
menggunakan kedua teknik tersebut. Peserta didik akan
menceritakan pada kita apa yang mereka ingat dari sesi
pembelajaran tersebut. Cerita tersebut dapat berupa narasi ataupun
eksplanasi. Skenario ini merupakan contoh sederhana metode
kualitatif dalam penelitian. Metode kualitatif adalah metode

20 Statistika Pada Bidang Pendidikan Bahasa


penelitian yang mengandalkan kata-kata, ilustrasi, persepsi dan/atau
narasi dalam penyelidikan penelitian dan penarikan simpulan
penelitian.
Skenario (2) mengandalkan persepsi dan pengalaman para
guru yang turut mengamati kelas yang diajar oleh peneliti. Guru-
guru dapat menceritakan kembali pengalaman mereka selama
mengobservasi teknik audio-video atau teknik audio saja. Skenario
(3) mengandalkan persepsi dan pengalaman peneliti sendiri. Jurnal
pengajaran berisi kata-kata yang ditulis oleh peneliti sendiri sebagai
bahan pengingat. Dari uraian tersebut, skenario (2) dan skenario (3)
juga dapat dikategorikan sebagai metode kualitatif.
Skenario (4) dalah skenario yang paling berbeda dari ketiga
skenario lainnya. Skenario (4) mengandalkan angka atau skor yang
berasal dari pre-test dan post-test. Skenario (4) tidak mengandalkan
kata-kata tapi angka. Skenario (4) adalah contoh sederhana dari
metode kuantitatif penelitian. Metode kuantitatif adalah metode
penelitian yang menggunakan data berupa angka dan statistika
inferensial sebagai teknik pengolahan data.

Mengapa Menggunakan Metode Kuantitatif?


Seorang peneliti dibebaskan untuk menggunakan metode apa
saja yang dia inginkan untuk menjawab pertanyaan penelitian atau
rumusan masalah yang telah ditetapkan. Hanya saja peneliti tetap
harus memiliki pertimbangan dalam menentukan metode yang
digunakan. Pertimbangan ini berhubungan dengan sifat penelitian,
cakupan penelitian dan tujuan penelitian yang sedang dilakukan atau
direncanakan.

Metode kualitatif digunakan jika peneliti ingin mendapatkan


jawaban yang mendalam dari sebuah fenomena. Peneliti ingin
mendapatkan uraian dari peristiwa. Peneliti ingin mendapatkan

Dr. Hendi Pratama, S.Pd., M.A. 21


narasi yang komprehensif dari sebuah problematika. Pada skenario
di (1), (2) dan (3) yang digunakan untuk menjawab pertanyaan.
Apakah mengajar listening menggunakan format audio-
video lebih efektif daripada menggunakan lagu dengan
format audio saja?
Peneliti ingin mengetahui perbedaan persepsi dan
pengalaman yang dialami individu siswa. Pengalaman individu
tersebut kemudian dibandingkan dengan pengalaman dan persepsi
guru. Selain itu, pengalaman tersebut juga kemudian dibandingkan
dengan ingatan dan persepsi peneliti sendiri.
Metode kualitatif membuat setiap individu unik dan layak
dieksplorasi secara terpisah. Jika terdapat kesamaan pola dari
individu-individu tersebut maka peneliti akan membuat catatan dan
kesimpulan sementara. Kesimpulan sementara ini tidak dapat
digeneralisasikan secara utuh pada penelitian lain. Namun
kesimpulan tersebut merupakan pembanding yang unik bagi
penelitian lain dan populasi lain.
Di sisi lain, peneliti akan memilih metode kuantitatif jika dia
menginginkan generalisasi. Peneliti akan mengambil sampel yang
cukup banyak untuk menentukan pola terhadap suatu fenomena.
Biasanya peneliti akan merancang tes yang dapat dikerjakan oleh
responden yang berjumlah banyak. Peneliti juga dapat mengukur
karakter responden dalam angka.
Pada metode kuantitatif, peneliti tidak tertarik pada keunikan
setiap individu. Setiap individu akan dileburkan dalam angka.
Angka-angka individu akan digabungkan dengan angka-angka
individu lain untuk mendapatkan pola. Melalui pola ini, peneliti
lebih tertarik pada kausalitas variabel satu dengan variabel yang lain.
Masih dengan contoh pertanyaan yang sama:
Apakah mengajar listening menggunakan format audio-
video lebih efektif daripada menggunakan lagu dengan
format audio saja?

22 Statistika Pada Bidang Pendidikan Bahasa


Peneliti menggunakan skor pretest dan posttest sebagai
acuan kausalitas. Jika dilakukan dengan benar, maka peneliti dapat
menentukan penyebab tinggi atau rendahnya angka tersebut.
Perhitungan statistik inferensial dapat menentukan apakah teknik
audio-video yang menyebabkan tingginya nilai atau teknik audio
saja yang menyebabkan tingginya nilai.
Pada perhitungan tersebut, pengalaman individu tidak akan
muncul secara menonjol. Pengalaman dan persepsi individu akan
lebur dalam angka. Inilah perbedaan besar antara metode
kuantitatif dan metode kualitatif
Peneliti disarankan menggunakan metode kuantitatif jika
peneliti ingin mendapatkan gambaran umum suatu fenomena dan
menentukan korelasi dan/atau kausalitas beberapa variabel yang
terlibat. Di sisi lain, peneliti disarankan untuk menggunakan metode
kualitatif jika peneliti ingin mendapatkan gambaran mendalam
mengenai suatu fenomena dan menangkap pengalaman individual
secara terperinci dalam penelitian.
Jika peneliti ingin mendapatkan seluruh dimensi di atas maka
peneliti disarankan menggunakan metode campuran (mixed method)
yang menggabungkan metode kuantitatif dan metode kualitatif
dalam satu penelitian.
Telah disampaikan pada bagian sebelumnya bahwa metode
kuantitatif mengandalkan data berupa angka dan menggunakan
statistik inferensial sebagai teknik pengolahan data. Oleh karena itu,
peneliti perlu mengetahui apa yang dimaksud dengan statistik
inferensial.
Statistik inferensial adalah teknik statistik yang dapat
digunakan sebagai alat untuk menguji hipotesis dan pengambilan
kesimpulan. Hipotesis adalah dugaan sementara terhadap pertanyaan
penelitian. Misalnya, pada pertanyaan contoh yang disampaikan
sebelumnya:

Dr. Hendi Pratama, S.Pd., M.A. 23


Apakah mengajar listening menggunakan format audio-
video lebih efektif daripada menggunakan lagu dengan
format audio saja?
Peneliti dapat membuat hipotesis sebagai berikut:
Hipotesis A: Mengajar listening menggunakan IRUPDW
DXGLRYLGHR lebih efektif daripada menggunakan material
dengan IRUPDWDXGLRVDMD
Hipotesis B: Mengajar listening menggunakan
menggunakan material GHQJDQ IRUPDW DXGLR VDMD lebih
efektif daripada IRUPDWDXGLRYLGHR.
Hipotesis C: Mengajar listening menggunakan format audio-
video tidak lebih efektif daripada menggunakan lagu dengan
format audio saja.
Untuk menguji hipotesis di atas, peneliti harus menggunakan
statistik inferensial dalam pengolahan data. Statistik inferensial
berbeda dari statistik deskriptif. Statistik deskriptif adalah teknik
statistik yang hanya digunakan untuk meringkas data dan tidak bisa
digunakan untuk menguji hipotesis.

Penyajian Data Menggunakan Excel


Pada tugas akhir atau skripsi pada umumnya statistika
digunakan untuk menyajikan data. Biasanya data akan lebih mudah
dipahami jika sudah disusun dalam bentuk tabel maupun grafik.
Walaupun sepertinya hal ini mudah namun sesungguhnya
mahasiswa sering mengalami kesulitan karena penyajian data bukan
merupakan kegiatan yang rutin dilakukan pada mata kuliah
pendidikan Bahasa Inggris.
Sebagai contoh kita dapat menggunakan menggunakan
penyajian data sederhana pada kasus berikut. Seorang ibu
memutuskan untuk membeli tiga jenis alat tulis. Alat tulis yang
dibeli rencana akan digunakan selama satu tahun oleh anaknya yang

24 Statistika Pada Bidang Pendidikan Bahasa


duduk di kelas 2 SD. Ibu itu membutuhkan bolpen, pensil dan spidol.
Karena bolpen masih jarang digunakan oleh anak kelas 2 SD maka
Ibu itu hanya beli 12 buah saja dengan asumsi 1 bulan akan habis 1
bolpen. Pensil paling sering dipakai oleh murid SD dengan asumsi 2
pensil per bulan. Oleh karena itu Ibu membeli 24 pensil untuk
kebutuhan 1 tahun. Spidol hanya digunakan untuk ekstrakulikuler
menggambar yang diadakan seminggu sekali. Sepertinya spidol 1
box akan habis untuk dua bulan. Setiap box berisi 12 spidol. Satu
bolpen harganya 5300. Satu pensil harganya 2700. Satu spidol
harganya 4400.
Ilustrasi di atas cukup sulit dipahami dan membutuhkan
waktu lama untuk dimengerti maksudnya karena masih dalam
bentuk paragraf. Oleh karena itu peneliti harus merangkumnya
menjadi sajian visual yang mudah dipahami dalam durasi waktu
yang lebih singkat. Informasi tersebut dapat disajikan dalam bentuk
tabel berikut.

Tabel 3.1. Contoh Penggunaan Tabel pada Kasus Sederhana


Kebutuhan
Jenis Alat Kebutuhan Harga Harga
dalam satu
Tulis 1 Tahun Satuan Total
bulan
Bolpen 1 12 5300 63600
Pensil 2 24 2700 64800
Spidol 0,5 6 4400 26400
TOTAL
SEMUA 154800

Walaupun sepertinya mudah, namun penyajian tabel seperti


di atas membutuhkan sedikit usaha. Walaupun tidak nampak, tapi
tabel di atas membutuhkan sedikit rumus atau formula agar dapat
tersaji dengan baik. Pada kebutuhan 1 tahun harus ada rumus

Dr. Hendi Pratama, S.Pd., M.A. 25


kebutuhan per bulan dikalikan 12. Pada kolom Harga Total harus ada
perkalian otomatis antara kolom harga satuan dengan kolom
kebutuhan 1 tahun. Pada baris TOTAL SEMUA harus ada
penjumlahan otomatis pada seluruh item di kolom Harga Total.
Dengan pemograman sederhana maka akan didapatkan tabel yang
informatif seperti di atas. Gunakan Ms. Excel untuk mencipta ulang
tabel di atas menggunakan narasi yang diberikan pada kasus Ibu
membeli alat tulis. Latihkan penggunakan formula SUM(...) dan
formula perkalian (*) pada Ms. Excel.
Selain menggunakan tabel, peneliti juga dapat menggunakan
grafik untuk menyajikan data agar lebih menarik sehingga lebih
mudah dicerna oleh pembaca.

Gambar 3.1. Contoh Grafik untuk Ilustrasi Kasus Sederhana

Walaupun kelihatan mudah, membuat grafik juga ternyata


membuat bingung kebanyakan mahasiswa jika tidak sering latihan.
Untuk itu diperlukan latihan yang konsisten agar tidak bingung
dalam menyajikan data dalam bentuk praktik-praktik yang
konsisten. Silakan gunakan data pada tabel di atas untuk membuat
contoh grafik yang sama seperti pada gambar 2.

26 Statistika Pada Bidang Pendidikan Bahasa


Penyajian Data Menggunakan SPSS
Selain menggunakan Ms. Excel, penyajian data juga dapat
menggunakan program SPSS. Program SPSS sangat penting dalam
teknik statistika yang digunakan pada bidang pendidikan bahasa.
Program tersebut cukup lengkap dan memiliki antarmuka yang
cukup mudah digunakan oleh para pemakai awam maupun tingkat
mahir. Jika belum mempunyai program ini silakan cari dan install
program ini di komputer anda.
Untuk mengawali latihan ini silakan perhatikan tabel
berikut.

