FUNGSI KOMPLEKS
oleh
Dr. Wuryansari Muharini Kusumawinahyu, M.Si.
TAHUAN
ALAM
2014
PROGRAM STUDI
MATEMATIKA
JURUSAN
MATEMATIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU
PENGE
1 Bilangan Kompleks 1
1.1 Sifat Aljabar Bilangan Kompleks . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1
1.2 Aspek Geometri Bilangan Kompleks . . . . . . . . . . . . . . . . 3
1.3 Tempat Kedudukan Titik di Bidang Kompleks . . . . . . . . . . . 7
1.4 Latihan Soal . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 9
2 Fungsi Elementer 13
3 Fungsi Analitik 21
Bilangan Kompleks
z1 = z2 , a1 = a2 dan b1 = b2
1
2 BAB 1. BILANGAN KOMPLEKS
Seperti yang berlaku pada himpunan real, operasi penjumlahan dan perkalianpun
1 1 x y
4. terdapat bilangan kompleks z = x yi dan z = z = x2+ y2 x2+ y2 i
1 1
sedemikian sehingga z + ( z) = ( z) + z = 0 dan zz = z z = 1
(eksistensi elemen invers penjumlahan dan invers perkalian)
dan
z1 = z z 1 = x1x2 + y1y2 x y x y
1 2 + 2 1 1 2 i:
2 2 2 2
z2 x2 + y2 x2 + y2
Berbeda dari himpunan real, selain keempat operasi biner tersebut, pada
him-punan bilangan kompleks dapat pula dide nisikan suatu operasi uner,
yaitu ope-rasi sekawan (conjugation), yang dide nisikan sebagai berikut. Jika
z = x + yi maka sekawan (conjugate) dari z, dinotasikan sebagai z, adalah z
= x yi. Ope-rasi sekawan bersama operasi-operasi biner penjumlahan,
pengurangan, perkali-an, dan pembagian memiliki sifat-sifat berikut. Untuk
z
2. z1 z2 = z1 z2 dan z2 = 2
3. z = z
2 2
4. zz = x + y
5. z + z = 2 Re(z)
6. z z = 2i Im(z)
=
Selain itu, suatu bilangan kompleks z = a + bi dapat dinyatakan pula sebagai
vektor di bidang kompleks dengan titik pangkal (0; 0) dan titik ujung (a; b).
2
Jika pada R kita dapat menyatakan suatu titik dalam koordinat kutub (polar)
maka demikian pula pada C, dengan mende nisikan modulus dan argumen
2
dari z. Pada R , modulus kita kenal sebagai panjang atau norm vektor (x; y),
sedangkan argumen kita kenal sebagai arah vektor (x; y). Modulus dari z =
a+bi, dinotasikan sebagai jzj dide nisikan sebagai
p
2 2
jzj = a + b ;
Karena sifat fungsi sinus dan cosinus yang periodik, maka nilai arg(z) tidak
tunggal. Oleh karena itu 8z 2 C perlu dipilih suatu arg(z) yang disebut
sebagai argumen utama dari z, dinotasikan sebagai Arg(z), adalah arg(z)
yang berada pada selang ( ; ].
Sekarang kita siap mende nisikan bentuk kutub (polar form) bilangan kompleks
secara umum. Misalkan z = x + iy; r = jzj, dan = Arg(z) maka jelas bahwa
sehingga
z = r cos + ir sin atau sering ditulis z = r cis :
4. jzwj = jzjjwj
z j zj
5. w = j w j, asalkan w 6= 0.
6. jz + wj jzj + jwj
7. jjzj jwjj jz wj
8. jzj jwj jz + wj
Teorema:
Jika z1 = r1 cis t1 dan z2 = r2 cis t2 maka
dan
z r cis (t1 t2):
1 = 1
z2 r2
n n
Teorema de Moivre: Jika z = r cis t maka z = r cis nt; 8n bilangan bulat tak
negatif
i t1 i t2 i (t1+t2)
1. z1z2 = r1 e r2 e = r1r2 e
r it r i (t t )
2. z
1 = 1
ei t
1
= 1e 1 2
z2 r2 e 2 r2
n n i nt
3. z = r e ; 8n bilangan bulat tak negatif.
Kesamaan dua bilangan kompleks dalam bentuk kutub dinyatakan dalam de nisi
berikut, yang dapat dimanfaatkan untuk menentukan akar bilangan kompleks.
De nisi: r cis t = cis jika dan hanya jika r = dan t = + 2k
n
r = dan nt = + 2k ; k 2 Z:
Dengan demikian
1 + 2k
r= n
dan tk = n ; k = 0; 1; : : : n 1:
3
r = 1 dan 3t = 2 + 2k ; k = 0; 1; 2:
1.3. TEMPAT KEDUDUKAN TITIK DI BIDANG KOMPLEKS 7
Akibatnya,
r = 1 dan t = + 2k ; k = 0; 1; 2:
6 3
p3 i
Untuk k = 0 ) z = r cis t0 = 1 cis 6 = cos 6 i sin 6 = 2 + 2,
5v 5 5 p3 i
2 2
x + (y + 1) = 4:
Contoh:
Tentukan tempat kedudukan titik-titik di bidang kompleks yang memenuhi
per-samaan
jz 2ij = jz + 2j :
2. Selain itu, titik yang terletak di tengah ruas garis yang menghubungkan z
= 2i dan z = 2 juga merupakan titik yang dimaksud. Secara umum, dapat kita
bayangkan bahwa titik-titik yang terletak pada garis yang melalui (0; 0) dan
titik tengah kedua titik tersebut akan berjarak sama terhadap kedua titik
tersebut. Dengan membuat sedikit ilustrasi geometris kita peroleh bahwa
garis yang dimaksud adalah garis y = x. Sekarang, akan kita perlihatkan
secara aljabar bahwa dugaan kita benar. Misalkan z = x + iy. Jika kita
substitusikan z ke persamaan tersebut diperoleh
jz 2ij = jz + 2j
jx + iy 2ij = jx + iy + 2)j
jx + i(y 2)j = j(x + 2) + iy)j
p p
2 2 2 2
x + (y 2) = (x + 2) + y
2 2 2 2
x + (y 2) = (x + 2) + y
2 2 2 2
x +y 4y + 4 = x + 4x + 4 + y
4y = 4x;
y = x:
1.4. LATIHAN SOAL 9
(2) (2 + 3i)(4 i)
(c) ii
1
(d)
3 2i
(e) 3+2i
3 2i
i 1 i
(f) 1 i + i
1 3i
(g) i 1 i
123 9
(8) i 4i 4i
1
(1) z = z
(2) z = z
1
(3) z = z
2 2
5. Buktikan: z = (z) jika dan hanya jika z adalah bilangan real atau z
adalah bilangan kompleks imajiner murni.
p
6. Nyatakan bilangan-bilangan 3+4i, 1 i, 1+i, 2, 3i, e+ i, dan 2+ 3
sebagai titik-titik di bidang kompleks
10 BAB 1. BILANGAN KOMPLEKS
(1) jz 5j 6
(3) jz + ij < jz ij
(4) jz + 3j jz + 1j = 1
(5) Im(iz) 4
(8) arg(z) = 4
(10) Im(2z + i) = 0
(11)jz 2j jzj
3
10. Tentukan semua z yang memenuhi persamaan z + 8 = 0
2
11. Selesaikan persamaan z + i = 0 kemudian gunakan hasil yang
4 2
diperoleh untuk menyelesaikan persamaan z + 2iz 1 = 0
6 1 i
14. Tentukan enam bilangan kompleks yang memenuhi persamaan z p 3+i =
0.
n n n n
15. Jika z = cis t buktikan bahwa z + z = 2 cos nt dan z z = 2 sin nt
1.4. LATIHAN SOAL 11
1
18. Jika z + z adalah bilangan real,
buktikan bahwa Im(z) = 0 atau jzj = 1
12 BAB 1. BILANGAN KOMPLEKS
Bab 2
Fungsi Elementer
Pada bab ini dibahas berbagai fungsi elementer yang memetakan suatu titik di
C menjadi suatu titik di C pula. Analog dengan pende nisian fungsi real, fungsi
kompleks f adalah suatu aturan yang memetakan atau mentransformasikan
suatu bilangan z = x + iy 2 C menjadi suatu bilangan kompleks w = u + iy 2 C
sehingga fungsi kompleks disebut pula sebagai transformasi. Fungsi kompleks
biasa dinotasikan sebagai w = f(z) atau w = u(x; y) + iv(x; y) = f(x; y). Secara
geometris, fungsi f merupakan transformasi yang memetakan titik di bidang-z ke
bidang-w. Dengan demikian, fungsi kompleks dapat dipandang sebagai fungsi
2 2
dari R ke R yang memetakan (x; y) menjadi (u; v). Fungsi yang dibahas di sini
meliputi fungsi linear, fungsi resiprokal, fungsi bilinear, fungsi pangkat, fungsi
eksponen, fungsi logaritma, fungsi trigonometri, dan fungsi hiperbolik.
w = f(z) = az + b;
13
14 BAB 2. FUNGSI ELEMENTER
w1 = az dan w = w1 + b = az + b:
Misalkan z = rcist = jzj cis arg z dan a = cis = jaj cis arg a maka
1
w = f(z) = z ;
dengan z 6= 0.
Secara geometris, hal ini dapat diartikan bahwa transformasi resiprokal terhadap
1
z menghasilkan bilangan kompleks yang panjangnya jzj dan sudutnya arg z.
