Anda di halaman 1dari 52

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kepemimpinan merupakan kemampuan seseorang dalam

mempengaruhi, membina, mengarahkan orang-orang yang dipimpin dalam

mencapai tujuan bersama, berkaitan dengan hal yang dipimpin. Pemimpin

juga memberi contoh atau panutan yang baik bagi yang dipimpin. Dalam hal

kepemimpinan, perempuan yang berperan di ranah politik masih belum

begitu banyak. Diskriminasi perempuan membuat sebagian perempuan

enggan untuk memberikan peluang bagi dirinya untuk menempuh jalur

kekuasaan di bidang perpolitikan Indonesia. Peran politik perempuan dalam

menentukan arah kebijakan selalu terbungkam dan kalah oleh dominasi

kekuasaan dan kepentingan laki-laki. artinya, dalam sosial masyarakat

perempuan dinilai tidak mampu memimpin dan membuat kebijakan.

Perempuan lebih dinilai sebagai sosok yang lebih mementingkan perasaaan

dibandingkan rasionalitas.

Peran politik perempuan masih minoritas dalam arti keikutsertaan

perermpuan masuk keranah politik hanya 30% dari keikutsertaan laki-laki.

Wilayah politik yang mampu dimainkan masih sebatas wacana dalam diskusi

dan pelatihan. Akan tetapi dalam ranah politik, sebenarnya perempuan

memiliki kemampuan mengembangkan diri untuk berperan dalam ranah

politik di Indonesia, dengan kualitas yang dimilikinya serta mampu menjadi

pemimpin dari tingkat kepala desa hingga presiden dan wilayah publik yang

signifikan. Di Indonesia yang memiliki 8 menteri perempuan, yang

1
mempunyai berbagai prestasi dalam kepemimpinannya seperti halnya,

Menteri Sosial Khofifah Parawansa yang sebelumnya pernah menjabat

sebagai Menteri Pemberdayaan Perempuan pada era kepemimpinan presiden

Abdurrahman Wahid terbukti bahwa beliau dipercaya negara untuk

meneruskan tugas negara yang sekarang ini menjabat sebagai menteri sosial.

Menteri Kesehatan Nila Djuwita F. Moeloek atau Guru Besar Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia, beliau telah menulis lebih dari 250 karya

dalam bentuk tulisan maupun buku.Yang juga aktif memimpin sejumlah

organisasi di Indonesia, seperti Ketua Umum Dharma Wanita Persatuan,

Ketua Perhimpunan Dokter Spesialis Mata Indonesia, dan Ketua Umum

Yayasan Kanker Indonesia 1.

Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan

Maharani mendapatkan rekor MURI sebagai perempuan pertama dan termuda

yang menjadi menteri koordinator di Indonesia, Menteri Luar Negeri Retno

Lestari Priansari Marsudi kepemimpinan beliau yang tegas dan revolusioner

membuat Indonesia bangga memiliki beliau sebagai menteri luar negeri,

Menteri Lingkungan Hidup dan kehutanan Dr. Ir. Siti Nurbaya Bakar M.Sc

beliau menjadi ketua umum Himpunan Alumni Pengelolaan Sumberdaya

Alam dan Lingkungan Institut Pertanian Bogor2.

Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti kepemimpinan beliau

tegas terhadap adanya orang asing, modal asing, tenaga asing yang masuk di

1
http://www.beritasatu.com/nasional/220447-menteri-kesehatan-nila-moeloek-posisi-saya-tak-
berfungsi-tanpa-dukungan-masyarakat.html diakses Jum’at 19 Februari 2016 pukul 7.13 WIB
2
http://www.profilpedia.com/2015/03/biografi-siti-nurbaya-bakar.html diakses Jum’at 19 Februari
2016 pukul 10.05 WIB

2
perairan Indonesia3. Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan

Anak (Yohana Susana Yembise) kepemimpinan beliau berhasil menerima

predikat pengelolaan keuangan yang bersih dan transparan dengan 7 (tujuh)

kali berturut-turut menerima Opini “Wajar Tanpa Pengecualian” (WTP) dari

BPK4. Serta Menteri BUMN Rini Mariani Soeparno.

Perempuan yang menjabat sebagai kepala pemerintahan sudah tidak

asing lagi, seperti halnya " Walikota wanita pertama Indonesia telah ada sejak

1947, yaitu Agustine Magdalena Waworuntu sebagai walikota Manado

sejak akhir 1949 (dilantik pada Maret 1950). Ada juga Salawati Daud

(Charlotte Salawati), walikota Makassar yang jarang diketahui banyak orang.

Beliau dilantik hampir bersamaan dengan Agustine Magdalena Waworontu di

Provinsi Sulawesi Utara. Selain itu ada juga ibu Trismaharini (dilantik pada

September 2010) yang terkenal dengan ketegasanya dalam memimpin kota

Surabaya. Masalahnya menjadi "luar biasa" karena ternyata Indonesia

selangkah lebih maju dalam persamaan hak bidang kepala daerah (bupati,

walikota dan Gubernur) antara wanita dan pria dibanding negara berpenduduk

mayoritas muslim se dunia. Lebih luar biasa lagi ternyata kemampuan mereka

mengelola daerahnya sama atau melebih kepala daerah pria di Indonesia

melalui aneka prestasi yang mereka raih. 5

3
http://bisnis.liputan6.com/read/2353118/1-tahun-memimpin-ini-kesan-anak-buah-pada-menteri-
susi diakss Jum’at 19 februari 2016 pukul 10.30 WIB
4
http://www.kemenpppa.go.id/index.php/publikasi/berita/12-anak/827-
humas?EsetProtoscanCtx=954fbd0 diakses Jum’at 19 Februari 2016 oukul 11.17 WIB
5
http://www.kompasiana.com/abanggeutanyo/kepala-daerah-wanita-terbaik-versi-ipm-2013b
diakses jum’at 9 Oktober 2015 pukul 15.45 WIB

3
Tegal juga mempunyai walikota perempuan beliau adalah ibu Hj. Siti

Masitha Soeparno yang merupakan walikota perempuan pertama dalam

sejarah walikota Tegal. Dilantik pada hari minggu 23 maret 2014 oleh

Gubenur Jawa Tengah Ganjar Pranowo dalam periode 2014-2019. Beliau

dikenal sebagai pemimpin yang tegas. Peduli terhadap permasalahan

perempuan dan anak dengan aktif mengikuti organisasi antara lain Indonesia

Tanpa Tembakau (WITT), Yayasan Penyantun Anak Asma (YAPNAS), dan

Perempuan Untuk Negeri (PUN).

Namun, di Kota Tegal permasalahan kekerasan terhadap perempuan

dan anak dinilai masih tinggi berdasarkan data yang diperoleh dari Pusat

Pelayanan Terpadu (PPT) kota Tegal kekerasan terhadap perempuan dan anak

mengalami peningkatan serta penurunan pada 3 tahun terakhir. Pada tahun

2013 mencapai 16 kasus terhadap anak dan 14 kasus terhadap dewasa

perempuan, tahun 2014 mencapai 23 kasus terhadap anak dan 28 kasus

terhadap dewasa perempuan, pada tahun 2015 mencapai 15 kasus terhadap

anak dan 14 kasus terhadap perempuan. Tentunya angka kenaikan serta

penurunan tersebut tidak serta merta muncul dengan sendirinya. Ini menarik

untuk dikaji bagaimana dari tahun 2014 bisa mengalami penurunan. Dengan

upaya pencegahan serta penanganan pada korban kekerasan terhadap

perempuan dan anak.

Keberhasilan penghapusan kekerasan terhadap perempuan dan anak

adalah tidak lepas dari kepedulian serta komitmen pemimpin suatu daerah

untuk benar-benar memerangi kasus permasalahan perempuan dan anak.

Bagaimana pemimpin dapat mengatasi dan mengawal keberhasilan melalui

4
kebijakan yang dikeluarkannya. Seperti halnya Walikota Tegal Ibu Hj. Siti

Masitha Soeparno berhasil membuat gebrakan untuk melawan tindak

kekerasan terhadap perempuan dan anak melalui Pusat Pelayanan Terpadu

(PPT) sebagai unit pelaksana teknis dari Badan Pemberdayaan Masyarakat,

Perempuan dan Keluarga Berencana (BPMPKB) Kota Tegal. Dengan

mengeluarkan Keputusan Walikota Tegal nomor 400/057.c/2014 tentang

Pembentukan Tim Pusat Pelayanan Terpadu Penanganan Kekerasan Terhadap

Perempuan dan Anak Berbasis Gender Kota Tegal Tahun Anggaran 2014.

Keputusan tersebut diharapkan bisa mengatasi permasalahan

kekerasan terhadap perempuan dan anak yang ada di Kota Tegal. Oleh

karena berkenaan dengan keputusan yang buat oleh Walikota Tegal. Penulis

mencoba mengkaji komitmen kepemimpinan Siti Masitha Soeparno dalam

memerangi permasalahan kekerasan terhadap perempuan dan anak yang ada

di Kota Tegal. Pada penulisan skripsi yang berjudul “Kepedulian Pemimpin

Perempuan Pada Permasalahan Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak

(Studi Kasus : Kepemimpinan Walikota Tegal Tahun 2014-2015)’’

B. Rumusan masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas dapat diajukan permasalahan

“Bagaimana Kepedulian Siti Masitha Soeparno selaku Walikota Tegal pada

Permasalahan Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak tahun 2014-2015 ?”

C. Tujuan penelitian

1. Untuk mengetahui bagaimana kepemimpinan walikota Tegal dalam

komitmen mengawal permasalahan perempuan dan anak.

5
2. Untuk mengetahui bagaimana walikota Tegal peduli terhadap

permasalahan perempuan dan anak

3. Untuk mengetahui efektifitas regulasi kepedulian Walikota terhadap

permasalahan kekerasan perempuan dan anak di Kota Tegal

D. Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan memberikan sumbangan bagi kajian

mengenai kepedulian pemimpin perempuan terhadap permasalahan

perempuan dan anak. Dan bisa memberikan pandangan bahwa permasalahan

perempuan dan anak sangatlah penting untuk diatasi.

