Anda di halaman 1dari 16

Nama: Alfin Reziyansah

NPM: 2305104010031
MK: PPKN
Kelas : 27
PANCASILA SEBAGAI DASAR NEGARA DAN
IDEOLOGI NASIONAL
Bagi masyarakat Indonesia, Pancasila bukanlah sesuatu yang acing. Pancasila terdiri atas 5 (lima)
sila, tertuang dalam Pembukaan UUD 1945 Alinea IV dan diperuntukkan sebagai dasar negara Republik
Indonesia. Meskipun di dalam Pembukaan UUD 1945 tersebut tidak secara eksplisit disebutkan kata
Pancasila, namun sudah dikenal lu gs bahwa 5 (lima) sila yang dimaksud adalah Pancasila untuk
dimaksudkan sebagai dasar negara. Namun, sebagai sebuah ideologi dan dasar filsafat negara,
Pancasila layak untuk dikaji kembali relevansinya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Kesepakatan bangsa telah menetapkan bahwa Pancasila yang terdiri atas lima sila itu merupakan dasar
Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diproklamasikan tanggal 17 Agustus 1945.
Oleh karena itu, kaj ian Pancasila pada awal bab ini berpij A dari kedudukan Pancasila sebagai dasar
dan ideologi negara Republik Indonesia. Akan tetapi, mengkaji Pancasila secara mendalam perlu
diawali dengan pendekatan filsafat. Dengan demikian uraian pada bab ini meliputi hal-hal sebagai
berikut.
1. Pancasila dalam Pendekatan Filsafat.
2. Makna Pancasila sebagai Dasar Negara.
3. Implementasi Pancasila sebagai Dasar Negara.
4. Makna Pancasila sebagai Ideologi Nasional.
5. Implementasi Pancasila sebagai Ideologi Nasional.
6. Pengamalan Pancasila dalam Kehidupan Bernegara

A. PANCASILA DALAM PENDEKATAN FILSAFAT


Untuk mengetahui secara mendalam tentang Pancasila, perlu pendekatan filosofis. Pancasila
dalam pendekatan filsafat adalah ilmu pengetahuan yang mendalam mengenai Pancasila. Filsafat
Pancasila dapat didefinisikan secara ringkas sebagai refleksi kritis dan rasional tentang
Pancasila. Filsafat Pancasila dapat didefinisikan secara ringkas sebagai refleksi kritis dan rasional
tentang Pancasila.dalam bangunan bangsa dan negara Indonesia (Syarbaini; 2003). Untuk
mendapatkan pengertian yang mendalam dan mendasar, kita harus mengetahui sila-sila yang
membentuk Pancasila itu. Dari masing- masing sila, kita cari intinya, hakikat dari inti dan selanjutnya
pokok-pokok yang terkandung di dalamnya.
1. NILAI-NILAI YANG TERKANDUNG PADA PANCASILA
Berdasarkan pemikiran filsafati, Pancasila sebagai filsafat pada hakikatnya merupakan suatu nilai
(Kaelan; 2000). Rumusan Pancasila sebagaimana, terdapat dalam Pembukaan UUD 1945 Alinea IV
adalah sebagai berikut.
Ketuhanan Yang Maha Esa
Kemanusiaan yang adil dan beradab
Persatuan Indonesia
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permuswaratan/ perwakilan Keadilan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia

Kelima sila dari Pancasila pada hakikatnya adalah suatu nilai. Nilai-nilai yang merupakan perasan
dari sila-sila Pancasila tersebut adalah

 Nilai Ketuhanan;
 Nilai Kemanusiaan;
 Nilai Persatuan;
 Nilai Kerakyatan;
 Nilai Keadilan.

Beberapa pengertian tentang nilai diberikan sebagai berikut.


Nilai adalah sesuatu yang berharga, baik, dan berguna bagi manusia. Nilai adalah suatu penetapan atau
suatu kualitas yang menyangkut jenis dan minat. Nilai adalah suatu penghargaan atau suatu kualitas
terhadap suatu hal yang dapat menjadi dasar penentu tingkah laku manusia, karena suatu itu:
1. Berguna (useful);
2. Keyakinan (beliej);
3. Memuaskan (satisfying);
4. Menarik (interesting);
5. Menguntungkan (profitable);
6. Menyenangkan (pleasant);
7. Ciri-ciri dari nilai adalah sebagai berikut.
8. Suatu realitas abstrak.
9. Bersifat normatif.
10. Sebagai motivator (daya dorong) manusia dalam bertindak

Nilai bersifat abstrak, seperti sebuah ide, dalam arti tidak dapat ditangkap melalui indra, yang
dapat ditangkap adalah objek yang memiliki nilai. Misal, gandum akan bernilai kemakmuran bila
dibagikan dan diterima secara adil. Kemakmuran adalah abstrak, tetapi gandum adalah riil. Sebuah
pantai akan bernilai keindahan apabila dilukis atau difoto. Keindahan adalah abstrak sedangkan
pantai bersifat riil. Contohnya lagi keadilan, kecantikan, kedermawanan, kesederhanaan
adalah hal-hal yang abstrak. Meskipun abstrak, nilai merupakan suatu realitas, sesuatu yang ada dan
dibutuhkan manusia.
Dalam kehidupan, nilai itu banyak sekali clan beragam. Nilai yang banyak tersebut dapat
diklasifikasikan atau digolong-golongkan. Nilai juga memiliki tingkatan.
Menurut Prof. Notonegoro, nilai ada 3 (tiga) macam, yaitu sebagai berikut.
 Nilai materiil, sesuatu yang berguna bagi jasmani manusia.
 Nilai vital, sesuatu yang berguna bagi manusia untuk dapat melaksanakan kegiatan.
 Nilai kerohanian yang dibedakan menjadi 4 (empat) macam:
o nilai kebenaran bersumber pada akal pikir manusia (rasio, budi, cipta);
o nilai estetika (keindahan) bersumber pada rasa manusia;
o nilai kebaikan atau nilai moral bersumber pada kehendak keras, karsa hati, nurani
manusia; nilai religius (ketuhanan) bersifat mutlak bersumber pada keyakinan manusia.

