Anda di halaman 1dari 15

BIOLOGI REPRODUKSI

IMUNOLOGI, IMUNITAS DAN SISTEM IMUN NON SPESIFIK (ALAMIAH)


DALAM TUBUH MANUSIA

DISUSUN OLEH :
FOURTIYA MAYU SARI
P01740322148

DOSEN PENGAJAR :
DIAH EKA NUGRAHENI, M.KEB

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BENGKULU
PRODI SARJANA TERAPAN KEBIDANAN
TAHUN 2023

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat
dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul ”Imunologi, Imunitas
dan Sistem Imun Non Spesifik (Alamiah) dalam Tubuh Manusia” tepat pada waktunya.
Makalah ini adalah salah satu tugas mata kuliah Biologi Reproduksi di Jurusan Kebidanan
Poltekkes Kemenkes Bengkulu Prodi Sarjana Terapan Kebidanan. Penulis mengucapkan
terimakasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dan saran atas penyusunan
makalah ini.
Dalam penulisan makalah ini penulis merasa masih banyak kekurangan baik pada
teknis penulisan maupun materi, karena keterbatasan maupun pengalaman yang penulis
miliki. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat penulis harapkan demi
penyempurnaan pembuatan makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat menambah
pengetahuan dan pengalaman baik bagi penulis maupun para pembaca.

Bengkulu, Maret 2023

Penulis

2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 4
B. Rumusan Masalah 4
C. Tujuan 5

BAB II PEMBAHASAN
A. Pengantar Imunologi Manusia 6
B. Konsep Imunitas dalam Tubuh Manusia 9
C. Sistem Imun Non Spesifik (alamiah) dalam Tubuh Manusia 10

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan 14
B. Saran 14

DAFTAR PUSTAKA

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sistem Kekebalan tubuh sangat mendasar perannya bagi kesehatan, tentunya
harus di sertai dengan pola makan yang sehat, olah raga yang cukup serta terhindar
dari masuknya senyawa beracun ke dalam tubuh. Sekali senyawa beracun hadir
didalam tubuh, maka harus segera dikeluarkan.
Kondisi sistem kekebalan tubuh menentukan kualitas hidup. Dalam tubuh yang
sehat terdapat sistem kekebalan tubuh yang kuat sehingga daya tahan tubuh terhadap
penyakit juga prima. Pada bayi yang baru lahir pembentukan sistem kekebalan
tubuhnya belum sempurna dan memerlukan ASI yang membawa sistem kekebalan
sang ibu untuk membantu kekebalan tubuh bayi. Semakin dewasa sistem kekebalan
tubuh terbantuk semakin sempurna. Namun pada orang lanjut usia sistem kekebalan
tubuhnya secara alami semakin menurun. Itulah sebabnya timbul penyakit degeneratif
atau penyakit penuaan.
Pola hidup modern menuntut segala sesuatu dilakukan secara cepat dan instan.
Hal ini berdampak juga pada pola makan misalnya sarapan didalam kendaraan, makan
siang serba tergesah-gesah, dan malam karena kelelahan jadi tidak ada nafsu makan.
Belum lagi kualitas makanan yang dikonsumsi, polusi udara, kurang berolahraga dan
stres. Apabila terus berlanjut maka daya tahan tubuh akan terus menurun, lesu, cepat
lelah dan mudah terserang penyakit. Sehingga saat ini banyak orang yang masih muda
banyak yang mengidap penyakit degeneratif. Kondisi stres dan pola hidup modern
serta polusi, diet tidak seimbang dan kelelahan menurunkan daya tahan tubuh
sehingga menurunkan kecukupan antibodi. Gejala menurunnya daya tahan tubuh
seringkali terabaikan sehingga timbul berbagai penyakit infeksi, penuaan dini pada
usia dini.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Pengantar Imunologi Manusia?
2. Bagaimana Konsep Imunitas dalam Tubuh Manusia?
3. Bagaimana Sistem Imun non Spesifik (alamiah) dalam Tubuh Manusia?

4
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui Pengantar Imunologi Manusia.
2. Untuk mengetahui Konsep Imunitas dalam Tubuh Manusia.
3. Untuk mengetahui Sistem Imun non Spesifik (alamiah) dalam Tubuh Manusia.

