1
PERATURAN DIREKTUR
RUMAH SAKIT UMUM DIPONEGORO DUA SATU KLATEN
NOMOR : 67/PER/DIR/RSU-DDS/I/2023
TENTANG
PEDOMAN PELAYANAN INSTALASI REHABILITASI MEDIK
DI RUMAH SAKIT UMUM DIPONEGORO DUA SATU KLATEN
MEMUTUSKAN
Menetapkan : PERATURAN DIREKTUR TENTANG PEDOMAN
PELAYANAN INSTALASI REHABILITASI MEDIK DI
RUMAH SAKIT UMUM DIPONEGORO DUA SATU
KLATEN
Pasal 1
Pedoman Pelayanan Instalasi Rehabilitasi Medik, di Rumah
Sakit Umum Diponegoro Dua Satu Klaten sebagaimana
tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari Peraturan Direktur ini
Pasal 2
Pedoman Pelayanan Instalasi Rehabilitasi Medik di Rumah Sakit
Umum Diponegoro Dua Satu Klaten sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 1 agar digunakan sebagai acuan bagi Pimpinan
Rumah Sakit dan Tenaga Kesehatan dalam menyelenggarakan
pelayanan di Rumah Sakit.
Pasal 3
Segala biaya yang timbul akibat berlakunya peraturan direktur
ini masuk dalam anggaran rumah sakit.
Pasal 4
Surat Peraturan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dan apabila
di kemudian hari terdapat kekeliruan, akan dilakukan perbaikan
atau perubahan sebagaimana mestinya.
Ditetapkan di : Klaten
Pada tanggal 10 Januari 2023
DIREKTUR
RUMAH SAKIT UMUM
DIPONEGORO DUA SATU KLATEN
RACHMAWATI DEWI
LAMPIRAN
PERATURAN DIREKTUR
RUMAH SAKIT UMUM DIPONEGORO
DUA SATU KLATEN
NOMOR: 67/PER/DIR/RSU-DDS/I/2023
TENTANG
PEDOMAN PELAYANAN
INSTALASI REHABILITASI MEDIK
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Berdasarkan data WHO bahwa prevalensi kecacatan adalah 7-10% dari
populasi sedangkan di Indonesia mencapai 39% dari populasi. Adanya pembangunan
bidang kesehatan berdampak pada peningkatan kesejahteraan masyarakat. Hal ini
berpengaruh pada pergeseran pola demografi dan transisi epidemiologi, dimana
terjadi pergeseran pola penyakit dari yang semula penyakit infeksi menjadi penyakit
kronik degenerasi yang berakibat meningkatnya kejadian disabilitas. Penambahan
jumlah disabilitas juga terjadi akibat berbagai bencana alam seperti gempa bumi.
Untuk merespon berbagai perubahan dan tantangan tersebut, maka rumah
sakit sebagai sarana pelayanan kesehatan yang mempunyai fungsi rujukan harus
menyediakan pelayanan yang bermutu, tidak terkecuali pada mereka yang memiliki
gangguan fungsional, dengan menyediakan pelayanan Rehabilitasi Medik.
Pelayanan Rehabilitasi Medik bersifat komprehensif mulai dari promotif,
preventif, kuratif dan rehabilitatif. Pelayanan Rehabilitasi Medik saat ini
dititikberatkan pada strategi rehabilitasi pencegahan, artinya pencegahan
ketidakmampuan (disabilitas) harus dilakukan sejak dini. Apabila tidak dapat
dicegah, maka diupayakan akan mencapai tingkat kemandirian seoptimal mungkin
sesuai potensi yang dimiliki.
Upaya pelayanan Rehabilitasi Medik di Rumah Sakit dikembangkan ke arah
peningkatan mutu (pelayanan spesialistik), jangkauan pelayanan serta sistem rujukan
RUMAH SAKIT
dengan tujuanKHUSUS BEDAH
pasien memperoleh pelayanan secara optimal dan paripurna.
