Anda di halaman 1dari 27

BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

2. 1 Kajian Pustaka
2.1.1 Penelitian Terdahulu

Dalam penelitian ini terdapat penelitian yang terkait untuk dijadikan sebagai

rujukan. Berikut ini hasil penelusuran mengenai studi terdahulu yang berkaitan

dengan penelitian yang akan dilakukan;

Penelitian Iklima Humaira (2017) dengan judul “Dampak pengetahuan

keuangan, sikap keuangan, dan kepribadian terhadap perilaku manajemen

keuangan pada pelaku UMKM sentral batik Kabupaten Bantul”. Sampel yang di

gunakan sebanyak 40 responden. Penelitian ini menggunakan pendekatan

kuantitatif dengan analisis yang digunakan adalah analisis regresi linier berganda.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara simultan variabel X1, X2 dan X3

memiliki pengaruh signifikan terhadap variabel Y. Sedangkan secara parsial

variabel X1, X2, X3 memiliki pengaruh signifikan terhadap variabel Y.

Persamaan penelitian ini terletak pada variabel yang sama dalam pengujian yakni

Sikap keuangan dan jenis pendekatan yang digunakan yaitu pendekatan kuantitatif

serta data penelitian yang digunakan yaitu hasil survei kuesioner. Adapun

perbedaannya terletak pada objek yang diteliti, pada penelitian terdahulu yaitu

UMKM sentral batik Kabupaten Bantul, sedangkan objek penelitian ini adalah

Usaha Mikro di Desa Binangun Kota Banjar.

Penelitian Senja Arum Sari (2018) dengan judul “Dampak pengetahuan

keuangan, sikap keuangan, dan Locus of control internal terhadap perilaku

manajemen keuangan pada pelaku UMKM (Studi pada sentra kerajinan batik di

12
13

Jawa Tengah)”. Sampel yang digunakan sebanyak 64 responden. Penelitian

menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode analisis regresi berganda.

Hasil analisis data dalam penelitian ini menunjukkan bahwa pengetahuan

keuangan dan locus of control internal berpengaruh positif terhadap perilaku

manajemen keuangan. Sedangkan sikap keuangan tidak berpengaruh positif

terhadap perilaku manajemen keuangan. Persamaan dari penelitian ini yaitu

variabel yang sama dalam pengujian yaitu Sikap Keuangan. Selain variabel yang

sama tersebut, pendekatan yang digunakan pun sama yaitu pendekatan kuantitatif

dan data yang digunakan yang diperoleh peneliti terdahulu sama dengan yang

digunakan peneliti yaitu hasil survei kuesioner. Adapun perbedaannya dari

penelitian terdahulu yaitu objek yang diteliti oleh peneliti terdahulu yaitu pelaku

UMKM Sentra Kerajinan Batik di Jawa Tengah sedangkan objek penelitian ini

adalah pelaku Usaha Mikro di Desa Binangun Kota Banjar.

Penelitian Desy Karmilawati dan Nurdin (2020) dengan judul “Pengaruh

Literasi Keuangan dan Sikap Keuangan terhadap Perilaku Pendanaan Pelaku

Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (Studi Kasus pada Sentral Industri Peyeum

Desa Citatah, Kecamatan Cipatat, Kabupaten Bandung Barat)”. Sampel yang

digunakan sebanyak 85 sampel. Penelitian ini menggunakan pendekatan

kuantitatif dengan metode Analisis Regresi Linear Berganda. Hasil penelitian

menunjukan adanya pengaruh Literasi Keuangan dan Sikap Keuangan terhadap

Perilaku Pendanaan secara parsial dan simultan. Secara parsial seluruh variabel

independen berpengaruh terhadap variabel dependen. Persamaan dari penelitian

ini yaitu variabel yang sama dalam pengujian yaitu Literasi Keuangan dan Sikap
14

Keuangan. Selain variabel yang sama tersebut, pendekatan yang digunakan pun

sama yaitu pendekatan kuantitatif dan data yang digunakan yang diperoleh

peneliti terdahulu sama dengan yang digunakan peneliti yaitu hasil survei

kuesioner. Adapun perbedaanya dari penelitian terdahulu yaitu objek yang diteliti

oleh peneliti terdahulu yaitu pelaku UMKM Sentral Industri Peyeum Desa

Citatah, Kecamatan Cipatat, Kabupaten Bandung Barat sedangkan objek

penelitian ini adalah pelaku Usaha Mikro di Desa Binangun Kota Banjar.

Penelitian Febri Yulito (2019) dengan Judul Analisis Akses Keuangan,

Dukungan Pemerintah dan Kemampuan Manejerial terhadap Perkembangan

UMKM pada Usaha Furniture di Kota Payakumbuh. Sampel yang digunakan

sebanyak 40 sampel. Penelitian ini menggunakan pendekatan Kuantitatif dengan

metode Analisis Regresi Berganda. Hasil dari penelitian ini menemukan bahwa

adanya pengaruh signifikan akses keuangan dan kemampuan manajerial terhadap

perkembangan usaha, serta adanya pengaruh yang tidak signifikan antara

dukungan pemerintah terhadap perkembangan usaha. Persamaan dari penelitian

ini yaitu variabel yang sama dalam pengujian yaitu Akses Keuangan. Selain

variabel yang sama tersebut, pendekatan yang digunakan pun sama yaitu

pendekatan kuantitatif dan data yang digunakan yang diperoleh peneliti terdahulu

sama dengan yang digunakan peneliti yaitu hasil survei kuesioner. Adapun

perbedaanya dari penelitian terdahulu yaitu objek yang diteliti oleh peneliti

terdahulu yaitu pelaku UMKM Usaha Furniture di Kota Payakumbuh sedangkan

objek penelitian ini adalah pelaku Usaha Mikro di Desa Binangun Kota Banjar.
15

2.1.2 Landasan Teori


2.1.2.1 Literasi Keuangan
2.1.2.1.1 Definisi Literasi Keuangan

Literasi keuangan sangat penting untuk seseorang dalam membuat

keputusan terutama yang berkaitan dengan aktivitas sehari – hari seperti dalam

mengambil keputusan untuk menabung (saving) atau investasi (investment) untuk

mencapai tujuan yang sudah ditentukan sebelumnya. Literasi keuangan selain

bermanfaat bagi individunya sendiri, juga bermanfaat untuk keberlangsungan

sistem perekonomian suatu negara.

