Anda di halaman 1dari 3

Hak yang Harus Dibayar

oleh: Hanifatunnisa

Manusia diciptakan serupa dan sama, memiliki kelebihan dan kekurangan yang melekat
pada dirinya. Tak ada satu manusia pun yang lebih baik secara fisik di mata Allah, melainkan hanya
satu faktor yang dipertimbangkan, yakni faktor ketaqwaan.

Beberapa manusia memiliki keuntungan, namun beberapa lagi harus menjalani hari dengan
menyedihkan. Diantara mereka ada yang berasal dari golongan elite, yang bisa membelanjakan apa
saja yang disukai tanpa harus memikirkan hitungan angka, namun ada juga diantara mereka yang
untuk menyambung hidup pun kesulitan minta ampun.

Namun Tuhan begitu adil, kebahagiaan tidak terletak pada berapa banyak uang yang dimiliki,
atau berapa makanan mewah yang bisa dibeli. Jika kebahagiaan terletak pada itu semua, maka
mereka yang tidak memilikinya selamanya tidak akan merasa bahagia. Bahagia terletak dalam diri
sendiri, bagaimana cara kita untuk mensyukuri setiap rezeki dan keadaan yang dimiliki – seburuk
apapun kondisi itu.

Bagi mereka yang memutuskan untuk bekerja menjadi asisten rumah tangga pun pasti ada
kebahagiaan yang Allah hadirkan dalam setiap pekerjaan yang mereka lakukan. Kebahagiaan karena
bisa membantu dan meringankan pekerjaan tuannya, kebahagiaan karena bisa melihat keluarga
tuannya juga bahagia dan kebahagiaan yang hadir karena bisa memberi manfaat untuk orang lain.

Bukankah manusia terbaik adalah manusia yang memberi manfaat untuk orang lain?

Hakikat manusia adalah tidak puas, bahkan atas sebanyak apapun harta yang Allah
limpahkan pada keluarganya, bahkan atas sebanyak apapun anak yang Allah titipkan pada dirinya.
Dalam satu ruang dalam hatinya, pasti sesekali ada ruang kosong yang gelap sehingga seringkali
ruang itu meronta untuk diisi. Ketidakpuasan inilah yang dimaksudkan, ketika seluruh dunia iri pada
dirinya, dirinya pun iri terhadap keadaan orang lain yang lebih baik daripada dirinya.

Ruang kosong yang harus diisi itu terkadang disalurkan kepada hal-hal yang negatif, misalnya
pada kekerasan dan pelecehan. Lebih parah lagi, jika seseorang yang melampiaskan hal tersebut
kepada orang lain yang berada di sekitar pandangannya – asisten rumah tangga.

Hati yang merasa tidak puas akan pekerjaan yang dilakukan asisten rumah tangga tersebut
membuat gelap mata dan banyak sekali kasus yang terjadi mengenai kekerasan yang terjadi
terhadap asisten rumah tangga ini. Entah itu oleh si tuan, atau bahkan si nyonya. Padahal kesalahan
yang dilakukan oleh asisten tidaklah seberapa. Banyak kasus yang terjadi, namun banyak juga dari
para asisten enggan membongkar mengenai apa yang sebenarnya terjadi.

Mereka mengatakan bahwa mencari pekerjaan tidaklah mudah, apalagi bagi orang yang
bernasib seperti kami, pendidikan SD saja tak sampai, kebutuhan keluarga harus terpenuhi, maka tak
ada cara lain selain menahan rasa sakit dan pedih yang dirasakan demi sebuah keluarga dan masa
depan.

Hal lain yang pernah terjadi dan bukan menjadi rahasia umum adalah tidak dibayarkannya
hak-hak dari pekerja rumah tangga. Padahal yang membantu mengurusi segala macam di rumah
tangga dari pagi sampai malam adalah asisten tersebut. Begitu pun yang membantu membangunkan
anaknya ke sekolah, memandikannya, mengantar dan menjemputnya, mencucikan seragam dan
sepatunya, hingga menemani anaknya bermain.