2.2. FUNGSI RESIPROKAL 15
Jika jzj < 1 maka jwj > 1 dan sebaliknya. Artinya, titik-titik di dalam lingkaran
satuan jzj = 1 akan ditransformasikan menjadi titik-titik di luar lingkaran, dan
sebaliknya. Sedangkan titik-titik pada lingkaran akan tetap berada pada
lingkar-an namun posisinya dicerminkan terhadap sumbu x, sebab sudutnya
adalah t. Hal yang menarik dari fungsi resiprokal adalah bahwa fungsi ini
dapat mentran-sformasikan garis dan lingkaran menjadi garis atau lingkaran
seperti diperlihatkan berikut ini.
Perhatikan bahwa jika z = x + iy maka
w= 1 = 1 = 1 x iy = x iy = x i y :
2 2
z x + iy x + iy x iy x +y x2 + y2 x2 + y2
u +v =
2 2 1 :
2 2
x +y
2 2
Jika kedua ruas persamaan (2.1) dibagi dengan x + y maka diperoleh
x y 1
2 2 2 2 2 2
a + b x + y + c x + y + d x + y = 0:
Substitusi u dan v ke persamaan terakhir akan menghasilkan
2 2
a + bu cv + d(u + v ) = 0;
2 2
a(x + y ) + bx + cy + d = 0
16 BAB 2. FUNGSI ELEMENTER
2 2
a + bu cv + d(u + v ) = 0:
2 2
x + (y + 1) = 4
ekivalen dengan
2 2
x + y + 2y 3 = 0;
2 2
1 2v 3(u + v ) = 0;
2 2 2 1
u + v + 3v 3 = 0:
Dengan melakukan manipulasi aljabar sederhana, persamaan tersebut dapat di-
nyatakan sebagai
2 1 2 4
u + (v + 3) = 9;
1 2
yang merupakan persamaan lingkaran berpusat di z = 3 i berjari-jari 3 :
dengan n bilangan bulat tak negatif dan a0; a1; : : : an konstanta kompleks, disebut
polinom.
Misalkan p(z) dan q(z) adalah polinom. Fungsi berbentuk
p ( z)
f(z) = q( z ) ;
2.3. FUNGSI BILINEAR 17
yang terde nisi untuk setiap z 2 C dengan q(z) 6= 0, disebut fungsi rasional.
Salah satu fungsi rasional yang menarik adalah fungsi bilinear, yang sering
disebut pula sebagai transformasi Moebius, yaitu fungsi kompleks berbentuk
az + b
w = f(z) = cz + d ;
d
dengan z 6= c , a; b; c; d 2 C dan ad bc 6= 0. Jelas bahwa jika c = 0 maka
fungsi bilinear merupakan fungsi linear yang sudah dibahas pada sub bab
sebelumnya. Oleh karena itu, pembahasan fungsi bilinear dibatasi untuk c 6= 0.
Perhatikan bahwa fungsi bilinear dapat dinyatakan sebagai
a ad
az + b (cz + d) + b
w = f(z) = = c c
cz + d cz + d
= a bc ad 1
c c cz + d
= a + ad bc 1
c c cz + d
1
= A+B
cz + d
a ad bc
dengan A = c dan B = c 6= 0.
Oleh karena itu, fungsi bilinear akan mentransformasikan suatu bilangan kom-
pleks z di bidang kompleks z menjadi w melalui beberapa proses berikut.
dengan n 2 N.
z x+iy x iy x
f(z) = e = e = e e = e (cos y = i sin y) :
z
Fungsi eksponen pada bilangan kompleks e memiliki sifat-sifat berikut,
yang serupa dengan sifat fungsi eksponen pada bilangan real.
z
1. e 6= 0
0
2. e = 1
z+w z w
3. e =e e
z w e z
4. e =e w
z z
5. e = e
6. e = e z z+2 i
z x z
7. je j = e dan Arg(e ) = y.
log z = Logz + 2k i =; k 2 Z:
z
2. log w = log z log w
z
3. log e = z
log z
4. e =z
p
5. log (z ) = p log z
Oleh karena itu, fungsi sinus dan cosinus pada bilangan kompleks dide
nisikan sebagai berikut.
3. sin( z) = sin z
4. cos( z) = cos z
2 2
5. sin z + cos z = 1
Fungsi sinus dan cosinus hiperbolik pada himpunan bilangan kompleks dide-
nisikan sebagai berikut.
z z z z
sinh z = e e dan cosh z = e + e ; z :
2 2 82C
Fungsi trigonometri hiperbolik yang lain dide nisikan seperti fungsi
trigonometri, yaitu
sinhz cosh z 1 1
tanh z = cosh z ; coth z = sinhz ; sechz = cosh z ; cschz = sinh z :
Bab 3
Fungsi Analitik
Contoh:
1. N1(i) = fz 2 Cj kz ik < 1g adalah daerah di dalam lingkaran berpusat di z = i
berjari-jari 1.
21
22 BAB 3. FUNGSI ANALITIK
De nisi Titik Interior: Misalkan A C dan z 0 2 C. Titik z0 disebut titik interior dari
De nisi Titik Batas: Misalkan A C dan z0 2 C. Titik z0 disebut titik batas dari A
c
jika 8 N (z0) berlaku N (z0) \ A 6= ; dan N (z0) \ A 6= ;. Di sini
c c
A menyatakan komplemen dari A, yaitu A = fz 2 Cj z 2= Ag. Himpunan
semua titik batas dari A disebut batas dari A.
2 R 3 A N(0; M).
Contoh:
2 Cj kzk = 2g.
3.2. LIMIT DAN KEKONTINUAN 23
Berdasarkan contoh tersebut dapat dilihat bahwa konsep titik batas tidak me-
miliki hubungan sama sekali dengan konsep himpunan terbatas dan terdapat
himpunan yang sekaligus tidak buka dan tidak tutup. Jadi tidak benar bahwa
suatu himpunan yang tidak buka pasti tutup.
2 2
tersebut pada fungsi dari R ke R .
De nisi Limit: Misalkan f(z) adalah fungsi kompleks dengan daerah asal (do-
main) Df C, dan z0 2 C, dengan z0 adalah titik limit dari Df . Limit f(z) mendekati L
jika z mendekati z0 dide nisikan dan dinotasikan sebagai berikut.
Sifat-sifat limit:
! ! !
L2.
3. Jika lim
z!z
f(z) = L dan limz!zg(z) = M maka a.
0 0
b. lim
z!z
(kf(z)) = kL; 8k 2 C c.
0
lim f(z)g(z) = LM
z!z0
f(z)
d. lim L
z!z0
g(z) = M asalkan M 6= 0
Contoh:
iRe(z2)
1. Bila ada, tentukan lim
jzj
z!3 4i
Jawab:
2
iRe(z ) 2 2
lim = lim iRe(x + y + 2xyi)
2 2
z!3 4i jzj (x;y)!(3; 4) ix + y2)
x2 + y i(9 + 16)
= lim ( p
(x;y)!(3; 4)
2 2
p x + y = p 9 + 16
3.2. LIMIT DAN KEKONTINUAN 25
iRe(z2)
2. Bila ada, tentukan lim
jzj
z!0
Jawab: z 3i
iRe(z )
2
2 2 = lim z + 3i = 6i:
lim = lim
iRe(x + y + 2xyi) z!3i
2 2
z!0 jzj (x;y)!(0;0)
x +y
i x2 + y2)
= lim ( p lim
(x;y)!(0;0) p
z2+9
x2 + y2 =
3. Bila ada, tentukan lim (x;y)!(0;0)
z 3i
z!3i
Jawab:
2 (z + 3i)(z
lim z + 9 lim 3i)
z!3i z 3i z!3i
=
z2+i
4. Bila ada, tentukan lim
z +1
z! i
Jawab:
z+i z
lim
2
z! i z +1 +
i
= lim
z! i (z + i)(z i)
= lim 1 = 1 = 1 i:
z! i z i 2i 2
5. Bila ada, tentukan
x
lim 2 .
z
!
0
z
Jawab:
p p
2 2
Karena jzj = x + y
jf(z)j
lim f(z) = 0.
z!0
6. Jika f(z) = 2xy
2 2
+i
x +y
Jawab:
2xy
Dalam penentuan nilai lim u(x; y) = lim x2+y2 kita menghadapi
0 (x;y)!(0;0) (x;y)!(0;0)
bentuk sehingga perlu kita periksa nilai limitnya bila (x; y) mendekati
0
(0; 0) dari berbagai arah. Bila pendekatan dari dua arah yang berbeda
menghasilkan nilai limit yang berbeda maka nilai limit tidak ada.
a. Jika (x; y) mendekati (0; 0) melalui sumbu x, yaitu sepanjang garis y = 0
z!z0
maka diperoleh
z!z0 2xy 0
lim 2 2 = lim 2 2 =0
(x;y)!(0;0) x +y (x)!(0) x + 0
b. Jika (x; y) mendekati (0; 0) melalui garis y = x maka diperoleh
2
2xy = lim
lim 2x = 1
2 2 2 2
(x;y)!(0;0) x +y (x)!(0) x + x
Karena diperoleh nilai limit yang tidak sama maka lim u(x; y) tidak
(x;y)!(0;0)
ada.
