Anda di halaman 1dari 56

DRAFT

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


NOMOR ...........

TENTANG
STANDAR PEDOMAN PELAYANAN GIZI DI RUMAH SAKIT

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

Menimbang : a. bahwa untuk menjamin pelayanan gizi di rumah sakit


yang bermutu dan dapat dipertanggungjawabkan
diperlukan standar pelayanan gizi di rumah sakit;
b. bahwa dalam memberikan pelayanan gizi di rumah
sakit diperlukan kerjasama antara terapis tenaga gizi,
dokter spesialis gizi klinik dan dokter spesialis lainnya;
cat: nomenklatur tenaga mengacu pada UU 36 Tahun
2014, disebut umum saja
c. bahwa Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 78 Tahun
2013 tentang Pedoman Pelayanan Gizi Rumah Sakit
perlu disesuaikan dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan serta kebutuhan hukum;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud pada huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu
menetapkan Peraturan Menteri Kesehatan
Penyelenggaraan Pelayanan Gizi di Rumah Sakit.

Mengingat : 1. Undang – Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang


Praktik Kedokteran ((Lembaran Negara Tahun 2004
Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3637);
2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 No. 144, Tambahan Lembaran Negara
Republik Idonesia Nomor 5063);
3. Undang-Undang Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah
Sakit (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2009 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5072);
4. Undang – Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintah Daerah (Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5587);
5. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun
2014 tentang Tenaga Kesehatan.
6. Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2012 tentang
Sistem Kesehatan Nasional (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 193);
7. Peraturan Presiden Nomor 42 Tahun 2013 tentang
Gerakan Nasional Perbaikan gizi (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 100);
8. Peraturan Presiden Nomor 77 Tahun 2015 tentang
Pedoman Organisasi Rumah Sakit (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 159);
9. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1438 Tahun 2010
tentang Standar Pelayanan Kedokteran (Berita Negara
Republik Indonesia Tahun 2010 nomor 464);
10. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 2052 Tahun 2011 Tentang Izin Praktik Dan
Pelaksanaan Praktik Kedokteran
11. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 26 Tahun 2013
tentang Penyelenggaraan dan Praktik Tenaga Gizi
(Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor
477);
12. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 78 Tahun 2013
tentang Pedoman Pelayanan Gizi Rumah Sakit;
13. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 56 Tahun 2014 tentang Klasifikasi dan
Perijinan Rumah Sakit;
14. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 34 Tahun 2017 Tentang Akreditasi Rumah
Sakit
15. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
129/Mnkes/SK/II/2008 tentang Standar Pelayanan
Minimal Rumah Sakit;

MEMUTUSKAN

Menetapkan : PERATURAN MENTERI KESEHATAN TENTANG STANDAR


PELAYANAN GIZI DI RUMAH SAKIT
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan :


1. Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan
pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan
pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Formatted: Indonesian

1. Pelayanan Gizi suatu upaya memperbaiki, meningkatkan gizi, makanan,


dietetik masyarakat, kelompok, individu atau klien yang merupakan suatu
rangkaian kegiatan yang meliputi pengumpulan, pengolahan, analisis,
simpulan, anjuran, implementasi dan evaluasi gizi, makanan dan dietetik
dalam rangka mencapai status kesehatan optimal dalam kondisi sehat atau
sakit Comment [A1]: Diambil dari PMK 78
PGRS,dan
2. Dietetik adalah integrasi, aplikasi dan komunikasi dari prinsip prinsip Formatted: Indonesian

keilmuan makanan, gizi, sosial, bisnis dan keilmuan dasar untuk mencapai
dan mempertahankan status gizi yang optimal secara individual, melalui
pengembangan, penyediaan dan pengelolaan pelayanan gizi dan makanan
di berbagai area/ lingkungan /latar belakang praktek pelayanan.
3. 7. Gizi Klinik adalah suatu ilmu yang mempelajari tentang hubungan
antara makanan dan kesehatan tubuh manusia termasuk mempelajari zat-
zat gizi dan bagaimana dicerna, diserap, digunakan, dimetabolisme,
disimpan dan dikeluarkan dari tubuh Formatted: Indonesian

4. Clinical Nutrition and Dietetic Practise, ambil dari American Nutrition


Dietetic.
5. Terapi Gizi adalah pelayanan gizi yang diberikan kepada pasien berdasarkan
subjektif, objektif, assessment dan planning oleh tenaga medis dalam rangka
penyembuhan penyakit pasien. Comment [A2]:
Formatted: Indonesian

6. Terapi Gizi adalah pelayanan gizi yang diberikan kepada klien berdasarkan
pengkajian gizi, yang meliputi terapi diet, konseling gizi dan atau
pemberian makanan khusus dalam rangka penyembuhan penyakit pasien.
(PGRS, PMK 78 th 2013) Formatted: Indonesian

2.7. Nutrition therapy describes how nutrients are provided to treat any
nutritional-related condition. Nutrition or nutrients can be provided orally
(regular diet, therapeutic diet, e.g. fortified food, oral nutritional
supplements), via enteral tube-feeding or as parenteral nutrition to prevent
or treat malnutrition in an individualized way. [Strong Consensus, 97%
agreement] (ESPEN Guideline, 2017)
8. Asuhan Gizi adalah serangkaian kegiatan yang terorganisir/terstruktur yang
memungkinkan untuk identifikasi kebutuhan gizi dan penyediaan asuhan
untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Formatted: Indonesian

9. Nutritional care is an overarching term to describe the form of nutrition,


nutrient delivery and the system of education that is required for meal
service or to treat any nutrition-related condition in both preventive
nutrition and clinical nutrition.. Formatted: Indonesian

3. Therapeutic diets are prescribed according to the specifc need of the Formatted: No bullets or numbering

patient.

4.10. Penyelenggaraan makanan adalah ……

5.11. Pelayanan Gizi Klinik: merupakan pelayanan medik dalam bidang gizi
klinik untuk memberikan pelayanan gizi di rumah sakit, pelayanan ini
dilaksanakan dalam bentuk kerja Tim Terapi Gizi dan atau merupakan
pelayanan medik dalam bidang gizi klinik, yang dilaksanakan oleh Dokter
Spesialis Gizi Klinik.

12. Food Services: merupakan pelayanan diet pasien di rumah sakit (Hospital
Food Services), yaitu pelaksanaan kegiatan perencanaan, pengadaan,
pengolahan, dan pendistribusian makanan pasien, serta pelayanan makan
pasien. Pelayanan ini dilaksanakan oleh Instalasi/Bagian/Seksi/Unit
Pengolahan Makanan/Dietetik RS, yang dipimpin oleh seorang sarjana gizi
atau magister bidang ilmu gizi Comment [A3]: Pelaku disesuaikan
dengan tingkat RS
Formatted: Indonesian
13. Penyelenggaraan makanan rumah sakit merupakan rangkaian
kegiatan mulai dari perencanaan menu, perencanaan kebutuhan bahan
makanan, perencanaan anggaran belanja, pengadaan bahan makanan,
penerimaan dan penyimpanan, pemasakan bahan makanan, distribusi dan
pencatatan, pelaporan serta evaluasi. Formatted: Indonesian

6.14. Care catering or hospital cateringis the provision of menu services (in
house or outsourced) in health care facilities. (ESPEN Guidelines 2017)

15. Instalasi gizi adalah unit pelayanan gizi yang menyediakan dan
menyelenggarakan kegiatan pelayanan gizi bagi pasien rumah sakit. Formatted: Indonesian

16. Definisi Instalasi Gizi versi AsDI atau PGRS Formatted: Indonesian

7. Instalasi Gizi adalah unit pelaksana fungsional yang menyelenggarakan


seluruh kegiatan pelayanan gizi di Rumah Sakit.
17. Terapi Gizi adalah pelayanan gizi yang diberikan kepada klien
berdasarkan pengkajian gizi, yang meliputi terapi diet, konseling gizi dan atau
pemberian makanan khusus dalam rangka penyembuhan penyakit pasien. Formatted: Indonesian

8.18. Terapi adalah usaha untuk memulihkan kesehatan orang yang sedang
sakit, pengobatan penyakit, perawatan penyakit. (KBBI.web.id)
19. Konsultasi Gizi Klinik adalah pemberian terapi medik gizi klinik oleh dokter
spesialis Gizi Klinik pada pasien rawat jalan atau rawat inap berdasarkan
permintaan sejawat dokter atau pasien sendiri. Comment [A4]: Diusulkan dihapus bila
tidak ada referensi yang sesuai
9.20. Formatted: Indonesian

21. Konseling Gizi: adalah serangkaian kegiatan sebagai proses komunikasi dua
arah yang dilaksanakan oleh dietisien untuk memberikan pengetahuan
masalah diet terkait penyakit berdasarkan preskripsi terapi gizi yang
diberikan oleh dokter bertujuan memperbaiki sikap dan perilaku pasien
dalam mengatasi masalah gizi. Comment [A5]: Cari Definisi Nutrition
councelling
22. Konseling Gizi adalah serangkaian kegiatan sebagai proses Formatted: Indonesian

komunikasi dua arah yang dilaksanakan oleh Ahli Gizi/Dietisien untuk


menanamkan dan meningkatkan pengertian, sikap, dan perilaku pasien
dalam mengenali dan mengatasi masalah gizi sehingga pasien dapat
memutuskan apa yang akan dilakukannya Formatted: Indonesian

10.23.
11.24. Proses Asuhan Gizi Terstandar (PAGT) merupakan pendekatan
sistemik dalam memberikan pelayanan asuhan gizi melalui serangkaian
aktivitas yang terorganisir oleh dietisen .NCP terdiri dari 4 langkah yang Comment [A6]: Sesuai PGRS-PMK 78

saling berkaitan yaitu asesmen gizi, diagnosis gizi, intervensi gizi, monitoring
dan evaluasi gizi (AND, 2016)
25. Tim Terapi Gizi (TTG): merupakan tim multidisiplin rumah sakit yang
berkaitan dengan pelayanan gizi klinik, yang dibentuk oleh pimpinan rumah
sakit. Tim ini dipimpin oleh Dokter Spesialis Gizi Klinik, beranggotakan Comment [A7]: Tidak ada ketetapan
dipimpin ole Spgk
Dokter Spesialis terkait, dokter umum, dietisien, perawat ruangan, dan ahli
farmasi untuk memberikan pelayanan terapi medik gizi klinik pada pasien
rawat inap. Formatted: Indonesian

26. Tim Asuhan Gizi/Nutrition Suport Tim (NST)/Tim Terapi Gizi (TTG)/Panitia Formatted: Indent: Left: 0 cm,
Hanging: 0,79 cm
Asuhan Nutrisi adalah sekelompok tenaga profesi di rumah sakit yang terkait
dengan pelayanan gizi pasien berisiko tinggi malnutrisi, terdiri dari
dokter/dokter spesialis, ahli gizi/dietisien, perawat, dan farmasis dari setiap
unit pelayanan, bertugas bersama memberikan pelayanan paripurna yang
bermutu Formatted: Indonesian

27. Tim Terapi Gizi merupakan sekelompok tenaga kesehatandi rumah sakit yang
berkaitan penyelenggaraan terapi gizi meliputi dokter spesialis,dokter,
dietisien, perawat ruangan serta ahli farmasi diketuai oleh dokter yang
mempunyai kompetensi dalam bidang gizi klinik serta menyedikan waktu
penuh untuk pelayanan gizi klinik. (TTG, 2009) Formatted: Indonesian

A nutritional support team (NST) is a structure element of nutritional Formatted: Indent: Left: 0,79 cm,
No bullets or numbering
support. It is a multi-disciplinary team with dietetic, nursing, and medical
expertise that manages the provision of nutritional support therapy The
minimum personnel requirements for a NST include the participation of [at
least] one medical doctor, one nurse, and one dietitian. An experienced
pharmacist should also be designated as a contact partner or can be
integrated into theNST, as required. The main objective of a NST is to ensure
that all nutritional Support activities utilise state-of-the-art techniques to
prevent and treat disease-related malnutrition in health care institutions and
in the out-patient setting. (DGEM, AKE, NICE Guideline, A.S.P.E.N& BAPEN,
e-SPEN Journal, 2014)
12. Formatted: English (U.S.)

28. Dietisien/Nutrisionis: adalah seseorang yang diberi tugas tanggung jawab dan
wewenang secara penuh oleh pejabat berwenang untuk melakukan kegiatan
teknis fungsional di bidang pelayanan dietetik dan makanan pasien, baik di
masyarakat maupun di RS dan unit kesehatan lain. Formatted: Indonesian

29. Dietisien (lihat di Starkom Sofyan)…. Formatted: Indonesian


Formatted: Indent: Left: 0 cm,
Hanging: 0,75 cm
30. Nutrisionis adalah (lihat di Starkom Sofyan)…..
Formatted: Indonesian

31. Nutrisionis adalah seseorang yang diberi tugas, tanggung jawab dan
wewenang secara penuh oleh pejabat berwenang untuk melakukan
kegiatan teknis fungsional di bidang pelayanan gizi, makanan dan dietetik,
baik di masyarakat maupun rumah sakit dan unit pelaksana kesehatan
lain

32. 16. Nutrisionis Registered adalah tenaga gizi Sarjana Terapan Gizi
dan Sarjana Gizi yang telah lulus uji kompetensi dan teregistrasi sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan.

33. 17. Registered Dietisien yang selanjutnya disingkat RD adalah tenaga


gizi sarjana terapan gizi atau sarjana gizi yang telah mengikuti pendidikan
profesi (internsip) dan telah lulus uji kompetensi serta teregistrasi sesuai
ketentuan peraturan peraturan perundang-undangan berhak mengurus
ijin memberikan pelayanan gizi, makanan dan dietetik dan
menyelenggarakan praktik gizi mandiri.

13.34. 18. Teknikal Registered Dietisien yang selanjutnya disingkat TRD


adalah seorang yang telah mengikuti dan menyelesaikan pendidikan
Diploma Tiga Gizi sesuai aturan yang berlaku atau Ahli Madya Gizi yang
telah lulus uji kompetensi dan teregistrasi sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.