Namun dari sekian banyak pekerjaan yang dilakukan oleh asisten tersebut, tidak kunjung
juga diapresiasi oleh si tuan atau si nyonya. Karena mereka merasa bahwa kedudukan asisten
tersebut tetaplah berada di bawah mereka bagaimanapun keadannya. Padahal yang membantu
mereka menyelesaikan pekerjaan rumah tangganya adalah manusia, bukan budak apalagi hewan.

Jika manusia yang membantu manusia lain, maka ada harga yang harus dibayarkan. Karena
mereka bekerja bukan sepenuhnya karena keinginan, melainkan kebutuhan yang menuntut harus
dipenuhi, maka segala macam ikhtiar apapun mereka lalui.

Di dunia kerja memang tidak selamanya mudah dan mulus keadaannya. Adakalanya kita
harus terpaksa menelan pil pahit setiap hari demi apa yang diperjuangkan. Mungkin istilah itu
agaknya tepat bagi para pekerja rumah tangga. Lelahnya mereka yang membantu kebutuhan rumah
tangga tidak selalu dihargai seperti layaknya manusia. Beberapa dari mereka malah pernah
diperlakukan tidak terpuji dari mulai kekerasan sampai pelecehan. Padahal, efek trauma yang
didapat oleh korban tidak sebanding dengan materi yang mereka keluarkan untuk menggaji para
pekerja rumah tangga ini.

Padahal pekerjaan menjadi asisten rumah tangga bukanlah pekerjaan yang hina. Bagaimana
bisa mereka – pekerja rumah tangga disebut hina padahal mereka bekerja dengan keringat dan
usaha mereka? Rasanya tidak adil jika hampir semua orang berpandangan bahwa pekerja rumah
tangga adalah pekerjaan yang tidak terpuji, sementara para koruptor dan maling negara tetap bisa
berkarir di negeri ini

Pandangan semacam itu harus segera direkonstruksi, pasalnya, jika kebanyakan masyarakat
memandang bahwa pekerjaan menjadi pekerja rumah tangga merupakan pekerjaan yang lebih
rendah daripada pekerjaan yang lainnya, akan terus mengundang potensi terjadinya kekerasan
dalam rumah tangga kepada pekerja rumah tangga, atau lebih parah lagi adalah pelecehan yang
dilakukan oleh majikan kepada pekerja rumah tangga tersebut.

Rekonstruksi ini harus dibarengi dengan adanya jaminan sosial yang harus diseriuskan oleh
pemerintah. Jaminan ini akan memperkecil resiko terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan oleh para
pekerja rumah tangga, sementara mereka harus bekerja 7/24 tanpa libur sama sekali. Rata-rata para
pekerja rumah tangga memiliki rentang jam kerja yang panjang dibandingkan dengan para pekerja
yang lain. Terkadang juga mereka tidak memiliki jam kerja, dalam arti 24 jam dalam 7 hari yang
dihabiskan para pekerja rumah tangga menjadi waktu kerja mereka sementara mereka berada di
rumah si tuan dan si nyoya.

Sementara jika kita kaitkan dengan hasil yang didapat oleh para pekerja rumah tangga
tidaklah sebanding dengan jam kerja yang mereka miliki. Terkadang mereka hanya cukup untuk
membiayai kebutuhan sendiri tanpa ada uang jaminan apapun di luar itu. Sungguh kenyataan yang
ironi.

Selain imbalan upah yang tidak sesuai dan jam kerja yang rata-rata panjang, para pekerja
rumah tangga pun tidak mendapatkan jaminan apapun selama mereka bekerja. Entah itu jaminan
kesehatan, jaminan keselamatan kerja ataupun jaminan sosial. Padahal pekerjaan yang mereka
lakukan sama beresikonya dengan para pekerja di luar sana.

Inilah ironi yang harus dicermati dan direkonstruksi terkait fenomena yang terjadi terhadap
para pekerja rumah tangga dewasa ini. Pekerja rumah tangga tetaplah manusia, yang butuh
dilindungi dan dihargai pekerjaannya.

Anda mungkin juga menyukai