E. Kerangka Dasar Teori

1. Teori kepemimpinan

Istilah Kepemimpinan berasal dari kata dasar “pimpin” yang

artinya bimbing atau tuntun. Dari kata “pimpin” lahirlah kata kerja

“memimpin” yang artinya membimbing atau menuntun dan kata benda

“pemimpin” yaitu orang yang berfungsi memimpin, atau orang yang

membimbing atau menuntun. Selain itu kepemimpinan adalah suatu yang

melekat dari si pemimpin dan oleh karenanya kepemimpinan itu dikaitkan

dengan pembawaan, kepribadian (personality), kemampuan (ability), dan

kesanggupan (capability) yang mana kesemuannya itu mengarah kepada

ciri-ciri atau sifat-sifat tertentu. Pendapat yang lain menyatakan bahwa

kepemimpinan adalah kegiatan (activity) dari si pemimpin, berhubung

dengan itu kepemimpinan lalu dikaitkan dengan posisi/kedudukan dan

jenis perilaku tertentu. Sedangkan yang lain lagi menyatakan

kepemimpinan sebagai proses antar hubungan atau interaksi antara

6
pemimpin, pengikut dan situasi, masih banyak lagi pendapat-pendapat

tentang kepemimpinan.6

Maka dapat disimpulkan bahwa Kepemimpinan termasuk kegiatan

seseorang dalam mempengaruhi , membina, mengarahkan yang dipimpin

dalam mencapai tujuan bersama. Dimana seorang pemimpin harus

mempunyai kepribadian, kemampuan, pengetahuan, dan kesanggupan

ntuk memimpin orang yang dipimpin.

2. Teori Kepemimpinan Sifat

Teori sifat berasumsi bahwa orang mewarisi sifat dan ciri-ciri tertentu

yang membuat mereka lebih cocok untuk menjadi pemimpin. Teori sifat

mengidentifikasi kepribadian tertentu atau karakteristik perilaku yang

sama pada umumnya pemimpin. Sebagai contoh, ciri-ciri seperti

ekstraversi, kepercayaan diri dan keberanian, semuanya adalah sifat

potensial yang bisa dikaitkan dengan pemimpin besar. Jika ciri-ciri khusus

adalah fitur kunci dari kepemimpinan, maka bagaimana menjelaskan

orang-orang yang memiliki kualitas-kualitas tetapi bukan pemimpin?

Pertanyaan ini adalah salah satu kesulitan dalam menggunakan teori sifat

untuk menjelaskan kepemimpinan. Ada banyak orang yang memiliki ciri-

ciri kepribadian yang terkait dengan kepemimpinan namun tidak pernah

mencari posisi kepemimpinan. Teori ini bertolak dari dasar pemikiran

bahwa keberhasilan seorang pemimpin ditentukan oleh sifat-sifat,

perangai atau ciri-ciri yang dimiliki pemimpin itu. Atas dasar pemikiran

tersebut timbul anggapan bahwa untuk menjadi seorang pemimpin yang

6
Prof. Drs. Pamudji. S ,MPA,kepemimpinan Pemerintahan di Indonesia, Jakarta : PT.Bina
Aksara,1989 Hlm 8-9

7
berhasil, sangat ditentukan oleh kemampuan pribadi pemimpin. Dan

kemampuan pribadi yang dimaksud adalah kualitas seseorang dengan

berbagai sifat, perangai atau ciri-ciri di dalamnya. Menurut Sondang P

Siagian ciri-ciri ideal yang perlu dimiliki pemimpin adalah:

 pengetahuan umum yang luas, daya ingat yang kuat, rasionalitas,

obyektivitas, pragmatisme, fleksibilitas, adaptabilitas, orientasi masa

depan;

 sifat inkuisitif, rasa tepat waktu, rasa kohesi yang tinggi, naluri

relevansi, keteladanan, ketegasan, keberanian, sikap yang antisipatif,

kesediaan menjadi pendengar yang baik, kapasitas integratif

 kemampuan untuk bertumbuh dan berkembang, analitik,

menentukan skala prioritas, membedakan yang urgen dan yang

penting, keterampilan mendidik, dan berkomunikasi secara efektif.

Walaupun teori sifat memiliki berbagai kelemahan (antara lain :

terlalu bersifat deskriptif, tidak selalu ada relevansi antara sifat yang

dianggap unggul dengan efektivitas kepemimpinan) dan dianggap sebagai

teori yang sudah kuno, namun apabila kita renungkan nilai-nilai moral dan

akhlak yang terkandung didalamnya mengenai berbagai rumusan sifat, ciri

atau perangai pemimpin; justru sangat diperlukan oleh kepemimpinan

yang menerapkan prinsip keteladanan7.

7
Triyo Supriyatno, Marno, Manajemen dan Kepemimpinan Pendidikan Islam, Bandung: Refika
Aditama,2008, hlm 54

8
3. Teori Kepedulian

Kata peduli memiliki makna yang beragam. Banyak literatur yang

menggolongkannya berdasarkan orang yang peduli, orang yang

dipedulikan dan sebagainya. Oleh karena itu kepedulian menyangkut

tugas, peran, dan hubungan. Kata peduli juga berhubungan dengan

pribadi, emosi dan kebutuhan. Tronto pada tahun1993 mendefinisikan

peduli sebagai pencapaian terhadap sesuatu diluar dari dirinya sendiri.

Peduli juga sering dihubungkan dengan kehangatan, postif, penuh makna,

dan hubungan.8

Menurut Swanson mendefinisikan kepedulian sebagai salah satu cara

untuk memelihara hubungan dengan orang lain, dimana orang lain

merasakan komitmen dan tanggung jawab pribadi. Sementara Noddings

menyebutkan bahwa ketika kita peduli dengan orang lain, maka kita akan

merespon positif apa yang dibutuhkan oleh orang lain dan

mengeksresikannya menjadi sebuah tindakan.

Menurut Bender kepedulian adalah menjadikan diri kita terkait dengan

orang lain dan apapun yang terjadi terhadap orang tersebut. Orang yang

mengutamakan kebutuhan dan perasaan orang lain daripada

kepentingannya sendiri adalah orang yang peduli. Orang yang peduli

tidak akan menyakiti perasaan orang lain. Mereka selalu berusaha untuk

menghargai, berbuat baik, dan membuat yang lain senang. Banyak nilai

yang merupakan bagian dari kepedulian, seperti kebaikan, dermawan,

perhatian, membantu, dan rasa kasihan. Kepedulian juga bukan

8
Anonim. 2011. Definisi Kepedulian. Dikutip pada
:http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/46282/4/Chapter%20II.pdf 17 Mei 2107

9
merupakan hal yang dilakukan karena mengharapkan sesuatu sebagai

imbalan.

4. Model-model Kepemimpinan

4.1 Model Kontigensi Fiedler

Pada model kepemimpinan Fiedler disebut sebagai model

kontingensi karena model tersebut beranggapan bahwa kontribusi

pemimpin terhadap efektifitas kinerja kelompok tergantung pada cara

atau gaya kepemimpinan (leadership style) dan kesesuaian situasi (the

favourableness of the situation) yang dihadapinya.

Menurut Fiedler, ada tiga faktor utama yang mempengaruhi

kesesuaian situasi dan ketiga faktor ini selanjutnya mempengaruhi

keefektifan pemimpin. Ketiga faktor tersebut diantaranya adalah9 :

a. Hubungan antara pemimpin dan bawahan (leader-member

relations)menjelaskan sampai sejauh mana pemimpin itu

dipercaya dan disukai oleh bawahan, dan kemauan bawahan

untuk mengikuti petunjuk pemimpin.

b. Struktur tugas (the task structure)menjelaskan sampai sejauh

mana tugas-tugas dalam organisasi didefinisikan secara jelas dan

sampai sejauh mana definisi tugas-tugas tersebut dilengkapi

dengan petunjuk yang rinci dan prosedur yang baku.

c. kekuatan posisi (position power) menjelaskan sampai sejauh

mana kekuatan atau kekuasaan yang dimiliki oleh pemimpin

9
Kinicki Angelo, Kreitner Robert, Perilaku Organisasi Organizational Behaviour, Jakarta :
Salemba Empat, 2005,hlm 315

10
karena posisinya diterapkan dalam organisasi untuk menanamkan

rasa memiliki akan arti penting dan nilai dari tugas-tugas mereka

masing-masing. Kekuatan posisi juga menjelaskan sampai sejauh

mana pemimpin (misalnya) menggunakan otoritasnya dalam

memberikan hukuman dan penghargaan, promosi dan penurunan

pangkat (demotions).

Dapat disimpulkan model ini menurut Fiedler model ini memperkuat

gagasan bahwa tidak ada satu gaya kepemimpinan yang paling baik. Para

pemimpin disarankan untuk mengubah orientasi tugas dan hubungan

mereka untuk menyesuaikan dengan tuntutan dari situasi yang ada.

Dengan kata lain pemimpin harus memiliki satu gaya kepemimpinan

yang dominan.

4.2 Model Kepemimpinan Jalur Tujuan

Model kepemimpinan jalur tujuan (path goal) menyatakan

pentingnya pengaruh pemimpin terhadap persepsi bawahan mengenai

tujuan kerja, tujuan pengembangan diri, dan jalur pencapaian tujuan.

Dasar dari model ini adalah teori motivasi eksperimental. Model

kepemimpinan ini dipopulerkan oleh Robert House yang beranggapan

bahwa model ini dipengaruhi oleh hubungan kontingensi diantara empat

gaya kepemimpinan dan berbagai sikap perilaku karyawan.