Menurut Atkinson dan Messy (2018: 7) menyatakan bahwa “Literasi

keuangan adalah pengetahuan, keterampilan, sikap dan perilaku yang diperlukan

untuk membuat keputusan keuangan yang sehat dan akhirnya mencapai

kesejahteraan keuangan individu”. Sementara itu, Otoritas jasa Keuangan (OJK:

2013) mendefinisikan “Literasi keuangan adalah pengetahuan, keterampilan, dan

keyakinan, yang mempengaruhi sikap dan perilaku untuk meningkatkan kualitas

pengambilan keputusan dan pengelolaan keuangan dalam rangka mencapai

kesejahteraan”.

Menurut Sholeh (2019: 60) bahwa :

Literasi Keuangan (Financial Literacy) didefinisikan sebagai kemampuan


tentang pengetahuan individu yang berkaitan dengan pengelolaan
financialnya, dan dengan kemampuan literasi financial ini akan berdampak
pada peningkatan taraf hidup individu tersebut.

Berdasarkan definisi di atas, dapat dipahami bahwa pengetahuan dan skill

dalam memahami keuangan sangat penting bagi seorang individu, agar mereka

tidak keliru dalam membuat keputusan keuangan. Literasi keuangan akan

membantu individu untuk menghindari masalah keuangan. Literasi keuangan juga


16

memungkinkan individu untuk mengelola keuangannya dengan lebih baik.

Literasi keuangan membantu dalam memberikan pemahaman tentang mengelola

keuangan dan peluang untuk mencapai kehidupan yang lebih sejahtera dimasa

yang akan datang.

2.1.2.1.2 Tingkatan Literasi Keuangan

Menurut OJK (Otoritas Jasa Keuangan), “Literasi Keuangan (Financial

Literacy) adalah rangkaian proses atau aktivitas untuk meningkatkan pengetahuan,

keyakinan, serta keterampilan konsumen dan masyarakat luas sehingga mereka

mampu mengelola keuangan dengan baik”. Secara singkat, literasi keuangan juga

dapat diartikan sebagai pengetahuan atau kemampuan untuk mengelola keuangan.

Dengan literasi keuangan yang baik, maka dapat terbantu untuk hidup lebih

sejahtera dalam hal keuangan. Pada dasarnya literasi keuangan sangat

berhubungan dengan kehidupan sehari-hari.

Namun, sepertinya kebanyakan orang tidak menyadari bahwa itu adalah

literasi keuangan. Misalnya mengambil keputusan untuk menabung atau

melakukan investasi untuk mencapai tujuan keuangan. Hal tersebut merupakan

salah satu peran literasi keuangan dalam kehidupan sehari-hari.

Menurut Lusardi (2014: 52) bahwa “Literasi keuangan yang dimiliki oleh

seseorang dapat diukur dari pengetahuan dasar atas konsep investasi keuangan

seperti inflasi dan risiko serta kemampuan untuk melakukan perhitungan yang

berkaitan dengan suku bunga”. Akan tetapi, pada dasarnya tingkat literasi

keuangan yang dimiliki masing- masing individu berbeda-beda. Hal tersebut


17

disebabkan oleh perbedaan faktor yang mempengaruhinya sehingga terjadi

perbedaan yang signifikan antara individu satu dengan yang lain.

Di dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) No.1/2013 tanggal 2

Juli 2013 POJK wajib menyelenggarakan edukasi dalam rangka meningkatkan

literasi keuangan kepada masyarakat ataupun konsumen. Survei dilakukan oleh

OJK pada tahun 2013, menerangkan bahwa tingkat literasi keuangan penduduk

Indonesia dibagi menjadi empat bagian, yaitu :

1. Well Literate, pada tahap ini seseorang memiliki pengetahuan dan


keyakinan tentang lembaga jasa keuangan serta produk dan jasa
keuangan, serta memiliki keterampilan dalam menggunakan produk dan
jasa keuangan.
2. Stuff Literate, pada tahap ini seseorang memiliki pengetahuan dan
keyakinan tentang lembaga jasa keuangan serta produk dan jasa
keuangan, termasuk fitur, manfaat dan risiko, hak dan kewajiban terkait
produk dan jasa keuangan,
3. Less Literate, pada tahap ini seseorang hanya memiliki pengetahuan
tentang lembaga keuangan, produk, dan jasa keuangan.
4. Not Literate, pada tahap ini seseorang tidak memiliki pengetahuan dan
keyakinan tentang lembaga keuangan serta produk dan jasa keuangan,
juga tidak memiliki keterampilan dalam menggunakan jasa dan produk
keuangan.

Berdasarkan definisi di atas, terdapat 4 tingkatan literasi keuangan yakni

well literate, stuff literate, less literate dan not literate. Maka dengan adanya

literasi keuangan yang mumpuni, akan lebih mudah untuk mengatur keuangan.

Singkatnya, jika seseorang mengerti literasi keuangan dengan baik tidak akan sulit

untuk memilih strategi dan membuat keputusan yang tepat terkait urusan

keuangan.

2.1.2.1.3 Faktor-Faktor Literasi Keuangan

Kemampuan dan pengetahuan seseorang mengenai keuangan pasti

berbeda pada tiap individu dan terdapat banyak faktor yang dapat mempengaruhi
18

literasi keuangan. Ada banyak studi yang melakukan kajian mengenai faktor apa

saja yang mempengaruhi literasi keuangan.

Menurut Lusardi dkk (2014: 52) dalam Imawati mengatakan bahwa ada tiga

hal yang memberikan pengaruh terhadap kemampuan literasi keuangan:

1. Sosiodemograpi
Ada perbedaan pemahaman antara laki-laki dan perempuan. Laki-laki
dianggap memiliki kemampuan financial literacy lebih tinggi dari pada
perempuan. Begitu juga dengan kemampuan kognitifnya.
2. Latar belakang keluaraga
Pendidikan seorang ibu dalam sebuah keluarga berpengaruh kuat pada
literasi keuangan , khususnya ibu yang merupakan lulusan dari
perguruan tinggi. Mereka unggul 19 persen lebih tinggi dari pada yang
lulusan sekolah menengah.
3. Kelompok pertemanan
Kelompok atau komunitas seseorang akan mempengaruhi financial
literacy seseorang, mempengaruhi pola konsumsi dan penggunaan dari
uang yang ada.