Table 3.2. Data Mahasiswa untuk Latihan Menyajikan Data


Nama Jenis Kelamin Nilai Reading Gaji Ortu IPK IQ

Student 1 1 58 1500 3,1 110


Student 2 2 85 2700 3,2 115
Student 3 1 67 5600 3,3 116
Student 4 2 56 7200 3,7 113
Student 5 1 90 2300 3,1 100
Student 6 2 46 4500 2,9 102
Student 7 1 85 3400 3,7 103
Student 8 2 86 2400 3,5 106
Student 9 2 67 1200 3,2 108
Student 10 1 86 3400 3,3 115
Student 11 2 94 2300 3,1 120
Student 12 1 95 7500 3,4 113
Student 13 2 67 6700 2,9 114
Student 14 1 58 8000 3,7 125

Dr. Hendi Pratama, S.Pd., M.A. 27


Nama Jenis Kelamin Nilai Reading Gaji Ortu IPK IQ

Student 15 2 76 7200 3,6 110


Student 16 2 78 5200 3,4 112
Student 17 2 98 2300 3,6 106
Student 18 1 78 2100 3,9 103
Student 19 1 56 2400 3,1 105
Student 20 1 98 1200 3,2 105
Student 21 1 78 5400 3,1 106
Student 22 2 67 1200 3,4 106
Student 23 2 56 1550 3,3 105
Student 24 1 59 2200 3,8 116
Student 25 2 68 3200 3,5 121
Student 26 2 76 3400 3,1 114
Student 27 1 57 3700 2,9 109
Student 28 2 96 4500 3,1 115
Student 29 1 65 4300 3,1 117
Student 30 2 76 4700 3,2 102
Student 31 1 87 2300 3,2 106
Student 32 2 67 1500 3,3 123
Student 33 1 78 12000 3,5 112
Student 34 2 78 1200 3,6 121
Student 35 2 67 3750 3,7 114
Student 36 1 78 3600 3,1 115
Student 37 2 77 5100 3,1 102
Student 38 1 66 3200 3,3 100
Student 39 2 88 4100 3,3 115
Student 40 1 67 7200 2,9 114
Student 41 2 81 4100 2,8 110

OLAP Cubes

28 Statistika Pada Bidang Pendidikan Bahasa


Latihan peyadian data yang pertama adalah latihan
menggunakan OLAP Cubes yang tersedia fasilitasnya pada program
SPSS. OLAP Cubes dalam SPSS digunakan untuk mengolah data
yang banyak menjadi ringkas. Pada penyajian OLAP Cubes, tidak
terdapat analisis inferensial yang dilakukan namun hanya murni
penyajian ringkas. Lakukan langkah-langkah latihan sebagai
berikut.
(1) Salin tabel di atas ke dalam SPSS
(2) Sebelum menyalin tabel tandai semua variabel SPSS
pada halaman "variabel view"

Gambar 3.2. Cara Setting Variable View

Dr. Hendi Pratama, S.Pd., M.A. 29


(3) Perlu diperhatikan bahwa variabel nama berjenis
"string" bukan angka. Perlu diperhatikan bahwa
value untuk jenis kelamin dapat ditentukan 1.00 =
laki-laki dan 2.00 = perempuan
(4) Pendah ke halaman data view dengan cara klik Data
View.
(5) Salin tabel di atas pada data view sehingga muncul
seperti ini

Gambar 3.3. Cara Copy Data ke Data View

30 Statistika Pada Bidang Pendidikan Bahasa


(6) Klik menu analyze-report-OLAP Cubes pada
SPSS. Kemudian masukkan variabel-variable
sebagai berikut.

Gambar 3.4. Kotak Dialog OLAP Cubes

(7) Dari tabel di atas maka akan dihasilkan visual


sebagai berikut.

Gambar 3.5. Contoh Output OLAP Cubes

Dr. Hendi Pratama, S.Pd., M.A. 31


(8) Ujicobakan OLAP Cubes dengan berbagai variabel.
Bereksperimenlah.

Case Summaries
Dengan Case summaries, kita bisa mengontrol data apa
yang ingin kita tampilkan dan mana yang tidak. Case summaries
akan menghasilkan output yang lebih panjang dari OLAP Cubes.
Lakukanlah langkah-langkah latihan menggunakan Case
Summaries sebagai berikut.
(1) Lakukan langkah seperti langkah 1 sampai dengan 5
pada OLAP Cubes
(2) Selanjutnya klik Analyse – Reports – Case
Summaries pada SPSS. Masukkan data-data
berikut.

Gambar 3.6 Kotak Dialog Case Summaries

32 Statistika Pada Bidang Pendidikan Bahasa


(3) Klik OK maka hasilnya akan sebagai berikut

Gambar 3.7. Contoh Output Case Summaries

Dr. Hendi Pratama, S.Pd., M.A. 33


Crosstabs
Jika kita menginginkan penyajian data yang lebih detail dan
lebih lengkap kita dapat menggunakan fasilitas yang disebut
dengan Crosstabs pada SPSS.
(1) Lakukan langkah seperti langkah 1 sampai dengan 5
pada OLAP Cubes
(2) Selanjutnya klik Analyse – Descriptive Statistics –
Crosstabs pada SPSS. Masukkan data-data berikut.

Gambar 3.8. Kotak Dialog Crosstabs

34 Statistika Pada Bidang Pendidikan Bahasa


(3) Klik OK maka hasilnya akan sebagai berikut

Dr. Hendi Pratama, S.Pd., M.A. 35


Gambar 3.9 Contoh Output Crosstabs

36 Statistika Pada Bidang Pendidikan Bahasa


BAB 4
ANALISIS FREKUENSI DAN
DISTRIBUSI NORMAL

Untuk dapat menggunakan teknik statistika dengan lebih


akurat dan efektif, seorang peneliti sebaiknya memahami apa yang
disebut dengan distribusi normal dan analisis frekuensi yang biasa
digunakan untuk memahami fenomena yang melibatkan variabel
numerik. Perhatikan contoh gambar distribusi normal (Leech et al.,
2005: 22) sebagai berikut:

Gambar 4.1. Contoh Kurva Normal


Untuk memahami grafik di atas, mari kita ambil contoh yang
sederhana dan mudah dibayangkan. Bayangkan kita mengumpulkan
100 orang dengan tinggi yang berbeda-beda dan semuanya laki-laki
dewasa dalam satu ruangan. Orang yang paling pendek memiliki
tinggi badan 150 cm yang yang paling tinggi memiliki tinggi badan

Dr. Hendi Pratama, S.Pd., M.A. 37


190 cm. Diantara 100 orang tersebut dapat kita bayangkan bahwa
yang memiliki tinggi 190 cm atau 150 cm jumlahnya sangat sedikit.
Mungkin hanya satu atau dua orang. Tidak mungkin semua orang
memiliki tinggi 190 cm ataupun 150 cm karena tinggi yang demikian
adalah tinggi badan yang langka. Pada grafik di atas terlihat maka
orang dengan tinggi 190 cm ada di kelompok kanan dan orang-orang
dengan tinggi 150 cm ada apa pojok kiri grafik tersebut.

Gambar 4.2. Contoh Area Ekor Kanan dan Kiri pada Kurva
Normal
Dari 100 orang tersebut kebanyakan orang akan berada pada zona
"normal" antara 160 sampai dengan 180 cm. Dengan demikian
wajar jika dalam kurva normal bagian yang menggunung adalah
bagian tengah. Misalkan digambarkan secara ideal maka orang
dengan tinggi 150-155 cm adalah 3 orang, kemudian tinggi 155-
160 adalah 7 orang, tinggi 160-170-40 orang, tinggi 170-180
adalah 40 orang, 180-185 adalah 7 orang, dan tinggi 185-190 cm
adalah 3 orang.
Kurva yang sama akan ditemukan pada berbagai
pengukuran. Misalnya ada 100 orang diajari cara bermain piano
setiap hari oleh seorang ahli pengajar piano. Semua 100 orang
tersebut belum pernah bermain piano sama sekali. Maka segelintir
dari mereka akan menguasai piano dalam waktu 1 bulan.
Kebanyakan sejumlah 40 orang akan menguasai piano dalam waktu
2 tahun atau 3 tahun. Sejumlah 40 orang lainnya akan menguasai

38 Statistika Pada Bidang Pendidikan Bahasa


dalam waktu 4 sampai 5 tahun. Segelintirnya lagi akan
menguasainya dalam waktu 6 tahun atau lebih.
Jika kita kumpulkan 100 orang secara acak di suatu daerah
dan kita tanya secara jujur pendapatan mereka misalnya. Hanya
segelintir yang mendapat gaji per bulan di bawah 1 juta rupiah.
Sekitar 15 orang bergaji 1-3 juta rupiah. Sekitar 30 orang bergaji 4-
6 juta rupiah per bulan. Sekitar 30 orang bergaji 7-9 juta rupiah.
Sekitar 15 orang bergaji 10-20 juta rupiah. Dan segelintir yang
bergaji 20 juta ke atas. Jika digambar akan seperti ini.

Gambar 4.3 Contoh Kurva Normal pada Kasus Rentang Gaji

Grafik tersebut menyerupai kurva normal. Kurva normal


merupakan salah satu kurva yang tidak sesuai dengan intuisi kita.
Intuisi kita mengatakan jika ada 100 orang acak yang ditanyai soal
gaji maka di angan-angan kita, orang yang gajinya antara 1-3 juta
adalah 20 orang, yang 4-6 juta adalah 20 orang, yang 7-9 juta adalah
20 orang, yang 10-20 juta adalah 20 orang dan yang di atas 20 juta
adalah 20 orang. Gambarnya akan seperti berikut.

Dr. Hendi Pratama, S.Pd., M.A. 39


Gambar 4.4 Contoh Kurva Distribusi Flat

Grafik tersebut adalah grafik yang tidak merepresentasikan


realitas hidup. Contoh tersebut merupakan ilustrasi menarik tentang
kelemahan intuisi manusia seperti yang dibahas pada bab
sebelumnya. Bahwa intuisi manusia mungkin sangat berguna pada
kehidupan sehari-hari di beberapa kejadian namun sayangnya sering
tidak akurat dan kadang berkebalikan dengan bukti empiris yang
didapatkan melalui metode ilmiah.

Standar Deviasi
Setelah memahami konsep kurva distribusi normal yang
berbentuk seperti lonceng tertelungkup, sudah saatnya kita
memahami konsep standar deviasi (Leech et al, 2005: 19) . Masih
menggunakan kurva yang sama mari kita pahami apa yang
dimaksud dengan standar deviasi.

40 Statistika Pada Bidang Pendidikan Bahasa


Gambar 4.5 Konsep Grafik Standar Deviasi

Masih menggunakan contoh 100 orang yang tingginya


bervariasi antara 150 cm sampai dengan 190 cm. Kita dapat mencari
nilai tengah dari angka tersebut yaitu 170 cm. Maka kita asumsikan
bahwa sebagian besar dari 100 orang tersebut akan memiliki tinggi
sekitar 170 an, baik 170 lebih sedikit atau 170 kurang sedikit.
Contohnya, jika telah dihitung ternyata standar deviasi dari data
tersebut adalah 5 (SD=5) maka dapat dibayangkan dari rentang 165
cm menuju 175 cm telah mencakup 68.26% dari populasi. Dapat
dilihat di gambar, jika angka 0 mewakili 170 cm maka angka +1
mewakili 175 (0 + 1SD) dan angka -1 mewakili angka 165 cm (0 -
1SD). Selanjutnya pada rentang 160 cm menuju 180 cm, sejumlah
95.44% dari populasi telah terwakili. Inilah yang disebut sebagai 2 x
Standar Deviasi. Angka 160 cm berasal dari 170 cm dikurangi 2 kali
nilai Standar Deviasi sedangkan angka 180 cm berasal dari 170 cm
ditambah 2 kali nilai Standar Deviasi (SD = 5 dan 2*SD = 10).
Nilai 1 kali standar deviasi biasa disebut sebagai Z-Score.
Pada ilmu sosial termasuk ilmu pendidikan bahasa, kita
membutuhkan keyakinan sebesar 95%. Pada ilustrasi di atas 2 kali
nilai SD merangkum 95.44%. Oleh karena itu Z-Score yang biasa

Dr. Hendi Pratama, S.Pd., M.A. 41


dipakai dalam ilmu sosial untuk menentukan signifikansi adalah Z =
1.98.
Pembahasan ini tidak perlu menjadikan anda stress. Apabila
dapat dimengerti akan menambah pemahaman anda mengenai ilmu
statistika. Namun jika kurang memahami konsep di atas, tidak
mengapa. Lanjut saja pada bagian selanjutnya, nantinya
permasalahan di atas akan sering ditemui di soal-soal latihan dan
tidak terlalu berpengaruh pada hasil perhitungan software SPSS.

Analisis Frekuensi
Frekuensi sangat sering dipakai untuk menyajikan data.
Masih menggunakan contoh 100 orang yang tingginya bervariasi
antara 145 cm sampai dengan 191 cm. Karena ini pengukuran yang
mendekati nilai asli maka agak susah untuk benar-benar pas sesuai
keinginan distribusi normal kita. Berikut adalah data riil
pengukuran tinggi badan ke 100 orang tersebut.

