Anda di halaman 1dari 2

Aga Krisnanda / 1006684024 / Fakultas Kedokteran

Peningkatan Peran Pemuda dan Perempuan dalam Pembangunan

Pendidikan Politik Bagi Pemuda dan Perempuan

Sebagaimana tertulis dalam UUD 1945 (salah satu konstitusi Indonesia), negara
Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk republik dan Indonesia menganut azas
demokrasi pancasila sehingga kedaulatan berada di tangan rakyat. Dengan adanya
ketetapan tersebut, dapat disimpulkan bahwa pembangunan Indonesia bergantung pada
partisipasi masyarakat. Simpulan itu diambil secara deduktif dengan premis-premis:
proses pembangunan bergantung pada pemerintahan yang berkuasa, komposisi
pemerintahan bergantung pada proses demokrasi, dan proses demokrasi bergantung pada
partisipasi masyarakat. Akan tetapi, tidak semua masyarakat menyadari hal tersebut
khususnya para pemuda dan perempuan. Mereka seringkali kurang peduli dengan
keadaan politik negara; untuk itu, rasanya perlu diadakan suatu pendidikan politik bagi
golongan pemuda (remaja) dan perempuan. Menyambut pernyataan di atas akan timbul
beberapa pertanyaan. Mengapa remaja dan perempuan yang diberi pendidikan politik?
Bagaimana wujud pendidikan politik yang sesuai? Apa saja hambatan yang mungkin
muncul?

Mengapa perempuan? Menurut hasil sensus tahun 2010, rasio jenis kelamin penduduk
Indonesia adalah 101 (BPS, 2010). Artinya apabila ada 101 laki-laki maka ada 100
perempuan. Seharusnya, partisipasi wanita dalam menentukan nasib bangsa adalah 50%.
Nilai tersebut sangatlah berarti dalam menentukan masa depan bangsa. Mengingat
kegiatan wanita dalam kehidupan sehari-hari sebagian besar adalah mengurus rumah
tangga dan cenderung apatis dengan kondisi politik, rasanya perlu diadakan pendidikan
politik yang membuat para perempuan penentu masa depan negara ini lebih dewasa
secara politik dan berperan aktif dalam demokrasi. Mengapa remaja? Remaja adalah
calon penerus bangsa, merekalah yang kelak menjadi pemimpin negara ini dan
sepantasnya mendapat pembekalan. Pemikiran kritis ini muncul dengan mengambil sisi
positif pemikiran pesimis yang mengatakan bahwa “biarkanlah satu generasi yang sudah
rusak hancur dan jagalah generasi berikutnya agar tidak seperti pendahulunya”. Jadi,
dengan menjadikan remaja sebagai target pendidikan politik, diharapkan dapat
membentuk generasi penerus yang cakap politik.

Bagaimana wujud pendidikan politik yang sesuai? Untuk perempuan perlu diadakan
program emansipasi politik yang pada permulaannya diawali dengan pemberian
kuesioner sederhana berisi pertanyaan tentang keadaan politik Indonesia saat ini kepada
perempuan dan juga pendapat, kritik, dan saran terhadap pemerintah yang berkuasa. Agar
mereka mau mengisi kuesioner, kuesioner terpilih akan dibacakan dalam pidato presiden
Aga Krisnanda / 1006684024 / Fakultas Kedokteran
Peningkatan Peran Pemuda dan Perempuan dalam Pembangunan

dan dipertimbangkan lebih lanjut. Pada tahap ini, perempuan dituntut agar kritis terhadap
pemerintahan yang sedang berjalan. Setelah dilakukan kuesioner secara berkala,
diharapkan para perempuan semakin besar kesadaran politiknya. Kemudian berlanjut ke
tahap penyuluhan politik dan diskusi interaktif khusus perempuan yang juga dilakukan
secara berkala. Agar mereka lebih tertarik tentu saja tidak hanya materi politik yang akan
diberikan, tips-tips menjalani profesi utama mereka−pengurus rumah tangga−juga akan
diberikan. Pada tahap ini diharapkan para perempuan sudah dewasa secara politik dan
dapat berperan aktif dalam demokrasi. Selain itu perlu pula diberikan suatu penghargaan
bagi wanita yang dianggap sudah dewasa secara politik sehingga akan menimbulkan
kebanggaan. Sedangkan untuk para remaja, di sekolah, perlu diadakan kurikulum yang
lebih kritis tentang politik, tidak hanya membahas teori saja. Seperti kuesioner kepada
perempuan, kuesioner pada pelajar juga perlu diberikan dan kuesioner terbaik dibacakan
oleh presiden kemudian akan dipertimbangkan lebih lanjut. Mungkin suatu kontes esai
tahunan dengan tema politik juga perlu diadakan dan tentu saja dengan penghargaan yang
menarik sehingga jiwa muda mereka terpacu untuk berkompetisi dan secara tidak
langsung mereka telah berperan dalam proses demokrasi.

Lalu apa hambatan yang mungkin muncul? Kita mulai dari masalah klasik, pembiayaan
program yang akan dilakukan membutuhkan dana yang tidak bisa dibilang sedikit. Oleh
karena itu, program ini butuh dukungan dari segala pihak. Pihak yang mungkin bisa
diajak bekerja sama adalah LSM pemberdayaan wanita dan juga partai-partai politik.
Setiap perubahan akan menimbulkan guncangan sehingga wajar apabila nantinya akan
ada golongan yang kontra dengan pemikiran ini. Golongan yang kontra ini juga
berpotensi menjadi hambatan. Selanjutnya, tingkat pendidikan target sangatlah berperan,
semakin rendah tingkat pendidikan target akan semakin sulit kita mendewasakan mereka.
Yang terakhir, keputusasaan karena hasil yang tidak terlihat dengan segera. Hal ini yang
pasti akan menurunkan daya juang subjek program ini, namun ingatlah bahwa suatu
perubahan besar tidak akan terlihat dengan cepat dan percayalah bahwa Tuhan ada di sisi
orang yang sabar.

Pemuda dan perempuan adalah aset negara yang seringkali terlupakan. Seperti intan yang
tertutup debu. Mereka memiliki potensi yang luar biasa dalam pembangunan negara.
Apabila mereka dapat diikutsertakan dalam proses demokrasi secara optimal, saya yakin
mereka akan menghasilkan pembangunan yang ideal dan seimbang sesuai dengan
karakteristik bangsa Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai