Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATARBELAKANG
Penyakit diare merupakan masalah kesehatan di dunia termasuk WHO dan
UNICEF, terjadi sekitar 2 milyar penyakit diare di seluruh dunia setiap tahun, dan
sekitar 1,9 juta anak balita meninggal karena penyakit diare setiap tahun, sebagian
terjadi di negara berkembang. Dari semua kematian anak balita karena penyakit
diare, 78% terjadi di wilayah Afrika dan Asia Tenggara. Hasil Riskesdas tahun 2013
menunjukan period prevalence diare adalah 3,5%, lebih kecil dari hasil Riskesdas
2007 (9%). Pada Riskesdas 2013, sampel diambil dalam rentang waktu yang lebih
singkat. Insiden diare untuk seluruh kelompok umur di Indonesia adalah 3,5%.
Pernyataan bersama WHO-UNICEF tahun 2004 merekomendasikan pemberian
oralit, tablet zinc, pemberian ASI dan makanan serta antibiotika selektif merupakan
bagian utama dari manajemen penyakit diare.
Hasil kajian masalah kesehatan berdasarkan siklus kehidupan 2011 yang
dilakuakan oleh Litbangkes tahun 2011 menunjukan penyebab utama kematian bayi
usia 29 hari nil bulan adalah Pnemonia (23,3%) dan Diare (17,4%). Dan penyebab
utama kematian anak usia 1-4 tahun adalah Pnemonia (20,5%) dan Diare (13,3%).
Hasil kajian morbiditas yang dilakukan oleh Subdit Diare dan ISP menunjukan
bahwa angka kesakitan diare semua umur tahun 2012 adalah 214/1.000 penduduk
semua umur dan angka kesakitan diare pada balita 900/1.000. kematian diare pada
balita 75,3 per 100.000 balita dan semua umur 23,2 per 100.000 penduduk semua
umur

B. TUJUAN
a. Tujuan Umum
Tersususnnya pedoman pengendalian penyakit diare dan terselenggaranya
kegiatan pengendalian penyakit diare dalam rangka menurunkan angka kesakitan
dan angka kematian akibat penyakit diare bersama lintas program ddan lintas
sektor terkait.
b. Tujuan Khusus
1. Tersedianya panduan bagi penetu kebijakan dalam pelaksanaan dan
pengembangan program pengendalian penyakit diare.
2. Tersedianya panduan dalam pelaksanaan surveilans epidemiologi
penyakit diare dan upaya pengendalian.
3. Tersedianya panduan tatalaksana penyakit diare sesuai standar.
4. Tersedianya panduan dalam meningkatkan pengetahuan petugas dalam
pengendalian penyakit diare.
5. Tersedianya panduan untuk sistem pencatatan, pelaporan, monitoring
dan evaluasi program pengendalian penyakit diare.

1
6. Tersedianya panduan dalam pengadaan logistik untuk pengendalian
penyakit diare.
7. Terbentuknya jejaring kerja dalam pengendalian penyakit diare.
C. Ruang Lingkup Pelayanan
1. Petugas pemeriksa kesehatan jemaahhaji
2. Pengelola program kesehatanhaji
3. Instansi pemerintah di semua jenjang administrasi yang bertanggung
jawab dalam penyelenggaraan kesehatanhaji
4. Organisasi profesi terkait penyelenggaraanhaji
5. Lembaga Swadaya Masyarakat terkait penyelenggaraan haji

2
BAB II
STANDAR KETENAGAAN

A. Kualifikasi Sumber Daya Manusia Tenaga program haji


Berikut ini kualifikasi SDM dan realisasi Tenaga program haji yang ada di
Puskesmas Kotaraja.
Kegiatan Kualifikasi SDM Realisasi
Program haji: SPK Diampu oleh 1 orang
- Dalam gedung perawat
- Luar Gedung