DIPONEGORO DUA SATU
1
Rumah Sakit Umum Diponegoro Dua Satu Klaten adalah salah satu institusi
yang memberikan pelayanan kesehatan.Dalam upaya memberikan
pelayanannya,Rumah Sakit dituntut memberikan pelayanan sebaik-baiknya sebagai
public service
Untuk itu diperlukan pembuatan pedoman pelayanan Rehabilitasi Medik
sebagai acuan bagi peningkatan pelayanan Rehabilitasi Medik di Rumah Sakit
Umum Diponegoro Dua Satu Klaten.
B. TUJUAN PEDOMAN
1. Tujuan Umum
Memberikan acuan bagi pelaksanaan Pelayanan Rehabilitasi Medik di
Rumah Sakit.
2. Tujuan Khusus
1. Meningkatkan mutu Pelayanan Rehabilitasi Medik di Rumah Sakit.
2. Menjadi acuan pengembangan Pelayanan Rehabilitasi Medik di Rumah
Sakit.
1. Upaya Promotif
Berupa penyuluhan, edukasi dan informasi tentang hidup sehat dan aktifitas
yang tepat untuk mencegah kondisi sakit.
2. Upaya Preventif
Edukasi dan penanganan yang tepat pada kondisi sakit penyakit untuk
mencegah dan meminimalkan gangguan fungsi atau resiko kecacatan.
3. Upaya Kuratif
Penanganan melalui panduan intervensi medik, keterapian fisik, dan upaya
rehabilitatif untuk mengatasi penyakit kondisi dan untuk mengembalikan,
mempertahankan kemampuan fungsional.
4. Upaya Rehabilitatif
Penanganan melalui paduan intervensi medik dan keterapian fisik serta upaya
rehabilitatif lain melalui pendekatan psiko-sosio-edukasi-okupasi-vokasional
2
untuk mengatasi penyakit atau kondisi sakit yang bertujuan mengembalikan
dan mempertahankankan kemampuan fungsional, meningkatkan aktifitas dan
peran serta/partisipasi dalam masyarakat.
D. Batasan Operasional
1. Pelayanan Rehabilitasi Medik:
Adalah pelayanan kesehatan terhadap gangguan fisik dan fungsi yang
diakibatkan oleh keadaan atau kondisi sakit, penyakit atau cedera,melalui
paduan intervensi medik, keterampilan fisik, keteknisian medik dan atau
rehabilitatif untuk mencapai kemampuan fungsi yang optimal.
Gangguan fungsi berdasarkan International Classification of Impairment
Disability and Handicap (ICIDH) diklasifikasikan sebagai berikut:
- Impairment (hendaya) :
Adalah keadaan kehilangan atau ketidaknormalan dari kondisi psikologis,
fisiologis, struktur anatomi atau fungsi.
- Disability (disabilitas) :
Adalah segala restriksi atau kekurangan kemampuan untuk melakukan
aktifitas dalam lingkup wajar bagi manusia yang diakibatkan impairment
- Handicap (kecacatan) :
Adalah hambatan dalam individu yang diakibatkan oleh hendaya dan
disabilitas yang membatasi pemenuhan peran wajar seseorang sesuai
dengan faktor umur, seks, sosial dan budaya.
- Difabel
Adalah sebutan bagi seseorang yang mempunyai keterbatasan
fungsional.
E. Landasan Hukum
1. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran.
2. Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan
3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah
Sakit
4. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 378 tahun 2008 tentang Pedoman
Pelayanan Rehabilitasi Medik di Rumah Sakit.
5. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 2052 Tahun 2011 tentang Izin Praktik
dan Pelaksanaan Praktik Kedokteran
6. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 11 Tahun 2017 tentang Keselamatan
Pasien
3
BAB II
STANDAR KETENAGAAN
A. Kualifikasi SDM
4
Jumlah SDM Pendidikan Sertifikasi
Pengalaman
No Nama Jabatan Stan- Kebut Rencana
Jabatan Ada Standar Ada Pelatihan Wajib Pelatihan Tambahan
dar uhan Pengembangan
Regional
5
Jumlah SDM Pendidikan Sertifikasi
Pengalaman
No Nama Jabatan Stan- Kebut Rencana
Jabatan Ada Standar Ada Pelatihan Wajib Pelatihan Tambahan
dar uhan Pengembangan
Memiliki SIP efektif
dan STR
6
B. Distribusi Ketenagaan
Kepala Instalasi Rehabilitasi Medik dibantu oleh beberapa penanggung jawab
pengadministrasian umum, dan pelayanan.
Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi yang bekerja sesuai standart profesi
Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi dalam jabatan fungsional.
Tenaga keterapian fisik (fisioterapis) adalah petugas yang mendukung
kelancaran pelayanan di bagian atau Instalasi dalam jabatan fungsional.
C. Pengaturan Tugas
1. dr Shinta Primasara, Sp.KFR selaku Kepala Instalasi Rehabilitasi Medik
Rumah Sakit Umum Diponegoro Dua Satu Klaten bertugas pada hari senin
,kamis dan Sabtu di poli klinik dan apabila ada pasien rawat inap
permintaan konsul dari DPJP utama.
Senin : 16.00WIB – 20.00 WIB
Kamis : 16.00WIB – 20.00 WIB
Sabru : 08.00WIB – 14.00 WIB
2. Koordinator dan Staf Fisioterapis di sift Pagi, Siang dan Midle.
Pagi : 07.00 WIB – 14.00 WIB
Siang : 14.00 WIB – 21.00 WIB
Midle : 09.00 WIB – 16.00 WIB
7
BAB III
STANDAR FASILITAS
A. Denah Ruangan
Keterangan :
1.Ruang Tunggu
2. Ruang Administrasi
3. R.Fisioterapi
4. Ruang Konsultasi dr.SP.KFR
5. Ruang Gynasium
8
B. Standar Fasilitas:
a. Lokasi
Lokasi gedung yang mudah diakses dari pintu masuk utama rumah sakit
dan memiliki akses lagsung ke ruang rawat jalan dan ruang rawat inap.
Untuk kondisi saat ini lokasi gedung dekat dengan pintu masuk utama
rumah sakit dan juga memiliki akses langsung ke rawat inap dan rawat jalan
b. Ketersediaan Ruang
- Ruang Tunggu
Ruang tunggu menyesuaikan kebutuhan kapasitas pelayanan dengan
perhitungan 1-1,5cm/orang,setiap ruang pelayanan di Rehabilitasi Medik
harus memiliki runagn tunggu tersendiri dengan kapasitas yang memadai
Harus bersih dan cukup luas,serta nyaman bagi pasien dan dilengkapi
dengan desinfeksi tangan sarana edukasi dan kursi tunggu standar yang
aman bagi pasien disabilitas dan geriatri. Untuk kondisi saat ini Ruang
Tunggu luar cukup memadai untuk jumlah pasien sampai dengan 30 orang,
di samping terdapat pula ruang tunggu terapi di dalam area pelayanan.
- Ruang Pendaftaran dan Tenaga Administrasi
Ruang ini harus cukup luas untuk penempatan meja tulis, lemari arsip untuk
penyimpanan berkas-berkas kebutuhan administrasi. Kondisi saat ini di
Ruang Pendaftaran dan administrasi cukup memadai untuk meja penerimaan
pasien serta almari dan meja kerja untuk penunjang pelayanan dan
penyimpanan berkas.
- Ruang Pemeriksaan atau Konsultasi dr.Sp.KFR
Ruangan ini sebaiknya cukup luas untuk memungkinkan mobilitas pasien
dengan kursi roda dan memadai untuk asesmen pola jalan, aktivitas
sederhana dan gangguan fungsi lainnya, serta dilengkapi dengan alat-alat
pemeriksaan yang memadai tersedia wastafel maupun fasilitas desinfeksi
tangan. Kondisi saat ini di Ruang Pemeriksaan cukup luas, mudah untuk
mobilitas pasien dengan kursi roda namun fasilitas pendukung pemeriksaan
kurang memadai sudah terdapat wastafel dan desinfeksi.
- Ruang Perawatan Rehabilitasi
Ruang yang cukup luas untuk aksesbilitas pasien dengan kursi roda dengan
pencahayaan dan ventilasi yang cukup serta kelengkapan tidur, perabot dan
toilet/kamar mandi yang sesuai untuk pasien difabel.