Meskipun lim v(x; y) = lim x2 = 02 = 0 (ada), namun lim f(z)
(x;y)!(0;0) (x;y)!(0;0) y+1 0+1 z!0
tidak ada sebab lim u(x; y) tidak ada.
(x;y)!(0;0)
De nisi Kekontinuan: Misalkan f(z) adalah fungsi kompleks dengan daerah asal
(domain) Df C, dan z0 2 C, dengan z0 2 Df . Fungsi f(z) dikatakan kontinu di z0
jika
lim f(z) = f(z0);
z!z0
dan fungsi f(z) dikatakan kontinu di suatu himpunan A C jika f(z) kon-tinu di
setiap z 2 A.
Dalam de nisi tersebut tersirat adanya tiga syarat yang harus dipenuhi agar su-
atu fungsi f(z) kontinu di z0, yaitu:
1. f(z0) harus terde nisi
2. lim f(z) harus ada
3. lim f(z) = f(z0).
2. Jika f(z) dan g(z) kontinu di z0 maka demikian pula halnya yang berikut
ini.
1. f(z) + g(z)
2. kf(z); 8k 2 C
3. f(z)g(z)
6
f(z)
d. asalkan g(z ) = 0
g(z) 0
e. (f g)(z), asalkan f(z) kontinu di g(z0).
Contoh:
:
periksalah apakah f(z) kontinu di z = 3i.
Jawab:
Telah diketahui pada contoh sebelumnya bahwa lim 2
z +9 = 6i, sedangk-
z!3i z 3i
:
periksalah apakah f(z) kontinu di z = 3 4i dan di z = 0.
Jawab:
p
Jika (x; y) mendekati (0; 0) melalui sumbu x ,atau garis y = 0, maka dipe-
roleh
lim ix = lim ix = i:
Jika (x; y) mendekati (0; 0) melalui sumbu y, atau garis x = 0, maka dipe-
(x;y)!(0;0) x2 + y2 x!0 p
x2
p
roleh
lim ix = lim 0i = 0:
Karena kedua pendekatan tersebut menghasilkan nilai limit yang berbeda
(x;y)!(0;0) x2 + y2 y!0 y2
p p
maka dapat disimpulkan bahwa lim iRe(z) tidak ada. Akibatnya, f(z) tidak
z!0 jzj
kontinu di z = 0.
1
Jawab: Telah diketahui bahwa lim z+i
2
= i, sehingga f(z) akan kontinu
z! i z +1 2
z+i 1 1
di z = i jika zlimi 2
z +1 = 2 i = f( i) = a. Jadi a = 2 i.
!
2
2xy x
4. Jika f(z) = 2
x +y
2
+i y+1 , untuk z 6= 0, apakah f(z) kontinu di z = 0 dan
di z = i?
Jawab: Berapapun nilai f(0) dide nisikan, f(z) tidak mungkin kontinu di
z = 0 sebab lim f(z) tidak ada. Sekarang akan kita periksa terlebih dahulu
z!0
apakah lim f(z) ada.
z! i
2
lim f(z) = lim 2xy +i x
2 2
z! i z! i x + y y+1
2xy x2
= lim +i = 0:
2 2
(x;y)!(0; 1) x +y y+1
3.3. DIFERENSIAL 29
3.3 Diferensial
De nisi Keterdiferensialan: Misalkan f(z) adalah fungsi kompleks dengan
daerah asal (domain) Df C, dan z0 2 Int(Df ). Fungsi f(z) dikatakan terdi-
ferensialkan / dapat diturunkan / memiliki turunan di z0 jika
limf(z + z) f(z )
z!0 0 0 ADA;
z
dengan z = x + i y. Jika nilai limit tersebut ada, maka nilai limit tersebut
0
dinotasikan sebagai f (z0) dan disebut sebagai turunan f di z0.
Jika f(z)
0
terdiferensialkan di setiap titik z pada suatu himpunan A C maka
diperoleh f (z); z A, sehingga dapat dide nisikan fungsi baru yang disebut
8 2
fungsi turunan dari f(z), yaitu
0
f : A !C
0
z ! f (z);
dengan
0
f (z) = lim f(z + z) f(z)
z!0 z
Contoh:
DIFERENSIAL 31
Jika ( x; y) mendekati (0; 0) melalui garis y = 0 maka
x
0 z
f (z) = e lim 1 = ez lim e x = ez:1 = ez
e
x!0 x x!0 1
Jika ( x; y) mendekati (0; 0) melalui garis y = k y maka
y!0
0 z
f (z) = e lim e x+ik x 1
x!0 x + ik x
z
= e lim e(1+ik) x 1
x!0 (1 + ik) x
(1 + ik)e(1+ik) x
z
= e lim = ez:1 = ez
x!0 1 + ik
z 0 z
sehingga diduga bahwa fungsi turunan dari f(z) = e adalah f (z) = e .
Dengan menggunakan teorema yang akan dibahas berikut ini, yang
dikenal sebagai teorema Cauchy - Riemann, dapat diperlihatkan bahwa
z 0 z
fungsi turunan dari f(z) = e adalah f (z) = e .
5. Jika f(z) = z maka secara umum, 8z 2 C diperoleh
f(z + z) f(z)
z
z+zz
z
z+ z z
z
z
z!0 z
x i y
= lim
( x; y)!(0;0) x+i y
melalui garis y = 0 maka
x
f0(z) = lim = 1:
x x!0
Jika ( x; y) mendekati (0; 0) melalui garis x = 0 maka
0
f (z) = lim i x y 0
i y
= 1:
!
Karena dengan dua pendekatan yang berbeda diperoleh nilai limit yang ber-
0
beda maka f (z) tidak ada, sehingga fungsi f(z) = z tidak terdiferensialkan
8z 2 C.
32 BAB 3. FUNGSI ANALITIK
2
6. Jika f(z) = jzj maka secara umum, 8z 2 C diperoleh
0
f (z) = lim f(z + z) f(z)
z!0 z
2 2
= lim jz + zj jzj
z!0 z
= lim (z + z)(z + z) zz
z!0 z
= lim (z + z)( z + z) zz
z!0 z
= lim zz + z z + zz + z z zz
z!0 z
= lim z z + zz + z z
z!0 z
Jika ( x; y) mendekati (0; 0) melalui garis y = 0 maka z = z, se-
hingga
2
z z + zz + ( z)
0
f (z) = lim = lim z + z + z=z+ z = 2x:
z!0 z z!0
0 2
f (z) = lim z z + zz ( z) = lim z+z z= z+ z = 2iy:
z 0 z z 0
! !
8 6
ada untuk z = 0.
2
0
f (0) = lim f(0 + z) f(0) = lim
j zj = lim z z = lim z = 0:
z!0 z z!0 z z!0 z z!0
Karena f0(z) tidak ada z = 0 dan f0(0) = 0 maka dapat disimpulkan
86
2
bahwa fungsi f(z) = jzj hanya terdiferensialkan di z = 0.
Untuk memeriksa apakah suatu fungsi terdiferensialkan tentu tidak praktis ji-ka
selalu hanya menggunakan de nisi saja. Oleh karena itu telah dibuktikan
beberapa sifat atau teorema yang dapat membantu kita untuk memeriksa kete-
rdiferensialan suatu fungsi kompleks dengan lebih mudah, seperti yang disajikan
3.3. DIFERENSIAL 33
berikut ini.
0 0
2. (kf) (z) = kf (z)
0 0 0
3. (fg) (z) = f (z)g(z) + f(z)g (z)
0 0
f 0 f (z)g(z) f(z)g (z)
4. g (z) = 2
(g(z))
0 0 0
5. (f g) (z) = f (g(z))g (z)
0 k 1
Andaikan sifat berlaku untuk n = k, yaitu f (z) = kz jika f(z) =
k
z,
34 BAB 3. FUNGSI ANALITIK
0 k k 1 k k k
f (z) = z + zkz = z + kz = (k + 1)z
n 0 n 1
Jadi telah terbukti bahwa jika f(z) = z maka f (z) = nz ; 8n 2 N.
n 0 n 1
(2) Berikut ini dibuktikan bahwa jika f(z) = z maka f (z) = nz ; 8n
bilangan bulat negatif pula.