Dalam penelitiannya, Monticone (2010) menjelaskan bahwa faktor-faktor

yang literasi keuangan dipengaruhi oleh:

1. Karakteristik Sosio-demografi
Dalam hal ini dikatakan bahwa perempuan dan etnis minoritas memiliki
pengetahuan keuangan yang rendah, dan laki- laki memiliki
pengetahuan keuangan dan ekonomi makro yang baik. Hal tersebut
disebabkan oleh tinggi rendahnya pendidikan yang di tempuh, akan
tetapi selain pendidikan formal, kemampuan kognitif memiliki peran
untuk meningkatkan pengetahuan keuangan. Jadi pada intinya, faktor-
faktor yang terdapat dalam demografi yaitu meliputi etnis, gender dan
kemampaun kognitif.
2. Latar Belakang Keluarga
Selain sosio-demografi dan kemampuan kognitif, literasi keuangan juga
dilatar belakangi oleh keluarga seperti pendidikan orang tua terutama
ibu. Jadi pendidikan yang diperoleh dari orang tua atau keluarga dapat
mempengaruhi pengetahuan keuangan seseorang.
3. Kekayaan
Pengetahuan keuangan merupakan modal penting manusia untuk
berinvestasi jangka panjang dan merupakan bekal untuk menjalankan
kehidupanya di masa sekarang dan masa yang akan datang,
pengetahuan keuangan sangat dibutuhkan oleh investor guna
memperoleh tingkat income yang lebih tinggi. Oleh karena itu setiap
19

individu yang memiliki kekayaan yang memadai harus memiliki dan


menguasai pengetahuan keuangan agar dapat mengelola kekayaanya
dengan baik dan seefisien mungkin.
4. Preferensi Waktu
Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kebiasaan financial
(financial behavior) seperti kegiatan ekonomi, keluarga, teman,
kemampuan kognitif individu, kebiasaan, komunitas dan institusi.
Berdasarkan penjelasaan di atas dapat disimpulkan bahwa literasi dapat
dipengaruhi oleh beberapa faktor baik itu interal maupun eksternal.

Menurut Ansong dan Gyensare dalam Nujmatul Laili (2012: 9), faktor-

faktor yang mempengaruhi literasi keuangan:

1. Gender
Perbedaan gender sangat berpengaruh terhadap pengelolaan keuangan.
Laki-laki lebih mempunyai kepercayaan diri yang tinggi dalam
membuat keputusan keuangan dibanding dengan perempuan yang lebih
cenderung Risk Averse dibandingkan laki-laki.
2. Usia
Usia seseorang mengindikasikan banyaknya pengalaman yang
diperoleh seseorang semasa hidupnya termasuk pengalamannya dalam
masalah keuangan sehingga semakin berpengalaman maka pengambilan
keputusan keuangannya akan semakin baik pula.
3. Tingkat pendidikan orang tua
Orang tua yang memiliki tingkat pendidikan strata biasanya akan
mengajarkan atau menurunkan pengetahuan tentang keuangan kepada
anaknya apalagi jika orang tua tersebut berada pada jalur atau jurusan
bidang keuangan. Sebab pengetahuan anak itu turun dari orang tuanya.

Berdasarkan teori yang telah dipaparkan di atas dapat kita simpulkan bahwa

faktor-faktor yang mempengaruhi literasi keuangan adalah:

1. Jenis kelamin
2. Usia
3. Pendidikan
4. Latar belakang keluarga
5. Kekayaan
20

2.1.2.1.4 Dimensi dan Indikator Literasi Keuangan

Seperti yang diketahui bahwa literasi keuangan adalah salah satu essential

life skill yang merupakan sebuah keharusan yang dimiliki oleh setiap lapisan

masyarakat. Menurut Krishna (2010) dalam Suryanto dan Rasmini (2018: 2)

menyebutkan “Literasi adalah dimana seseorang memiliki sejumlah keahlian dan

kemampuan, sehingga individu tersebut mampu memanfaatkan sumber daya

dalam hal ini produk dan jasa keuangan untuk mencapai tujuan”.

Menurut Nababan dan Sadalia (2012: 15), literasi keuangan terbagi menjadi

5 dimensi, yaitu ;

1. Pengetahuan Dasar Keuangan, mencakup berbagai pemahaman dasar


seseorang dalam suatu sistem keuangan seperti perhitungan bunga
majemuk, inflasi, opportunity cost, nilai waktu, likuidutas aset, dan
lain-lain. Indikator dari Dimensi ini adalah :
a. Perencanaan akuntansi keuangan sederhana
b. Meningkatkan Pengetahuan pembukuan keuangan untuk usaha
kecil
2. Pengetahuan Manajemen Uang, mempelajari bagaimana sesorang
individu mengelola uang pribadi mereka. Semakin banyak pemahaman
mengenai literasi keuangan, maka semakin baik pula individu tersebut
mengelola uang pribadi mereka. Indikator dari Dimensi ini adalah :
a. Tingkat menganalisa kinerja keuangan
b. Memprediksi kondisi keuangan
3. Pengetahuan Manajemen Kredit dan Utang, suatu rangkaian kegiatan
dan komponen yang saling berhubungan satu dengan yang lain secara
sistematis dalam proses pengumpulan dan penyajian informasi
perkreditan suatu bank. Indikator dari Dimensi ini adalah :
a. Jumlah biaya administrasi pinjaman saat melakukan pinjaman
b. Tingkat bunga yang di tanggung
4. Pengetahuan Tabungan dan Investasi tabungan merupakan bagian dari
pendapatan masyarakat yang tidak dipergunakan untuk kegiatan
ekonomi (menghasilkan barang dan jasa) yang menguntungkan disebut
dengan investasi. Indikator dari Dimensi ini adalah :
a. Kepemilikan rekening tabungan
b. Rencana persyaratan yang dibutuhkan saat melakukan pinjaman ke
bank /lembaga keuangan bukan bank
5. Pengetahuan Manajemen Resiko adalah sesuatu yang muncul akibat
adanya ketidakpastian. Manajemen risiko bertujuan untuk mengelola
21

risiko, sehingga kerugian manajemen risiko bertujuan untuk mengelola


risiko, sehingga kerugian yang dialami dapat diminimalisasi dan
keuntungan yang akan diperoleh lebih optimal. Indikator dari Dimensi
ini adalah :
a. Tingkat resiko dana kredit
b. Kemampuan meminimalisir tingkat kerugian ketika terjadi tidak
mampu bayar.