Table 4.1 Contoh Pengukuran Tinggi Badan 100 Orang


Kode Tinggi (cm) Kode Tinggi (cm)
Orang 1 162 Orang 51 169
Orang 2 190 Orang 52 161
Orang 3 169 Orang 53 170
Orang 4 176 Orang 54 176
Orang 5 174 Orang 55 170
Orang 6 175 Orang 56 173
Orang 7 155 Orang 57 168
Orang 8 180 Orang 58 152
Orang 9 175 Orang 59 167
Orang 10 180 Orang 60 177
Orang 11 158 Orang 61 161

42 Statistika Pada Bidang Pendidikan Bahasa


Kode Tinggi (cm) Kode Tinggi (cm)
Orang 12 167 Orang 62 168
Orang 13 170 Orang 63 161
Orang 14 150 Orang 64 185
Orang 15 158 Orang 65 161
Orang 16 172 Orang 66 155
Orang 17 167 Orang 67 187
Orang 18 184 Orang 68 163
Orang 19 169 Orang 69 158
Orang 20 151 Orang 70 175
Orang 21 177 Orang 71 169
Orang 22 167 Orang 72 177
Orang 23 177 Orang 73 169
Orang 24 174 Orang 74 159
Orang 25 166 Orang 75 170
Orang 26 178 Orang 76 148
Orang 27 177 Orang 77 162
Orang 28 162 Orang 78 154
Orang 29 174 Orang 79 178
Orang 30 165 Orang 80 175
Orang 31 191 Orang 81 157
Orang 32 181 Orang 82 154
Orang 33 180 Orang 83 163
Orang 34 172 Orang 84 174
Orang 35 169 Orang 85 145
Orang 36 184 Orang 86 163
Orang 37 178 Orang 87 167
Orang 38 169 Orang 88 170
Orang 39 176 Orang 89 165
Orang 40 171 Orang 90 174

Dr. Hendi Pratama, S.Pd., M.A. 43


Kode Tinggi (cm) Kode Tinggi (cm)
Orang 41 171 Orang 91 151
Orang 42 173 Orang 92 161
Orang 43 160 Orang 93 179
Orang 44 174 Orang 94 164
Orang 45 157 Orang 95 178
Orang 46 177 Orang 96 160
Orang 47 174 Orang 97 173
Orang 48 177 Orang 98 174
Orang 49 165 Orang 99 168
Orang 50 160 Orang 100 158

Dari data di atas, ada beberapa konsep frekuensi yang bisa


dihitung untuk menyajikan data agar lebih mudah dicerna oleh
pembaca. Ada beberapa konsep seperti:
(1) Mean: adalah rata-rata dari tinggi badan ke 100 orang
tersebut. Seluruh tinggi badan ke 100 orang tersebut
dijumlahkan kemudian dibagi 100 akan ketemu rata-
rata tinggi badan.
(2) Median: adalah nilai tengah dari 100 tinggi badan
orang tersebut. Jika orang terpendek diurutkan di
sebelah orang yang lebih tinggi sampai seterusnya ke
ujung orang yang paling tinggi maka tinggi orang
yang ke 50 atau ke 51 dapat menjadi nilai tengah dari
dataset tersebut.
(3) Modus: adalah tinggi badan yang paling sering
muncul diantara ke 100 orang tersebut.
Kita sudah menggunakan SPSS pada bagian sebelumnya,
maka kali ini untuk menghitung mean, median dan modus. Kita
cukup memasukkan data tersebut ke SPSS sebagai berikut.

44 Statistika Pada Bidang Pendidikan Bahasa


Gambar 4.6 Tampilan SPSS Data View untuk Tinggi Badan
100 Orang

Kemudian setelah semua data dimasukkan ke dalam SPSS


maka tinggal dianalisis menggunakan analisis frekuensi. Klik
Analyze - Descriptive Statistics - Frequencies. Akan keluar dialog
sebagai berikut.

Dr. Hendi Pratama, S.Pd., M.A. 45


Gambar 4.7 Kotak Dialog pada Menu Frequencies

Masukkan tinggi badan ke dalam variabel. Klik tombol


Statistics... Setelah itu akan keluar dialog sebagai berikut.

Gambar 4.8 Kotak Dialog pada Menu Frequencies: Statistics

46 Statistika Pada Bidang Pendidikan Bahasa


Klik semua aspek yang ingin kita tampilkan yaitu Mean,
Median dan Mode (Modus). kemudian klik Continue. Karena kita
telah mempelajari kurva normal di bagian sebelumnya maka ada
baiknya kita coba menggambar kurva normal menggunakan menu
Charts... Setelah tombol tersebut diklik akan keluar dialog.

Gambar 4.9 Kotak Dialog pada Menu Frequencies: Charts

Klik Histogram dan klik Show normal curve on


histogram. Kemudian klik Continue. Setelah itu klik OK. Maka
akan keluar hasil sebagai berikut.

Dr. Hendi Pratama, S.Pd., M.A. 47


Statistics
TinggiBadan
N Valid 100
Missing 0
Mean 168.7400
Median 169.0000
Mode 174.00
Gambar 4.10 Hasil Output Menu Frequencies

Pada output akan keluar angka yang kita cari. Mean atau rata-
rata tinggi badan dari 100 orang tersebut adalah 168.74. Nilai tengah
atau mean adalah 169 dan nilai yang paling muncul (modus) adalah
174. Pada output gambar akan muncul gambar berikut.

Gambar 4.11 Histogram Tinggi Badan 100 Orang

48 Statistika Pada Bidang Pendidikan Bahasa


Dataset tersebut terdistribusi secara normal terlihat dari
Gambar 4.11. Pada gambar tersebut tertulis bahwa standar
deviasinya adalah 9.454 (SD = 9.454). Semua komponen yang telah
kita bahas di bagian sebelumnya telah terjawab pada proses ini.
Sebenarnya ada cara mudah untuk mengetahui apakah
sebuah data set distribusinya normal atau tidak. Pada cara di atas kita
menggunakan gambar. Pada cara berikut ini kita menggunakan
rumus Kolmogorov-Smirnov. Gunakan saja data yang sama dengan
yang sudah diinput di atas. Sejumlah 100 orang dengan tinggi
minimal 145 cm dan tinggi maksimal 191 cm. Selanjutnya klik
Analyze - Nonparametric Test - Legacy Dialogue - 1 Sample K-
S dan akan muncul dialog sebagai berikut.

Gambar 4.12 Kotak Dialog Kolmogorov Smirnov Tinggi Badan

Dr. Hendi Pratama, S.Pd., M.A. 49


Masukkan Tinggi Badan sebagai variabel test. Kemudian
klik OK. Akan keluar hasil sebagai berikut.

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test


TinggiBada
n
N 100
Normal Mean 168.7400
Parametersa,b Std.
9.45443
Deviation
Most Extreme Absolute .081
Differences Positive .054
Negative -.081
Test Statistic .081
Asymp. Sig. (2-tailed) .103c
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
c. Lilliefors Significance Correction.
Gambar 4.13 Hasil Output Kolmogorov Smirnov Tinggi Badan

Lihat nilai Asymp. Sig. (2-tailed). Jika nilainya di bawah


0.05 maka dapat dipastikan bahwa data set yang diuji tidak
memenuhi distribusi normal. Jika di atas 0.05 maka dapat
dikategorikan distribusi normal. Pada SPSS angka di depan koma
tidak ditulis. Angka Asymp. Sig. (2-tailed) pada tabel di atas
adalah .103 yang artinya sama dengan 0.103. Angka 0.103 lebih
besar dari 0.05. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa distribusi
data di atas dinyatakan normal.

50 Statistika Pada Bidang Pendidikan Bahasa


Dari mana angka 0.05 ini didapat? Seperti yang disebut
sebelumnya, pada ilmu sosial biasanya para peneliti mencari
keyakinan 95% dari populasi. Maka sisa dari ketidakyakinan ini
adalah 5%. Jika 5% diterjemahkan menjadi angka desimal maka
akan didapat nila 0.05. Ini adalah penjelasan yang terlalu
disederhanakan tapi cukup efektif memahami apa yang terjadi
dengan angka 0.05 ini. Tentu ahli matematika punya rumus dan
penjelasan yang lebih detail tentang 0.05 ini. Bagi yang tertarik
silakan buka buku statistik tingkat lanjut.

Dr. Hendi Pratama, S.Pd., M.A. 51


BAB 5
UJI BEDA

Uji beda sangat sering dipakai dalam statistika yang


digunakan untuk menyelesaikan skripsi pendidikan bahasa. Uji beda
biasanya digunakan untuk menguji suatu proses yang disebut
sebagai PRE/POST TESTING dan A/B TESTING.
PRE/POST TESTING adalah proses pengukuran di titik
awal pada sebuah populasi atau sampel menggunakan pre-test.
Kemudian dilakukanlah suatu treatment atau perlakuan khusus.
Kemudian kondisi setelah treatment, diukur kembali menggunakan
post-test. Perbedaan antara hasil PRE dan POST test akan
menentukan apalah metode perlakukan khusus tersebut efektif
dalam mengubah variabel tertentu. Dalam dunia pembelajaran
bahasa, biasanya pre-test dan post-test dibutuhkan untuk
menentukan apakah suatu metode pengajaran berhasil untuk
meningkatkan prestasi belajar siswa.

Gambar 5.1 Ilustrasi Pretest dan Posttest

A-B test adalah eksperimen paling umum dipakai oleh para


peneliti di dunia. Yang dimaksud dengan A-B test adalah suatu
kondisi diukur pada dua varian kondisi: Kondisi A dan Kondisi B.

52 Statistika Pada Bidang Pendidikan Bahasa


Jika hasil yang didapat di kondisi A lebih baik daripada kondisi B
maka disimpulkan bahwa metode A lebih baik. Dan sebaliknya, jika
kondisi B menghasilkan output yang lebih baik dari kondisi A maka
metode B dianggap lebih baik.
Perbedaan antar skor tidak bisa begitu saja dianggap sebagai
keberhasilan metode tertentu. Bisa saja perbedaan skor tersebut
adalah kebetulan. Bisa saja perbedaan skor tersebut adalah hasil dari
satu atau dua orang yang nilainya terlalu ekstrim. Oleh karena itu
kita menggunakan uji beda untuk meyakinkan bahwa perbedaan
skor PRETEST dan POSTEST ataupun Kondisi A dan Kondisi B
memiliki signifikansi ilmiah.

Paired-Samples T-TEST
Mari kita berlatih untuk menggunakan uji beda paired
samples. Data paired samples adalah data yang didapat dari pre-test
dan post-test. Dianggap paired atau berpasangan karena setiap siswa
selalu memiliki dua nilai yaitu nilai pre test dan nilai post test. Siswa
yang bolos pada salah satu test terpaksa dikeluarkan dari dataset dan
tidak memenuhi syarat untuk diuji dalam test ini. Uji beda paired-
samples yang paling populer digunakan adalah paired samples T-
TEST. T-TEST ini tidak boleh sembarang dipakai karena test ini
tergolong test parametrik. Harus ada beberapa prasyarat yang harus
dipenuhi. Contohnya, sebelum menggunakan T-TEST kita harus
menguji bahwa dataset yang digunakan adalah data yang
terdistribusi secara normal. Jika tidak terdistribusi secara normal
maka kita harus menggunakan uji beda jenis lain yang tidak harus
menggunakan prasyarat ini. Kita bisa menggunakan Wilcoxon
misalnya untuk pengganti T-TEST jika ternyata data yang dipakai
tidak terdistribusi secara normal. Wilcoxon termasuk test
nonparametrik (Griffith, 2007).
Berikut adalah data yang bisa kita gunakan untuk berlatih T-
TEST. Berikut adalah data dari SMP 2 Konoha.

Dr. Hendi Pratama, S.Pd., M.A. 53


Tabel 5.1 Nilai Reading SMP 2 Konoha

ID Pre-test Post-test
1 56 57
2 61 60
3 65 53
4 73 77
5 72 73
6 72 52
7 56 57
8 57 56
9 63 63
10 53 69
11 56 72
12 71 72
13 68 59
14 75 57
15 62 72
16 59 70
17 66 73
18 65 80
19 67 53
20 59 67
21 51 62
22 61 65

54 Statistika Pada Bidang Pendidikan Bahasa


ID Pre-test Post-test
23 66 63
24 55 74
25 74 61
26 50 68
27 74 60
28 57 67
29 74 73
30 62 52
31 51 62
32 61 80
33 70 56
34 64 62
35 57 58
36 71 76
37 58 69
38 62 68
39 67 74
40 67 70
41 58 62
42 68 64
43 62 80
44 50 80
45 63 68
46 75 75

Dr. Hendi Pratama, S.Pd., M.A. 55


ID Pre-test Post-test
47 60 77
48 57 73
49 54 62
50 66 67
Rata Rata 62,82 66,4

Pada tabel di atas, peneliti telah menguji kemampuan reading


50 orang siswa pada sebuah SMP. Anggap saja ke-50 siswa tersebut
telah dipilih secara acak untuk mewakili populasi yang ada. Pada
saat pretest, ke 50 siswa tersebut mengerjakan semua tes dengan
nilai rata-rata 62.82. Kemudian seorang guru mengujicobakan
sebuah metode mengajar reading selama 4 minggu pada materi yang
diteskan. Setelah itu ke-50 siswa tersebut dites kembali dengan soal
yang sama. Rata-rata post-test adalah 66.4. Secara sekilas perbedaan
antara 62.82 dan 66.4 cukup signifikan. Tapi kita belum bisa yakin
sebelum kita melakukan uji beda menggunakan T-TEST.
Pertama salin data di atas menggunakan SPSS. Jangan
masukkan kepala tabel ke SPSS karena akan merusak program. Juga
jangan masukkan rata-rata ke SPSS karena angka tersebut tidak
diperlukan oleh SPSS. Identitas siswa nomor 1 sampai 50 juga tidak
perlu dimasukkan. Sebelum melakukan SPSS, data harus diuji
apakah terdistribusi secara normal. Uji kenormalan distribusi
melalui histogram atau menggunakan formula Kolmogorov-
Smirnov. Cara melakukan uji ini dapat dilihat kembali pada bab
sebelumnya. Hasil dari tes tersebut adalah sebagai berikut.