5
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengantar Imunologi Manusia


Imunologi adalah (immunis : bebas, logos:ilmu), ilmu yang mempelajari system
pertahanan tubuh/cabang ilmu biomedis luas yang meliputi studi tentang semua aspek
dari sistem kekebalan pada semua organisme. Ini berkaitan dengan, antara lain, fungsi
fisiologis dari sistem kekebalan tubuh dalam keadaan kesehatan dan penyakit,
malfungsi dari sistem kekebalan pada gangguan imunologi (penyakit autoimun,
hypersensitivities, defisiensi imun, penolakan transplantasi), kimia, fisik dan fisiologis
karakteristik komponen dari sistem kekebalan tubuh in vitro, in situ, dan in vivo.
Imunologi memiliki aplikasi dalam beberapa disiplin ilmu pengetahuan, dan dengan
demikian lebih lanjut dibagi.
1. Sejarah Imunologi
a. Tahap Empirik
Mithridates Eupatoris VI seorang raja dari Pontis Yunani, (132 – 63 SM)
dianggap ahli imunologi pertama. Cara: meminum racun sedikit demi sedikit
sehingga orang menjadi kebal terhadap racun. Dikenal dengan paham
mithridatisme. Pada abad ke 12, bangsa Cina mengenali bagaimana mengatasi
penyakit cacar. Cairan atau kerak dari orang yang terkena cacar tapi tidak berat
apabila dioleskan pada kulit orang sehat dapat melindungi terhadap cacar. Begitu
pula orang timur tengah menggoreskannya pada orang dengan membubuhkan
bubuk pada penderita cacar yang tidak parah akan melindungi keadaan yang lebih
parah. Metode ini dikenal dengan: tindakan variolasi. Dr Edward Jenner (1749 –
1823), menggunakan bibit penyakit cacar dari sapi untuk ditularkan pada
manusia. Mulailah penggunaan vaksinasi untuk menggantikan istilah variolasi.
Vacca: sapi.
b. Tahap Ilmiah
Louis Pasteur dan kawan-kawan (1822 – 1895), meneliti kemungkinan
pencegahan penyakit dengan cara vaksinasi melalui penggunaan bibit penyakit
yang telah dilemahkan terlebih dahulu. Pada waktu itu digunakan untuk
mengatasi penyakit kholera yang disebabkan Pasteurella aviseptica. Pfeifer
(1880) murid Koch meneliti Vibrio cholerae untuk mengatasi wabah penyakit
kholera. ¨ Elie Metchnikof (1845 – 1916) mengungkapkan bagaimana mekanisme
efektor bekerja dalam tubuh terhadap benda asing. Memperkuat pendapat Koch

6
dan Neisser. Adanya mekanisme efektor dari sel leukosit untuk mengusir bakteri
dinamakan proses fagositosis. Sel tubuh yang memiliki kemampuan fagositosis
dinamakan fagosit.
Fodor (1886), ilmuwan pertama yang mengamati pengaruh langsung dari
serum imun tehadap mikroba tanpa campur tangannya komponen seluler.
Penemuan ini diperkuat oleh Behring dan Kitasato (1890) yang menunjukkan
bahwa serum dapat menetralkan aktifitas tetanus dan difteri. Jules Bordet (1870 –
1961) mengemukakan bahwa untuk lisis diperlukan 2 komponen yang terdapat
dalam serum imun. Sebuah diantaranya bersifat termostabil yang dikemudian hari
ternyata adalah antibody sedangkan komponen lainnya bersifat termolabil yang
dinamakan komplemen. Pada saat itulah mulai diperkenalkan istilah antigen
untuk memberikan nama bagi semua substansi yang dapat menimbulkan reaksi
dalam tubuh terhadapnya. Dan juga istilah antibody untuk substansi dalam serum
yang mempunyai aktifitas menanggulangi terhadap antigen yang masuk ke tubuh.
Penemuan oleh Fodor mengawali penelitian untuk mendukung teori
mekanisme melalui imunitas humoral. Wright dan Douglas (1903), mengatakan
proses fagositosis akan dipermudah apabila ditambahkan serum imun. Bahan
yang diduga dikandung dalam serum itu dinamakan opsonin. Jadi mekanisme
efektor seluler dan humoral bersifat saling memperkuat. Pada saat bersamaan
ditemukan fenomena lain dalam imunologi yaitu adanya penyimpangan dalam
tubuh seseorang karena bereaksi terlalu peka. Pirquet membedakan fenomena tsb
dalam bentuk “serum sickness”, alergi dan anafilaksis.
Sampai Tahun 1940- an banyak dilakukan penelitian tentang aplikasi dan
pengembangan tentang fenomena imunologi khususnya dalam penyediaan serum
imun (anti tetanus, anti rabies dll), reagen untuk diagnostik dan program
vaksinasi. Felton, menemukan fenomena lain yaitu bahwa dalam tubuh mungkin
dapat timbul tidak adanya respon imun terhadap suatu subtansi atau antigen
tertentu. Fenomena ini disebut toleransi imunologik. Felton berhasil memurnikan
untuk pertamakalinya antibody dari antiserum kuda terhadap pneumococcus.
c. Tahap Modern
J.F. A.P. Miller di London dengan diungkapkannya peran sentral kelenjar
Timus yang sebelumnya diabaikan begitu saja atau keliru memahami fungsinya.
cabang-cabang baru dari imunologi seperti : imunopatologi, imunogenetika,
imunologi tumor, imunologi transplantasi, imunokimia dan pengetahuan yang

7
secara khusus mempelajari penyimpangan-penyimpangan sistem imun seperti
alergi dan otoimunitas.
Tahun 1980 merupakan tahun kebahagiaan bagi para pakar Benacerraf,
Dausset dan Snell, oleh karena mereka menerima Hadiah Nobel berkat jasanya
dalam mengungkapkan masalah antigen permukaan sel-sel yang penting dalam
usaha orang untuk mencangkokkan organ, yaitu sistem HLA.
Susumu Tonegawa (1939- ), kelahiran Jepang yang bekerja di AS. Ia
menerima Hadiah Nobel pada 1987 untuk penelitiannya pada immunoglobulin
keanekaragaman gen dan antibodi. Istilah "anafilaksis" diciptakan oleh Charles
Richet dan Paul Portier pada tahun -1902 untuk menyatakan keadaan letal dari
shock yang dihasilkan oleh injeksi/pemaparan kedua dari antigen. Istilah "alergi"
dikenalkan oleh Clemens von Pirquet tahun 1906 untuk menyatakan reaksi positif
terhadap test gores dengan tuberkulin pada individu terinfeksi tuberkulosa.
Cesar Milstein (1927-2002) lahir di Argentina, bekerja di Inggris tahun 1984
Ia berbagi Hadiah Nobel dengan Kohler untuk produksi mereka dari monoklonal
antibodi oleh sel-sel myeloma hybridizing mutan dengan antibodi - produksi sel
B (hybridoma teknik).
Rolf Zinkernagel (kanan) (1944 -) dan Peter Doherty (kiri) (1940 -) Penerima
tahun 1996, Hadiah Nobel Fisiologi atau Kedokteran untuk demonstrasi mereka
tentang MHC. Dalam penyelidikan tentang bagaimana limfosit T melindungi
tikus melawan infeksi virus choriomeningitis limfositik (LCMV).
2. Fungsi Sistem Imun
Melindungi tubuh dari infeksi penyebab penyakit dengan menghancurkan dan
mennghilangkan mikroorganisme atau substansi asing (bakteri, virus, parasit, jamur
serta tumor) yang masuk kedalam tubuh, menghilangkan jaringan atau sel yang mati
atau rusak untuk perbaikan jaringan, menggenali sel atau jaringan yang abnormal.
Sasaran utama yaitu bakteri, patogen dan virus. Leukosit merupakan sel imun utama
(disamping sel plasma, makrofag, dan sel mast).
3. Respon Imun
Respon imun merupakan respon yang ditimbulkan oleh sel-sel dan molekul
yang menyusun sistem imunitas setelah berhadapan dengan substansi asing
(antigen). Respon imun ini juga banyak didefinisikan sebagai respons tubuh berupa
suatu urutan kejadian yang kompleks terhadap antigen, untuk mengeliminasi antigen
tersebut. Respons ini dapat melibatkan berbagai macam sel dan protein, terutama sel

8
makrofag, sel limfosit, komplemen, dan sitokin yang saling berinteraksi secara
kompleks. Respon imun bertanggung jawab mempertahankan kesehatan tubuh, yaitu
mempertahankan tubuh terhadap serangan sel patogen maupun sel kanker.
Respon imun terbagi menjadi dua jenis berdasarkan mekanisme pertahanan
tubuh yaitu :
a. Respon imun spesifik : Menghancurkan senyawa asing yang sudah dikenalnya
b. Respon imun nonspesifik : Lini pertama terhadap sel sel atipikal (sel asing,
mutan yang cedera) Mencakup : Peradangan, interferon, sel NK dan sistem
komplemen
Respon sistem imun tubuh pasca rangsangan substansi asing (antigen) adalah
munculnya sel fungsional yang akan menyajikan antigen tersebut kepada limfosit
untuk dieliminasi. Setelah itu muncul respon imun nonspesifik dan/atau respon imun
spesifik, tergantung kondisi survival antigen tersebut. Apabila dengan repon imun
spesifik sudah bisa dieliminasi dari tubuh, maka respon imun spesifik tidak akan
terinduksi. Apabila antigen masih bisa bertahan (survival), maka respon imun
spesifik akan terinduksi dan akan melakukan proses pemusnahan antigen tersebut.

B. Konsep Imunitas dalam Tubuh Manusia


Kata imun berasal dari bahasa Latin ‘immunitas’ yang berarti pembebasan
(kekebalan) yang diberikan kepada para senator Romawi selama masa jabatan mereka
terhadap kewajiban sebagai warganegara biasa dan terhadap dakwaan. Dalam sejarah,
istilah ini kemudian berkembang sehingga pengertiannya berubah menjadi perlindungan
terhadap penyakit, dan lebih spesifik lagi, terhadap penyakit menular. Sistem imun
adalah suatu sistem dalam tubuh yang terdiri dari sel-sel serta produk zat-zat yang
dihasilkannya, yang bekerja sama secara kolektif dan terkoordinir untuk melawan benda
asing seperti kuman-kuman penyakit atau racunnya, yang masuk ke dalam tubuh
Dalam pengertian yang paling luas, imunologi mengacu pada semua mekanisme
pertahanan yang dapat dimobilisasi tubuh untuk memerangi ancaman infasi asing.
Sistem imun adalah sistem yang membentuk kekebalan tubuh dengan menolak berbagai
benda asing yang masuk ke tubuh. Fungsi sistem imun: Pembentuk kekebalan tubuh,
Penolak dan penghancur segala bentuk benda asing yang masuk ke dalam tubuh,
Pendeteksi adanya sel abnormal, infeksi dan patogen yang membahayakan,Penjaga
keseimbangan komponen dan fungsi tubuh.

9
C. Sistem Imun non Spesifik (alamiah) dalam Tubuh Manusia
Sistem imun non-spesifik merupakan pertahanan tubuh terdepan dalam menghadapi
serangan berbagai mikroorganisme, karena dapat memberikan respon langsung
terhadap antigen. Sistem tersebut disebut non-spesifik karena tidak ditujukan terhadap
mikroorganisme tertentu. Sebagai elemen pertama dari sistem imun untuk menemukan
agen penyerang, respon imun non-spesifik diaktifkan lebih cepat daripada respon imun
spesifik namun dengan durasi yang lebih singkat. Komponen-kompenen sistem imun
non-spesifik terdiri atas Pertahanan fisik/mekanik, Pertahanan biokimiawi, Pertahanan
humoral dan Pertahanan selular.
1. Pertahanan Fisik/Mekanik
Dalam sistem pertahanan fisik atau mekanik ini, kulit, selaput lendir, silia saluran
napas, batuk dan bersin akan mencegah masuknya berbagai kuman patogen ke dalam
tubuh. Kulit yang rusak misalnya oleh luka bakar dan selaput lendir yang rusak oleh
asap rokok akan meninggikan risiko infeksi.
Menurut Baratawidjaja dan Rengganis, mekanisme imunitas non-spesifik
terhadap bakteri pada tingkat sawar fisik seperti kulit atau permukaan mukosa:
a. Bakteri yang bersifat simbiotik atau komensal yang ditemukan pada kulit
menempati daerah terbatas pada kulit dan menggunakan hanya sedikit nutrient,
sehingga kolonisasi kolonisasi oleh mikroorganisme patogen sulit terjadi.
b. Kulit merupakan sawar fisik efektif dan pertumbuhan bakteri dihambat sehingga
agen patogen yang menempel akan dihambat oleh pH rendah dari asam laktat yang
terkandung dalam sebum yang dilepas kelenjar keringat.
c. Sekret dipermukaan mukosa mengandung enzim destruktif seperti lisozim yang
menghancurkan dinding sel bakteri.
d. Saluran napas dilindungi oleh gerakan mukosiliar sehingga lapisan mukosa secara
terus menerus digerakkan menuju arah nasofaring.
e. Bakteri ditangkap oleh mukus sehingga dapat disingkirkan dari saluran napas.
f. Sekresi mukosa saluran napas dan saluran cerna mengandung peptida antimikrobial
yang dapat memusnahkan mikroba pathogen.
g. Mikroba patogen yang berhasil menembus sawar fisik dan masuk ke jaringan
dibawahnya dapat simusnahkan dengan bantuan komplemen dan dicerna oleh
fagosit.

