hr asaNuraniagark i
tabegit
ua kr
abdenganAl l
ah.
Mela
lauirangkai
ank at
ay a
ngindahda nsar
atma k
nas pi
ri
tual
,bukui
nimenebar k
a n
suas
anak ehadi
ranTuhany angtakberwujudtapinyata,t
akberwarnatapilebih
i
ndahda riwa r
naa pa
pun,terangtapita
kbercahayak a
renaDiabukanl
ahc a
ha ya,
namuns umberc ahaya.Cahaya-
Nyadiatasca
ha y
a
“Bi
smil
lahi
rrahma
nirrahi
m”
Buk
uy angpenuhhikma hi
nipent
ingdanhar
usdi
bac
aolehsemuaorang.SemogaAl
l
ah
menja
dikanbukui
nisebagai
wa r
is
a ny
angber
har
gabagi
semuamusli
m.
Maul
anaSyai
khMuhammadHis
yam Kabbani
(
Pimpi
nanThar
iqa
hNa qs
abandi
haqqa
niAmeri
kaSeri
kat)
“Meskipunwa hyukenabi
ans udahber
akhi
r,hi
dayahdanbimbinganbagihambaAllahyang
shal
ehda nterpi
li
hma si
ht erusberl
angs
ung,sayay ak
ink andunganbukui ni
,pert
ama
munc uldari
ha t
idanpiki
ranSy a
ikhHanaf
i
ahtaklepasdari
bimbinganAl
lah.Sebuahsaj
ian
ruhaniyangkeluardar
ihatiyangbeni
ngsemesti
nyal
ahdibacada ndi
hay
a t
idenganbening
pula
.”
Prof
.Dr.Komar
uddi
nHida
yat
,MA
(
Mant
anRek
torUINSyari
fHi
daya
tul
l
ahJak
art
a)
“Sayasangatter
kesandenga nbuku“ Membeda hBa has
aRa sa”HidanganNuraniSy
aik
h
Ha na
fi
ah.Bukui nisangatba i
kuntukdiba
ca .Ma k
nada ribukut er
sebutsangatdal
am
dimanakeri
nduanha mbat erhada
ppenci
pta-Nyas anga
tmeny entuhkit
abert
a f
akuraka
n
kebesar
anAlla
h.Alangkahk eci
l
nyadir
iki
tadihadapanpencipt
a.”
Habi
bAbdul
l
ahbi
nAbdulQadi
rAss
egaf
(
TokohUlama/Habi
b)
“Di
tengahk esengsa
raanhi
dupdimasyar
akatmoderny angk a
pabil
i
sti
kda nc enderung
sekul
er,gagasantenta
ngTuhanda
nma nusi
adibuatti
dakrel
evandank i
taterpentaldar
i
sumbuk ehidupan.Bukui
nimengamba
li
kank i
takesumbuk odrat
iki
tay a
ngr indua kan
Tuhan.”
Moha mma dSoba ry
(Buda y
awa n)
“Dal
am menikmatihi
danganNuraniTuangkuSyai
khMuha
mmadAliHana
fi
ah,k
usak
sika
n
kek
otor
a nk
u mela l
uikesuc
ian-
Nya,k ehi
naank
us aa
tmemuj
a-Ny
a ,dankehampaank
u
dal
amk ehadi
ran-
Ny a.
”
H.DeddyMiz
war
(
Akt
ors
eni
or/s
utr
ada
raF
il
m“Pa
raPencari
Tuhan”
)
ZUBAIR
MENGURAI
BAHASA RASA
Penjelasan Singkat terhadap Kalam Sirri
Tuangku Syekh Muhammad Ali Hanafiah
Ar Rabbani
Penerbit
Adabia Press Jakarta
2017
MENGURAI BAHASA RASA
Penjelasan Singkat terhadap Kalam Sirri Tuangku Syekh
Muhammad Ali Hanafiah Ar Rabbani
Penulis : Zubair
ISBN : 978-602-7908-07-9
ii
PENGANTAR PENULIS
iv
Terkait dengan hal di atas, kami memiliki kisah yang cukup
menarik. Sekitar tahun 2003 di daerah Kebayoran Lama, kami yang
terdiri dari dua professor, beberapa doktor dan magister agama,
dibimbing zikir oleh beliau dan beliau mengatakan, ―Bapak-bapak
ini sudah sarjana, magister, doktor, dan sebagian professor, tetapi
secara spiritual masih setingkat taman kanak-kanak.‖ Kami pun
membenarkan pernyataan beliau itu dan menyadari bahwa
banyaknya pengetahuan agama yang kita miliki bukanlah jaminan
untuk dapat mengenal hakikat Allah sebagai Tuhan (makrifat).
Padahal, Nabi Saw pernah bersabda, “Awwaluddin ma‟rifatullaah”
(dasar pertama dalam beragama adalah mengenal Allah). Pantaslah
bila Rasulullah Saw juga pernah bersabda, ―Berfikirlah tentang
ciptaan Allah, dan jangan berfikir tentang zat-Nya.‖ Memang, zat
Allah bukanlah objek yang dapat dijangkau oleh akal untuk
dipikirkan, tetapi ia dapat disentuh dengan hati yang bersih melalui
rasa di dalam nurani.
Setelah sering diberi amanah menggantikan beliau dan
wakilnya di Jakarta untuk mengisi kajian Majelis Rabbani Indonesia
di Yayasan Paramadina dan beberapa masjid yang lain, muncul ide
saya dan juga adanya permintaan dari para jamaah dan sahabat yang
lain agar setiap kalam ilham ini diberi syarah mengingat
kandungannya yang sangat dalam dan sulit dipahami bagi pemula.
Maka, sejak bulan Mei 2013, dengan segala kejahilan dan kelemahan
yang dimiliki, saya pun mulai menuliskan syarahnya satu persatu dan
diupload di facebook sejak 20 Mei 2013 hingga awal tahun 2014.
Sejak diupload di facebook, belum ada tanggapan negatif apalagi
bantahan terhadap kebenaran isi kalam ilham ini. Memang, Tuangku
pernah mengatakan, ―Orang mungkin bisa menolak dan menentang
Saya, tetapi tidak akan dapat menolak dan menentang kebenaran
yang ada dalam kalam ilham ini. ‖Tuangku juga pernah mengakatan,
―Sekalipun ratusan atau pun ribuan kalam ilham yang Saya terima,
tidak akan pernah dapat menandingi kandungan dan kagungan Al-
Qur‘an. Kalam ilham ini hanyalah ―resep qalbu‖ dari Allah untuk
mencapai jalan yang lebih cepat menuju titik terdekat bersama Allah
Swt, sementara Al-Qur‘an dan Sunnah sebagai bahan pokoknya
yang wajib dipakai bagi siapa pun yang memakai resep tersebut.‖
Ucapan terima kasih dan penghormatan Saya persembahkan
terutama kepada almarhum Abba Ahmad Usman, dan Ummy
v
Junaidah yang telah dipilih oleh Allah untuk mengandung,
melahirkan, membesarkan, dan mendidik Saya dengan kasih sayang
yang tulus, semoga dikasihi dan diberkahi, serta diampuni segala
dosa dan kesalahannya. Juga kepada guru-guru saya, terutama
Tuangku Syaikh Muhammad Ali Hanafiah yang dengan tulus
berbagi pengetahuan dan pengalaman serta bimbingannya dalam
memperjalankan hati untuk menemukan makrifat dan cinta kepada
Allah Swt, semoga beliau tetap dalam bimbingan dan kasih Allah
Swt. Juga kepada para khalifah utama Tarekat Qadiriyah Hanafiah
yang senantiasa mendampingi beliau dan memberikan arahan
kepada semua murid-muridnya.
Akhirnya, kepada Allah Swt jualah berhimpun segala
pengetahuan dan kepada-Nya pulalah Saya kembalikan segala
urusan dan permohonan Saya. Kiranya, Dia berkenan memberikan
balasan pahala yang berlipat ganda kepada siapa pun yang telah
memberikan sumbangsih dalam penyusunan buku ini. Dan kepada
para pembaca, Saya juga doakan agar mendapatkan tambahan
pengetahuan dan bimbingan dari Allah, serta kekuatan untuk
mengamalkannya. Selain itu, Saya juga memohon dibukakan pintu
maaf sekiranya ada yang keliru dan atau kurang berkenan di hati.
Mahasuci Engkau ya Allah dan Maha Terpuji, Saya bersaksi bahwa
tiada tuhan selain Engkau, dan Saya memohon ampunan-Mu. Amiin
Yaa Rabba al-‗Alamiin.
vi
KATA PENGANTAR
Prof. Dr. H.M. Bambang Pranowo, MA
(Cendikiawan Muslim)
vii
kita kaum muslimin baru bergama secara ritual, tetapi belum
beragama secara aktual. Kita memang melakukan shalat, tetapi
shalat kita tidak jauh berbeda dengan olahraga. Secara fisik kita
melakukan shalat, tetapi hati kita tidak shalat, sehingga sehabis
shalat tidak ada bekas atau dampak terhadap perbuatan kita. Asma
Allah kita sebut berulang-ulang sewaktu shalat, tetapi seusai shalat
Allah tidak lagi terasa hadir. Kehadiran Allah tidak kita rasakan
ketika kita berada di kantor, di pasar, di laboratorium, di sawah
maupun di ladang. Akibatnya, kita tidak malu dan tidak takut
berbuat curang, culas, menipu atau menilep hak orang lain atau
menggelapkan harta negara. Padahal bukankah Allah itu
sesungguhnya sangat dekat, bahkan lebih dekat dari urat leher kita
sendiri! (Q.S. Qaf/50: 16).
Seusai rekaman acara Hikmah Pagi TVRI itu, masalah
―kedekatan‖ dengan Allah SWT menyergap pikiran saya. Saya segera
teringat dengan buku Kalam Ilham Ilahi (Pencerahan Bagi Hamba
Pencari Tuhan) yang dihadiahkan kepada saya oleh Dr. Ahmad
Rahman, peneliti dari buku tersebut. Buku tersebut berisi kumpulan
berbagai ilham dari Allah SWT yang diterima oleh Maulana Syaikh
Muhammad Ali Hanafiah yang sarat dengan seruan untuk mengenal
diri sendiri dan mendekatkan diri kepada Allah, yang disampaikan
dalam untaian bahasa yang indah dan sangat menyentuh hati.
Membaca buku tersebut tanpa mengenal lebih dahulu penulisnya
tentulah orang akan membayangkan bahwa buku tersebut ditulis
oleh seorang sufi yang selain usianya sudah cukup lanjut, juga ilmu
pengetahuan agamanya sangat luas dan mendalam. Saya sendiri
merasa terpukau dengan isinya. Betapa ketika ―Tuhan‖ atau ―Allah‖
lebih banyak menjadi penghias ucapan sementara perbuatan si
pengucap terasa jauh dari kehadiran Tuhan, ternyata ada seorang
yang begitu dekat dengan-Nya sehingga sering disapa oleh Tuhan
dengan kata-kata ―Wahai hamba-Ku‖ kemudian dianugerahi
berbagai pelajaran spiritual yang adiluhung. Dan, orang tersebut
viii
bukan di Timur Tengah sana, tetapi di sini, di Indonesia yang
sedang dilanda krisis multi dimensi ini.
Memang dengan jujur harus saya katakan timbul juga pertanyaan.