Misalkan n bilangan bulat negatif. Misalkan m = n. Oleh karena itu
n 1 1 m
m 2 N dan f(z) = z = z m = z m = g( z) , dengan g(z) = z . Karena
0 m 1 n 1
m 2 N maka g (z) = mz = nz . Dengan
menggunakan sifat turunan hasil bagi dua fungsi
diperoleh
0 0
0 0:g(z) 1:g (z) = g (z)
f (z) = 2 2
(g(z)) = mz m 1 (g(z)) = nzn 1
m
= mz
1
Dengan demikian telah
( maka
dibuktikan bahwa jika 0
z f (z) =
n n1
) f(z) = z nz ; 8n 2 Z.
eiz e iz
2. Jika f(z) = sin(z) = maka
z 2i =
2 ez e cos(z
m 3. Jika f(z) = sinh(z) = z
maka
):
2
@u @v
; vx = + iv@y
; dan vy @x
Teorema Cauchy- u
v @v
Riemann 1: Misalkan dan u= @y berturut-turut
fungsi kompleks f(z) v adalah turunan parsial
= de
dinyatakan se-bagai f(z) = nga dari u dan v terhadap x
u(x; y) + iv(x; y). Jika u(x;maka f (z0) ada dan
0
dan y.
n ux
y); v(x; y); ux; uy; vx; dan
0
f ( =
vy kontinu pada
z0) @u
persekitaran N (z0) dari =
suatu titik z0 dan pada z0 ux( @x ;
berlaku z0) uy =
3.3. DIFERENSIAL 35
0
f (z0) = ux(z0) + ivx(z0) = vy(z0) iuy(z0);
ux = vy dan uy = vx:
Contoh:
2 2 2 2
1. Pandang fungsi f(z) = z = (x+iy) = x y +2xyi = u(x; y)+v(x; y)i. Di sini
2 2
u(x; y) = x y dan v(x; y) = 2xy, sehingga u x = 2x; uy = 2y; vx = 2y; dan
vy = 2x. Jelas bahwa u; v; ux; uy; vx; dan vy adalah fungsi-fungsi
yang kontinu. Perhatikan bahwa ux = vy dan uy = vx; 8(x; y). Berda-sarkan
0 0
teorema Cauchy-Riemann 1 maka f (z) ada untuk setiap z 2 C dan f (z) =
ux(z) + ivx(z) = 2x + 2yi = 2(x + yi) = 2z. Hasil ini sesuai dengan hasil yang
diperoleh dengan menggunakan de nisi turunan fungsi kompleks.
z x+iy x x
2. Pandang fungsi f(z) = e = e = e cos y + ie sin y = u(x; y) + v(x; y)i. Di
x x x
sini u(x; y) = e cos y dan v(x; y) = e sin y, sehingga ux = e cos y; uy =
x x x
e sin y; vx = e sin y; dan vy = e cos y. Jelas bahwa u; v; ux; uy; vx; dan
vy adalah fungsi-fungsi yang kontinu. Perhatikan bahwa ux = vy dan uy =
0
vx; 8(x; y). Berdasarkan teorema Cauchy-Riemann 1 maka f (z) ada
0 x x z
un-tuk setiap z 2 C dan f (z) = ux(z)+ ivx(z) = e cos y + ie sin y = e .
Hasil ini membenarkan dugaan pada contoh sebelumnya bahwa
z z
turunan dari e adalah e .
2 2 2 2
3. Pandang fungsi f(z) = jzj = x + y = u(x; y) + v(x; y)i. Di sini u(x; y) = x +
2
y dan v(x; y) = 0, sehingga ux = 2x; uy = 2y; vx = 0; dan vy = 0. Jelas
bahwa u; v; ux; uy; vx; dan vy adalah fungsi-fungsi yang kontinu. Perhatikan
0
hanya ada untuk z = 0 dan f (0) = ux(0)+ivx(0) = 0+0i = 0. Hasil inipun
sesuai dengan hasil yang telah kita peroleh pada contoh sebelumnya.
5. Pandang fungsi f(z) = y xi = u(x; y) + v(x; y)i. Di sini u(x; y) = y dan v(x;
y) = x, sehingga ux = 0; uy = 1; vx = 1; dan vy = 0. Jelas bahwa u; v; ux;
uy; vx; dan vy kontinu dan ux = vy dan uy = vx; 8(x; y). Berda-sarkan
0 0
teorema Cauchy-Riemann 1 maka f (z) ada dan f (z) = ux(z) + ivx(z) = i.
jamin kekontinuan u; v; ux; uy; vx; dan vy. Teorema Cauchy-Riemann 1 berguna
untuk menentukan himpunan bilangan kompleks z di mana f(z) terdiferensialk-an,
sedangkan teorema Cauchy-Riemann 2 berguna untuk menentukan himpunan
bilangan kompleks z di mana f(z) TIDAK terdiferensialkan.
Jadi, sejauh ini kita dapat memeriksa eksistensi dan menentukan turunan
suatu fungsi kompleks f(z) dengan menggunakan:
ux = vy dan uy = vx;
dan
0
f (z) = ux(z) + ivx(z):
Di antara ketiga cara tersebut, cara terakhir merupakan cara termudah jika f(z)
dinyatakan sebagai fungsi dengan variabel bebas (x; y) dalam koordinat Cartesius.
Namun, bila f(z) dinyatakan dalam koordinat polar maka kita akan mengalami
kesulitan dalam menggunakan cara ke tiga. Sebagai contoh, ketiga cara tersebut
tidak dapat digunakan untuk menentukan turunan fungsi logaritma yang dide-
it
nisikan sebagai log z = lnr + it = ln jzj + i arg(z), untuk z = re . Namun,
jika kita dapat menyatakan persamaan Cauchy-Riemann dalam koordinat
polar, kita dapat menentukan turunan fungsi logaritma. Berikut ini dibahas
bagaimana menyatakan persamaan Cauchy-Riemann dalam koordinat polar
0
dan rumus f (z) dalam koordinat polar.
it
Jika z = x + iy = re dan f(z) = u(x; y) + iv(x; y) = u(r; t) = iv(r; t) dengan x = r
cos t; y = r sin t , maka dengan menggunakan aturan rantai, diperoleh
u
r = uxxr + uyyr = ux cos t + uy sin t;
ut = uxxt + uyyt = uxr sin t + ruy cos t;
v
r = vxxr + vyyr = vx cos t + vy sin t; (3.1)
vt = vxxt + vyyt = vxr sin t + rvy cos t:
Jadi diperoleh
1
rur = vt atau ur = r vt; 8r =6 0:
38 BAB 3. FUNGSI ANALITIK
rvr = ruy cos t + rux sin t = ( uxr sin t + ruy cos t) = ut:
Jadi diperoleh
1
rvr = ut atau vr = r ut; 8r =6 0:
Dengan demikian, persamaan Cauchy-Riemann dalam koordinat polar
adalah
1 1
u = v dan v = u ; r = 0:
r r t r r t 8 6
0
Selanjutnya, untuk menentukan f (z) maka ux; uy; vx; dan vy perlu dinyatakan
dalam ur; ut; vr; dan vt. Perhatikan bahwa dari ke empat persamaan di atas
diperoleh dua sistem persamaan linear berturut-turut dalam u x; uy dan vx; vy,
yaitu
dan
ut
ux = ur cos t r sin t;
u t
uy = ur sin t + r cos t;
v t
vx = vr cos t r sin t;
dan
v t
vy = vr sin t + r cos t:
3.4. FUNGSI ANALITIK 39
ux = ur cos t + vr sin t;
uy = ur sin t vr cos t;
vx = vr cos t ur sin t;
dan
vy = vr sin t + ur cos t:
Akibatnya,
0
f (z) = ux + ivx = ur cos t + vr sin t + i(vr cos t ur sin t)
ru cos t + rvr sin t v cos t ur sin t
= r +i r
r r
= ur(r cos t ri sin t) + i vr(r cos t ri sin t)
r r
= urrcis( t) + ivrrcis( t)
r
= rcis( t)(u r + ivr = z (ur + ivr):
r r
Jadi turunan f(z) jika dinyatakan dalam koordinat polar adalah
0 z
f (z) = r (ur + ivr):
Pada fungsi logaritma, u(r; t) = ln(t) dan v(r; t) = t, sehingga turunan fungsi
logaritma adalah
0 z z 1 z z z 1
f (z) = r
(ur + ivr) = (
r r + 0i) = r
2 = 2
= zz =z :
jzj
Diperoleh bahwa, serupa dengan yang diperoleh pada fungsi real,
d 1
dz log z = z :
De nisi fungsi analitik: Misalkan f(z) fungsi kompleks dengan daerah de nisi
0
Df dan z 2 Int(Df ). Fungsi f dikatakan ANALITIK di z0 jika f (z) ada di semua
z yang terletak pada suatu persekitaran N (z0) dari z0.
f
maka (f + g)(z); (kf)(z); (fg)(z); g (z), dan (f g)(z) juga analitik di z0.
Untuk keanalitikan fungsi komposisi (f g)(z) di z0 diperlukan syarat tambahan,
yaitu g(z) harus analitik di f(z0).
Contoh:
2 2 2 2
1. Jika f(z) = x iy maka u(x; y) = x dan v(x; y) = y sehingga
0
ux = 2x; uy = 0; vx = 0; dan vy = 2y. Agar f (z) ada haruslah ux = vy yang
0
mengakibatkan y = x. Jadi f (z) hanya ada untuk setiap (x; y) yang terletak
pada garis y = x. Jika kita pandang sebarang titik (x 0; y0) pada garis
tersebut maka kita tidak mungkin memperoleh persekitaran dari (x0; y0)
0
sedemikian sehingga f (z) ada untuk setiap z pada persekitaran ter-sebut.
Dengan demikian f(z) tidak analitik pada garis y = x. Akibatnya
3.4. FUNGSI ANALITIK 41
f(z) tidak analitik di seluruh bidang kompleks. Pada contoh ini terlihat
bahwa meskipun f(z) terdiferensialkan di setiap titik pada garis y = x
namun f(z) tidak analitik pada garis tersebut.
p ( z)
3. Fungsi rasional f(z) = q( z ) ; dengan p(z) dan q(z) polinom, adalah
fungsi yang analitik di seluruh bidang kompleks kecuali pada z yang
membuat q(z) = 0. Fungsi rasional merupakan salah satu contoh
meromorphic fun-ction.
az + b d
4. Fungsi bilinear f(z) = cz+ d tidak analitik di z = c karena f(z) merupakan
d
fungsi rasional dengan q(z) = cz+d. Titik z = c merupakan titik singular.