Menurut Chen and Volpe (1998: 107) dalam Suryanto dan Rasmini (2018:

7) Literasi keuangan dibagi dalam 4 bagian (aspek), yaitu :

1. Pengetahuan keuangan dasar


Pengetahuan tentang keuangan mencakup pengetahuan keuangan
pribadi, yakni bagaimana mengatur pendapatan dan pengeluaran, serta
memahami konsep dasar keuangan. Konsep dasar keuangan tersebut
mencakup perhitungan tingkat bunga sederhana, bunga majemuk,
pengaruh inflasi, opportunity cost, nilai waktu uang, likuiditas suatu
aset, dan lain-lain.
2. Tabungan dan Pinjaman yang berkaitan dengan produk dan jasa
perbankan yang lebih familiar dikenal di masyarakat luas. Simpanan
berarti sejumlah dana yang berasal dari pendapatan yang kemudian di
simpan dalam bentuk tabungan atau bisa juga deposito. Pinjaman
merupakan salah satu produk yang di tawarkan pihak perbankan yang
di khususkan bagi mereka yang memerlukan dana sejumlah besar yang
nantinya akan di kembalikan dalam jangka waktu yang telah di
tentukan.
3. Asuransi merupakan salah satu produk atau jasa yang di tawarkan oleh
lembaga keuangan dilam bentuk perlindungan secara financial yang
bisa mecakup asuransi jiwa, asuransi pendidikan dan sebagainya.
Sebagai individu yang memiliki pengetahuan yang cukup akan manfaat
yang di peroleh di dalam asuransi cenderung akan memilih asuransi
sebagai jaminan untuk di kemudian hari.
4. Investasi bisa disebut juga penanaman modal berupa dana ataupun aset
yang di lakukan oleh seorang individu dengan tujuan untuk
mendapatkan keuntungan di kemudian hari. Seorang individu yang
memiliki tingkat literasi yang tinggi cenderung akan berinvestasi di
benenerapa sektor seperti properti, saham , deposito dan lain-lain.

Dalam penelitian ini dimensi yang digunakan untuk mengukur tingkat

literasi keuangan berdasarkan penelitian Nababan dan Sadalia (2012: 15), yaitu

pengetahuan dasar keuangan, pengetahuan manajemen keuangan, pengetahuan

manajemen kredit & utang, pengetahuan tabungan dan pinjaman, dan pengetahuan
22

manajemen resiko. Masyarakat lebih memilih meminjam ke tetangganya atau

sesorang yang dianggap mampu di lingkungannya dengan bunga yang lebih

tinggi. Padahal meminjam ke bank akan lebih mudah dan sedikit resikonya. Untuk

itu perlu adanya sosialiasi akan manajemen resiko. Serta mengelompokkan

menjadi tiga kategori yakni, tinggi, sedang dan rendah. Kategori tinggi apabila

rata-rata sekor lebih dari 80%, kategori Sedang jika rata-rata skor berada diantara

60%-79%, dan kategori rendah menunjukkan apabila rata-rata skor yang diperoleh

responden di bawah 60%.

2.1.2.2 Sikap Keuangan


2.1.2.2.1 Pengertian Sikap Keuangan

Sikap keuangan yang dimiliki oleh seorang individu akan membantu

individu tersebut dalam menentukan bagaimana dalam bersikap dan berperilaku

terhadap hal keuangan, baik dalam hal manajemen keuangan, penganggaran

keuangan pribadi, atau bagaimana keputusan individu tersebut mengenai bentuk

investasi yang akan diambil.

Sikap Keuangan (Financial Attitude) diartikan sebagai keadaan pikiran,

pendapat, serta penilaian tentang keuangan pribadinya yang diaplikasikan ke dalam

sikap. Sebagaimana penelitian terdahulu Humaira dan Sagoro (2018: 9) bahwa

“Sikap keuangan didefinisikan juga sebagai penerapan prinsip-prinsip keuangan

untuk menciptakan dan mempertahankan nilai melalui pengambilan keputusan dan

pengelolaan sumber daya yang tepat”. Sikap Keuangan merupakan pandangan,

pendapat dan penilaian tentang situasi keuangan. Terdapat suatu hubungan antara

sikap keuangan dan tingkat masalah keuangan. Dengan demikian dapat dikatakan
23

bahwa sikap keuangan seseorang juga berpengaruh terhadap cara seseorang

mengatur perilaku keuangannya.

Menurut Wulandari & Hakim (2015: 4) “Sikap adalah hasil dari proses

psikologis sehingga tidak dapat diamati secara langsung, tetapi harus disimpulkan

dari apa yang dikatakan dan apa yang dilakukan”. Sikap keuangan yang dimiliki

seorang individu dapat memengaruhi keputusan keuangan yang akan mereka

hadapi. Hal ini dikarenakan sikap keuangan akan membantu individu untuk

mengerti apa yang dipercaya terkait hubungan dirinya dengan uang. Sikap

mengacu pada bagaimana seseorang merasa tentang masalah keuangan pribadi

yang diukur dengan tanggapan atas sebuah pernyataan atau opini, sementara

perilaku pengelolaan keuangan mengacu pada bagaimana seseorang berperilaku

yang berkaitan dengan hal keuangan pribadi, diukur dengan tindakan individu

tersebut.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa sikap keuangan seseorang

individu dapat memengaruhi perilaku pengelolaan keuangan individu tersebut.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa sikap keuangan merupakan keadaan

psikologis seseorang, prinsip dan penilaian terhadap uang yang diterapkan atau

diaplikasikan kedalam sikap. Dengan demikian, sikap keuangan dapat dipengaruhi

oleh keluarga, pendidikan, lingkungan pertemanan, dan lain sebagainya.

2.1.2.2.2 Dimensi dan Indikator Sikap Keuangan

Sikap Keuangan adalah persepsi, pola keadaan pikiran, keyakinan ataupun

pandangan yang menggambarkan kepribadian seseorang didasari penilaian

psikologis meliputi bagaimana seseorang beranggapan terhadap sumber daya


24

keuangannya yang secara langsung ataupun tidak langsung menjadi faktor untuk

menentukan keputusan keuangan yang akan diambil.


25

Menurut Herdjiono dan Damanik (2016: 227) berpendapat bahwa:

Sikap keuangan yang baik dapat diukur dengan lima komponen dari
kemampuan seseorang menunjukkan:
1. Pola pikir yang baik tentang uang (obsession),
2. Mampu mengontrol situasi keuangan yang dimiliki (effort),
3. Menyesuaikan penggunaan uang terhadap kebutuhan (inadequancy),
4. Tidak ingin menghabiskan uang (retention),
5. Memiliki pandangan luas terhadap uang (securities).