9
- Ruang untuk Fisioterapi
Ruang terapi sebaiknya dibuat atau dilengkapi sebagai berikut :
1) Tiap ruang harus cukup luas untuk penempatan tempat tidur jarak
antara tempat tidur 2,4m luas ruangan minimal 7,2 m/tempat tidur , alat
modalitas terapi serta memungkinkan mobilitas kursi roda.
Kondisi saat ini tiap ruang terapi sudah cukup memadai.
2) Penyekat ruangan sebaiknya bukan pemisah yang permanen, misalnya
tirai, folding door untuk mempermudah pasien masuk dengan
menggunakan kursi roda atau tempat tidur. Penyekat ini juga dimaksud
agar ruangan mudah diperluas dan dapat dipakai untuk kegiatan
kelompok, analisa jalan dan atau tujuan mengajar pada pasien.
Kondisi saat ini sudah sesuai , penyekat ruangan bukan pemisah yang
permanen, pemisah menggunakan tirai. Hanya tirainya belum yang anti
bakteri atau yang gampang dibersihkan dan sedikit menerawang.
3) Ruang terapi elektro sebaiknya dilengkapi dengan sambungan erde dan
stabilizer atau UPS. Untuk alat yang peka terhadap gelombang
elektronik disekat dengan sangkar Faraday. Tempat tidur untuk
elektroterapi harus terbuat dari bahan kayu.
Kondisi saat ini alat yang ada sudah tersambung dengan erde dan
UPS/stabilizer, tempat tidur terbuat dari bahan kayu dan sekat sarang
faraday belum ada.
4) Apabila peralatan menggunakan gelombang elektromagnit (EM)seperti
Short Wave Diathermy atau Micro Wave Diathermy maka pelapis
dinding tidak mengandung unsure metal/baja.Untuk saat ini belum ada
peralatan yang mengunakan gelombang elektromagnit
5) Ruang Fisioterapi Pasif
Jarak antara tempat tidur 2,4 cm dan luas ruangan minimal 7,2 m/tempat
tidur ,komponen bangunan non porosif,antara tempat tidur dibatasi tirai
atau sekat untuk privasi pasien ,Untuk saat ini sudah memadai.
6) Ruang Gimnasium
Luas ruang Gimnasium di sesuaikan kebutuhan ,Peralatan terapi fisik
yang dipasang fix di lantai atau dinding ,harus kuat dan
stabil,disarankan terdapat sisi ruangan yang dapat mengoptimalkan
view ke luar bangunan.Ruang Serta lantai tidak licin bisa dilapisi
dengan karpet vinyl.
10
Kondisi saat ini ruang Gimnasium sbelum cukup luas. Dinding dan
langit-langit cukup kuat untuk pemasangan wall bar, shoulder wheel.
Karpet vinyl belum ada dan terdapat jendela yg cukup luas untuk
melihat view luar.
11
dan melindungi dinding dari benturan kursi roda atau brankar. Sudut dinding
diupayakan tidak tajam.
Kondisi saat ini,. Pada dinding belum ada pengaman dari kayu berlapis karet
(leuning).dan belum ada pegangan untuk pasien.
8. Ventilasi
Ventilasi cukup baik, pergantian udara bebas. Terdapat AC di ruang-ruang
pelayanan dan ruang periksa dokter. Kondisi saat ini tidak ada ventilasi.
9. Air
Ketersediaan air memadai. Kondisi saat ini belum memadai tidak terdapat
wastafel dan kamar madi di area lokasi ruang rehabilitasi medik.
.
12
BAB IV
TATA LAKSANA PELAYANAN
Persiapan pelayanan
Persiapan pelayanan diawali di ruang administrasi:
a. Pasien yang merupakan konsulan dari dokter sepesialis atau DPJP
diterima, dilengkapi datanya dan dicatat di buku register dan lembar
rujukan untuk kemudian dipersiapkan berkonsultasi dengan dokter
Sepesialis Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi di Instalasi Rehabilitasi
Medik untuk dilakukan pemeriksaan, penegakan diagnosa medik dan
fungsional serta perencanaan program rehabilitasi.
b. Pasien yang masih dalam program tindakan rehabilitasi diterima dan
diteliti kelengkapan datanya dan selanjutnya dipersiapkan untuk
mendapatkan layanan tindakan rehabilitasi.