Menurut Path-Goal Theory, perilaku pemimpin dapat diterima ketika

para karyawan memandanganya untuk memuluskan jalan mencapai

tujuan masa depan organisasi yang lebih baik. House melihat bahwa

11
pekerjaan utama pemimpin adalah membantu para karyawan untuk tetap

berjalan sesuai tujuan organisasi yang benar yang kedepannya pasti akan

menemukan suatu rintangan. Supaya mendapat penghargaan yang

bernilai untuk semua10.

4.3 Model Kepemimpinan Situasional Hersey-Blanchard

Menurut model ini, perilaku pemimpin yang efektif tergantung pada

tingkat kesiapan para pengikut dari seorang pemimpin. Kesiapan

(readiness) didefinisikan sebagai seajuh mana seorang pengikut memiliki

memiliki kemampuan dan kesediaan untuk menyelesaikan suatu tugas.

Kesediaan (willingness) adalah suatu kombinasi dari kepercayaan diri,

komitmen dan motivasi11.

Pendekatan situasional atau pendekatan kontingensi merupakan suatu

teori yang berusaha mencari jalan tengah antara pandangan yang

mengatakan adanya asas-asas organisasi dan manajemen yang bersifat

universal, dan pandangan yang berpendapat bahwa tiap organisasi adalah

unik dan memiliki situasi yang berbeda-beda sehingga harus dihadapi

dengan gaya kepemimpinan tertentu.

Lebih lanjut menjelaskan bahwa pendekatan situasional menekankan

pada pentingnya faktor-faktor kontekstual seperti sifat pekerjaan

yangdilaksanakan oleh unit pimpinan, sifat lingkungan eksternal, dan

karakteristik para pengikut.

10
Ibid hlm 317
11
Kinicki Angelo, Kreitner Robert, Op.cit hlm 320

12
Menurut Robbins dan Judge bahwa pada dasarnya pendekatan

kepemimpinan situasional dari Hersey dan Blanchard mengidentifikasi

empat perilaku kepemimpinan yang khusus dari sangat direktif,

partisipatif, supportif sampai laissez-faire. Perilaku mana yang paling

efektif tergantung pada kemampuan dan kesiapan pengikut. Sedangkan

kesiapan dalam konteks ini adalah merujuk pada pengikut yang memiliki

kemampuan dan kesediaan untuk menyelesaikan tugas tertentu. Namun,

pendekatan situasional menurut Kreitner dan Kinicki dari Hersey dan

Blanchard ini tidak didukung secara kuat oleh penelitian ilmiah, dan

inkonsistensi hasil penelitian mengenai kepemimpinan situasional ini

dinyatakan oleh Kreitner dan Kinicki dalam berbagai penelitian sehingga

pendekatan ini tidaklah akurat dan sebaiknya hanya digunakan dengan

catatan-catatan khusus.

5. Kepemimpinan Perempuan

Dikemukakan oleh Cantor dan Bernay dalam Women in Power,

yang mengatakan bahwa kepemimpianan perempuan sebagai perpaduan

antara kompetensi diri, agresi kreatif, dan kekuatan perempuan. Selain

itu, Anita Roddick dalam Helgesen Female adventage dalam women’s

ways of leadership mengatakan, perempuan dalam memimpin tidak

menghiraukan adanya jenjang hierarki, tetapi menganggap staf sebagai

“teman” yang dihargai, yang disebut Roddick feminine principles12

12
http://elkanagoro.blogspot.co.id/2014/03/kepemimpinan-perempuan-dalam-birokrasi_9918.html
diakses 16 Oktober 2015 Pukul 7.39 WIB

13
Dalam pandangan Islam, sebagai manusia ciptaan Allah SWT,

perempuan juga berhak untuk memimpin, dalam lembaran sejarah Islam,

istri Rasulullah SAW, Aisyah r.a. juga pernah berperan dalam kancah

kepemimpinan bahkan dalam peperangan. 13Perempuan juga diciptakan

untuk menjadi khalifah/pemimpin di muka bumi sebagaimana di berikan

kepada laki-laki, namun harus bisa menanggung segala konsekuensi dan

mempertanggung jawabkan kegiatan yang dipimpinnya kepada Allah

SWT.

Seperti yang ada dalam Al Qur’an, surat A-Taubah, ayat 71, yang

terjemahannya berbunyi sebagai berikut :

“ Dan orang-orang yang beriman, laki-laki dan perempuan, sebagian

mereka menjadi penolong dari sebagian yang lain. Mereka menyuruh

(berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar,

melaksanakan salat, menunaikan zakat, dan taat kepada Allah dan

Rasul-Nya. Mereka akan diberi rahmat oleh Allah. Sungguh, Allah

mahaperkasa, Mahabijaksana”.

Dalam ayat tersebut, jelas disebutkan bahwa laki-laki dan perempuan

saling memimpin. Kedudukan mereka sama dihadapan Tuhan

penciptanya, terhadap sesama manusia dan masyarakat sama-sama

mendapatkan hak dan wewenang sesuai dengan amal perbuatan dan

13
Putri Raihan, Kepemimpinan Perempuan Dalam Islam antara Konsep dan Realita, Yogyakarta :
AK Group bekerjasama dengan Ar-Raniry press Darussalam Banda Aceh, 2006, hlm 60

14
kedudukannya 14 Dalam artian tidak menutup kemungkinan bahwa

seorang perempuan bisa menjadi pemimpin di dunia.

Syarat utama adalah kemampuan dan kemauan pemimpin

perempuan itu sendiri. Persyaratan kepemimpinan yang efektif harus dia

miliki adalah sehat jasmani dan rokhani, kepribadian yang kokoh, kuat

dan tegar, disiplin kerja yang dapat dicontohkan, tanggung jawab yang

tinggi, nama yang bersih dan tidak cacat, baik sebagai perorangan, istri

dan ibu rumah tangga, maupun pejuang dalam masyarakat, sanggup

menggerakan yang dipimpin kearah tujuan yang harus dicapai, dipercayai

oleh yang dipimpin, penuh pengabdian, ikhlas dan kasih sayang, tidak

congkak, tidak meremehkan orang lain, bijaksana dan tegas dalam

mengambil keputusan15.

Gaya Kepemimpinan Feminin Menurut Humm, kepemimpinan

feminim merupakan satu bentuk kepemimpinan aktif. Kepemimpinan

semacam ini merupakan satu dari sebuah proses dimana pemimpin

adalah pengurus bagi orang lain, penanggung jawab aktivitas (steward)

atau pembawa pengalaman (carrier of experience). Menurut Fusun dan

Altintas , kepemimpinan feminim terdiri dari empat unsur16, yaitu:

14
G. Tan Mely, Perempuan Indonesia Pemimpin masa depan ?, Jakarta : Pustaka Sinar Harapan,
1991,hlm 30
15
Maftuchah yusuf, Perempuan Agama dan Pembangunan, Yogyakarta : Lembaga Studi dan
Inovasi Pendidikan,2000,hlm 94
16
Dikutip dari jurnal”Analisis gaya kepemimpinan Perempuan di PT.Ruci Gas Surabaya”tahun
2014,hlm.11

15
a. Charismatic atau value based

Pemimpin perempuan mungkin menunjukkan atribut

kepemimpinan transformasional. Kerangka perilaku dari

charismatic adalah:

1. Visionary

Pemimpin memiliki pandangan ke depan (plans ahead).

2. Inspirational

Pemimpin adalah orang yang percaya diri, antusias, dan

motivational.

b. Team oriented

Pemimpin perempuan bertindak lebih demokratis dan kolaboratif

daripada pemimpin laki-laki. Kerangka perilaku dari team oriented

adalah:

1. Collaborative team orientation

Pemimpin merupakan pribadi yang group oriented, kolaboratif,

dan loyal.

2. Team integrator

Pemimpin merupakan orang yang komunikatif dan melakukan

koordinasi di dalam perusahaan.

c. Self-protective

Pemimpin perempuan memliliki lebih banyak orientasi berdasarkan

hubungan dan tingkat keegoisan yang rendah dalam organisasi.

Kerangka perilaku dari self protective adalah:

16
1. Self-centered

Pemimpin merupakan orang yang tidak mudah dalam

bersosialisasi (asosial) dan non participative.

2. Procedural atau bureaucratic

Pemimpin merupakan orang yang prosedural dan formal.

6. Kebijakan Publik

kebijakan publik adalah jalan untuk mencapai tujuan bersama yang

dicita-citakan. Jika cita-cita bangsa Indonesia adalah mencapai

masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945,

maka kebijakan publik adalah seluruh sarana dan prasarana untuk

mencapai “tempat tujuan” tersebut.17 Berikut definisi kebijakan publik

menurut beberapa ahli18 :

a. Menurut Thomas R. Dye mendefinisikan kebijakan publik sebagai

segala sesuatu yang dikerjakan pemerintah, mengapa mereka

melakukan, dan hasil yang membuat sebuah kehidupan bersama

tampil berbeda.

b. Menurut Carl I. Friedrick mendefinisikannya sebagai serangkaian

tindakan yang diusulkan seseorang, kelompok atau pemerintah

dalam suatu lingkungan tertentu, dengan ancaman dan peluang

yang ada, dimana kebijakan yang diusulkan tersebut ditujukan

untuk memanfaatkan potensi sekaligus mengatasi hambatan yang

ada dalam rangka mencapai tujuan tertentu.

17
Nugroho D. Riant, Kebijakan publik, formulasi, Impelmentasi dan Evaluasi,
Jakarta:Gramedia,2003, hlm 51
18
ibid hlm 3-4

17
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kebijakan publik

adalah segala sesuatu atau serangkaian usulan yang dilakukan oleh

pemerintah dalam mengatasi suatu masalah atau hambatan yang ada

dengan memanfaatkan potesi sebagai daya dukung suatu kebijakan demi

mencapai tujuan bersama.

Dalam perumusan kebijakan publik terdapat sejumlah model.

Thomas R. Dye merumuskan beberapa model-model formulasi kebijakan,

yaitu19 :

1. Model Kelembagaan

Model ini mendasarkan kepada fungsi-fungsi kelembagaan dari

pemerintah, di setiap sektor dan tingkat, di dalam formulasi kebijakan.