diklasifikasikan atau digolong-golongkan. Nilai juga memiliki tingkatan.


o Menurut Prof. Notonegoro, nilai ada 3 (tiga) macam, yaitu sebagai berikut.
o Nilai materiil, sesuatu yang berguna bagi jasmani manusia.
o Nilai vital, sesuatu yang berguna bagi manusia untuk dapat melaksanakan kegiatan.
o Nilai kerohanian yang dibedakan menjadi 4 (empat) macam:
o nilai kebenaran bersumber pada akal pikir manusia (rasio, budi, cipta);
o nilai estetika (keindahan) bersumber pada rasa manusia;
o nilai kebaikan atau nilai moral bersumber pada kehendak keras, karsa hati,
nuranimanusia; nilai religius (ketuhanan) bersifat mutlak bersumber pada keyakinan
manusia.
Dalam ilmu filsafat, nilai dibedakan menjadi 3 (tiga) jenis, yaitu
a) nilai logika yaitu nilai tentang benar-salah,
b) nilai etika yaitu nilai tentang baik-buruk, dan
c) nilai estetika yaitu nilai tentang indah-jelek.

Selain memiliki klasifikasi, nilai mempunyai tingkatan-tingkatan. Nilai-nilai itu dalam kenyataannya
ada yang lebih tinggi clan ada yang lebih rendah dibandingkan dengan nilai-nilai lain. Max Scheller
mengatakan nilai-nilai itu tidaksama luhurnya dan tidak sama tingginya. Menurut tinggi rendahnya,
nilai dapat clikelompokkan dalam tingkatan sebagai berikut.

A. Nilai-nilai kenikmatan
Dalam tingkat ini terdapat deretan nilai yang mengenakkan ataupun tidak mengenakkan, yang
menyebabkan orang senang atau tidak senang.
B. Nilai-nilai kehidupan
Dalam tingkat ini terdapat nilai-nilai yang penting dalam kehidupan, seperti kesejahteraan, keadilan,
kesegaran.
C. Nilai-nilai kejiwaan
Dalam tingkatan ini terdapat nilai kejiwaan yang sama sekali tidak bergantung pada keadaan jasmani
atau lingkungan. Contohnya, keindahan, kebenaran, kebaikan dan pengetahuan murni.
D. Nilai-nilai kerohanian
Dalam tingkatan ini terdapat modalitas nilai yang suci dan tidak suci. Nilai semacam ini terutama
terdiri dari nilai-nilai pribadi.
Dalam filsafat Pancasila juga disebutkan bahwa ada 3 (tiga) tingkatan nilai, yaitu nilai dasar, nilai
instrumental, dan nilai praktis.
1. Nilai dasar
Nilai yang mendasari nilai instrumental. Nilai dasar yaitu asas-asas yang kita terima sebagai
dalil yang bersifat sedikit banyak mutlak. Kita menerima nilai dasar itu sebagai sesuatu yang
benar atau tidak perlu dipertanyakan lagi.
2. Nilai instrumental
Nilai sebagai pelaksanaan umum dari nilai dasar. Umumnya berbentuk norma sosial dan norma
hukum yang selanjutnya akan terkristalisasi dalam peraturan dan mekanisme lembaga-
lembaga negara.
3. Nilai praksis
Nilai yang sesungguhnya kita laksanakan dalam kenyataan. Nilai praksis sesungguhnya menjadi
batu ujian, apakah nilai dasar dan nilai instrumental itu benar-benar hidup dalam masyarakat
Indonesia.

Nilai-nilai dasar dari Pancasila tersebut adalah nilai Ketuhanan Yang Maha Esa, nilai
kemanusiaan yang adil dan beradab, nilai persatuan, nilai kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan dan nilai keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia. Secara singkat dinyatakan bahwa nilai dasar dari Pancasila adalah nilai ketuhanan, nilai
kemanusiaan, nilai persatuan, nilai kerakyatan, dan nilai keadilan.
Nilai-nilai Pancasila tersebut termasuk nilai etik atau nilai moral. Nilai-nilai dalam Pancasila
termasukdalam tingkatan nilai dasar. Nilai ini mendasari nilai berikutnya, yaitu nilai instrumental.
Nilai dasar itu mendasari semua aktivitas kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Nilai dasar bersifat fundamental dan tetap. Nilai kemanusiaan yang adil dan beradab
mengandung arti kesadaran sikap dan perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai moral dalam hidup
bersama atas dasar tuntutan hati nurani dengan memperlakukan sesuatu hal sebagaimana
mestinya.
Manusia perlu diperlakukan sesuai dengan harkat dan martabatnya, sebagai makhluk Tuhan
yang sama derajatnya dan sama hak dan kewajiban asasinya.

2. Mewujudkan Mai Pancasila sebagai Norma Bernegara


Ada hubungan antara nilai dengan norma. Norma atau kaidah adalah aturan pedoman bagi manusia
dalam berperilaku sebagai perwujudan dari nilai. Nilai yang abstrak dan normatif dijabarkan dalam
wujud norma. Sebuah nilai mustahil dapat menjadi acuan berperilaku kalau tidak diwujudkan dalam
sebuah norma.
Setiap norma pasti mengandung nilai. Nilai sekaligus menjadi sumber bagi norma. Tanpa ada nilaitidak
mungkin terwujud norma. Sebaliknya, tanpa dibuatkan norma, nilai yang hendak dijalankan itu mustahil
terwujudkan. Sebagai contoh ada norma yang berbunyi "Dilarang membuang sampah sembarang" atau
"Buanglah sampah pada tempatnya". Norma di atas berusaha mewujudkan nilai kebersihan. Dengan
mengikuti norma tersebut diharapkan kebersihan sebagai nilai dapat terwujudkan dalam kehidupan.
Ada norma lain misalnya yang berbunyi "Dilarang merokok". Norma tersebut climaksudkan agar
terwujud nilai kesehatan.

Akhirnya yang tampak dalam kehidupan dan melingkupi kehidupan kita adalah norma. Norma
yang kita kenal dalam kehidupan sehari-hari ada 4 (empat), yaitu sebagai berikut.
a. Norma agama
Norma ini disebut juga dengan norma religi atau kepercayaan. Norma kepercayaan atau keagamaan
ditujukan kepada kehidupan beriman. Norma ini ditujukan terhadap kewajiban manusia kepada
Tuhan dan dirinya sendiri. Sumber norma ini adalah ajaran-ajaran kepercayaan atau agama yang oleh
pengikut-pengikutnya dianggap sebagai perintah Tuhan. Tuhanlah yang mengancam pelanggaran-
pelanggaran norma kepercayaan atau agama itu dengan sanksi.
b. Norma moral (etik)
Norma ini disebut juga dengan norma kesusilaan atau etika atau budi pekerti. Norma moral atau etik
adalah norma yang paling dasar. Norma moral menentukan bagaimana kita menilai seseorang.
Norma kesusilaan berhubungan dengan manusia sebagai individu karena menyangkut kehidupan
pribadi. Asal atau sumber norma kesusilaan adalah dari manusia sendiri yang bersifat otonom dan
tidak ditujukan kepada sikap lahir, tetapi ditujukan kepada sikap batin manusia. Sanksi atas
pelanggaran norma moral berasal dari diri sendiri.
c. Norma kesopanan
Norma kesopanan disebut juga norma adat, sopan santun, tata krama atau normafatsoen. Norma
sopan santun didasarkan atas kebiasaan, kepatuhan atau kepantasan yang berlaku dalam
masyarakat. Daerah berlakunya normakesopanan itu sempit, terbatas secara lokal atau pribadi.
Sopan santun di suatu daerah tidak sama dengan daerah lain. Berbeda lapisan masyarakat, berbeda
pula sopan santunnya. Sanksi atas pelanggaran norma kesopanan berasal dari masyarakat setempat.

d. Norma hukum

Norma hukum berasal dari luar diri manusia. Norma hukum berasal dari kekuasaan luar diri manusia
yang memaksakan kepada kits. Masyarakat secara resmi (negara) diberi kuasa untuk memberi sanksi
atau menjatuhkan hukuman. Dalam hal ini pengadilanlah sebagai lembaga yang mewakili masyarakat
resmi untuk menjatuhkan hukuman.
Sebagai seperangkat nilai clasar, Pancasila harus dijabarkan ke dalam norma agar praksis dalam
kehidupan bemegara. Norma yang tepat sebagai penjabaran atas nilai dasar Pancasila tersebut adalah
norma etik dan norma hukum. Pancasila dijabarkan sebagai norma etik karena pada clasarnya nilai-mlai
clasar Pancasila adalah nilai-nilai moral.
Etika kehidupan berbangsa, bemegara, dan bermasyarakat ini bertujuan untuk: (1) memberikan
landasan etik moral bagi seluruh komponen bangsa dalam menjalankan kehidupan kebangsaan dalam
berbagai aspek; (2) menentukan pokok-pokok etika kehidupan berbangsa, bernegara, dan
bermasyarakat; (3) menjadi kerangka acuan dalam mengevaluasi pelaksanaan nilai-nilai etika dan
moral dalam kehidupan berbangsa, bernegara, clan bermasyarakat. Etika kehidupan berbangsa meliputi
sebagai berikut.

a. Etika Social dan Budaya


Etika ini bertolak dari rasa kemanusiaan yang mendalam dengan menampilkan kembali sikap
jujur, saling peduli, saling memahami, saling menghargai, saling mencintai, dan tolong-menolong di
antara sesama manusia clan anak bangsa . Untuk itu juga perlu dihidupsuburkan kembali budaya
keteladanan yang harus dimulai dari dan diperlihatkan contohnya oleh para pemimpin pada setiap,
tingkat clan lapisan masyarakat.
Etika ini dimaksudkan untuk menumbuhkan dan mengembangkan kembali kehidupan berbangsa
yang berbudaya tinggi dengan menggugah, menghargai, dan mengembangkan budaya lokal dan nasional
serta menyiapkan budaya, yang dimaksud untuk mampu melakukan adaptasi dan tindakan proaksi sejalan
dengan tuntutan globalisasi. Untuk itu dibutuhkan ketahanan budaya, kemampuan adaptasi dan
kreativitas budaya dari masyarakat. Segala bentuk kemajemukan harus dipadukan sebagai sate
kesatuan yang utuh, harmonic, damai, sejahtera, dan maju.

b. Etika pemerintahan dan politik


Etika ini dimaksudkan untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih, efisien, dan efektif serta
menumbuhkan suasana politik yang demokratis yang bercirikan keterbukaan, rasa bertanggung jawab,
tanggap akan aspirasi rakyat, menghargai perbedaan, jujur dalam persaingan, kesediaan untuk
menerima, pendapat yang lebih benar walau datang dari orang per orang ataupun kelompok orang,
serta menjunjung tinggi hak asasi manusia.
Jika timbul masalah potensial yang bisa menimbulkan permusuhan clan pertentangan haruslah
diselesaikan secara musyawarah dengan penuh kearifan clan kebijaksanaan sesuai dengan nilai-nilai
luhur agama dan budaya, dengan tetap menjunjung tinggi perbedaan sebagai sesuatu yang manusiawi dan
alamiah. Etika politik diharapkan mampu menciptakan suasana harmonic antarkekuatan social politik
atau kelompok kepentingan untuk mencapai sebesar-besarnya kemajuan bangsa clan negara dengan
mendahulukan kepentingan bersama, melebihi kepentingan pribadi, golongan, dan primodial lainnya.
Etika ini diwujudkan dalam bentuk sikap yang jujur, bertata krama dalam perilaku politik yang
toleran, tidak berpura-pura, tidak arogan, jauh dari sikap munafik serta tidak melakukan kebohongan
publik, tidak manipulatif dan berbagai tindakan yang tidak terpuj i lainnya.
c. Etika ekonomi dan Bisnis
Etika ini dimaksudkan agar prinsip dan perilaku ekonomi, baik oleh pribadi, institusi maupun
pengambil keputusan dalam bidang ekonomi, dapat melahirkan kondisi dan realitas ekonomi yang
bercirikan: persaingan yang jujur, berkeadilan, mendorong berkembangnya etos kerja ekonomi, daya
tahan ekonomi dan kemampuan saing, dan terciptanya suasana kondusif untuk pemberdayaan
ekonomi rakyat melalui usaha-usaha bersama secara berkesinambungan.
Menghindarkan terjadinya praktik-praktik monopoli, oligopoli, kebij akan ekonomi yang
bernuansa KKN maupun rasial yang berdampak negatif terhadap efisiensi, persaingan sehat, clan
keadilan, serta menghindarkan perilaku menghalalkan segala cara dalam memperoleh keuntungan.
d. Etika Penegakan Hukum dan Berkeadilan
Etika ini dimaksudkan untuk menumbuhkan kesadaran bahwa tertib sosial, ketenangan clan
keteraturan hidup bersama hanya dapat diwujudkan dengan ketaatan terhadap hukum clan seluruh
peraturan yang ada. Keseluruhan aturan hukum yang menjamin tegaknya supremasi hukum sejalan
dengan dan menuju kepada pemenuhan rasa keadilan yang hidup dan berkembang di dalam
masyarakat.
e. Etika Keilmuan dan Disiplin Kehidupan
Etika keilmuan diwujudkan dengan menjunjung tinggi nilai-nilai ilmu pengetahuan dan teknologi
agar mampu berpikir rasional, kritis, logis dan obj ektif. Etika ini ditampilkan secara, pribadi maupun
kolektif dalam perilaku gemar membaca, belajar, meneliti, menulis, membahas dan kreatif dalam
menciptakan karya-karya barn, serta secara bersama-sama menciptakan iklim kondusif bagi
pengembangan ilmu pengetahuan clan teknologi.
Norma etik atau moral memiliki kelemahan, yaitu tidak memiliki sanksi yang kuat dan
memuaskan terutama untuk mengatur perilaku hidup bernegara. Orang yang melanggar norma etik,
sanksinya hanyalah sanksi yang berasal dari diri sendiri, seperti malu, menyesal, rasa bersalah, dan
sebagainya. Dalam hidup bemegara terlebih pada negara yang berdasar atas hukum, adanya hukum
merupakan kebutuhan mendasar bagi kehidupan bernegara. Hukum akan mengatur sekaligus memberi
sanksi yang kuat, mengikat, dan memaksa kepada siapa saja termasuk penyelenggara negara.
B. MAKNA PANCASILA SEBAGAI DASAR NEGARA
1. Landasan Yuridis dan Historic Pancasila sebagai Dasar Negara
Kedudukan pokok Pancasila bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebagai dasar
negara. Pernyataan demikian berdasarkan ketentuan Pembukaan UUD 1945 yang menyatakan sebagai
berikut: "...maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang
Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang
berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang
adil dan beradab, Persatuan Indonesia, dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan social bagi seluruh
rakyat Indonesia". Kata "berdasarkan" tersebut secara jelas menyatakan bahwa Pancasila yang terdiri
atas 5 (lima ) sila merupakan dasar dari Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Kedudukan Pancasila sebagai dasar negara ini merupakan kedudukan yuridis formal
oleh karena tertuang dalam ketentuan hukum negara, dalam hal ini UUD 1945 pada bagian
Pembukaan Alinea IV. Pasal 1 ketetapan MPR tersebut menyatakan bahwa Pancasila sebagaimana
dimaksud dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 adalah dasar negara dari Negara Kesatuan
Republik Indonesia yang harus dilaksanakan secara konsisten dalamkehidupan bernegara.
Secara historic dapat pula dinyatakan bahwa Pancasila yang dirumuskan para pendiri bangsa (the
founding fathers) itu dimaksudkan untuk menjadi dasarnya Indonesia merdeka. Adalah dr. Radjiman
Widiodiningrat selaku ketua BPUPKI yang menanyakan kepada para peserta sidang I BPUPKI tanggal
29 Mei 1945 dengan kalimat "Indonesia merdeka yang akan kita bentuk apa dasarnya?" Menanggapi
pernyataan ketua tersebut, beberapa anggota BPUPKI berpidato menyatakan hal-hal tentang apa dasar
dari Indonesia merdeka di kelak kemudian hari.
Pancasila sebagai dasar negara yang dimaksud adalah sebagai dasar filsafat atau dasar falsafah
negara (philosophische grondslag) dari negara Indonesia. Pancasila sebagai dasar filsafat oleh karena
Pancasila merupakan rumusan filsafati atau dapat dikatakan nilai-nilai Pancasila adalah nilai-nilai
filsafat. Oleh karena itu, hares dibeclakan dengan dasar hukum negara yang dalam teal ini adalah
UUD 1945. Pancasila adalah dasar (filsafat) negara, sedang UUD 1945 adalah dasar (hukum) negara
Indonesia.
2. Makna Pancasila sebagai Dasar Negara