10
2. Pertahanan Biokomiawi

Pertahanan biokimiawi adalah seperti asam hidroklorida dalam lambung, enzim


proteolitik dalam usus, serta lisozim dalam keringat, air mata, dan air susu. Lisozim
dalam keringat, ludah, air mata dan air susu ibu, melindungi tubuh terhadap berbagai
kuman postif-Gram oleh karena dapat menghancurkan lapisan peptidoglikan dinding
bakteri. Air susu ibu juga mengandung laktooksidase dan asam neuraminik yang
mempunyai sifat antibakterial terhafap E.koli dan stafilokokus.
3. Pertahanan Humoral
a. Komplemen
Sistem komplemen tersusun lebih dari 20 protein plasma. Sistem ini mempunyai
fungsi antimikroba non-spesifik dan merupakan sistem aplikasi yang efektif untuk
memperkuat mekanisme pertahanan non-spesifik dan spesifik. Berbagai bahan
seperti antigen dan kompleks imun dapat mengaktivsi komplemen sehingga
menghasilkan berbagai mediator yang mempunyai sifat biologi yang aktif, yang
menyebabkan lisis bakteri atau sel, memproduksi mediator pro-inflamasi yang
dapat memperkuat proses dan solubilisasi kompleks antigen-antibodi. Komplemen
memiliki 3 jalur, yaitu jalur klasik, alternatif dan membrane attack pathway.
Interferon adalah sitokin berupa glikoprotein yang diproduksi makrofag yang
diaktifkan, sel NK dan berbagai sel tubuh yang mengandung nukleus dan dilepas
sebagai respons terhadap infeksi virus. IFN mempunya sifat antivirus dan dapat
menginduksi sel-sel sekitar sel yang terinfeksi virus menjadi resisten terhadap
virus. Di samping itu,IFN juga adapat mengaktifkan sel NK. Sel yang diinfeksi
virus atau menjadi ganas akan menunjukkan perubahan pada permukaannya yang
akan dikenal dan dihancurkan sel NK. Dengan demikian penyebaran virus dapat
dicegah .
b. C-Reactive Protein
CRP merupakan salah satu protein fase akut, termasuk golongan protein yang
kadarnya dalam darah meningkat pada infeksi akut sebagai respons imunitas non-
spesifik. CRP mengikat berbagai mikroorganisme yang membentuk kompleks dam
mengaktifkan komplemen jalur klasik. Pengukuran CRP berguna untuk menilai
aktivitas penyakit inflamasi. CRP dapat meningkat 100x atau lebih dan berperan
pada imunitas non-spesifik yang dengan bantuan Ca++ dapat mengikat berbagai
molekul antara lain fosforilkolin yang ditemukan pada permukaan bakteri/jamur

11
dan dapat mengaktifkan komplemen (jalur klasik). CRP juga mengikat protein C
dari pneumokok dan berupa opsonin. Peningkatan sintesis CRP akan
meningkatkam viskositas plasma sehingga laju endap darah juga akan meningkat.
Adanya CRP yang tetap tinggi menunjukan infeksi yang persisten.
4. Pertahanan Seluler
a. Fagosit
Sel utama yang berperan dalam pertahanan nons-pesifik adalah sel
mononuklear (monosit dan makrofag) serta sel polimorfonuklear atau granulosit.
Sel-sel ini berperan sebagai sel yang menangkap antigen, mengolah dan
selanjutnya mempresentasikannya kepada sel T, yang dikenal sebagai sel penyaji
atau APC. Kedua sel tersebut berasal dari sel asal hemopoietik. Granulosit hidup
pendek, mengandung granul yang berisikan enzim hidrolitik. Beberapa granul
berisikan pula laktoferin yang bersifat bakterisidal.
b. Makrofag
Monosit ditemukan dalam sirkulasi, tetapi dalam jumlah yang lebih sedikit
dibanding neutrofil. Monosit bermigrasi ke jaringan dan di sana berdiferensiasi
menjadi makrofag yang seterusnya hidup dalam jaringan sebagai makrofag residen.
Sel kuppfer adalah makrofag dalam hati, histiosit dalam jaringan ikat, makrofag
alveolar di paru, sel glia di otak, dan sel langerhans di kulit.
Makrofag dapat hidup lama, mempunyai beberapa granul dan melepas
berbagai bahan, antara lain lisozim, komplemen, interferon dan sitokin yang
semuanya memberikan kontribusi dalam pertahanan nonspesifik dan spesifik.
c. Sel NK (Natural Killer)
Jumlah sel NK sekitar 5-15% dari limfosit dalam sirkulasi dan 45% dari
limfosit dalam jaringan. Sel tersebut berfungsi dalam imunitas nonspesifik
terhadap virus dan sel tumor. Secara morfologis sel NK merupakan limfosit dengan
granul besar. Ciri-cirinya yaitu memiliki banyak sekali sitoplasma (limfosit T dan
B hanya sedikit), granul sitoplasma azurofilik, pseudopodia dan nukleus eksentris.
Pertemuan antara hospes dengan benda asing menimbulkan respon elemen fagosit
ke daerah tempat benda asing tersebut masuk. Hal ini dapat terjadi sebagai bagian
dari respon inflamatoris.
1) Inflamasi
Setelah ancaman injuri jaringan, terjadi perluasan seluler dan sistematik,
dimana hospes mencaba unutuk menormalkan dan memelihara homeostatis dari