56 Statistika Pada Bidang Pendidikan Bahasa


Dr. Hendi Pratama, S.Pd., M.A. 57
Gambar 5.2 Hasil Output Uji Normalitas Data SMP 2 Konoha

Nilai Asymp. Sig (2-tailed) harus lebih besar dari 0.05 untuk
membuktikan bahwa distribusi data normal. Pada tabel di atas nilai
Asymp. Sig (2-tailed) untuk pre-test 0.945 dan post-test 0.741 (pada
SPSS versi terbaru angka ini bisa berbeda, yang penting di atas 0.05
sudah aman). Terlihat jelas bahwa dua angka tersebut lebih besar
dari 0.05. Maka dapat disimpulkan dari gambar grafik dan hasil
Kolmogorov Smirnov bahwa data yang kita uji memenuhi distribusi
T-TEST. Maka T_TEST dapat dilanjutkan.
Selanjutnya klik analyze - compare means - paired
samples t-test. Jika sudah diklik akan keluar dialog sebagai berikut.

58 Statistika Pada Bidang Pendidikan Bahasa


Gambar 5.3 Kotak Dialog Paired-Samples T-TEST SMP 2
Konoha

Setelah diklik OK maka akan keluar tabel sebagai berikut.

Gambar 5.4 Hasil Output Paired-Samples T-TEST SMP 2


Konoha

Pada tabel T-TEST muncul beberapa angka misalnya mean.


Mean yang dimaksud di atas adalah mean perbedaan skor antara
post-test dan pre-test. Yang dalam hal ini kebetulan post-test lebih
tinggi dari pretest. Jika pretest lebih tinggi dari posttest,
kemungkinan besar ada masalah pada pembelajaran. Angka lain
yang paling penting pada tabel di atas adalah Sig. (2-tailed) dengan
nilai 0.024. Cara membaca tabel T-TEST ini berkebalikan dengan
cara baca Kolmogorov Smirnov. Pada T-TEST kita mencari angka
Sig yang lebih kecil dari 0.05. Kalau di Kolmogorov Smirnov kita

Dr. Hendi Pratama, S.Pd., M.A. 59


mencari angka Sig lebih besar dari 0.05. Untuk hasil perhitungan kita
di atas, kita dapat lihat Sig 0.024 adalah lebih kecil dari 0.05. Ini
adalah hasil yang bagus untuk T-TEST, yang artinya perbedaan skor
antara pretest dan postest signifikan. Karena signifikan perbedaan
maka kemungkinan besar metode pengajaran reading yang diujikan
diduga efektif menaikkan skor.
Ada beberapa pendapat yang menyatakan bahwa jika ingin
mengetahui signifikansi T-TEST maka kita harus melihat tabel T.
Namun sebenarnya melihat nilai Sig saja sudah cukup untuk
menentukan apakah perbedaan skor signifikan atau tidak. Namun
jika kita ingin memantapkan diri dengan melihat tabel T
konvensional, maka tidak ada larangan melakukan itu.
Agar terbiasa menggunakan T-TEST dan menjadi lebih
nyaman menggunakan SPSS, berikut adalah satu buah latihan
dengan kasus SMP 3 Konoha.

Tabel 5.2 Nilai Reading SMP 3 Konoha


ID Pre-test Post-test
1 75 50
2 78 69
3 68 70
4 57 76
5 60 54
6 60 53
7 75 65
8 61 60
9 80 65
10 74 73

60 Statistika Pada Bidang Pendidikan Bahasa


ID Pre-test Post-test
11 56 74
12 62 74
13 72 74
14 66 53
15 51 52
16 69 53
17 73 67
18 52 67
19 67 52
20 78 59
21 57 50
22 66 60
23 59 80
24 74 65
25 68 57
26 76 70
27 71 79
28 65 70
29 60 62
30 63 52
31 68 80
32 61 73
33 71 53
34 54 57

Dr. Hendi Pratama, S.Pd., M.A. 61


ID Pre-test Post-test
35 52 76
36 54 64
37 59 79
38 59 62
39 60 65
40 55 62
41 78 59
42 56 68
43 72 79
44 64 77
45 60 78
46 53 73
47 53 80
48 70 74
49 63 72
50 51 73

Rata Rata 64,12 66,18

Kasus di atas hampir sama dengan kasus di SMP 2 Konoha.


Peneliti telah menguji kemampuan reading 50 orang siswa pada
SMP 3 Konoha. Anggap saja ke-50 siswa tersebut telah dipilih
secara acak untuk mewakili populasi yang ada. Pada saat pretest, ke
50 siswa tersebut mengerjakan semua tes dengan nilai rata-rata
64.12. Kemudian seorang guru mengujicobakan sebuah metode
mengajar reading selama 4 minggu pada materi yang diteskan.
Setelah itu ke-50 siswa tersebut dites kembali dengan soal yang

62 Statistika Pada Bidang Pendidikan Bahasa


sama. Rata-rata post-test adalah 66.18. Secara sekilas perbedaan
antara 64.12 dan 66.18 cukup signifikan. Tapi kita belum bisa yakin
sebelum kita melakukan uji beda menggunakan T-TEST.
Sebelum dilakukan T-TEST, kita tetap harus menguji
distribusi normal dari data di atas. Gunakan tes Kolmogorov-
Smirnov untuk data di atas untuk menentukan apakah distribusi data
normal atau tidak. Cara melakukan tes Kolmogorov-Smirnov dapat
dilihat pada bagian sebelumnya dari buku ini. Setelah dilakukan tes
Kolmogorov-Smirnov, akan didapat hasil tabel seperti berikut ini.

Gambar 5.5. Hasil Output Kolmogorov Smirnov SMP 3


Konoha

Nilai Asymp. Sig (2-tailed) harus lebih besar dari 0.05 untuk
membuktikan bahwa distribusi data normal. Pada tabel di atas nilai
Asymp. Sig (2-tailed) untuk pre-test 0.591 dan post-test 0.428 (pada
SPSS versi terbaru angka ini bisa berbeda, yang penting di atas 0.05
sudah aman). Terlihat jelas bahwa dua angka tersebut lebih besar
dari 0.05. Maka dapat disimpulkan dari gambar grafik dan hasil
Kolmogorov Smirnov bahwa data yang kita uji memenuhi distribusi
T-TEST. Maka T_TEST dapat dilanjutkan.

Dr. Hendi Pratama, S.Pd., M.A. 63


Lanjutkan dengan menguji T-TEST untuk data di atas. Klik
analyze - compare means - paired samples t-test. Masukkan
pretest dan posttest ke dalam variabel 1 dan variabel 2 kemudian klik
OK. Maka akan didapat tabel berikut.

Gambar 5.6 Hasil Output Paired-Samples T-TEST SMP 3


Konoha

Angka yang paling penting pada tabel di atas adalah Sig. (2-
tailed) dengan nilai 0.275. Ingat bahwa SPSS tidak menuliskan
angka 0 di depan koma. Cara membaca tabel T-TEST ini
berkebalikan dengan cara baca Kolmogorov Smirnov. Pada T-TEST
kita mencari angka Sig yang lebih kecil dari 0.05. Kalau di
Kolmogorov Smirnov kita mencari angka Sig lebih besar dari 0.05.
Untuk hasil perhitungan kita di atas, kita dapat lihat Sig 0.275 adalah
lebih besar dari 0.05. Ini adalah hasil yang kurang untuk T-TEST,
yang artinya perbedaan skor antara pretest dan postest tidak
signifikan. Karena tidak signifikan perbedaan skor antara pre test
dan post test maka kemungkinan besar metode pengajaran reading
yang diujikan diduga tidak efektif menaikkan skor.
Kasus pada SMP 2 Konoha dan SMP 3 Konoha memberikan
pembelajaran pada kita bahwa walaupun nilai post test lebih tinggi
dari pre test pada kedua sekola,h namun ternyata setelah dihitung
menggunakan teknik statistika T-TEST, perbedaan skor pada SMP
2 terbukti signifikan dan pada SMP 3 terbukti tidak signifikan. Tidak
semua post-test yang nilainya lebih bagus dari pre-test memiliki
kekuatan yang sama di mata statistika. Walaupun hasil penelitian di
SMP 3 Konoha menunjukkan hasil yang tidak signifikan dan metode

64 Statistika Pada Bidang Pendidikan Bahasa


yang diujikan diduga tidak memiliki efektivitas dalam memperbaiki
skor reading, peneliti diwajibkan melaporkan hasil ini dengan jujur.
Peneliti dilarang mengotak-atik data atau memasak data agar hasil
T-TEST menjadi signifikan. Jika nekat melakukan hal yang
demikian maka peneliti berisiko mendapat sanksi baik administrasi
maupun pada kasus yang terburuk dapat berujung pada pidana.
Lagipula, hasil yang tidak signifikan tetap memiliki kontribusi pada
ilmu pengetahuan.

Paired Samples Data Tidak Terdistribusi Normal


Contoh di SMP 2 Konoha dan SMP 3 Konoha 'kebetulan'
memiliki data dengan distribusi normal. Kalau data memiliki
distribusi normal maka boleh dilakukan uji T-TEST. Muncul
pertanyaan selanjutnya. Bagaimana jika data yang terkumpul tidak
memenuhi asumsi distribusi normal? Jika hal tersebut terjadi maka
lakukanlah langkah-langkah berikut. Gunakan data berikut untuk
latihan melakukan analisis data.

Tabel 5.3 Nilai Reading SMP 4 Konoha


Student Pretest Posttest
1 73 79
2 73 77
3 70 77
4 71 72
5 73 79
6 72 77
7 71 70
8 72 79
9 72 76

Dr. Hendi Pratama, S.Pd., M.A. 65


Student Pretest Posttest
10 72 78
11 74 74
12 71 73
13 74 73
14 73 75
15 72 71
16 72 77
17 74 77
18 70 77
19 74 80
20 71 78
21 70 80
22 72 80
23 72 78
24 71 71
25 74 71
26 74 76
27 72 80
28 70 80
29 71 78
30 71 70
31 71 73
32 73 76
33 70 72
34 74 75
35 71 71

66 Statistika Pada Bidang Pendidikan Bahasa


Student Pretest Posttest
36 71 76
37 71 78
38 70 79
39 71 78
40 70 73
41 70 71
42 74 74
43 70 70
44 70 74
45 75 71
46 72 71
47 75 80
48 74 77
49 70 79
50 71 79
51 72 78
52 70 76
53 74 80
54 72 73
55 74 77
56 70 74
57 73 79
58 73 75
59 71 75
60 72 75
61 74 72

Dr. Hendi Pratama, S.Pd., M.A. 67


Student Pretest Posttest
62 73 70
63 71 71
64 73 77
65 70 76
66 73 77
67 75 79
68 72 73
69 70 74
70 73 74
71 72 72
72 73 71
73 71 75
74 70 80
75 71 76
76 71 73
77 75 79
78 70 79
79 71 74
80 70 74
81 71 79
82 73 72
83 70 73
84 74 72
85 71 71
86 71 78
87 71 70

68 Statistika Pada Bidang Pendidikan Bahasa


Student Pretest Posttest
88 75 76
89 73 75
90 72 74
91 71 79
92 71 75
93 72 80
94 74 71
95 72 70
96 74 75
97 71 79
98 71 78
99 72 75
100 76 71
101 71 79
102 72 72
103 71 75
104 73 75
105 74 77
106 70 80
107 70 78
108 72 75
109 71 73
110 72 77
111 72 76
112 73 75
113 73 70

Dr. Hendi Pratama, S.Pd., M.A. 69


Student Pretest Posttest
114 72 70
115 70 73
116 71 75
117 70 80
118 72 80
119 73 80
120 71 77
121 70 75
122 76 74
123 70 70
124 71 73
125 70 79
126 72 78
127 71 79
128 71 78
129 72 74
130 70 75
131 71 80
132 70 77
133 72 72
134 70 75
135 72 74
136 73 76
137 70 75
138 73 73
139 71 75

70 Statistika Pada Bidang Pendidikan Bahasa


Student Pretest Posttest
140 71 72
141 74 77
142 72 78
143 70 71
144 71 77
145 72 80
146 71 71
147 71 80
148 70 76
149 70 77
150 71 77
151 70 75
152 70 77
153 74 79
154 70 77
155 75 80
156 72 73
157 72 80
158 70 70
159 71 72
160 70 72
161 74 71
162 71 73
163 72 71
164 73 73
165 71 80

Dr. Hendi Pratama, S.Pd., M.A. 71


Student Pretest Posttest
166 70 73
167 70 74
168 74 78
169 73 75
170 72 74
171 71 71
172 71 74
173 73 70
174 71 70
175 72 73
176 73 75
177 70 79
178 72 71
179 70 78
180 74 70
181 71 78
182 75 72
183 70 70
184 71 72
185 70 76
186 71 79
187 71 72
188 71 80
189 70 71
190 71 71
191 70 80

72 Statistika Pada Bidang Pendidikan Bahasa


Student Pretest Posttest
192 70 79
193 72 71
194 71 77
195 70 80
196 73 74
197 70 75
198 70 75
199 70 77
200 70 72

Rata Rata Pre Post


71,5 75,5

Untuk mengetahui apakah data di atas memiliki distribusi


normal atau tidak, silakan lakukan uji Kolmogorov-Smirnov pada
data di atas. Jika lupa bagaimana cara melakukan tes Kolmogorov
Smirnov silakan cek panduan pada bagian sebelumnya dari buku ini.
Setelah dilakukan tes Kolmogorov Smirnov, akan didapat tabel
seperti ini.