Pancasila sebagai dasar (filsafat) negara mengandung makna bahwa nilainilai yang terkandung
dalam Pancasila menjadi dasar atau pedornan bagi penyelenggaraan bernegara. Nilai-nilai Pancasila
pada dasarnya adalah nilainilai filsafati yang sifatnya menclasar. Nilai dasar Pancasila bersirat
abstrak, normatif clan nilai itu menjadi motivator kegiatan dalam penyelenggaraan
bernegara.Pancasila sebagai dasar negara berarti nilai-nilai Pancasila menjadi pedoman normatif bagi
penyelenggaraanbernegara. Konsekuensi dari rumusan demikian berarti seluruh pelaksanaan clan
penyelenggaraan pemerintahan negara Indonesia termasuk peraturan perundang-undangan
merupakan pencerminan dari nilai-mlai Pancasila.
Di era sekarang, mengembalikan atau menegaskan kembali kedudukan Pancasila sebagai dasar
(filsafat) negara Indonesia merupakan suatu tuntutan penting oleh karena telah banyak terjadi
kesalahan penafsiran atas Pancasila di masa lalu. Pengalaman sebelumnya menunjukkan adanya tafsir
tunggal dan monolitik atas Pancasila.
Oknum negara telah menjadikan Pancasila bukan sebagai sistemnorma dan koridor bagaimana
sebuah bangsa dijalankan dan diarahkan, tetapi Pancasila telah direduksi sebagai alas kekuasaan
untuk mengendalikan semua elemen bangsa dengan dogmatisme ideologi (Listyono Santoro, 2003).
Pereduksian dan pemaknaan atas Pancasila dalam pengertian yang sempit dan politic ini berakibat
pada:
 Pancasila dipahami sebagai sebuah mitos;
 Pancasila dipahami secara politik ideologis untuk kepentingan kekuasaan;
 Nilai-nilai Pancasila menjadi nilai yang disotopia tidak sekadar otopia.