2
5. Berdasarkan contoh sebelumnya, maka fungsi f(z) = jzj tidak analitik di
seluruh bidang kompleks, sebab f(z) hanya terdiferensialkan di z = 0
sehingga tidak analitik di z = 0.
z
6. Fungsi eksponen f(z) = e merupakan entire function.
De nisi: Fungsi harmonik Suatu fungsi REAL dua variabel f(x; y) disebut
fungsi harmonik bila f(x; y) memenuhi persamaan diferensial parsial
2 2
@ f @ f
+ = 0:
@x2 @y2
Persamaan diferensial partial tersebut dikenal sebagai Persamaan Laplace.
Teorema: Jika f(z) analitik maka bagian real dan imajiner dari f(z) adalah
fungsi-fungsi harmonik.
42 BAB 3. FUNGSI ANALITIK
ux = vy dan uy = vx:
Perhatikan bahwa uxx = vxy = vyx = uyy, sehingga diperoleh uxx = uyy atau
2 2
@ u @ u
+ = 0:
@x2 @y2
Dengan cara yang sama diperoleh vxx = uxy = uyx = vyy, sehingga diperoleh
pula
2 2
@ v @ v
+ = 0:
@x2 @y2
Jadi teorema telah terbukti. Dalam hal ini v(x; y) disebut harmonik sekawan
dari u(x; y).
Perhatikan bahwa sifat sebaliknya belum tentu benar, yaitu jika u(x; y) dan
v(x; y) adalah fungsi-fungsi harmonik maka tidak dijamin bahwa f(z) analitik.
Contoh
2. Jika f(z) = sin x cosh y+i cos x sinh y maka ux = cos x cosh y; uy = sin x sinh y; vx =
: [a; b] R ! C
2 2 2
(x a) + (y b) = r
43
44 BAB 4. INTEGRAL FUNGSI KOMPLEKS
it
atau z z0 = re ; t 2 [0; 2 ].
Selain itu, persamaan lingkaran di bidang kompleks dapat pula ditulis
se-bagai
kz z0k = r;
2
2. Parametrisasi kurva berbentuk parabola y = x dari titik (-1,1) ke (2,4)
2
dapat dinyatakan sebagai (t) = x (t) + iy (t) = t + it ; t 2 [ 1; 2].
1
y = 3x + 1;
Z
L= a s dt + dt dt
De nisi Lintasan:
Suatu kurva C disebut lintasan (path) jika C dapat dinyatakan sebagai
sejumlah berhingga kurva mulus yang sambung menyambung, yaitu
C = C1 + C2 + C3 + ::: + Cn;
sedemikian sehingga titik awal dari Ck+1 sama dengan titik akhir dari Ck. Titik
awal lintasan C adalah titik awal dari C 1, sedangkan titik akhir dari C adalah
titik akhir dari Cn.
1. Lintasan C disebut lintasan terbuka jika titik awal lintasan tidak berimpit
dengan titik akhir lintasan.
46 BAB 4. INTEGRAL FUNGSI KOMPLEKS
2. Lintasan C disebut lintasan tertutup jika titik awal lintasan berimpit de-
ngan titik akhir lintasan.
Selain itu, lintasan dibedakan pula menjadi lintasan sederhana dan lintasan ber-
ganda.
Teorema Jordan:
Lintasan tertutup sederhana C membagi bidang kompleks menjadi 3 bagian
yang saling asing, yaitu: lintasan C itu sendiri, Interior dari C yang dilambangkan
se-bagai Int (C), dan Eksterior dari C yang dinotasikan dengan Ext (C).
Suatu daerah D C disebut daerah terhubung jika setiap dua titik di D dapat
dihubungkan oleh suatu lintasan C yang seluruhnya termuat di dalam D. Suatu
daerah D C disebut daerah terhubung sederhana (simply connected) jika setiap
lintasan tertutup sederhana yang termuat di D memiliki interior yang seluruhnya
termuat di D juga. Daerah yang tidak terhubung sederhana disebut terhubung
berganda (multiply connected). Pada Gambar 4.2 diberikan ilustrasi mengenai
daerah yang terhubung dan terhubung sederhana. Mudah dilihat bahwa setiap
dua titik di D dapat dihubungkan oleh suatu lintasan yang seluruhnya terletak di
D dan setiap lintasan yang terletak di D maka interiornya termuat di D pula.
Sedangkan pada Gambar 4.3 disajikan contoh daerah yang terhubung, namun
tidak terhubung sederhana, dan salah satu contoh daerah tak terhubung
sederhana namun terhubung yang berupa circular annulus. Dengan demikian
tidak ada hubungan sebab akibat antara daerah terhubung dan daerah
terhubung sederhana karena suatu daerah yang terhubung belum tentu
terhubung sederhana dan sebaliknya. Keduanya merupakan konsep yang
berbeda meskipun keduanya menggunakan kata terhubung.
48 BAB 4. INTEGRAL FUNGSI KOMPLEKS
Misalkan C adalah lintasan di bidang kompleks dan fungsi f(z) = u(z) + i v(z)
terde nisi di lintasan C. Akan ditentukan f(z) dz dan sifat-sifatnya.
C
b R R R R
i C
u dy + i C
v dx = a
(ux0 vy0 + i(vx0 + uy0))dt
R R R
Sifat - sifat Integral Kompleks:
Misalkan k adalah sebarang konstanta kompleks, C + K adalah lintasan yang
terdiri dari dua kurva mulus C dan K, dan f(z) maupun g(z) terintegralkan
sepanjang kurva C dan K. Maka
R R
1. kf(z) dz = k f(z) dz
C C
2. (f(z) + g(z)) dz = f(z) dz + g(z) dz
C C C
R
3. C+K
R R
f(z) dz = f(z) dz + f(z) dz
C K
R R R
4. f(z) dz = f(z) dz
R R
C C
f(z)dz ML:
C
50 BAB 4. INTEGRAL FUNGSI KOMPLEKS
Contoh 1.
R
Hitung f(z) dz jika f(z) = x, dan C = C1 + C2 + C3, dengan C1 adalah ruas
C
garis dari (0; 0) ke (1; 0), C2 adalah ruas garis dari (1; 0) ke (1; 1), dan C3
adalah ruas garis dari (1; 1) ke (0; 0) seperti diberikan pada Gambar 4.4.
JAWABAN:
Berdasarkan cara merumuskan lintasan C, soal ini dapat dikerjakan dengan be-
berapa cara. Di sini diberikan tiga cara yang menghasilkan nilai yang sama.
Cara 1
0 0
C1 : x = t; y = 0; t 2 [0; 1] ) x = 1; y = 0 C2
0 0
: x = 1; y = t; t 2 [0; 1] ) x = 0; y = 1
0 0
C3 : x = t; y = t; t 2 [ 1; 0] ) x = 1; y = 1
Z Z Z Z
f(z) dz = f(z) dz + f(z) dz + f(z) dz
C C1 C2 C3
1 1 0
Z 0 0 Z 0 0 Z 0 0
= x (x + iy ) dt + x (x + iy ) dt + x (x + iy ) dt
0 0 1
1 1 0
Z Z
= Z0 t (1 + 0) dt + 0 1(0 + i) dt + 1 t ( 1 i) dt
0
Z Z
= 01 (t + i) dt + (1 + i) 1 t dt
1 2 1 1 2 0
= ( 2 t + i t) j 0 + ((1 + i) 2 t )j1
1 1+i i
= 2 2 ) =2
4.3. INTEGRAL FUNGSI KOMPLEKS SEBAGAI INTEGRAL GARIS 51
Cara 2
C1 : x = t; y = 0; t 2 [0; 1]
C2 : x = 1; y = t; t 2 [0; 1]
C3 : x = 1 t; y = 1 t; t 2 [0; 1]
Z Z Z Z
C f(z) dz = C1 f(z) dz + C2 f(z) dz + C3 f(z) dz
Z 1 0 0 Z 1 0 0 Z 1 0 0
= 0 x (x + iy ) dt + 0 x (x + iy ) dt + 0 x (x + iy )dt
1 Z Z
= Z0 t (1 + 0) dt + 0 1 1(0 + i) dt + 0 1 (1 t) ( 1 i) dt
Z Z
1 1
= (t + i) dt(1 t) (1 + i) dt
0 0
1 2 1 Z1
= ( t + i t) j (1 + i) (1 t) dt
0
2 0
1 1 2 1
= ( 2 + i) (1 + i)[t
2t j 0 ]
1 1
= ( 2 + i) (1 + i)(1 2)
1 1 1 i
= ( 2 + i) 2 + 2 i = 2
Cara 3
C1 : y = 0; x 2 [0; 1]
C2 : x = 1; y 2 [0; 1]
C3 : y = x; x 2 [0; 1]
Z Z Z Z
f(z) dz = f(z) dz + f(z) dz f(z) dz
C C1 C2 C3
1 1 1
0 0 Z 0 0 Z 0 0
= Z0 x (x + iy ) dt + 0 1 (x + iy ) dt 0x (x + iy ) dt
1 1 1
Z Z
= Z0 x (dx + i 0 dt) + 0 1 (0 dt + i dy) 0x (dx + idx)
1 1 1
Z Z
= Z0 x dx + i 0 dy 0 x (1 + i) dx
1 1
2 1 1 2 1
= 2 x j0 +i y j0 (1 + i) 2 x j0
52 BAB 4. INTEGRAL FUNGSI KOMPLEKS
1 1+ i i
= ( 2 + i) ( 2 )=2
Contoh Soal 2:
Jika C adalah lingkaran berpusat di z0 berjari-jari r yang berorientasi positif.