Dr. Hendi Pratama, S.Pd., M.A. 73


Gambar 5.7 Hasil Output Kolmogorov Smirnov SMP 4
Konoha

Pada hasil Kolmogorov Smirnov di atas nilai Asymp. Sig (2-


tailed) yang didapatkan adalah 0.000 dan 0.013. Kedua angka
tersebut jelas di bawah 0.05. Pada pengujian Kolmogorov Smirnov,
jika Sig yang didapat ternyata di bawah 0.05 maka disimpulkan
bahwa data yang diuji tidak terdistribusi secara normal. Pada kasus
ini, T-TEST tidak boleh dilanjutkan. Jika T-TEST dilanjutkan
maka hasilnya akan menjadi kurang valid. Sebagai solusinya, ada tes
yang dapat menggantikan T-TEST walaupun data yang digunakan
distribusinya tidak normal. Tes yang demikian disebut sebagai tes
non parametrik. Salah satu tes non parametrik yang bisa kita
gunakan untuk menggantikan T-TEST adalah Uji Wilcoxon. Berikut
adalah cara untuk melakukan uji Wilcoxon untuk menguji data di
atas.
Salin semua data yang ada di tabel di atas ke dalam SPSS.
Kemudian lakukan uji Wilcoxon dengan mengeklik Analyse -
Nonparametric tests - Legacy Dialogues - 2 Related Samples.

74 Statistika Pada Bidang Pendidikan Bahasa


Setelah diklik urutan menu tersebut akan muncul dialog sebagai
berikut.

Gambar 5.8 Kotak Dialog Wilcoxon Two Related Samples

Klik atau contreng test Wilcoxon kemudian masukkan


pretest ke variable 1 dan posttest ke variable 2. Kemudian klik OK.
Akan didapat hasil tabel sebagai berikut.

Gambar 5.9 Hasil Output Wilcoxon Test

Dr. Hendi Pratama, S.Pd., M.A. 75


Cara membaca tabel berikut adalah sebagai berikut. Semoga
anda masih ingat dengan Z-Score yang telah dibahas di Bab 2. Jika
Z-Score lebih dari 1.96 maka dapat dikatakan uji beda yang kita
lakukan signifikan. Kalau kita tidak mau repot dengan Z-score,
cukup baca Asymp. Sig. (2-tailed) yang kurang dari 0.05 berarti uji
beda terbukti signifikan. Pada hasil analisis kita di atas nilai Z-Score
adalah 10.078. Abaikan saja tanda minus untuk Z-Score. Z-Score
10.078 tentu di atas nilai 1.96. Maka dapat dikatakan bahwa pretest
dan posttest memiliki beda skor yang signifikan. Metode yang
diujikan diduga efektif dalam menaikkan nilai reading siswa.

Independent Samples T-TEST


Telah diterangkan di awal bab ini bahwa uji beda yang sangat
populer dilakukan oleh para ilmuwan adalah PRE/POST TEST dan
A/B TEST. Untuk melakukan PRE/POST TEST kita telah berlatih
menggunakan paired samples T-TEST (jika distribusi normal) atau
Wilcoxon (jika distribusi tidak normal). Kini saatnya kita melakukan
latihan untuk A/B TEST. Dalam penelitian pendidikan bahasa, A/B
TEST dapat diwujudkan dengan cara mengujikan dua metode
pembelajaran di dua kelas yang berbeda. Misal pada Kelas A kita
mengajar listening menggunakan teknik lagu dan pada Kelas B kita
mengajar listening menggunakan teknik film. Selanjutnya post-test
di Kelas A dan Kelas B akan kita bandingkan. Jika perbedaan skor
signifikan maka dapat disimpulkan bahwa salah satu metode lebih
efektif daripada faktor yang lain. Jika perbedaan skor terbukti tidak
signifikan maka dapat disimpulkan bahwa kedua metode sama-sama
efektif atau sama-sama tidak efektif.
Pada A/B TEST memang yang diuji adalah post-test nya saja.
Namun begitu, pre-test tetap harus dilakukan karena nilai tersebut
diperlukan untuk membuktikan bahwa Kelas A dan Kelas B
memiliki kondisi awal yang sama. Kalau kondisi awal untuk Kelas
A dan Kelas B sudah berbeda sejak dilakukannya T-TEST maka A/B

76 Statistika Pada Bidang Pendidikan Bahasa


TESTING menjadi tidak valid. Dengan sungguh terpaksa peneliti
harus mencari kelas lain untuk melakukan percobaan.
Untuk berlatih A/B TEST pada penelitian pendidikan bahasa,
berikut adalah contoh data yang bisa kita gunakan untuk diolah
menggunakan independent samples T-TEST.

Tabel 5.4 Nilai Reading SMP 6 Konoha

ID Kelas A Nilai kelas A Nilai kelas B ID Kelas B

Siswa 1 56 57 Siswa 1
Siswa 2 61 60 Siswa 2
Siswa 3 65 53 Siswa 3
Siswa 4 73 77 Siswa 4
Siswa 5 72 73 Siswa 5
Siswa 6 72 52 Siswa 6
Siswa 7 56 57 Siswa 7
Siswa 8 57 56 Siswa 8
Siswa 9 63 63 Siswa 9
Siswa 10 53 69 Siswa 10
Siswa 11 56 72 Siswa 11
Siswa 12 71 72 Siswa 12
Siswa 13 68 59 Siswa 13
Siswa 14 75 57 Siswa 14
Siswa 15 62 72 Siswa 15
Siswa 16 59 70 Siswa 16
Siswa 17 66 73 Siswa 17
Siswa 18 65 80 Siswa 18

Dr. Hendi Pratama, S.Pd., M.A. 77


ID Kelas A Nilai kelas A Nilai kelas B ID Kelas B

Siswa 19 67 53 Siswa 19
Siswa 20 59 67 Siswa 20
Siswa 21 51 62 Siswa 21
Siswa 22 61 65 Siswa 22
Siswa 23 66 63 Siswa 23
Siswa 24 55 74 Siswa 24
Siswa 25 74 61 Siswa 25
Siswa 26 50 68 Siswa 26
Siswa 27 74 60 Siswa 27
Siswa 28 57 67 Siswa 28
Siswa 29 74 73 Siswa 29
Siswa 30 62 52 Siswa 30
Siswa 31 51 62 Siswa 31
Siswa 32 61 80 Siswa 32
56 Siswa 33
62 Siswa 34
Rata2 62,88 64,62

Lihatlah data di atas. Ada dua kelas yang berbeda dengan


nilai yang berbeda. Jumlah siswanya pun berbeda. Jumlah siswa di
Kelas A sejumlah 32 orang dan di Kelas B sejumlah 34 orang.
Karena berbeda jumlah maka data di atas tidak dapat disebut sebagai
paired samples. Oleh karena itu tidak cocok menggunakan paired
samples t-test. Sebagai gantinya, kita akan gunakan independent
samples T-TEST. Caranya sebagai berikut.

78 Statistika Pada Bidang Pendidikan Bahasa


Masukkan data di atas ke SPSS. Karena jumlah siswa
berbeda antara kelas A dan kelas B maka tidak bisa copy paste
seperti pada paired samples. Data harus dijajar dari atas ke bawah
dan ditandai dengan grouping variabel. Berikut adalah cara menata
data tersebut di SPSS. Buat dua variabel bernama Kelas dan Nilai.
Setiap nilai dari Kelas A ditandai dengan angka 1.00. Setiap nilai
dari Kelas B ditandai dengan angka 2.00.

Gambar 5.10 Cara Memasukkan Data ke SPSS untuk Independent


Samples

Dr. Hendi Pratama, S.Pd., M.A. 79


Setelah itu lakukan uji Kolmogorov-Smirnov untuk masing-
masing kelas. Untuk memudahkan pembahasan, uji Kolmogorov
Smirnov silakan dilakukan sendiri. Saya sudah lakukan uji
Kolmogorov Smirnov untuk dua kelas tersebut dan hasilnya dua set
data tersebut sudah memenuhi asumsi distribusi normal. Setelah itu,
lakukan analisis menggunakan independent-samples t-test. Caranya
adalah dengan klik analyse - compare means - independent
samples t-test. Akan keluar dialog seperti berikut ini.

Gambar 5.11 Kotak Dialog Independent Samples T-TEST

Masukkan variabel nilai sebagai test variables dan


variabel kelas sebagai grouping variables. Jangan sampai terbalik
karena hasilnya akan kacau. Setelah itu klik OK. Maka akan keluar
tabel sebagai berikut.

Gambar 5.12 Hasil Output Independent Samples T-TEST

80 Statistika Pada Bidang Pendidikan Bahasa


Cara pembacaan tabel ini sama seperti tabel T-TEST yang
biasa. Pada SPSS kita sangat dimudahkan dengan kolom Sig. (2-
tailed). Jika Sig lebih besar dari 0.05 maka perbedaan skor antara
kelas A dan kelas B tidak signifikan. Jika Sig lebih kecil dari 0.05
maka perbedaan skor antara kedua kelas dinyatakan signifikan. Pada
tabel di atas nilai Sig adalah 0.372. Maka dapat disimpulkan bahwa
perbedaan skor antara kelas A dan kelas B tidak signifikan karena
Sig di atas 0.05. Jadi dapat dikatakan bahwa metode yang digunakan
di kelas A dan kelas B sama sama efektif atau sama -sama tidak
efektif. Tidak ada yang lebih unggul dari keduanya.

Menguji Tiga Kelompok


Apakah A/B TESTING dapat digunakan untuk menguji
perbedaan skor di tiga kelompok yang berbeda? Dengan kata lain
apakah A/B TESTING dapat diadopsi menjadi A/B/C TESTING?
Jawabannya adalah bisa. Tapi kita harus menggunakan metode lain
yang disebut dengan ANOVA. Gunakan data berikut untuk berlatih.

Tabel 5.4. Data Reading Membandingkan Tiga Kelas


Kelas Nilai
1.00 56.00
1.00 61.00
1.00 65.00
1.00 73.00
1.00 72.00
1.00 72.00
1.00 56.00
1.00 57.00

Dr. Hendi Pratama, S.Pd., M.A. 81


Kelas Nilai
1.00 63.00
1.00 53.00
1.00 56.00
1.00 71.00
1.00 68.00
1.00 75.00
1.00 62.00
1.00 59.00
1.00 66.00
1.00 65.00
1.00 67.00
1.00 59.00
1.00 51.00
1.00 61.00
1.00 66.00
1.00 55.00
1.00 74.00
1.00 50.00
1.00 74.00
1.00 57.00
1.00 74.00
1.00 62.00
1.00 51.00

82 Statistika Pada Bidang Pendidikan Bahasa


Kelas Nilai
1.00 61.00
2.00 57.00
2.00 60.00
2.00 53.00
2.00 77.00
2.00 73.00
2.00 52.00
2.00 57.00
2.00 56.00
2.00 63.00
2.00 69.00
2.00 72.00
2.00 72.00
2.00 59.00
2.00 57.00
2.00 72.00
2.00 70.00
2.00 73.00
2.00 80.00
2.00 53.00
2.00 67.00
2.00 62.00
2.00 65.00

Dr. Hendi Pratama, S.Pd., M.A. 83


Kelas Nilai
2.00 63.00
2.00 74.00
2.00 61.00
2.00 68.00
2.00 60.00
2.00 67.00
2.00 73.00
2.00 52.00
2.00 62.00
2.00 80.00
2.00 56.00
2.00 62.00
3.00 50.00
3.00 69.00
3.00 70.00
3.00 76.00
3.00 54.00
3.00 53.00
3.00 65.00
3.00 60.00
3.00 65.00
3.00 73.00
3.00 74.00

84 Statistika Pada Bidang Pendidikan Bahasa


Kelas Nilai
3.00 74.00
3.00 74.00
3.00 53.00
3.00 52.00
3.00 53.00
3.00 67.00
3.00 67.00
3.00 52.00
3.00 59.00
3.00 50.00
3.00 60.00
3.00 80.00
3.00 65.00
3.00 57.00
3.00 70.00
3.00 79.00

Seperti yang sudah dilakukan sebelumnya pada Kelas A dan


Kelas B, kali ini kita tambahkan Kelas C. Cara menata data tersebut
pada SPSS adalah dengan membuat dua variabel yang disebut
sebagai variabel kelas dan variabel nilai. Hampir sama persis
dengan apa yang kita lakukan sebelumnya di kelas A dan kelas B.
Kali ini kita tambahkan nilai dari Kelas C. Semua nilai dari kelas A
kita tandai dengan angka 1.00, kelas B dengan angka 2.00 dan kelas
C dengan angka 3.00. Untuk memastikan bahwa distribusi dari
ketiga dataset adalah normal, lakukan uji Kolmogorov Smirnov.

Dr. Hendi Pratama, S.Pd., M.A. 85


Setelah itu analisis dengan ANOVA. Caranya dalah dengan Klik
Analyze - Compare means - One Way ANOVA. Setelah diklik
akan muncul kotak dialog sebagai berikut.

