Anda di halaman 1dari 22

BIOLOGI REPRODUKSI

INTERAKSI ANTIGEN DAN ANTIBODI, INFLAMASI/RADANG,


IMUNOPROFILAKSIS DAN IMUNITAS

DISUSUN OLEH :
FOURTIYA MAYU SARI
P01740322148

DOSEN PENGAJAR :
DIAH EKA NUGRAHENI, M.KEB

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BENGKULU
PRODI SARJANA TERAPAN KEBIDANAN
TAHUN 2023

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
”Interaksi Antigen dan Antibodi, Inflamasi/Radang, Imunoprofilaksis dan
Imunitas” tepat pada waktunya. Makalah ini adalah salah satu tugas mata kuliah
Biologi Reproduksi di Jurusan Kebidanan Poltekkes Kemenkes Bengkulu Prodi
Sarjana Terapan Kebidanan. Penulis mengucapkan terimakasih kepada semua
pihak yang telah memberikan bantuan dan saran atas penyusunan makalah ini.
Dalam penulisan makalah ini penulis merasa masih banyak kekurangan
baik pada teknis penulisan maupun materi, karena keterbatasan maupun
pengalaman yang penulis miliki. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak
sangat penulis harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini. Semoga
makalah ini dapat bermanfaat menambah pengetahuan dan pengalaman baik bagi
penulis maupun para pembaca.

Bengkulu, Maret 2023

Penulis

2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 4
B. Rumusan Masalah 5
C. Tujuan 5

BAB II PEMBAHASAN
A. Interaksi Antigen dan Antibodi 6
B. Inflamasi/Radang 7
C. Imunoprofilaksis dan Imunitas 17

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan 19
B. Saran 19

DAFTAR PUSTAKA

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Inflamasi atau peradangan merupakan suatu respon fisiologis tubuh
terhadap suatu gangguan dari faktor eksternal. Respon inflamasi
berhubungan erat dengan proses penyembuhan, karena inflamasi
menghancurkan agen penyebab jejas dan menyebabkan rangkaian kejadian
yan bertujuan untuk menyembuhkan atau memperbaiki jaringan yang
rusak.
Inflamasi terbagi menjadi dua pola dasar, yaitu inflamasi akut dan
inflamasi kronis. Inflamasi akut adalah radang yang berlangsung relative
singkat , dari beberapa menit sampai beberapa hari, dan ditandai dengan
perubahan askuler, eksudasi cairan dan protein plasma serta akumulasi
neutrofil yang menonjol. Inflamasi akut dapat berkembang menjadi
inflamasi kronis jika agen penyebab injuri masih tetap ada. Inflammasi
kronis adalah respon proliferasi dimana terjadi proliferasi fibroblast,
endothelium vaskuler, dan infiltrasi sel monokuler. Respon peradangan
meliputi suatu perangkat kolmpleks.
Tubuh manusia tidak mungkin terhindar dari lingkungan yang
mengandung mikroba pathogen disekelilingnya. Mikroba tersebut dapat
menimbulkan penyakit infeksi pada manusia. Mikroba pathogen ada yang
bersifat poligenik dan kompleks, oleh karena itu respon imun tubuh
manusia terhadap berbagai macam mikroba pathogen juga berbeda.
Umumnya gambaran biologis spesifik mikroba menentukan mekanisme
imun mana yang berperan untuk proteksi. Tubuh manusia selalu terancam
oleh paparan bakteri, virus, parasite, radiasi matahari, dan polusi sehingga
membutuhkan system kekebalan tubuh.
Imunitas adalah resistensi terhadap penyakit terutama infeksi.
Gabungan sel, molekul dan jaringan yang berperan dalam resistensi
terhadap infeksi disebut system imun. Reaksi yang di koordinasi sel-sel,
molekul-molekul dan bahan lainnya terhadap mikroba disebut respon
imun. System imun diperlukan untuk mempertahankan keutuhannya

4
terhadap bahaya yang dapat ditimbulkan berbagai bahan dalam lingkungan
hidup. Sistem imun adalah suatu sistem dalam tubuh yang terdiri dari sel-
sel serta produk zat-zat yang dihasilkannya, yang bekerja sama secara
kolektif dan terkoordinir untuk melawan benda asing seperti kuman-
kuman penyakit atau racun yang masuk ke dalam tubuh. Kuman disebut
antigen. Pada saat pertama kali antigen masuk ke dalam tubuh, maka
sebagai reaksinya tubuh akan membuat zat pertahanan diri yang disebut
antibodi.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Interaksi Antigen dan Antibodi?
2. Bagaimana Inflamasi/Radang?
3. Bagaimana Imunoprofilaksis dan Imunitas?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui Interaksi Antigen dan Antibodi.
2. Untuk mengetahui Inflamasi/Radang.
3. Untuk mengetahui Imunoprofilaksis dan Imunitas.

5
BAB II
PEMBAHASAN

A. Interaksi Antigen dan Antibodi


Interaksi antara antibodi dengan antigennya dapat diganggu dengan
konsentrasi asam yang tinggi, pH ekstrim, detergen, dan juga oleh
kompetisi epitopnya sendiri. Ikatan antibody dengan antigen bersifat
reversibel dan ikatannya berbentuk non-kovalen. Interaksi elektrostatik
terjadi antara rantai asam amino bermuatan, sebagai bentuk jembatan
garam. Interaksi juga terjadi antara muatan listrik yang mempunyai dua
kutup berbeda, seperti padaikatan hidrogen, atau dapat melibatkan ikatan
van der Waals. Konsentrasi garam yang tinggi dan pH yang ekstrim dapat
mengganggu ikatan antigen antibodi dengan cara melemahkan interaksi
elektrostatik dan atau melemahkan ikatan hidrogen. Pengetahuan ini
diperoleh pada pemurnian antigen menggunakan antibodi yang diikat pada
kolom, atau sebaliknya pemurnian antibodi. Interaksi hidrofobik
terjadiketika dua permukaan hidrofobik ada secara bersama-sama untuk
menghindari air. Kekuatan interaksi hidrofobik sebanding dengan daerah
permukaan yang tersembunyi dari air. Untuk beberapa antigen, interaksi
hidrofobik dapat menggambarkan besarnya energi ikatan. Dalam suatu hal,
molekul air terperangkap pada kantung pada bidang pemisah antara
antigen dan antibodi. Molekul air yang terperangkap itu berkontribusi pada
terjadinya ikatan antigen antibodi, terutama antara kutupresidu asam
amino.
Kontribusi energi pada keseluruhan interaksi sangat tergantung
dengan antibodi dan antigen yang terlibat. Perbedaan yang menyolok
antara interaksi antibodi-antigen dan interaksi protein-protein yang lain
adalah bahwa antibodi mempunyai banyak asam aminoaromatik pada
ABS-nya, sedangkan pada interaksi protein-protein yang lain tidak
demikian. Asam amino aromatik ini terutama berperan pada interaksi van
der Waals dan hidrofobik, dan terkadang berperan pada ikatan hidrogen.
Secara umum, ikatan van der Waals dan hidrofobik bekerja pada kisaran
yang sangat pendek dan berperan untuk menarik secara bersama dua

6
permukaan molekul yang saling komplementer satu sama lain. Jika yang
satu merupakan celah yang lain harus bentukan pengisi celah itu agar
terjadi ikatan yang cocok. Sebaliknya,interaksi elektrostatik antara sisi
rantai yang bermuatan, dan ikatan hidrogen yang menghubungkan atom
oksigen dan atau nitrogen mengakomodasi sifat khusus atau menghasilkan
gugus reaktif dan menguatkan interaksi antigen antibody.
Sel-sel kunci dalam respon antigen-antibodi adalah sel limfosit.
Terdapat dua jenis limfosit yang berperan, yaitu limfosit B dan T.
Keduanya berasal dari sel tiang yang sama dalam sumsum tulang.
Pendewasaan limfosit B terjadi di Bursa Fabricius pada unggas, sedangkan
pada mamalia terjadi di hati fetus, tonsil, usus buntu dan jaringan limfoid
dalam dinding usus. Pendewasaan limfosit T terjadi di organ timus. Sistem
kebal atau imun terdiridari dua macam, yaitu sistim kebal humoral dan
seluler. Limfosit B bertanggung jawab terhadap sistim kebal humoral.
Apabila ada antigen masuk ke dalam tubuh, maka limfosit B berubah
menjadi sel plasma dan menghasilkan antibodi humoral. Antibodi humoral
yang terbentuk di lepas ke darah sebagai bagian dari fraksi globulin.
Antibodi humoral ini memerangi bakteri dan virusdi dalam
darah.Sistem humoral merupakan sekelompok protein yang dikenal
sebagai imunoglobulin(Ig) atau antibodi (Ab). Limfosit T bertanggung
jawab terhadap kekebalan seluler. Apabila ada antigen di dalam tubuh,
misalnya sel kanker atau jaringan asing, maka limfosit T akan berubah
menjadi limfoblast yang menghasilkan limphokin (semacam antibodi),
namun tidak dilepaskan ke dalam darah melainkan langsung bereaksi
dengan antigen di jaringan. Sistim kekebalan seluler disebut juga “respon
yang diperantarai sel”. Apabila ada antigen masuk ke dalam tubuh ternak
maka tubuh akan terangsang dan memunculkan suatu respon awal yang
disebut sebagai respon imun primer. Respon ini memerlukan waktu lebih
lama untuk memperbanyak limfosit dan membentuk ingatan imunologik
berupa sel-sel limfosit yang lebih peka terhadap antigen. Kalau antigen
yang sama memasuki tubuh kembali maka respon yang muncul dari tubuh

7
berupa respon imun sekunder. Respon ini muncul lebih cepat lebih kuat
dan berlangsung lebih lama dari pada respon imun primer.

B. Inflamasi/Radang
1. Definisi Inflamasi
Peradangan atau inflamasi adalah suatu respon protektif yang
ditujukan untuk menghilangkan penyebab awal jejas sel serta membuang
sel dan jaringan nekrotik yang diakibatkan oleh kerusakan asal. Inflamasi
melaksanakan tugas pertahanannya dengan mengencerkan,
menghancurkan atau menetralkan agen berbahaya (misalnya mikroba atau
toksin). Inflamasi kemudian menggerakkan berbagai kejadian yang
akhirnya menyembuhkan dan menyusun kembali tempat terjadinya jejas.
Dengan demikian, inflamasi juga terkait serta dengan proses
perbaikan, yang mengganti jaringan yang rusak dengan regenerasi sel
parenkim, dan atau dengan pengisian setiap defek yang tersisa dengan
jaringan parut fibrosa. Inflamasi adalah respon fisiologis tubuh terhadap
suatu injuri dan gangguan oleh faktor eksternal. Inflamasi terbagi menjadi
dua pola dasar.
a. Inflamasi akut adalah radang yang berlangsung relatif singkat, dari
beberapa menit sampai beberapa hari, dan ditandai dengan perubahan
vaskular, eksudasi cairan dan protein plasma serta akumulasi neutrofil
yang menonjol. Inflamasi akut dapat berkembang menjadi suatu
inflamasi kronis.
b. Inflamasi kronis jika agen penyebab injuri masih tetap ada. Inflamasi
kronis adalah respon proliferatif dimana terjadi proliferasi fibroblas,
endothelium vaskuler, dan infiltrasi sel mononuklear (limfosit, sel
plasma dan makrofag).
Respon peradangan meliputi suatu perangkat kompleks yang
mempengaruhi perubahan vaskular dan selular.

8
2. Penyebab Inflamasi
Inflamasi dapat disebabkan oleh mekanik (tusukan), Kimiawi (histamin,
menyebabkan alergi, asam lambung berlebih bisa menyebabkan iritasi),
Termal (suhu), dan Mikroba (infeksi penyakit).
3. Tanda-tanda Inflamasi
Pada bentuk akutnya ditandai oleh tanda klasik: nyeri (dolor), panas
(kolor), kemerahan (rubor), bengkak (tumor), dan hilangnya fungsi
(fungsiolesa). Secara histologis, menyangkut rangkaian kejadian yang rumit,
mencakup dilatasi arteriol, kapiler, dan venula, disertai peningkatan
permeabilitas dan aliran darah; eksudasi cairan, termasuk protein plasma;
dan migrasi leukositik ke dalam focus peradangan.
Tanda-tanda cardinal inflamsi :
a. Rubor
Rubor atau kemerahan merupakan hal pertama yang terlihat di
daerah yang mengalami peradangan. Saat reaksi peradangan timbul,
terjadi pelebaran arteriola yang mensuplai darah ke daerah peradangan.
Dengan demikian, lebih banyak darah mengalir ke mikrosirkulasi lokal
dan kapiler meregang dengan cepat terisi penuh dengan darah. Keadaan
ini disebut hiperemia atau kongesti, menyebabkan warna merah local
karena peradangan akut. Timbulnya hyperemia pada permulaan reaksi
peradangan diatur oleh tubuh baik secara neurogenik maupun secara
kimia, melalui pengeluaran zat seperti histamine.
b. Kalor
Kalor atau panas terjadi bersamaan dengan kemerahan dari reaksi
peradangan yang hanya terjadi pada permukaan tubuh, yang dalam
keadaan normal lebih dingin dari 37°C yaitu suhu di dalam tubuh.
Daerah peradangan pada kulit menjadi lebih panas dari sekelilingnya
sebab darah yang disalurkan tubuh kepermukaan daerah yang terkena
lebih banyak daripada yang disalurkan kedaerah normal. Fenomena
panas lokal ini tidak terlihat pada daerah-daerah yang terkena radang
jauh di dalam tubuh, karena jaringan-jaringan tersebut sudah

9
mempunyai suhu inti 37°C, hyperemia local tidak menimbulkan
perubahan.
c. Dolor (nyeri)
Dolor atau rasa sakit, dari reaksi peradangan dapat dihasilkan
dengan berbagai cara. Perubahan pH lokal atau konsentrasi lokal ion-
ion tertentu dapat merangsang ujung-ujung saraf. Pengeluaran zat
seperti histamine atau zat bioaktif lainnya dapat merangsang saraf. Rasa
sakit disebabkan pula oleh tekanan yang meninggi akibat
pembengkakan jaringan yang meradang. Pembengkakan jaringan yang
meradang mengakibatkan peningkatan tekanan lokal yang tanpa
diragukan lagi dapat menimbulkan rasa sakit.
d. Tumor
Pembengkakan sebagian disebabkan hiperemi dan sebagian
besar ditimbulkan oleh pengiriman cairan dan sel-sel dari sirkulasi
darah ke jaringan-jaringan interstitial. Campuran dari cairan dan sel
yang tertimbun di daerah peradangan disebut eksudat meradang.
Pada keadaan dini reaksi peradangan sebagian besar eksudat adalah
cair, seperti yang terjadi pada lepuhan yang disebabkan oleh luka
bakar ringan. Kemudian sel-sel darah putih atau leukosit
meninggalkan aliran darah dan tertimbun sebagai bagian dari eksudat.
e. Functio Laesa
Berdasarkan asal katanya, function laesa adalah fungsi yang hilang.
Functio laesa merupakan reaksi peradangan yang telah dikenal. Akan
tetapi belum diketahui secara mendalam mekanisme terganggunya
fungsi jaringan yang meradang.
4. Mediator Inflamasi dan Peranannya
a. Prostaglandin
Prostaglandin hanya berperan pada nyeri yang berkaitan dengan
kerusakan jaringan atau inflamasi. Prostaglandin menyebabkan
sensitisasi reseptor nyeri terhadap stimulasi mekanik dan kimiawi. Jadi
prostaglandin menimbulkan keadaan hiperalgesia mediator inflamasi dan
nyeri. Juga menyebabkan vasodilatasi dan edema (pembengkakan).

10
Pada nyeri inflamasi yang memegang peranan sangat penting
adalah terdapatnya mediator inflamasi turunan dari asam arachidonat.
Pada jaringan yang rusak membrana pospolipid sel dengan katalisator
enzyme pospolipase akan membentuk asam arachidonat. Dan selanjutnya
asam arachidonat ini dengan bantuan enzyme cyclooksigenase akan
membentuk substansi nyeri berupa prostaglandin (PGE-2, PGD-2, PGF-
2, PGI-2) (yang akan mempengaruhi reseptor prostaglandin yang terdapat
pada saraf sensoris perifer dan medulla spinalis) dan thromboxane.Dan
ternyata Prostaglandin E-2 yang mempunyai peranan utama pada
mekanisme nyeri inflamasi yang mendukung terjadinya aktivasi
nosiseptor secara langsung berupa sensitisasi pada neuron primer aferen.
Dengan demikian menghambat enzyme cyclooksigenase (COX-1 dan
COX-2) dan menghambat reseptor prostanoid adalah penting untuk
mengurangi nyeri inflamasi.
b. Sitokin
Sitokin adalah senyawa-senyawa endogen yang dilepaskan sel
untuk saling berkomunikasi (cross-talk). Contoh sitokin adalah
interleukin (IL-1; IL-2, dst), tumor nekrosis alfa (TNF-α), interferon
gamma (IFN-γ), dll. Sitokin berperan dalam berbagai peristiwa biologis
terutama pada inflamasi. Sama dengan reseptor EGF tadi, jika sitokin
berikatan dengan reseptornya maka akan terjadi serangkaian peristiwa
yang berujung pada transkripsi gen, lalu akan menginduksi sintesis
protein tertentu misalnya produksi antibody IgF oleh limfosit. Seperti
telah disebutkan bahwa sitokin banyak terlibat pada proses inflamasi,
maka banyak obat yang telah dikembangkan dengan sitokin sebgai target
aksi obatnya. Contohnya antagonis IL-5 yang telh dicobakan untuk
mengurangi rekrutmen eusinofil kejaringan nafas yang terinflamasi oleh
pasien penyakit asma. Pada penyakit asama kronis lain seperti rhematoid
arthritis atau penyakit Crohn’s, telah dikenbangkan obat dengan target
aksi TNF-α yaitu infliksimab, dimana TNF-α ini meupakan salah astu
faktoe patoligis dari penyakti Crohn’s in.

11
c. Neurotrophins
Mediator inflamasi golongan ini mempunyai peran meningkatkan
sintesis neuropeptide (subtans P) dan meningkatkan eksitabilitas neuron
saraf sensoris. Faktor neurotrophins disintesis untuk memfasilitasi
reparasi dan menstimulasi regenerasi neuron. Pertumbuhan dan
deferensiasi sel neuron diatur oleh protein yaitu neurotropins, yang
bekerja secara endogenous disingnaling, mengatur long-term survival
dan deferensiasi neuron selama perkembangan, dan mempertahankan
viabilitas sel neuron serta neuroplastisitas saat dewasa.
BDNF termasuk golongan neurotrophins yang berperan tidak hanya
pada sinaptik plasticity, tetapi juga pada learning process. Bahkan
reseptor dari BDNF yaitu tropomeiosin related kinase B (TrkB) berperan
dalam plastisitas dan regenerasi sel saraf. BDNF disekresi oleh neuron
maupun sel glia, tetapi astrosit tidak memiliki kemampuan untuk
mensintesisnya. Di otak BDNF terdistribusi hampir di seluruh jaringan
otak dengan konsentrasi berbeda, yaitu di korteks frontalis, parietalis,
cingulatus, infralimbik, thalamus, nucleus basalis, hipotalamus, lokus
cerelous, koteks occipital, temporal, retroplenial, perirhinal, hipokampus
daan batang otak serta cerebellum. Konsentrasi tertinggi terdapat di
hipokampus. BDNF berperan potensial untuk meningkatkan fungsi dan
survival neurodopaminergik, gabaergik, noradrenergic dan serotonergik
serta sebagai neurotransmitter yang memodulasi long-term potentiation
sebagai respon sinaptik dari hipokampus dalam proses belajar dan
memori. BDNF berasal dari bentuk immature yaitu proBDNF. Bila
terjadi cedera otak maka proBDNF dikeluarkan dari ke ruang
ekstraseluler dengan bantuan plasmin dan enzim ekstraseluler protease
berubah menjadi BDNF.
d. Serotonin
Serotonin (5-hidroksitriptamin) juga merupakan mediator kimia
yang sefungsi dengan histamin, namun dihasilkan oleh trombosit, sel
enterokromafin, dan sel mast. Serotonin akan dilepaskan ketika terjadi
reaksi koagulasi (pembekuan darah), di mana keping darah akan

12
beragregasi setelah bersentuhan langsung dengan kolagen, thrombin,
ADP, dan komplek antigen-antibodi. Ini merupakan salah satu hubungan
antara pembekuan dan peradangan. Stimulus pelepasan serotonin dan
histamin dari granula trombosit langsung ketika terjadi aktivasi
thrombosit oleh serabut kolagen subendotel vascula, thrombin, kompleks
Ag-Ab. Daya kerja serotonin meningkatkan permeabilitas vasculer. Sel
mast dalam jaringan ikat menghasilkan serotonin dan histamin yang
meningkatkan permeabilitas kapiler sehingga terjadi eksudasi cairan,
penyebukan sel radang, disertai vasodilatasi setempat yang menyebabkan
udem dan pembengkakan.
e. Adenosin.
Adenosin diduga berperan dalam nyeri yang bekerja melalui
reseptor purinergik, yang dapat mempermudah terjadinya transmisi
sinaptik. Adenosin adalah nukleosida yang dibentuk dari ribosa (suatu
gula pentose) dan adenin; dengan tambahan satu, dua, atau tiga kelompok
fosfat, akan membentuk :
1) Adenosin Difosfat
Adenosin Difosfat (ADP) adalah metabolit seluler penting yang
terlibat dalam pertukaran energi didalam sel. Energi kimia disimpan
dalam sel, melalui fosforilasi oksidatif ADP menjadi ATP, terutama di
dalam mitokondria, sebagai ikatan fosfat yang berenergi tinggi.
2) Adenosin Monofosfat
Adenosin Monofosfat (AMP) terlibat dalam perlepasan energi untuk
digunakan oleh sel. Pembentukan siklik adenosin monofosfat
memiliki fungsi penting sebagai utusan kedua bagi banyak hormon
(mis., glukagon) dan dalam proses biokimia saat banyak reaksi di
katalis secara bersamaan (kaskade enzim).
3) Adenosin Trifosfat
Adenosin Trifosfat (ATP) adalah senyawa berenergi tinggi yang pada
hidrolisis menjadi ADP, melepaskan energi yang berguna secara
kimia. ATP dihasilkan selama katabolisme molekul bahan bakar
organik, seperti glukosa. Molekul ATP dihasilkan selama glikolisis,

13
dalam reaksi siklus asam sitrat Krebs, tetapi sebagaian besar
dihasilkan selama fosforilasi oksidatif ADP dalam rantai transfer-
elektron. Energi dari ATP digunakan untuk menggerakan proses
metabolik, seperti transpor aktif zat dalam melintasi membran sel,
sintesis molekul, dan kontraksi serat otot.
f. Cannabinoids.
Merupakan substansi neuroaktif (physiological antagonism) yang
diproduksi oleh jaringan yang mengalami inflamasi atau jaringan
sekitarnya. Substansi ini bekerja pada reseptor cannabinoid baik yang
terdapat pada system saraf perifer maupun sentral sehingga menyebabkan
degranulasi mast cells tidak terjadi dan eksitabilitas nosiseptor terhambat
g. Histamin.
Mediator inflamasi yang dilepaskan oleh mast cells akibat
terjadinya degranulasi dari mast cells, yang selanjutnya akan
mensensitisasi aferen nosiseptor dan merupakan mediator yang bersifat
vasoaktif sehingga menimbulkan respon inflamsi berupa edema.
Histamin dikeluarkan dari tempat pengikatan ion pada kompleks heparin-
heparin dalam sel mast sebagai hasil reaksi antigen-antibodi bila ada
rangsangan senyawa allergen. Senyawa allergen dapat berupa spora,
debu rumah, sinar UV, cuaca, racun, tripsin, dan enzim proteolitik lain,
deterjen, zat warna, obat makanan dan beberapa turunan amina. Histamin
merupakan produk dekarboksilasi dari asam amino histidin. Pelepasan
histamin terjadi akibat :
1) Rusaknya sel
Histamin banyak dibentuk di jaringan yang sedang berkembang
dengan cepat atau sedang dalam proses perbaikan, misalnya luka.
2) Senyawa kimia
Banyak obat atau zat kimia bersifat antigenik, sehingga akan
melepaskan histamin dari sel mast dan basofil. Contohnya adalah
enzim kemotripsin, fosfolipase, dan tripsin.

14
3) Reaksi hipersensitivitas
Pada orang normal, histamin yang keluar dirusak oleh enzim histamin
dan diamin oksidase sehingga histamin tidak mencapai reseptor
Histamin. Reseptor histamin dibagi menjadi histamin 1 (H-1) dan
histamin 2 (H-2). Pengaruh histamin terhadap sel pada berbagai
jaringan tergantung pada fungsi sel dan rasio reseptor H-1 : H-2.
Stimulasi reseptor H-1 menimbulkan:
4) Vasokonstriksi pembuluh-pembuluh yang lebih besar
5) Kontraksi oto bronkus, otot usus dan otot uterus
6) Kontraksi sel-sel otot polos
7) Kenaikan aliran limfe
h. Leucotrines
Produk-produk turunan dari asam arachidonat selain prostaglandin
adalah leucotrines yang menyebabkan sensitisasi reseptor perifer
dan meningkatkan responsibilitas terhadap stimuli-stimuli lainnya.
Mekanisme kerja :
1) LRA : antagonis kompetitif pada reseptor leukotriene
2) Contoh : zileuton
3) LI : mengahambat pembentukan leukotrien melalui penghambatan
enzim 5-lipoksigenase yang berfungsi mengkatalis asam arakidonat
menjadi leukotrien.
4) Contoh : zafirlukast, montelukast. Merupakan alternatif inhalasi
glukokortikoid dosis rendah untuk mengontrol asma kronik ringan.
i. Kinin
Mediator golongan kinin ini dilepaskan pada jaringan yang cedera
dan mempunyai kontribusi terhadap terjadinya inflamasi. Efeknya
sangat komplek pada neuron aferen primer termasuk aktivasi dan
sensitisasi langsung pada reseptor. Aktivasi sistem kinin pada akhirnya
menyebabkan pembentukan bradikinin. Bradikinin merupakan
polipeptida yang berasal dari plasma sebagai prekursor yang disebut
HMWK. Prekursor glikoprotein ini diuraikan oleh enzim proteolitik
kalikrein. Kalikrein sendiri berasal dari prekursornya yaitu prekalikrein

15
yang diaktifkan oleh faktor XIIa. Seperti halnya histamin, bradikinin
menyebabkan dilatasi arteriola, meningkatkan permeabilitas venula dan
kontraksi otot polos bronkial. Bradikinin tidak menyebabkan kemotaksis
untuk leukosit, tetapi menyebabkan rasa nyeri bila disuntikkan ke dalam
kulit. Bradikinin dapat bertindak dalam sel-sel endotel dengan
meningkatkan celah antar sel. Kinin akan dibuat inaktif secara cepat oleh
kininase yang terdapat dalam plasma dan jaringan, dan perannya dibatasi
pada tahap dini peningkatan permeabilitas pembuluh darah.
5. Sel yang berperan dalam Proses Inflamasi
a. Neutrofil
Neutrofil (Polimorf), sel ini berdiameter 12–15µm memilliki inti
yang khas padat terdiri atas sitoplasma pucat di antara 2 hingga 5 lobus
dengan rangka tidak teratur dan mengandung banyak granula merah
jambu (azuropilik) atau merah lembayung. Granula terbagi menjadi
granula primer yang muncul pada stadium promielosit, dan sekunder
yang muncul pada stadium mielosit dan terbanyak pada neutrofil matang.
Kedua granula berasal dari lisosom, yang primer mengandung
mieloperoksidase, fosfatase asam dan hidrolase asam lain, yang sekunder
mengandung fosfatase lindi dan lisosom.
b. Makrofag
Makrofag berasal dari sel-sel pada sumsum tulang, dari promonosit
kemudian membelah menjadi monosit dan beredar dalam darah. Pada
perkembangannya monosit ini berimigrasi ke jaringan ikat, kemudian
menjadi matang dan berubah menjadi makrofag. Bentuk sel-sel makrofag
dalam darah adalah berupa monosit, dalam jaringan ikat longgar berupa
makrofag (histiosit), dalam hati berupa sel Kupffer, dan pada SSP
(Susunan Saraf Pusat) sebagai mikroglia. Makrofag adalah sel besar
dengan kemampuan fagositosis, yang berarti “sel makan” dapat
disamakan dengan pinositosis yang berarti “sel minum”. Fagositosis
yaitu kemampuan untuk mengabsorbsi dan menghancurkan
mikroorganisme (bakteri atau benda asing). Cara makrofag untuk
menghancurkan (memakan) bakteri atau benda asing tersebut ialah

16
dengan membentuk sitoplasma pada saat bakteri atau benda asing
melekat pada permukaan sel makrofag, lalu sitoplasma tersebut melekuk
ke dalam membungkus bakteri atau benda asing, tonjolan sitoplasma
yang saling bertemu akan melebur menjadi satu sehingga bakteri atau
benda asing akan tertangkap di dalam vakuola. Lisosom yang memiliki
kemampuan untuk memecah materi yang berasal dari dalam maupun dari
luar akan menyatu dengan vakuola sehingga bakteri atau benda asing
tersebut akan musnah. Makrofag memiliki fungsi atau peran utama untuk
memakan partikel dan mencernanya bersama-sama dengan lisosom yaitu
berkaitan dengan fungsi pertahanan dan perbaikan, fungsi lainnya adalah
menghasilkan IL (Inter Leukin) yang mengatur tugas sel-B dan sel-T dari
limfosit dan memobilisasi sistem pertahanan tubuh lainnya, makrofag
juga merupakan sel sekretori yang dapat menghasilkan faktor nekrosis
tumor (TNF = Tumor Nekrosis Faktor) yang dapat membunuh sel tumor,
juga menghasilkan beberapa substansi penting termasuk enzim-enzim
(lisozim, elastase).
c. Eusinofil
Eusinofil berlimpah dalam reaksi kekebalan yang diperantarai oleh
IgE dan infeksi parasit. Salah satu kemokin yang terutama penting bagi
perekrutan eusinofil adalah eotaxin, Eusinofil memiliki granula yang
mengandung protein dasar utama, yang sangat kationik protein yang
beracun bagi parasit tetapi juga menyebabkan lisis sel epitel mamalis.
Itulah sebabnya ia sangat berperan dalam memerangi infeksi parasit
tetapi juga berkontribusi pada kerusakan jaringan dalam reaksi
kekebalan.
d. Sel Mast
Sel ini didistribusikan secara luas di jaringan ikat dan berpartisipasi
dalam reaksi peradangan akut dan kronis. Pada reaksi akut, antibodi IgE
yang terikat pada Fc reseptor khusus mengenali antigen, dan sel-sel
degranulate dan melepaskan mediator seperti histamin dan produksi
oksidasi AA, Jenis respon terjadi selama reaksi anafilaksis makanan,
racun serangga atau obat-obatanm sering dengan hasil becana. Bila diatur

17
dengan benar, respon ini dapat bermanfaat bagi tuan rumah. Sel mast
juga hadir dalam reaksi peradangan kronis, dan mungkin menghasilkan
sitokin yang berkontribusi terhadap fibrosis.
6. Mekanisme Inflamasi
a. Perubahan vaskular
Respon vaskular pada tempat terjadinya cedera merupakan suatu
yang mendasar untuk reaksi inflamasi akut. Perubahan ini meliputi
perubahan aliran darah dan permeabilitas pembuluh darah. karena
terjadi dilatasi arteri lokal sehingga terjadi pertambahan aliran darah
(hypermia) yang disusul dengan perlambatan aliran darah. Akibatnya
bagian tersebut menjadi merah dan panas. Sel darah putih akan
berkumpul di sepanjang dinding pembuluh darah dengan cara menempel.
Dinding pembuluh menjadi longgar susunannya sehingga memungkinkan
sel darah putih keluar melalui dinding pembuluh. Sel darah putih
bertindak sebagai sistem pertahanan untuk menghadapi serangan benda-
benda asing.
b. Pembentukan cairan inflamasi
Peningkatan permeabilitas pembuluh darah disertai dengan
keluarnya sel darah putih dan protein plasma ke dalam jaringan disebut
eksudasi.inilah yang menjadi dasar terjadinya pembengkakan.
Pembengkakan menyebabkan terjadinya tegangan dan tekanan pada sel
syaraf sehingga menimbulkan rasa sakit. Penyebab inflamasi dapat
disebabkan oleh mekanik (tusukan), Kimiawi (histamin menyebabkan
alerti, asam lambung berlebih bisa menyebabkan iritasi), Termal (suhu),
dan Mikroba (infeksi Penyakit).

C. Imunoprofilaksis dan Imunitas


1. Pengertian Imunoprofilaksis
Imunoprofilaksis adalah pencegahan penyakit infeksi terhadap
antibodi spesifik. Selain itu juga, merupakan pencegahan penyakit
melalui sistem imun dengan tindakan mendapatkan kekebalan
resistensi relatif terhadap infeksi mikroorganisme yang patogen serta

18
menimbulkan efek positif untuk pertahanan tubuh dan efek negatif
menimbulkan reaksi hipersensivitas. Imunisasi merupakan kemajuan
besar dalam usaha imunoprofilaksis. Imunisasi merupakan upaya
pencegahan terhadap penyakit tertentu pada diri seseorang dengan
pemberian vaksin. Vaksin adalah antigen yang dapat bersifat aktif
maupun inaktif yang berasal dari mikroorganisme ataupun racun yang
dilemahkan.
2. Fungsi Imunoprofilaksis
a. Meningkatkan sistem kekebalan tubuh terhadap penyakit,
kekebalan terhadap penyakit dapat dipacu dengan pemberian
imunostimulan termasuk vaksinasi dan vitamin.
b. Mengurangi penularan suatu penyakit.
3. Imunitas
Kata imun berasal dari bahasa Latin ‘immunitas’ yang berarti
pembebasan (kekebalan) yang diberikan kepada para senator Romawi
selama masa jabatan mereka terhadap kewajiban sebagai warganegara
biasa dan terhadap dakwaan. Dalam sejarah, istilah ini kemudian
berkembang sehingga pengertiannya berubah menjadi perlindungan
terhadap penyakit, dan lebih spesifik lagi, terhadap penyakit menular.
Sistem imun adalah suatu sistem dalam tubuh yang terdiri dari sel-sel
serta produk zat-zat yang dihasilkannya, yang bekerja sama secara
kolektif dan terkoordinir untuk melawan benda asing seperti kuman-
kuman penyakit atau racunnya, yang masuk ke dalam tubuh. Dalam
pengertian yang paling luas, imunologi mengacu pada semua
mekanisme pertahanan yang dapat dimobilisasi tubuh untuk
memerangi ancaman infasi asing. Sistem imun adalah sistem yang
membentuk kekebalan tubuh dengan menolak berbagai benda asing
yang masuk ke tubuh.

19
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Terdapat berbagai kategori Interaksi antigen-antibodi, antara lain:
Interaksi Primer, Interaksi Sekunder dan Interaksi Tersier. Peradangan atau
inflamasi adalah suatu respon protektif yang ditujukan untuk
menghilangkan penyebab awal jejas sel serta membuang sel dan jaringan
nekrotik yang diakibatkan oleh kerusakan asal.
Inflamasi melaksanakan tugas pertahanannya dengan mengencerkan,
menghancurkan atau menetralkan agen berbahaya (misalnya mikroba atau
toksin). Inflamasi kemudian menggerakkan berbagai kejadian yang
akhirnya menyembuhkan dan menyusun kembali tempat terjadinya jejas.
Imunoprofilaksis adalah pencegahan penyakit infeksi terhadap antibodi
spesifik. Selain itu juga, merupakan pencegahan penyakit melalui sistem
imun dengan tindakan mendapatkan kekebalan resistensi relatif terhadap
infeksi mikroorganisme yang patogen serta menimbulkan efek positif
untuk pertahanan tubuh dan efek negatif menimbulkan reaksi
hipersensivitas.

B. Saran
Diharapkan dapat menjadi sumber bacaan referensi bagai mahasiswa
Kebidanan Poltekkes Kemenkes Bengkulu dalam menerapkan ilmu dan
institusi lebih dapat meningkatkan dan menambah referensi.

20
DAFTAR PUSTAKA

Mitchell, R.N dan Cotran, R.S. 2017. Acute and Cronic Inflammation. Dalam S.L.
Robbins
Baratawidjaja, Karnengama dan Iris Rengganis. 2018. Imunologi Dasar, Edisi 10.
Jakarta : Badan Penerbit : FK UI
Rahardjo,P.,Adi, (Tahun tidak tercantumkan), Imunoprofilaksis dan Imunoterapi,
Universitas Airlangga, Fakultas Kedokteran Hewan Bagian
Mikrobiologi Veteriner, Laboratorium Virologi dan Imunologi.

21
22

Anda mungkin juga menyukai