B. DISTRIBUSI KETENAGAAN
Pengaturan dan penjadwalan Penanggung jawab upaya program haji
dan karyawan puskesmas yang terlibat dalam kegiatan upaya dikoordinir oleh
penanggung jawab UKM.
Sumber daya manusia yang wajib berpartisipasi dalam kegiatan program haji
adalah:
a. Dokter ( Sarjana Kedokteran)
b. Bidan (D3 Kebidanan dan DIV Kebidanan)
c. Perawat ( SPK D3 Keperawatan dan S1 Keperawatan )
d. Nutrisionis (SI Gizi dan D3 Gizi)
e. Sanitarian (S1 kesling)
f. Promosi Kesehatan ( S1 keperawatan)
g. P2P (SPK)

C. JADWAL KEGIATAN
1. Kunjungan/pembinaan jamaaah haji resiko tinggi
2. Pendataan kesehatan dasar calon jamaah haji resiko tinggi
3. Pemeriksaan jamaah haji yang baru tiba ditanah air

3
BAB III
STANDAR FASILITAS

STANDAR KUALITAS
Untuk menunjang tercapainya tujuan kegiatan program haji Puskesmas
Kotaraja memiliki penunjang yang harus dipenuhi
Kegiatan program haji Sarana Prasarana

- Meja, Kursi
- Alat tulis
Dalam Gedung -Alat Kesehatan
- Buku Register, Buku Pencatatan Kegiatan
- Leaflet
- Alat peraga/lembar balik
- Buku panduan : pedoman kesehataan anak
-Blangko blangko laporan
- Leaflet, Lembar balik, Poster,Materi Materi
Luar Gedung Penyuluhan
- Meja, Kursi, ATK, dan Blanko-blanko
laporan lain
-Alkes

4
BAB IV

TATA LAKSANA PROGRAM HAJI

B. STRATEGI / METODE
Merupakan cara yang dilakukan untuk mencapai tujuan kegiatan upaya kesehataan
anak. Ada tiga strategi yaitu :
1. Strategi advokasi .
Merupakan kegiatan untuk meyakinkan orang lain agar membantu atau
mendukung pelaksanaan program. Advokasi adalah pendekatan kepada
pengambil keputusan dari berbagai tingkat dan sektor terkait dengan
kesehatan. Tujuan kegiatan ini adalah untuk meyakinkan para pejabat
pembuat keputusan atau penentu kebijakan bahwa program kesehatan yang
akan dilaksanakan tersebut sangat penting oleh sebab itu perlu dukungan
kebijakan atau keputusan dari pejabat tersebut.
Dukungan dari pejabat pembuat keputusan dapat berupa kebijakan-kebijakan
yang dikeluarkan dalam bentuk undang-undang, peraturan pemerintah, surat
keputusan, surat instruksi, dana atau fasilitas lain.
2. Strategi kemitraan.
Tujuan dari kegiatan yang akan dilaksanakan dapat tercapai apabila
ada dukungan dari berbagai elemen yang ada di masyarakat.
Dukungan dari masyarakat dapat berasal dari unsur informal (tokoh
agama dan tokoh adat) yang mempunyai pengaruh dimasyarakat.
Tujuannnya adalah agar para tokoh masyarakat menjadi jembatan
antara sektor kesehatan sebagai pelaksana program dengan
masyarakat sebagai penerima program kesehatan. Strategi ini dapat
dikatanan sebagai upaya membina suasana yang kondusif terhadap
kesehatan. Bentuk kegiatan dapat berupa lokakarya.
3. Strategi pemberdayaan masyarakat.
Adalah strategi yang ditujukan kepada masyarakat secara langsung.
Tujuan utama pemberdayaan adalah mewujudkan kemampuan
masyarakat dalam memelihara dan meningkatkan kesehatan mereka
sendiri. Bentuk kegiatan pemberdayaan ini dapat diwujudkan dengan
berbagai kegiatan antara lain penyuluhan kesehatan

5
C. LANGKAH KEGIATAN
Untuk terselenggaranya program haji di Puskesmas Kotaraja, perlu
ditunjang dengan managemen yang baik. Managemen kesehataan anak
di puskesmas adalah rangkaian kegiatan yang bekerja secara sistematis
untuk menghasilkan puskesmas yang efektif dan efisiensi di bidang
kesehataan anak.
Managemen program haji di puskesmas dilakukan dengan cara :
1. Perencanaan (Plan)
2. Pelaksanaan (Do)
3. Pengawasan (Cek)
4. Tindak lanjut dari pengawasan (Action)
Semua fungsi managemen tersebut harus dilakukan secara terkait
dan berkesinambungan.