Gambar 5.13 Kotak Dialog One-Way ANOVA

Masukkan nilai sebagai dependent list dan kelas sebagai


factor. Sekali lagi dicek agar tidak terbalik karena hasilnya akan
kacau. kalau terbalik. Sebelum klik OK, kita set dulu tombol Post
Hoc. Perhitungan Post Hoc ini akan membantu kita untuk
mendapatkan hasil yang lebih detil dari perhitungan ANOVA. Klik
Post Hoc maka akan didapat dialog sebagai berikut.

Gambar 5.14 Kotak Dialog One-Way ANOVA: Post Hoc

86 Statistika Pada Bidang Pendidikan Bahasa


Klik saja salah satu dari metode yang ada. Menurut
pengalaman saya, tidak banyak perbedaan yang kita dapat dari
metode yang tersedia di post hoc. Kali ini klik LSD sebagai pilihan
kita kemudian klik Continue. Kemudian Klik OK. Setelah itu akan
muncul tabel berikut ini.

Gambar 5.15 Hasil Output ANOVA dan Post Hoc Tests

Tabel yang pertama adalah tabel ANOVA. Cara baca


ANOVA sama seperti membaca T-TEST. Jika Sig kurang dari 0.05
maka perbedaan skor signifikan jika Sig lebih dari 0.05 maka
perbedaan skor tidak signifikan. Pada kasus di atas Sig = 0.661
artinya perbedaan rata-rata skor antara kelas A, B dan C tidak
signifikan. Tidak ada metode yang lebih unggul dari dua metode
lainnya.
Tabel yang kedua adalah tabel Post Hoc. Pada tabel tersebut
dapat dilihat perbedaan skor antara kelas A dan kelas B, Kelas B dan
Kelas C, serta Kelas C dan Kelas A. Lagi-lagi kita harus melihat Sig

Dr. Hendi Pratama, S.Pd., M.A. 87


dengan cara yang sama. Terlihat pada tabel di atas semua angka Sig
tidak ada yang di bawah 0.05. Artinya bahwa memang tidak ada
perbedaan skor yang signifikan antara ketiga kelas.

88 Statistika Pada Bidang Pendidikan Bahasa


BAB 6
UJI KORELASI
DAN REGRESI

Pada bab sebelumnya sudah dijelaskan mengenai uji beda


dan kegunaannya dalam penelitian. Tentu saja, desain penelitian
sangat menentukan uji statistik apa yang akan kita pakai. Untuk
mengetahui perbedaan prestasi sebelum dan sesudah treatment atau
perbedaan prestasi antara dua kelas yang kita beri treatment yang
berbeda cukup menggunakan uji beda yang telah diterangkan
sebelumnya. Namun begitu, ada desain penelitian yang tidak
memerlukan uji beda namun memerlukan uji korelasi atau uji
regresi. Desain penelitian yang dirancang untuk mengetahui
hubungan antara dua variabel membutuhkan uji korelasi atau uji
regresi atau kedua-duanya.
Biasanya kita sudah dapat membedakan antara penelitian
yang menggunakan uji beda dan penelitian yang menggunakan uji
korelasi.
Berikut adalah contoh judul penelitian yang menggunakan
uji beda:
1. Efektifitas penggunaan teknik tea party dalam pengajaran if
clause.
2. Perbedaan kemampuan membaca mahasiswa pada siang hari
dan malam hari.
3. Perbedaan motivasi belajar mahasiswa jurusan bahasa jawa
dan mahasiswa jurusan bahasa Inggris.
Bandingkan dengan contoh judul peneltian yang
menggunakan uji korelasi:
1. Hubungan antara nilai matematika dan nilai bahasa siswa
SMA N 1 Bawen.

Dr. Hendi Pratama, S.Pd., M.A. 89


2. Hubungan antara jumlah pendapatan dengan jumlah jam
yang dihabiskan untuk bersosial media. Kasus pekerja pabrik
di kabupaten tangerang selatan.
3. Hubungan antara IPK dan tingkat stress mahasiswa IAIN
Walisongo.
Kepekaan untuk membedakan mana penelitian yang
membutuhkan uji beda dan uji korelasi perlu kebiasaan dalam
meneliti. Secara umum uji beda melibatkan variabel dan kondisi
yang berbeda sedangkan uji korelasi melibatkan variabel dan
variabel lain. Penjelasan ini cukup absurd karena kondisi lain pada
uji beda juga merupakan variabel. Tapi penjelasan ini cukup
membantu saya dulu saat menjadi peneliti junior.

Korelasi Dua Variabel


Untuk memahami korelasi dua variabel secara sederhana
mari kita perhatikan kedua tabel yang tersedua berikut ini.

Gambar 6.1 Ilustrasi Data Sederhana IQ, IPK dan Uang Jajan

90 Statistika Pada Bidang Pendidikan Bahasa


Pada tabel pertama jika seorang anak memiliki IQ 100 IPK-
nya 3.3 dan anak yang lain memiliki IQ 110 IPK-nya 3.4 dan
selanjutnya. Maka dapat dikatakan variabel IQ dan variabel IPK
memiliki korelasi positif. Artinya, jika seorang anak IQ nya tinggi
maka IP- nya ikut tinggi dan demikian juga sebaliknya. Ini sekadar
contoh. Jangan dibandingkan dengan kehidupan nyata.
Pada tabel dua, jika seorang anak uang jajannya 800 Ribu
maka IPK-nya 3.3 sedangkan anak yang uang jajannya 700 Ribu
malah IPK-nya lebih tinggi 3.4 dan selanjutnya maka dapat
dikatakan variabel IQ dan Uang Jajan memiliki korelasi negatif.
Mengapa korelasinya negatif? Karena apabila satu variabel nilainya
naik malah variabel lainnya turun. kalau tabel di atas kita gambar
maka akan kita dapati grafik sebagai berikut.

IPK
3,8
3,6
3,4 IPK
3,2
90 110 130 150

Uang Jajan
900.000

700.000

500.000 Uang
Jajan
300.000
90 110 130 150

Gambar 6.2 Scatterplot Sederhana IPK dan Uang Jajan

Dr. Hendi Pratama, S.Pd., M.A. 91


Pada grafik yang pertama ketika IQ naik maka IPK turut
naik. Hubungan semacam ini disebut sebagai korelasi positif.
Ditandai dengan grafik yang naik ke arah kanan. Pada grafik yang
kedua, ketika uang jajan naik malah IQ turun. Hubungan semacam
ini disebut sebagai korelasi negatif. Ditandai dengan grafik yang
turun ke arah kanan.
Mari kita gunakan data di atas langsung ke dalam SPSS.
Ingat bahwa data di atas hanyalah data fiktif untuk mempermudah
pemahaman. Entri data di atas ke SPSS dengan nama variabel IQ,
variabel IPK dan variabel Jajan. Lakukan analisis korelasi antara
variabel IQ, IPK dan Jajan. Klik analyze – correlate – bivariate.
Masukkan IQ, IPK dan Jajan pada kolom variabel. Akan didapatkan
tabel sebagai berikut.
 
IQ IPK Jajan
IQ Pearson
1 1.000** -1.000**
Correlation
Sig. (2-tailed) .000 .000
N 5 5 5
IPK Pearson
1.000** 1 -1.000**
Correlation
Sig. (2-tailed) .000 .000
N 5 5 5
Jajan Pearson
-1.000** -1.000** 1
Correlation
Sig. (2-tailed) .000 .000
N 5 5 5
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Gambar 6.3 Output Korelasi IQ, IPK dan Uang Jajan

92 Statistika Pada Bidang Pendidikan Bahasa


Hasil latihan sederhana di atas sangat tidak realistis karena
data yang digunakan tidak nyata. Namun cukup untuk memberikan
pemahaman tentang konsep korelasi. Cara membaca output korelasi
di atas adalah sebagai berikut.
1. Hubungan antara IQ dan IPK dapat dilihat dengan angka
1.000. Artinya IQ dan IPK berkorelasi positif dan
korelasinya sempurna karena nilainya maksimal yaitu 1.0.
2. Dalam kenyataan penelitian hasil 1.0 sangat jarang
ditemukan. Nilai tersebut terlalu ideal. Korelasi dengan nilai
di atas 0.5 saja sudah dikatakan sebagai kuat.
3. Hubungan antara IQ dan Jajan dapat dilihat dalam angka -
1.000. Artinya IQ dan Jajan berkorelasi negatif dan
korelasinya sempurna.
4. Jika kita mengubah nilai IPK atau uang jajan maka bisa jadi
koefisien korelasi bisa juga berubah.
5. Korelasi dengan nilai 1.00 merupakan nilai sempurna. Nilai
0.5 sampai 0.99 dapat dikatakan sebagai korelasi kuat. Nilai
0.3-0.5 adalah korelasi sedang. Nilai 0.1 atau 0.2 adalah
korelasi lemah. Nilai 0 menunjukkan tidak ada korelasi sama
sekali.

Berlatih Korelasi dengan Data dari Lapangan


Setelah memahami konsep korelasi secara sederhana,
sekarang kita siap untuk menggunakan data dari lapangan. Kali ini
kita mendapatkan pengukuran data nilai Bahasa dan Matematika dari
Wabash College. Ada 527 mahasiswa yang dites dan nilainya telah
dicatat dalam tabel. Tabelnya dapat anda temukan lampiran 1.

Dr. Hendi Pratama, S.Pd., M.A. 93


Masukkan semua data tersebut ke dalam SPSS. Tabel di SPSS akan
terlihat seperti berikut ini.

Gambar 6.4 Data Nilai Matematika dan Bahasa 527


Mahasiswa Wabash College

Setelah dimasukkan dalam SPSS, lakukan analisis korelasi.


Dengan cara, Klik analyze – correlate – bivariate. Masukkan
nilaibahasa dan nilai matematika ke dalam kolom variables.

94 Statistika Pada Bidang Pendidikan Bahasa


Gambar 6.5 Kotak Dialog Bivariate Correlations

Selanjutnya klik OK. Akan didapat tabel seperti berikut

 
Nilaibahas Nilaimatem
a atika
Nilaibahasa Pearson
1 .552**
Correlation
Sig. (2-tailed) .000
N 527 527
Nilaimatematik Pearson
.552** 1
a Correlation
Sig. (2-tailed) .000
N 527 527
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Gambar 6.6 Output Korelasi Nilai Bahasa dan Nilai


Matematika

Dr. Hendi Pratama, S.Pd., M.A. 95


Sebenarnya membaca tabel korelasi di SPSS teramat mudah.
Apabila ada korelasi yang signifikan maka akan ditandai dua bintang
(**). Jika ada korelasi yang tidak terlalu kuat akan ditandai satu
bintang (*). Jika korelasi terlalu lemah atau tidak ada korelasi maka
tidak akan ada tanda bintang.
Namun begitu ada cara lain yang bisa digunakan untuk
membaca angka di atas. Berikut adalah tabel yang saya ambil dari
tabel dari (Nangolo & Musingwini 2011).

Tabel 6.1 Interpretasi Kekuatan Hasil Uji Korelasi


Kisaran Koefisien Korelasi Kekuatan Korelasi
0.00-0.30 Lemah
0.31-0.50 Sedang
0.51-0.80 Kuat
0.81-1.00 Sangat Kuat

Pada tabel hasil korelasi antara nilai matematika dan nilai


bahasa telah keluar nilai Pearson 0.552 (r = 0.552). Sesuai dengan
tabel interpretasi oleh Nangolo dan Musingwini angkat tersebut
masuk kisaran 0.51-0.80 yang artinya bahwa korelasi antara nilai
matematika dan nilai bahasa di Wabash College merupakan
korelasi yang positif dan kuat. Jika digambar dengan grafik akan
dihasilkan gambar berikut. Pada SPSS klik Graphs – legacy dialogs
– scatter/dot – simple scatter.

96 Statistika Pada Bidang Pendidikan Bahasa


Gambar 6.7 Scatterplot Mahasiswa Wabash College

Seluruh nilai matematika dan nilai bahasa dari 527


mahasiswa wabash digambar dalam satu scatterplot. Hasilnya adalah
titik-titik yang berkerumun seakan-akan membentuk garis lurus
miring ke atas ke arah kanan. Gambar tersebut sesuai dengan
persepsi kita mengenai korelasi positif (Weisberg, 2005).

Melakukan Uji Regresi Linear


Uji korelasi jika ditingkatkan fungsinya dapat menjadi fungsi
regresi. Melalui uji coba di atas diketahui bahwa setiap ada kenaikan
nilai matematika akan diikuti juga dengan kenaikan nilai bahasa.
Artinya jika suatu saat kita mengetahui salah satu matematika saja,
maka kita akan bisa menebak nilai bahasanya. Hal tersebut
dimungkinkan dengan uji regresi (Weisberg, 2005).

Dr. Hendi Pratama, S.Pd., M.A. 97


Gunakan data wabash college untuk menguji regresi.
Caranya adalah dengan mengeklik analyze-regression-linear.
Akan didapat dialog sebagai berikut.

Gambar 6.8 Kotak Dialog Regresi Linear

Pada saat menguji regresi memang kita harus menentukan


variabel mana yang dependen dan variabel mana yang independen.
Jika kita lupa tentang variabel dependen dan indepen, mari kita buka
bab 2 dari buku ini. Kali ini nilai matematika kita masukkan sebagai
variabel independent dan nilai bahasa kita masukkan sebagai
variabel dependent. Klik OK maka akan didapat tabel sebagai
berikut.