c. Pasien konsulan dari rawat inap yang telah diperiksa dokter penanggung
jawab selanjutnya akan dilakukan pemeriksaan oleh dokter Sepesialis
Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi. Dokter memberikan program
rehabilitasi yang dapat dilakukan di ruang rawat inap atau di ruangan
Rehabilitasi Medik (jika diperlukan penanganan dengan alat modalitas
terapi)
13
Pelaksanaan pelayanan
Pelayanan di Instalasi Rehabilitasi Medik meliputi:
a. Pelayanan Rawat Jalan, yakni pelayanan di Instalasi Rehabilitasi Medik
untuk pasien rawat jalan di mana pasien yang mendatangi Ruang
Rehabilitasi Medik Rumah Sakit Umum Diponegoro Dua Satu klaten.
Pasien mendapatkan 2 lembar protokol terapi dokter Sepesialis
Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi yang menjadi acuan program
rehabilitasi medik. Dan untuk memudahkan pemantauan tindakan dan
kontinuitas pelaksanaan tindakan terapi rawat jalan, program terapi dan
pencatatan pelaksanaannya terdapat lembar ke dua lembar perdosri,
b. Pelayanan Rawat Inap, yakni tindakan Rehabilitasi Medik yang
dilaksanakan untuk pasien rawat inap, baik yang dilakukan di ruang
rawat inap (terapis yang mendatangi pasien) maupun jika diperlukan
tindakan dengan alat maka pasien tersebut akan dibawa ke ruang
Rehabilitasi Medik oleh petugas dari ruang rawat inap terkait. Untuk
pencatatan program rehabilitasi rawat inap dilakukan di lembar rekam
medik pasien rawat inap.
14
dalam bentuk S-O-A-P, selain itu Sepesialis Kedokteran Fisik dan
Rehabilitasi juga menulis asesmen di catatan terintegrasi khusus
rehabilitasi medik.
b. Diagnosa ditegakkan oleh Sepesialis Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
setelah melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik maupun pemeriksaan
penunjang.
c. Rencana penanganan pasien. Disebutkan dalam asesmen medik oleh
Sepesialis Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi dan catatan terintegrasi
rehabilitasi medik.
d. Tindakan yang diberikan. Sesuai dengan program yang telah ditulis
Sepesialis Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi di rekam medik. Terapis
menulis asesmen dan tindakannya di catatan medis terintegrasi
e. Evaluasi berkala atau akhir keadaan pasien. Evaluasi berkala sesuai
kebutuhan pasien. Berbeda antara kasus akut, sub akut maupun kronik
f. Untuk pelayanan di rawat inap, dilakukan bila ada konsultasi dari
spesialis lain.
B. Alur Pelayanan
FISIOTEAPI
15
C. Sistem Rujukanp
a. Pasien yang merupakan konsulan dari dokter sepesialis atau DPJP
diterima, dilengkapi datanya dan dicatat di buku register dan lembar
rujukan untuk kemudian dipersiapkan berkonsultasi dengan dokter
Sepesialis Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi di Instalasi Rehabilitasi
Medik untuk dilakukan pemeriksaan, penegakan diagnosa medik dan
fungsional serta perencanaan program rehabilitasi.
b. Pasien yang masih dalam program tindakan rehabilitasi diterima dan
diteliti kelengkapan datanya dan selanjutnya dipersiapkan untuk
mendapatkan layanan tindakan rehabilitasi.
c. Pasien konsulan dari rawat inap yang telah diperiksa dokter
penanggung jawab selanjutnya akan dilakukan pemeriksaan oleh
dokter Sepesialis Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi. Dokter
memberikan program rehabilitasi yang dapat dilakukan di ruang rawat
inap atau di ruangan Rehabilitasi Medik (jika diperlukan penanganan
dengan alat modalitas terapi).
16
BAB V
LOGISTIK
A. Peralatan
Pada umumnya peralatan yang dibutuhkan meliputi peralatan untuk
pemeriksaan atau asesmen, peralatan terapi dan peralatan latihan untuk
program individu maupun kelompok belum memadai.