6
BAB V
LOGISTIK

Logistic yang dibutuhkan dalam pengendalian penyakit diare adalah


untuk kebutuhan rutin dan saat KLB.
a. Kebutuhan rutin
1. Oralit
Perhitungan kebutuhan logistic penyakit diare ditentukan berdasarkan
perkiraan jumlah penderita penyakit diare yang datang ke fasilitas
pelayanan kesehatan dan kader.
Kebutuhan oralit= (target penemuan penderita penyakit diare x 6 bks)
+ cadangan*)-stok
2. Obat zinc
(Target peemuan penderita penyakit diare balita x 1j 10 tablet + cadangan*)-
stok
b. Kebutuhan obat paket KLB
1. Oralit
Kebutuhan oralit= Ppenderita x 10 bungkus
2. Zinc
Kebutuhan zinc= 50% x Ppenderita x 10 tablet
3. Ringer laktar (RL)
30%x Ppenderita= Rpenderita
4. Selang infus
Jumlah penderita yang membutuhkan infus set adalah semua penderita yang
mendapatkan RL x 1 set

BAB VI
KESELAMATAN SASARAN

Setiap kegiatan yang dilakukan pasti akan menimbulkan resiko atau


dampak, baik resiko yang terjadi pada masyarakat sebagai sasaran kegiatan
maupun resiko yang terjadi pada petugas sebagai pelaksana kegiatan.
Keselamatan pada sasaran harus diperhatikan karena masyarakat tidak hanya

7
menjadi sasaran satu kegiatan saja melainkan menjadi sasaran banyak program
kesehatan lainnya. Tahapan – tahapan dalam mengelola keselamatan sasaran
antara lain :
1. Identifikasi Resiko.
Penanggungjawab program sebelum melaksanakan kegiatan harus
mengidentifikasi resiko terhadap segala kemungkinan yang dapat terjadi
pada saat pelaksanaan kegiatan. Identifikasi resiko atau dampak dari
pelaksanaan kegiatan dimulai sejak membuat perencanaan. Hal ini dilakukan
untuk meminimalisasi dampak yang ditimbulkan dari pelaksanaan kegiatan.
Upaya pencegahan risiko terhadap sasaran harus dilakukan untuk tiap-tiap
kegiatan yang akan dilaksanakan.
2. Analisis Resiko.
Tahap selanjutnya adalah petugas melakukan analisis terhadap resiko atau
dampak dari pelaksanaan kegiatan yang sudah diidentifikasi. Hal ini perlu
dilakukan untuk menentukan langkah-langkah yang akan diambil dalam
menangani resiko yang terjadi.
3. Rencana Pencegahan Resiko dan Meminimalisasi Resiko.
Setelah dilakukan identifikasi dan analisis resiko, tahap selanjutnya adalah
menentukan rencana yang akan dilakukan untuk mencegah terjadinya resiko
ataudampak yang mungkin terjadi. Hal ini perlu dilakukan untuk mencegah
atau meminimalkan resiko yang mungkin terjadi.
4. Rencana Upaya Pencegahan.
Tahap selanjutnya adalah membuat rencana tindakan yang akan dilakukan
untuk mengatasi resiko atau dampak yang ditimbulkan oleh kegiatan yang
dilakukan. Hal ini perlu dilakukan untuk menentukan langkah yang tepat
dalam mengatasi resiko atau dampak yang terjadi.
5. Monitoring dan Evaluasi.
Monitoring adalah penilaian yang dilakukan selama pelaksanaan kegiatan
sedang berjalan. Hal ini perlu dilakukan untuk mengetahui apakah kegiatan
sudah berjalan sesuai dengan perencanaan, apakah ada kesenjangan atau
ketidaksesuaian pelaksanaan dengan perencanaan. sehingga dengan
segera dapat direncanakan tindak lanjutnya. Tahap yang terakhir adalah
melakukan Evaluasi kegiatan. Hal ini dilakukan untuk mengetahui apakah
tujuan sudah tercapai.