12
lingkungan yang merugikan. Bersamaan dengan respon inflamatoris timbul
beberapa kejadian sistematik yang melibatkan demam dan beberapa fenomena
hematologik. Respon demam ini diduga menggambarkan peningkatan aktifitas
metabolik setelah injuri. Mekanisme terjadinya demam diduga akibat lepasnya
pirogen endogen dari leukosit hospes. Kenaikan angka leukosit pada saat infeksi
bakteri atau ada injuri jaringan.
2) Fagositosis
Sekali begerak sel-sel fagositosis melakukan serangan pada sasarannya
dengan proses yang disebut fagositosis yaitu suatu upaya multiphase yang
memerlukan langkah-langkah sebagai berikut: pengenalan (recognition) dari
benda yang akan dicerna, gerakan ke arah obyek (kemotaksis), perlekatan,
penelanan (ingestion) intraseluler oleh mekanisme mikroba-mikroba. Banyak
mikroorganisme menghasilkan faktor kemotaksis yang menarik sel-sel
fagositosit. Kerusakan dalam kemotaksis mungkin menyebabkan kerentangan
yang luar biasa terhadap infeksi tertentu.

13
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Sistem imun adalah sistem perlindungan tubuh dari pengaruh luar yang dilakukan
oleh sel dan organ khusus pada suatu organisme. Jika sistem kekebalan bekerja
dengan benar, sistem ini akan melindungungi tubuh dari infeksi bakteri dan virus,
serta menghancurkan sel kanker dan zat asing lain dalam tubuh. Jika sistem kekebalan
dalam tubuh melemah, kemampuan melindungi tubuh juga berkurang, sehingga
menyebabkan patogen termasuk virus yang menyebabkan demam dan flu dapat
berrkembang dalam tubuh. Sistem kekebalan juga memberikan pengawasan terhadap
sel tumor dan terhambatnya sistem ini juga telah dilaporkan meningkatkan resiko
terkena beberapa jenis kanker.
Sistem imun berfungsi untuk melindungi tubuh dari infeksi penyebab penyakit
dengan menghancurkan dan mennghilangkan mikroorganisme atau substansi asing
(bakteri, virus, parasit, jamur serta tumor) yang masuk kedalam tubuh, menghilangkan
jaringan atau sel yang mati atau rusak untuk perbaikan jaringan, menggenali sel atau
jaringan yang abnormal. Sasaran utama yaitu bakteri, patogen dan virus. Leukosit
merupakan sel imun utama (disamping sel plasma, makrofag, dan sel mast).

B. Saran
Diharapkan dapat menjadi sumber bacaan referensi bagai mahasiswa Kebidanan
Poltekkes Kemenkes Bengkulu dalam menerapkan ilmu dan institusi lebih dapat
meningkatkan dan menambah referensi.

14
DAFTAR PUSTAKA

Kresno, Siti Boedina. 2018. History of Allergy. S. Schaum,. 2018. TSS Biologi edisi kedua.
Jakarta: Erlangga
Ernets, Jawetz. 2017. “Mikrobiologi Kedokteran Edisi 20”. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Jakarta
Staf Pengajar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2017. “Buku Ajar Mikrobiologi
Kedokteran Edisi Revisi”. Penerbit Binarupa Aksara. Jakarta
.

15

Anda mungkin juga menyukai