R dz
Hitunglah
z z0
C
JAWAB:
Cara 1
Parametrisasi : Misalkan z0 = a+ib maka x = r cos t+a; y = r sin t+b; t 2 [0; 2 ].
Jadi
2
dz x + iy )dt
(0 0
= Z i r cos t + i r sin t
0
2
Z
2
= i dti t j0 = 2 i:
0
it
Cara 2 Lintasan C dapat dinyatakan pula sebagai C : z = z0 +r e ; t 2 [0; 2 ]
it it
sehingga z z0 = r e dan dz = i re dt. Akibatnya
2 2
dz i r eit
Z it 2
ZC z z0 = re
dt = Z0 i dt = i t j0 = 2 i:
0
2
(1) x = t 1; y = t; 1 t 1
2. Gambarlah Lintasan C = C1 + C2 + C3 + C4
dengan C1 : x = sin t; y = cos t; t 2 0; 2
C2 : x = t; y = t 1; t 2 [ 1; 0]
C3 : x = 2t + 2; y = t; t 2 [ 1; 0]
it
C4 : z = 1 + e ; t 2 [0; ]
3. Tentukan persamaan parametrik untuk lintasan berikut.
4. Jika C adalah lintasan yang terdiri dari ruas garis dari (0; 0) ke (1; 1) dan
2 2
ruas garis dari (1; 1) ke (1; 0), perlihatkan bahwa jzj dz = 3 C
R
5. Jika C : x = t2; y = 1t ; 1 t 3, hitunglah (x2 + y2) dz C
R
6. Jika C = C1 + C2 + C3 seperti diperlihatkan pada Gambar 4.5, hitunglah
C
zdz
R
z
7. Hitunglah e dz sepanjang lintasan y = 2x dari ( 1; 2) sampai dengan
C
(1; 2) R
2 2
8. Integralkan fungsi f(z) = (z) sepanjang lintasan y = x dari (0; 0) ke (1; 1)
2z 3
9. Hitunglah integral fungsi f(z) = z dari z1 = 2 ke z2 = 2 melalui tiga
lintasan berikut.
54 BAB 4. INTEGRAL FUNGSI KOMPLEKS
11. Hitunglah integral fungsi f(z) = i sin z melalui garis lurus dari i sampai i
Bab 5
Pada sub bab ini dibicarakan pengintegralan dari fungsi yang analitik dan
sifat-sifatnya, yang didasari oleh teorema integrasi Cauchy. Sifat penting
yang disa-jikan dalam sub bab ini adalah kebebasan perhitungan integral
terhadap lintasan dan teorema dasar pengintegralan seperti yang berlaku
pada pengintegralan fung-si real.
Z ZZ ZZ
Z (udx vdy)+ i (vdx + udy) = ( vx uy)dxdy + i (ux vy)dxdy:
C C Int(C) Int(C)
di ruas kanan bernilai nol, sedangkan ruas kiri adalah rumus untuk f(z)dz se-
C
hingga f(z)dz = 0:
C
R
R
Teorema Kebebasan Lintasan
Misalkan D adalah daerah terhubung sederhana, z dan z adalah dua titik
C z2 1 2
di D. Jika f(z) analitik di D maka f(z)dz dapat dihitung sebagai f(z)dz,
z1 C
dengan C adalah sebarang lintasan di D yang menghubungkan z1 dan z2.
Z
d
f(z)dz = f( ); 8 2 D
d
z1
dan
z2
Z
f(z)dz = (z2) (z1):
z1
Pada sub bab ini dibicarakan pengintegralan dari fungsi yang analitik pada
suatu lintasan yang interiornya memuat titik singularitas dari fungsi tersebut.
Penginte-gralan dilakukan dengan menggunakan teorema annulus tunggal
maupun ganda. Untuk itu perlu dipahami terlebih dahulu de nisi annulus
De nisi Annulus:
Karena r1 dan r2 dijelajahi dalam kedua arah, maka dari integrasi di atas
tidak memberikan arti apa apa, sehingga
Z Z
f(z)dz + f(z)dz = 0
c1 K1 c2 K2
Z Z
f(z)dz f(z)dz = 0
c1+c2 K1 K2
Z Z
f(z)dz = f(z)dz = 0:
C K
Pada yang diberikan di sub bab 4.3 kita telah mempelajari bahwa dz = 2 i,
z z0
R
C
jika C adalah lingkaran berpusat di z0 berorientasi positif (+). Rumus integrasi
5.3. RUMUS INTEGRASI CAUCHY DAN TEOREMA MORERA 59
Cauchy memberikan sifat yang lebih umum, yaitu f(z) = 1 diperumum men-
z z0
g(z) 0
jadi f(z) = dan lintasan C tidak harus berupa lingkaran berpusat di z .
z z0
g(z)
ZC z z0 dz = 2 ig(z0);
atau
1 g(z)
g(z0) = 2 i ZC z z0 dz:
3
2iz
5.3. Jika dibentuk annulus ganda Ann(C; K1; K2), dengan K1 : jz ij <
1 1
2dan K2 : jz + ij < 2 keduanya berorientasi negatif, maka f(z) analitik di
annulus tersebut.
Berganda
Cara 1:
Z 2iz 3
dz = 2i
3
z + z z dz
z2 + 1 2
ZC z + 1
C
2
= 2i z z + 1 1 dz
Z 2
C z +1
1
= Z
2i 2
C z 1 z + 1 dz
Z z
=
2i (z (z i)(z + i) )dz
C
0Z Z 1 1
2i zdz ( 2 + 2 )dz 1
= (z i) (z + i)
@ A
C C
=
1 1 1 1
0 2 2 Z 2 2 1
2i 00 Z ( (z i) + (z + i) 1 dz + (z i) + (z + i) )dz
@
@ K1 A K2 A
1 1
2i 0 ( 2 2 i + 0) + (0 2 2 i) = 4
Cara 2:
2
ZC z
= 2i( i +
i) = 4
5.3. RUMUS INTEGRASI CAUCHY DAN TEOREMA MORERA 61
(n) n+1
g (z0) = 2 i ZC (z z0) dz;
atau
g z) g(n)(z )
( 0
n+1
ZC (z z0) dz = 2 i n! :
Contoh: Jika C : jz + 1j
3
= 6 adalah lintasan berorientasi negatif, hitunglah
2iz
C
2
(z +1)
2
dz
Jawab:
3 3
R iz z
2
Z 2 2
Z 2 2
C (z + 1) dz = 2i C (z i) (z + i) dz
Seperti pada soal sebelumnya, soal ini dapat diselesaikan menggunakan teorema
i) 2
dz +
Z
(z i)
(z + i)2
2
dz 1
@ A
0
K1 K2
2 2
1 1
2 2 3 3z (z i)
4
3z (z+i) 2z (z+i)
3
!
+ ( 2 i)
(z+i)
= 2i
@
( 2 i) z=i 2z (z i)
1! (z i)
4
A
z= i
= 2i ( 2 i) 3( 4) ( i)(4i)
16:1
= 2i ( 2 i) 12 4 2 i 12 + 4
16
8 16
= 2i( 2 i) 16 + 16
= 6
62 BAB 5. TEORI INTEGRASI CAUCHY
3
1. f(z) = z 1, C : jz 1j = 1, orientasi positif.
3
2. f(z) = z iz + 3i, C : jz + ij = 2, orientasi negatif
z
3. f(z) = z2 1 , C : jz j = 1, orientasi positif.
3 2
4. f(z) = z z 2i , C : jz 2ij = 1, orientasi positif.
z2
5. f(z) = z 2 , C berupa segitiga dengan titik-titik sudut 1, 0, dan 2i, ori-
entasi negatif
z 2
6. f(z) = e z , C setengah keliling lingkaran bagian bawah dari lingkaran
satuan yang berorientasi negatif
cos z
7. f(z) = z3 , C : jz + 2ij = 1, orientasi positif.
5.4. LATIHAN SOAL 63
2 1
8. f(z) = z2 1 , C : jz 1j = 2 , orientasi
negatif.
1
9. f(z) = z i , C diberikan pada Gambar 5.4
Gambar 5.4:
Lintasan C
4 3
10. f(z) = z+1 + z+2 i , C : jzj = 4 berorientasi
positif
2 i
11. f(z) = z2 +1 , C : jz 1j = 6 berorientasi
positif
2 4
12. z + 3 + z , C : jzj = 4 berorientasi negatif
1 it
13. f(z) = z2 1 , C : z = i + 5e ; t
z i 3
14. f(z) = ln 2 +z 3 , C : jz 2j = 2
3z 4
15. f(z) = z 6 i , C : jzj = 10, orientasi positif.
1 3
17. f(z) = (z 2)
3
, C : jz 1j = 3, orientasi negatif.
sin z
18. f(z) = (z 1)
2
, C : jzj = 2, orientasi positif.
2
z
19. f(z) = (z i)(z+2)
3
, C : jz 1j = 2, orientasi negatif.
3
z 8
20. f(z) = z
2
4z+4 , C : jz 1j = 8, orientasi negatif.
21. f(z) = ln(z i) , C : jz + 2ij = 2, orientasi positif.
z+i
64 BAB 5. TEORI INTEGRASI CAUCHY
Bab 6
f: N !C
k 7 !f(k) = zk
1
Notasi barisan : fzkg, fzkgk2N, fzkg k=1, (zk).
