NPM: 2305104010031
MK: PPKN
Kelas : 27
PANCASILA SEBAGAI DASAR NEGARA DAN
IDEOLOGI NASIONAL
Bagi masyarakat Indonesia, Pancasila bukanlah sesuatu yang acing. Pancasila terdiri atas 5 (lima)
sila, tertuang dalam Pembukaan UUD 1945 Alinea IV dan diperuntukkan sebagai dasar negara Republik
Indonesia. Meskipun di dalam Pembukaan UUD 1945 tersebut tidak secara eksplisit disebutkan kata
Pancasila, namun sudah dikenal lu gs bahwa 5 (lima) sila yang dimaksud adalah Pancasila untuk
dimaksudkan sebagai dasar negara. Namun, sebagai sebuah ideologi dan dasar filsafat negara,
Pancasila layak untuk dikaji kembali relevansinya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Kesepakatan bangsa telah menetapkan bahwa Pancasila yang terdiri atas lima sila itu merupakan dasar
Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diproklamasikan tanggal 17 Agustus 1945.
Oleh karena itu, kaj ian Pancasila pada awal bab ini berpij A dari kedudukan Pancasila sebagai dasar
dan ideologi negara Republik Indonesia. Akan tetapi, mengkaji Pancasila secara mendalam perlu
diawali dengan pendekatan filsafat. Dengan demikian uraian pada bab ini meliputi hal-hal sebagai
berikut.
1. Pancasila dalam Pendekatan Filsafat.
2. Makna Pancasila sebagai Dasar Negara.
3. Implementasi Pancasila sebagai Dasar Negara.
4. Makna Pancasila sebagai Ideologi Nasional.
5. Implementasi Pancasila sebagai Ideologi Nasional.
6. Pengamalan Pancasila dalam Kehidupan Bernegara
Kelima sila dari Pancasila pada hakikatnya adalah suatu nilai. Nilai-nilai yang merupakan perasan
dari sila-sila Pancasila tersebut adalah
Nilai Ketuhanan;
Nilai Kemanusiaan;
Nilai Persatuan;
Nilai Kerakyatan;
Nilai Keadilan.
Nilai bersifat abstrak, seperti sebuah ide, dalam arti tidak dapat ditangkap melalui indra, yang
dapat ditangkap adalah objek yang memiliki nilai. Misal, gandum akan bernilai kemakmuran bila
dibagikan dan diterima secara adil. Kemakmuran adalah abstrak, tetapi gandum adalah riil. Sebuah
pantai akan bernilai keindahan apabila dilukis atau difoto. Keindahan adalah abstrak sedangkan
pantai bersifat riil. Contohnya lagi keadilan, kecantikan, kedermawanan, kesederhanaan
adalah hal-hal yang abstrak. Meskipun abstrak, nilai merupakan suatu realitas, sesuatu yang ada dan
dibutuhkan manusia.
Dalam kehidupan, nilai itu banyak sekali clan beragam. Nilai yang banyak tersebut dapat
diklasifikasikan atau digolong-golongkan. Nilai juga memiliki tingkatan.
Menurut Prof. Notonegoro, nilai ada 3 (tiga) macam, yaitu sebagai berikut.
Nilai materiil, sesuatu yang berguna bagi jasmani manusia.
Nilai vital, sesuatu yang berguna bagi manusia untuk dapat melaksanakan kegiatan.
Nilai kerohanian yang dibedakan menjadi 4 (empat) macam:
o nilai kebenaran bersumber pada akal pikir manusia (rasio, budi, cipta);
o nilai estetika (keindahan) bersumber pada rasa manusia;
o nilai kebaikan atau nilai moral bersumber pada kehendak keras, karsa hati, nurani
manusia; nilai religius (ketuhanan) bersifat mutlak bersumber pada keyakinan manusia.
Selain memiliki klasifikasi, nilai mempunyai tingkatan-tingkatan. Nilai-nilai itu dalam kenyataannya
ada yang lebih tinggi clan ada yang lebih rendah dibandingkan dengan nilai-nilai lain. Max Scheller
mengatakan nilai-nilai itu tidaksama luhurnya dan tidak sama tingginya. Menurut tinggi rendahnya,
nilai dapat clikelompokkan dalam tingkatan sebagai berikut.