Menurut Muhammad Shohib (2015: 665-683) mendefinisikan bahwa “Sikap

terhadap uang merupakan sudut pandang atau perilaku seorang individu terhadap

uang”. Sedangkan Yamauchi dan Templer (1982: 525), dalam penelitiannya,

menjelaskan bahwa terdapat lima dimensi sikap terhadap uang yaitu:

1. Power-prestige, yang diartikan uang sebagai sumber kekuasaan,


pencarian status, alat untuk memperoleh pengakuan dari individu lain,
persaingan, dan kepemilikan barang mewah.
2. Retention time, dimana uang adalah faktor penting dalam kehidupan
yang harus dikelola dengan baik untuk kepentingan masa depan melalui
perencanaan yang matang dan berhati-hati saat membelanjakannya
3. Distrust, uang bisa menjadi sumber kecurigaan dan menimbulkan
keraguan serta ketidakpercayaan dalam pengambilan keputusan saat
penggunaannya.
4. Quality, dimana uang merupakan sebuah simbol kesuksesan atau
simbol kualitas hidup yang mencerminkan prestasi seseorang.
5. Anxiety, dimana uang digambarkan sebagai penyebab kegelisahan yang
bisa menimbulkan stress bagi pemiliknya.

Menurut Dew dan Xiao (2011) dalam Herdjiono dan Damanik (2016: 228),

sikap keuangan dapat dilihat dari beberapa dimensi sebagai berikut:

1. Konsumsi (Consumption)
Konsumsi merupakan seluruh pengeluaran yang digunakan untuk
memenuhi kebutuhan yang dapat berwujud barang atau jasa. Pada
dimensi ini perilaku pengelolaan keuangan dapat diukur dari beberapa
indikator, yaitu:
a. Cara seseorang melakukan kegiatan konsumsi sehari-hari.
b. Cara seseorang mempertimbangkan keputusan dalam kegiatan
konsumsi sehari-hari misalnya barang atau jasa apa yang dibeli
serta alasan mengapa seseorang tersebut membelinya.
26

2. Manajemen Arus Kas (Cash-Flow Management)


Manajemen arus kas merupakan kecakapan seseorang untuk
menuntaskan seluruh biaya yang menjadi tanggungjawabnya.
Seseorang dinilai mampu mengelola arus kas secara baik apabila dapat
menghasilkan keseimbangan antara pemasukan dan pengeluaran.
Manajemen arus kas dapat diukur dari beberapa indikator, yaitu:
a. Membayarkan tagihan tepat pada waktunya.
b. Memperhatikan catatan (pemasukan dan pengeluaran) atau bukti
pembayaran.
c. Membuat penganggaran keuangan.
d. Membuat perencanaan keuangan untuk masa yang akan datang
(pensiun).
3. Tabungan dan Investasi (Saving and Investment)
Tabungan yaitu sebagian pendapatan yang tidak lagi dikonsumsi pada
periode tertentu. Uang yang tidak dikonsumsi harus disimpan untuk
berjagajaga apabila terdapat kejadian tak terduga. Sedangkan investasi
didefinisikan sebagai dana atau uang yang dialokasikan saat ini dengan
tujuan memperoleh manfaat keuntungan di kehidupan mendatang. Ada
beberapa indikator yang mampu digunakan untuk mengukur dimensi
tabungan dan investasi, yaitu:
a. Penyisihan uang untuk tabungan.
b. Penyisihan uang untuk investasi.
4. Manajemen Utang (Credit Management)
Manajemen utang merupakan keahlian orang untuk mengendalikan
hutang biar tidak bangkrut atau dengan istilahnya yaitu memanfaatkan
hutang untuk memperoleh kesejahteraan di masa mendatang. Berikut
indikator-indikator yang digunakan untuk mengukur dimensi
manajemen utang, yaitu:
a. Melakukan pertimbangan sebelum mengajukan utang.
b. Memanfaatkan utang untuk hal-hal produktif.

Penelitian Anthony (2011) mengemukakan bahwa terdapat empat indikator

sikap keuangan antara lain:

1. Sikap terhadap perilaku keuangan sehari-hari yaitu kerkaitan dengan


sikap positif individu dalam pemanfaatan uang yang baik untuk
pengeluaran sehari-hari.
2. Sikap terhadap rencana penghematan yaitu berkaitan dengan sikap
positif dalam rencana penghematan uang seperti menyisakan uang
untuk ditabung dan kebutuhan mendadak.
3. Sikap terhadap manajemen keuangan yaitu sikap positif melakukan
pengelolaan keuangan seperti menulis pengeluaran harian, membuat
catatan keuangan, merencanakan anggaran dan membuat prioritas
anggaran.
27

4. Sikap terhadap kemampuan keuangan masa depan yaitu berkaitan


dengan sikap positif seseorang untuk dapat bertanggungjawab dalam
pengambilan keputusan yang akan berdampak pada masa yang akan
datang.

Berdasarkan dimensi dan indikator-indikator yang telah dijelaskan oleh

beberapa ahli di atas, maka dimensi dan indikator yang digunakan untuk variabel

sikap keuangan adalah dimensi dan indikator yang dikemukakan oleh Dew dan

Xiao dalam Herdjiono dan Damanik (2016: 228). antara lain: Konsumsi,

Manajemen Arus Kas, Tabungan dan Investasi serta Manajemen Utang.

Pemilihan dimensi dan indikator tersebut dipilih sesuai dengan kondisi para

pelaku usaha mikro dan diyakini dapat mendukung dan mempunyai peranan besar

dalam sikap keuangan. Serta mengelompokkan menjadi tiga kategori yakni,

tinggi, sedang dan rendah. Kategori tinggi apabila rata-rata sekor lebih dari 80%,

kategori Sedang jika rata-rata skor berada diantara 60%-79%, dan kategori rendah

menunjukkan apabila rata-rata skor yang diperoleh responden dibawah 60%.

2.1.2.3 Akses Keuangan


2.1.2.3.1 Pengertian Akses Keuangan

UMKM dalam perekonomian nasional memiliki peran yang penting dan

strategis. Namun demikian, UMKM masih memiliki kendala, baik untuk

mendapatkan pembiayaan maupun untuk mengembangkan usahanya. Dari sisi

pembiayaan, masih banyak pelaku UMKM yang mengalami kesulitan untuk

mendapatkan akses kredit dari bank atau lembaga keuangan lainya, baik karena

kendala teknis. Dari sisi pengembangan usaha, pelaku UMKM masih memiliki

keterbatasan informasi mengenai pola pembiayaan untuk komoditas tertentu. Di


28

sisi lain, perbankan juga membutuhkan informasi tentang komoditas yang

potensial untuk dibiayai.