8
BAB VII
KESELAMATAN KERJA

Keselamatan kerja atau Occupational Safety, dalam istilah sehari-hari


sering disebut Safety saja, secara filosofi diartikan sebagai suatu pemikiran dan
upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmaniah maupun
rohaniah petugas dan hasil kegiatannya. Dari segi keilmuan diartikan sebagai

9
suatu pengetahuan dan penerapannya dalam usaha mencegah kemungkinan
terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat pekerjaan atau kegiatan yang
dilakukan.
Keselamatan kerja merupakan rangkaian usaha untuk menciptakan
suasana kerja yang aman, kondisi keselamatan yang bebas dari resiko
kecelakaan dan kerusakan serta penurunan kesehatan akibat dampak dari
pekerjaan yang dilakukan, bagi petugas pelaksana dan petugas terkait.
Keselamatan kerja disini lebih terkait pada perlindungan fisik petugas terhadap
resiko pekerjaan.
Dalam penjelasan undang-undang nomor 23 tahun 1992 tentang
kesehatan telah mengamanatkan antara lain, setiap tempat kerja harus
melaksanakan upaya kesehatan kerja, agar tidak terjadi gangguan kesehatan
pada pekerja, keluarga, masyarakat dan lingkungan sekitarnya.
Seiring dengan kemajuan Ilmu dan tekhnologi, khususnya sarana dan
prasarana kesehatan, maka resiko yang dihadapi petugas kesehatan semakin
meningkat. Petugas kesehatan merupakan orang pertama yang terpajan
terhadap masalah kesehatan, untuk itu`semua petugas kesehatan harus
mendapat pelatihan tentang kebersihan, epidemiologi dan desinfeksi. Sebelum
bekerja dilakukan pemeriksaan kesehatan untuk memastikan kondisi tubuh yang
sehat. Menggunakan desinfektan yang sesuai dan dengan cara yang benar,
mengelola limbah infeksius dengan benar dan harus menggunakan alat
pelindung diri yang benar.

BAB VIII
PENGENDALIAN MUTU

Pengendalian mutu adalah kegiatan yang bersifat rutin yang dirancang


untuk mengukur dan menilai mutu pelayanan. Pengendalian mutu sangat
berhubungan dengan aktifitas pengawasan mutu, sedangkan pengawasan mutu
merupakan upaya untuk menjaga agar kegiatan yang dilakukan dapat berjalan

10
sesuai rencana dan menghasilkan keluaran yang sesuai dengan standar yang
telah ditetapkan.
Kinerja pelaksanaan dimonitor dan dievaluasi dengan menggunakan
indikator sebagai berikut:
1. Ketepatan pelaksanaan kegiatan sesuai dengan jadwal
2. Kesesuaian petugas yang melaksanakan kegiatan
3. Ketepatan metoda yang digunakan
4. Tercapainya indikator
Hasil pelaksanaan kegiatan monitoring dan evaluasi serta permasalahan yang
ditemukan dibahas pada tiap pertemuan lokakarya mini tiap bulan.

BAB IX
PENUTUP

1. Buku pedoman pengendalian penyakit diareini diharapkan dapat menjadi


acuan untuk lebih memantapkan potensi dalam tatalaksana penyakit diare
secaraberkelanjutan baik internal, lintas program dan lintas sektor.

11
2. Buku pedoman ini merupakan dokumen hidup(living document) yang akan
terus berkembang sesuai dengan perkembangan ilmu
pengetahuan.dokuen ini juga terbuka terhadap saran-saran untuk
perbaikan dan penyempurnaan.
3. Semoga buku pedoman ini bisa bermanfaat secara maksimal, dengan
tidak mengurangi kesempatan untuk berkonsultasi.

12

Anda mungkin juga menyukai