A. Nilai-nilai kenikmatan
Dalam tingkat ini terdapat deretan nilai yang mengenakkan ataupun tidak mengenakkan, yang
menyebabkan orang senang atau tidak senang.
B. Nilai-nilai kehidupan
Dalam tingkat ini terdapat nilai-nilai yang penting dalam kehidupan, seperti kesejahteraan, keadilan,
kesegaran.
C. Nilai-nilai kejiwaan
Dalam tingkatan ini terdapat nilai kejiwaan yang sama sekali tidak bergantung pada keadaan jasmani
atau lingkungan. Contohnya, keindahan, kebenaran, kebaikan dan pengetahuan murni.
D. Nilai-nilai kerohanian
Dalam tingkatan ini terdapat modalitas nilai yang suci dan tidak suci. Nilai semacam ini terutama
terdiri dari nilai-nilai pribadi.
Dalam filsafat Pancasila juga disebutkan bahwa ada 3 (tiga) tingkatan nilai, yaitu nilai dasar, nilai
instrumental, dan nilai praktis.
1. Nilai dasar
Nilai yang mendasari nilai instrumental. Nilai dasar yaitu asas-asas yang kita terima sebagai
dalil yang bersifat sedikit banyak mutlak. Kita menerima nilai dasar itu sebagai sesuatu yang
benar atau tidak perlu dipertanyakan lagi.
2. Nilai instrumental
Nilai sebagai pelaksanaan umum dari nilai dasar. Umumnya berbentuk norma sosial dan norma
hukum yang selanjutnya akan terkristalisasi dalam peraturan dan mekanisme lembaga-
lembaga negara.
3. Nilai praksis
Nilai yang sesungguhnya kita laksanakan dalam kenyataan. Nilai praksis sesungguhnya menjadi
batu ujian, apakah nilai dasar dan nilai instrumental itu benar-benar hidup dalam masyarakat
Indonesia.
Nilai-nilai dasar dari Pancasila tersebut adalah nilai Ketuhanan Yang Maha Esa, nilai
kemanusiaan yang adil dan beradab, nilai persatuan, nilai kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan dan nilai keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia. Secara singkat dinyatakan bahwa nilai dasar dari Pancasila adalah nilai ketuhanan, nilai
kemanusiaan, nilai persatuan, nilai kerakyatan, dan nilai keadilan.
Nilai-nilai Pancasila tersebut termasuk nilai etik atau nilai moral. Nilai-nilai dalam Pancasila
termasukdalam tingkatan nilai dasar. Nilai ini mendasari nilai berikutnya, yaitu nilai instrumental.
Nilai dasar itu mendasari semua aktivitas kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Nilai dasar bersifat fundamental dan tetap. Nilai kemanusiaan yang adil dan beradab
mengandung arti kesadaran sikap dan perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai moral dalam hidup
bersama atas dasar tuntutan hati nurani dengan memperlakukan sesuatu hal sebagaimana
mestinya.
Manusia perlu diperlakukan sesuai dengan harkat dan martabatnya, sebagai makhluk Tuhan
yang sama derajatnya dan sama hak dan kewajiban asasinya.
Akhirnya yang tampak dalam kehidupan dan melingkupi kehidupan kita adalah norma. Norma
yang kita kenal dalam kehidupan sehari-hari ada 4 (empat), yaitu sebagai berikut.
a. Norma agama
Norma ini disebut juga dengan norma religi atau kepercayaan. Norma kepercayaan atau keagamaan
ditujukan kepada kehidupan beriman. Norma ini ditujukan terhadap kewajiban manusia kepada
Tuhan dan dirinya sendiri. Sumber norma ini adalah ajaran-ajaran kepercayaan atau agama yang oleh
pengikut-pengikutnya dianggap sebagai perintah Tuhan. Tuhanlah yang mengancam pelanggaran-
pelanggaran norma kepercayaan atau agama itu dengan sanksi.
b. Norma moral (etik)
Norma ini disebut juga dengan norma kesusilaan atau etika atau budi pekerti. Norma moral atau etik
adalah norma yang paling dasar. Norma moral menentukan bagaimana kita menilai seseorang.