Disebutkan Dye, ada tiga hal yang membenarkan pendekatan ini, yaitu

bahwa pemerintah memang sah membuat kebijakan publik, fungsi

tersebut bersifat universal, dan memang pemerintah memonopoli

fungsi pemaksaan (koersi) dalam kehidupan bersama.

2. Model Proses

Dalam model ini, para pengikutnya menerima asumsi bahwa politik

merupakan sebuah aktivitas sehingga mempunyai proses. Untuk itu,

kebijakan publik merupakan juga proses politik yang menyertakan

rangkaian kegiatan, seperti : Identifikasi permasalahan, Menata

agenda formulasi kebijakan, Perumusan Proposal Kebijakan,

Legitimasi Kebijakan, Implementasi Kebijakan, Evaluasi Kebijakan.

Model ini memberitahu kepada kita bagaimana kebijakan dibuat atau

19
Ibid Hlm 109-127

18
seharusnya dibuat, namun kurang memberikan tekanan kepada

substansi seperti apa yang harus ada.

3. Model Teori Kelompok

Model pengambilan kebijakan teori kelompok mengandaikan

kebijakan sebagai titik keseimbangan (equilibrium).inti gagasannya

adalah interaksi didalam kelompok akan menghasilkan keseimbangan,

dan keseimbangan adalah yang terbaik. Di sini individu di dalam

kelompok-kelompok kepentingan berinteraksi secara formal maupun

informal, secara langsung atau melalui media massa menyampaikan

tuntutannya kepada pemerintah untuk mengeluarkan kebijakan publik

yang diperlukan.

4. Model Teori Rasionalisme

Model teori ini mengedepankan gagasan bahwa kebijakan publik

sebagai maximum social gain yang berarti pemerintah sebagai

pembuat kebijakan harus memilih kebijakan yang memberikan

manfaat optimum bagi masyarakat. Model ini mengatakan bahwa

proses formulasi kebijakan haruslah didasarkan kepada keputusan

yang sudah diperhitungkan rasionalitasnya. Rasionalitas yang diambil

adalah perbandingan antara pengorbanan dan hasil yang dicapai.

5. Model Pengamatan Terpadu (Mixed-Scanning)

Model ini sebagai suatu pendekatan terhadap formulasi keputusan-

keputusan pokok dan incremental, menetapkan proses-proses

formulasi kebijakan pokok dan urusan tinggi yang menentukan

petunjuk-petunjuk dasar, proses-proses yang mempersiapkan

19
keputusan-keputusan pokok dan menjalankannya setelah keputusan itu

tercapai.

6. Model Demokratis

Model yang berintikan bahwa pengambilan keputusan harus sebnayak

mungkin mengelaborasi suara dari stakeholders.Model ini dapat

dikatakan Model Demokratis karena menghendaki agar setiap

“pemilik hak demokrasi” diikutsertakan sebanyak-banyaknya.Model

ini biasanya dikaitkan dengan implementasi good governance bagi

pemerintahan yang mengamanatkan agar dalam membuat kebijakan,

para konstituen dan pemanfaat (beneficiaries) diakomodasi

keberadaannya.

7. Model Strategis

Model ini menggunakan rumusan runtutan perumusan strategi sebagai

basis perumusan kebijakan. Bryson mengutip Olsen dan Eadie untuk

merumuskan makna perencanaan strategis, yaitu upaya yang

didisiplinkan untuk membuat keputusan dan tindakan penting yang

membentuk dan memandu bagaimana menjadi organisasi (atau entitas

lainnya), apa yang dikerjakan organisasi (atau entitas lainnya), dan

mengapa organisasi (atau entitas lainnya) mengerjakan hal seperti itu.

7. Komitmen pemimpin

Menurut Sull arti penting komitmen tercermin dari komitmen

terhadap suatu arah tindakan karena berani memisahkan masa lalu

dengan masa sekarang, komitmen terhadap sebuah tujuan yang ambisius

karena mampu menjelaskan bagaimana caranya, komitmen untuk

20
memperluas relasi karena harus melakukan kerjasama dengan mitra atau

investor; dan komitmen terhadap filosofi operasional yaitu menerapkan

operasional yang berbeda dengan tradisional (lama) ada ketidakpastian. 20

Menurut James M. Kouzez dan Barry Z. Posner dalam buku mereka yang

berjudul “The Leadership Challenge” terdapat 10 komitmen

kepemimpinan dalam memimpin, yaitu :

7.1 Menemukan suara hati pribadi dengan mengklarifikasi nilai-nilai

pribadi diri sendiri. 21

Dalam hal ini pemimpin pasti mempunyai kredibilitas yang tinggi

untuk menunjukkan komitmen serta dipercaya pada setiap tindakan

yang dilakukan, sehingga memerlukan suara hati dengan

mengklarifikasi nilai-nilai yang ada pada diri pribadi. Dengan

demikian yang dipimpinpun akan senang hati mengikuti arahannya

karena mempunyai kredibilitas yang tinggi dengan mendengarkan

suara hati pribadi. Agar terwujud komitmen tersebut maka dilakukan

indicator sebagai berikut :

1. lihatlah ke cermin.

Yang dimaksud disini adalah melihat pada diri pribadi agar dapat

menemukan suatu cara untuk lebih mengenali diri pribadi dan

orang lain melihat pribadi anda.

20
Donald N. Sull, ”Manajemen dengan Komitmen,” dalam On Leading Change, Strategi Menembus Tantangan
Perubahan, ed., Frances Hesselbein dan Rob Johnston,Jakarta: PT Gramedia, 2005, hlm 85-91
21
Posner,kouzes, “The Leadership Challenge”,Jakarta: Erlangga,204,hlm 66

21
2. Luangkan waktu untuk berkontemplasi.

Yang dimaksud disini adalah seorang pemimpin bisa merenungi

dan berfikir penuh untuk mencari nilai nilai, makna, serta manfaat

dari apaa yang akan dilakukannya nanti.

3. Tuliskan penghargaan pada diri sendiri

Mengklarifikasi nilai disini adalah termasuk Memotivasi diri

sendiri untuk menciptakan penghargaan agar termotivasi dalam

perbaikan diri dan mempimpin kedepannya.

4. Mencatat pelajaran dari pemimpin yang dikagumi

Seorang pemimpin dapat menilai dan mengambil pelajaran dari

pemimimpin yang dikaguminya. Secara tidak langsung pemimpin

tersebut akan termotivasi untuk menjadi pemimpin yang baik dari

panutan yang dikagaguminya.

5. Kumpulkan kisah yang mengajarkan nilai-nilai

Dalam hal ini pemimpin bisa melihat dan mengamati dari kisah

atau pun pengalaman dari orang orang hebat yang mengajarkan

nilai nilai individu yang baik.

6. Audit kemampuan pribadi untuk meraih sukses.

Menganalisis kemampuan pribadi, keahlian, kekurangan, serta

gaya yang sesuai dan pas untuk memimpin guna mencapai tujuan

yang diinginkan bersama.

22
7.2 Memberi teladan dengan cara menyelarasakan tindakan dengan nilai-

nilai bersama.22

Memberikan teladan disini dalam artian pemimpin melakukan

perbuatan sesuai apa dengan perkataan. Sehingga menjadi contoh

bagi yang dipimpinnya. Hal ini dimulai dengan klarifikasi nilai-nilai

bersama. Untuk tercapai komitmen tersebut maka pemimpin harus

melakukan beberapa hal, diantaranya :

a. Ciptakan keselarasan diantara nilai-nilai kunci

Maksudnya adalah pemimpin menciptakan keselarasan terhadap

nilai-nilai kredibilitas pemimpin, seiring berjalannya waktu

keselarasan dapat berubah sesuai rentang waktu yang berjalan

mengikuti arus perkembangan zaman.

b. Berbicara mengenai nilai bersama

Pemimpin meminta kontribusi dari yang dipimpinnya untuk

memberi masukan, saran, kritikan untuk perbaikan kedepan

dalam memimpin, hal tersebut memeberikan nilai kebersamaan

pemimpin dengan yang dipimpin.

c. Mengajari dan memperkuat melalui simbol dan benda-benda

Para pemimpin mengidentikkan dengan symbol atau ciri khas dari

gaya memimpin agar mudah dikenal oleh yang dipimpin dan dari

luar kalangan yang dipimpinnya.

22
Ibid hlm 97

23
d. Memimpin dengan menyampaikan cerita

Pemimpin yang terbuka terhadap yang dipimpinnya, dan tidak

segan berbagi cerita pengalaman dirinya. Itu menjadikan

kesimpatian para pengikutnya karena merasa dipedulikan oleh

pemimpin. Serta menghasilkan pengikut yang setia.

e. Mengajukan pertanyaan

Pemimpin memberikan hak kepada yang dipimpinnya untuk

mengajukan pertannyaan ide yang diinginkan. Itu membuktikan

bahwa pemimpin yang demokratis.

7.3 Melihat masa depan dengan membayangkan kemungkinan-

kemungkinan yang menarik dan luhur.23

Seorang pemimpin wajib mempunyai fokus masa depan melalui visi

yang di berikannya sebagai tujuan pencapaian keberhasilan suatu

organisasinya. Dengan melakukan langkah-langkah sebagai berikut :

a. Baca biografi seorang pemimpin visioner

Membaca biografi seorang pemimpin yang visioner menjadikan

pemimpin merasa termotivasi semakin mempunyai visi yang

terfokus demi mencapai tujuan yang diharapkan.

b. Ingat masa lalu

Dengan melihat masa lalu dari organisasi yang dipimpinnya,

pemimpin dapat mengambil pelajaran serta kekurangan dan

kelebihan dimasa lalu, untuk perbaikan dimasa depan.

23
Ibid hlm 137

24
c. Menentukan sesuatu yang ingin dilakukan

Pemimpin harus merancang sesuatu yang akan dilakukan oleh

organisasinya berdasarkan visi yang dibuatnya.

d. Menjadi seorang yang berjiwa modern

Seiring dengan globalisasi, pemimpin harus berorientasi ke masa

depan. Dengan perkembangan pengetahuan yang terus menerus

berubah menjadi lebih modern.

7.4 Melibatkan orang lain dalam visi bersama dengan member perhatian

pada aspirasi bersama.24

Para pemimpin melibatkan orang lain atau yang dipimpinnya dalam

menjalankan visi yang akan dicapainya. Dengan proses sebagai

berikut :

a. Kenali para pengikut

Pemimpin dapat mengidentifikasi para pengikut atau yang

dipimpinnya, serta memberikan peluang kepada pengikut untuk

berkontribusi terhadap visi yang dijalankannya.

b. Temukan landasan bersama

Seiring beranekaragamnya keinginan dan latar belakang individu,

pemimpin harus bisa menyamakan atau menyatukan tujuan dari

berbagai macam latar belakang sebagai landasan bersama.

24
Ibid hlm 169

25
c. Pertama-tama dengarkan-lalu lakukan dengan sering

Mendengarkan adalah salah satu karakteristik kunci dari

kepemimpinan teladan. Pemimpin memahami benar apa yang

pengikutnya inginkan dan mengapresiasikannya kedalam visi.

d. Bergaul

Cara pemimpin yang ini dinilai efektif untuk menciptakan

kedekatan emosional pribadi kepada para pengikutnya. Dengan

sekali kali meluangkan waktu untuk para pengikutnya.

7.5 Mencari peluang-peluang yang menantang 25

Pandangan ini berarti bahwa seorang pemimpin diharapkan

senantiasa berusaha agar “status quo” atau “kemapanan yang statis”

tidak perlu dipertahankan, namun sebaliknya segera harus diubah

demi penyesuaian dengan arus perubahan yang terjadi. Maka

diperlukan langkah strategis :

a. Perlakukan setiap pekerjaan sebagai sebuah petualangan

Memperlakukan setiap penugasan kerja (assignment) sebagai

suatu “petualangan” yang menggairahkan penuh dengan harapan

untuk menemukan rahasia baru atau pengetahuan baru untuk

sukses masa depan.

b. Pertanyakan situasi yang sedang berlangsung

Pemimpin secara aktif memiliki kepedulian dan mempertanyakan

setiap “status quo” atau “kemapanan yang statis” dan secara

sungguh-sungguhselalu mencari strategi maupun cara yang tepat

25
Ibid hlm 208

26
untuk merubah keadaan sehingga dapat merencanakan perubahan

atau peluang baru.

7.6 Berani mencoba dan bersedia menanggung resiko.

Komitmen ini mempunyai maksud yaitu memiliki tekad yang kuat

dan keikhlasan yang dalam untuk berusaha belajar dari keberhasilan

dan kegagalan, meskipun harus menanggung konsekuensi dari

kegagalan serta mencoba mambayarnya dengan memulai kembali.

Upaya yang dilakukan adalah :

a. Menciptakan mekanisme guna menampung ide-ide inovatif

Pemimpin meciptakan mekanisme percobaan yang akan

dilakukan dengan menampung ide-ide yang inovatif dari

pengikutnya.

b. Mulai melakukan percobaan dalam skala kecil

Upaya ini dilakukan dilingkup yang terkecil dahulu, sebelum

diterapkan disemua lini, untuk mengetahui kekurangan dan

kelebihan percobaan yang dilakukan.

c. Membentuk kelompok kerja inovatif

Pemimpin membentuk kelompok kerja yang inovatif untuk

melakukan percobaan yang akan dikerjakan.

d. Menghargai setiap pekerjaan

Pemimpin menghargai setiap pekerjaan yang dilakukan

pengikutnya. Sekecil apapun pekerjaan yang dihargai akan

membuat pengikut merasa di akui kinerjanya.

27
e. Menganalisa hasil percobaan

Pada tahap ini pemimpin menganalisa kekurangan dan kelebihan

serta manfaat dari percobaan yang dilakukannya. Apakah hasilnya

sesuai dengan harapan yang diinginkan

f. Membina mental berani mencoba

Pemimpin mengajarkan bahwa mental berani mencoba

merupakan suatu hal yang dibutuhkan dalam proses mencapai

keberhasilan. Tidak usah takut oleh kegagalan.

7.7 Menggalang kerjasama

Menggalang kerjasama atau mengupayakan agar orang-orang

bersedia untuk bekerja dalam satu kata dan semangat kebersamaan,

adalah tugas dari seorang pemimpin. Membina kerjasama pada

prinsipnya adalah meningkatkan ketrpaduan potensi organisasi

melalui penyamaan tujuan dan membina saling percaya diantara

anggota organisasi.

Beberapa hal menjadi kepedulian :

a. Menciptakan kebersamaan

Pemimpin mempunyai tugas menciptakan kebersamaan antar

anggota organisasi maupun luar anggota organisasi. Guna

menciptakan keharmonisan baik didalam maupun diluar

lingkungan organisasi.

28
b. Menciptakan peluang interaksi

Pemimpin wajib memberikan peluang interaksi bagi anggota

organisasi baik didalam ataupun diluar organisasi. Sehingga tidak

hanya top-down saja tapi bottom-up juga.

c. Menciptakan keterbukaan

Pemimpin siap mendengarkan masukan kritikan, serta saran dari

anggota organisasi. Serta yang dipimpinnya. Demi kebaikkan

bersama.

d. Tidak terpaku kegagalan masa lampau

Setiap pemimpin pasti pernah mengalami kegagalan dimasa

lampau, namun dengan adanya kegagalan tersebut dapat

menjadikan tolak ukur untuk mengupayakan perbaikkan dimasa

depan.

e. Melibatkan pihak lain dalam setiap proses

Dalam hal ini pemimpin dalam proses mencapai tujuan tidak

hanya melibatkan anggota organisasi saja, namun pihak luar

organisasi juga dilibatkan, untuk menjaga keselarasan capaian

yang hendak dituju.

7.8 Memperkuat mitra kerja

Ini berarti bahwa pemimpin berkewajiban untuk membagi atau

memberikan kekuasaan dalam informasi yang dimilikinya, agar

semua pihak yang terlibat dalam proses pembaharuan mempunyai

kekuatan atau sumberdaya gerak pembaharuan yang sama. Melalui

upaya yang dikembangkan, yaitu :

29
a. Mengenal setiap mitra kerja.

Pemimpin mengakui keberadaan anggota organisasi dan

memahami betul setiap mitra kerja orgnaisasi.

b. Mengembangkan kompetensi

Pemimpin memberikan peluang anggota organisasi atau

pengikutnya untuk mempraktikkan keahlian baru yang dimiliki,

dimana memungkinkan memperoleh hasil yang baik.

c. Mengembangkan keterbukaan informasi bagi semua

Informasi disini dimaksudkan bahwa pemimpin bersedia

memberikan informasi yang diinginkan oleh anggota organisasi

maupun luar anggota organisasi.

d. Mengembangkan keleluasaan pihak lain untuk bertanggungjawab

Dalam artian pemimpin juga perlu meningkatkan keleluasaan dan

kebijakan para pengikutnya melalui memberikan tugas tugas

penting, serta melaksanakannya sesuai dengan kemampuan dan

bidang masing-masing

7.9 Mengakui kontribusi dengan menunjukkan apresiasi terhadap

keberhasilan individual

Para pemimpin mengakui dan menghargai apa yang dilakukan oleh

individu dalam organisasi untuk berkontribusi pada visi dan nilai-

nilai. Dengan mempertimbamgkan :

a. Menciptakan bentuk penghargaan

Para pemimpin sangat menghargai apa yang dihasilkan oleh

pengikutnya. Ketika pengikutnya berprestasi, maka pemimpin

30
memberikan bentuk apresiasi penghargaan bagi amggota yang

berprestasi.

b. Tidak segan untuk mengucapkan terima kasih

Pemimpin yang baik ialah pemimpin yang mau menghargai dan

mengapresiasi pengikutnya. Tidak segan untuk mengucapkan

terima kasih, agar pengikutnya merasa mendapat perhatian dari

pemimpin.

7.10 Merayakan niai-nilai dan kemenangan dengan menciptakan

semangat kebersamaan.

Merupakan hal yang dapat memperkuat bahwa kinerja dengan hasil

yang luar biasa adalah hasil yang dilakukan oleh semua orang. Demi

mempertahankan semangat tim, maka pemimpin mengadakan

perayaan khusus. Dalam tahapan :

a. Jadwalkan perayaan

Membuat perayaan khusus yang terjadwal dan berkala serta

memiliki tujuan dalam setiap perayaannya.

b. Menciptakan penghargaan yang dapat dikenang

Penghargaan yang dapat dikenang menciptakan peluang yang

unik bagi penerima penghargaan karena merasa diakuki

kontribusinya dalam menjalankan tugas.

31
8. Penanganan

Menurut Tim Penyusun Pusat Pembinaan dan Pengembangan

Bahasa26 Penanganan berarti proses, perbuatan, cara, menangani,

penggarapan.

G.P. Hoefnagels mengutarakan bahwa upaya penanggulangan

kejahatan dapat ditempuh dengan cara : a. Penerapan hukum pidana

(crimr law aplication), b. Pencegahan tanpa pidana (prevention without

punishment), c. mempengaruhi pandangan masyarakat mengenai

kejahatan dan pemidanaan melalui mass media (influencing view of

society on crime and punishment/mass media). Barda Nawawi, juga

mengkonstantasi bahwa upaya penanggulangan kejahatan secara garis

besar dapat dibagi 2, yaitu melalui jalur penal (hukum pidana), dan jalur

non penal (bukan hukum pidana). Butir (a) di atas merupakan jalur penal,

sedangkan butir (b) dan (c) adalah kelompok sarana non penal.