Menurut Arsyad (2008:14) berpendapat bahwa “Lembaga keuangan formal

atau komersial lebih cenderung menyalurkan kredit kepada perusahaan yang

berskala besar dan beresiko rendah”. Di samping itu Waked (2016) beranggapan

bahwa “Akses ke keuangan adalah tulang punggung pengembangan UMKM di

setiap perekonomian nasional”. Di sisi lain Anshori (2007) menyatakan bahwa:

Bank bertugas untuk menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan


dana tersebut kepada masyarakat dalam bentuk pembiayaan dengan sistem
bagi hasil (profit sharing) sesuai kehendak atau berdasarkan margin untuk
bank syariah dan kredit berbasis bunga (interest based) untuk bank
konvensional, maka bank dapat disebut sebagai media intermediasi
keuangan (financial intermediary).

Kurangnya akses keuangan merupakan hambatan utama bagi pertumbuhan

dan pengembangan usaha mikro karena lembaga keuangan formal atau komersial

ragu untuk mengucurkan pinjaman kepada mereka. Lembaga keuangan formal

menganggap jaminan yang diberikan oleh pengusaha mikro tidak layak. Hal ini

dikarenakan keadaan produksi sering kali beresiko dan tidak stabil sehingga dapat

berakibat pada kegagalan pelunasan kredit.

Masalah akses dalam memperoleh pinjaman semakin diperburuk oleh

kenyataan bahwa usaha-usaha mikro dikelola oleh orang-orang yang hanya

mendapatkan pendidikan dasar selama beberapa tahun saja. Ada kemungkinan

bahwa orang-orang dengan tingkat pendidikan seperti itu tidak memiliki

keberanian untuk meminta bantuan keuangan kepada lembaga pemberi pinjaman.

Jika faktor kurangnya pendidikan tersebut tetap ada, maka akses untuk
29

memperoleh pinjaman bagi pengusaha kecil berpendapatan rendah perlu

ditingkatkan.

Maka dapat disimpulkan Akses keuangan adalah kemampuan individu atau

bisnis untuk mengakses kebutuhan produk dan layanan keuangan untuk

memenuhi kebutuhan mereka.

2.1.2.3.2 Tujuan Akses Keuangan

Akses keuangan merupakan suatu kegiatan penyediaan dan pengelolaan

dana untuk investasi atau kerjasama dalam bidang permodalan antara koperasi

dengan anggota, calon anggota, koperasi lain, yang mewajibkan penerimaan

pembiayaan itu untuk melunasi kewajibannya. Dengan kata lain, salah satu tugas

pokok bank, yaitu pemberian fasilitas penyediaan dana untuk memenuhi

kebutuhan pihak-pihak yang merupakan deficit unit.

Menurut Rivai (2010: 98) tujuan akses keuangan ada dua yaitu tujuan akses

keuangan makro dan mikro. Tujuan akses keuangan makro adalah

1. Untuk meningkatkan ekonomi umat sehingga masyarakat yang belum


mendapatkan akses ekonomi akan mendapatkan akses ekonomi
2. Untuk penyediaan dana bagi peningkatan usahabagi nasabah
kekurangan dana
3. Untuk memberikan peluang bagi untuk meningkatkan produktivitas.
Sedangkan untuk pembiayaan mikro yaitu
4. Upaya memaksimalkan laba, artinya: setiap usaha yang dibuka
memiliki tujuan tertinggi, yaitu menghasilkan laba usaha.
5. Upaya meminimalkan risiko, artinya: usaha yang dilakukan agar
mampu menghasilkan laba maksimal, maka pengusaha harus mampu
meminimalkan risiko yang mungkin timbul.
6. Penyaluran kelebihan dana, artinya: dalam kehidupan masyarakat ini
ada pihak yang memiliki kelebihan sementara ada pihak yang
kekurangan.
Sedangkan untuk akses keuangan mikro yaitu untuk peningkatan laba,
meminimalisir kekurangan modal, mendayagunakan sumber daya
ekonomi, dan menyalurkan dana yang surplus kepada nasabah yang
deficit dana.
30

Menurut Nizar (2012: 235), tujuan akses keuangan yaitu:

1. Bagi pemilik, mengharapkan akan memperoleh penghasilan atas dana


yang ditanamkan pada bank
2. Bagi pegawai, memperoleh kesejahteraan dari bank
3. Masyarakat:
a. Pemilik dana: mengharapkan dari dana yang diinvestasikan akan
memperoleh bagi hasil
b. Debitur yang bersangkutan: dengan penyediaan dana baginya,
mereka terbantu guna menjalankan usahanya atau terbantu untuk
pengadaan barang yang diinginkannya (pembiayaan konsumtif)
4. Bagi pemerintah, terbantu dalam pembiayaan pembangunan negara. Di
samping itu, juga akan diperoleh pajak
5. Bagi bank, dapat meneruskan dana mengembangkan usahanya.

Maka dapat disimpulkan tujuan akses keuangan yaitu untuk memenuhi

kebutuhan dana nasabah yang membutuhkan modal sehingga dapat terbantu

dengan adanya program pendanaan ini.

2.1.2.3.3 Dimensi dan Indikator Akses Keuangan

Pengukuran tingkat akses keuangan merupakan kunci dalam mengetahui

tingkat akses keuangan, penggunaan produk dan layanan keuangan, serta

mengidentifikasi hambatan yang menghalangi seseorang dalam menggunakan

produk dan layanan keuangan formal. Data yang dapat diandalkan sangat penting

untuk menginformasikan kebijakan dan untuk memantau efek dari akses

keuangan. Data juga menyediakan titik awal. Beberapa jenis Dimensi untuk

mengukur akses keuangan menurut Soetiono & Setiawan (2018: 58) antara lain:

1. Akses, mencerminkan kedalaman jangkauan layanan keuangan, seperti


penetrasi cabang bank di daerah pedesaan, atau hambatan sisi permintaan
yang dihadapi pelanggan untuk mengakses lembaga keuangan, seperti
biaya atau informasi. Indikator dalam Dimensi ini adalah:
a. Layanan jasa keuangan mudah untuk diakses
b. Tempat layanan keuangan mudah dijangkau
2. Penggunaan, mengukur bagaimana klien menggunakan jasa keuangan,
seperti keteraturan dan durasi dari penggunaan produk/jasa keuangan dari
waktu ke waktu (misalnya rata-rata saldo tabungan, jumlah transaksi per
31

rekening, jumlah pembayaran elektronik yang dibuat). Indikator dalam


Dimensi ini adalah:
a. Mengetahui ketersediaan jasa dan produk keuangan
b. Penggunaan produk pinjaman atau kredit dari bank/lembaga jasa
keuangan
3. Kualitas, menjelaskan apakah produk dan jasa keuangan telah sesuai
dengan kebutuhan konsumen, berbagai pilihan yang tersedia, dan
kesadaran dan pemahaman klien tentang produk dan jasa keuangan.
Indikator dalam Dimensi ini adalah:
a. Layanan jasa keuangan membantu pengguna jasa
b. Lembaga keuangan (bank) memberikan pelayanan yang sesuai

Untuk mengetahui tingkat perkembangan kegiatan akses keuangan

diperlukan sebuah ukuran kinerja. Menurut penelitian Dahar, Yanti & Rahmi.

(2019: 121) Dimensi dalam pengembangan akses keuangan antara lain adalah:

1. Ketersediaan akses
Yaitu faktor yang digunakan dalam mengukur kemampuan penggunaan
dari jasa keuangan agar dapat melihat potensi hal-hal yang menjadi
hambatan dalam membuka ataupun menggunakan rekening bank,
seperti bentuk fisik layanan keuangan baik Kantor bank, ATM dan lain-
lain.
2. Penggunaan
Yaitu faktor yang digunakan untuk mengukur penggunaan produk
maupun jasa keuangan seperti frekuensi, waktu penggunaan dan
keteraturanmengetahui ketersediaan jasa dan produk keuangan telah
memnuhi kebutuhan pelanggan.
3. Kualitas
Yaitu faktor yang digunakan untuk mengetahui ketersediaan jasa dan
produk keuangan telah memnuhi kebutuhan pelanggan.
4. Kesejahteraan
Yaitu faktor yang digunakan dalam mengukur dampak dari layanan
keuangan terhadap pengguna jasa.
Dalam penelitian ini dimensi yang digunakan untuk mengukur tingkat

Akses keuangan berdasarkan Soetiono & Setiawan (2018: 58), yaitu Akses,

Penggunaan dan Kualitas. Pemilihan dimensi dan indikator tersebut dipilih sesuai

dengan kondisi para pelaku usaha mikro dan diyakini dapat mendukung dan

mempunyai peranan besar dalam akses keuangan. Serta mengelompokkan


32

menjadi tiga kategori yakni, tinggi, sedang dan rendah. Kategori tinggi apabila

rata-rata sekor lebih dari 80%, kategori Sedang jika rata-rata skor berada diantara

60%-79%, dan kategori rendah menunjukkan apabila rata-rata skor yang diperoleh

responden dibawah 60%.

2.1.2.4 UMKM

Perkembangan UMKM di Indonesia terus meningkat dari segi kualitasnya,

hal ini dikarenakan dukungan kuat dari pemerintah dalam pengembangan yang

dilakukan kepada para pelaku UMKM, yang mana hal tersebut sangat penting

dalam mengantisipasi kondisi perekonomian ke depan serta menjaga dan

memperkuat struktur perekonomian nasional.

Menurut UU 20/2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah

menetapkan batasan tentang kriteria UMKM pada tabel berikut:

TABEL 1.1
KRITERIA UMKM
Kriteria
No Usaha
Asset Omzet
1. Usaha Mikro Maks. 50 Juta Maks. 300 Juta
2. Usaha Kecil >50 Juta – 500 Juta >300 Juta – 2.5 Miliar
3. Usaha Menengah >500 Juta – 10 Miliar >2.5 Miliar – 50 Miliar
Sumber: UU 20/2008: 2022

1. Usaha Mikro merupakan usaha produktif milik orang perorangan dan/atau


badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria usaha mikro sebagaimana
diatur dalam UU tersebut.
Kriteria Usaha Mikro adalah sebagai berikut:
a. Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh
juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.
b. Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga
ratus juta rupiah).
2. Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang
dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan
anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau
33

menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari Usaha Menengah
atau Usaha Besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil sebagaimana
dimaksud dalam UU tersebut.
Kriteria Usaha Kecil adalah sebagai berikut:
a. Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp50.000.000,00 (lima puluh juta
rupiah) sampai dengan paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta
rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha;
b. Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp300.000.000,00 (tiga ratus
juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp2.500.000.000,00 (dua
miliar lima ratus juta rupiah).
3. Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang
dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan
anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau
menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Kecil
atau Usaha Besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan
tahunan sebagaimana diatur dalam UU tersebut.
Kriteria Usaha Menengah adalah sebagai berikut:
a. Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp500.000.000,00 (lima ratus juta
rupiah) sampai dengan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh
miliar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha;
b. Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 2.500.000.000 (dua
miliar lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp
50.000.000.000 (lima puluh miliar rupiah).

Menurut Tambunan (2013: 11) “Usaha Mikro, Kecil dan Menengah

(UMKM) adalah unit usaha produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh

orang perorangan atau Badan Usaha disemua sektor ekonomi”. Indonesia sebagai

negara berkembang menjadikan UMKM sebagai pondasi utama sektor

perekonomian masyarakat, hal ini dilakukan untuk mendorong kemampuan

kemandirian dalam berkembang pada masyarakat khsusunya dalam sektor

ekonomi.

Dalam penelitian ini pada Usaha Mikro di Desa Binangun Kota Banjar

karena memiliki karakteristik informal, yaitu usaha yang dicirikan hanya memiliki

1 sampai 5 tenaga kerja, Kekayaan bersih usaha mikro paling banyak Rp50 juta

(tidak termasuk tanah dan bangunan), Penjualan pertahunnya tidak lebih dari Rp.
34

300 juta, tidak adanya sistem pencatatan keuangan, dijalankan dengan modal yang

terbatas dan keahlian yang terbatas. Salah satu upaya untuk meningkatkan kinerja

Usaha Mikro adalah menjalin kemitraan dengan perusahaan yang lebih besar

untuk mendapatkan pembinaan, bantuan modal dan lainnya. Upaya tersebut

diharapkan dapat meningkatkan pendapatan Usaha Mikro sekaligus akan

meningkatkan taraf hidup masyarakat.

2. 2 Kerangka Pemikiran

Kerangka pemikiran adalah suatu diagram yang menjelaskan garis besar

alur logika berjalannya sebuah penelitian. Penamaan kerangka batasan bervariasi,

kadang disebut juga dengan kerangka konsep, kerangka teoritis atau model teoritis

(theoritical model). Dengan kata lain, Kerangka pemikiran merupakan suatu

gambaran dari berbagai teori yang terdapat dalam tinjauan pustaka, yang

merupakan skema sistematis dari kinerja teori dalam menyampaikan solusi atau

alternatif solusi dari suatu masalah yang ditetapkan.