Dr. Koentowijoyo dalam tulisannya mengenai Radikalisasi Pancasila (1998) menyatakan perlunya kita
memberi ruh barn pada Pancasila, sehingga is mampu menjadi kekuatan yang menggerakkan sejarah.
Radikalisasi Pancasila berarti (1) mengembalikan Pancasila sesuai dengan jati dirinya, yaitu
sebagai ideologi dan dasar negara. Pancasila sesuai dengan jati dirinya dalam memberi visi kenegaraan,
(2) mengganti persepsi dari Pancasila sebagai ideologi menjadi Pancasila sebagai ilmu, (3)
mengusahakan Pancasila mempunyai konsistensi dengan produk-produk perundangan, koherensi antarsila,
dan korespondensi dengan realitas social, dan (4) Pancasila yang semula melayani kepentingan vertikal
menjadi Pancasila yang melayani kepentingan horizontal.
Pancasila sebagai alai politik untuk mempertahankan status quo kekuasaannya. Kedua, liberalisasi
politik dengan penghapusan ketentuan oleh Presiders B.J. Habibie tentang Pancasila sebagai satu-
satunya asas setiap organisasi. Penghapusan ini memberikan peluang bagi adopsi asas ideologi lain,
khususnya yang berbasiskan agama (religious-based ideology). Pancasila jadinya cenderung tidak lagi
menjadi common platform dalam kehidupan politik.
Pancasila, meski menghadapi ketiga masalah tadi, tetap merupakan kekuatan pemersatu
(integratingforce) yang relatif masih utuh sebagai common platform bagi negara-bangsa Indonesia.
Pancasila telah terbukti sebagai common platform ideologis negara-bangsa Indonesia yang paling
feasible dan sebab itu lebih viable bagi kehidupan bangsa hari ini dan di masa datang.
Reposisi(repositioning) atas Pancasila adalah Pancasila diletakkan kembali posisinya sebagai
dasar negara. Pancasila sebagai dasar negara mengandung makna bahwa Pancasila harus kita letakkan
dalam keutuhannya dengan Pembukaan UUD 1945, dieksplorasikan pada dimensidimensi yang
melekat padanya, yaitu
a) dimensi realitasnya, dalam arti nilai yang terkandung di dalamnya dikonkretisasikan sebagai
cerminan objektif yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat;
b) dimensi idealitasnya, dalam arti idealisms yang terkandung di dalamnya bukanlah sekadar otopi
tanpa makna, melainkan diobjek-titkan sebagai sebuah "kata kerja" untuk menggairahkan
masyarakatdan terutama para penyelenggara negara menuju harus esok yang lebih baik;
dimensi fleksibilitasnya, dalam arti Pancasila bukan barang yang beku, dogmatic dan sudah selesai.
C . IMPLEMENTASI PANCASILA SEBAGAI DASAR NEGARA
Pancasila adalah dasar negara dari negara kesatuan Republik Indonesia. Menurut teori jenjang
norma (stufentheorie) yang dikemukakan oleh Hans Kelsen seorang ahli filsafat hukum, dasar negara
berkedudukan sebagai norma dasar (grundnorm) dari suatu negara atau disebut norma fundamental
negara (staatsfundamentalnorm). Grundnorm merupakan norma hukum tertinggi dalam negara.
Di bawah grundnorm terdapat norma-norma hukum yang tingkatannya lebih rendah dari grundnorm
tersebut. Norma-norma hukum yang bertingkat-tingkat tadi membentuk susunan hierarkis yang disebut
sebagai tertib hukum.
Teori Hans Kelsen ini dikembangkan oleh muridnya yang bernama Hans Nawiasky. Hans
Nawiasky menghubungkan teori jenjang norma hukum dalam kaitannya dengan negara. Menurut Hans
Nawiasky, norma hukum dalam suatu negara juga berjenjang dan bertingkat membentuk suatu tertib
hukum. Norma yang di bawah berdasar, bersumber dan berlaku pada norma yang lebih tinggi, norma
yang lebih tinggi berdasar, bersumber clan berlaku pada norma yang lebih tinggi lagi demikian
seterusnya sampai pada norma tertinggi dalam Negara yang disebutnya sebagai Norma Fundamental
Negara (Staatsfundamen talnorm).

Hans Nawiasky berpendapat bahwa kelompok norma hukum negara, terdiri atas 4 (empat)
kelompok besar, yaitu
a. Staatsfundamentalnorm atau norma fundamental negara,
b. Staatgrundgesetz atau aturan dasar/pokok negara,
c. Formellgesetz atau undang-undang,
d. Verordnung dan Autonome Satzung atau aturan pelaksana clan aturan otonom.

Cita hukum mengarahkan hukum kepada cita-cita dari masyarakat yang bersangkutan. Dengan
cita hukum maka hukum yang dibuat dan dibentuk dapat sesuai atau selaras dengan cita-cita atau
harapan masyarakat.

Pancasila sebagai cita hukum memiliki dua fungsi, yaitu


a) fungsi regulatif, artinya cita hukum menguji apakah hukum yang dibuat adil atau tidak bagi
masyarakat;
b) fungsi konstitutif, artinya fungsi yang menentukan bahwa tanpa dasar cita hukum maka hukum
yang dibuat akan kehilangan maknanya sebagai hukum.
Norma fundamental ini berisi norma yang menjadi dasar bagi pembentukan konstitusi atau undang-
undang dasar suatu negara. Di dalam negara, Staatsfundamentalnorm merupakan landasan dasar
filosofi yang mengandung kaidahkaidah dasar bagi pengaturan negara lebih lanjut.
Di Indonesia, norma tertinggi ini adalah Pancasila sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD
1945. Jadi, Pancasila sebagai dasar negara dapat disebut sebagai:
1. Norma dasar;
2. Staatsfundamentalnorm;
3. Norma pertama;
4. Pokok kaidah negara yang fundamental;
5. Cita Hukum (Rechtsidee).
Dalam berbagai buku mengenai Pancasila dikemukakan bahwa Pembukaan UUD 1945 merupakanPokok
Kaidah Negara yang Fundamental. Hal ini disebabkan Pembukaan UUD 1945 memuat di dalamnya
Pancasila sebagai intinya.
Di Indonesia aturan dasar negara ini tertuang dalam Batang Tubuh UUD 1945, Ketetapan MPR
serta hukum dasar tidak tertulis yang disebut Konvensi Ketatanegaraan. Aturan dasar negara ini menjadi
dasar bagi pembentukan undang-undang atau aturan yang lebih rendah. Tata hukum di Indonesia
membentuk hierarki peraturan perundang-undangan.
Adapun tata urutan perundangan adalah sebagai berikut.
1. Undang-Undang Dasar 1945.
2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia.

3. Unclang-Undang.
4. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu).
5. Peraturan Pemerintah.
6. Keputusan Presiden.
7. Peraturan Daerah.
Dalam Undang-Undang No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan perundang- undangan
dinyatakan bahwa Pancasila merupakan sumber dari segala sumber hukum negara.
Undang-Undang No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan juga
menyebutkan adanya jenis clan hierarki peraturan perundang-undangan sebagai berikut.
a. UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945.
b. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang.
c. Peraturan Pemerintah.
d. Peraturan Presiden.
e. Peraturan Daerah.
Berdasarkan hal-hal di atas, dapat dinyatakan bahwa Pancasila sebagai dasar negara
berkedudukan sebagai norma dasar bernegara yang menjadi sumber, dasar, lanclasan norma, serta
memberi fungsi konstitutif dan regulatif bagi penyusunan hukum-hukum negara.

D. MAKNA PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI NASIONAL


1.Pengertian Ideologi
Ideologi berasal dari kata idea yang berarti gagasan, konsep, pengertian dasar, cita-cita, dan logos
berarti i1mu. Secara harfiah ideologi berarti ilmu tentang pengertian dasar, ide. Dalam pengertian sehari-
hari, idea disamakan artinya dengan "cita-cita". Cita-cita yang dimaksud adalah cita-cita bersifat tetap
yang hares dicapai sehingga cita-cita itu sekaligus merupakan dasar, pandangan/ paham.
Ideologi yang pada mulanya berarti gagasan dan cita-cita berkembang secara lugs menjadi suatu
paham mengenai seperangkat nilai atau pemikiran yang dipegang oleh seorang atau sekelompok orang
untuk menjadi pegangan hidup.
a. Patrick Corbett menyatakan ideologi sebagai setiap struktur kejiwaan yang tersusun oleh
seperangkat keyakinan mengenai penyelenggaraan hidup bermasyarakat beserta
pengorganisasiannya, seperangkat keyakinan mengenai sifat hakikat manusia dan alam semesta yang
is hidup di dalamnya, suatu pernyataan pendirian bahwa kedua perangkat keyakinan tersebut
independen, dan suatu dambaan agar keyakinan-keyakinan tersebut dihayati dan pernyataan pendirian
itu diakui sebagai kebenaran oleh segenap orang yang menjadi anggota penuh dari kelompok sosial
yang bersangkutan.
b. A.S. Hornby menyatakan bahwa ideologi adalah seperangkat gagasan yang membentuk
landasan teori ekonomi dan politik atau yang dipegangi oleh seseorang atau sekelompok orang.
c. Soejono Soemargono menyatakan secara umum "ideologi" sebagai kumpulan gagasan, ide,
keyakinan, kepercayaan yang menyeluruh dan sistematis, yang menyangkut bidang:
 politik,
 sosial,
 kebudayaan,dan
 agama.
d. Gunawan Setiardja merumuskan ideologi sebagai seperangkat ide asasi tentang manusia dan seluruh
realitas yang dijadikan pedoman dan cita-cita hidup.
e. Frans Magnis Suseno mengatakan bahwa ideologi sebagai suatu sistem pemikiran dapat dibedakan
menjadi ideologi tertutup dan terbuka.

a. Ideologi tertutup, merupakan suatu sistem pemikiran tertutup. Ideologi ini mempunyai ciri
sebagai berikut.
Atas nama ideologi dibenarkan pengorbanan-pengorbanan yang dibebankan kepada
masyarakat.

 Isinya bukan hanya nilai-nilai dan cita-cita tertentu, melainkan terdiri dari tuntutan-
tuntutan konkret dan operasional yang keras, yang diajukan dengan mutlak.
b. Ideologi terbuka, merupakan suatu pemikiran yang terbuka. Ideologi terbuka mempunyai ciri-
ciri sebagai berikut.
 Bahwa nilai-nilai dan cita-citanya tidak dapat dipaksakan dari luar melainkan digali dandiambil
dari moral, budaya masyarakat itu sendiri.
 Dasamya bukan keyakinan ideologic sekelompok orang melainkan hasil musyawarah dari
konsensus masyarakat tersebut. Nilai-nilai itu sifatnya dasar, secara garis besar saj a sehingga
tidak langsung operasional.
Ada dua fungsi utama ideologi dalam masyarakat (Ramlan Surbakti, 1999). Pertama, sebagai
tujuan atau cita-cita yang hendak dicapai secara bersama oleh suatu masyarakat. Kedua, sebagai
pemersatu masyarakat dan karenanya sebagai prosedur penyelesaian konflik yang terjadi di
masyarakat.
2. Landasan dan Makna Pancasila sebagai Ideologi Bangsa
Adapun makna Pancasila sebagai ideologi nasional menurut ketetapan tersebut adalah bahwa
nilai-nilai yang terkandung dalam ideologi Pancasila menjadi cita-cita normatif penyelenggaraan
bernegara. Secara lugs dapat diartikan bahwa visi atau arch dari penyelenggaraan kehidupan berbangsa
clan bernegara Indonesia adalah terwujudnya kehidupan yang ber-Ketuhanan, yang ber-Kemanusiaan,
yang ber-Persatuan, yang ber-Kerakyatan dan yang berKeadilan.
Berdasarkan uraian di atas, Pancasila sebagai ideologi nasional Indonesia memiliki makna sebagai berikut:
1) nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila menjadi cita-cita normatif penyelenggaraan
bernegara;
2) nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila merupakan nilai yang disepakati bersama dan oleh karena
itu menjadi salah satu sarana pemersatu (integrasi) masyarakat Indonesia.