Apakah ilham yang diterima oleh Muhammad Ali Hanafiah itu
benar-benar dari Tuhan? Bukankah wahyu Allah telah berakhir
dengan telah berakhirnya wahyu Allah kepada Nabi Muhammad
SAW? Namun, akhirnya pertanyaan tersebut saya jawab sendiri,
meskipun jawaban muncul juga dalam bentuk serangkaian
pertanyaan. Bukankah dalam sebuah hadis Qudsi, Allah SWT
pernah berfirman:
―Tidak ada cara yang dapat mendekatkan hamba-Ku kepada-Ku
seperti melaksanakan fardu-fardu-Ku dan sesungguhnya ia
mendekatkan diri kepada-Ku dengan melakukan hal-hal yang
sunnah sehingga cintalah Aku kepadanya. Dan sesudah Aku
mencintainya, Aku menjadi kakinya yang dengan-Nya ia berjalan,
tangan yang dengan-Nya ia memukul, lidah yang dengan-Nya ia
berkata, dan hatinya yang dengan-Nya ia berpikir. Bila ia meminta
kepada-Ku, Aku memberinya dan bila ia berdoa Aku menerima
doanya. (Muhammad Taj al-Dīn ibn al-Manāwī al-Hadādī, Al-It-hafāt
al-Thāsaniyyah bi al- Ahādith al-Qudsiyyah, alih bahasa H. Salim
Bahreisy, Bina Ilmu Surabaya, tt., h. 76).
Dengan merenungkan firman Allah tersebut secara mendalam,
kiranya kita akan sampai kepada kesimpulan bahwa sampai kapan
pun Allah tidak akan berhenti untuk menyapa hamba yang
dikehendaki dan dicintai-Nya, meskipun sapaan Allah tersebut
tentunya tidak setingkat dengan wahyu yang diberikan kepada Nabi
Muhammad SAW.
Pertanyaan lebih lanjut yang menggoda adalah mungkinkah
seorang Muhammad Ali Hanafiah yang usianya begitu muda (lahir
tahun 1978), hanya tamatan STM, tidak pernah belajar di pesantren,
dan tidak pernah mendalami ilmu agama atau memperoleh
ix
bimbingan dari ulama; menerima begitu banyak kalam ilham dari
Allah Swt?
Setelah mengenal Muhammad Ali Hanafiah yang akrab dipanggil
―Tuangku‖, secara langsung saya berkenalan dengan sosok yang
kepribadiannya sungguh sarat dengan kelembutan, kesantunan, dan
keteduhan. Dari sini, saya kemudian merasa menemukan jawaban
dari berbagai pertanyaan di atas, bahkan termasuk pertanyaan besar
sehubungan dengan kualitas kehidupan beragama kaun muslimin
saat ini. Ulama maupun sarjana agama memang banyak, tapi tidak
cukup banyak yang benar-benar mampu menjadi suluh bagi
kehidupan yang dinafasi dengan akhlak luhur. Bahkan, penguasaan
ilmu agama yang luas tidak jarang menyebabkan orang jatuh ke
dalam intelektualisme, sehingga ilmu agama yang luas bukannya
menjadikan orang bersangkutan menjadi semakin tawadu, tetapi
malah menjadi semakin sombong dan mudah memandang rendah
kepada orang lain. Padahal penguasaan ilmu agama itu tidak identik
dengan keberagamaan itu sendiri. Penguasaan ilmu itu adalah satu
hal, sedangkan keberagamaan adalah hal lain. Bukankah sahabat
Nabi, Bilal—si penyeru azan pertama itu—hanyalah seorang budak
berkulit hitam yang ilmunya sangat terbatas? Tetapi mengapa ia
dinyatakan sebagai penghuni surga yang gemerincing terompahnya
di surga terdengar oleh Nabi ketika beliau mi‘raj? Adalah jelas
sahabat Bilal dipuji oleh Nabi Muhammad SAW bukan lantaran
pengetahuan atau kapasitas intelektualnya, melainkan karena
kebaikan akhlak dan kekukuhannya mengikuti kebenaran. Dan,
itulah yang telah mengantarkan sahabat Bilal kepada derajat
ruhaniah yang tinggi.
Lukman al-Hakim dan Khidir A.S. adalah nama-nama yang
malahan diabadikan dalam Al-Qur‘an (Q.S. al-Baqarah/2: 269 dan
al-Kahfi/18: 60-82) sebagai contoh tentang adanya orang-orang
yang memperoleh anugerah berupa hikmah dan ilmu langsung dari
Allah (ilmu ladunni). Ayat-ayat Al-Qur‘an itu bersifat abadi, oleh
x
sebab itu tentunya kemurahan Allah untuk menganugerahkan
hikmah dan ilmu ladunni kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya
juga bersifat abadi. Jadi, tidak mengenal kata ‗berhenti‘. Dengan kata
lain, kehadiran Muhammad Ali Hanafiah yang tidak
berlatarbelakang pendidikan agama yang luas tidak mustahil
merupakan contoh yang sedang ditampilkan Allah dalam rangka
‗dekonstruksi‘ tersebut.
Cara pandang demikian kiranya menjadi semakin relevan untuk
diterapkan saat di mana permasalahan dunia semakin rumit, krisis
melanda berbagai belahan dunia dan bahkan Dewan Keamanan
Perserikatan Bangsa-Bangsa dalam banyak hal tidak berdaya
mengatasinya. Tanpa meyakini bahwa Allah akan tetap menyapa
serta membimbing siapa saja yang dikehendaki dan yang berusaha
mendekati-Nya, rasanya manusia akan kehilangan harapan. Dan,
tanpa harapan kehidupan umat manusia tentu akan semakin
runyam.
Kehadiran buku Inilah Aku ini merupakan revisi atas buku
Hidangan Nurani Tuangku Syaikh Muhammad Ali Hanafiah dan Buku
Sastra Ilahi: Ilham Sirriyah Tuangku Syaikh Muhammad Ali Hanafiah,
yang merupakan cetak ulang dengan sejumlah tambahan atas buku
Kalam Ilham Ilahi yang semula peredarannya hanya untuk kalangan
terbatas, kiranya merupakan penegasan kepada masyarakat luas
bahwa Tuhan tidak akan membiarkan hamba-Nya terus-menerus
berada dalam kegelapan dan tanpa harapan. Selain akan
memperkaya sastra sufisme yang keberadaannya dalam bahasa
Indonesia masih sangat langka, kehadiran buku ini semoga dapat
mendorong penduduk negeri yang berdasar pada ―Ketuhanan Yang
Maha Esa‖ ini merasakan kehadiran Tuhan secara nyata. Bukan
hadir dalam kata-kata dan retorika belaka! Āmīn yā Rabb al-„Ālamīn.
xi
KATA PENGANTAR
Prof. Dr. H. Nasaruddin Umar, MA
(Cendikiawan Muslim)
xii
dalam kehidupan. Akibatnya, sebagaimana terlihat pada gejala
umum masyarakat modern, kehidupan ruhani semakin kering dan
dangkal. Sebagai reaksi terhadap kenyataan itu, kerinduan
masyarakat modern kepada nilai-nilai spiritual seperti tercermin
pada fenomena pada dasawarsa terakhir, sesungguhnya hal yang
wajar. Tasawuf memang menawarkan kekayaan spiritual yang
bernilai tinggi, karena ia bertolak dari keinginan untuk mendekatkan
diri kepada Tuhan. Praktik-praktik ritual tertentu yang harus
diamalkan setiap waktu dapat memelihara hubungan ruhani secara
vertikal dengan Tuhan dalam situasi yang komunikatif. Ibadah-
ibadah (ritual) itulah yang menumbuhkan kesadaran ruhani yang
pada tahap lebih lanjut mengejawantah dalam perilaku yang luhur
dan mulia (ihsan). Kesadaran seseorang bahwa ia selalu berhadapan
dengan Tuhan menimbulkan sikap ikhlas, rela, rendah hati (tawādu),
sabar, tawakal, cinta kasih, murāqabah (merasa diawasi) dan
sebagainya.
Di tengah situasi masyarakat yang cenderung mengarah kepada
dekadensi moral seperti yang gejala-gejalanya mulai nampak saat ini,
dan akibat negatifnya mulai terasa dalam kehidupan, maka tasawuf
mulai mendapatkan perhatian dan dituntut peranannya untuk
terlibat secara aktif mengatasi masalah-masalah tersebut. Untuk
mengatasi masalah ini, tasawuflah yang paling memiliki potensi dan
otoritas, karena dalam tasawuf dibina secara intensif tentang cara-
cara agar seseorang selalu merasakan kehadiran Tuhan dalam
dirinya. Dengan cara demikian, ia malu melakukan penyimpangan
karena merasa diperhatikan oleh Tuhan. Tasawuf cenderung
semakin menemukan momentumnya pada masa sekarang ini. Di
kota-kota besar di Indonesia seperti Jakarta, Bandung, Surabaya,
Yogyakarta, Padang, dan kota-kota lainnya, kaum terdidik,
pengusaha, dan masyarakat kampus, banyak tertarik terhadap kajian
tasawuf.
xiii
Buku Inilah Aku yang ada di tangan pembaca ini merupakan
revisi atas buku Hidangan Qalbu Maulana Syaikh Muhammad Ali
Hanafiah dan buku Sastra Ilahi: Ilham Sirriyah Tuangku Syaikh
Muhammad Ali Hanafiah. Buku ini adalah salah satu buku kajian
tasawuf yang dapat memberikan pencerahan. Saya menyadari bahwa
buku ini akan mengundang pro-kontra, dan akan memunculkan
banyak pertanyaan, seperti apakah masih ada ilham yang turun
sesudah Nabi Muhammad SAW? Bagaimana seorang Muhammad
Ali Hanafiah, yang hanya tamatan STM, tidak pernah belajar di
pesantren dan tidak mendapatkan bimbingan ulama, bisa
mendapatkan begitu banyak ilham?
Kalau kita mencermati ajaran Islam, terutama Al-Qur‘an
diperoleh petunjuk bahwa ada orang yang diberikan hikmah seperti
Lukman al-Hakim dan ilmu langsung dari Tuhan (ilmu ladunni)
seperti Khidir A.S. Bukankah Tuhan telah berfirman dalam Al-
Qur‘an surat al-Baqarah (2) ayat 269: ―Allah menganugerahkan
hikmah kepada siapa yang dikehendak. Dan barang siapa yang
dianugerahi hikmah, ia benar-benar telah dianugerahi karunia yang
banyak‖. Sedang seorang hamba (Khidir) yang diajar langsung oleh
Tuhan (Allamnāhu min ladunnā ilman) ceritanya diabadikan dalam
surat al-Kahfi (18) ayat 60-82.
Saya sudah kenal baik dengan Tuangku Muhammad Ali Hanafiah
di Jakarta. Ia mengemukakan gagasannya tentang pentingnya
pencerahan umat melalui zikir, latihan spiritual (riyādah), dan
khalwat. Dan ia juga menceritakan sebagian pengalaman ruhaninya.
Pengalaman ruhani Tuangku Muhammad Ali Hanafiah,
mengingatkan saya pada pengalaman ruhani beberapa ulama sufi
yang terdapat dalam kitab-kitab seperti Hilyah al-Awliyā‟ wa Tabaqāt
al-„Ashfiyā‟, karya Abu Na‘im al-Asfahānī (w. 430 H/1038 M) dan
Jāmi‟ Karāmāt al-Awliyā‟ yang ditulis oleh Yūsuf al-Nabhānī (w.1350
H/1993 M).
xiv
Abu Nasr al-Tūsī (w. 378 H/988 M) dalam bukunya Al-Luma‟
menyebut beberapa nama yang mendapat ilham dari Allah SWT. Al-
Gazālī (w. 505H/1111M) dalam bukunya Ihyā‟ „Ulūm al-Dīn
mengemukakan bahwa sejak Nabi Muhammad SAW wahyu sudah
berakhir, tetapi masih banyak pilihan Allah yang mendapatkan
makrifah, yang tersingkap (kashf) baginya melalui ilham. Lebih lanjut
Al- Gazālī mengemukakan bahwa sulit untuk sampai pada tingkatan
makrifah, tetapi bagi orang yang belum sampai, seyogyanya ia
bersedia mempercayainya.