9. Tindak kekerasan Perempuan dan Anak

A. Pengertian Kekerasan

Menurut Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer, kekerasan adalah

perihal atau sifat keras, paksaan, perbuatan yang menyebabkan kerusakan

fisik atau barang orang lain. Sedangkan Kamus Webster mendefinisikan

kekerasan sebagai penggunaan kekuatan fisik untuk melukai atau

menganiaya, perlakuan atau prosedur yang kasar serta keras. Dilukai atau

terluka dikarenakan penyimpangan, pelanggaran atau perkataan tidak

senonoh atau kejam. Sesuatu yang kuat, bergolak atau hebat dan
26
Dikutip dari jurnal “Studi Tentang Upaya Penanganan Tindak Kekerasan Terhadap Perempuan
dan Anak (Studi Kasus Pada Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak
(P2TP2A) Provinsi Kalimantan Timur)” tahun 2014,hlm.1098

32
cenderung menghancurkan atau memaksa. Dapat muncul berupa

perasaan yang diekspresikan dengan penuh emosional, termasuk hal-hal

yang timbul dari aksi atau perasaan tersebut.27

Dalam Deklarasi Penghapusan kekerasan terhadap Perempuan pada

tahun 1993 mendefinisikan kekerasan Terhadap Perempuan sebagai

berikut :

“kekerasan terhadap perempuan adalah segala bentuk perbuatan (baik


verbal maupun nonverbal) berdasarkan perbedaan jenis kelamin yang
berakibat atau mungkin berakibat kesengsaraan atau penderitaan
perempuan secara fisik, seksual atau psikologis, termasuk ancaman
perbuatan tertentu, pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara
sewenangwenang, baik yang terjadi di depan umum maupun dalam
kehidupan pribadi”28.

Sedangkan menurut Peraturan Menteri Pemberdayaan Perempuan

dan Perlindungan Anak Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2010

menjelaskan bahwa :

“kekerasan terhadap anak adalah setiap perbuatan terhadap anakyang


berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, mental,
seksual, psikologis, termasuk penelantaran dan perlakuan buruk yang
mengancam integritas tubuh dan merendahkan martabat anak yang
dilakukan oleh pihak-pihak yang seharusnya bertanggung jawab atas
anak tersebut atau mereka yang memiliki kuasa atas anak tersebut, yang
seharusnya dapat dipercaya”29.

Dapat disimpulkan Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak

adalah perbuatan yang menyebabkan timbulnya kesengsaraan verbal

maupun nonverbal yang berdampak pada fisik, psikologis, mental,

27
Munandar Sulaeman dan Siti Homzah. 2010. Kekerasan Terhadap Perempuan: Tinjauan Dalam
Berbagai Disiplin Ilmu & Kasus Kekerasan. Bandung: PT Refika Aditama. Hlm. 51.
28
Bagong Suyanto. 2010. Masalah Sosial Anak. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Hlm. 48
29
Dikutip dalam Laporan Buku Kasus Kekerasan Kota tegal Tahun 2015, hlm 12

33
seksual. Serta menjatuhkan martabat perempuan dan Anak baik terjadi

didepan umum ataupun dalam kehidupan pribadi.

B. Perempuan

1. Pengertian Perempuan

Pengertian Perempuan sendiri secara etimologis dalam bukunya

Zaitunah Subhan.30 Perempuan berasal dari kata empu yang artinya

dihargai. Lebih lanjut Zaitunah menjelaskan pergeseran istilah dari

wanita ke perempuan. Kata wanita dianggap berasal dari bahasa

Sansekerta, dengan dasar kata wan yang berarti nafsu, sehingga kata

wanita mempunyai arti yang dinafsui atau merupakan objek nafsu. Jadi

secara simbolik mengubah penggunaan kata wanita ke perempuan adalah

megubah objek menjadi subjek. Tetapi dalam bahasa Inggris wan ditulis

dengan kata want atau men dalam bahasa Belanda, wun dan schen dalam

bahasa Jerman. Kata tersebut mempunyai arti like, wish, desire, aim.

Kata want dalam bahasa Inggris bentuk lampaunya wanted. Jadi, wanita

adalah who is being wanted (seseorang yang dibutuhkan) yaitu seseorang

yang diingini. 31

30
Zaitunah Subhan, Qodrat Perempuan Taqdir atau Mitos,Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2004,
1.
31
Kamus Besar bahasa Indonesia ,Jakarta: Balai Pustaka, 1990, hlm. 448

34
2. Bentuk-bentuk Kekerasan terhadap Perempuan

Bentuk-bentuk kekerasan terhadap perempuan yang tertuang dalam

Deklarasi Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan (Declaration on

the Elimination of Violence against Women), yang di adopsi Majelis PBB

tahun 1993, pada pasal 2 adalah sebagai berikut 32:

a. Tindak kekerasan secara fisik, seksual dan psikologis yang

terjadi dalam keluarga.

Tindakan kekerasan ini biasanya seperti pemukulan, penyalahgunaan

seksual atas anak-anak perempuan dalam rumah tangga, kekerasan

yang berhubungan dengan mas kawin (mahar), perkosaan dalam

perkawinan, perusakan alat kelamin perempuan, dan praktik-praktik

kekejaman tradisional lain terhadap perempuan diluar hubungan

suami-istri, serta kekerasan yang berhubungan dengan eksploitasi.

b. Kekerasan secara fisik, seksual dan psikologis yang terjadi

dalam masyarakat luas.

Tindakan kekerasan ini biasanya seperti perkosaan, penyalahgunaan

seksual, pelecehan, dan ancaman seksual ditempat kerja, dalam

lembaga-lembaga pendidikan dan sebagainya.

c. Kekerasan secara fisik, seksual dan psikologis yang dilakukan


atau dibenarkan oleh negara.
Tindakan kekerasan ini biasanya pelanggaran-pelanggaran hak asasi

perempuan dalam pertentangan antar kelompok, dalam situasi

32
Fathul Djannah, et.al. 2003. Kekerasan Terhadap Istri, Yogyakarta: LKiS. Hlm.2.

35
konflik bersenjata, berkait dengan antara lain pembunuhan,

perkosaan, perbudakan seksual dan kehamilan paksa.

3. Faktor Penyebab Kekerasan Terhadap Perempuan

Terdapat 5 faktor penyebab Kekerasan Terhadap Perempuan :

1. Faktor kultur (budaya) masyarakat yang masih kental dengan

budaya patriarki. Dimana laki-laki diposisikan superior

sedangkan perempuan interior.

2. Faktor pandangan masyarakat tentang kedudukan perempuan

yang masih sangat bias.

3. Faktor persepsi masyarakat tentang kekerasan itu sendiri.

Masyarakat masih menganggap kekerasan dalam rumah

tangga itu hal biasa, sebagai bumbu dalam rumah tangga.

Budaya permisif ini terus berkembang di masyarakat.

4. Faktor kebijakan Negara yang melanggengkan kekerasan

berbasis gender (KBG). Hal ini dilakukan Negara melalui

kebijakan yang dikeluarkannya, misalnya UU Perkawinan

No. 1 Tahun 1974, sampai saat ini masih berlaku, padahal

secara substansi UU ini melanggengkan diskriminasi

terhadap perempuan, ibu rumah tangga, sedangkan pada

faktanya banyak perempuan yang menjadi penopang utama

perekonomian keluarga, sementara laki-laki tidak bekerja.

5. Faktor penafsiran ajaran agama yang bias. Sebagai contoh

isteri harus tunduk dan patuh pada suami, sedangkan tidak

36
pernah diajarkan bahwa suami juga harus melakukan hal

yang sama terhadap isterinya.

4. Perlindungan terhadap Perempuan

Bentuk perlindungan hukum terhadap perempuan dengan

dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 23 tahun 2004 tentang

Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga. UU tersebut merupakan

upaya Negara untuk memberikan perlindungan kepada perempuan bagi

korban kekerasan dalam lingkungan rumah tangganya sendiri. Sistem

perlindungan perempuan korban kekerasan itu sendiri termuat dalam

pasal 16-20 mengenai peran kepolisian dalam memberi perlindungan

kepada korban33 :

Pasal 16

1) Dalam waktu 1 x 24 (satu kali dua puluh empat) jam terhitung sejak

mengetahui atau menerima laporan kekerasan dalam rumah tangga,

kepolisian wajib segera memberikan perlindungan sementara pada

korban.

2) Perlindungan sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

diberikan paling lama 7 (tujuh) hari sejak korban diterima atau

ditangani

3) Dalam waktu 1 x 24 (satu kali dua puluh empat) jam terhitung sejak

pemberian perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),

kepolisian wajib meminta surat penetapan perintah perlindungan dari

pengadilan.

33
Undang-Undang Republik Indonesia No 3 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam
Rumah Tangga pasal 16-20, hlm 5-6

37
Pasal 17

Dalam memberikan perlindungan sementara, kepolisian dapat

bekerjasama dengan tenaga kesehatan, pekerja sosial, relawan

pendamping, dan/atau pembimbing rohani untuk mendampingi korban.

Pasal 18

Kepolisian wajib memberikan keterangan kepada korban tentang hak

korban untuk mendapat pelayanan dan pendampingan.

Pasal 19

Kepolisian wajib segera melakukan penyelidikan setelah mengetahui

atau menerima laporan tentang terjadinya kekerasan dalam rumah tangga.

Pasal 20

Kepolisian segera menyampaikan kepada korban tentang:

a. identitas petugas untuk pengenalan kepada korban;

b. kekerasan dalam rumah tangga adalah kejahatan terhadap

martabat kemanusiaan; dan

c. kewajiban kepolisian untuk melindungi korban.