Kebutuhan peralatan disusun berdasarkan :
a. Kebutuhan masing - masing jenis profesi
b. Rata - rata jumlah kunjungan pasien setiap hari
c. Kapasitas kerja dan efisiensi penggunaan alat
d. Strata pelayanan Rumah Sakit dan jenis pelayanan yang tersedia
e. Sarana dan Prasarana yang ada
I. DOKTER
1 Stetoskop 1
2 Tensimeter 1
3 Foto Viewer 1
4 Reflex Hammer -
5 Goniometer 1
6 Stopwatch -
7 Meteran gulung 1
8 Laser 1 Zimer 2015
III. FISIOTERAPI
1 Stetoskop & Tensimeter - One med
2 Goniometer 1
3 Interval Timer -
4 Meteran Gulung 1
5 Walker dewasa dan anak 2 dewasa/anak -
6 kruk 1
7 Forearm crutch -
9 Tripod -
17
NO JENIS PERALATAN Jumlah Merk / tipe Tahun
11 Kursi roda -
12 Paraler bar 1
14 Pulley 1
15 Quadricep bench -
16 Ergocycle/treadmill 1
Exerciser
18 Ultrasonic Diathemy 1 zimer 2015
19 Shortwave Diathemy -
20 Microwave Diathemy -
21 Infra red 2
25 Cermin sikap 1
26 Vibrator -
27 TENS/elektro stimulasi 1 zimer 2015
28 Timbangan badan 1
29 Film viewer 1
18
BAB VI
KESELAMATAN PASIEN
A. Definisi
Keselamatan pasien (patient safety) Rumah Sakit adalah suatu system dimana
Rumah Sakit membuat asuhan pasien lebih aman
B. Tujuan
1. Terciptanya budaya keselamatan pasien di Rumah Sakit
2. Meningkatnya akuntabilitas Rumah Sakit terhadap pasien dan masyarakat
3. Menurunya kejadian tidak diharapkan ( KTD ) di Rumah Sakit
4. Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi
pengulangan kejadian tidak diharapkan
5. Standar Safety Pasien
Standar keselamatan pasien ( Patient Safety ) untuk Instalasi Rehabilitasi
Medik adalah :
a. Ketepatan Identitas
Label identitas tidak tepat bila apabila tidak terpasang, salah pasang,
salah penulisan nama, salah penulisan gelar (Tn,Ny,An), salah jenis
kelamin dan salah alamat
b. Komunikasi efektif yang diterapkan di Instalasi Rehabilitasi Medik
Rumah Sakit Umum Diponegoro Dua Satu Klaten adalah metode TBAK
dan SBAR :
1. Tulis (T:tulis )
Tulis setiap komunikasi/informasi/laporan di buku telpon berkaitan
dengan pelayanan kepada pasien yang disampaikan secara lisan.
Hal-hal yang perlu ditulis adalah :
a. Materi yang disampaikan /diterima
b. Siapa penyampai/penerima pesan
c. Lokasi Penerima/penyampai pesan
d. Jam/waktu pada saat pesan disampaikan
e. Kapan pesan disampaikan
f. Tanda tangan penyampai/pe nerima pesan
19
2. Baca kembali (B: Baca)
Baca dan pahami kembali isi informasi/komunikasi/laporan yang
diterima atau disampaikan. Hal-hal yang perlu dipahami lagi adalah :
a. Materi yang disampaikan /diterima
b. Siapa penyampai/penerima pesan
c. Lokasi Penerima/penyampai pesan
d. Jam/waktu pada saat pesan disampaikan
e. Kapan pesan disampaikan
3. Konfirmasi (K:Konfirmasi)
Ulangi penyampaian informasi yang diterima atau disampaikan untuk
meyakinkan.