De nisi :
Suatu barisan fzkg dikatakan konvergen jika terdapat suatu z 2 C sehingga 8 > 0;
9K 2 N sehingga zk 2 N (z ), 8k K dimana N (z ) = fz 2 Cjkz z k < g. Dalam de nisi
ini dikatakan bahwa barisan fzkg konvergen ke z dan dinotasikan
dengan lim zk = z .
k!1
Contoh:
i k 1 i 1 i 1
Jika zk = k maka fzkg = i; 2 ;3 ; 4 ;5 ; 6 ;:::
Perhatikan bahwa jika k membesar maka zk akan mendekati 0 sehingga patut di-
duga bahwa barisan fzkg konvergen ke z = 0. Berikut ini diperlihatkan bagaima-
65
66 BAB 6. DERET PANGKAT KOMPLEKS
N (z ), 8k K:
Teorema:
Misalkan fzkg barisan bilangan kompleks dengan zk = xk + iyk. fzkg konvergen
Contoh:
3 33 3 3
zk = (ki) = k i = k i. Berarti xk = 0 dan yk = k .
Jelas bahwa fxkg konvergen ke 0 dan fykg divergen sehingga fzkg divergen.
Teorema:
Jika barisan fzkg konvergen maka barisan fzkg terbatas, yaitu 9M 2 R
sehingga jzkj M; 8k 2 N.
Jika fzkg barisan bilangan kompleks, pandang barisan baru yang dibentuk dari
n
z
fzkg yaitu fSng = =1
k . Deret bilangan kompleks adalah :
kP
n 1
lim Sn = lim zk = zk
n!1 n!1 k=1 =1
X Xk
1
Jika limn!1 Sn ada dan berhingga maka dikatakan bahwa deret
=
zk konvergen.
1
P
k
Contoh :
3i
1. fzkg= 2
k
3i
S1 = z 1 = 2
3i 3i 9i
S2 = z 1 + z 2 = 2+ 4 = 4
3i 3i 3i 21i
S3 = z 1 + z 2 + z 3 = 2 +4 + 8 = 8
..
.
3i 3i 3i 3i
n
Sn = 2 +4 + 8 + + 2
1 1n
= 3i 1 +1 + 1 + + 1 = 3i 2 1 2 = 3i 1 1
1
2 4 8 2n 2 ! 2n
lim S = 3i(1 0) = 3i
n !1 n
Jadi, deret 1 3i
k
konvergen ke-z = 3i, notasi: 1 3i
k
= 3i:
=1 2 k=1
2
P
k P
k
2. zk = i
S1 = 1
S2 = i 1
S3 = i 1 i = 1
S4 = i 1 i + 1 = 0
S5 = i
68 BAB 6. DERET PANGKAT KOMPLEKS
S6 = i 1
S7 = i 1 i = 1
S8 = i 1 i + 1 = 0
k
Teorema:
1 1
Misalkan zk = xk + iyk: Deret zk konvergen jika dan hanya jika xk dan
P
k=1 =1
1 P k
=1
yk konvergen.
P
k
Teorema:
1
Jika =1
zk konvergen maka limk!1 zk = 0
P
k
De nisi :
1
Deret zk disebut:
P
=1
k
1
1. Konvergen mutlak jika kzkk konvergen
P
=1
k
1 1
2. Konvergen bersyarat jika k=1
zk konvergen tetapi kzkk tidak konvergen
=1
Teorema: P kP
1 1
Jika k=1
zk konvergen mutlak maka =1
zk konvergen.
P
P k
Contoh:
1
Periksalah konvergensi deret 1 1
k
+ iln 1 + . Di sini
=1 2 k
P
k
1 1
P P 1
xk = 2 k konvergen sebab merupakan deret geometri dengan ratio 12 .
k=1 k=1
1 1
dan yk = k=1 k=1
ln 1 +1 k
P P
Perhatikan bahwa lim y = lim ln 1+1 = ln 1 = 0 sehingga kekonvergenan
1 k!1 k k!1 k 1
k=1
yk belum dapat disimpulkan. Dengan demikian kekonvergenan k=1
yk harus
P P
6.3. DERET PANGKAT KOMPLEKS (COMPLEX POWER SERIES) 69
diperiksa dengan cara lain, yaitu dengan menggunakan de nisi deret. Dari ba-
n
1 1
risan fykg = ln 1 + k kita bangun barisan fSng = k=1 ln 1+k sebagai
berikut. P
n n n
S = ln 1 ln k+1
n k=1 1+k =k=1 k = k=1 [ln (k + 1) ln k]
S ln 2 ln 1 = ln 2
=
1 P P P
S2 = z1 + z2 = ln 2 ln 1 + ln 3 ln 2 = ln 3
..
.
Sn = ln (n + 1)
limn!1 Sn = limn!1 ln (n + 1) = 1
1 1 1 1 1
Jadi, fSng divergen sehingga yk divergen. Akibatnya, zk = 2
k + iln 1 + k
k=1 k=1 =1
divergen. P P kP
P
Jadi, jika A = z 2 Cj ak(z c)k konvergen maka jelas bahwa c 2 A. Selain
k=0
z = c, ada lagikah anggota A?
Contoh:
1 1
Pz P 1
1. Pandang deret pangkat k 2
k
= k 2 (z 0)k. Di sini, c = 0 dan ak = k12
k=0 k=0
70 BAB 6. DERET PANGKAT KOMPLEKS
1 1
Jika z = i maka diperoleh deret i . Apakah i konvergen?
2 2
k k
k=0 k=0
Jika diperiksa dengan menggunakan uji rasio, maka
P P
2 2
lim jjak+1jj = lim jji
k+1
jj k = lim k = 1 sehingga uji ga-
k!1 2 k k!1 2
k!1 ak (k+1) jji jj k +2k+1
gal
Jika diperiksa dengan uji konvergensi mutlak maka diperoleh
k
1 i 1 1
jj k
2 jj = k
2 yang konvergen, karena merupakan deret p dengan p = 2
k=0 k=0
P P 1 ik 1 ik
atau deret super harmonik. Karena k
2
konvergen mutlak maka k
2
k=0 k=0
konvergen. Jadi z = i A. P P
2
1
P
Secara umum, ak(z c)k konvergen jika:
k=0
R = lim
jakj
k+1
lim ak+1(z c) <
k!1 kak(z c)kk 1
a
lim k k+1k z c < 1
,
k!1 kakk k k
a
z c lim k k+1k < 1
k
,k k!1 kakk
z c < lim kakk = R:
,k k k!1 kak+1k
kakk
k!1 kak + 1k
disebut Radius Konvergensi, sedangkan A C disebut
daerah atau ling-
1
P
karan konvergensi deret pangkat ak(z c)k. Perhatikan bahwa jika R
=0
k=0
1
P k
maka deret pangkat ak(z c) konvergen hanya jika z = c,
sebaliknya,
k=0 1
P
ak(z c)k konvergen
jika R = 1 maka A = C sehingga deret k=0
pangkat
8z 2 C.
fz 2 Cj jzj < 1g
6.3. DERET PANGKAT KOMPLEKS (COMPLEX POWER SERIES) 71
P
12
P
zk
konvergen, sehingga
k=0 k2
konvergen
1
Pz k
mutlak ) k 2 konvergen.
k=0
1
Pz k
Jadi daerah konvergensi deret pangkat k 2 adalah A = fz 2 Cjjzj 1g
k=0
yang berupa lingkaran berpusat di z = 0 berjari-jari 1. Salah satu anggota
A adalah z = i seperti telah diperlihatkan sebelumnya.
1
2. Tentukan daerah konvergensi deret pangkat zk
k
k=0
Jawab : P
1
k=0
zk k =
k=0
1 1 k
(z 0)
k 1
sehingga ak = k dan c = 0
P P
R = lim kakk = lim 1 k + 1 = lim k+1 =1
k!1 ak +1 k!1 k 1 k!1 k
k k
R= kakk = k! = 1 =0
k!1 kak+1k
k
(k+1)! k+1
Berarti 1 k!(z + i) tidak konvergen dimana - mana kecuali di pusatnya,
P
P
k=0 z
i
yaitu di =
1
zk
4. Tentukan daerah konvergensi deret pangkat (2k)!
k=0
1
Jawab: Dalam soal ini a = (2k)! dan c = 0 P
R = lim jakj = lim (2(k+1))! = lim (2k+2)! = lim (2k+2)(2k+1)(2k)! =
ja +1j
k!1 k k!1 (2k)! k!1 (2k)! k!1 (2k)!
2
klim 4k + 6k + 2 = 1.
!1
1 zk
Jadi A = fz 2 C j jzj < 1g sehingga deret pangkat k=0 (2k)! konvergen di
P
k
Pada sub bab ini kita memandang deret pangkat kompleks sebagai fungsi
anali-tik di daerah konvergensinya sehingga deret tersebut analitik dan
terintegralkan di daerah konvergensinya dan kita dapat mendiferensialkan
maupun menginte-gralkannya suku demi suku deret. Sifat-sifat tersebut
disajikan dalam teorema berikut.