14.35. Tenaga Gizi adalah setiap orang yang telah lulus pendidikan di
bidang gizi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Comment [A8]: Tidak sesuai dengan UU
36
15.36. Dokter Spesialis Gizi Klinik adalah dokter spesialis dalam bidang gizi
klinik dan mempunyai sertifikat kompetensi yang diterbitkan oleh Kolegium
Ilmu Gizi Klinik. DSpGK bertanggung jawab dalam aspek gizi terkait keadaan
klinis pasien, menetapkan preskripsi diet, memberikan edukasi kepada
pasien dan keluarganya mengenai peran terapi gizi serta melakukan
pemantauan dan evaluasi secara berkala bersama dietisien dan perawat
selama pasien dirawat.
37. Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP) adalah dokter yang bertanggung
jawab dalam penatalaksanaan pasien sesuai bidang spesialisnya. Dalam
penatalaksanaan pasien tersebut DPJP memberi pengobatan medikamentosa
untuk penyakitnya, dan preskripsi diet awal serta ikut melaksanakan
pemantauan gizi terhadap pasiennya dalam TTG. Formatted: Indonesian

16.38. Definisi harus sesuai dengan perundang – undangan (UU Praktik


Kedokteran, UU RS, dst)

39. Pasien rawat jalan adalah pasien rawat jalan yang datang ke poli gizi dan
dapat berasal dari instalasi rawat jalan, instalasi rawat inap (konsultasi gizi
pasca rawat), konsul dari dokter praktek swasta/klinik/puskesmas, rujukan
dari rumah sakit/institusi kesehatan lainnya. Formatted: Indonesian

40. Pasien rawat jalan adalah pasien (CARI DEFINISI di UU PELAYANAN Formatted: List Paragraph, Left,
Indent: Left: 0,63 cm, Hanging: 0,63
RS) cm, Line spacing: single, Adjust space
between Latin and Asian text, Adjust
space between Asian text and numbers
17.41. Pasien rawat inap adalah pasien (CARI DEFINISI di UU PELAYANAN
RS)
18.42. Pasien rawat inap adalah semua pasien rawat inap yang dikonsulkan
langsung oleh DPJP, pasien dengan hasil skrining berisiko tinggi, pasien
penyakit kritis, dan kebutuhan gizi khusus bersama TTG.
19.43. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang kesehatan.

Pasal 2
Pengaturan Penyelenggaraan Pelayanan Gizi di Rumah Sakit bertujuan untuk :
a. Memelihara dan Meningkatkan mutu penyelenggaraan pelayanan gizi di
rumah sakit
b. Menjadi acuan bagi tenaga kesehatan dan rumah sakit dalam
menyelenggarakan Pelayanan Gizi di Rumah Sakit
c. Memberikan kepastian hukum kepada penerima dan penyelenggara
pelayanan gizi di rumah sakit

Pasal 3
Comment [A9]: Penyelenggaraan
(1) Pelayanan Gizi di Rumah Sakit harus berorientasi kepada keselamatan Pelayanan Gizi di Rumah Sakit harus
pasien dan Standar Prosedur operasional. didukung oleh ketersediaan sumber daya
gizi, pengorganisasian yang berorientasi
kepada keselamatan pasien, dan standar
(2) Sumber daya gizi yang dimaksud pada ayat (1) meliputi sumber daya prosedur operasional.

manusia dan sarana dan prasarana serta peralatan Formatted: Indonesian


Formatted: Indonesian
(3) Pengorganisasian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
menggambarkan uraian tugas, fungsi, dan tanggung jawab serta hubungan
koordinasi di dalam maupun di luar Pelayanan Gizi yang ditetapkan oleh
pimpinan Rumah Sakit Formatted: Indonesian

(4) Standar prosedur operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


ditetapkan oleh pimpinan Rumah Sakit sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan Formatted: Indonesian

(1)(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai sumber daya gizi dan


pengorganisasian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3)
tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Menteri ini.

(2)(6) Pelayanan gizi wajib dilakukan di rumah sakit milik pemerintah dan
swasta.

(3)(7) Pelayanan Gizi di Rumah Sakit dilaksanakan di Instalasi/unit Gizi


Rumah Sakit melalui sistem satu pintu. Comment [A10]: Perlu dijelaskan yang
dimaksud dengan satu pintu. Dietetic
merupakan rumpun keilmuan yang
berbeda dengn medis. PERLU DICARI
REFERENSINYA
Pasal 4 Comment [A11]:
(1) Ruang lingkup pelayanan gizi di rumah sakit meliputi :
a. Asuhan gizi;
b. Terapi gizi;dan
c. Penyelenggaraan makanan. Comment [A12]: Urutan
penyelengaraan makanan, asuhan dan
(2) Asuhan gizi sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf a meliputi : terqpi

a. Pengkajian gizi;
b. Diagnosa gizi;
c. Intervensi gizi;
d. Monitoring dan evaluasi gizi;dan
e. Dokumentasi asuhan gizi. Comment [A13]: Definisi masuk ke
ketentuan umum/ DO
(3) Terapi gizi sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf b meliputi : Comment [A14]: Menurut referensi
Espen 2017 ( dalam Definisi di atas)
a. Pengkajian klinis dan gizi; pengertian terapi gizi tdk mencerminkan
hal di bawa ini
b. Diagnosis medik gizi klinik; Medical nutrition therapy merupakan
protocol standar asuhan gizi yg disusun
c. Formulasi terapi medik gizi; oleh American Dietetic Association

d. Pelaksanaan terapi;
e. Pemantauan dan evaluasi terapi medik gizi klinik; dan
f. Penyusunan rencana ulang terapi dan/atau penghentian terapi.
(4) Penyelenggaraan makanan sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf c meliputi
:
a. Perencanaan menu
b. Pemilihan bahan makanan
c. Perencanaan Kebutuhan
d. Penerimaan
e. Penyimpanan
f. Pendistribusian
g. Pengendalian; dan
h. Administrasi.
Cat:
Mengacu pada Pmk 78 tahun 2013

Pasal 5
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan Sediaan makanan dan Gizi dan Formatted: Strikethrough
pelayanan Gizi klinik tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak Formatted: Strikethrough
terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

BAB II

PENYELENGGARAAN

Pelayanan Gizi

Pengorganisasian Pelayanan Gizi

Pasal 6

(1) Instalasi/Unit gizi dipimpin oleh seorang Kepala Instalasi sebagai


penanggung jawab Comment [A15]: PERLU DICERMATI
TERKAIT STATAEMENT STRATEGIS satu
pintu di atas
(2) Instalasi/unit gizi harus memiliki pengorganisasian yang menggambarkan Harus dijelaskan, diusulkan untuk
uraian tugas, fungsi dan tanggung jawab serta hubungan koordinasi di dihapuskan
Formatted: Strikethrough
dalam maupun di luar pelayanan gizi yang ditetapkan oleh Pimpinan Rumah
Sakit

(3) Kriteria Comment [A16]: Tidak perlu


Formatted: Font color: Red
Formatted: Font color: Red
BAB III
STANDAR PELAYANAN GIZI
Pasal ....
Rumah sakit yang menyelenggarakan pelayanan gizi harus memenuhi
standar pelayanan meliputi :
a. Sarana Formatted: Strikethrough

b. Prasarana
c. Peralatan
d. Ketenagaan Comment [A17]: Batang tubuh
sebenarnya tidak perlu detail, kalau harus
ada diambil dari PGRS
Formatted: Strikethrough
Pasal ....
(1) Persyaratan sarana sebagaimana dimaksud dalam pasal ...huruf a
meliputi :
a. Lokasi
b. Ruang
(2) Persyaratan Prasarana sebagaimana dimaksud dalam pasal ... huruf b
harus memenuhi keandalan sistem utilitas bangunan
(3) Persyaratan peralatan sebagaimana dimaksud dalam pasal ... huruf c
meliputi peralatan medis dan peralatan non medis yang menunjang
pelayanan gizi.
(4) Persyaratan ketenagaan sebagaimana dimaksud dalam pasal ... huruf d
meliputi dokter Spesialis Gizi Klinik, dokter, nutrisionis dan dietician Comment [A18]: Apkah tidak ada
spesialis lain yang memberikan pelayanan
dietisien gizi
Formatted: Strikethrough
(5) Dalam hal tidak terdapat tenaga dokter spesalis gizi klinik dapat
Formatted: Strikethrough
dilaksanakan oleh dokter.

Pasal ....
Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan sarana, prasarana, peralatan
dan ketenagaan tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

BAB V
PENCATATAN DAN PELAPORAN

Pasal ....
(1) Setiap fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan Pelayanan
Gizi harus melakukan pencatatan dan pelaporan.
(2) Pencatatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan pencatatan
pemberian pelayanan Gizi dalam rekam medis sesuai dengan ketentuan Comment [A19]: Pencatatan pelayanan
gizi tidak hanya pada rekam medis saja
peraturan perundang-undangan. Formatted: Strikethrough

(3) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara


berjenjang kepada dinas kesehatan kabupaten/kota, dinas kesehatan
provinsi, dan kementerian kesehatan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

BAB VI
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

Pasal 19
(1) Menteri, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota melakukan pembinaan dan pengawasan Pelayanan Gizi
sesuai dengan kewenangannya masing-masing.
(2) Dalam melakukan pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) Menteri, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota dapat melibatkan organisasi profesi terkait
(3) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan
melalui:
a. sosialisasi;
b. monitoring dan evaluasi; dan/atau
c. bimbingan teknis.
(4) Pembinaan dan pengawasan dalam penyelenggaraan Pelayanan Gizi
diarahkan untuk Menjamin dan meningkatkan mutu pelayanan gizi.

BAB VII
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 20
Rumah Sakit yang telah menyelenggarakan Pelayanan Gizi sebelum
Peraturan Menteri ini mulai berlaku harus menyesuaikan dengan ketentuan
Peraturan Menteri ini dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun sejak
Peraturan Menteri ini diundangkan.

BAB VIII
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 21
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor 78 Tahun 2013 tentang Pedoman Pelayanan Gizi Rumah Sakit dicabut
dan dinyatakan tidak berlaku. Comment [A20]: Bila peraturan
menteri kesehatan nomor no 78 tahun
2013 ttg PGRS masih berlaku, statement
bukan dicabut tetapi dilengkapi
Pasal 22
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan
Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal …

MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA,

NILA FARID MOELOEK

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal …
DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

WIDODO EKATJAHJANA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN NOMOR

LAMPIRAN
PERATURAN MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR : …. TAHUN….
TENTANG
STANDAR PELAYANAN GIZI DI RUMAH SAKIT

STANDAR PELAYANAN GIZI DI RUMAH SAKIT


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pelayanan Gizi di Rumah Sakit merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan Rumah Sakit yang
berorientasi kepada pelayanan pasien, penyediaan Sediaan makanan dan
gizi yang bermutu dan terjangkau bagi semua lapisan masyarakat
termasuk pelayanan Gizi Klinik.
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran telah
menghasilkan kemajuan metode pemberian terapi medik gizi klinik
(Medical Nutrition Therapy) di Rumah Sakit, dimulai dari modifikasi zat
gizi bahan makanan sumber pada terapi gizi melalui oral, oral nutrition
supplementation (ONS), pipa nasogastrik, nasoduodenal, nasojejunal
hingga gastrostomi dan enterostomi, serta dari nutrisi parenteral perifer
hingga sentral. Ketersediaan formula nutrisi enteral dan parenteral
memungkinkan pemberian terapi medik gizi klinik yang adekuat pada
sebagian besar pasien dengan penyakit terkait perubahan metabolisme
(metabolic alterations-related diseases), kurang energi protein, pasca
bedah dan penyakit kritis. Namun, seiring dengan perkembangan
penatalaksanaan gizi pada pasien di rumah sakit terjadi pula
peningkatan komplikasi yaitu gangguan metabolisme dan infeksi pada
pemberian terapi gizi. Prevalensi malnutrisi yang tinggi pada pasien yang
dirawat di rumah sakit dan meningkatnya angka komplikasi tersebut,
membangkitkan kesadaran para pakar untuk menerapkan terapi medik
gizi klinik yang efektif dan efisien melalui pendekatan multidisiplin.
Penelitian menunjukkan bahwa penatalaksanaan pasien oleh Tim
Terapi Gizi (TTG) memberikan hasil lebih baik secara signifikan. Hal ini Comment [A21]: Faktual?

ditunjukkan oleh kehilangan berat badan pasien yang lebih kecil, lama
rawat lebih singkat, kejadian rawat ulang berkurang. Keadaan ini dapat
menurunkan morbiditas, mortalitas dan menghemat biaya perawatan,
namun belum semua rumah sakit melaksanakan terapi medik gizi klinik
secara multidisiplin dalam TTG yang dipimpin oleh seorang Dokter
Spesialis Gizi Klinik (Dr SpGK) sebagai Dokter Penanggung Jawab Pasien
(DPJP).
Tenaga Kesehatan Gizi khususnya yang bekerja di Rumah Sakit Formatted: Strikethrough

dituntut untuk merealisasikan perluasan paradigma Pelayanan Gizi dari Comment [A22]: Asuhan gizi sudah
berorientasi keapda pasien.
orientasi produk menjadi orientasi pasien. Untuk itu kompetensi Apoteker Formatted: Strikethrough
perlu ditingkatkan secara terus menerus agar perubahan paradigma
tersebut dapat diimplementasikan. Comment [A23]: Parafgraf ini tidak
tepat

B. Ruang Lingkup
Pelayanan Gizi di Rumah Sakit meliputi 2 (dua) kegiatan, yaitu
kegiatan yang bersifat manajerial berupa pengelolaan Sediaan Makanan
dan Gizi, dan kegiatan pelayanan Gizi klinik. Kegiatan tersebut harus Comment [A24]: Pelayanan gizi terdiri
dari 2 kegiatan besar penyelenggaraan
didukung oleh sumber daya manusia, sarana, dan peralatan. makanan dan asuhan gizi

Dokter Spesialis Gizi dalam melaksanakan kegiatan Pelayanan Gizi


tersebut juga harus mempertimbangkan faktor risiko yang terjadi yang
disebut dengan manajemen risiko. Comment [A25]: Risk manajemen ada
pada semua kegiatan pelayanan gizi, tidak
hanya spgk

BAB II
PENGELOLAAN SEDIAAN MAKANAN DAN GIZI Formatted: Strikethrough

PENYEDIAAN MAKANAN
Penyelenggaraan makanan rumah sakit merupakan rangkaian kegiatan
mulai dari perencanaan menu, perencanaan kebutuhan bahan
makanan, perencanaan anggaran belanja, pengadaan bahan makanan,
penerimaan dan penyimpanan, pemasakan bahan makanan, distribusi
dan pencatatan, pelaporan serta evaluasi.
A. Tujuan
Menyediakan makanan yang berkualitas sesuai kebutuhan gizi,
biaya, aman, dan dapat diterima oleh konsumen guna mencapai
status gizi yang optimal.

B. Sasaran dan Ruang Lingkup


Sasaran penyelenggaraan makanan di rumah sakit terutama pasien
rawat inap. Sesuai dengan kondisi rumah sakit dapat juga dilakukan
penyelenggaraan makanan bagi karyawan. Ruang lingkup
penyelenggaraan makanan rumah sakit meliputi produksi dan
distribusi makanan.
C. Alur Penyelenggaraan Makanan
GAMBAR 2.1
ALUR PENYELENGGARAAN MAKANAN

Pe layanan Perencanaan Pe ngadaan Penerimaan


makanan Menu Bahan &
Pasien Penyimpanan

Penyajian Persiapan &


Makanan di Distribusi Makanan Pengolahan
Ruang Makanan

D. Bentuk Penyelenggaraan Makanan Di Rumah Sakit


Bentuk penyelenggaraan makanan di rumah sakit meliputi:

1. Sistem Swakelola
Pada penyelenggaraan makanan rumah sakit dengan sistem
swakelola, instalasi gizi/unit gizi bertanggung jawab terhadap
pelaksanaan seluruh kegiatan penyelenggaraan makanan. Dalam
sistem swakelola ini, seluruh sumber daya yang diperlukan
(tenaga, dana, metoda, sarana dan prasarana) disediakan oleh
pihak RS.

Pada pelaksanaannya Instalasi Gizi/Unit Gizi mengelola kegiatan


gizi sesuai fungsi manajemen yang dianut dan mengacu pada
Pedoman Pelayanan Gizi Rumah Sakit yang berlaku dan
menerapkan Standar Prosedur yang ditetapkan.

2. Sistem Diborongkan ke Jasa Boga (Out-sourcing)


Sistem diborongkan yaitu penyelengaraan makanan dengan
memanfaatkan perusahaan jasa boga atau catering untuk
penyediaan makanan RS. Sistem diborongkan dapat dikategorikan
menjadi dua yaitu diborongkan secara penuh (full out-sourching)
dan diborongkan hanya sebagian (semi out-sourcing).

Pada sistem diborongkan sebagian, pengusaha jasa boga selaku


penyelenggara makanan menggunakan sarana dan prasarana
atau tenaga milik RS. Pada sistem diborongkan penuh, makanan
disediakan oleh pengusaha jasa boga yang ditunjuk tanpa
menggunakan sarana dan prasarana atau tenaga dari rumah
sakit.

Dalam penyelenggaraan makanan dengan sistem diborongkan


penuh atau sebagian, fungsi Dietisien rumah sakit adalah sebagai
perencana menu, penentu standar porsi, pemesanan makanan,
penilai kualitas dan kuantitas makanan yang diterima sesuai
dengan spesifikasi hidangan yang ditetapkan dalam kontrak.

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia


Nomor 715/Menkes/SK/V/2003 tentang Prasyarat Kesehatan
Jasa Boga disebutkan bahwa prasyarat yang dimiliki jasa boga
untuk golongan B termasuk Rumah Sakit yaitu :
a. Telah terdaftar pada Dinas Kesehatan Propinsi setempat
b. Telah mendapat ijin Penyehatan Makanan Golongan B dan
memiliki tenaga Ahli Gizi/Dietisien
c. Pengusaha telah memiliki sertifikat kursus Penyehatan
Makanan
d. Semua karyawan memiliki sertifikat kursus Penyehatan
Makanan
e. Semua karyawan bebas penyakit menular dan bersih.
3. Sistem Kombinasi

Sistem kombinasi adalah bentuk sistem penyelenggaraan


makanan yang merupakan kombinasi dari sistem swakelola dan
sistem diborongkan sebagai upaya memaksimalkan sumber daya
yang ada.

Pihak rumah sakit dapat menggunakan jasa boga/catering hanya


untuk kelas VIP atau makanan karyawan, sedangkan selebihnya
dapat dilakukan dengan swakelola.

E. Kegiatan Penyelenggaraan Makanan

Kegiatan penyelenggaraan makanan untuk konsumen Rumah Sakit,


meliputi :

1. Penetapan Peraturan Pemberian Makanan Rumah Sakit


a. Pengertian:
Peraturan Pemberian Makanan Rumah Sakit (PPMRS) adalah
suatu pedoman yang ditetapkan pimpinan rumah sakit sebagai
acuan dalam memberikan pelayanan makanan pada pasien
dan karyawan yang sekurang-kurangnya mencakup 1)
ketentuan macam konsumen yang dilayani, 2) kandungan gizi
3) pola menu dan frekuensi makan sehari, 4) jenis menu.

b. Tujuan:
Tersedianya ketentuan tentang macam konsumen, standar
pemberian makanan, macam dan jumlah makanan konsumen
sebagai acuan yang berlaku dalam penyelenggaraan makanan
RS.

Penyusunan penentuan pemberian makanan rumah sakit ini


berdasarkan:
1) kebijakan rumah sakit setempat;
2) macam konsumen yang dilayani;
3) kebutuhan gizi untuk diet khusus, dan Angka Kecukupan
Gizi yang mutakhir sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangundangan;
4) standar makanan sehari untuk makanan biasa dan diet
khusus;
5) penentuan menu dan pola makan;
6) penetapan kelas perawatan; dan
7) pedoman Pelayanan Gizi Rumah Sakit yang berlaku.
2. Penyusunan Standar Bahan Makanan Rumah Sakit
a. Pengertian:
Standar bahan makanan sehari adalah acuan/patokan macam
dan jumlah bahan makanan (berat kotor) seorang sehari,
disusun berdasarkan kecukupan gizi pasien yang tercantum
dalam Penuntun Diet dan disesuaikan dengan kebijakan
rumah sakit.
b. Tujuan:
Tersedianya acuan macam dan jumlah bahan makanan seorang
sehari sebagai alat untuk merancang kebutuhan macam dan
jumlah bahan makanan dalam penyelenggaraan makanan.
c. Langkah Penyusunan Standar Bahan Makanan Seorang
Sehari
1) Menetapkan kecukupan gizi atau standar gizi pasien di
rumah sakit dengan memperhitungkan ketersediaan dana
di rumah sakit.
2) Terjemahkan standar gizi (1) menjadi item bahan makanan
dalam berat kotor.

3. Perencanaan Menu
a. Pengertian:
Perencanaan Menu adalah serangkaian kegiatan menyusun
dan memadukan hidangan dalam variasi yang serasi, harmonis
yang memenuhi kecukupan gizi, cita rasa yang sesuai dengan
selera konsumen/pasien, dan kebijakan institusi.
b. Tujuan :
Tersusunnya menu yang memenuhi kecukupan gizi, selera
konsumen serta untuk memenuhi kepentingan
penyelenggaraan makanan di rumah sakit.
c. Prasyarat :
Beberapa hal yang harus dipertimbangkan dalam perencanaan
menu:
1) Peraturan pemberian makanan rumah sakit
Peraturan Pemberian Makanan Rumah sakit (PPMRS)
sebagai salah satu acuan dalam penyelenggaraan makanan
untuk pasien dan karyawan.
2) Kecukupan gizi konsumen
Menu harus mempertimbangkan kecukupan gizi konsumen
dengan menganut pola gizi seimbang. Sebagai panduan
dapat menggunakan buku penuntun diet atau Angka
Kecukupan Gizi mutakhir.
3) Ketersediaan bahan makanan dipasar
Ketersediaan bahan makanan mentah dipasar akan
berpengaruh pada macam bahan makanan yang digunakan
serta macam hidangan yang dipilih. Pada saat musim bahan
makanan tertentu, maka bahan makanan tersebut dapat
digunakan dalam menu yang telah disusun sebagai
pengganti bahan makanan yang frekuensi penggunaannya
dalam 1 siklus lebih sering.
4) Dana/anggaran
Dana yang dialokasikan akan menentukan macam, jumlah
dan spesifikasi bahan makanan yang akan dipakai.
5) Karakteristik bahan makanan
Aspek yang berhubungan dengan karakteristik bahan
makanan adalah warna, konsistensi, rasa dan bentuk.
Bahan makanan berwarna hijau dapat dikombinasi dengan
bahan makanan berwarna putih atau kuning. Variasi
ukuran dan bentuk bahan makanan perlu dipertimbangkan.
6) Food habit dan Preferences
Food preferences dapat diartikan sebagai pilihan makanan
yang disukai dari makanan yang ditawarkan, sedangkan
food habit adalah cara seorang memberikan respon terhadap
cara memilih, mengonsumsi dan menggunakan makanan
sesuai dengan keadaan sosial dan budaya. Bahan makanan
yang tidak disukai banyak konsumen seyogyanya tidak
diulang penggunaannya.

7) Fasilitas fisik dan peralatan


Macam menu yang disusun mempengaruhi fasilitas fisik dan
peralatan yang dibutuhkan. Namun di lain pihak macam
peralatan yang dimiliki dapat menjadi dasar dalam
menentukan item menu/macam hidangan yang akan
diproduksi.

8) Macam dan Jumlah Tenaga


Jumlah, kualifikasi dan keterampilan tenaga pemasak
makanan perlu dipertimbangkan sesuai macam dan jumlah
hidangan yang direncanakan.

d. Langkah–langkah Perencanaan Menu

1) Bentuk tim Kerja


Bentuk tim kerja untuk menyusun menu yang terdiri dari
dietisien, kepala masak (chef cook), pengawas makanan.

2) Menetapkan Macam Menu


Mengacu pada tujuan pelayanan makanan Rumah Sakit,
maka perlu ditetapkan macam menu, yaitu menu standar,
menu pilihan, dan kombinasi keduanya.

3) Menetapkan Lama Siklus Menu dan Kurun Waktu


Penggunaan Menu
Perlu ditetapkan macam menu yang cocok dengan sistem
penyelenggaraan makanan yang sedang berjalan. Siklus
dapat dibuat untuk menu 5 hari, 7 hari, 10 hari atau 15
hari. Kurun waktu penggunaan menu dapat diputar selama
6 bulan-1 tahun.

4) Menetapkan Pola Menu


Pola menu yang dimaksud adalah menetapkan pola dan
frekuensi macam hidangan yang direncanakan untuk setiap
waktu makan selama satu putaran menu. Dengan
penetapan pola menu dapat dikendalikan penggunaan
bahan makanan sumber zat gizi dengan mengacu gizi
seimbang.

5) Menetapkan Besar Porsi


Besar porsi adalah banyaknya golongan bahan makanan
yang direncanakan setiap kali makan dengan menggunakan
satuan penukar berdasarkan standar makanan yang
berlaku di Rumah Sakit.
5) Mengumpulkan macam hidangan untuk pagi, siang, dan
malam pada satu putaran menu termasuk jenis makanan
selingan.

7) Merancang Format Menu


Format menu adalah susunan hidangan sesuai dengan pola
menu yang telah ditetapkan. Setiap hidangan yang terpilih
dimasukkan dalam format menu sesuai golongan bahan
makanan.

8) Melakukan Penilaian Menu dan Merevisi Menu


Untuk melakukan penilaian menu diperlukan instrumen
penilaian yang selanjutnya instrumen tersebut disebarkan
kepada setiap manajer. Misalnya manajer produksi,
distribusi dan marketing. Bila ada ketidak setujuan oleh
salah satu pihak manajer, maka perlu diperbaiki kembali
sehingga menu telah benar-benar disetujui oleh manajer.
(contoh formulir penilaian mutu makanan sebagaimana
tercantum dalam Form XIII)

9) Melakukan Test Awal Menu


Bila menu telah disepakati, maka perlu dilakukan uji coba
menu. Hasil uji coba, langsung diterapkan untuk perbaikan
menu.
4. Perencanaan Kebutuhan Bahan Makanan
a. Pengertian:
Serangkaian kegiatan menetapkan macam, jumlah dan mutu
bahan makanan yang diperlukan dalam kurun waktu tertentu,
dalam rangka mempersiapkan penyelenggaraan makanan
rumah sakit.

b. Tujuan:
Tersedianya taksiran macam dan jumlah bahan makanan
dengan spesifikasi yang ditetapkan, dalam kurun waktu yang
ditetapkan untuk pasien rumah sakit.

c. Langkah-langkah perhitungan kebutuhan bahan makanan:


1) Susun macam bahan makanan yang diperlukan, lalu
golongkan bahan makanan apakah termasuk dalam :
a) Bahan makanan segar
b) Bahan makanan kering
2) Hitung kebutuhan semua bahan makanan satu persatu
dengan cara:
a) Tetapkan jumlah konsumen rata-rata yang dilayani
b) Hitung macam dan kebutuhan bahan makanan dalam 1
siklus menu (misalnya : 5, 7 atau 10 hari).
c) Tetapkan kurun waktu kebutuhan bahan makanan (1
bulan, 3 bulan, 6 bulan atau 1 tahun).
d) Hitung berapa siklus dalam 1 periode yang telah
ditetapkan dengan menggunakan kalender.
Contoh : Bila menu yang digunakan adalah 10 hari,
maka dalam 1 bulan (30 hari) berlaku 3 kali siklus. Bila
1 bulan adalah 31 har, maka belaku 3 kali siklus
ditambah 1 menu untuk tanggal 31.
e) Hitung kebutuhan macam dan jumlah bahan makanan
untuk kurun waktu yang ditetapkan (1 bulan, 3 bulan, 6
bulan atau 1 tahun).
f) Masukkan dalam formulir kebutuhan bahan makanan
yang telah dilengkapi dengan spesifikasinya.
Secara umum dapat pula dihitung secara sederhana dengan
rumus sebagai berikut (contoh menu 10 hari):

Rumus kebutuhan Bahan Makanan untuk 1 tahun:


(365 hari/10) x ∑ konsumen rata-rata x total macam dan ∑
makanan 10 hari.

5. Perencanaan Anggaran Bahan Makanan


a. Pengertian:
Perencanan Anggaran Belanja Makanan adalah suatu kegiatan
penyusunan biaya yang diperlukan untuk pengadaan bahan
makanan bagi pasien dan karyawan yang dilayani.

b. Tujuan:
Tersedianya rancangan anggaran belanja makanan yang
diperlukan untuk memenuhi kebutuhan macam dan jumlah
bahan makanan bagi konsumen/pasien yang dilayani sesuai
dengan standar yang ditetapkan.

c. Langkah Perencanaan Anggaran Bahan Makanan:


1) Kumpulkan data tentang macam dan jumlah
konsumen/pasien tahun sebelumnya.
2) Tetapkan macam dan jumlah konsumen/pasien.
3) Kumpulkan harga bahan makanan dari beberapa pasar
dengan melakukan survei pasar, kemudian tentukan harga
rata-rata bahan makanan.
4) Buat pedoman berat bersih bahan makanan yang digunakan
dan dikonversikan ke dalam berat kotor.
5) Hitung indeks harga makanan per orang per hari dengan
cara mengalikan berat kotor bahan makanan yang
digunakan dengan harga satuan sesuai konsumen/pasien
yang dilayani.
6) Hitung anggaran bahan makanan setahun (jumlah
konsumen/pasien yang dilayani dalam 1 tahun dikalikan
indeks harga makanan).
7) Hasil perhitungan anggaran dilaporkan kepada pengambil
keputusan (sesuai dengan struktur organisasi masing-
masing) untuk meminta perbaikan.
8) Rencana anggaran diusulkan secara resmi melalui jalur
administratif yang berlaku.
6. Pengadaan Bahan Makanan
Kegiatan pengadaan bahan makanan meliputi penetapan
spesifikasi bahan makanan, perhitungan harga makanan,
pemesanan dan pembelian bahan makanan dan melakukan survei
pasar.

a. Spesifikasi Bahan Makanan


Spesifikasi bahan makanan adalah standar bahan makanan
yang ditetapkan oleh unit/ Instalasi Gizi sesuai dengan
ukuran, bentuk, penampilan, dan kualitas bahan makanan.

Tipe Spesifikasi:
1) Spesifikasi Tehnik
Biasanya digunakan untuk bahan yang dapat diukur secara
objektif dan diukur dengan menggunakan instrumen
tertentu. Secara khusus digunakan pada bahan makanan
dengan tingkat kualitas tertentu yang secara nasional sudah
ada.

2) Spesifikasi Penampilan
Dalam menetapkan spesifikasi bahan makanan haruslah
sesederhana, lengkap dan jelas. Secara garis besar berisi: a)
Nama bahan makanan/produk
b) Ukuran / tipe unit / kontainer/kemasan
c) Tingkat kualitas
d) Umur bahan makanan
e) Warna bahan makanan
f) Identifikasi pabrik
g) Masa pakai bahan makanan / masa kadaluarsa
h) Data isi produk bila dalam suatu kemasan
i) Satuan bahan makanan yang dimaksud
j) Keterangan khusus lain bila diperlukan
Contoh: Spesifikasi Ikan tongkol adalah tanpa tulang atau
fillet, berat ½ kg / potong, daging tidak berlendir, kenyal,
bau segar tidak amis, dan tidak beku.

3) Spesifikasi Pabrik
Diaplikasikan pada kualitas barang yang telah dikeluarkan
oleh suatu pabrik dan telah diketahui oleh pembeli. Misalnya
spesifikasi untuk makanan kaleng.

b. Survei Pasar
Survey pasar adalah kegiatan untuk mencari informasi
mengenai harga bahan makanan yang ada dipasaran, sesuai
dengan spesifikasi yang dibutuhkan sebagai dasar
perencanaan anggaran bahan makanan. Dari survei tersebut
akan diperoleh perkiraan harga bahan makanan yang meliputi
harga terendah, harga tertinggi, harga tertimbang dan harga
perkiraan maksimal.

7. Pemesanan dan Pembelian Bahan Makanan


a. Pemesanan Bahan Makanan Pengertian:
Pemesanan bahan makanan adalah penyusunan permintaan
(order) bahan makanan berdasarkan pedoman menu dan rata-
rata jumlah konsumen/pasien yang dilayani, sesuai periode
pemesanan yang ditetapkan.

Tujuan:

Tersedianya daftar pesanan bahan makanan sesuai menu,


waktu pemesanan, standar porsi bahan makanan dan
spesifikasi yang ditetapkan.
Prasyarat:

1) Adanya kebijakan rumah sakit tentang prosedur pengadaan


bahan makanan
2) Tersedianya dana untuk bahan makanan
3) Adanya spesifikasi bahan makanan
4) Adanya menu dan jumlah bahan makanan yang dibutuhkan
selama periode tertentu (1 bulan, 3 bulan, 6 bulan atau 1
tahun)
5) Adanya pesanan bahan makanan untuk 1 periode menu
Langkah Pemesanan Bahan Makanan:
1) Menentukan frekuensi pemesanan bahan makanan segar
dan kering
2) Rekapitulasi kebutuhan bahan makanan dengan cara
mengalikan standar porsi dengan jumlah konsumen/pasien
kali kurun waktu pemesanan.
b. Pembelian Bahan Makanan
Pengertian:
Pembelian bahan makanan merupakan serangkaian kegiatan
penyediaan macam, jumlah, spesifikasi bahan makanan untuk
memenuhi kebutuhan konsumen/pasien sesuai ketentuan/
kebijakan yang berlaku. Pembelian bahan makanan
merupakan prosedur penting untuk memperoleh bahan
makanan, biasanya terkait dengan produk yang benar, jumlah
yang tepat, waktu yang tepat dan harga yang benar.
Sistem pembelian yang sering dilakukan antara lain:

1) Pembelian langsung ke pasar (The Open Market of Buying)


2) Pembelian dengan musyawarah (The Negotiated of Buying)
3) Pembelian yang akan datang (Future Contract)
4) Pembelian tanpa tanda tangan (Unsigned Contract/Auction)
a) Firm At the Opening of Price (FAOP), dimana pembeli
memesan bahan makanan pada saat dibutuhkan, harga
disesuaikan pada saat transaksi berlangsung.
b) Subject Approval of Price (SAOP), dimana pembeli
memesan bahan makanan pada saat dibutuhkan, harga
sesuai dengan yang ditetapkan terdahulu
5) Pembelian melalui pelelangan (The Formal Competitive)

8. Penerimaan Bahan Makanan


Pengertian:
Suatu kegiatan yang meliputi memeriksa, meneliti, mencatat,
memutuskan dan melaporkan tentang macam dan jumlah bahan
makanan sesuai dengan pesanan dan spesifikasi yang telah
ditetapkan, serta waktu penerimaannya.
Tujuan:

Diterimanya bahan makanan sesuai dengan daftar pesanan,


waktu pesan dan spesifikasi yang ditetapkan.

Prasyarat:

a. Tersedianya daftar pesanan bahan makanan berupa macam


dan jumlah bahan makanan yang akan diterima pada waktu
tertentu.
b. Tersedianya spesifikasi bahan makanan yang telah
ditetapkan. Langkah Penerimaan Bahan Makanan:
a. Bahan makanan diperiksa, sesuai dengan pesanan dan
ketentuan spesifikasi bahan makanan yang dipesan.
b. Bahan makanan di kirim ke gudang penyimpanan sesuai
dengan jenis barang atau dapat langsung ke tempat
pengolahan makanan.
9. Penyimpanan dan Penyaluran
Bahan Makanan
a. Penyimpanan Bahan Makanan Pengertian:
Penyimpanan bahan makanan adalah suatu tata cara menata,
menyimpan, memelihara jumlah, kualitas, dan keamanan
bahan makanan kering dan segar di gudang bahan makanan
kering dan dingin/beku.

Tujuan :

Tersedianya bahan makanan yang siap digunakan dalam


jumlah dan kualitas yang tepat sesuai dengan kebutuhan.

Prasyarat:

1) Adanya ruang penyimpanan bahan makanan kering dan


bahan makanan segar.
2) Tersedianya fasilitas ruang penyimpanan bahan makanan
sesuai peraturan.
3) Tersedianya kartu stok bahan makanan/buku catatan
keluar masuknya bahan makanan.
Langkah Penyimpanan Bahan Makanan:

1) Setelah bahan makanan yang memenuhi syarat diterima,


segera dibawa ke ruang penyimpanan, gudang atau ruang
pendingin.
2) Apabila bahan makanan langsung akan digunakan, setelah
ditimbang dan diperiksa oleh bagian penyimpanan bahan
makanan setempat dibawa ke ruang persiapan bahan
makanan.
b. Penyaluran Bahan Makanan Pengertian:
Penyaluran bahan makanan adalah tata cara mendistribusikan
bahan makanan berdasarkan permintaan dari unit kerja
pengolahan makanan.
Tujuan:

Tersedianya bahan makanan siap pakai dengan jumlah dan


kualitas yang tepat sesuai dengan pesanan dan waktu yang
diperlukan.
Prasyarat:

1) Adanya bon permintaan bahan makanan (Contoh bon


permintaan bahan makanan pasien dan pegawai
sebagaimana tercantum dalam Form XIV dan Form XV).
2) Tersedianya kartu stok / buku catatan keluar masuknya
bahan makanan.
10. Persiapan Bahan Makanan
Pengertian:
Persiapan bahan makanan adalah serangkaian kegiatan dalam
mempersiapkan bahan makanan yang siap diolah (mencuci,
memotong, menyiangi, meracik, dan sebagainya) sesuai dengan
menu, standar resep, standar porsi, standar bumbu dan jumlah
pasien yang dilayani.

Prasyarat:

a. Tersedianya bahan makanan yang akan dipersiapkan


b. Tersedianya tempat dan peralatan persiapan
c. Tersedianya prosedur tetap persiapan
d. Tersedianya standar porsi, standar resep, standar bumbu,
jadwal persiapan dan jadwal pemasakan (contoh formulir
standar bumbu sebagaimana tercantum dalam Form XVI).
11. Pemasakan bahan Makanan
Pengertian:
Pemasakan bahan makanan merupakan suatu kegiatan
mengubah (memasak) bahan makanan mentah menjadi
makanan yang siap dimakan, berkualitas, dan aman untuk di
konsumsi.
Tujuan:

a. Mengurangi resiko kehilangan zat-zat gizi bahan makanan


b. Meningkatkan nilai cerna
c. Meningkatkan dan mempertahankan warna, rasa,
keempukan dan penampilan makanan
d. Bebas dari organisme dan zat yang berbahaya untuk tubuh.
Prasyarat:
a. Tersedianya menu, pedoman menu, dan siklus menu
b. Tersedianya bahan makanan yang akan dimasak
c. Tersedianya peralatan pemasakan bahan makanan
d. Tersedianya aturan dalam menilai hasil pemasakan
e. Tersedianya prosedur tetap pemasakan
f. Tersedianya peraturan penggunaan Bahan Tambahan Pangan
(BTP)
Macam Proses Pemasakan:
a. Pemasakan dengan medium udara, seperti:

1) Memanggang/mengoven yaitu memasak bahan makanan


dalam oven sehingga masakan menjadi kering atau
kecoklatan.
2) Membakar yaitu memasak bahan makanan langsung diatas
bara api sampai kecoklatan dan mendapat lapisan yang
kuning.
b. Pemasakan dengan menggunakan medium air, seperti:
1) Merebus yaitu memasak dengan banyak air. Pada
dasarnya ada 3 cara dalam merebus, yaitu:
a) Api besar untuk mendidihkan cairan dengan cepat dan
untuk merebus sayuran.
b) Api sedang untuk memasak santan dan berbagai
masakan sayur.
c) Api kecil untuk membuat kaldu juga dipakai untuk
masakan yang memerlukan waktu lama.
2) Menyetup yaitu memasak dengan sedikit air.
a) Mengetim: memasak dalam tempat yang dipanaskan
dengan air mendidih.
b) Mengukus: memasak dengan uap air mendidih. Air
pengukus tidak boleh mengenai bahan yang dikukus.
c) Menggunakan tekanan uap yang disebut steam cooking.
Panasnya lebih tinggi daripada merebus.

c. Pemasakan dengan menggunakan lemak


Menggoreng adalah memasukkan bahan makanan dalam
minyak banyak atau dalam mentega/margarine sehingga
bahan menjadi kering dan berwarna kuning kecoklatan.

d. Pemasakan langsung melalui dinding panci.


1) Dinding alat langsung dipanaskan seperti membuat kue
wafel.
2) Menyangrai : menumis tanpa minyak, biasa dilakukan
untuk kacang, kedelai, dan sebagainya.
e. Pemasakan dengan kombinasi seperti:
Menumis : memasak dengan sedikit minyak atau margarine
untuk membuat layu atau setengah masak dan ditambah air
sedikit dan ditutup.

f. Pemasakan dengan elektromagnetik:


Memasak dengan menggunakan energi dari gelombang
elektromagnetik misalnya memasak dengan menggunakan
oven microwave.
12. Distribusi Makanan Pengertian:
Distribusi makanan adalah serangkaian proses kegiatan
penyampaian makanan sesuai dengan jenis makanan dan
jumlah porsi pasien yang dilayani.

Tujuan:
Konsumen/pasien mendapat makanan sesuai diet dan
ketentuan yang berlaku Prasyarat:
a. Tersedianya peraturan pemberian makanan rumah sakit.
b. Tersedianya standar porsi yang ditetapkan rumah sakit.
c. Adanya peraturan pengambilan makanan.
d. Adanya daftar permintaan makanan pasien (contoh daftar
permintaan makanan pasien ruang rawat inap sebagaimana
tercantum dalam Form XVII).
e. Tersedianya peralatan untuk distribusi makanan dan
peralatan makan.
f. Adanya jadwal pendistribusian makanan yang ditetapkan.
Macam Distribusi Makanan:
Sistem distribusi yang digunakan sangat mempengaruhi
makanan yang disajikan, tergantung pada jenis dan jumlah
tenaga, peralatan dan perlengkapan yang ada.

Terdapat 3 (tiga) sistem distribusi makanan di rumah sakit, yaitu


sistem yang dipusatkan (sentralisasi), sistem yang tidak
dipusatkan (desentralisasi), dan kombinasi antara sentralisasi
dengan desentralisasi.
a. Distribusi makanan yang dipusatkan.
Umumnya disebut dengan cara distribusi “sentralisasi”, yaitu makanan
dibagi dan disajikan dalam alat makan di ruang produksi
makanan.
b. Distribusi makanan yang tidak dipusatkan.
Cara ini umumnya disebut dengan sistem distribusi
“desentralisasi”. Makanan pasien dibawa ke ruang perawatan
pasien dalam jumlah banyak/besar, kemudian dipersiapkan
ulang, dan disajikan dalam alat makan pasien sesuai dengan
dietnya.

c. Distribusi makanan kombinasi.


Distribusi makanan kombinasi dilakukan dengan cara
sebagian makanan ditempatkan langsung ke dalam alat
makanan pasien sejak dari tempat produksi, dan sebagian
lagi dimasukkan ke dalam wadah besar yang distribusinya
dilaksanakan setelah sampai di ruang perawatan.

Masing-masing cara distribusi tersebut mempunyai


keuntungan dan kelemahan sebagai berikut:

Keuntungan Cara Sentralisasi


1) Tenaga lebih hemat, sehingga lebih menghemat biaya.
2) Pengawasan dapat dilakukan dengan mudah dan teliti.
3) Makanan dapat disampaikan langsung ke pasien dengan
sedikit kemungkinan kesalahan pemberian makanan.
4) Ruangan pasien terhindar dari bau masakan dan
kebisingan pada waktu pembagian makanan.
5) Pekerjaan dapat dilakukan lebih cepat.
Kelemahan Cara Sentralisasi

1) Memerlukan tempat, peralatan dan perlengkapan


makanan yang lebih banyak (tempat harus luas, kereta
pemanas mempunyai rak).
2) Adanya tambahan biaya untuk peralatan, perlengkapan
serta pemeliharaan.
3) Makanan sampai ke pasien sudah agak dingin.
4) Makanan mungkin sudah tercampur serta kurang
menarik, akibat perjalanan dari ruang produksi ke pantry
di ruang perawatan.
Keuntungan Cara Desentralisasi

1) Tidak memerlukan tempat yang luas, peralatan makan


yang ada di dapur ruangan tidak banyak.
2) Makanan dapat dihangatkan kembali sebelum
dihidangkan ke pasien.
3) Makanan dapat disajikan lebih rapi dan baik serta dengan
porsi yang sesuai kebutuhan pasien.
Kelemahan Cara Desentralisasi
1) Memerlukan tenaga lebih banyak di ruangan dan
pengawasan secara menyeluruh agak sulit.
2) Makanan dapat rusak bila petugas lupa untuk
menghangatkan kembali.
3) Besar porsi sukar diawasi, khususnya bagi pasien yang
menjalankan diet.
4) Ruangan pasien dapat terganggu oleh kebisingan pada
saat pembagian makanan serta bau masakan.
BAB III
PELAYANAN GIZI KLINIK

1. PELAYANAN GIZI KLINIK RUMAH SAKIT

Pelayanan gizi klinik Rumah Sakit merupakan bagian dari pelayanan medik
di Rumah Sakit untuk memenuhi kebutuhan gizi pasien baik rawat inap
maupun rawat jalan. Pelayanan ini dilakukan oleh DSpGK dan didukung
oleh dietisien, perawat, farmasi klinik, dan bidang lain yang terkait untuk
memberikan pelayanan terapi medik gizi klinik.

3.1 VISI dan MISI Formatted: Strikethrough

Visi
Menuju pelayanan gizi klinik yang prima dengan terapi medik gizi klinik yang
terus berkembang sejalan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi
ilmu gizi klinik, sehingga siap menghadapi tantangan globalisasi bidang
kesehatan.
Misi
Menyelenggarakan pelayanan gizi klinik yang berkualitas dan sesuai standar
kompetensi dan Standar Pelayanan Gizi Klinik melalui:
 Peningkatan pengetahuan dan ketrampilan bagi tenaga kesehatan yang
terlibat dalam pelayanan gizi klinik
 Peningkatan tata kerja melalui penyusunan standar prosedur
pelayanan gizi klinik
• Pelaksanaan evaluasi berkala sesuai indikator kinerja pelayanan gizi
klnik dan standar akreditasi
• Pelaksanaan pendidikan/pelatihan dan penelitian gizi, khususnya
dalam bidang gizi klinik

3.2 TUJUAN
Tujuan Umum
Mencapai pelayanan kesehatan paripurna di RS melalui pelayanan gizi klinik
dengan terapi medik gizi klinik yang optimal kepada pasien, dalam
menunjang upaya promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif untuk
peningkatan kualitas hidup pasien.
Tujuan Khusus
1. Tercapainya pelayanan gizi yang optimal sebagai bagian terapi dalam
pelayanan paripurna kepada pasien sehingga dapat menurunkan
morbiditas, mortalitas dan memperpendek masa rawat.
2. Tercapainya efisiensi dan keefektifan dalam Terapi medik gizi klinik, baik
dari segi klinis, fungsional, kepuasan pasien dan biaya.
 Segi klinis: pengukuran anatomis dan faal seperti berat badan,
imbang nitrogen, serum albumin dan kadar kolesterol, termasuk juga
akibat perawatan berupa insiden infeksi, re-hospitalisasi dan
pemakaian obat.
 Segi fungsional: pengukuran kemampuan fisis, fungsi psikososial,
dan berkurangnya keluhan nyeri atau ketidak-nyamanan.
 Segi kepuasan pasien: mengukur pelayanan kesehatan untuk
memenuhi harapan pasien dan dampak pada kualitas hidup.
 Segi biaya: penurunan beban biaya untuk pasien atau penanggung
biaya (menurunnya lama rawat dan frekuensi kunjungan dokter).

3.3 PENGORGANISASIAN
Untuk mencapai tujuan dan sasaran yang optimal dari program pelayanan
gizi klinik di RS perlu adanya pengorganisasian baik struktur, maupun
sistem pelayanannya serta pembagian tugas dan wewenang tenaga pelaksana
yang jelas dan terinci baik secara administratif maupun secara teknis.
Pelayanan gizi rumah sakit terdiri dari dua aktivitas yaitu pelayanan gizi
klinik dan pelayanan dietetik termasuk penyediaan makanan pasien. Kedua
pelayanan ini dilaksanakan oleh dua unit pelaksana yang berbeda. Agar
kedua kegiatan dapat berjalan baik perlu hubungan yang terkoordinir.
Struktur organisasi pelayanan gizi RS dapat dilihat pada Gambar 3.1.
DIREKTUR
UTAMA

DIREKTUR DIREKTUR DIREKTUR


………. UMUM……….. MEDIK

KA. INSTALASI GIZI/UNIT KA. DEP/INSTALASI/


PENGOLAHAN MAKANAN BAGIAN GIZI KLINIK

PENGOLAHAN
PELAYANAN PELAYANAN
MAKANAN PENDIDIKAN* PENELITIAN *
DIETETIK GIZI KLINIK
PASIEN

PELAYANAN
PELAYANAN
RAWAT INAP
RAWAT JALAN
(TIM TERAPI GIZI)

Gambar 3.1. Struktur Pelayanan Gizi Rumah Sakit


Keterangan: * disesuaikan dengan kondisi RS.

3.4 STANDAR KETENAGAAN PELAYANAN GIZI KLINIK

Pelayanan gizi klinik dilakukan oleh tim yang terdiri dari DSpGK, dan atau
DSpGK Konsultan, dan atau dokter peserta program pendidikan DSpGK (di
RS Pendidikan), dibantu oleh perawat dan dietisien/ nutrisionis. Jumlah
tenaga dokter yang memberi pelayanan gizi klinik disesuaikan dengan tipe
dan jenis pelayanan RS. Perhimpunan Dokter Spesialis Gizi Klinik Indonesia
(PDGKI) terus melakukan peningkatan jumlah dan penyebaran tenaga
DSpGK pada RS daerah. Kebutuhan tenaga diperhitungkan berdasarkan
jumlah pasien yang akan dilayani per hari. Bila RS mempunyai jumlah
tempat tidur 100 dan bed operation rate (BOR) 60% atau rata-rata 60 pasien
per hari serta kasus malnutrisi dan penyakit lain yang membutuhkan terapi
gizi klinik diperkirakan sekitar 50%, maka 30 pasien perlu pelayanan TTG
setiap hari. Perkiraan waktu yang diperlukan untuk pemeriksaan status gizi
setiap pasien sekitar 10 menit dan kebutuhan pelayanan bagi pasien rawat
inap sekitar 5 jam (300 menit) per hari, maka untuk RS dengan jumlah
tempat tidur 100 diperlukan minimal satu DSpGK yang dapat bekerja purna
waktu. Jumlah tenaga Dokter SpGK dapat dilihat pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1 Jumlah tenaga minimal sesuai tipe dan jenis pelayanan Rumah
Sakit

No Tipe Jenis RS Jenis tenaga Jumla Keteranga


RS pelaya Pendidikan / h n
nan RS non tenaga
pendidikan (minim
al)
1 A Tertier RS DSpGK 5 500
Pendidikan PPDS-1 Gizi 10 tempat
Klinik tidur (tt)
2 A Tertier RS Non DSpGK 5 500 tt
Pendidikan
3 B Sekund RS DSpGK 2 200 tt
er Pendidikan PPDS-1 Gizi 4
Klinik
4 B Sekund RS Non DSpGK 1 200 tt
er Pendidikan
5 C Sekund RS Non DSpGK 1 200 tt
er Pendidikan Formatted: Underline

Di Rumah Sakit yang tidak memiliki DSpGK, maka pelimpahan wewenang


pelayanan terapi medik gizi klinik dari DSpGK, dapat diberikan kepada
DPJP atau dokter umum yang telah mendapat pelatihan gizi klinik dari
PDGKI sampai dapat dipenuhi adanya DSpGK.

3.5 RUANG LINGKUP PELAYANAN GIZI KLINIK DI RUMAH SAKIT


Pelayanan gizi klinik di RS meliputi seluruh upaya kesehatan untuk
mempertahankan dan atau meningkatkan status gizi serta mendukung
pengobatan penyakit terkait gizi untuk mempercepat proses penyembuhan
penyakit. Dalam pelayanan gizi klinik rumah sakit dilakukan upaya
promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif.
 Upaya promotif
Melakukan penyuluhan, informasi dan edukasi tentang pola makan dan
makanan yang sehat dan sesuai kebutuhan mencegah terjadi gangguan
gizi dan penyakit akibat gangguan gizi
 Upaya preventif
Memberikan edukasi dan penanganan yang tepat pada keadaan sakit
untuk mencegah dan atau meminimalkan ganggguan gizi dan
penyakitnya lebih lanjut.
 Upaya kuratif
Penatalaksanaan gizi melalui integrasi terapi medik, dan upaya rehabilitatif
untuk mengatasi penyakit/kondisi sakit, atau mempertahankan status gizi
 Upaya Rehabilitatif
Penatalaksanaan gizi melalui integrasi terapi medik, dan upaya rehabilitatif
lainnya untuk mengatasi penyakit/kondisi sakit, mengembalikan dan atau
mempertahankan status gizi dan penyakitnya.
Kegiatan pelayanan gizi klinik RS meliputi pelayanan rawat jalan
maupun rawat inap. Kegiatan pelayanan rawat inap diawali dengan skrining,
pemeriksaan klinis, antropometri, laboratorium, pemeriksaan pendukung gizi
klinik (tes alergi makanan atau formula, komposisi tubuh, densitas mineral
tulang dan tes pendukung lain sesuai kondisi RS), diagnosis, terapi,
pemantauan, dan konsultasi.
3.6 Prosedur Pelayanan
3.6.1 Tingkat Pelayanan Primer/Pelayanan Gizi Klinik Dasar
Pelayanan gizi strata 0 diselenggarakan di rumah sakit kelas D dan
Puskesmas dengan perawatan berupa kegiatan pelayanan gizi klinik dasar.
Rumah sakit kelas ini tidak menyelenggarakan pendidikan. Kegiatan
pelayanan gizi klinik pada tingkat ini meliputi: Comment [A26]: Duplikasi dengan
tupoksi dietisien?
a. Melakukan anamnesis
b. Menjelaskan proses pemeriksaan yang akan dijalankan oleh pasien
c. Melakukan pemeriksaan fisik
d. Melakukan pemeriksaan antropometri
e. Mengukur dan menentukan status gizi
f. Melakukan penatalaksanaan gizi awal pada kasus malnutrisi berat
tanpa komplikasi
g. Memberikan penyuluhan gizi
h. Melakukan identifikasi gangguan gizi
i. Menyelenggarakan pengkajian dietetik dan pola makan berdasarkan
anamnesis diet dan pola makan
j. Menentukan kebutuhan gizi, preskripsi diet awal, dan jalur
pemberian nutrisi sesuai dengan kondisi klinis pasien
k. Melakukan evaluasi terhadap preskripsi diet yang diberikan sesuai
perubahan klinis dan status gizi
l. Merujuk pasien malnutrisi dengan komplikasi ke dokter spesialis gizi
klinik untuk pemeriksaan, diagnosis, dan terapi gizi lebih lanjut.

Tenaga yang dibutuhkan untuk melakukan pelayanan gizi klinik dasar


adalah dokter umum, dietisien (D3/D4) dan perawat yang melakukan
kegiatan di atas sesuai dengan kompetensinya.
Peralatan minimal pada pelayanan gizi klinik dasar terdiri atas:
1. Tempat tidur periksa
2. Stetoskop
3. Tensimeter
4. Timbangan berat badan
5. Pengukur tinggi badan dan panjang badan
6. Pengukur lingkar lengan atas dan lingkar perut
7. Peraga makanan (food models)

3.6.2 Pelayanan Sekunder/Pelayanan Gizi Klinik Spesialistik


Pelayanan gizi strata 1 diselenggarakan di rumah sakit tipe C dan B.
Kegiatan pelayanan gizi klinik meliputi:
a. Melakukan pemeriksaan gizi klinik spesialistik
b. Menentukan diagnosis dan terapi medik gizi klinik
c. Layanan konsultasi/ edukasi gizi medik
d. Melaksanakan program pendidikan dan penelitian
e. Merujuk pasien ke dokter spesialis gizi klinik konsultan untuk terapi
medik gizi klinik lebih lanjut.
Tenaga yang dibutuhkan untuk melaksanakan kegiatan gizi klinik sekunder
adalah DSpGK dengan didampingi dietisien (D3/ D4/ S1) atau setara, dan
perawat. Peralatan minimal pada pelayanan gizi klinik sekunder terdiri atas:
1. Peralatan pelayanan gizi klinik primer
2. Timbangan duduk
3. Skin fold caliper
4. Body Impedance Analiser (BIA)
5. Handgrip dynamometer
6. Alat tes alergi makanan: Skin-PrickTest (SPT), Radioallergosorbent Test
(RAST), Atopy Patch Test.
7. Perangkat lunak (software gizi)

3.6.3 Pelayanan Tersier/Pelayanan Gizi Klinik Spesialistik dan


Subspesialistik
Pelayanan gizi strata II diselenggarakan di rumah sakit tipe A. Kegiatan
pelayanan gizi klinik meliputi:
a. Melakukan pemeriksaan dan tindakan gizi klinik primer dan sekunder
b. Melakukan pemeriksaan status gizi subspesialistik
c. Menyelenggarakan program pendidikan, penelitian, dan
pengembangan
Tenaga yang dibutuhkan adalah DSpGK dan DSpGK konsultan dengan
didampingi dietisien (S1/RD), dan perawat. Peralatan minimal pada
pelayanan gizi klinik tersier terdiri atas:
1. Peralatan pelayanan gizi klinik primer dan sekunder
2. Bed scale (timbangan tidur)
3. Skinfold caliper
4. Bioelectric Impedance Analyser (BIA)
5. Dual Energy X-Ray Absorptiometry
6. Kalorimetri indirek
7. Bone Mineral Density Analyser (BMD)
8. in Vitro Neutron Activation Analysis(IVNAA)

3.6.4 Pelayanan Rawat Jalan


Pelayanan GK rawat jalan merupakan pelayanan konsultatif, baik atas
permintaan pasien maupun dikonsulkan dari dokter atau dokter spesialis
lain dari dalam atau luar RS, atau pelayanan berdasarkan hasil skrining
pasien poli RS. Pelayanan rawat jalan dapat dilaksanakan sesuai kondisi tiap
RS, baik dalam bentuk mandiri oleh DSpGK atau pelayanan Tim Terapi Gizi
oleh Departemen/Unit-GK dalam klinik multidisiplin rawat jalan. Terapi
medik gizi klinik dilakukan berdasarkan hasil skrining terutama ditujukan
kepada pasien yang mempunyai risiko menjadi atau sudah dalam keadaan
malnutrisi. Pelayanan GK rawat jalan merupakan serangkaian kegiatan yang
meliputi penentuan diagnosis medik gizi klinik, kebutuhan energi dan zat
gizi, macam/jenis diet, cara pemberian makanan, konsultasi gizi, dan
pemberian suplementasi (penambahan) nutrien spesifik atau medikamentosa
jika diperlukan.
Alur pelayanan gizi klinik rawat jalan dimulai dengan pencatatan
identitas pasien pada catatan medik pasien dan selanjutnya dilakukan
pengumpulan data mengenai riwayat asupan makanan, pemeriksaan
antropometri, dan pemeriksaan lanjutan meliputi anamnesis riwayat
penyakit terkait dengan masalah gizi, riwayat asupan makanan untuk
melengkapi data yang telah diperoleh, pemeriksaan fisik diagnostik,
pemeriksaan penunjang lainnya, penilaian status gizi dan masalah gizi,
diagnosis medik gizi klinik, serta penentuan terapi atau tindakan yang
dibutuhkan pasien. Pelayanan rawat jalan dilakukan oleh DSpGK dan
dietisien di dalam poli gizi.

3.6.5 Pelayanan Rawat Inap

Pelayanan gizi rawat inap merupakan pelayanan gizi yang dimulai dari
proses pengkajian gizi, diagnosis gizi, intervensi gizi meliputi perencanaan,
penyediaan makanan, penyuluhan/edukasi, dan konseling gizi, serta
monitoring dan evaluasi gizi.
A. Tujuan
Memberikan pelayanan gizi kepada pasien rawat inap agar memperoleh
asupan makanan yang sesuai kondisi kesehatannya dalam upaya
mempercepat proses penyembuhan, mempertahankan, dan meningkatkan
status gizi.
B. Sasaran
1. Pasien
2. Keluarga
C. Mekanisme Kegiatan
1. Skrining Gizi
2. Assessment
3. Terapi

Tahapan proses pelayanan gizi klinik terdiri atas skrining/penapisan,


asesmen awal, dan proses terapi medik gizi klinik. Rangkaian kegiatan
tersebut bertujuan untuk memberi dampak terapi yang optimal bagi pasien
dan mempunyai keefektifan biaya (Gambar 3.2). Pasien dengan hasil skrining
tidak berisiko akan ditangani oleh DPJP tanpa melalui proses terapi medik
gizi klinik. Sedangkan DSpGK akan menangani pasien yang dikonsulkan
langsung oleh DPJP, pasien dengan hasil skrining berisiko tinggi, pasien
penyakit kritis, dan berkebutuhan khusus bersama TTG. Penyelenggaraan
TTG diatur dalam bab 5

Pasien
Rujukan puskesmas/umum

Rawat Jalan Rawat Inap


Poli Umum/Spesialis lain
.(skrining/konsul)

DPJP
Poli Gizi (DSpGK &Dietisien) Diet Awal

Penyakit kritis dan


kebutuhan khusus Skrining Gizi
Ruang Rawat Inap
Proses Terapi Medik
Gizi Klinik berisiko Tidak berisiko
Tim Terapi Gizi Terapi & Diet DPJP
berisiko
Pengkajian Gizi Medik Berisiko tinggi
Berisiko
dan malnutrisi
ringan/sedang Proses Asuhan Gizi
Tersetandar
Formulasi Terapi medik
gizi klinik Asesmen ulang
dalam 2 hari
Bila dalam 2 hari masalah gizi belum
teratasi, dikonsulkan ke DSpGK
Implementasi Terapi medik
gizi klinik Tidak berisiko

Pemantauan Status Gizi dan Diet DPJP teruskan


Evaluasi Terapi medik gizi
klinik
Tujuan belum tercapai

Perbaharui rencana terapi Tujuan Terapi Gizi tercapai

Pulang dengan atau


Hentikan pemantauan TTG tanpa konsultasi gizi

Gambar 3.2 Prosedur Pelayanan Gizi Klinik di RS


C.1 Skrining/ Penapisan Gizi

Skrining sebaiknya bersifat sederhana, cepat, dan mampu mendeteksi


secara dini pasien berisiko malnutrisi. Data skrining umumnya meliputi usia,
jenis kelamin, diagnosis medis, berat badan, tinggi badan, perubahan berat
badan dan diet yang sedang dijalankan. Beberapa contoh metoda skrining
adalah Malnutrition Screening Tool (MST) atau Short Nutritional Assessment
Questionnair (SNAQ) atau format lain yang valid. Hasil skrining kemudian
dinilai berdasarkan skor (Lampiran 1). Metoda skrining dan kategori risiko
malnutrisi di RS ditetapkan oleh tim sesuai kondisi rumah sakit.
Pengembangan dan modifikasi skrining gizi yang disesuaikan dengan kondisi
rumah sakit harus dilakukan oleh DSpGK agar pasien berisiko malnutrisi
dapat dideteksi secara dini.
Pelaksanaan skrining dapat dilakukan oleh perawat atau anggota tim
yang berwenang sesuai kompetensinya yang disesuaikan dengan kondisi
rumah sakit. Kriteria pasien termasuk kategori berisiko malnutrisi adalah
sebagai berikut:
a. Penurunan/peningkatan berat badan yang tidak direncanakan ( minimal
1-2% dalam 1 minggi, atau 5% dalam 1 bulan, atau 7.5% dalam 3 bulan;
JPEN 2012).
b. Asupan makanan kurang (<75% kebutuhan energi total, minimal selama 5
hari) atau tidak ada sama sekali (JPEN 2012)
c. Adanya pasien dengan kondisi kebutuhan gizi khusus
d. Perubahan diet dari makanan normal/biasa (total parenteral, enteral,
pembedahan, trauma dan sebagainya).

C.2 Assesmen awal


Pasien yang berisiko mengalami malnutrisi kemudian dilaporkan
kepada anggota tim yang memiliki kompetensi melakukan asesmen awal
untuk menentukan apakah pasien yang teridentifikasi tersebut berisiko
malnutrisi sesuai derajatnya yaitu ringan, sedang atau berat (tinggi), adanya
malnutrisi dan atau nutrition related desease. Alat skrining/asesmen untuk
verifikasi/asesmen awal, dapat menggunakan Subjective Global Assessment
(SGA), Malnutrition Universal Screening Tool (MUST), dan Nutritional Risk
Screening 2002 (NRS 2002) untuk pasien dewasa dan Mini Nutritional
Assessment (MNA) untuk lansia. (Lampiran 2).
Kriteria pasien termasuk kategori berisiko tinggi mengalami gangguan gizi
dan membutuhkan kajian gizi yang lebih mendalam serta ditangani melalui
TTG (White JPEN 2012,Prison 2017), adalah :
a. Perubahan asupan makanan kurang dari 75% kebutuhan energi minimal
dalam 5 hari.
b. Perubahan berat badan minimal 1-2% dalam 1 minggi, atau 5% dalam 1
bulan, atau 7.5% dalam 3 bulan.
c. IMT < 18,5 kg/ m2 atau >27 kg/m2
d. Kadar albumin < 3g/dL
e. Kemampuan mencerna dan menyerap zat gizi berkurang/gagal dalam 2
minggu terakhir
f. Perubahan diet dari makanan normal/biasa (total parenteral, enteral, dan
ONS)
g. Penurunan massa lemak subkutan, massa otot, akumulasi cairan secara
lokal dan general, serta penurunan status fungsional
h. Adanya penyakit kronik dan penyakit kritis yang menyebabkan
peningkatan kebutuhan sesuai perubahan metabolik (pasien di Unit
Pelayanan Intensif atau ICU, luka bakar, radioterapi, trauma,
pembedahan terutama pasien bedah digestif, kanker dan penyakit
gangguan metabolisme nutrien dan fungsi organ)

3.7 Proses Terapi Medik Gizi Klinik

Proses terapi medik gizi klinik dilakukan pada pasien yang masuk dalam
kategori berisiko tinggi malnutrisi atau menderita penyakit terkait gizi.
Proses terapi medik gizi klinik merupakan proses sistematis dalam
pengambilan, verifikasi, dan interpretasi data untuk menetapkan masalah
gizi yang berkaitan dengan penyakitnya, status gizi, dan perubahan
metaboliknya. Kajian ini merupakan dasar formulasi terapi medik gizi klinik.
Proses terapi gizi klinik terdiri atas pengkajian klinis dan gizi, formulasi
terapi, pelaksanaan terapi, pemantauan dan evaluasi terapi, dan penyusunan
rencana ulang terapi atau penghentian terapi.

a. Pengkajian klinis dan gizi


Pengkajian klinis dan gizi terdiri dilakukan dengan melakukan:
 Anamnesis termasuk riwayat penyakit, riwayat alergi maknaan, analisis
asupan makanan, dan pemakaian obat-obatan
 Pemeriksaan fisik
 Pengukuran antropometri
 Pemeriksaan laboratorium dan penunjang lainnya.
 Menentukan diagnosis medik gizi klinik (diagnosis ICD 10 dapat dilihat
pada Lampiran 3)

b. Formulasi Rencana Terapi Medik Gizi Klinik

Formulasi rencana terapi medik gizi klini terdiri atas beberapa tahap, yaitu:

 Penetapan waktu dimulainya pemberian terapi medik gizi klinik.


 Penetapan kebutuhan energi.
Penetapan kebutuhan energi dihitung berdasarkan data berat badan,
umur, jenis kelamin, aktivitas fisik, specific dynamic action (SDA) dan
perubahan fisiologis dan metabolisme tubuh.
 Penetapan komposisi makronutrien, mikronutrien, dan cairan.
Penetapan komposisi makronutrien dan mikronutrien tergantung pada
diagnosis penyakit, perubahan metabolisme dan fungsi organ.
 Penetapan jalur pemberian nutrisi
Pemberian nutrisi dapat melalui jalur oral, enteral, dan parenteral
disesuaikan dengan kondisi klinis.
 Penetapan frekuensi pemberian makanan per hari.
Penetapan frekuensi pemberian makanan disesuaikan dengan kondisi
klinis dan laboratorium pasien.
 Penetapan bentuk dan kepekatan (viskositas) makanan
Penentuan bentuk makanan tergantung pada kondisi saluran cerna
dan cara pemberian.
Preskripsi yang telah ditentukan oleh DSpGK akan diterjemahkan ke dalam
menu makanan oleh dietisien.

c. Pelaksanaan Terapi Medik Gizi Klinik

Disesuaikan dengan formulasi rencana terapi medik gizi klinik dan


medikamentosa terkait terapi medik gizi klinik yang telah ditetapkan.

d. Pemantauan Dan Evaluasi Terapi Medik Gizi Klinik


Pemantauan meliputi:
 Penetapan dan pelaksanaan jadwal pemberian nutrisi yang telah
ditetapkan.
 Dampak pemberian makanan terhadap status gizi, toleransi saluran
cerna dan status hemodinamik serta kondisi metabolik pasien.
 Faktor-faktor yang mempengaruhi asupan gizi seperti: kondisi selera
makan, jumlah makanan yang tidak dimakan (sisa), makanan dari
luar rumah sakit yang dimakan, reaksi alergi terhadap makanan dan
lain-lain.

Evaluasi Terapi meliputi :


Penilaian data hasil pemantauan di atas dibandingkan dengan rencana terapi
serta pencapaian tujuan yang akan menjadi dasar tindak lanjut terapi medik
gzi kinik selanjutnya.

e. Penyusunan rencana ulang terapi atau penghentian terapi


Rencana ulang terapi dilakukan apabila hasil evaluasi menunjukkan belum
tercapai tujuan terapi sehingga membutuhkan asesmen ulang dan rencana
terapi kembali. Apabila hasil evaluasi telah menunjukan pencapaian tujuan
terapi, maka terapi nutrisi dapat dihentikan dan manajemen nutrisi pasien

Asesmen a) Semua data yang berkaitan dengan


Gizi pengambilan keputusan, antara lain riwayat gizi, riwayat personal,
hasil laboratorium, antropometri, hasil pemeriksaan fisik klinis, diet
order dan perkiraan kebutuhan zat gizi.
b) Yang dicatat hanya yang berhubungan dengan masalah gizi saja.

Diagnosis a) Pernyataan diagnosis gizi dengan format


Gizi PES
b) Pasien mungkin mempunyai banyak diagnosis gizi, lakukan
kajian yang mendalam sehingga diagnosis gizi benar benar
berkaitan dan dapat dilakukan intervensi gizi .

dapat dikembalikan kepada DPJP.

f. Konseling dan Edukasi


Diberikan kepada pasien atau keluarga agar keluarga dapat melanjutkan
pemberian makanan di rumah sesuai dengan kebutuhan pasien sehingga
dapat meningkatkan status gizi pada pasien dengan risiko malnutrisi atau
sudah malnutrisi serta untuk mempertahankan status gizi pada pasien-
pasien dengan status gizi baik.

Tabel 1. Tahapan kegiatan pelayanan gizi pasien rawat inap


Intervensi a) Rekomendasi diet atau rencana yang akan
Gizi dilakukan sehubungan dengan diagnosis gizi b) Rekomendasi
makanan/suplemen atau
perubahan diet yang diberikan c) Edukasi gizi
d) Konseling gizi
e) Koordinasi asuhan gizi

Monitoring a) Indikator yang akan dimonitor untuk


& Evaluasi menentukan keberhasilan intervensi
Gizi b) Umumnya berdasarkan gejala dan tanda dari diagnosis gizi antara
lain Berat badan, asupan ,hasil lab dan gejala klinis yang berkaitan
Bab IV
Standar Pelayanan Gizi

4.1 PELAYANAN GIZI RUMAH SAKIT

Pelayanan gizi rumah sakit yang dibutuhkan oleh sistem kesehatan saat ini
adalah pelayanan terpadu meliputi identifikasi masalah gizi pasien secara
dini serta menanggulanginya. Salah satu penyebab angka malnutrisi yang
tinggi di rumah sakit adalah tidak terdeteksinya risiko malnutrisi atau
malnutrisi yang tidak terdiagnosis saat pasien masuk rumah sakit. Hal ini
dapat ditanggulangi dengan melakukan skrining gizi yang tepat pada setiap
pasien yang masuk rumah sakit oleh perawat. Selanjutnya dilakukan
pengkajian status gizi awal (untuk pasien berisiko oleh dietisien dalam TTG),
diagnosis status gizi dan metabolisme, penentuan jumlah dan jenis nutrien
yang sesuai kebutuhan, pemantauan toleransi terhadap makanan dan
jumlah asupan makanan.
Penyelenggaraan pelayanan gizi tersebut dilaksanakan oleh Instalasi
Gizi/Unit Penyediaan Makanan (UPM) atau Hospital Food Service yang
mampu menyediakan makanan sesuai preskripsi diet DSpGK dan dapat
dikonsumsi pasien. Penyediaan nutrisi enteral/ perenteral dan obat terkait
terapi gizi berkoordinasi dengan Instalasi Farmasi Rumah Sakit.
Departemen/Unit/SMF Gizi Klinik dipimpin oleh Dokter SpGK, bertanggung
jawab penuh bagi pelayanan gizi klinik yang berkualitas, baik pasien rawat
inap maupun rawat jalan. Pelayanan gizi klinik diselenggarakan baik dalam
bentuk konsultatif atau bentuk pelayanan Tim Terapi Gizi (TTG), sedangkan
pelayanan penyelenggaraan makan meliputi pengadaan, produksi, distribusi
makanan pasien yang diselenggarakan oleh Instalasi Gizi/UPM.

4.2 ALUR PELAYANAN GIZI RUMAH SAKIT


Sesuai dengan telusur akreditasi rumah sakit tahun 2012 yang mengacu
pada akreditasi internasional JCI, ditetapkan semua masalah kesehatan
pasien merupakan orientasi utama, termasuk masalah malnutrisi. Cara
efektif identifikasi risiko malnutrisi adalah melalui proses skrining gizi dan
dilanjutkan asesmen gizi awal. Skrining gizi dilaksanakan oleh perawat dan
bila pasien terdeteksi berisiko malnutrisi dilakukan asesmen awal status gizi
oleh peserta program pendidikan dokter spesialis gizi klinik di RS Pendidikan,
atau oleh dietisien TTG. Apabila hasil asesmen awal mendeteksi bahwa
pasien mempunyai risiko tinggi malnutrisi dan atau pasien sudah malnutrisi
atau pasien dengan Nutrition Related Diseases maka diperlukan terapi medik
gizi klinik. Sedangkan pasien yang belum terdeteksi berisiko malnutrisi pada
skrining awal, perlu dilaksanakan skrining ulang setiap 3 hari perawatan.
Di bawah ini merupakan alur mekanisme pelayanan gizi RS sesuai standar
Komite Akreditasi Rumah Sakit ( Gambar 4.1).

Pasien

Rawat jalan Rawat inap

Poli Gizi Preskripsi Gizi awal oleh DPJP


Konsultasi – Konseling

Skrining Gizi
Berisiko Tidak berisiko

Penyakit kritis dan Tim Terapi Gizi Preskripsi gizi oleh DPJP
kebutuhan khusus Asesmen gizi awal

2 hari

Asesmen gizi ulang

Berisiko tinggi dan Berisiko


atau malnutrisi ringan/sedang

Proses Terapi medik gizi klinik Proses Asuhan Gizi Terstandar


Tidak

Kajian Gizi Medik Asesmen Gizi

terapi gizi Unit Penyediaan


makanan
Diagnosis Medik Gizi Klinik Diagnosis Gizi

Terapi medik gizi klinik IntervensiDietetik


Preskripsi oleh DSpGK Instalasi Preskripsi gizi oleh DPJP
Farmasi

Monitoring dan evaluasi Monitoring dan evaluasi

Gambar 4.1. Alur Pelayanan Gizi Rawat Jalan dan Rawat Inap

Masukan Dir PKR


Perlu dijelaskan dalam narasi alur pelayanan gizi klinik di RS, baik Rajal
maupun Ranap

4.3 STANDAR SISTEM PELAYANAN, FASILITAS, DAN PROSEDUR


PELAYANAN GIZI KLINIK DI BERBAGAI TINGKAT PELAYANAN
KESEHATAN

4.3.1 Sistem Pelayanan


Terapi medik gizi klinik pada pasien dilakukan secara individual, sesuai
dengan kebutuhan dan kondisi penyakitnya. Kegiatan pelayanan ini terdiri
dari pelayanan rawat jalan dan rawat inap. Pelayanan gizi klinik di RS tipe A,
B, dan C bagi pasien rawat jalan merupakan pelayanan poliklinik dokter
spesialis yang dilaksanakan oleh DSpGK. Sedangkan pelayanan bagi pasien
rawat inap merupakan pelayanan terpadu yang dilaksanakan oleh TTG.
Pelayanan gizi klinik di RS tipe D dan puskesmas dapat dilakukan oleh
dokter umum dan atau tim sesuai dengan kompetensinya.
Kunci keberhasilan pelayanan gizi klinik adalah deteksi dini masalah
gizi, pemberian terapi gizi klinik adekuat, melakukan pemantauan perubahan
status gizi dan status metabolisme pasien. Keberhasilan pelayanan dapat
tercapai jika terdapat kerja sama anggota tim gizi klinik yang selaras dan
harmonis. Uraian tugas setiap pelaksana telah diatur dalam bab 5 mengenai
TTG.

4.3.2. Fasilitas
Pelayanan gizi klinik merupakan pelayanan gizi yang terus berkembang
seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dalam
perkembangannya, pelayanan gizi klinik dibutuhkan ruang/gedung yang
memfasilitasi berbagai sarana penunjang mulai dari alat ukur antropometri
sederhana, molekuler, peralatan diagnostik dan terapi gizi yang modern.
Pengembangan untuk pemenuhan pelayanan gizi klinik molekuler meliputi
penelitian nutrisi enteral baik bentuk racikan rumah sakit, dan atau formula
nutrisi enteral komersial, serta nutrisi parenteral. Dalam melaksanakan
kegiatan mixing and compounding enteral atau parenteral nutrition ini perlu
dilakukan di ruangan yang higienis dan sanitasi lingkungan bebas
kuman/bakteri. Sarana disesuaikan dengan tingkat pelayanan dan kondisi
RS, namun secara umum sarana yang diperlukan untuk pelayanan gizi klinik
adalah sebagai berikut:
a. Ruangan dan gedung
 Lokasi
Ruang staf pelayanan gizi klinik disesuaikan dengan penataan ruang RS
untuk ruang staf medik fungsional dan mempertimbangkan aksesibilitas
pelayanan gizi klinik, serta tempat pengadaan, pengolahan dan
pendistribusian makanan. Pelayanan rawat jalan berada dalam lokasi
pelayanan rawat jalan rumah sakit.
 Kebutuhan kelengkapan ruangan
1. Ruang staf
Ruangan dengan beberapa meja dan kursi sesuai jumlah staf.
2. Ruang pertemuan sederhana
Ruang berukuran cukup untuk memungkinkan rapat seluruh tim atau
untuk keperluan pertemuan/diskusi antar profesi lain.
3. Ruang penyediaan makanan khusus enteral (sesuai klasifikasi Rumah
Sakit)
Ruangan berukuran cukup untuk perlengkapan alat-alat masak,
lemari es, tempat cuci makanan cuci perlengkapan masak, 2 set meja
tulis dan kursi untuk petugas yang mengawasi penyediaan.
4. Ruang penyediaan nutrisi perenteral (mixing and compounding) (sesuai
klasifikasi Rumah Sakit)
Ruangan bebas kuman, berukuran cukup untuk perlengkapan mixing,
1 set meja tulis dan kursi untuk petugas yang mengawasi penyediaan,
ruang ganti pakaian yang berada dekat dengan ruang mixing and
compounding.
5. Ruang rawat jalan :
- Ruang tunggu: bersih, aman serta nyaman, cukup luas untuk pasien
menggunakan kursi roda atau tempat tidur
- Ruang penerimaan pasien: berukuran cukup untuk memuat meja
tulis, kursi, dan lemari arsip berkas pasien.
- Ruang konsultasi: berukuran cukup untuk memuat meja tulis, kursi
dokter dan pasien.
- Ruang pemeriksaan: berukuran cukup luas untuk memungkinkan
pasien yang menggunakan kursi roda atau tempat tidur dan cukup
untuk alat-alat pemeriksaan yang memadai.

b. Peralatan
Peralatan disusun berdasarkan strata pelayanan dan klasifikasi rumah sakit
meliputi peralatan skrining status gizi, diagnostik, dan terapi medik gizi
klinik.

4.4 Evaluasi dan pengendalian mutu


Evaluasi dan pengendalian mutu pelayanan gizi klinik dilakukan dari aspek
kualitas pelayanan dan keilmuan. Pelaksanaan evaluasi dan pengendalian
mutu dilakukan dalam bentuk :
 Pencatatan dan pelaporan
Jumlah pelayanan gizi klinik di ruang rawat inap dan rawat jalan,
penggunaan alat-alat diagnostik, dan terapi medik gizi klinik.
 Rapat anggota TTG.
 Rapat pelayanan gizi klinik dengan pelayanan dietetik/pelayanan
makanan pasien dan instalasi gizi.
 Pembahasan kasus sulit antara TTG dengan DPJP, dan unit yang terkait
TTG.
 Pertemuan ilmiah diselenggarakan oleh anggota tim pelayanan gizi klinik.

4.5 Sistem Rujukan


Konsep rujukan adalah suatu upaya pelimpahan tanggung jawab dan
wewenang secara timbal balik dalam pelayanan kesehatan untuk
menciptakan suatu pelayanan kesehatan paripurna. Rujukan dapat berupa
rujukan pelayanan, rujukan ilmu pengetahuan dan teknologi termasuk
sumber daya manusia, alat dan sarana, serta rujukan manajemen.
Agar sistem rujukan dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien, perlu
diperhatikan wewenang dan tanggung jawab masing-masing unit pelayanan
kesehatan yang terlibat didalamnya, termasuk pengaturan dan
koordinasinya. Oleh karena itu perlu saluran komunikasi rujukan yang jelas.
Dalam pelaksanaan rujukan ada tiga aspek saluran komunikasi yang harus
diperhatikan dalam sistem rujukan meliputi:
1. Tingkatan rujukan yang dapat berlangsung vertikal atau horizontal sesuai
jenis kemampuan yang dimiliki
2. Pelayanan yang belum tersebar di seluruh wilayah sehingga perlu ada
pemetaan
3. Sistem pembagian pembinaan wilayah oleh rumah sakit berdasarkan
klasifikasi, kelengkapan sarana, prasarana dan peralatan

4.6 Pendidikan dan Penelitian

Departemen/Instalasi/Bagian-GK juga mempunyai tanggung jawab


melaksanakan kegiatan pendidikan dan penelitian. Staf Medik Fungsional
(SMF)-GK mempunyai tanggung jawab dalam pendidikan gizi baik bagi
masyarakat, mahasiswa kedokteran, program pendidikan bidang gizi, residen
GK, dan berbagai profesi gizi lain. Meningkatkan pengetahuan masyarakat
tentang gaya hidup termasuk pola makan merupakan salah satu cara untuk
menurunkan angka malnutrisi baik di RS maupun di masyarakat. Selain itu,
sesuai tipe dan kapasitas RS, diharapkan RS dapat berperan dalam
penelitian GK yang dapat menyumbangkan temuan ilmiah untuk
peningkatan pengetahuan dan pengembangan pelayanan GK.
Dokter Spesialis Gizi Klinik merupakan dokter strata dua dengan atau
tanpa gelar magister gizi, dengan standar kompetensi yang telah diterbitkan
oleh Kolegium Ilmu Gizi Klinik. Dalam upaya peningkatan kompetensi tenaga
pelayanan gizi klinik yang berkualifikasi tinggi sesuai dengan standar profesi,
PDGKI terus melakukan pengembangan dan peningkatan mutu pelayanan
gizi klinik dengan cara diskusi kasus antar dokter disiplin gizi klinik, atau
diskusi multidisiplin, pelatihan gizi klinik di dalam dan di luar negeri, kursus
penyegaran seminar-seminar, program alih pengetahuan dan teknologi
dengan melakukan studi banding, serta penelitian gizi klinik dengan berbagai
disiplin/unit di RS. Peningkatan kualifikasi pelayanan gizi klinik juga
dilakukan dengan peningkatan pengetahuan melalui penerapan angka kredit
dan pendidikan berkelanjutan.
BAB V
PENGORGANISASIAN

Untuk mencapai tujuan dan sasaran yang optimal dari program pelayanan
gizi klinik di RS perlu adanya pengorganisasian baik struktur, maupun
sistem pelayanannya serta pembagian tugas dan wewenang tenaga pelaksana
yang jelas dan terinci baik secara administratif maupun secara teknis.
Pelayanan gizi rumah sakit terdiri dari dua aktivitas yaitu pelayanan gizi
klinik dan pelayanan dietetik termasuk penyediaan makanan pasien. Kedua
pelayanan ini dilaksanakan oleh dua unit pelaksana yang berbeda. Agar
kedua kegiatan dapat berjalan baik perlu hubungan yang terkoordinir.
Struktur organisasi pelayanan gizi RS dapat dilihat pada Gambar 5.1.

DIREKTUR
UTAMA

DIREKTUR DIREKTUR DIREKTUR


………. UMUM……….. MEDIK

KA. INSTALASI GIZI/UNIT KA. DEP/INSTALASI/


PENGOLAHAN MAKANAN BAGIAN GIZI KLINIK

PENGOLAHAN
PELAYANAN PELAYANAN
MAKANAN PENDIDIKAN* PENELITIAN *
DIETETIK GIZI KLINIK
PASIEN

PELAYANAN
PELAYANAN
RAWAT INAP
RAWAT JALAN
(TIM TERAPI GIZI)

Gambar 5.1. Struktur Pelayanan Gizi Rumah Sakit


Keterangan: * disesuaikan dengan kondisi RS.

5.1 Koordinasi Pelayanan


Komunikasi antar disiplin ilmu sangat diperlukan untuk
memberikan asuhan yang terbaik bagi pasien. Sebagai bagian dari tim
pelayanan kesehatan, dietisien harus berkolaborasi dengan dokter,
perawat, farmasi dan tenaga kesehatan lainnya yang terkait dalam
memberikan pelayanan asuhan gizi. Oleh karenanya perlu mengetahui
peranan masing masing tenaga kesehatan tersebut dalam memberikan
pelayanan.
1. Dokter Penanggung Jawab Pelayanan
a. Bertanggung jawab dalam aspek gizi yang terkait dengan
keadaan klinis pasien.
b. Menentukan preksripsi diet awal (order diet awal)
c. Bersama dietisien menetapkan preskripsi diet definitive.
d. Memberikan edukasi kepada pasien dan keluarganya mengenai peranan
terapi gizi.
e. Merujuk pasien yang membutuhkan asuhan gizi atau konseling gizi.
f. Melakukan pemantauan dan evaluasi terkait masalah gizi secara berkala
bersama dietisien, perawat dan tenaga kesehatan lain selama
klien/pasien dalam masa perawatan.

2. Perawat
a. Melakukan skrining gizi pasien pada asesmen awal perawatan.
b. Merujuk pasien yang berisiko maupun sudah terjadi malnutrisi dan atau
kondisi khusus ke dietisien.
c. Melakukan pengukuran antropometri yaitu penimbangan berat badan,
tinggi badan/ panjang badan secara berkala.
d. Melakukan pemantauan, mencatat asupan makanan dan respon klinis
klien/pasien terhadap diet yang diberikan dan menyampaikan informasi
kepada dietisien bila terjadi perubahan kondisi pasien.
e. Memberikan motivasi kepada pasien dan keluarga terkait pemberian
makanan melalui oral/enteral dan parenteral.

3. Dietisien
a. Mengkaji hasil skrining gizi perawat dan order diet awal dari dokter.
b. Melakukan asesmen/pengkajian gizi lanjut pada pasien yang berisiko
malnutrisi, malnutrisi atau kondisi khusus meliputi pengumpulan,
analisa dan interpretasi data riwayat gizi; riwayat personal; pengukuran
antropometri; hasil laboratorium terkait gizi dan hasil pemeriksaan fisik
terkait gizi.
c. Mengidentifikasi masalah/diagnosa gizi berdasarkan hasil asesmen
dan menetapkan prioritas diagnosis gizi.
d. Merancang intervensi gizi dengan menetapkan tujuan dan
preskripsi diet yang lebih terperinci untuk penetapan diet definitive serta
merencanakan edukasi /konseling.
e. Melakukan koordinasi dengan dokter terkait dengan diet def initive.
f. Koordinasi dengan dokter, perawat, farmasi, dan tenaga lain dalam
pelaksanaan intervensi gizi.
g. Melakukan monitoring respon pasien terhadap intervensi gizi.
h. Melakukan evaluasi proses maupun dampak asuhan gizi.
i. Memberikan penyuluhan, motivasi, dan konseling gizi pada pasien
dan keluarganya.
j. Mencatat dan melaporkan hasil asuhan gizi kepada dokter.
k. Melakukan assesmen gizi ulang (reassesment) apabila tujuan belum
tercapai.
l. Mengikuti ronde pasien bersama tim kesehatan.
m. Berpartisipasi aktif dalam pertemuan atau diskusi dengan dokter,
perawat, anggota tim asuhan gizi lain, pasien dan keluarganya dalam rangka
evaluasi keberhasilan pelayanan gizi.
4. Farmasi
a. Mempersiapkan obat dan zat gizi terkait seperti vitamin, mineral, elektrolit
dan nutrisi parenteral.
b. Menentukan kompabilitas zat gizi yang diberikan kepada pasien.
c. Membantu mengawasi dan mengevaluasi penggunaan obat dan cairan
parenteral oleh klien/pasien bersama perawat.
d. Berkolaborasi dengan dietisien dalam pemantauan interaksi obat dan
makanan.
e. Memberikan edukasi kepada pasien dan keluarga mengenai interaksi
obat dan makanan.

5. Tenaga kesehatan lain misalnya adalah tenaga terapi okupasi dan terapi
wicara berkaitan dalam perencanaan dan pelaksanaan intervensi pada
pasien dengan gangguan menelan yang berat.

5.2 TIM TERAPI GIZI


5.2.1 Struktur Organisasi
Organisasi TTG dibentuk oleh direktur RS untuk memberi pelayanan gizi pada
instalasi rawat inap RS. Agar TTG dapat berfungsi secara optimal maka dibuat
jalur koordinasi (Gambar 5.1)
5.2.2 Anggota Tim Terapi Gizi
Anggota TTG terdiri atas DSpGK, DPJP, dietisien, perawat , dan bidang lain yang
terkait (farmasi, laboratorium, radiologi, rehabilitasi medik). Tim ini dipimpin oleh
seorang DSpGK. Jika di suatu RS belum terdapat DSpGK, maka ketua TTG
adalah dokter yang ditunjuk oleh direktur rumah sakit sampai terdapat DSpGK
sesuai dengan klasifikasi RS. Rumah Sakit yang memiliki DSpGK akan merawat
pasien bermasalah gizi sesuai dengan kompetensinya, sedangkan RS yang
tidak/belum memiliki DSpGK harus merujuk pasien malnutrisi berisiko tinggi ke
RS tingkat diatasnya.
DIREKTUR UTAMA

DIREKTUR MEDIK & DIREKTUR DIREKTUR UMUM DIREKTUR KEU &


KEPERAWATAN PENUNJANG MEDIK & OPERASIONAL ADM*

Ka Bag*Pelayanan Ka Bag* Pelayanan Ka Bag* Pelayanan


Medik Keperawatan Penunjang Medik

Ka Dep/Unit Perawat Ruang Instalasi/bag Instalasi Gizi Instalasi lain


Gizi Klinik Rawat terkait

Ka Dep/Unit…*
(DPJP Utama)

Sub Inst* Pelayanan Unit


Tim Terapi Gizi Pengolahan Makanan
Dietetik (rawat inap)

Gambar 5.2. Jalur koordinasi Tim Terapi Gizi RS


Keterangan: * Struktur, nama departemen/bagian/unit dan sistem koordinasi struktur
disesuaikan dengan kondisi RS

5.2.3 Prosedur Pelayanan TTG


Pelayanan TTG dimulai saat pasien teridentifikasi berisiko masalah nutrisi dari
hasil skrining oleh perawat, yang kemudian dilakukan asesmen awal oleh
dietisien TTG (Gambar 5.2). Hasil asesmen awal oleh dietisien akan diverifikasi
oleh ketua TTG (DSpGK). Pasien yang telah diverifikasi memiliki risiko tinggi
maka akan langsung masuk ke dalam proses terapi medik gizi klinik. Sedangkan
pasien yang telah diverifikasi memiliki risiko ringan atau sedang akan diberikan
asuhan gizi oleh dietisien TTG dibawah pengawasan DSpGK. Apabila dalam 2
hari masalah gizi belum teratasi, maka pasien akan masuk ke dalam proses
terapi medik gizi klinik (lihat Bab 3).
Pasien dengan hasil skrining tidak berisiko, akan mendapatkan asuhan gizi
oleh dietisien/dietisien TTG dan berkolaborasi dengan DPJP. Asesmen ulang
akan dilakukan setiap 2 hari oleh dietisien. Jika didapatkan hasil asesmen
pasien menjadi berisiko tinggi malnutrisi/masalah terkait nutrisi maka pasien
akan masuk ke dalam proses terapi medik gizi klinik. Apabila tujuan terapi medik
gizi klinik telah tercapai, maka pemantauan oleh TTG akan dihentikan, dan
pasien akan dikembalikan kepada DPJP dan dapat dipulangkan dengan atau
tanpa konsultasi gizi klinik.
Pasien rawat inap

DPJP
Preskripsi Diet Awal

Skrining Gizi
Ruang Rawat Inap

berisiko Tidak berisiko

Proses Terapi Medik


Gizi Klinik Tim Terapi Gizi
Asesmen awal Terapi & Diet DPJP
berisiko
Pengkajian Gizi Medik Berisiko tinggi
Berisiko
dan malnutrisi
ringan/sedang Proses Asuhan Gizi
Terstandar
Formulasi Terapi medik
gizi klinik Asesmen ulang
dalam 2 hari
Bila dalam 2 hari masalah gizi belum
teratasi, dikonsulkan ke DSpGK
Implementasi Terapi medik
gizi klinik Tidak berisiko

Pemantauan Status Gizi dan Diet DPJP teruskan


Evaluasi Terapi medik gizi
klinik
Tujuan belum tercapai

Perbaharui rencana terapi Tujuan Terapi Gizi tercapai

Pulang dengan atau


Hentikan pemantauan TTG tanpa konsultasi gizi

Gambar 5.3 Prosedur Pelayanan TTG

5.2.4 Peran dan Fungsi Setiap anggota TTG


Asesmen gizi dan metabolik serta pemantauan dan evaluasi pasien yang
membutuhkan terapi gizi melalui oral, enteral maupun parenteral dilakukan oleh
setiap anggota tim sesuai dengan tugas dan kompetensinya masing-masing.
Pengawasan dilakukan melalui visite tim dengan resume terapi medik gizi klinik
dibuat oleh DSpGK. Peran dan fungsi setiap anggota TTG dapat dilihat pada
Tabel 5.1.
Tabel 5.1 Kegiatan, tugas dan fungsi anggota TTG yang terkait

N Kegiatan Dokter SpGK DPJP Dietisien Perawat Farmasi


o
o
1. Skrining Perawat TTG atau
Gizi Perawat ruang
rawat inap (sesuai
kebijakan rumah
sakit)
2. Anamnesis 1. Keluhan 1. Keluhan Kebiasaan makan 1. Identitas pasien
utama utama sebelum sakit dan 2. Mengkaji
2. Riwayat 2. Riwayat saat sakit keluhan pasien
penyakit penyakit Analisis asupan gizi3. Konsumsi
3. Riwayat 3. Riwayat (food recall & food makanan dan
penyakitdahulu penyakit frequency): cairan
4. Riwayatpenyak dahulu - sebelum sakit beberapa hari
itdalam 4. Riwayat - selama sakit terakhir
keluarga penyakit dalam - food record selama 4. Mengkaji
5. Riwayat keluarga perawatan perkembangan
masalah gizi keluhan pasien
6. “Riwayat 5. Keluhan yang
kelahiran” berkaitan
dengan
makanan
(alergi dan
lain-lain)
3. Pemeriksaa  Analisis hasil 1. Pemerik 1. Pemeriksaan 1.Pemeriksaan
n fisik dan pemeriksaan saan tingkat antropometri antropometri
Penunjang antropometri, kesadaran dan (timbang BB (timbang BB
laboratorium, tanda kegawat- dan ukur dan ukur
radiologi daruratan TB/PB/LILA) TB/PB)
 Pemeriksaan 2. Pemerik 2. Evaluasi tanda
tingkat saan status vital (tekanan
kesadaran dan generalis darah, suhu,
tanda kegawat- inspeksi, nadi, dan
daruratan perkusis, pernafasan) dan
 Pemeriksaan palpasi dan kegawat-
status auskultasi daruratan
generalis 3. Pemerik
inspeksi, saan fisiologis,
perkusis, fungsi saluran
palpasi dan cerna, & turgor
auskultasi pasien
 Pemeriksaan
status penyakit
dasar pasien,
gizi, fisiologis,&
fungsi saluran
cerna,
5. Tindakan 1. Menetapkan P Preskripsi terapi 1. Analisis Pemantauan : -
status gizi gizi awal asupan - Tanda vital, Mempersiapk
dan makanan - status gizi, an dan
Diagnosis selama - intake-output Memberikan
Gizi pasien perawatan cairan, medikamento
2. Menentukan 2. Menyediakan - perkembangan sa, dan zat
terapi gizi makanan penyakit dan terkait
sesuai sesuai keluhan pasien vitamin,
diagnosis preskripsi - tanda-tanda mineral, dan
3. Preskripsi dokter infeksi, nutririsi
terapi gizi 3. Anallisis perawatan infus parenteral,
(jenis, asupan dan Nasogastric sesuai dengan
bentuk, cara, makanan (food tube terapi DSpGK
jumlah record jumlah - membuat surat dan DPJP.
frekuensi dan komposisi kontrol ulang
pemberian asupan) -Menentukan
makanan, 4. konseling gizi kompatibilitas
suplementasi kepada pasien zat gizi yang
dan dan keluarga akan
medikamento untuk tindak diberikan
sa) lanjut di kepada
4. memantau rumah pasien.
dan 5. Memantau dan
mengevaluasi mengevaluasi
hasil terapi hasil terapi gizi
gizi

5.3 Program kemitraan


Terapi medik gizi klinik menjadi satu bagian yang tidak terpisahkan dengan
terapi medikamentosa oleh DPJP. Untuk memberikan terapi secara
komprehensif, diperlukan kemitraan dalam menyusun program terapi terpadu
bersama dokter-dokter yang merawat, menyusun dan evaluasi Clinical Pathway,
mengadakan pertemuan berkala, serta melakukan kerjasama dalam bidang
penelitian dan pendidikan bersama.
BAB VI
PENGENDALIAN MUTU PELAYANAN GIZI

Evaluasi dan pengendalian mutu


Evaluasi dan pengendalian mutu pelayanan gizi klinik dilakukan dari aspek
kualitas pelayanan dan keilmuan. Pelaksanaan evaluasi dan pengendalian mutu
dilakukan dalam bentuk :
 Pencatatan dan pelaporan
Jumlah pelayanan gizi klinik di ruang rawat inap dan rawat jalan,
penggunaan alat-alat diagnostik, dan terapi medik gizi klinik.
 Rapat anggota TTG.
 Rapat pelayanan gizi klinik dengan pelayanan dietetik/pelayanan makanan
pasien dan instalasi gizi.
 Pembahasan kasus sulit antara TTG dengan DPJP, dan unit yang terkait TTG.
 Pertemuan ilmiah diselenggarakan oleh anggota tim pelayanan gizi klinik.

4.6 Sistem Rujukan


Konsep rujukan adalah suatu upaya pelimpahan tanggung jawab dan wewenang
secara timbal balik dalam pelayanan kesehatan untuk menciptakan suatu
pelayanan kesehatan paripurna. Rujukan dapat berupa rujukan pelayanan,
rujukan ilmu pengetahuan dan teknologi termasuk sumber daya manusia, alat
dan sarana, serta rujukan manajemen.
Agar sistem rujukan dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien, perlu
diperhatikan wewenang dan tanggung jawab masing-masing unit pelayanan
kesehatan yang terlibat didalamnya, termasuk pengaturan dan koordinasinya.
Oleh karena itu perlu saluran komunikasi rujukan yang jelas. Dalam
pelaksanaan rujukan ada tiga aspek saluran komunikasi yang harus
diperhatikan dalam sistem rujukan meliputi:
1. Tingkatan rujukan yang dapat berlangsung vertikal atau horizontal sesuai
jenis kemampuan yang dimiliki
2. Pelayanan yang belum tersebar di seluruh wilayah sehingga perlu ada
pemetaan
3. Sistem pembagian pembinaan wilayah oleh rumah sakit berdasarkan
klasifikasi, kelengkapan sarana, prasarana dan peralatan

4.6 Pendidikan dan Penelitian

Departemen/Instalasi/Bagian-GK juga mempunyai tanggung jawab


melaksanakan kegiatan pendidikan dan penelitian. Staf Medik Fungsional (SMF)-
GK mempunyai tanggung jawab dalam pendidikan gizi baik bagi masyarakat,
mahasiswa kedokteran, program pendidikan bidang gizi, residen GK, dan
berbagai profesi gizi lain. Meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang gaya
hidup termasuk pola makan merupakan salah satu cara untuk menurunkan
angka malnutrisi baik di RS maupun di masyarakat. Selain itu, sesuai tipe dan
kapasitas RS, diharapkan RS dapat berperan dalam penelitian GK yang dapat
menyumbangkan temuan ilmiah untuk peningkatan pengetahuan dan
pengembangan pelayanan GK.
Dokter Spesialis Gizi Klinik merupakan dokter strata dua dengan atau
tanpa gelar magister gizi, dengan standar kompetensi yang telah diterbitkan oleh
Kolegium Ilmu Gizi Klinik. Dalam upaya peningkatan kompetensi tenaga
pelayanan gizi klinik yang berkualifikasi tinggi sesuai dengan standar profesi,
PDGKI terus melakukan pengembangan dan peningkatan mutu pelayanan gizi
klinik dengan cara diskusi kasus antar dokter disiplin gizi klinik, atau diskusi
multidisiplin, pelatihan gizi klinik di dalam dan di luar negeri, kursus penyegaran
seminar-seminar, program alih pengetahuan dan teknologi dengan melakukan
studi banding, serta penelitian gizi klinik dengan berbagai disiplin/unit di RS.
Peningkatan kualifikasi pelayanan gizi klinik juga dilakukan dengan peningkatan
pengetahuan melalui penerapan angka kredit dan pendidikan berkelanjutan.
BAB VII
PENUTUP

PENUTUP

Terapi medik gizi klinik merupakan bagian dari pelayanan medis yang
berkontribusi terhadap penyembuhan, menurunkan angka malnutrisi RS, lama
hari rawat dan biaya perawatan. Dukungan manajemen rumah sakit terhadap
pelaksanaan terapi medik gizi klinik dalam bentuk kebijakan dan operasional Tim
Terapi Gizi akan meningkatkan profesionalisme tenaga sehingga tercapai
pelayanan medis yang optimal dan holistik. Keberadaan Tim Terapi Gizi
diharapkan merupakan salah satu kriteria standar pelayanan rumah sakit dan
dijadikan kriteria penilaian akreditasi sehingga mutu pelayanan gizi RS dapat
ditingkatkan secara berkesinambungan (TTG Depkes 2009)

MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA,

ttd

NILA FARID MOELOEK


Keterangan penulisan:
1. Warna hitam, materi diambil dari PMK 78 tahun 2013 tentang PGRS dan buku
TTG tahun 2009.
2. Warna biru, materi diambil dari draf hasil 2x pembahasan dengan orgnanisasi
profesi yaitu PDGKI, PERSAGI-ASDI dan Kementerian Kesehatan.
3. Warna merah, usulan Direktur PKR yang belum mendapatkan masukan dari
seluruh organisasi terkait.
4. Bila terdapat perubahan margin maupun penulisan terjadi secara otomatis
tanpa disengaja dikarenakan system windows yang berbeda (antara Macintosh
dan Microsoft)

Anda mungkin juga menyukai