Literatur sufisme yang berbahasa Indonesia masih tergolong
langkah. Kehadiran buku ini diharapkan dapat mencerahkan dan
menjadi rujukan bagi orang yang tertarik pada tasawuf.
xv
DAFTAR ISI
xvi
Pandangan – 121
Penyingkapan – 122-125
Kenyataan – 126-128
Keberadaan – 129-130
Keakuan – 131-138
Penyembahan – 139-140
Pertemuan – 141-143
Kerinduan – 144-146
Kecintaan – 147-173
Keridhaan – 174-176
Perjalanan – 177-178
Rahasia – 179-180
Zat – 181-183
Tujuan – 184-185
Amalan Wirid Al Qur‗an Thariqah Qodiriyah Hanafiah – 245-287
xvii
ُ ِ يع ۡٱل َعل َ َ َ َ َ َ َ َٓ َ ْ ُ َۡ َ َ َ
َ ٱّللِ ٓأَلت َو ُه َو
ُ ٱلس ِه
٥ يم ٖۚ نو َكن يرجوا ل ِقاء ٱّللِ فإِن أجل
xviii
PENDAHULUAN
1
2
Mengenal Allah
Populer di kalangan para ulama sebuah riwayat yang
menyatakan bahwa dasar pertama dalam beragama adalah mengenal
Allah, atau awwal al-diin ma’rifat Allah. Penulis belum menemukan
siapa yang meriwayatkan ungkapan ini. Terlepas dari sahih tidaknya
riwayat ini, seorang Muslim memang dituntut untuk mengenal siapa
tuhannya. Tuhan yang telah menciptakan semua makhluk, Tuhan
yang telah memberikan perintah dan larangan padanya, Tuhan yang
telah mengangkat nabi dan rasul yang dilengkapi dengan kitab dari-
Nya, Tuhan yang wajib untuk disembah dan dimintai pertolongan,
dan sebagainya.
Sebagai makhluk, manusia tidak mungkin dapat menjangkau
dan mengenal Allah karena Dia adalah zat yang tak terjangkau oleh
indra manusia. Allah berfirman: “Dia tak terjangkau oleh mata,
tetapi Dia yang menjangkau penglihatan mata. Dia Mahahalus lagi
Maha Mengetahui (QS. Al-An‟am, 6/103)
Tuhan juga tidak mungkin terjangkau oleh pikiran
manusia,“Berpikirlah tentang ciptaan Allah, dan jangan berpikir
tentang zat Allah!” Mengapa? Karena pikiran manusia hanya
mampu sampai pada kesimpulan bahwa Tuhan itu ada sebagai
sumber dari segala yang tercipta, tetapi tidak akan mampu
menyaksikan keberadaan-Nya. Perhatikanlah bagaimana Nabi
Ibrahim a.s. berusaha menemukan Tuhan melalui pencarian akalnya
dengan melihat fenomena alam semesta. Bulan, bintang, dan
matahari yang memberikan manfaat bagi kehidupan manusia dan
alam sekitarnya ternyata tidak pantas untuk dijadikan sebagai tuhan.
Nabi Ibrahim a.s. kemudian bersungkur dan menyerah seraya
berkata, “Sekarang aku hadapkan wajahku kepada zat yang telah
menciptakan langit dan bumi, tulus dan berserah diri, dan aku bukan
termasuk orang menpersekutukan. (QS. Al-An‟am, 6/79).
Al-Qur‟an selalu mengingatkan kita untuk mengunakan akal
atau pikiran untuk mengenal Allah. Namun, batas pengenalan akal
atau pikiran terbatas hanya pada pengenalan terhadap tanda-tanda
atau ayat Allah. Yakni, tanda-tanda kekuasaan-Nya, tanda-tanda
3
2. Ruhani
Unsur ruhani terdari atas hati, akal dan nafsu yang bagian ini
sering disebut oleh Tuangku Ali Hanafiah dengan istilah ruh
1
Lihat lampiran buku Ahmad Rahman (Ed.), “Inilah Aku: Pencerahan
Ruhani bagi Pencari Tuhan (Here I Am: Englightenment of the Soul for the
Seeker of God) (Rabbani Press, 2012)”, h. 181.
8
b. Akal
Seperti halnya hawa nafsu, akal juga diciptakan Allah
secara terpisah sebagai pelengkap bagi diri manusia. Tugasnya
adalah mempertimbangkan. Sebagaimana namanya, akal
mengikat segala pengetahuan yang diperoleh dari alat-alat
pengindraan yang diberikan pada manusia, yaitu mata, telinga,
hidung, lidah, dan perasa. Karena informasi yang ditangkap akal
bersumber dari indra yang memiliki keterbatasan, maka tentu
pengetahuannya pun sangat terbatas.
c. Hati
Hawa nafsu, akal, dan hati masing-masing sebagai paket
terpisah diciptakan Allah yang akan membungkus nurani.
Fungsi hati adalah sebagai berfikir, memahami, mengingat,
merenung, merasakan, dan lain-lain. Hati merupakan wadah
bagi rasa yang akan menampung pengetahuan yang keluar dari
nurani.
d. Nurani
Nurani adalah sejumlah sifat-sifat yang Allah tiupkan kepada
jasmani dan ruhani kita. Nurani ini sering pula disebut dengan
inti ruh atau ruh dalam. Sifat Allah yang ditiupkan adalah hayat,
qudrah, iradah, ilmu, sama‟, bashar, dan kalam. Allah berfirman,
“Kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan ke
dalamnya ruh sifat-Nya dan Dia menjadikan bagi kamu
9
Pengetahuan 1
Wahai hamba-Ku:
Di zaman ini telah banyak manusia yang merusak matanya
dengan kebutaan, bukan karena mereka orang bodoh dari ilmu
pengetahuan, namun mereka hanya orang-orang yang telah
dibodohi oleh ilmu pengetahuannya sendiri. Mereka menganggap
dirinya dapat mengupas ilmu pengetahuan di dunia, padahal
pengetahuan tentang dirinya sendiri masih dalam kebutaan.
Apakah mereka pantas dikatakan orang-orang pintar?
11
12
َ َ ۡ َ َ َ َ ُّ َ ا َ َ ۡ َ ٓ َٰ
Allah Swt berfirman:
ٰ َِّفَّٱٓأۡلعِؽَّة َِّأخ َ ُ ٰ َ َ ََ
َّ٧٢ََّمَّوأضوَّـبِيٗل ِ ٔ ٓ َّذ َمخأ َّ َّ
ۦ ِ َّ
ه ؼ
ِ َّهَِّف
ِ وٌَََّك
ن
“Dan Barangsiapa yang buta (hatinya) di dunia ini, niscaya di akhirat
(nanti) ia akan lebih buta (pula) dan lebih tersesat dari jalan (yang
benar)” (Al-Isra‟/17: 72).
Semoga Allah hidupkan hati kita untuk bisa mengingat-Nya
dengan memberikan jalan pengetahuan tentang diri-Nya. Wallahu
a‟lam.
13
Kalam Sirri 2
Pengetahuan 2
Wahai hamba-Ku:
Ilmu-Ku bukanlah suatu kalimat ataupun kitab, dan tidak akan
pernah terurai di lisan. Tetapi keberadaannya yang sekejab
mampu menguraikan seluruh isi kitab-kitab dan kenyataannnya
pun tak pernah terbantah.
Kalam Sirri 3
Pengetahuan 3
Wahai hamba-Ku:
Apabila mata akalmu tiada kesanggupan untuk dapat
menceritakan dan mengungkapkan dengan jelas dari tumpuan
pandangannya, maka melihatlah melalui mata hatimu, hingga
sekalipun ia tak sanggup menceritakan apa-apa yang telah
dipandangnya, niscaya ia dapat meletakan pemahaman
kepadamu. Ingatlah, bukanlah suatu ilmu apabila ia masih
dalam lingkaran akal. Dan sesungguhnya ilmu bagi-Ku adalah
apabila ia bermaqam dalam pemahaman dan berlaku dalam
perbuatanmu.
Kalam Sirri 4
Pengetahuan 4
Wahai hamba-Ku:
Orang yang pintar adalah orang yang dapat menghalau ilmu
pengetahuan dunia kepada istana sumber ilmu pengetahuan yang
hakiki,yakni Aku.
Kalam Sirri 5
Pengetahuan 5
Wahai hamba-Ku:
Barangsiapa yang meneguk ilmu pengetahuan-Ku, maka
tunduklah keseluruhan ilmu yang ada kepada dirinya.
Kalam Sirri 6
Pengetahuan 6
Wahai hamba-Ku:
Sesungguhnya ilmu-Ku Maha Luas dan tak akan dapat
ditampung oleh wadah apapun di dunia ini, kecuali di hati
manusia yang merindukan-Ku dengan keikhlasan semata.
َ ََۡ ۡ ۡ َ َ َّ
Qur‟an:
َ َّ َ ا ۡ ۡ َ َ ُ
َّج َّر ِّب َّنلَفِػ َّٱۡلَط َُّؽ َّرتو َّأن ِ ٰ كو َّى ۡٔ ََّكن َّٱۡلَط َُّؽ ٌَِّػادا َّى َِكِم
ا ۡ
َّ َّ١٠٩َّس ۡئ َِاَّة ِ ٍِري ِ َِّّۦَّ ٌَ َػدا َّ ۡ َ َّول
ٔ َ َّر ّّب
َ ج َ َ َ َ
ُ ٰ ََّك ِ َم حِفػ
ِ ِ
“Katakanlah: Sekiranya lautan menjadi tinta untuk (menulis)
kalimat-kalimat Tuhanku, sungguh habislah lautan itu sebelum habis
(ditulis) kalimat-kalimat Tuhanku, meskipun Kami datangkan
tambahan sebanyak itu (pula)". (QS. Al-Kahfi/18: 109)
Bagaimana mungkin sesuatu dapat menampung hal yang lebih
besar daripada tampungannya, demikian pula dengan ilmu Allah dan
ilmu tentang Allah Swt. Namun, jika hati manusia yang bersih dari
sesuatu selain Allah maka ia dapat memahami semua pengetahuan
yang dibukakan Allah padanya. Hati yang bersih akan menemukan
kenyataan Allah yang sebenarnya, walaupun akal dan lidah tidak
akan pernah sanggup untuk mengungkapkannya. Al-Qur‟an dan
Sunnah Rasulullah hanya mengungkapkan tentang nama, sifat, dan
perbuatan Allah, tetapi bukan kenyataan-Nya.
19
Kalam Sirri 7
Pengetahuan 7
Wahai hamba-Ku:
Pakailah akal sebagai penampung ilmu dunia, dan pakailah hati
sebagai tempat ilmu-Ku bersemayam. Dan hendaknya
kebijaksanaan ilmu dari akalmu harus keluar melalui pintu
kebijaksanaan ilmu yang ada di hatimu.
Kalam Sirri 8
Pengetahuan 8
Wahai hamba-Ku:
Pikiran yang Aku sukai adalah pikiran tentang apa-apa yang
tersembunyi dari ciptaan-Ku. Dan di antara nafsu yang Aku
senangi tak lain adalah nafsu yang hilang dari kemauannya.
Hati hamba-hamba yang Aku cintai adalah hati yang penuh
dengan rasa rindu terhadap-Ku. Dan niscaya tiada suatu apa
pun yang Aku biasakan berdampingan dengannya melainkan
pengetahuan-pengetahuan yang Aku himpun pada hati untuk
selalu memandang-Ku.