Norma kesusilaan berhubungan dengan manusia sebagai individu karena menyangkut kehidupan
pribadi. Asal atau sumber norma kesusilaan adalah dari manusia sendiri yang bersifat otonom dan
tidak ditujukan kepada sikap lahir, tetapi ditujukan kepada sikap batin manusia. Sanksi atas
pelanggaran norma moral berasal dari diri sendiri.
c. Norma kesopanan
Norma kesopanan disebut juga norma adat, sopan santun, tata krama atau normafatsoen. Norma
sopan santun didasarkan atas kebiasaan, kepatuhan atau kepantasan yang berlaku dalam
masyarakat. Daerah berlakunya normakesopanan itu sempit, terbatas secara lokal atau pribadi.
Sopan santun di suatu daerah tidak sama dengan daerah lain. Berbeda lapisan masyarakat, berbeda
pula sopan santunnya. Sanksi atas pelanggaran norma kesopanan berasal dari masyarakat setempat.
d. Norma hukum
Norma hukum berasal dari luar diri manusia. Norma hukum berasal dari kekuasaan luar diri manusia
yang memaksakan kepada kits. Masyarakat secara resmi (negara) diberi kuasa untuk memberi sanksi
atau menjatuhkan hukuman. Dalam hal ini pengadilanlah sebagai lembaga yang mewakili masyarakat
resmi untuk menjatuhkan hukuman.
Sebagai seperangkat nilai clasar, Pancasila harus dijabarkan ke dalam norma agar praksis dalam
kehidupan bemegara. Norma yang tepat sebagai penjabaran atas nilai dasar Pancasila tersebut adalah
norma etik dan norma hukum. Pancasila dijabarkan sebagai norma etik karena pada clasarnya nilai-mlai
clasar Pancasila adalah nilai-nilai moral.
Etika kehidupan berbangsa, bemegara, dan bermasyarakat ini bertujuan untuk: (1) memberikan
landasan etik moral bagi seluruh komponen bangsa dalam menjalankan kehidupan kebangsaan dalam
berbagai aspek; (2) menentukan pokok-pokok etika kehidupan berbangsa, bernegara, dan
bermasyarakat; (3) menjadi kerangka acuan dalam mengevaluasi pelaksanaan nilai-nilai etika dan
moral dalam kehidupan berbangsa, bernegara, clan bermasyarakat. Etika kehidupan berbangsa meliputi
sebagai berikut.
Pancasila sebagai dasar (filsafat) negara mengandung makna bahwa nilainilai yang terkandung
dalam Pancasila menjadi dasar atau pedornan bagi penyelenggaraan bernegara. Nilai-nilai Pancasila
pada dasarnya adalah nilainilai filsafati yang sifatnya menclasar. Nilai dasar Pancasila bersirat
abstrak, normatif clan nilai itu menjadi motivator kegiatan dalam penyelenggaraan
bernegara.Pancasila sebagai dasar negara berarti nilai-nilai Pancasila menjadi pedoman normatif bagi
penyelenggaraanbernegara. Konsekuensi dari rumusan demikian berarti seluruh pelaksanaan clan
penyelenggaraan pemerintahan negara Indonesia termasuk peraturan perundang-undangan
merupakan pencerminan dari nilai-mlai Pancasila.
Di era sekarang, mengembalikan atau menegaskan kembali kedudukan Pancasila sebagai dasar
(filsafat) negara Indonesia merupakan suatu tuntutan penting oleh karena telah banyak terjadi
kesalahan penafsiran atas Pancasila di masa lalu. Pengalaman sebelumnya menunjukkan adanya tafsir
tunggal dan monolitik atas Pancasila.
Oknum negara telah menjadikan Pancasila bukan sebagai sistemnorma dan koridor bagaimana
sebuah bangsa dijalankan dan diarahkan, tetapi Pancasila telah direduksi sebagai alas kekuasaan
untuk mengendalikan semua elemen bangsa dengan dogmatisme ideologi (Listyono Santoro, 2003).