Akses keuangan merupakan kemampuan seseorang untuk mendapatkan

pendanaan dari pihak bank/lembaga keuangan yang lain dalam jumlah tertentu,

jangka waktu tertentu dan dengan tingkat suku bunga tertentu. Menurut Coad &

Tamvada (2012: 385) mengemukakan bahwa “Minimnya pengetahuan dan akses

terhadap sumber daya keuangan berdampak pada kemampuan perusahaan dalam

mencapai tujuan”.

Dalam mengevaluasi akses keuangan mengacu pada berbagai dimensi.

Menurut Soetiono & Setiawan (2018: 58) dimensi yang sering digunakan dalam

mengevaluasi akses keuangan yaitu


35

a. Akses

b. Penggunaan

c. Kualitas.

Pada saat ini para pelaku usaha seharusnya sudah mulai memikirkan

keberlangsungan usahanya dalam persaingan dunia usaha yang semakin

kompetitif. Sumber permodalan yang terbatas masih menjadi kendala utama

khususnya bagi para pelaku usaha mikro yang ada di Desa Binangun Kota Banjar.

Sumber modal hanya didominasi oleh modal sendiri dan masih sedikit sekali

modal yang diperoleh dari pihak lain maupun dari perbankan. Rendahnya tingkat

literasi keuangan dan sikap keuangan pelaku UMKM menjadi salah satu penyebab

minimnya akses lembaga keuangan terhadap sektor tersebut. Para pelaku usaha

harus memiliki kemampuan dalam hal literasi keuangan dan sikap keuangan untuk

keberlangsungan usaha kedepannya.

Menurut Opletalova (2014: 178) bahwa “Seseorang dengan literasi

keuangan tinggi akan mengetahui bagaimana mengelola sumber daya keuangan

mereka sendiri, cenderung untuk berperilaku hemat dan memiliki perencanaan

keuangan yang lebih bertanggungung jawab”. Literasi keuangan adalah

pemahaman mendasar yang dimiliki individu menyangkut aspek keuangan.

Dalam proses literasi keuangan ada beberapa hal yang saling terikat,

menurut Nababan dan Sadalia (2012: 15) ada 5 dimensi dalam proses literasi

keuangan, yakni:

a. Pengetahuan dasar keuangan


b. Pengetahuan manajemen keuangan
c. Pengetahuan manajemen kredit & utang
d. Pengetahuan tabungan dan pinjaman,
36

e. Pengetahuan manajemen resiko

Peneliti menyimpulkan bahwa literasi keuangan adalah kemampuan

membaca dan mengaplikasikan pengetahuan tentang pengelolaan keuangan untuk

meningkatkan kesejahteraan financial dimasa depan secara cerdas. Dengan tingkat

literasi keuangan yang memadai akan mempermudah seseorang untuk

mendapatkan akses keuangan serta mampu mengelola keuangannya.

Dengan adanya literasi keuangan juga harus mampu menyikapi keuangan.

Sikap keuangan dianggap sebagai salah satu konsep penting dalam keuangan.

Sikap keuangan didefinisikan sebagai pola pikir, opini dan penilaian tentang

keuangan pribadinya yang diterapkan pada sikap. Adapun indikator dalam

variabek ini, yaitu arah melawan keuangan pribadi, filosofi hutang, keamanan

dana dan perilaku status keuangan pribadi.

Sikap keuangan merupakan sikap yang dimunculkan individu saat individu

tersebut memandang permasalahan keuangan pribadinya yang diukur melalui

sebuah pertanyaan atau opini. Sikap keuangan sendiri memiliki 4 dimensi yang

diantaranya adalah

a. Konsumsi

b. Manajemen Arus Kas

c. Tabungan dan Investasi

d. Manajemen Utang.

Menurut Dew dan Xiao dalam Herdjiono dan Damanik (2016: 226)

“Melalui sikap keuangan yang baik, maka pengambilan berbagai keputusan

terkait manajemen keuangan juga akan lebih baik”. Sikap keuangan akan
37

mengarahkan pelaku keuangan untuk lebih menghargai keadaan keuangan.

Mereka cenderung lebih menggunakan keuangan mengikuti kebutuhan bukan

keinginan. Sehingga dapat disimpulkan dengan sikap keuangan yang baik

seseorang akan lebih baik pula dalam pengambilan keputusan terkait manajemen

keuangannya.

Menurut Setiawan (2022: 503) berpendapat “Bila seorang memiliki literasi

financial yang lapang maka hendak pengaruhi sikap terhadap financial, setelah itu

dari sikap tersebut akan terbentuk bagaimana seseorang dalam pengelolaan

keuangannya”.

Dengan apa yang telah di paparkan di atas tentunya dengan memiliki

pemahaman yang baik tentang keuangan dan sikap seseorang dalam mengelola

keuangan akan berdampak pada akses keuangan yang dimiliki seseorang. Dalam

hal ini berupa literasi keuangan dan sikap keuangan dalam mendapatkan akses

keuangan untuk menjalankan usaha bisnisnya.

Dari kerangka pemikiran di atas dapat disimpulkan bahwa Akses Keuangan

timbul akibat adanya Literasi keuangan dan Sikap keuangan sehingga seseorang

akan tertarik untuk melakukan pinjaman ke Bank/Lembaga keuangan yang lain.

Berikut adalah gambar dari kerangka penelitian:


38

GAMBAR 2.1
KERANGKA PEMIKIRAN
2. 3 Hipotesis

Menurut pendapat Sugiyono (2017: 103) menyatakan bahwa, “Hipotesis

merupakan Jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian”. Dikatakan

sementara, karena jawaban sementara yang diberikan baru didasarkan pada teori

yang relevan, belum didasarkan pada fakta-fakta yang diperoleh melalui

pengumpulan data. Jadi hipotesis juga dapat dikatakan sebagai jawaban teoritis

terhadap rumusan masalah penelitian, belum jawaban yang empirik.

Dengan demikian berdasarkan rumusan masalah di atas, maka hipotesis

pada penelitian ini yaitu:

1. Terdapat pengaruh literasi keuangan terhadap akses keuangan pada Usaha

Mikro di Desa Binangun

2. Terdapat pengaruh sikap keuangan terhadap akses keuangan pada Usaha

Mikro di Desa Binangun

3. Terdapat pengaruh literasi keuangan dan sikap keuangan terhadap akses

keuangan pada Usaha Mikro di Desa Binangun

Anda mungkin juga menyukai