Kalam Sirri 9
Pengetahuan 9
Wahai hamba-Ku:
Manusia telah dibodohi dengan pengetahuannya sendiri dan
manusia telah miskin di dalam kekayaannya. Pengetahuan yang
dianggap telah membawanya di atas puncak kecerdasan yang tak
“berilmu”. Sedangkan manusia yang merasa dirinya telah kaya,
sama sekali tidak menyadari jika harta kekayaannya telah
menjadikan dirinya “pengemis” yang terus meminta-minta.
Kalam Sirri 10
Pengetahuan 10
Wahai hamba-Ku:
Dan bagi di antaramu yang menjauhkan diri kepada-Ku, maka
terhijablah ia dari pengetahuan-Ku. Dan bagi dirimu yang akan
mengenal-Ku, niscaya Aku dekatkan tanda-tanda-Ku. Dan bagi
hamba-hamba yang merindui diri-Ku, maka tiada yang lebih
pantas bagi mereka kecuali pengetahuan yang dapat
„memandang-Ku‟pula.
Kalam Sirri 11
Pengetahuan 11
Wahai hamba-Ku:
Bahwasanya “rasa”mu dalam “merasai” keberadaan-Ku
merupakan pengetahuan yang Aku nyatakan tanpa perkataan
dan huruf, namun ia dapat menembus segala arti dan makna dari
segala ungkapan maupun tulisan yang menghijab dirimu
terhadap-Ku. Dan keterlepasan dirimu dari pengetahuan yang
lahir dari huruf dan bilangan akan menghidupkan pengetahuan-
Ku yang ada pada “rasa”mu.
Kalam Sirri 12
Pengetahuan 12
Wahai hamba-Ku:
Pengetahuan-Ku tidaklah mencari huruf dalam ia bernyata,
melainkan huruf dan bilangan yang mencarinya. Maka
janganlah sekali-kali engkau mendatangi-Ku dengan segala
bentuk huruf dan bilangan, karena ia akan menghijabmu dalam
kata dan hitungan. Ketika engkau ingin dapat mengenal tanpa
pengenalan, serta berjalan kepada-Ku tanpa ada jarak yang
dapat ditafsirkan, yakni apabila semata-mata engkau jadikan
“rasa”mu tempat engkau mendatangi-Ku, sehingga cukuplah
dengan pengetahuannya (rasa) engkau mengetahui keberadaan-
Ku.
Kalam Sirri 13
Kesia-siaan
Wahai hamba-Ku:
Sebodoh-bodoh manusia, yaitu manusia yang mendapatkan ilmu
namun tiada diamalkan, dan selemah-lemah manusia adalah
manusia yang beribadah dan beramal, akan tetapi masih
mencintai dunia dan hawa nafsunya.
Kita sudah belajar agama dari kecil, mulai dari pelajaran yang
diberikan orang tua, sekolah, sampai dengan menggunakan berbagai
media, cetak maupun elektronik. Pengetahuan agama yang
mencakup islam (amaliah), iman, dan ihsan sudah kita dapatkan
semuanya. Namun, kebodohan kita adalah sudah tahu banyak hal
tetapi tidak diamalkan sehingga tidak dapat mengubah prilaku kita.
Kelemahan kita lainnya adalah melakukan ibadah tetapi
masih mengharapkan pujian dan sanjungan dari manusia. Ibadah
kita lakukan untuk mendapatkan penghormatan dari lingkungan kita
untuk mendapatkan status sosial.
Terkadang kita melakukan kebaikan untuk kepentingan diri,
keluarga, dan kelompok kita. Ketika memberikan sumbangan,
berharap namanya hendak dikenal oleh orang lain. Ketika
menolong, mengharap publikasi supaya populer di masyarakat.
Segalanya menjadi sia-sia ketika melakukan ibadah dan amal
kebaikan bukan mengharapkan keridaan Allah Swt.
ًَّعََّأيبَّيعىلَّشػادَّةََّأوسَّريضَّاّللَّعَِّّعََّانليبَّصىلَّاّللَّعييَّّوـي
َْ َْ ْ َ ُ َْ َ ْ َْ َ ْ َ َ َ َ َ ُ َ َْ َ َ ْ َ ُ ّ َ ْ
ََُّّّ ف
ََّ ََّ َّأ َّت ََّت ََّعَّ َّج َّف
َّ ٌَّ َّس َّؾ
َِّ تَّ َّو َّاى َّعا َّ ٍَّ ِ وََّّل
َِّ َّٔ ٍَّ اَّب َّع َّػ َّ َّال َّ ٍَِّ ع
َّ ف ََّّّ َّو
َّ انَّ َّج َّف
َّ ََّ َّد
َّ ٌَّ َّؿ
َّ ِ ه َّي
َّ " َّاى: كال
ََ ْ ََ ََ َ ََ
)انَّ"َّ(رواهَّاىرتٌؼي َّ ِ ٌَّ اۡل
َّ َِّّلل َّ َّاَّو َّت ٍََّّن
َّ َّلَعَّا َّ ْا
َّ َّٔ َّْ
28
Abu Ya‟la Syaddad bin Aus r.a. menceritakan bahwa Nabi Saw
pernah bersabda, “Orang cerdas adalah orang mendekati dirinya dan
berbuat untuk persiapan setelah mati, sedangkan orang yang lemah
adalah orang yang mengikuti keinginan hawa nafsunya sementara
berharap pula mendapatkan kemuliaan di sisi Allah (HR. Turmudzi).
Kalam Sirri 14
Keraguaan
Wahai hamba-Ku:
Berjalanlah dalam keadaan yang terang, dan hindarilah berjalan
dalam keremangan, karena ia akan membawamu kepada
kegelapan. Sebab tiada pernah keraguan akan memberimu
jawaban, namun sebaliknya ia akan membawamu ke dalam
lembah kebingungan, hingga lebih menjauhkanmu dari keputusan
yang benar.
Kalam Sirri 15
Ujian
Wahai hamba-Ku:
Dunia dan hawa nafsu ujianmu untuk meraih kebahagian di
akhirat, sedangkan surga dan neraka adalah ujian bagi engkau
yang menuju-Ku.
Kalam Sirri 16
Hukum 1
Wahai hamba-Ku:
Sesungguhnya Aku menciptakan hukum-hukum bukanlah
untukmu. Ia diciptakan hanyalah sebagai pagar untuk hawa
nafsumu, sebab binatang yang paling buas dan yang paling
berbahaya adalah hawa nafsumu sendiri.
َ ُ َ ۡ َ ۡ ُ َ َ َۡ ْ ُ ُ ۡ َ َ ۡ ْ ُ َۡ ََ
menjauhkannya dari Allah Swt.
َ ۡ َ
َّ٤٢َّوَّوحسخٍٔاَّٱۡلقََّّوأُخًَّتعئٍن ٰ
َِّ لَّحيبِفٔاَّٱۡلقَََّّّة ِٱىب ِط
َّ و
Dan janganlah kamu campur adukkan yang hak dengan yang bathil
dan janganlah kamu sembunyikan yang hak itu, sedang kamu
mengetahui. (QS. Al-Baqarah/2: 42)
Lihatlah, ketika hukum Allah dijadikan sebagai jalan pemuas
hawa nafsu, misalnya membangun lembaga pendidikan Islam tetapi
untuk memperkaya diri, mendirikan partai Islam tetapi hanya untuk
memperoleh kekuasaan, dan sebagainya. Alih-alih menjadikan
hukum sebagai pagar bagi hawa nafsunya. Wallahu a‟lam.
33
Kalam Sirri 17
Hukum 2
Wahai hamba-Ku:
Hukum-hukum manusia dibatasi oleh waktu, dikuasai oleh
masa, dapat dibantah dengan keadaan. Bahkan dapat
dikhianati oleh orang yang membuat hukum tersebut. Tetapi
hukum-Ku tak pernah lapuk dalam waktu dan pudar dengan
masa, juga tak akan pernah dapat dibantah oleh siapapun
karena hukum-Ku merupakan kebenaran yang selalu beriringan
dengan hati nurani setiap manusia.
َ َٰ ۡ َ َۡ ٓ َ َ
alam. Allah Swt berfirman:
َ ََٰ ۡ ّ َ ۡ َ ا
َّ َّ١٠٧َّوٌَّاَّأرـينمَّإِلَّرۡحثَّى ِيعي ٍِني
“Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi)
rahmat bagi semesta alam. (QS. Al-Anbiya/21: 107).
Rahmat adalah kasih sayang yang dilandasi cinta. Agama ini
adalah tanda cinta dari Allah Swt untuk disebarkan dengan cinta
agar semua makhluk tersambung dalam cinta. Kebenaran agama ini
tidak mungkin dapat dibantah bagi orang yang mengikuti hati
َ َ ۡ َ ۡ ََ
nuraninya. Allah berfirman:
َ ۡ ََ َ َ َ َ َ َ ۡ َ ا ّ
َّاسَّعييٓاَّ تَّذطؽَّٱنل َّ ِ ّللَِّٱى
َّ ِيََّضِِيفاَّف ِطؽتَّٱ ِ فأك ًََِّّوسٓمَّل ِِل
َ ۡ َ َ َ ۡ ُ ّ َ َٰ ۡ َ َ َ
َ
َّ ِ سََّأزَثَّٱنل
َّاس ِ ٰ ِيََّٱىل ّي ِ ًََُّّ َول َّ َِّلَي ِقَّٱ
َّ ّللَِّذل ِمَّٱَل ِ لَّت ۡت ِػيو
َ ََُۡ َ
َّ َّ٣٠َّلَّحعئٍن
“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah;
(sebagai) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut
fitrah itu. tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang
lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui” (QS. Al-
Rum/30: 30).
34
Kalam Sirri 18
Hukum 3
Wahai hamba-Ku:
Sesungguhnya di antara hamba-hamba-Ku ada yang menjadikan
hukum-hukum-Ku adalah tujuan kehidupannya, sedangkan
mereka jauh dari hati yang menyentuh keberadaan-Ku di diri
mereka.
Kalam Sirri 19
Hukum 4
Wahai hamba-Ku:
Ketahuilah, tidak akan pernah Aku jadikan hukum dan aturan
padamu melainkan menjadi pembeda di antaramu yang tunduk
kepada-Ku. Maka tegakkanlah hukum-Ku jika dirimu termasuk
orang-orang yang tunduk. Tetapi, tidaklah pantas bagi di
antaramu yang mengaku tunduk, sedangkan diri dan hatimu
jauh dari mengenal Aku sang pemilik hukum.
Kalam Sirri 20
Hukum 5
Wahai hamba-Ku:
Aku-lah Tuhan yang menjadikan hukum sebagai pakaian dalam
hidupmu sekaligus pembeda bagimu dengan orang-orang yang
sengaja berpaling dari wajah-Ku, sehingga dirimu menjadi bagian
dari keindahan diri-Ku. Sesungguhnya hukum-hukum tersebut
merupakan pertunjukan dari keindahan sifat-sifat-Ku.
Kalam Sirri 21
Kesempurnaan
Wahai hamba-Ku:
Telah terang akan kelemahan manusia dalam mengendalikan
kesempurnaannya, dan tidakkah manusia melihat keberadaannya
yang diletakkan lebih tinggi dari apa-apa yang telah Ku-
ciptakan. Dan bahwasanya tiada kan pernah Aku adakan
baginya kesempurnaan melainkan dengannya ia lebih mengenal
maksud-Ku terhadap apa-apa yang telah diatur dalam segala
ketentuan-Ku.
Kalam Sirri 22
Ingatan - Zikir
Wahai hamba-Ku:
Agar engkau Aku ingatkan ketika lupa, maka carilah
kesempatan untuk ingat kepada-Ku di saat engkau disibukkan
dengan yang lain, Karena sesungguhnya Aku tidak melupakan
hamba-hamba-Ku yang pernah ingat kepada-Ku di waktu ia
lalai untuk mengingat diri-Ku.