Pereduksian dan pemaknaan atas Pancasila dalam pengertian yang sempit dan politic ini berakibat
pada:
Pancasila dipahami sebagai sebuah mitos;
Pancasila dipahami secara politik ideologis untuk kepentingan kekuasaan;
Nilai-nilai Pancasila menjadi nilai yang disotopia tidak sekadar otopia.
Dr. Koentowijoyo dalam tulisannya mengenai Radikalisasi Pancasila (1998) menyatakan perlunya kita
memberi ruh barn pada Pancasila, sehingga is mampu menjadi kekuatan yang menggerakkan sejarah.
Radikalisasi Pancasila berarti (1) mengembalikan Pancasila sesuai dengan jati dirinya, yaitu
sebagai ideologi dan dasar negara. Pancasila sesuai dengan jati dirinya dalam memberi visi kenegaraan,
(2) mengganti persepsi dari Pancasila sebagai ideologi menjadi Pancasila sebagai ilmu, (3)
mengusahakan Pancasila mempunyai konsistensi dengan produk-produk perundangan, koherensi antarsila,
dan korespondensi dengan realitas social, dan (4) Pancasila yang semula melayani kepentingan vertikal
menjadi Pancasila yang melayani kepentingan horizontal.
Pancasila sebagai alai politik untuk mempertahankan status quo kekuasaannya. Kedua, liberalisasi
politik dengan penghapusan ketentuan oleh Presiders B.J. Habibie tentang Pancasila sebagai satu-
satunya asas setiap organisasi. Penghapusan ini memberikan peluang bagi adopsi asas ideologi lain,
khususnya yang berbasiskan agama (religious-based ideology). Pancasila jadinya cenderung tidak lagi
menjadi common platform dalam kehidupan politik.
Pancasila, meski menghadapi ketiga masalah tadi, tetap merupakan kekuatan pemersatu
(integratingforce) yang relatif masih utuh sebagai common platform bagi negara-bangsa Indonesia.
Pancasila telah terbukti sebagai common platform ideologis negara-bangsa Indonesia yang paling
feasible dan sebab itu lebih viable bagi kehidupan bangsa hari ini dan di masa datang.
Reposisi(repositioning) atas Pancasila adalah Pancasila diletakkan kembali posisinya sebagai
dasar negara. Pancasila sebagai dasar negara mengandung makna bahwa Pancasila harus kita letakkan
dalam keutuhannya dengan Pembukaan UUD 1945, dieksplorasikan pada dimensidimensi yang
melekat padanya, yaitu
a) dimensi realitasnya, dalam arti nilai yang terkandung di dalamnya dikonkretisasikan sebagai
cerminan objektif yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat;
b) dimensi idealitasnya, dalam arti idealisms yang terkandung di dalamnya bukanlah sekadar otopi
tanpa makna, melainkan diobjek-titkan sebagai sebuah "kata kerja" untuk menggairahkan
masyarakatdan terutama para penyelenggara negara menuju harus esok yang lebih baik;
dimensi fleksibilitasnya, dalam arti Pancasila bukan barang yang beku, dogmatic dan sudah selesai.
C . IMPLEMENTASI PANCASILA SEBAGAI DASAR NEGARA
Pancasila adalah dasar negara dari negara kesatuan Republik Indonesia. Menurut teori jenjang
norma (stufentheorie) yang dikemukakan oleh Hans Kelsen seorang ahli filsafat hukum, dasar negara
berkedudukan sebagai norma dasar (grundnorm) dari suatu negara atau disebut norma fundamental
negara (staatsfundamentalnorm). Grundnorm merupakan norma hukum tertinggi dalam negara.
Di bawah grundnorm terdapat norma-norma hukum yang tingkatannya lebih rendah dari grundnorm
tersebut. Norma-norma hukum yang bertingkat-tingkat tadi membentuk susunan hierarkis yang disebut
sebagai tertib hukum.
Teori Hans Kelsen ini dikembangkan oleh muridnya yang bernama Hans Nawiasky. Hans
Nawiasky menghubungkan teori jenjang norma hukum dalam kaitannya dengan negara. Menurut Hans
Nawiasky, norma hukum dalam suatu negara juga berjenjang dan bertingkat membentuk suatu tertib
hukum. Norma yang di bawah berdasar, bersumber dan berlaku pada norma yang lebih tinggi, norma
yang lebih tinggi berdasar, bersumber clan berlaku pada norma yang lebih tinggi lagi demikian
seterusnya sampai pada norma tertinggi dalam Negara yang disebutnya sebagai Norma Fundamental
Negara (Staatsfundamen talnorm).