Pasal 25

Dalam hal memberikan perlindungan dan pelayanan, advokat wajib:

a. memberikan konsultasi hukum yang mencakup informasi

mengenai hak-hak korban dan proses peradilan;

b. mendampingi korban di tingkat penyidikan, penuntutan, dan

pemeriksaan dalam sidang pengadilan dan membantu korban

untuk secara lengkap memaparkan kekerasan dalam rumah tangga

yang dialaminya; atau

38
c. melakukan koordinasi dengan sesama penegak hukum, relawan

pendamping, dan pekerja sosial agar proses peradilan berjalan

sebagaimana mestinya

C. Pengertian Anak

1. Definisi Anak

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 tahun

2014 tentang Perubahan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor

23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menjelaskan bahwa anak

adalah setiap orang yang berusia dibawah 18 (delapan belas) tahun

termasuk anak dalam kandungan. Selain itu dalam Convention on

The Right Of The Child tahun 1989 yang telah diratifikasi

pemerintah Indonesia melalui Keppres Nomor 39 tahun 1990

disebutkan bahwa anak adalah mereka yang berusia 18 tahun ke

bawah.

2. Bentuk-bentuk Kekerasan Terhadap Anak

Dari klasifikasi yang dilakukan oleh para ahli, ada 4 bentuk

tindakan kekerasan atau pelanggaran terhadap hak anak, yaitu :

a. Kekerasan fisik

Bentuk kekerasan jenis ini paling mudah dikenali.

Terkategorisasi sebagai kekerasan jenis ini adalah menampar,

menendang, memukul/meninju, mencekik, mendorong, menggigit,

membenturkan, mengancam dengan benda tajam dan sebagainya.

Korban kekerasan jenis ini biasanya tampak secara langsung pada

39
fisik korban seperti; luka memar, berdarah, patah tulang, pingsan,

dan bentuk lain yang kondisinya lebih berat.

b. Kekerasan Psikis

Kekerasan jenis ini tidak begitu mudah untuk dikenali. Akibat

yang dirasakan oleh korban tidak memberikan bekas yang nampak

bagi orang lain. Dampak kekerasan jenis ini akan berpengaruh pada

situasi perasaan tidak aman dan nyaman, menurunnya harga diri

serta martabat korban. Wujud konkret kekerasan jenis ini adalah;

penggunaan kata-kata kasar, penyalahgunaan kepercayaan,

mempermalukan orang di depan orang lain atau di depan umum,

melontarkan ancaman dengan kata-kata, dan sebagainya. Akibat

adanya perilaku tersebut biasanya korban akan merasa rendah diri,

minder, merasa tidak berharga, dan lemah dalam membuat

keputusan.

c. Kekerasan Seksual

Jenis kekerasan dalam kategori ini adalah segala tindakan yang

muncul dalam bentuk paksaan atau mengancam untuk melakukan

hubungan seksual (sexual intercourse), melakukan penyiksaan atau

bertindak sadis serta meninggalkan seseorang termasuk mereka yang

tergolong masih berusia anak-anak setelah melakukan hubungan

seksualitas. Segala perilaku yang mengarah pada tindakan pelecehan

seksual terhadap anak-anak, baik disekolah, di dalam keluarga,

maupun disekitar tempat tinggal anak-anak juga termasuk dalam

kategori kekerasan atau pelanggaran hak anak jenis ini. Kasus

40
pemerkosaan anak, pencabulan yang dilakukan oleh guru, orang lain,

bahkan orang tua tiri yang sering terekspos dalam pemberitaan

berbagai media massa merupakan contoh konkret kekerasan bentuk

ini.

d. Kekerasan Ekonomi

Kekerasan jenis ini sangat sering terjadi dilingkungan

keluarga.Perilaku melarang pasangan untuk bekerja atau

mencampuri pekerjaan pasangan, menolak memberikan uang atau

mengambil uang serta mengurangi jatah belanja bulanan merupakan

contoh konkret bentuk kekerasan ekonomi. Pada anak-anak,

kekerasan jenis ini sering terjadi ketika orang tua memaksa anak

yang masih berusia dibawah umur untuk dapat memberikan

kontribusi ekonomi keluarga, sehingga fenomena penjual Koran,

pengamen jalanan, pengemis anak, dan lain-lain kian merebak

terutama di perkotaan.34

3. Faktor Penyebab Kekerasan Terhadap Anak

Menurut Ketua Umum Komisi Perlindungan Anak, Arist

Merdeka Sirait menyampaikan bahwa terdapat 4 penyebab utama

terjadinya Kekerasan terhadap Anak, diantaranya adalah35:

1) Pada anak yang berpotensi menjadi korban. “ada anak nakal,

bandel, tidak bisa diam, tidak menurut, cengeng, pemalas,

penakut. Anak-anak seperti inilah yang sangat rentan oleh

kekerasan fisik dan psikis. Karena ada faktor bawaan seperti

34
Bagong Suyanto. Op.Cit. 2010.hlm. 29-30
35
Laporan Buku Kasus Kekerasan Tahun 2015

41
anak tersebut memang hiperaktif, selain itu ada factor dari

ketidaktahuan orangtua, maupun guru sebagai pendidik anak-

anak.

2) Pada anak atau orang dewasa yang berpotensi menjadi pelaku

kekerasan. Beliau menjelaskan untuk anak yang berpotensi

menjadi pelaku kekerasan disebabkan oleh beberapa hal yakni

meniru atau mengimitasi dari orangtua, teman, siaran televise,

video game film. Selain itu, pernah mengalami sebagai korban

bullying dari sesama anak, korban kekerasan dari anak dewasa,

dan adanya tekanan dari kelompok.

3) Adanya peluang kekerasan tanpa pengawasan atau

perlindungan. Biasanya, hal tersebut sering dialami oleh anak-

anak yang tinggal dengan pembantu, ayah atau ibu tiri, maupun

paman atau saudaranya. Peluang terjadinya kekerasan fisik

psikis maupun seksual ada banyak sekali penyebabnya, karena

memang tidak ada pengajaran potensi bahaya, anak dibiarkan

bermain dengan orang dewasa tanpa diawasi sehingga mereka

dengan bebas bias dipeluk dan dipangu oleh siapa saja dan lain-

lain.

4) Adanya pencetus dari korban dan pelaku. Contohnya pencetus

dari korban, biasanya anak-anak rewel, aktifitas mereka

berlebihan, tidak menurut perintah, merusak barang-barang.

Perilaku tersebut umumnya mencetuskan kekerasan fisik dan

42
psikis. Kalau ana ke toilet sendiri, berpakaian seksi, sering

dipangku dan dipeluk, dapat mencetuskan kekerasan sesksual.

4. Perlindungan Terhadap Anak

Melihat anak rentan sekali mendapatkan kekerasan baik secara

fisik maupun psikis, tentunya hal tersebut amat sangat merugikan

sang anak itu sendiri. Yang mana notabene anak adalah penerus

generasi bangsa. Bagaimana jika sudah dari dini dihadapkan dengan

permasalahan seperti ini, tentunya akan menghambat pertumbuhan

sang korban kekerasan anak ini.

Negara Indonesia sebenarnya sangat fokus dalam penanganan

upaya perlindungan tindak kekerasan terhadap anak. Dengan

ditetapkannya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 tahun

2002 tentang Perindungan Anak. Pada pasal 2 UU No. 23 tahun

2002 prinsip dasar konvensi hak-hak anak meliputi36 :

a. non diskriminasi;

b. kepentingan yang terbaik bagi anak;

c. hak untuk hidup, kelangsungan hidup, dan perkembangan;

dan

d. penghargaan terhadap pendapat anak.

Perlindungan anak bertujuan untuk menjamin terpenuhinya hak-

hak anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi

secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta

mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, demi

36
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, pasal 2
dan 3, hlm2-3

43
terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia, dan

sejahtera.

F. Definisi Konseptual

Dalam penelitian ini, dapat diuraikan beberapa definisi konseptual

yang akan digunakan yaitu antara lain :

a. Kepemimpinan

Adalah suatu yang melekat dari si pemimpin dan oleh karenanya

kepemimpinan itu dikaitkan dengan pembawaan kepribadian

(personality), kemampuan (ability) dan kesanggupan (capability) yang

mana semua itu mengarah pada cirri-ciri atau sifat-sifat tertentu pada

seorang pemimpin.

b. Kepedulian

Adalah suatu rasa peduli terhadap orang lain, serta bisa merasakan apa

yang dihadapi orang lain, sehingga menimbulkan rasa kepedulian,

perhatian serta tanggung jawab yang diwujudkan dalam bentuk

tindakan.

c. Penanganan

Merupakan suatu cara, proses, tahapan dalam mengatasi atau

menanggulangi suatu kejadian.

G. Definisi Operasional

Dalam definisi operasional ini penulis akan sedikit menjelaskan

mengenai kepedulian pemimpin perempuan terhadap permasalahan

perempuan dalam hal tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak.

Indikator yang akan dibahas adalah :

44
1. Analisis kepemimpinan

a. Kepemimpinan Walikota Tegal

b. Komitmen Pemimpin mengawal Implementasi

Beberapa hal menjadi kepedulian :

1. Menciptakan kebersamaan

2. Menciptakan peluang interaksi

3. Menciptakan keterbukaan

4. Tidak terpaku kegagalan masa lampau

5. Melibatkan pihak lain dalam setiap proses

e. Upaya Penanganan Tindak Kekerasan terhadap Perempuan dan

Anak :

a. jalur penal (hukum pidana),

- Keputusan Walikota Tegal Nomor 400/057.C/2014 tentang

Pembentukan Tim Pusat Pelayanan Terpadu Penanganan

Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak Berbasis Gender

Kota Tegal Tahun Anggaran 2014.

b. jalur non penal (bukan hukum pidana).

H. Metode Penelitian

1. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini dimaksudkan untuk meneliti kepedulian pemimpin

perempuan terhadap permasalahan kekerasan perempuan dan anak.

Penelitian ini menggunakan pendekatan diskriptif kualitatif dengan

menggunakan studi kasus sebagai strategi penelitian kualitatif.