َ َ ْ ُّ َ ُ َ َ ۡ َ َ ُ ۡ َ ۡ َ ُ ۡ َ ۡ
wajahnya. Allah berfirman:
ََّّلل
َّ ّللِ َّإِن َّٱ ُ ۡ َ
َّ ب َّفأحٍِا َّحٔىٔا َّذرً َّوسّ َّٱَّ ق َّ َّوٱلٍغ ِؽ
َّ ُش َّ ِ َو
ِ ٍّللِ َّٱل
َ َوٰـ ٌع
ٞ ِ َّعي
َّ َّ١١٥ًَّي ِ
“Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, maka kemanapun kamu
menghadap di situlah wajah Allah. Sesungguhnya Allah Maha Luas
(rahmat-Nya) lagi Maha mengetahui” (QS. Al-Baqarah/2: 115).
Di saat rasa kepemilikian sudah diserahkan kepada Allah
maka yang terasa adalah Allah maha meliputi segala sesuatu,
termasuk melipuri diri kita sendiri. Kalau sudah demikian, ke mana
pun wajah memandang maka di sana ada wajah Allah.
42
Kalam Sirri 23
Permintaan - Doa
Wahai hamba-Ku:
Memintalah kepada-Ku dengan segala yang tersirat dalam
hatimu dan lepaskanlah sesuatu yang mengikatnya yakni
kebiasaanmu, karena sesungguhnya permintaan yang datang
dari hatimu adalah salah satu bukti kejujuran jiwamu kepada-
Ku. Sebab, meminta (do‟a) merupakan cara yang terbaik untuk
jujur kepada-Ku.
Kalam Sirri 24
Permintaan - Doa
Wahai hamba-Ku:
Dan tiadalah perkataan yang sampai kepada-Ku kecuali ia telah
terlepas dari ikatan-ikatan huruf yang keluar dari kejahilan
akalmu. Padahal sesungguhnya Aku telah menjadikan hatimu
jauh dari hijab-hijab-Ku, supaya engkau datang kepada-Ku
dengan hatimu sendiri. Dan itulah perkataan yang Aku
utamakan datang dari-mu.
ُ َ ۡ َ ۡ َ ٓ ُ ۡ ُ ُ ُّ َ َ َ َ
kepada-Nya dan Dia berjanji akan mengabulkannya:
َ ُ ۡ َ َۡ َ ۡ
َِّيَ َّيفخه ِِبون
َّ شب َّىسً َّإِن َّٱَّل ِ ٔن َّأـخ َّ ِ ال َّربسً َّٱدعَّ وك
َ َ ٔنَ ُ ُ ََۡ َ َ ۡ َ
َّ َّ٦٠ََّيَ عؽِِ َّس ََِّٓ ًََّدا خََّعِتاد ِِتَّـيػعي
“Dan Tuhanmu berfirman: "Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan
Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang
menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka
Jahannam dalam keadaan hina dina". (QS. Al-Mu‟min/40: 60).
Ayat di atas juga menjelaskan bahwa orang yang tidak mau
berdoa merupakan orang yang takabur dan terancam masuk neraka
Jahanam. Mengapa harus berdoa? Berdoa adalah tanda kehambaan
yang butuh kepada Allah. Doa ini harus keluar dari kebutuhan yang
muncul di dalam hati, bukan doa yang sengaja dirangkai oleh otak
menjadi kalimat-kalimat indah, atau doa yang dihapalkan tetapi tidak
mewakili apa yang menjadi kebutuhan kita.
Doa yang dipanjatkan harus dipahami tujuannya, bukan
sekadar bahasa Arab tetapi lalai dari maknanya. Doa yang dipahami
akan meresap ke dalam hati atau mewakili perasaan di dalam hati,
dan hati itu senantiasa terhubung dengan Allan tanpa prantara.
44
Kalam Sirri 25
Kekhusyukan
Wahai hamba-Ku:
Kekhusyukan dirimu kepada-Ku bukanlah ternilai daripada
khusyuk itu sendiri, akan tetapi terlihat dalam usahamu dalam
memeliharanya. Dan bahwasanya Aku-lah yang sanggup
membuatmu khusyuk kepada diri-Ku. Karena, Aku tidak
meletakkan penilaian kepadamu, melainkan melalui niat dan
usahamu kepada-Ku. Katakanlah, “Cukuplah Allah Tuhan-Ku.”
Kalam Sirri 26
Tasbih
Wahai hamba-Ku:
Tiada Tuhan selain Aku, dan sungguh tiada satu pun denyutan
pada jantungmu yang dapat mengadakan gerakannya sendiri,
melainkan dari Aku Yang Maha Menatapnya melalui “perintah”
dan dalam hitungan-Ku yang tersembunyi. Dan bahwasanya
cukup Aku-lah yang Maha Mengetahui dari segala yang berada
pada genggaman-Ku. Maka tiada yang lebih baik dari denyutan
di dadamu, kecuali bila ia telah menjadi hitungan tasbih
terhadap diri-Ku.
َۡ
Allah berfirman:
ُۡ ۡ َ َ َّ ٰ ٌَّا َِّف َّٱلف َم ٰ َن
َّوس ُّ
َّ ِ م َّٱىلػ َ َّ ِ َِّف َّٱۡل
َِّ ِ ۡرض َّٱلٍي ِ ت َّوٌا ِ ِ
َ ِص َّ ِّللَُّ ِ ي ُ َف ّت
َّ َّ١ًَِّي َ ۡ يؾَّٱ
َِّ ۡله َِّ ٱى َع ِؾ
ۡ
“Senantiasa bertasbih kepada Allah apa yang ada di langit dan apa
yang ada di bumi. Allah Sang Raja, Yang Maha Suci, Yang Maha
Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS. Al-Jumu‟ah/62:1)
Seluruh makhluk senantiasa bertasbih kepada Allah,
termasuk setiap organ dan sel yang ada di dalam tubuh kita. Tasbih
mereka dalam bentuk menjalankan semua tugas dan fungsinya
menurut perintah Allah padanya (sunnatullah). Mereka senantiasa
menjalankan tugasnya tanpa pernah menolak dan membangkan.
Para malaikat pun hanya bertasbih sesuai dengan tugasnya masing-
masing, yang tugasnya hanya bersujud selamanya, ada yang tugasnya
mencatat selamanya, dan seterusnya tanpa bisa menolak perintah
Allah.
Hanya manusia dan jin diberi tugas ibadah atau menyembah
kepada Allah (QS. Al-Dzariyat/51: 56) karena hanya keduanya
46
diberi potensi untuk mengenal Allah. Manusia dan jin dikaruniai hati
nurani yang merupakan media untuk mengenal Allah, sedangkan
makhluk yang lain tidak memilikinya sehingga mereka hanya diminta
bertasbih saja.
Jadi, pada dasarnya seluruh organ dan sel dalam tubuh kita
sedang menjalankan tasbihnya masing-masing, namun kita tidak
menyadarinya karena hati kita terlanjur berlumuran ego dan hawa
nafsu. Denyutan jantung akan menjadi nada pengiring tasbih bagi
hati yang telah terbebas dari hubbudunia atau “rasa memiliki”
terhadap dunia.
Siapa pun kita tidak ada yang mampu mendetakkan
jantungnya dan mendenyutkan nadinya. Jantung dan nadi juga
mustahil berdetak dan berdenyut dengan sendirinya. Semuanya
berjalan atas perintah Allah padanya. Jika demikian, maka
sesungguhnya yang hidup di dalam diri kita adalah hayat tiupan
Allah yang tidak pernah mati. Di balik detak jantung dan denyutan
nadi pasti ada Allah Yang Mahahidup yang senantiasa bersama
dengan kita.
Semoga Allah terus membimbing dan mendidik hati kita
untuk sampai pada kenikmatan tasbih yang teriringi melodi detak
dan denyutan jantung kita masing-masing. Wallahu a‟lam.
47
Kalam Sirri 27
Tingkatan - Maqam
Wahai hamba-Ku:
Ketika ruhmu meliputi jasad, saat itu Aku memanggilmu
“manusia”, dan setelah ”rasa“ meliputi jasad dan jiwamu, Aku
akan memanggilmu “hamba”, dan apabila sifat-Ku telah
meliputimu maka saat itu Aku akan memanggilmu “Sang
Kekasih”.
kalam. Ketika manusia lebur dalam nuraninya yang tidak lain adalah
sifat Allah, maka dia akan menyaksikan zat Allah sebagai zat Yang
Mahanyata dan Mahaindah, sehingga pasti akan jatuh cinta pada-
Nya. Pada posisi inilah seorang akan menemukan keindahan dan
kebahagiaan surga di dunia sehingga apa pun yang dilakukan dan
diucapkan adalah wujud pembuktian cintanya kepada Allah Swt.
Orang yang seperti inilah yang akan mampu ikhlas dan ridha dalam
setiap kata dan perbuatannya, serta menebar kasih kepada siapa dan
apa pun di dunia ini. Semoga Allah memasukkan kita dalam maqam
“kekasih” di sisi-Nya. Wallahu a‟lam.
49
Kalam Sirri 28
Penghambaan
Wahai hamba-Ku:
Mohon ampunlah kepada-Ku dalam keikhlasan, memintalah
kepada-Ku dalam keyakinan, kemudian berharaplah di dalam
rahmat-Ku, sertailah syukur bersama pemberian-Ku, hingga
engkau menemukan dirimu dalam keadaan berserah diri kepada
Zat-Ku semata.
kita telah bekerja keras untuk mencari ilmu, harta, jabatan, dan lain-
lain tetapi yakinlah bahwa semua itu karunia dari Allah dan menjadi
titipan yang harus kita emban sebagai amanah. Dengan bersyukur,
kita meyakini bahwa apa yang hilang/pergi dari diri kita adalah
wujud kasih-Nya dan pasti akan digantikan yang lebih baik. Dengan
bersyukur, kita akan terbebas dari „rasa memiliki‟ atas sesuatu
sehingga kita benar-benar mengakui kehambaan kita yang
bergantung hanya kepada Allah Swt.
Semoga Allah menjadikan kita sebagai hamba yang benar-
benar berserah diri pada-Nya dengan senantiasa ikhlas memohon
ampunan-Nya, yakin dalam berdoa pada-Nya, tidak putus asa akan
rahmat-Nya, serta senantiasa mensyukuri segala karunia titipan-Nya
pada kita. Wallahu a‟lam.
51
Kalam Sirri 29
Kalam Sirri 30
Pemaafan
Wahai hamba-Ku:
Memaafkan orang lain dengan keikhlasan, sama nilai dan
artinya memaafkan kesalahanmu dari orang yang tak dapat
memaafkanmu. Maka hendaklah menjadi hamba yang mudah
memaafkan karena engkau tidak akan pernah tahu seberapa
banyak orang yang tidak dapat memaafkan dirimu.
Kalam Sirri 31
Pemaafan
Wahai hamba-Ku:
Pintu kekayaan adalah bersedekah,
pintu kebijaksanaan adalah diam,
pintu hikmah adalah berpuasa, dan
pintu ilmu adalah berbagi sekalipun ilmumu hanya secuil bagi
perkiraanmu.
Kalam Sirri 32
Cahaya
Wahai hamba-Ku:
Nur-Ku bukanlah cahaya, bukanlah kalimat, dan nur-Ku bukan
jua bentuk, namun nur-Ku adalah suatu pengertian dan
pemahaman yang lebih nyata dan benar daripada segala
pandangan akal dan fikiranmu.
Kalam Sirri 33
Hikmah 1
Wahai hamba-Ku:
Tiada arti suatu kalimat jika ia keluar dari bahasa lisanmu,
namun apabila kalimat itu keluar dari bahasa nuranimu, maka
kalimat tersebut akan menjadi hikmah bagimu. Dan ingatlah,
sebaik-baik bahasa adalah hikmah, karena hikmah adalah
pemahaman yang datang langsung dari Aku Tuhanmu.
diri sendiri. Metode ini mengajak kita untuk lebih banyak melakukan
perenungan dan tafakur agar memberikan ibrah bagi kesadaran kita.
Ketiga, dakwah secara dialogis. Apabila ada orang yang
membantah atau menolak ajakan kita maka Allah mengajarkan
menggunakan metode dialog dan diskusi dengan cara yang lebih
santun.
Ingat, tugas kita hanyalah mengajak kepada kebenaran
namun hidayah dan petunjuk itu menjadi kewenangan Allah Swt.
Allah tidak melihat berapa banyak orang yang berhasil kita sadarkan,
tetapi yang dinilai oleh Allah adalah apa niat kita berdakwah dan
seberapa maksimal usaha kita di dalamnya.
Semoga Allah tetap memberikan ketulusan dalam
menyampaikan ajaran-ajaran-Nya sehingga tidak keluar kalimat dari
mulut kita kecuali hikmah yang telah diletakkan Allah dalam nurani
kita. Kalimat yang merupakan pesan langsung dari Allah melalui
lisan kita sebagai hamba yang terpilih. Wallahu a‟lam.
60
Kalam Sirri 34
Hikmah 2
Wahai hamba-Ku:
Hakekat dari makna adalah hikmah, sedangkan hakekat dari
hikmah adalah pemahaman hati yang tiada perperantara dengan
Zat-Ku. Oleh karena itu, seringlah melihat atau memandang
dengan hatimu, sebab dialah yang sanggup menjadikan sesuatu
itu bermakna.
َ َ ُ ۡ ََ ََ ۡ ۡ َ ُۡ ََ ُٓ ََ َ ََ ۡ ۡ
pengetahuan yang datang dari olah akal dan nalar.
ۡ ۡ
ا
َّوت َّعريا
ِ ت َّٱۡل ِهٍ َّث ٌََّ َّيشاء َّوٌَ َّيؤت َّٱۡل ِهٍ َّث َّذلػ َّأ َّ ِ يُؤ
َ َۡ ۡ ْ ُُْ ٓ ُ َ َ َ َ ا
َِّ ٰنرِرياَّۗوٌاَّيؼنؽَّإِلَّأولٔاَّٱۡلىب
َّ َّ٢٦٩َّب
“Allah menganugerahkan Al Hikmah kepada siapa yang
dikehendaki-Nya; dan siapa yang dianugerahi hikmah, ia benar-
benar telah dianugerahi karunia yang banyak; dan hanya orang-
orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran dari
hikmah,” (QS. Al-Baqarah/2: 269).
Para ulama memaknai hikmah pada ayat di atas sebagai
fahaman yang dalam tentang Al-Quran dan Sunnah. Namun,
hakikat dari hikmah sebenarnya adalah pemahaman langsung
mengenai suatu kebenaran yang diberikan Allah kepada seorang
hamba yang hatinya bersih. Orang yang mendapatkan hikmah ini
adalah merupakan penyambung pesan Allah kepada hamba-hamba-
Nya. Setelah Rasulullah Saw tiada, orang-orang inilah yang mewarisi
tugas-tugas kerasulan untuk membacakan tanda-tanda keberadaan
Allah, mengajarkan kitabullah dan hikmah. Allah Swt berfirman:
61
ُ َ ۡ ّ ۡ َُ ا َ ۡ َ ُۡۡ ََ ُ ََ
ًَّۡٓف ِِ ني َّإِذ ََّب َعد َّذِي ًِٓ َّرـٔل ٌََِّ َّأُف َّ ىل َّۡػ َّ ٌََ َّٱ
َّ ِ ٌِِ ّلل َّلَع َّٱلٍؤ
َ ۡ ۡ َ ۡ ّ َ ۡ ََُّ َ َ ۡ َۡ َ ْ َُۡ
َّ َ َّٰو ُي َعي ِ ٍُ ُٓ ًُ َّٱىهِت
َّب َّ ََّوٱۡل ِه ٍَ َّث ًِٓ َّءايٰخ ِ َِّّۦ َّويؾك ِي ًِٓ حخئا َّعيي
َ َ َُۡ
ُّ َّض َلٰو ْ ُ َ
َّ َّ١٦٤َّني ت
ٍ ِ ٌَّٖ ِف
ِ َّى و ت ََِّر ٌَّ ِإَونََّكُٔا
“Sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang
beriman ketika Allah mengutus di antara mereka seorang Rasul dari
golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-
ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada
mereka Al kitab dan Al hikmah. dan Sesungguhnya sebelum
(kedatangan Nabi) itu, mereka adalah benar-benar dalam kesesatan
yang nyata,” (QS. Ali Imran/3: 164).
Setiap orang berpeluang mendapatkan hikmah atau
pengetahuan langsung dari Allah apabila hatinya bersih, yakni
sepenuhnya bergantung kepada-Nya. Dan orang yang mendapatkan
amanah tersebut otomatis berkewajiban untuk mengajarkan dan
menyampaikan kepada orang lain. Wallahu a‟lam.
62
Kalam Sirri 35
Lauh Mahfuzh
Wahai hamba-Ku:
Engkau bagaikan tulisan-tulisan dalam kitab,
dengan takdir menjadi lembaran kertasnya,
dunia beserta akhirat menjadi sampulnya,
sedangkan penulis ataupun pengarangnya adalah Aku.
penilaian Allah untuk kita. Allah hanya memberikan dua hal yang
menjadi milik kita dan menjadi dasar penilaian-Nya, yaitu pilihan
berniat dan pilihan berusaha. Hasil dari niat dan usaha yang kita
lakukan juga bukan dasar penilaian Allah atas kita. Jadi, tugas kita
hanyalah berniat dan berusaha, tetapi hasilnya bukanlah kewenangan
kita sehingga tidak boleh diklaim sebagai prestasi. Sesungguhnya
Allah tidak menilai hamba-Nya berdasarkan rizki, ilmu, pangkat,
jabatan, status sosial, dan semua apa yang sering kita akui sebagai
“hasil usaha” sebab semuanya adalah karunia dari-Nya. Namun,
penilaian Allah terletak pada prosesnya, apa niatnya, kualitas atau
kuantitas usahanya, dan pemanfaatan hasilnya.
Mari kita menjadi pena dan tinta yang merangkai kata dan
kalimat melalui niat dan usaha kita masing-masing. Cerita apa pun
yang terangkai biarkan Allah yang menentukan alurnya. Semoga
rangkaian kata dan kalimat yang kita torehkan di dalam lembaran
takdir-Nya di dunia ini berawal dari niat dan usaha yang hanya
mengharap keridhaan Allah Swt, sehingga membentuk sebuah alur
kisah yang dikenang indah setiap orang yang ditinggalkan dan
dibanggakan oleh Allah SangPenulis dan Pengarangnya di hadapan
para malaikat-Nya. Wallahu a‟lam.
64
Kalam Sirri 36
Hijab 1
Wahai hamba-Ku:
Akal adalah dinding yang kokoh di dunia ini, menjadikan
manusia terjebak dalam menuju Aku Tuhannya, karena apapun
yang datang dari akalmu adalah tirai-tirai penghijab antaramu
dengan Aku, maka untuk mengalahkannya bangunlah dinding
yang lebih tinggi dan kokoh hingga kamu dengan melaluinya
dapat melompati dinding akal, dinding yang lebih tinggi dan
kokoh tersebut adalah “rasa” pada hatimu.
Kalam Sirri 37
Hijab 2
Wahai hamba-Ku:
Seburuk-buruk pendusta adalah egomu yang menyatakan
kepemilikan terhadap kepunyaan-Ku di dalam dirimu. Dan tiada
penipu yang lebih pandai daripada akalmu sendiri, yang
menjadikan engkau buta dari segala sesuatu yang Aku
datangkan dan yang Aku ambil dari dirimu.
Kalam Sirri 38
Hijab 3
Wahai hamba-Ku:
Berdiamlah dalam segala kehendak dan kemauanmu, karena ia
menampakkan egomu. Bersunyilah dari penglihatanmu sebab ia
akan mengajarkan hawa nafsumu dengan segala keindahan.
Sebaik-baik perbuatan adalah berbuat tanpa berharap kepada
perbuatan tersebut, dan melihat tanpa menilai apa-apa yang
telah terlihat oleh mata.
Kalam Sirri 39
Hijab 4
Wahai hamba-Ku:
Letakkanlah akal dan pikiranmu dalam mengenal Aku, dan
letakkanlah jiwamu dalam berhadapan kepada-Ku. Kemudian
datangilah hatimu dalam keadaan memandang-Ku, maka
sesunggunya hal yang demikian itu akan membawamu kepada
terungkapnya hijab dengan segala rahasia antara Aku dengan
dirimu.
َ ُ ۡ َ ۡ َ َ ۡ َ ۡ َ ۡ َ ۡ َ َ ُّ َ ۠ َ َ ٓ ّ
Tuwa.
ا ُ َّ ِ َّفٱعي َّعَّجعييمَّإُِمََّّة ِٱلٔادََِّّٱلٍلػ
َّ١٢َّسَّطٔى َّ نَّأُاَّربم
َّ ِ ِ إ
71
Kalam Sirri 40
Hijab 5
Wahai hamba-Ku:
Janganlah sekali-kali engkau mau “dibutakan” serta “ditulikan” oleh
penglihatan ataupun pendengaranmu, dan jangan jua dibodohi oleh
pernyataan akal pikiranmu. Cukuplah hanya pada wajah-Ku saja
engkau berhadapan melalui jendela hati yang ada pada rasamu
Karena dengannya (rasa) penglihatan dan pendengaran-mu tiada
mempunyai batas. Dan akal pikiranmu akan menjadi jalur
pengetahuan-Ku, hingga terhadapnya tiada kemustahilan bagi
dirimu untuk memahami keinginan-Ku.
Kalam Sirri 41
Hijab 6
Wahai hamba-Ku:
Pandanglah Aku setelah engkau buta dari penglihatanmu,
dengarlah kalam-Ku ketika pendengaranmu tuli dari suara,
datangilah Aku di saat akalmu tiada kesanggupan lagi untuk
merangkai huruf maupun kata-kata, lalu cintai Aku di mana
hatimu telah jauh ditinggalkan oleh kemauanmu sendiri. Dan
ketahuilah, sesungguhnya Aku adalah sebaik-baik pengganti
dari segala sesuatu yang hilang di dirimu.
Kalam Sirri 42
Hijab 7
Wahai hamba-Ku:
Perlu engkau ketahui, “waktu” adalah salah satu dari sejuta hijab
yang menutupi di dirimu. Bila engkau hendak menyingkirkannya
maka janganlah engkau melihat masa depanmu melalui dia, namun
lihatlah melalui “takdir”, karena hanya Aku yang dapat menentukan
masa depanmu, sedangkan waktu sebagai jalan untuk membuktikan
apa yang telah dikehendaki oleh Aku Tuhanmu.
َ َ َٰ ۡ
menjalani tugas kehambaan dan kekhalifahannya. Allah berfirman:
ْ ُ ۡ ََّوٱ ۡى َع
َِّيَ َّ َء َاٌ ُِٔا
ََّ َّ َّإِل َّٱَّل٢َّ ۡس ٍ
ۡ َّع ِف ِ ى َّ َّ
َ نسۡل
ِ ٱ َّ نِ إ َّ َّ ١َّ َّ
ص
ِ
ْ َ َ َ َ ّ َۡ ْ ۡ َ َ َ َ ٰ َ ٰ ْ ُ
َّ٣َِّب َِّ ۡ اص ۡٔاََّّة ِٱلصٔقَّوحَِّ جَّوحٔاصٔاََّّة ِٱۡل َِّ َو َع ٍِئاَّٱىصيِح
1. Demi masa.
2. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian,
3. kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh
dan nasehat menasehati supaya menaati kebenaran dan nasehat
menasehati supaya menetapi kesabaran. (QS. Al-Ashr/103: 1-3)
Dalam berusaha mencapai sesuatu, terkadang kita
meletakkan harapan pada waktu di mana apa yang kita usahakan
hari ini akan kita dapatkan pada suatu waktu nanti. Harapan pada
waktu ini akan memunculkan perasaan menunggu dan menguji
kesabaran. Apabila tidak lulus dalam kesabaran, maka akan muncul
kekecewaan dan putus asa. Inilah salah satu hijab menuju kepada
Allah karena harapan tidak diletakkan kepada Allah.