Hans Nawiasky berpendapat bahwa kelompok norma hukum negara, terdiri atas 4 (empat)
kelompok besar, yaitu
a. Staatsfundamentalnorm atau norma fundamental negara,
b. Staatgrundgesetz atau aturan dasar/pokok negara,
c. Formellgesetz atau undang-undang,
d. Verordnung dan Autonome Satzung atau aturan pelaksana clan aturan otonom.
Cita hukum mengarahkan hukum kepada cita-cita dari masyarakat yang bersangkutan. Dengan
cita hukum maka hukum yang dibuat dan dibentuk dapat sesuai atau selaras dengan cita-cita atau
harapan masyarakat.
3. Unclang-Undang.
4. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu).
5. Peraturan Pemerintah.
6. Keputusan Presiden.
7. Peraturan Daerah.
Dalam Undang-Undang No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan perundang- undangan
dinyatakan bahwa Pancasila merupakan sumber dari segala sumber hukum negara.
Undang-Undang No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan juga
menyebutkan adanya jenis clan hierarki peraturan perundang-undangan sebagai berikut.
a. UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945.
b. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang.
c. Peraturan Pemerintah.
d. Peraturan Presiden.
e. Peraturan Daerah.
Berdasarkan hal-hal di atas, dapat dinyatakan bahwa Pancasila sebagai dasar negara
berkedudukan sebagai norma dasar bernegara yang menjadi sumber, dasar, lanclasan norma, serta
memberi fungsi konstitutif dan regulatif bagi penyusunan hukum-hukum negara.
a. Ideologi tertutup, merupakan suatu sistem pemikiran tertutup. Ideologi ini mempunyai ciri
sebagai berikut.
Atas nama ideologi dibenarkan pengorbanan-pengorbanan yang dibebankan kepada
masyarakat.
Isinya bukan hanya nilai-nilai dan cita-cita tertentu, melainkan terdiri dari tuntutan-
tuntutan konkret dan operasional yang keras, yang diajukan dengan mutlak.
b. Ideologi terbuka, merupakan suatu pemikiran yang terbuka. Ideologi terbuka mempunyai ciri-
ciri sebagai berikut.
Bahwa nilai-nilai dan cita-citanya tidak dapat dipaksakan dari luar melainkan digali dandiambil
dari moral, budaya masyarakat itu sendiri.
Dasamya bukan keyakinan ideologic sekelompok orang melainkan hasil musyawarah dari
konsensus masyarakat tersebut. Nilai-nilai itu sifatnya dasar, secara garis besar saj a sehingga
tidak langsung operasional.
Ada dua fungsi utama ideologi dalam masyarakat (Ramlan Surbakti, 1999). Pertama, sebagai
tujuan atau cita-cita yang hendak dicapai secara bersama oleh suatu masyarakat. Kedua, sebagai
pemersatu masyarakat dan karenanya sebagai prosedur penyelesaian konflik yang terjadi di
masyarakat.
2. Landasan dan Makna Pancasila sebagai Ideologi Bangsa
Adapun makna Pancasila sebagai ideologi nasional menurut ketetapan tersebut adalah bahwa
nilai-nilai yang terkandung dalam ideologi Pancasila menjadi cita-cita normatif penyelenggaraan
bernegara. Secara lugs dapat diartikan bahwa visi atau arch dari penyelenggaraan kehidupan berbangsa
clan bernegara Indonesia adalah terwujudnya kehidupan yang ber-Ketuhanan, yang ber-Kemanusiaan,
yang ber-Persatuan, yang ber-Kerakyatan dan yang berKeadilan.
Berdasarkan uraian di atas, Pancasila sebagai ideologi nasional Indonesia memiliki makna sebagai berikut:
1) nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila menjadi cita-cita normatif penyelenggaraan
bernegara;
2) nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila merupakan nilai yang disepakati bersama dan oleh karena
itu menjadi salah satu sarana pemersatu (integrasi) masyarakat Indonesia.