98 Statistika Pada Bidang Pendidikan Bahasa


Gambar 6.9 Hasil Output Regresi Linear

Mari kita baca tabel dan angka yang penting penting saja.
Pada tabel model summary, R menunjukkan koefisien korelasi.
0.552 masuk di antara rentang 0.5-0.8. Artinya korelasi yang ada
memang kuat antara matematika dan bahasa. Kolo, R Square
menunjukkan angka 0.304, artinya pengaruh nilai matematika ke
nilai bahasa hanya menjelaskan 30.4% populasi yang ada. 69.6%
fenomena disebabkan oleh pengaruh lain. Pada tabel ANOVA, sig
.000 menunjukkan pembacaan test ini boleh dilanjutkan ke tabel
selanjutnya karena .000 lebih kecil dari 0.05. Pada tabel coefficient
terdapat angka 176.054 dan koefisien matematika adalah 0.564.
Angka-angka ini digunakan untuk memprediksi skor bahasa jika
nilai matematika diketahui. Rumusnya menjadi seperti ini
Nilaibahasa = (0.564 x nilaimatematika) + 176.054.
Contohnya, jika seorang mahasiswa nilai matematikanya
adalah 400 maka nilai bahasanya adalah 401.654. Seberapa akurat

Dr. Hendi Pratama, S.Pd., M.A. 99


perediksi ini? Kita bisa lihat bahwa standard error of the estimate
adalah 74.40610. Angka ini cukup besar sehingga mengindikasikan
bahwa prediksi ini tidak terlalu akurat.

100 Statistika Pada Bidang Pendidikan Bahasa


BAB 7
SKALA LIKERT

Pada bab 7 ini, kita akan bahas skala likert yang sangat sering
digunakan dalam riset atau survei. Skala Likert adalah solusi kita
untuk memberikan skor pada persepsi ataupun sikap. Mungkin
beberapa dari kita pernah menjadi peserta dalam penelitian.
Kemudian kita diminta mengisi survei. Salah satu pertanyaannya
adalah sebagai berikut. "Apakah anda setuju jika mahasiswa
diperbolehkan memakai sandal di kampus?" Kemudian anda diminta
untuk memilih: Sangat Setuju, Setuju, Tidak Setuju, Sangat Tidak
Setuju. Skala yang demikian disebut sebagai Skala Likert. Skala ini
pertama kali dirancang dan digunakan oleh Rensis Likert seorang
psikolog dari Amerika.
Dengan skala Likert, kita mendapatkan skor dari sebuah
pertanyaan kualitatif. Pada pertanyaan "Apakah anda setuju jika
mahasiswa diperbolehkan memakai sandal di kampus?" maka
seorang responden bisa menjawab dengan kalimat bebas. Namun
kalimat bebas itu tidak dapat diubah menjadi angka. Dengan skala
Likert, jawaban responden diarahkan menjadi angka. Sangat Setuju
diubah menjadi angka 4. Setuju diubah menjadi angka 3. Tidak
Setuju diubah menjadi angka 2. Sangat Tidak Setuju diubah menjadi
angka 1. Setelah menjadi angka, skor tersebut dapat dimasukkan
tabel dan kemudian diolah menggunakan SPSS. Ada beberapa
peneliti yang masih menggunakan pilihan Netral. Namun saya
sendiri sudah menghindari kategori netral karena memancing
responden untuk memilih Netral. Dengan budaya ketimuran yang
menghindari konflik, banyak responden menjawab Netral karena
nyaman tidak perlu memihak (Fink, 2002).

Dr. Hendi Pratama, S.Pd., M.A. 101


Mari kita gunakan contoh sederhana pada survei berikut.
Survei ini dirancang untuk mencari tahu persepsi masyarakat tentang
kebiasaan mengantri pada kehidupan sehari-hari.
Pilih jawaban yang sesuai dengan situasi anda sehari-hari

1. Saya selalu antri secara tertib di toilet umum.


a. Sangat Setuju b. Setuju
c. Tidak Setuju d. Sangat Tidak Setuju

2. Saya selalu menegur orang lain yang tidak tertib saat mengantri.
a. Sangat Setuju b. Setuju
c. Tidak Setuju d. Sangat Tidak Setuju

3. Saya selalu mematuhi lampu lalu lintas.


a. Sangat Setuju b. Setuju
c. Tidak Setuju d. Sangat Tidak Setuju

4. Saya tidak memotong antrian di kasir Supermarket atau Bioskop


a. Sangat Setuju b. Setuju
c. Tidak Setuju d. Sangat Tidak Setuju

5. Saya tidak mengeluh saat mengantri.


a. Sangat Setuju b. Setuju
c. Tidak Setuju d. Sangat Tidak Setuju

102 Statistika Pada Bidang Pendidikan Bahasa


Anggap saja ada lima orang yang menjawab pertanyaan
tersebut dengan variasi jawaban sebagai berikut.
Tabel 7.1 Contoh Rekap Jawaban Kuisioner
Pernyataan Pernyataan Pernyataan Pernyataan Pernyataan
1 2 3 4 5
Andi a a b a a
Anto b b c b b
Amir c d c d c
Asto a b a b a
Aska
c a b c c
n

Sesuai dengan keterangan sebelumnya setiap jawaban dapat


diubah menjadi angka sesuai dengan kesepakatan awal. Sangat
Setuju diubah menjadi angka 4. Setuju diubah menjadi angka 3.
Tidak Setuju diubah menjadi angka 2. Sangat Tidak Setuju diubah
menjadi angka 1. Hasilnya akan menjadi seperti ini.

Tabel 7.2 Contoh Rekap Jawaban Kuisioner Setelah Diubah


Menjadi Skala Likert
Pernyataa Pernyataa Pernyataa Pernyataa Pernyataa Rata-
n1 n2 n3 n4 n5 Rata
Andi 4 4 3 4 4 3,8
Anto 3 3 2 3 3 2,8
Amir 2 1 2 1 2 1,6
Asto 4 3 4 3 4 3,6
Aska
2 4 3 2 2 2,6
n

Skala Likert memberikan kita kemudahan dalam merangkum


persepsi masyarakat melalui indeks yang mudah dipahami. Pada

Dr. Hendi Pratama, S.Pd., M.A. 103


kasus di atas, semakin besar angkanya menandakan bahwa
responden yang bersangkutan lebih menyukai mengantri di
kehidupan sehari-hari. Semakin kecil angkanya, responden nampak
tidak terlalu suka mengantri. Dalam kasus ini, Andi dengan skor 3,8
dapat diduga lebih suka mengantri daripada Amir dengan Skor 1.6.
Hati-hati dengan pernyataan dengan arah terbalik
(inversed) (Brace, 2008). Mari kita ambil contoh pernyataan nomor
4 dan nomor 5.
4. Saya WLGDNPHPRWRQJ DQWULDQ di kasir Supermarket atau
Bioskop
5. Saya WLGDNPHQJHOXK saat mengantri.
Pernyataan 4 dan 5 menggunakan kata tidak untuk
memastikan bahwa jawaban a dan b selalu memiliki nilai yang besar
dan jawaban c dan d memiliki nilai yang kecil. Artinya jika kita
setuju dengan pernyataan di atas maka kita lebih menyukai
mengantri. Tapi jika pernyataan di atas menghilangkan kata tidak
maka kita harus membalik nilai. Pernyataan tersebut akan menjadi
seperti berikut.
4. Saya PHPRWRQJ DQWULDQ di kasir Supermarket atau
Bioskop
5. Saya PHQJHOXK saat mengantri.
Jika kita memformulasikan pernyataan 4 dan 5 seperti di atas,
maka kita harus menyesuaikan perhitungan kita agar skor kita
konsisten. Skor besar untuk persepsi positif terhadap mengantri.
Skor Kecil untuk persepsi negatif terhadap mengantri. Sangat Setuju
menjadi 1, Setuju menjadi 2, Tidak Setuju menjadi 3 dan Sangat
Tidak Setuju menjadi 4.
Skala Likert tidak harus menggunakan kata setuju atau tidak
setuju sebagai kategorinya. Boleh menggunakan berbagai nilai
kualitatif lain atau nilai kuantitatif lain yang dapat mewakili gradasi
atau derajat kebenaran pernyataan. Berikut adalah contoh Skala

104 Statistika Pada Bidang Pendidikan Bahasa


Likert yang saya kembangkan untuk mengukur paparan bahasa
informal.

Tabel 7.3 Contoh Skala Likert yang Menggunakan Kategori


selain Setuju/Tidak Setuju
Indeks Indeks Indeks Indeks Indeks
Pertanyaan
1 2 3 4 5
7
Berapa lama anda 1 4 lebih
0 sampai
1 kursus bahasa sampai sampai dari 12
bulan 12
Inggris? 3 bulan 6 bulan bulan
bulan
Berapa jumlah
native speaker
yang pernah anda
5 orang
ajak bercakap- 1
2 2 orang 3 orang 4 orang atau
cakap dengan orang
lebih
bahasa Inggris
dengan metode
tatap muka?
Berapa jumlah lagu
bahasa Inggris 4 lagu
3 yang anda hapal 0 lagu 1 lagu 2 lagu 3 lagu atau
liriknya secara lebih
keseluruhan?
Berapa jumlah
buku dalam bahasa 4 buku
4 Inggris yang 0 buku 1 buku 2 buku 3 buku atau
pernah anda baca lebih
sampai selesai?
Apakah anda
sering posting pada Tidak sangat sangat
5 media sosial jarang sering
pernah jarang sering
(facebook,
instagram, twitter,

Dr. Hendi Pratama, S.Pd., M.A. 105


Path, dll) dalam
bahasa Inggris?

Apakah anda
sering terlibat
pecakapan
Tidak sangat sangat
6 menggunakan jarang sering
pernah jarang sering
bahasa Inggris
dengan teman
anda?
Berapa kali anda
pernah menjadi 4 kali
7 peserta lomba 0 kali 1 kali 2 kali 3 kali atau
menggunakan lebih
bahasa Inggris?
Apakah ada
anggota keluarga
Ada Ada
anda yang dapat Tidak
8 tapi dan
berkomunikasi ada
pasif Aktif
dengan bahasa
Inggris?
Berapa jumlah film
bahasa Inggris
4 film
yang anda tonton
9 0 film 1 film 2 film 3 film atau
dalam satu bulan
lebih
menurut perkiraan
anda?
Berapa kali anda 4 kali
10 pernah berkunjung 0 kali 1 kali 2 kali 3 kali atau
ke luar negeri? lebih

106 Statistika Pada Bidang Pendidikan Bahasa


BAB 8
ANALISIS STATISTIK
KOSAKATA MENGGUNAKAN
LEXTUTOR
Pada bab ini akan kita bahas sedikit mengenai analisis
statistika untuk melakukan penelitian Vocabulary. Kali ini,
perangkat yang kita gunakan bukan SPSS tapi perangkat lunak yang
ada di website https://lextutor.ca/. Ada beberapa menu yang
bermanfaat jika kita ingin meneliti mengenai vocabulary. Pada menu
yang tersedia di website lextutor pilihlah menu Vocabprofile. Menu
tersebut ada di kolom kedua bagian bawah.

Gambar 8.1 Menu yang Tersedia pada Web Lextutor

Setelah menu tersebut dipilih, selanjutnya pilih VP-Classic


dan akan muncul layar berikut ini.

Dr. Hendi Pratama, S.Pd., M.A. 107


Gambar 8.2 Vocabulary Profiler pada Web Lextutor

Inti dari Vocabprofiler adalah untuk mengetahui seberapa


canggih kata-kata yang digunakan oleh siswa kita dalam suatu teks.
Misalnya kita memberikan tugas pada siswa kita dan kita ingin tahu
seberapa kompleks vocabulary yang digunakan maka metode ini
cocok untuk menganalisis data tersebut. Pada gambar di atas saya
masukkan teks dari tugas writing yang dikerjakan oleh salah satu
mahasiswa saya. Setelah di copy paste dari Ms Word ke layar
tersebut kemudian klik submit windows. Akan muncul tabel
berikut.

Gambar 8.3 Contoh Output dari Vocabulary Profiler

108 Statistika Pada Bidang Pendidikan Bahasa


Banyak data yang bisa kita dapatkan dari ouput ini. Berikut
adalah beberapa temuan penting dari teks yang ditulis oleh
mahasiswa tersebut. Persentase K1 Words adalah 84.48% dan K2
Words adalah 6.55%. Artinya mahasiswa tersebut lebih banyak
menggunakan kata-kata sederhana daripada kata-kata yang agak
rumit. Jumlah AWL words yang tercantum adalah 5.52%. Artinya
kata-kata ilmiah yang dipakai oleh mahasiswa tersebut hanya 5
persen dari keseluruhan kata yang dia gunakan. AWL adalah
Academic Words List. Total kata yang digunakan adalah 290, dan
jumlah kata yang berbeda adalah 139. Kita dapat membandingkan
angka-angka di atas dengan siswa kita yang lain. Hanya berbekal
beberapa tulisan hasil kerja dari siswa kita, sesungguhnya kita dapat
melakukan penelitian yang mendalam menggunakan fasilitas gratis
yang tersedia online ini.