75
Oleh karena itu, apa pun yang kita cita-citakan di dunia ini
maka letakkanlah semua harapan hanya kepada Allah. Kita berniat
dan berusaha mencapai apa pun yang menjadi tujuan kita tetapi
jangan menunggu waktu yang memberikannya, tetapi tunggulah apa
yang menjadi takdir Allah untuk kita yang akan terbukti melalui
waktu.
Waktu adalah wadah bagi kita untuk dapat mengetahui apa
yang menjadi takdir Allah. Segala sesuatu yang telah terjadi pada
waktu yang berlalu itulah takdir yang bisa kita pahami, dan segala
sesuatu yang belum terjadi tetap menjadi rahasia Allah. Karena
sifatnya rahasia, maka kita dibebaskan untuk memilih melalui niat
dan usaha kita. Penilaian Allah pada hamba-Nya tidak terletak pada
hasil, tetapi terletak pada kualitas niat dan usahanya. Wallahu a‟lam.
76
Kalam Sirri 43
Hijab 8
Wahai hamba-Ku:
Lihatlah apa yang di hadapanmu, dan pandanglah di balik apa
yang di hadapanmu, niscaya penglihatanmu tidak akan
mendustaimu. Karena sesungguhnya nafsu selalu melihat apa
yang ada di hadapannya, dan melupakan apa yang nyata di balik
sesuatu yang di hadapannya.
Kalam Sirri 44
Hijab 9
Wahai hamba-Ku:
Engkau bukanlah dijadikan untuk sesuatu, dan tak akan Aku
jadikan sesuatu jikalau bukan karenamu, sedangkan engkau
dijadikan hanya untuk Aku semata, maka hai hamba berkatalah dan
berbuat karena Aku saja.
Kalam Sirri 45
Hijab 10
Wahai hamba-Ku:
Engkau seperti orang yang berdiri di depan cermin, namun tidak
mengetahui apa yang terdapat di belakang cermin. Ingatlah,
dunia seumpama cermin sedangkan akhirat berada di
belakangnya. Dan janganlah asyik berkaca, hingga terlena akan
bayangan semu yang diciptakan dunia.
ُ َ ۡ َ ۢ ُ ُ َ َ َ ٞ َ َ ٞ ۡ َ َ ٞ َ َ ۡ ُّ ُ ٰ َ َ ۡ َ َ ْ ٓ ُ َ ۡ
terutama melupakan Allah Swt.
ًَّۡس ِٱعئٍَّا َّأجٍاَّٱۡلئَّة َّٱَلجيا َّىعِب َّولٓٔ َّوزِيِث َّوتفاعؽ َّةي
ََّار ُ ۡ َ َ ۡ َ ۡ َ َ َ َ َٰ ۡ َ ۡ َ َ ۡ َ ۡ ٞ ُساذ
َ ََ
َّ د َّأعشب َّٱىهف ٍ ي َّد و
ِ ر ٍ نَّ َّ
ػِ ل و ۡل ٱَّ
و َّ َّ
لِ ٰ ن ٌۡلٱَّ َِّف
ِ ؽ وح
ُ ٔن
َ َّض َطٰ اٍا ُ ُ َ ُ َّ َ ُ ُ ُ َ ُ َ َ َ ٰ ُ ُ ۡ َ ا
َِّع َؽةِ َّو ِِف َّٱٓأۡل جتاح َّّۥ َّثً َّي ِٓيز َّذرتىّ َّمصفؽاَّثً َّيس
ٓ َ ۡ ُّ ُ ٰ َ َ ۡ َ َ ٞ َ ۡ َ ّ ٞ َّو ٌَ ۡغف َؽة ٞ َ ٞ َ َ
َّّللَِّورِضنٰن َّوٌاَّٱۡلئَّة َّٱَلجيَّا َّإِل ََّ ٌَّ
َّ َِ َّٱ ِ َ عؼاب َّش ِػيػ
ُۡ َ
َّ ٌَتٰ ُعَّٱىغ ُؽ
َّ٢٠َِّور
“Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah
permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-
79
Hijab 11
Wahai hamba-Ku:
Dunia dapat memabukkan bagimu walau ia bukan arak, hawa
nafsu bukan jua api, namun ia dapat menghanguskan apa-apa
yang berdekatan dengannya. Begitu jua dengan egomu, ia
bukanlah dinding atau tembok tetapi mampu memisahkan antara
benda daripada bayangannya sendiri.
manusia adalah bagian dari sifat Allah yang ditiupkan atau bagian
sifat dari zat Allah. Tiupan itu terus berlangsung hingga sekarang.
Al-Qur‟an menggunakan istilah „meniupkan‟ untuk menunjukkan
bahwa Allah dan manusia tidak pernah terpisah dan berjarak. Maka,
wajarlah bila Allah berfirman “Aku lebih dekat pada manusia
daripada urat nadinya sendiri.” Bila boleh diibaratkan, manusia
adalah bayangan dan Allah adalah bendanya. Bayangan dan benda
tentu dua hal yang berbeda, dan keduanya tidak pernah berjarak dan
terpisah. Keberadaan bayangan bergantung kepada keberadaan
benda. Begitu pula, keberadaan sifat bergantung kepada keberadaan
zatnya. Dengan dengan demikian, keberadaan manusia bergantung
kepada keberadaan Allah Swt.
Namun, ego atau rasa keakuan diri pada manusia telah
menyebabkan dirinya tidak lagi mampu merasakan dirinya yang
sebenarnya selalu bersama dengan Allah. Rasa keakuan atau
kepemilikan atas semua karunia titipan Allah, seperti mengaku
punya ilmu, punya jabatan, punya harta, punya keluarga, punya
tubuh yang indah, punya pemikiran, punya kemampuan, punya
kecerdasan, punya pendidikan, dan seterusnya sehingga terhijablah
ia dari Allah. Sekiranya manusia meletakkan segala sesuatu sebagai
milik Allah maka di situlah ia akan merasakan betapa dirinya dekat
dan sangat bergantung kepada Allah (“Allah tempat bergantung”
[QS. Al-Ikhlas/112: 2]). Manusia berilmu karena Allah masih
titipkan di akalnya, berharta karena Allah masih berkenan
mengaruniainya, jasadnya hidup karena Allah masih
menghidupkannya, berkampuan karena Allah masih berkenan
memberikan segala daya padanya. Rasa ketidakberdayaan dan
ketidakmampuan inilah yang memunculkan rasa butuh pada Allah,
dan rasa butuh inilah yang menjadi tali penghubung bagi manusia
kepada Allah Yang Maha Dekat.
Untuk merasakan dekatnya Allah dengan kita, maka
jauhkanlah rasa keakuan diri yang memiliki sesuatu dan
munculkanlah rasa tidak berdaya yang selalu butuh hanya kepada
Allah Allah semata. Semoga Allah menjadikan kita sebagai hamba
yang diberi kemampuan merasakan hakikat laa hawla wa laa quwwata
illaa billaah, yakni merasakan ketidakberdayaan dan mutlak butuh
pada-Nya. Cukuplah Allah sebagai tempat bergantung, sebagai
pelindung dan penolong kita, “habunaa Allaah ni’ma al-wakiil wa ni’ma
al-maulaa wa ni’ma al-nashiir. Wallahu a‟lam.
82
Hijab 12
Wahai hamba-Ku:
Aku adalah suatu Zat yang teramat dekat untuk dikenali. Dan
bahwasanya Aku selalu melihat apa yang engkau lihat dan
mengetahui apa yang engkau ketahui, sedangkan Aku menjadi
suatu hal yang amat sukar untuk didekati, bila engkau
mengenali-Ku sebagaimana orang buta mengenali dirinya di
depan cermin.
Kalam Sirri 48
Hijab 13
Wahai hamba-Ku:
Sesungguhnya Aku tidak menutup Diri untuk dikenal dan
diketahui, namun hanya mereka yang tiada sadar telah
merentangkan jarak terhadap-Ku. Dan sungguh Aku-lah Diri
yang dapat didekati tanpa perantara alat apa pun dan dikenali
tanpa bantuan sepotong kata pun hingga Aku-lah yang pertama
mereka temui sebelum mereka datangi perantara-perantara
mereka.
ۡ َ ٰ َ ۡ ُۡ ُ ٓ َ ۡ َ ۡ
firman-Nya,
ََّٔهَُّةٓا ُ
ِ َّ ّنَّ َّفٱدع َّ ِ َو
َّ ّللَِّٱۡلـٍا َّءَّٱۡلف
“Dan Allah memiliki nama-nama yang baik(asmaa-ul husna), maka
serulah Dia dengan menyebut nama-Nya (QS. Al-A‟raf/7: 180).
Padahal, sebelum menyebut nama-Nya tersebut, kita sudah
bersama dan diliputi Allah karena untuk menyebutkan satu kata saja,
85
Kalam Sirri 49
Takdir
Wahai hamba-Ku:
Apapun yang terjadi di dunia ini, janganlah engkau jadikan “sebab
akibat” sebagai dasar penilaianmu, karena ia dapat menghijab
pandanganmu kepada-Ku. Cukuplah menjadikan takdir sebagai
dasar dalam penilaianmu.
ُ َ ٓ ََ َۡ َ َٓ
pula yang berkuasa menggerakkannya.
ۡ ُ َ ُّ َ َ
ََِّّف
ِ فسً َّإِل ِ َِّف َّأُف
ِ ۡرض َّولَّ ِ َِّف َّٱۡلِ ٌَّٖا َّأصاب ٌََِّ ٌَّ ِصيتث
ََۡ ّ ٞ َ ََ َ َ
ٰ ٓ َ ََۡ َ َۡ ّ َ
َّٗل
َّ َّى ِهي٢٢َّ فري ِ ّللِ َّي
َّ ب ٌَََِّّرت ِو َّأنَّجِبأْا َّإِن َّذل ِم َّلَع َّٱ ٖ ٰنِت
ُ َ ُ َ ۡ ُ ٰ َ َ ٓ َ ْ ُ َ ۡ َ َ َ ۡ ُ َ َ َ َٰ َ ْ ۡ َ ۡ َ
ََُُّّّيِب ّللَّل
َّ َّوٱ
َّ ًۗحأـٔا َّلَع ٌَّاَّفاحسًَّول َّتفؽضٔا َّةٍِاَّءاحىس
ُ َ َُۡ ُ
َّ٢٣َّٔر
ٍَّ الَّفغ
ٖ ُكَُّمخ
“Tiada sesuatu pun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada
dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul
Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang
demikian itu adalah mudah bagi Allah. (Kami jelaskan yang
demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang
luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu bersuka cita
terhadap apa yang dikaruniakan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak
87
Kehampaan 1
Wahai hamba-Ku:
Bilamana suatu masa mendatangimu dalam kepapaan, maka
katakanlah, “Tiada sesuatu itu ada dan nyata jika bukan daripada
ianya dahulu dari kepapaan.” Dan tiada suatu pengenalan berawal,
kecuali bermula dari kepapaan, maka tak akan sia-sia Aku
menjadikan suatu kepapaan dan kehampaan kalau bukan untuk
mengenal-Ku lebih daripada engkau mengenal yang lainnya.”