E . I M P L E M E N T A S I P A N C A S I L A S E B A G A I I D E O L O G I NASIONAL
Perwujudan Pancasila sebagai ideologi nasional yang berarti menjadi citacita penyelenggaraan
bernegara terwujud melalui ketetapan MPR No. VII/ MPR/2001 tentang Visi Indonesia Masa Depan.
Dalam ketetapan tersebut dinyatakan bahwa Visi Indonesia Masa Depan terdiri dari tiga visi, yaitu
1. Visi Ideal, yaitu cita-cita luhur sebagaimana termaktub dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yaitu pada Alenia kedua dan keempat;
2. Visi Antara, yaitu Visi Indonesia 2020 yang berlaku sampai dengan tahun 2020;
3. Visi Lima Tahunan, sebagaimana termaktub dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara.
Pada Visi Antara dikemukakan bahwa Visi Indonesia 2020 adalah terwujudnya masyarakat Indonesia
yang religius, manusiawi, bersatu, demokratis, adil, sejahtera, maju, mandiri, serta balk dan bersih
dalam penyelenggaraan negara. Untuk mengukur tingkat keberhasilan perwujudan Visi Indonesia 2020
dipergunakan indikator-indikator utama sebagai berikut.
1. Religius.
2. Manusiawi.
3. Bersatu.
4. Demokratis.
5. Adil.
6. Sejahtera. 7 Maju.
8. Mandiri.
9. Balk dan Bersih dalam Penyelenggaraan Negara.
Sebagai suatu cita-cita, nilai-nilai Pancasila diambil dimensi idealismenya. Sebagai nilai-nilai ideal,
penyelenggara negara hendaknya berupaya bagaimana menj adikan kehidupan bernegara Indonesia ini
semakin dekat dengan nilai-nilai ideal tersebut.
2. Perwujudan Pancasila sebagai Kesepakatan atau Mai Integratif Bangsa
Pancasila sebagai nilai integratif, sebagai sarana pemersatu dan prosedur penyelesaian konflik
perlu pula dijabarkan dalam praktik kehidupan bemegara. Pancasila sebagai sarana pemersatu dalam
masyarakat dan prosedur penyelesaian konflik itulah yang terkandung dalam nilai integratif
Pancasila. Pancasila sudah diterima oleh masyarakat Indonesia sebagai sarana pemersatu, artinya sebagai
suatu kesepakatan bersama bahwa nilai-nilai yang terkandung di dalamnya disetujui sebagai milik
bersama.
Pancasila adalah kata kesepakatan dalam masyarakat bangsa. Kata kesepakatan ini
mengandung makna pula sebagai konsensus bahwa dalam hal konflik maka lembaga politik yang
diwujudkan bersamaakan memainkan peran sebagai penengah. Jadi, apakah Pancasila dapat
digunakan secara langsung mempersatukan masyarakat dan mencegah konflik? Tidak, tetapi prosedur
penyelesaian konflik yang dibuat bersama, baik meliputi lembaga maupun aturan itulah yang
diharapkan mampu menyelesaikan konflik yang tedadi di masyarakat. Fungsi Pancasila di sini adalah
bahwa dalam hal pembuatan prosedur penyelesaian konflik, nilai-nilai Pancasila menjadi acuan
normatif bersama.
Nilai-nilai Pancasila hendaknya mewarnai setiap prosedur penyelesaian konflik yang ada di
masyarakat. Secara, normatif dapat dinyatakan sebagai berikut; bahwa penyelesaian suatu konflik
hendaknya dilandasi oleh nilai-nilai religius, menghargai derajat kemanusiaan, mengedepankan
persatuan, mendasarkan pads prosedur demokratis dan berujung pada, terciptanya keadilan.
F . PENGAMALAN PANCASILA
Tibalah saatnya akhir uraian mengenai Pancasila ini pads kata "pengamalan Pancasila". Sering
sekali kitsdengar terutama sejak mass Orde Baru perlunya Pancasila diamalkan dalam kehidupan
bermasyarakat,berbangsa, dan bernegara. Namun, selalu saj a terkesan slogan belaka dan tidak membumi.