Hal-hal yang perlu dikomunikasikan ulang adalah :
a. Materi yang disampaikan /diterima
b. Siapa penyampai/penerima pesan
c. Lokasi Penerima/penyampai pesan
4. Perlu diperhatikan SBAR
Dalam penyampaian/penerimaan informasi harus memperhatikan :
a. S: Situasi (kondisi pada saat informasi diterima atau disampaikan )
b. B: Background (informasi penting sehubungan dengan kondisi pasien
c. A: Assesment (hasil pengkajian terkini )
d. R: Recommendation (Rekomendasi apa yang harus dilakukan segera )
e. Kepastian tepat lokasi,tepat prosedur
Kepastian tepat lokasi di dalam pelayanan rehabilitasi medik adalah
supaya tidak terjadi kesalahan tepmpat tang akan di lakukan tindakan
terapi dan harus seuai dengan prosedur
f. Pengurangan resiko infeksi terkait pelayanan kesehatan
Penerapanya adalah dengan melakukan hand hygiene yang efektif dengan
enam langkah cuci tangan yang baik dan benar yaitu
- sebelum melakukan tindakan
- Sebelum kontak dengan pasien,
-Sebelum tindakan aseptic
-Setelah terkena cairan tubuh pasien,
-Setelah kontak dengan pasien
-Setelah kontak dengan linkungan di sekitar pasien
c. Pasien Jatuh
20
Skrining dan menkaji awal pada pasien apabila hendak melakukan latihan
ataupun tindakan rehabilitasi Medik
21
BAB VII
KESELAMATAN KERJA
A. Pengertian
Keselamatan kerja merupakan suatu system dimana Rumah Sakit membuat
kerja / aktivitas karyawan lebih aman. System tersebut diharapkan dapat
mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan pribadi ataupun
Rumah Sakit
B. Tujuan
1. Terciptanya budaya keselamatan kerja di Rumah Sakit Umum Diponegoro
Dua Satu
2. Mencegah dan mengurangi kecelakaan
3. Memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan, cara
dan proses kerjanya
4. Menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan yang
bahaya kecelakaannya menjadi bertambah tinggi
22
BAB VIII
PENGENDALIAN MUTU
A. Pengendalian Mutu
Rumah Sakit Umum Diponegoro Dua Satu Klaten merupakan rumah sakit
Umum yang memberikan pelayanan kesehatan promotif, preventif, kuratif,
rehabilitatif. Pelayanan kesehatan yang bermutu dapat berarti bahwa rumah sakit
dapat menyediakan pelayanan kesehatan yang berkualitas, profesional,
mengedepankan keselamatan pasien dan mampu memuaskan setiap pemakai jasa
pelayanan kesehatan sesuai dengan tingkat kepuasan rata-rata penduduk, serta
penyeleggaraannya sesuai dengan kode etik dan standar pelayanan profesi yang telah
ditetapkan. Instalasi Rehabilitasi Medik merupakan instalasi yang menjadi bagian
penting dari rumah sakit. Pelayanan berkualitas dalam konteks pelayanan di rumah
sakit berarti memberikan pelayanan kepada pasien dan keluarganya didasarkan pada
standar kualitas untuk memenuhi kebutuhan dan keinginannya, sehingga dapat
memperoleh kepuasan yang akhirnya dapat meningkatkan kepercayaan pasien dan
keluarganya terhadap Rumah Sakit Umum Diponegoro Dua Satu Klaten.
Pemantapan Mutu
Adapun kegiatan pokok dalam program pemantapan mutu ini adalah sebagai
berikut:
1. Angka kejadian Drop Out Rehabilitasi Medik
Kejadian Drop out pasien Rehabilitasi Medik adalah pasien tidak bersediaa
meneruskan program yang telah direncanakan oleh petugas
Adapun prosedur prosedur pemantauanya sebagai berikut:
a. Pengamatan terhadap pasien yang tidak meneruskan
b. Pemantauan dari buku register pasien dan rekam medis pasien
23
3. Presentasi Pasien yang tidak mendapatkan Kuota dr Sp.KFR
Tidak tercukupinya kuota yang diberikan dokter sehingga banyak pasien yang
tidak mendapatkan kuota
Adapun prosedur pemantauan sebagai berikut:
a. Dilihat dari register pasien yang tidak mendapatkan Kuota dr.Sp.KFR
24
BAB VIII
PENUTUP
Ditetapkan di : Klaten
Pada tanggal : 10 Januari 2023
DIREKTUR
RUMAH SAKIT UMUM
DIPONEGORO DUA SATU KLATEN
RACHMAWATI DEWI
25
1