Selamat mencoba menu-menu lainnya yang tersedia pada


website https://lextutor.ca/.

Dr. Hendi Pratama, S.Pd., M.A. 109


DAFTAR PUSTAKA

Brace, I. (2008). Questionnaire design: how to plan, structure and


write survey material for effective market research. Kogan
Page.

Edmonds, W. A., & Kennedy, T. D. (2017). An applied guide to


research designs: Quantitative, qualitative, and mixed
methods. Sage Publications.

Fink, A. (2002). How to ask survey questions (Vol. 1). Sage


.
Griffith, A. (2007). SPSS for Dummies. John Wiley & Sons.

Leech, N., Barrett, K., & Morgan, G. A. (2005). SPSS for


intermediate statistics: Use and interpretation. Routledge.

Nangolo, C., & Musingwini, C. (2011). Empirical correlation of


mineral commodity prices with exchange-traded mining
stock prices. Journal of the Southern African Institute of
Mining and Metallurgy, 111(7), 459-468.

Stephens-Davidowitz, S. (2017). Everybody lies: Big data, new


data, and what the internet can tell us about who we really
are. New York: HarperCollins.

Weisberg, S. (2005). Applied linear regression (Vol. 528). John


Wiley & Sons.

110 Statistika Pada Bidang Pendidikan Bahasa


LAMPIRAN 1
NILAI BAHASA DAN MATEMATIKA
DI WABASH COLLEGE

Kemampuan Bahasa dan Matematika


Wabash College
Total 527 Mhs

Kode Mhs Bahasa Matematika


1334 510 690
1335 470 630
1336 470 560
1337 440 710
1338 660 730
1339 600 650
1340 450 510
1341 500 420
1342 580 610
1343 400 500
1344 490 650
1345 490 570
1346 340 460
1347 320 380
1348 560 550
1349 400 470
1350 450 610
1351 510 710

Dr. Hendi Pratama, S.Pd., M.A. 111


Kode Mhs Bahasa Matematika
1352 730 680
1353 510 560
1354 570 690
1355 690 770
1356 510 620
1357 480 560
1358 590 660
1359 500 650
1360 660 660
1361 360 460
1362 470 640
1363 540 560
1364 560 640
1365 440 480
1366 620 610
1367 560 700
1368 590 740
1369 450 500
1370 400 540
1371 470 550
1372 400 560
1373 500 650
1374 490 530
1375 560 650

112 Statistika Pada Bidang Pendidikan Bahasa


Kode Mhs Bahasa Matematika
1376 540 610
1377 650 520
1378 520 680
1379 450 500
1380 590 640
1381 650 760
1382 500 600
1383 370 610
1384 520 670
1385 480 640
1386 640 720
1387 560 460
1388 450 460
1389 540 640
1390 400 550
1391 480 560
1392 700 710
1393 490 540
1394 420 440
1395 580 730
1396 500 530
1397 610 700
1398 420 580
1399 460 620

Dr. Hendi Pratama, S.Pd., M.A. 113


Kode Mhs Bahasa Matematika
1400 500 570
1401 470 620
1402 580 740
1403 380 560
1404 690 540
1405 440 420
1406 600 650
1407 660 640
1408 490 600
1409 560 590
1410 460 750
1411 620 690
1412 590 640
1413 550 560
1414 490 640
1415 520 650
1416 450 490
1417 620 730
1418 620 690
1419 490 610
1420 400 500
1421 590 640
1422 420 460
1423 540 500

114 Statistika Pada Bidang Pendidikan Bahasa


Kode Mhs Bahasa Matematika
1424 300 610
1425 600 710
1426 360 490
1427 440 460
1428 370 370
1429 440 680
1430 480 490
1431 490 460
1432 400 550
1433 540 640
1434 440 570
1435 500 600
1436 500 740
1437 480 580
1438 470 690
1439 460 500
1440 580 570
1441 510 560
1442 540 630
1443 540 500
1444 440 540
1445 540 560
1446 500 710
1447 480 660

Dr. Hendi Pratama, S.Pd., M.A. 115


Kode Mhs Bahasa Matematika
1448 530 550
1449 500 620
1450 360 740
1451 560 570
1452 490 560
1453 510 730
1454 430 510
1455 650 680
1456 680 720
1457 480 570
1458 480 620
1459 510 530
1460 390 450
1461 360 520
1462 660 780
1463 650 700
1464 580 610
1465 660 750
1466 630 600
1467 490 630
1468 440 560
1469 430 600
1470 480 610
1471 580 720

116 Statistika Pada Bidang Pendidikan Bahasa


Kode Mhs Bahasa Matematika
1472 530 700
1473 630 650
1474 520 570
1475 470 500
1476 570 690
1477 410 570
1478 400 530
1479 480 560
1480 430 500
1481 440 590
1482 600 690
1483 390 470
1484 570 450
1485 460 520
1486 500 580
1487 420 560
1488 640 660
1489 440 620
1490 520 720
1491 460 480
1492 510 560
1493 490 550
1494 350 510
1495 630 650

Dr. Hendi Pratama, S.Pd., M.A. 117


Kode Mhs Bahasa Matematika
1496 400 560
1497 470 500
1498 630 760
1499 440 610
1500 540 650
1501 570 600
1502 510 580
1503 590 630
1504 520 440
1505 400 640
1506 410 510
1507 440 480
1508 580 580
1509 440 480
1510 580 680
1511 440 540
1512 530 680
1513 450 570
1514 440 510
1515 720 580
1516 510 590
1517 380 480
1518 540 630
1519 500 630

118 Statistika Pada Bidang Pendidikan Bahasa


Kode Mhs Bahasa Matematika
1520 490 610
1521 460 560
1522 670 600
1523 620 570
1524 480 570
1525 420 560
1526 480 580
1527 540 700
1528 500 560
1529 560 800
1530 420 660
1531 490 490
1532 420 560
1533 420 420
1534 580 740
1535 580 620
1536 470 610
1537 540 500
1538 450 500
1539 430 470
1540 520 690
1541 590 700
1542 540 600
1543 540 450

Dr. Hendi Pratama, S.Pd., M.A. 119


Kode Mhs Bahasa Matematika
1544 530 690
1545 580 710
1546 570 670
1547 600 650
1548 700 730
1549 440 670
1550 490 470
1551 530 480
1552 500 600
1553 470 560
1554 380 420
1555 360 500
1556 480 500
1557 600 680
1558 430 510
1559 500 560
1560 540 560
1561 470 560
1562 470 470
1563 400 630
1564 620 580
1565 470 480
1566 390 520
1567 530 530

120 Statistika Pada Bidang Pendidikan Bahasa


Kode Mhs Bahasa Matematika
1568 460 670
1569 600 700
1570 450 350
1571 560 580
1572 500 420
1573 660 730
1574 440 650
1575 520 580
1576 450 660
1577 490 610
1578 490 540
1579 510 480
1580 620 690
1581 460 570
1582 490 430
1583 660 590
1584 550 780
1585 410 590
1586 470 460
1587 680 760
1588 560 570
1589 360 440
1590 620 520
1591 500 560

Dr. Hendi Pratama, S.Pd., M.A. 121


Kode Mhs Bahasa Matematika
1592 440 660
1593 580 580
1594 360 550
1595 480 480
1596 650 500
1597 590 730
1598 430 600
1599 400 520
1600 400 570
1601 550 690
1602 540 620
1603 600 670
1604 560 660
1605 350 600
1606 440 600
1607 430 380
1608 450 580
1609 540 530
1610 600 590
1611 450 550
1612 670 700
1613 400 430
1614 540 650
1615 520 520

122 Statistika Pada Bidang Pendidikan Bahasa


Kode Mhs Bahasa Matematika
1616 520 480
1617 560 600
1618 440 530
1619 470 620
1620 450 580
1621 560 620
1622 660 730
1623 580 730
1624 500 560
1625 550 620
1626 560 560
1627 780 800
1628 670 670
1629 510 600
1630 470 530
1631 420 550
1632 520 660
1633 480 650
1634 670 670
1635 530 540
1636 690 670
1637 540 740
1638 580 590
1639 470 610

Dr. Hendi Pratama, S.Pd., M.A. 123


Kode Mhs Bahasa Matematika
1640 600 650
1641 580 660
1642 560 620
1643 620 740
1644 380 560
1645 430 390
1646 320 450
1647 480 500
1648 480 660
1649 460 570
1650 570 660
1651 580 590
1652 550 600
1653 610 740
1654 450 600
1655 520 590
1656 550 690
1657 660 690
1658 570 570
1659 630 690
1660 450 540
1661 480 650
1662 400 600
1663 480 560

124 Statistika Pada Bidang Pendidikan Bahasa


Kode Mhs Bahasa Matematika
1664 500 560
1665 420 560
1666 580 710
1667 720 700
1668 400 490
1669 420 540
1670 610 730
1671 470 550
1672 390 530
1673 340 650
1674 400 530
1675 500 570
1676 340 580
1677 430 550
1678 380 530
1679 570 680
1680 600 500
1681 420 540
1682 550 720
1683 600 700
1684 420 460
1685 560 670
1686 500 600
1687 720 760

Dr. Hendi Pratama, S.Pd., M.A. 125


Kode Mhs Bahasa Matematika
1688 490 530
1689 600 580
1690 430 430
1691 540 730
1692 400 690
1693 500 650
1694 370 580
1695 560 650
1696 600 620
1697 640 550
1698 640 640
1699 530 640
1700 530 610
1701 500 720
1702 500 620
1703 680 680
1704 560 640
1705 560 500
1706 500 570
1707 470 520
1708 600 760
1709 740 780
1710 360 660
1711 660 800

126 Statistika Pada Bidang Pendidikan Bahasa


Kode Mhs Bahasa Matematika
1712 560 690
1713 580 650
1714 510 660
1715 600 670
1716 360 480
1717 510 560
1718 720 730
1719 460 530
1720 500 600
1721 460 620
1722 470 560
1723 400 460
1724 440 460
1725 600 670
1726 510 740
1727 500 650
1728 610 570
1729 680 740
1730 740 530
1731 550 580
1732 450 430
1733 400 540
1734 620 650
1735 540 600

Dr. Hendi Pratama, S.Pd., M.A. 127


Kode Mhs Bahasa Matematika
1736 570 600
1737 450 650
1738 430 480
1739 460 650
1740 500 480
1741 540 650
1742 540 350
1743 540 640
1744 580 710
1745 570 680
1746 370 490
1747 520 560
1748 590 680
1749 540 670
1750 640 630
1751 490 650
1752 580 560
1753 460 500
1754 600 660
1755 380 590
1756 660 540
1757 670 680
1758 580 650
1759 560 560

128 Statistika Pada Bidang Pendidikan Bahasa


Kode Mhs Bahasa Matematika
1760 580 730
1761 440 600
1762 450 530
1763 430 380
1764 580 560
1765 660 600
1766 490 500
1767 480 470
1768 470 500
1769 580 570
1770 490 480
1771 380 520
1772 640 730
1773 510 520
1774 430 480
1775 590 620
1776 490 660
1777 430 550
1778 450 590
1779 660 720
1780 480 660
1781 650 540
1782 540 690
1783 600 690

Dr. Hendi Pratama, S.Pd., M.A. 129


Kode Mhs Bahasa Matematika
1784 460 570
1785 570 690
1786 530 660
1787 380 560
1788 420 560
1789 520 610
1790 500 610
1791 470 680
1792 700 660
1793 540 600
1794 500 610
1795 510 640
1796 630 750
1797 440 600
1798 490 610
1799 510 510
1800 590 620
1801 620 700
1802 500 560
1803 730 610
1804 560 580
1805 580 570
1806 420 500
1807 340 500

130 Statistika Pada Bidang Pendidikan Bahasa


Kode Mhs Bahasa Matematika
1808 350 590
1809 370 460
1810 620 700
1811 460 530
1812 720 630
1813 400 580
1814 440 560
1815 530 760
1816 510 540
1817 380 560
1818 440 540
1819 590 630
1820 480 670
1821 400 620
1822 400 500
1823 470 570
1824 510 640
1825 440 510
1826 440 560
1827 400 470
1828 590 680
1829 520 680
1830 480 540
1831 330 560

Dr. Hendi Pratama, S.Pd., M.A. 131


Kode Mhs Bahasa Matematika
1832 540 530
1833 480 430
1834 640 650
1835 510 660
1836 650 630
1837 550 590
1838 350 700
1839 400 470
1840 350 530
1841 390 590
1842 520 600
1843 500 570
1844 410 680
1845 410 440
1846 490 610
1847 430 580
1848 450 620
1849 430 490
1850 590 670
1851 430 530
1852 560 640
1853 550 450
1854 400 550
1855 660 730

132 Statistika Pada Bidang Pendidikan Bahasa


Kode Mhs Bahasa Matematika
1856 520 560
1857 530 610
1858 680 710
1859 350 480
1860 560 670

Dr. Hendi Pratama, S.Pd., M.A. 133


134 Statistika Pada Bidang Pendidikan Bahasa
View publication stats

Anda mungkin juga menyukai