45
Bogdan dan Tylor memberikan pengertian tentang penelitian

kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif

berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang

dapat diamati.37

Penelitian yang dilakukan dengan prosedur berupa lisan atau kata

tertulis dari subyek yang telah diamati dan memiliki karakteristik bahwa

data yang diberikan merupakan data asli yang tidak diubah dan

kebenarannya dapat dipertanggungjawabkan. Kasus-kasus dibatasi oleh

waktu dan aktivitas dan peneliti mengumpulkan informasi secara lengkap

dengan menggunakan berbagai prosedur pengumpulan data berdasarkan

waktu yang telah ditentukan.

Robert K. Yin menyebutkan bahwa studi kasus adalah suatu

inkuiris empiris yang menyelidiki fenomena dalam konteks kehidupan

nyata, bilamana batas-batas antara fenomena dan konteks tak tampak

dengan tegas, dan dimana multi sumber bukti dimanfaatkan. 38 Penelitian

ini menggunakan studi kasus karena akan melihat secara mendalam

terkait proses kepedulian Walikota Tegal dalam penanganan kekerasan

terhadap perempuan dan anak di Kota Tegal. Penelitian ini akan

dilaksanakan dengan menggali informasi terkait pelaksanaan mekanisme

penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kota

Tegal.

37
Lexy J. Moleong..Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,2001
Hlm. 3
38
Burhan Bungin, Analisis Data Penelitian Kualitatif, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2003,
Hlm. 20

46
2. Subjek Objek Penelitian

Subjek yang diambil pada penelitian ini ditujukan kepada nara

sumber, yaitu Kepala Sub Bidang Perlindungan Anak dan Peningkatan

Kualitas Hidup Anak pada Badan Pemberdayaan Masyarakat dan

Keluarga Berencana (BPMPKB) yang ada di Kota Tegal , serta full time

relawan pendamping korban kekerasan perempuan dan anak. Sebagai

pelaksana upaya penanganan tindak kekerasan terhadap perempuan dan

anak. Guna mengetahui bagaimana kepedulian pemimpin terhadap

masalah tersebut.

Objek yang diambil penelitian dalam penelitian ini adalah prosedur

penanganan oleh Pusat Pelayanan Terpadu Puspa yang ada di Kota

Tegal. Aktivitas dalam melakukan pemnghapusan kekerasan terhadap

Perempuan dan anak.

3. Lokasi Penelitian

Dalam melakukan penelitian ini untuk mendapatkan informasi

yang dibutuhkan akan dilakukan di Kota Tegal, dengan lokasi penelitian

di Kantor BPMPKB Kota Tegal, Jl. Ki Gede Sebayu Nomor 3 Kota

Tegal Telp./Fax. (0283) 322965 Kode Pos 52123

4. Jenis Data

a. Data Primer

Merupakan data yang diperoleh secara langsung dari subjek

penelitian dengan mengenakan alat pengukuran atau alat

pengambilan data langsung pada subjek sebagai sumber informasi

47
yang dicari.39dengan demikian data primer dari penelitian ini

diperoleh langsung melalui wawancara dengan narasumber :

1. Ibu Ida Krisdianti sebagai Kepala Sub. Bidang Perlindungan

Anak dan Peningkatan Kualitas Hidup Anak BPMPKB Kota

Tegal

2. Ibu Hayatun sebagai full timer/ relawan Pusat Pelayanan

Terpadu (PPT) Puspa Kota Tegal

b. Data Sekunder

merupakan data yang bukan diusahakan sendiri pengumpulannya

oleh peneliti misalnya dari majalah, keterangan-keterangan atau

publikasi lainnya. Jadi data sekunder berasal dari tangan

kedua,ketiga, dan seterusnya, artinya melewati satu atau lebih pihak

yang bukan peneliti sendiri. 40

Data sekunder bisa dalam bentuk teks tertulis laporan, peraturan

perundang-undangan, dokumentasi, maupun buku yang berkaitan

dengan masalah yang dikaji dalam penelitian. Data sekunder yang

dibutuhkan dari penelitian ini berupa Keputusan Walikota Tegal

Nomor 400/057.C/2014 tentang Pembentukan Tim Pusat Pelayanan

Terpadu Penanganan Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak

Berbasis Gender Kota Tegal Tahun Anggaran 2014, Buku Laporan

Kasus Kekerasan Tahun 2015, artikel berita dari website resmi

Pemerintah Kota Tegal, LKPJ Walikota Tegal 2015.

39
Saifuddin Azwar, Metode Penelitian, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001,hlm 91
40
Marzuki,Metodologi Riset. Yogyakarta: PT. Hanindita Offset, 1982 Hlm. 56.

48
5. Teknik Pengumpulan Data

a. Teknik Wawancara

1. Pengertian

Menurut Sudjana wawancara adalah proses pengumpulan data

atau informasi melalui tatap muka antara pihak penanya

(interviewer) dengan pihak yang ditanya atau penjawab

(interviewee).41Wawancara adalah teknik pengumpulan data dalam

bentuk komunikasi antara dua orang, melibatkan seseorang yang

ingin memperoleh informasi dari seseorang lainnya dengan

mengajukan pertanyaan-pertanyaan, berdasarkan tujuan tertentu.42

2. Jenis-jenis Wawancara, yang kemukakan oleh Guba &

Lincoln43:

1) Wawancara Riwayat Secara Lisan

Jenis ini adalah wawancara terhadap orang-orang yang prnah

membuat sejarah atau yang telah membuat karya ilmiah, sosial,

pembangunan, perdamaian, dan sebagainya.Maksud dari

wawancara ini ialah untuk mengungkapkan riwayat hidup,

pekerjaannya, kesenangannya, ketekunannya, pergaulannya, dan

lain-lain. Wawancara semacam ini dilakukan sedemikian rupa

sehingga terwawancara berbicara terus-menerus, sedangkan

sesekali mengajukan pertanyaan.

41
Prof. Dr. Djam’an Satori, M.A dan Dr. Aan Komariah M.Pd, Metodologi Penelitian Kualitatif,
Bandung : Alfabeta, 2012, hlm 130
42
Deddy Mulyana,Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2001, hlm
180
43
Lexy J. Moleong, Op.cit, 2003 hlm 137-138

49
2) Wawancara Terstruktur dan Wawancara Tak Terstruktur

Wawancara terstruktur adalah wawancara yang

pewawancaranya menetapkan sendiri masalah dan pertanyaan-

pertanyaan yang akan diajukan. Sedangkan wawancara tak

terstruktur merupakan wawancara yang berbeda dengan yang

terstruktur. Cirinya kurang diinterupsi dan arbiter. Wawancara

semacam ini digunakan untuk menemukan informasi yang

bukan baku atau informasi tunggal.

b. Dokumentasi

1. Pengertian

Menurut McMillan dan Schumacher dokumentasi merupakan

rekaman kejadian masa lalu yang ditulisatau dicetak, dapat berupa

catatan anecdotal, surat, bukuharian dan dokumen-dokumen.

Dokumen kantor termasuk lembaran internal, komunikasi bagi

publik yang beragam, file siswa dan pegawai, deskripsi program

dandata statistik pengajaran. 44 Dokumentasi adalah teknik

pengumpulan data dimana peneliti memperoleh data sekunder, yaitu

dengan cara mencatat dari sumber-sumber tertulis yang ada, baik

berupa arsip, dokumen, ataupun laporan pendukung lainnya serta

data dokumentasi dari Pemerintah Kota Tegal.

44
Prof. Dr. Djam’an Satori, M.A dan Dr. Aan Komariah M.Pd, Op.Cit 2012 hlm 147

50
2. Jenis Dokumen45 :

1) Dokumen Pribadi

Adalah catatan atau karangan seseorang secara tertulis tentang

tindakan, pengalaman, dan kepercayaannya.Maksud

mengumpulkan dokumen pribadi ialah untuk memperoleh

kejadian nyata tentang situasi sosial dan arti berbagai faktor

disekitar subjek penelitian.

2) Dokumen Resmi

Dokumen resmi terbagi atas dokumen internal dan dokumen

eksternal.Dokumen internal berupa memo, pengumuman,

instruksi. Termasuk didalamnya risalah atau laporan rapat,

keputusan pemimpin kantor dan semacamnya. Dokumen

demikian dapat menyajikan informasi tentang keadaan, aturan,

disiplin, dan dapat memberikan petunjuk tentang gaya

kepemimpinan.

Dokumen eksternal berisi bahan-bahan informasi yang

dihasilkan oleh suatu lembaga sosial, misalnya majalah, bulletin,

pernyataan, dan berita yang disiarkan kepada media

massa.Dokumen eksternal dapat dimanfaatkan untuk menelaah

konteks sosial, kepemimpinan, dan lain-lain.

45
Lexy J. Moleong, Op.cit, 2001 hlm161-163

51
6. Teknik Analisis Data

Analisa data adalah suatu fase penelitian kualitatif yang sangat

penting karena melalui analisis data inilah peneliti dapat memperoleh

wujud dari penelitian yang dilakukannya. 46

Teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

teknik analisa deskriptif kualitatif. Dimana penelitian ini dalam langkah

kerjanya untuk mendeskripsikan suatu objek, fenomena dalam suatu

tulisan yang bersifat naratif.Artinya, data, fakta yang dihimpun berbentuk

kata atau gambar daripada angka-angka. Mendeskripsikan sesuatu berarti

menggambarkan apa, mengapa dan bagaimana suatu kejadian terjadi. 47

Peneliti dalam menganalisa data menggunakan deskriptif kualitatif

yaitu dengan cara pengumpulan data kemudian dianalisa dari awal hingga

akhir penelitian dengan cara :

a. Reduksi data

Merupakan proses penilaian, pemusatan, dan penyederhanaan serta

transformasi data yang muncul dari catatan tertulis di lapangan. Analisis

ini diperlukan oleh peneliti untuk menggolongkan data yang penting.

b. Kesimpulan
Data-data yang telah dikumpulkan dan dianalisis kemudian dapat

ditarik kesimpulan. Dari hasil analisis data, peneliti akan memberikan

kesimpulan serta memberikan saran-saran sebagai rekomendasi lanjutan.

46
Ibid hlm 97
47
Ibid hlm 28

52

Anda mungkin juga menyukai