E . I M P L E M E N T A S I P A N C A S I L A S E B A G A I I D E O L O G I NASIONAL

1. Perwujudan Ideologi Pancasila sebagai Cita-Cita Bernegara

Perwujudan Pancasila sebagai ideologi nasional yang berarti menjadi citacita penyelenggaraan
bernegara terwujud melalui ketetapan MPR No. VII/ MPR/2001 tentang Visi Indonesia Masa Depan.
Dalam ketetapan tersebut dinyatakan bahwa Visi Indonesia Masa Depan terdiri dari tiga visi, yaitu
1. Visi Ideal, yaitu cita-cita luhur sebagaimana termaktub dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yaitu pada Alenia kedua dan keempat;
2. Visi Antara, yaitu Visi Indonesia 2020 yang berlaku sampai dengan tahun 2020;
3. Visi Lima Tahunan, sebagaimana termaktub dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara.
Pada Visi Antara dikemukakan bahwa Visi Indonesia 2020 adalah terwujudnya masyarakat Indonesia
yang religius, manusiawi, bersatu, demokratis, adil, sejahtera, maju, mandiri, serta balk dan bersih
dalam penyelenggaraan negara. Untuk mengukur tingkat keberhasilan perwujudan Visi Indonesia 2020
dipergunakan indikator-indikator utama sebagai berikut.

1. Religius.
2. Manusiawi.
3. Bersatu.
4. Demokratis.
5. Adil.
6. Sejahtera. 7 Maju.
8. Mandiri.
9. Balk dan Bersih dalam Penyelenggaraan Negara.
Sebagai suatu cita-cita, nilai-nilai Pancasila diambil dimensi idealismenya. Sebagai nilai-nilai ideal,
penyelenggara negara hendaknya berupaya bagaimana menj adikan kehidupan bernegara Indonesia ini
semakin dekat dengan nilai-nilai ideal tersebut.
2. Perwujudan Pancasila sebagai Kesepakatan atau Mai Integratif Bangsa
Pancasila sebagai nilai integratif, sebagai sarana pemersatu dan prosedur penyelesaian konflik
perlu pula dijabarkan dalam praktik kehidupan bemegara. Pancasila sebagai sarana pemersatu dalam
masyarakat dan prosedur penyelesaian konflik itulah yang terkandung dalam nilai integratif
Pancasila. Pancasila sudah diterima oleh masyarakat Indonesia sebagai sarana pemersatu, artinya sebagai
suatu kesepakatan bersama bahwa nilai-nilai yang terkandung di dalamnya disetujui sebagai milik
bersama.
Pancasila adalah kata kesepakatan dalam masyarakat bangsa. Kata kesepakatan ini
mengandung makna pula sebagai konsensus bahwa dalam hal konflik maka lembaga politik yang
diwujudkan bersamaakan memainkan peran sebagai penengah. Jadi, apakah Pancasila dapat
digunakan secara langsung mempersatukan masyarakat dan mencegah konflik? Tidak, tetapi prosedur
penyelesaian konflik yang dibuat bersama, baik meliputi lembaga maupun aturan itulah yang
diharapkan mampu menyelesaikan konflik yang tedadi di masyarakat. Fungsi Pancasila di sini adalah
bahwa dalam hal pembuatan prosedur penyelesaian konflik, nilai-nilai Pancasila menjadi acuan
normatif bersama.
Nilai-nilai Pancasila hendaknya mewarnai setiap prosedur penyelesaian konflik yang ada di
masyarakat. Secara, normatif dapat dinyatakan sebagai berikut; bahwa penyelesaian suatu konflik
hendaknya dilandasi oleh nilai-nilai religius, menghargai derajat kemanusiaan, mengedepankan
persatuan, mendasarkan pads prosedur demokratis dan berujung pada, terciptanya keadilan.

F . PENGAMALAN PANCASILA

Tibalah saatnya akhir uraian mengenai Pancasila ini pads kata "pengamalan Pancasila". Sering
sekali kitsdengar terutama sejak mass Orde Baru perlunya Pancasila diamalkan dalam kehidupan
bermasyarakat,berbangsa, dan bernegara. Namun, selalu saj a terkesan slogan belaka dan tidak membumi.

Pads ketetapanMPR No. XVIII/MPR/1998 dinyatakan bahwa Pancasila sebagaimana


dimaksud dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 adalah dasar negara dari Negara, Kesatuan
Republik Indonesia yang harus dilaksanakan secara konsisten dalam kehidupan bernegara. Dalam
GBHN terakhir 1999-2004 disebutkan pula bahwa misi pertama penyelenggaraan bernegara adalah
pengamalan Pancasila secara konsisten dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Pengamalan Pancasila dalam kehidupan bernegara dapat dilakukan dengan carat


1. Pengamalan secara objektif
Pengamalan secara objektif adalah dengan melaksanakan dan menaati peraturan perundang-
undangan sebagai norma hukum negara yang berlanclaskan pada Pancasila.
2. Pengamalan secara subjektif
Pengamalan secara subjektif adalah dengan menj alankan mlai-nilai Pancasila yang berwujud norma
etik secara pribadi atau kelompok dalam bersikap clan bertingkah laku pada kehidupan berbangsa
clan bernegara.
Dalam istilah lain, Kaelan (2002) menyatakan perlunya aktualisasi Pancasila. Aktualisasi Pancasila
dibedakan atas dug macam, yaitu aktualisasi Pancasila secara subjektif, yaitu realisasi pada setiap individu
dan aktualisasi objektif, yaitu realisasi dalam segala aspek kenegaraan dan hukum. Sebagai dasar (filsafat)
negara ada keharusan moral setiap warga negara Indonesia untuk mengaktualisasikan Pancasila.
Demikian pula sebagai dasar (filsafat) negara ada kewajiban moral dari negara (penyelenggara negara)
untuk melaksanakan nilai Pancasila.

Anda mungkin juga menyukai