Teorema
1
P n
Jika deret pangkat anz konvergen pada lingkaran C dengan radius konver-
n=0
gensi R 0, maka:
1
P
1. deret anzn konvergen ke suatu fungsi f(z) yang analitik di setiap z 2
n=0
Int(C)
n n
f(z)dz = anz dz = anz dz
n=0 n=0
K K K
0
d 1
n
1 d n
1
n 1
f (z) = dz
anz =
dz
(anz ) = naz
n=0 n=0 n=1
X X X
6.5. FUNGSI ANALITIK SEBAGAI DERET PANGKAT KOMPLEKS 73
Dalam sub bab ini kita mempelajari bagaimana suatu fungsi analitik dapat di-
nyatakan sebagai deret pangkat kompleks yang konvergen pada daerah
konver-gensinya. Seperti pada fungsi real, di sini digunakan pula deret Taylor
untuk menyatakan fungsi analitik sebagai deret pangkat kompleks.
Teorema Taylor
Jika fungsi f(z) analitik di suatu titik c di bidang kompleks, maka terdapat suatu
deret pangkat
1
n=0 an(z c)n;
X ( 1)nzn:
yang koe siennya diberikan sebagai
(n)
f (c)
an = n! ; n = 0; 1; 2; : : : ;
dan konvergen ke f(z), 8z di sekitar z = c di mana f(z) analitik, yaitu
(n)
1 f (c) n
f(z) = (z c) :
n=0
n!
X
Deret pangkat pada teorema tersebut dinamakan Deret Taylor dari f di c.
Jika c = 0 maka deret Taylor disebut deret Mac Laurin. Pada contoh-contoh
berikut akan diperlihatkan bahwa radius konvergensi deret Taylor dari f di c
adalah jarak antara titik c dengan titik singular dari f yang terdekat.
Contoh:
1
1. Misalkan f(z) = 1 z , akan ditentukan deret Mac Laurin untuk f(z).
Mudah diperiksa bahwa turunan ke n dari f(z) adalah
(n)
f (z) = n! (n)
dan f (0) = n!;
(1 z)n+1
sehingga an = 1 dan deret Mac Laurin dari f(z) adalah
1
n
X
f(z) = z :
n=0
74 BAB 6. DERET PANGKAT KOMPLEKS
Jadi
1 1
= zn:
1 z n=0
X
Perhatikan bahwa titik singularitas dari f(z) adalah z 0 = 1, pusat deret
adalah c = 0, dan a(n+1) = an = 1; sehingga radius konvergensi deret
pangkat tersebut adalah R = 1. Terlihat bahwa R = jz0 cj.
1
2. Jika f(z) = 1+ z maka deret Mac Laurin untuk f(z) dapat ditentukan de-
1
ngan menggunakan deret Mac Laurin untuk f(z) = 1 z yang telah
diperoleh sebelumnya dengan menggantikan peran z dengan z, yaitu:
z
n
1 1 X
1 ) :
= ( n=0
f(z) = 1 + z = 1 ( z)
2; : r: : :t f(z) analitik di seluruh
Jadi
1 a p bidang kompleks sehingga
Ja
1+z
X di d a tidak memiliki titik
n=0 de
i n singularitas. Jadi jarak
Perhatikan bahwa titik ret
Ma u g antara pusat deret c = 0 dan
singularitas dari f(z) adalah
c
s k titik singularitas dianggap
z0 = 1, pusat deret adalah c = La
uri at tak berhingga.
0, dan a(n+1) = an; sehingga n
k te
radius konvergensi deret unt
pangkat tersebut adalah R = uk o rs
f(z
1. Terlihat bahwa R = jz0 cj. ) n e
ad v b
z
3. Jika f(z) = e maka jelas ala
bahwa h e ut
r a
(n)
f (z) = g d
z
e dan
(n)
e al
f (0) =
Pe n a
1;
rh s h
sehingga ati i R
1
a = ka =
n
; n n d 1
n! ba
= 0; e d
hw r a
1;
a e n
6.5. FUNGSI ANALITIK SEBAGAI DERET PANGKAT KOMPLEKS 75
z
4. Dengan menggunakan deret Mac Laurin untuk e dapat ditentukan
z+1
deret Mac Laurin untuk e , yaitu
n 1
1 z
e z+1 z
= ee = e = X e
n=0 n!
X n !
n
z :
n=0
5. Dengan menggunakan deret pula u z
an deret Taylor untuk e
Mac Laurin untuk e dapat
z ditent k berpusat di c = 1, yaitu
1
(z 1)
n n! X e
n=0 1 n
n=0
z
e = ee
z 1
=e
X
= n !(z 1) :
sel s in untuk f(z) =
6. Mudah ur . 1
1+ z yang telah
diperlihatkan uh dipe-roleh
bahwa deret Mac
Laurin untuk f(z) = bi7. D sebelumnya,
sin(z) adalah da e dapat ditentukan
ng n deret Taylor
g 1
ko untuk f(z) = 1+ z
a
m di c = i, yaitu
n
sebab pl dengan
m
ek e melakukan
(n) sedikit
f (0) = s n
n+1
( 1) ; se g manipulasi pada
untuk n f(z) sebagai
hi g
ganjil, dan berikut.
(n) ng u
f (0) = 0;
untuk n ga n 1
genap: tid a 1+z =
ak k =
Dapat pula m a
diperiksa bahwa, n =
e
seperti pada d
mil
z er
fungsi e , radius iki
et Jadi
konvergensi titi
M
deret pangkat k a X
n=0
untuk sin z sin c
adalah R = 1 gu L
dan sin z juga lar a
analitik di ita ur
76 BAB 6. DERET PANGKAT KOMPLEKS
1 1
2 + 4z = 2(1 + 2z)
1 1
=
2 1 + 2z
1 1
X
= 2 ( 1)n(2z)n
n=0
1 1
X
= 2 ( 1)n(2)n(z)n
n=0
1
n n 1 n
X
= ( 1) (2) (z) :
n=0
1
Mudah diperlihatkan bahwa R = 2 , yang sama dengan jarak antara
1
titik singularitas z0 = 2 dengan pusat deret c = 0.
1 1
3 z = (3 2i) (z 2i)
= 1
(3 2i) 1 z3 2i2i
1 1
= 3 2i z 2i
1 3 2i
1 1 z 2i n
= 3 2i n=0 3 2i
X
n
= 1 1 (z 2i)
3 2i n=0 (3 2i)n
X
6.5. FUNGSI ANALITIK SEBAGAI DERET PANGKAT KOMPLEKS 77
p
Mudah diperlihatkan bahwa R = j3 2ijj = 13, yang sama dengan jarak
antara titik singularitas z0 = 3 dengan pusat deret c = 2i.
Selain menggunakan prinsip substitusi, deret Taylor suatu fungsi dapat pula
ditentukan dengan menggunakan deret Taylor fungsi lain yang sudah diketahui,
dengan melakukan operasi pendiferensialan atau pengintegralan suku demi su-
ku. Namun perlu diperhatikan bahwa menurut teorema pada subbab 6.4, hal ini
hanya berlaku di IntC, dengan C adalah lingkaran berpusat di c berjari-jari
Contoh
1. Deret Mac Laurin untuk f(z) = cos z dapat diperoleh dari deret pangkat
untuk sin z, yaitu
d
cos z = sin z
dz
2n+1
d 1 n z2n+1 1 nd z
= dz ( 1) (2n + 1)! = ( 1) dz (2n + 1)!
n=0 n=0
1 X
X
z2n X
n
= ( 1) (2n)!:
n=0
1
2. Deret Taylor untuk f(z) = z 2 berpusat di c = i dapat diperoleh dari deret
1
Taylor untuk z berpusat di c = i. Jadi, mula-mula ditentukan terlebih
1
dahulu deret Taylor untuk z berpusat di c = i dengan menggunakan
prinsip substitusi, yaitu
1 1
z = (z + i) i
1
=
i z+ii 1
78 BAB 6. DERET PANGKAT KOMPLEKS
= 1i z+ i
i
11
1
= i1 z+ii
1 z+i n
= i
n=0
X
i
n
1 (z + i)
= i X
in
n=0
X (z + i)n
= in 1 :1
n=0
Jadi 1 n
1 (z + i)
z
= n=0
n 1
i
X
Perhatikan bahwa radius konvergensi deret pangkat tersebut adalah R = 1
n=0
n 1
i = n=0
dz in 1
X X
d 1 d d (z + i)2 d (z + i)3 d (z + i)4
= dz i 1 + dz (z + i) + dz i +dz i2 +dz i3 +:::
2 3
z+i (z + i) (z + i)
=0 + 1 + 2 i +3 i2 +4 i3 +:::
n 1
1 (z + i)
= n in 1 ;
X
n=1
(b) n
n=1
6.6. LATIHAN SOAL 79
1
P
(c) in
n=0
P
1
i4n
(d)
(2n)!
n=1
1
P 1 1
(e) n+ i n+1+ i n=0
1
Pi n
(f) 2
n=0
1 n n
(e) e (z + 2)
=0
nP n
1 n(n+1)(z+e)
(f) =0 n
2
2
P
n n
1 (2n)!(z+i)
(g) P
=0 (n!)
2
n
n
1 2n(z+1)
(h) =0 2n 1
P
n
1
P
(i) n2(z )n
n=0
n
1 n!(z+ i)
(j) =0 2
n
P
n n n
(k) 1 e (z 2)
=1 n!
P
n 2 (z
1 n 2i) n
(l) =1 2
n
P
n n
1 n!(z 2+i)
(m) =1 nn
P
n
(1) f(z) = ln z; c = i
80 BAB 6. DERET PANGKAT KOMPLEKS
z+1
(2) f(z) = e ;c=1
81