Kalam Sirri 51
Kehampaan 2
Wahai hamba-Ku:
Dan nyatalah engkau dalam kehampaan dari segala kebendaan dengan
mengosongkan segala nilainya, sehingga Aku nyatakan engkau dalam
rahasia-Ku. Sedangkan rahasia-Ku bernyata dalam keadaanmu yang
hilang dari semua yang nyata kecuali daripada-Ku.
Ketika kita berada dalam posisi nol atau tak berdaya maka
Allah Swt akan mengungkapkan kenyataan diri-Nya dan rahasia-
rahasi-Nya. Untuk sampai pada posisi itu, seorang hamba harus
melepaskan segala ketergantungannya kepada makhluk, termasuk
kepada sandang, pangan, dan papan.
Bagaimana caranya? Caranya adalah dengan mengosongkan
nilainya. Harta tidak bernilai, jabatan tidak bernilai, ilmu tak bernilai,
dan segala sesuatu tidak ada yang bernilai. Sebab, apabila kita
menjadikannya bernilai maka ia akan mengikat dan membuat kita
bergantung padanya.
Itulah sebabnya, berbagai ibadah yang kita lakukan
bertujuan untuk melepaskan rasa ketergantungan kita kepada
selain Allah. Dengan zakat, Allah memaksa kita untuk
menghilangkan rasa memiliki kepada harta kita. Dengan salat,
Allah hendak menjadikan kita hanya menjadi budak-Nya,
bukan budak dari makhluk. Dengan puasa, Allah memaksa kita
untuk menghilangkan rasa memiliki kekuatan fisik, dan
seterusnya. Apabila berhasil melewati tahap takhalli atau
mengosongkan diri, maka Allah akan mengangkat kita masuk
pada tahap tajalli atau tersingkapnya rahasi-rahasia Allah.
Wallahu a‟lam.
90
Kalam Sirri 52
Kehampaan 3
Wahai hamba-Ku:
Datangilah Aku dengan segala kelemahanmu, niscaya Aku akan
membawa kekuatan kepadamu. Dan datangilah Aku dengan segala
kefakiranmu, maka Aku akan menyingkap tirai perbendaharaan
langit dan bumi kepadamu.
Untuk menuju kepada Allah, manusia harus punya niat dan usaha
dalam bentuk harapan dan amal, serta zikir dan ibadah. Namun,
seorang hamba perlu menyadari bahwa ilmu dan amal serta zikir dan
ibadahnya itu tidak akan pernah menyampaikan dirinya kepada
Allah kecuali bila Allah berkenan menyingkapkan diri-Nya. Untuk
itu, dalam usaha menuju kepada Allah, seorang hamba tidak boleh
mengandalkan ilmu dan amalnya atau mengandalkan zikir dan
ibadahnya, tetapi ia harus tetap bergantung dan mengandalkan Allah
Swt. Hanya Allah yang Maha Kuasa mengenalkan diri-Nya kepada
hamba yang dikehendaki-Nya.
Seorang hamba mutlak mengakui kelemahannya dan
ketidakmampuannya menuju Allah, tetapi dia harus maksimal dalam
berniat dan berusaha. Mengandalkan niat dan usaha menuju kepada
Allah merupakan bentuk ego yang menjadi hijab dan mustahil untuk
ditembus.
Ketika Nabi Ibrahim a.s. mengakui segala kelemahannya kepada Zat
Yang menciptakan langit dan bumi, mengakui kepasrahannya
dengan tulus, mengakui bahwa shalat, ibadah, hidup, dan matinya
semua milik Allah, maka di situlah beliau berada posisi titik nol dan
kehampaan. Shalat dan ibadah yang dilakukannya diakui Ibrahim a.s.
sebagai bukan miliknya, melainkan milik Allah. Dalam menuju
kepada Allah, Ibrahim a.s. hanya punya harapan dan ketergantungan
kepada Allah semata. Pada saat itulah Allah membuka tirai
perbendaharaan langit dan bumi kepadanya, dan membukakan hijab
sehingga Ibrahim a.s. menemukan Allah, Tuhan Yang Satu dan
Nyata.
Semoga Allah tetap memberikan rasa penasaran kepada kita untuk
selalu berharap hendak berjumpa dengan-Nya serta memberikan
91
Kalam Sirri 53
Kehampaan 4
Wahai hamba-Ku:
Tidaklah bermaqam hikmah di hatimu, kecuali telah jauhnya makna
kata-kata yang bersumber dari akalmu dan berhimpunnya segala
kehampaan dalam setiap makna kalam yang keluar dari akalmu, maka
dengannya akan mendatangkan segala rahasia-Ku yang takkan pernah
terurai dan terjabar dalam setiap ucapan akalmu. Dan ia melampaui
makna dan hikmah yang terungkap dari dirimu sendiri.
َ َ ُ ۡ ََ ََ ۡ ۡ َ ُۡ ََ ُٓ ََ َ ََ ۡ ۡ
berfirman,
ا ۡ ُۡ
َّوت َّعريا
ِ َّأ ػ لذ َّ َّ
ث ٍ ِه ۡل ٱ َّ ت ؤَّي َ ٌَّو ءاشَّي ٌََّ َّ
ث ٍ ِه ۡل ٱَّ َّ
ت ِ ي
ؤ
َ َۡ ۡ ْ ُُْ ٓ ُ َ َ َ َ ا
َّ َّ٢٦٩َّب ٰ
َِّ نرِرياَّۗوٌاَّيؼنؽَّإِلَّأولٔاَّٱۡلىب
“Allah menganugerahkan al hikmah (kefahaman yang dalam tentang
Al Quran dan As Sunnah) kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan
barangsiapa yang dianugerahi hikmah, ia benar-benar telah
dianugerahi karunia yang banyak. Dan hanya orang-orang yang
berakallah yang dapat mengambil pelajaran (dari firman Allah)” (QS.
Al-Baqarah/2: 269)
Pengetahuan tentang hikmah walaupun datangnya hanya
dalam waktu sekejab tetapi informasi yang peroleh sungguh sangat
luas dan dalam sehingga tidak semuanya dapat diungkapkan dengan
kata-kata. Kalau pun pengetahuan itu bisa diungkapkan, namun
kalimat yang digunakan tidak akan mewakili semua hikmah yang
diperoleh. Wallaahu a‟lam
93
Kehampaan 5
Wahai hamba-Ku:
Biarkan lepas segala yang datang dari dirimu (keinginan-keinginan
manusiawi). Dan sambutlah segala yang datang dari salah satu pintu-Ku
yakni “takdir”. Maka Aku akan membukakan pintu-pintu-Ku untuk
kamu datangi.
Kalam Sirri 55
Kehampaan 6
Wahai hamba-Ku:
Jika engkau meninggalkan Aku untuk mendapatkan sesuatu maka
sesuatu itu pasti akan berlari darimu, namun jika engkau dahulukan
Aku daripada diri mu, niscaya sesuatu itu pasti akan datang serta
takluk kepadamu.
Kalam Sirri 56
Kehampaan 7
Wahai hamba-Ku:
Bila engkau menghendaki Aku hadir dalam kehendakmu, maka
tinggalkan segala cita-citamu terhadap kepentinganmu sendiri,
dan bersabarlah dalam keinginan-Ku, sekalipun yang datang
kepadamu adalah sesuatu yang tidak engkau kehendaki.
Kalam Sirri 57
Kehampaan 8
Wahai hamba-Ku:
Bagi di antara hamba-hamba-Ku yang memandang dengan
penglihatannya, maka terhijablah ia dengan penglihatannya, dan
bagi hamba-Ku yang berpikir dengan pikirannya, niscaya terhijab
dengan apa-apa yang diungkapkannya. Namun bilamana ia hilang
dari dirinya sendiri, hingga lepas dari keterikatan penglihatan dan
pikirannya, maka ia telah bebas dari segala ikatan, kecuali ikatan
Zat Aku semata.
Kalam Sirri 58
Kehampaan 9
Wahai hamba-Ku:
Aku sangat menyukai hamba-hamba-Ku yang berusaha menuju
kepada-Ku, walaupun ia tidak mempunyai kesanggupan untuk
menemukan-Ku. Dibandingkan dengan hamba-hamba yang
mengaku sanggup menuju kepada-Ku, tetapi ia terlepas dari
ketergantungan kepada-Ku. Sesungguhnya ketidaksanggupan dalam
berusaha menuju kepada-Ku adalah tempat awal bagi Aku
mendatangi hamba-hamba-Ku dari segala penjuru arah.
Kalam Sirri 59
Kehampaan 10
Wahai hamba-Ku:
Bagi hamba-Ku yang benar-benar mencintai-Ku dan memiliki
kerinduan hanya kepada-Ku, niscaya bagi hamba tersebut dapat
ditemukan dalam keadaan berserah diri dengan segala rasa
ketidak berdayaan, bahkan ia telah hilang dari segala rasa
kepemilikan di dalam dirinya sendiri.
Orang yang cinta dan rindu kepada Allah selalu dalam posisi
pasrah dan tak berdaya di hadapan Allah. Kepasrahaannya bukan
berarti tidak ada niat dan usahanya, melainkan bahwa segala
urusannya digantungkan kepada Allah.
Orang seperti ini tidak akan melewatkan waktu sedikit pun
untuk tidak berbuat kebaikan. Sebab, rasa rindu dan cintanya
mendorong dirinya untuk membuktikan bahwa dirinya rela
melakukan apa pun yang diperintahkan dan meninggalkan segala hal
yang dilarang Allah. Allah memerintahkan untuk berusaha sehingga
ia giat melakukannya, apabila selesai satu pekerjaan segera
melakukan pekerjaan yang lain. Allah memerintahkan untuk
berinfak di jalan-Nya maka ia pun melakukannya. Singkatnya, segala
apa yang disenangi Allah akan dilakukannya dan menjauhi segala
yang tidak disenangi-Nya sebagai bukti cinta dan rindu pada-Nya.
Orang yang bisa melakukan ini adalah orang yang sudah
tidak lagi merasa memiliki apa pun di dunia ini, termasuk merasa
memiliki tubuhnya sendiri. Tubuh yang dia gunakan untuk berusaha
dan ibadah juga adalah titipan dari Allah padanya. Lantas apa yang
bisa dia banggakan di depan makhluk Allah yang lain! Wallahu
a‟lam.
100
Kalam Sirri 60
Kehampaan 11
Wahai hamba-Ku:
Aku akan berkata dalam tiap-tiap kalimat yang kosong dari
kemauan. Aku akan terpandang dalam tiap-tiap penglihatan
yang hampa dari segala warna. Dan tiada pernah Aku bernyata
kecuali bila engkau jauh dari segala yang dapat berbilang.
Kalam Sirri 61
Kehampaan 12
Wahai hamba-Ku:
Akuilah pandanganmu bukanlah kepunyaanmu, dan akuilah
pendengaranmu bukan pula milikmu. Dan katakanlah, “Aku
bersaksi dengan keagungan Tuhanku, tidaklah ada dan nyata segala
yang ada dan nyata pada diriku, kecuali ia telah bernyata Sang
Aku-Nya Zat dari Tuhanku. Maka sesungguhnya dengan demikian
itu engkau telah meletakkan yang benar (haq) pada tempatnya
semula.”
Kalam Sirri 62
Kesucian 1
Wahai hamba-Ku:
Kebenaran adalah pembuktian dari kesucian, sedangkan kesucian
suatu tanda penghabisan dari segala yang ada. Kemudian
bernyatalah yang telah nyata dalam dirimu, yakni Aku yang
Maha Suci.
ََّّلل ُ ۡ َ َ َ ْ ُّ َ ُ َ َ ۡ َ َ ُ ۡ َ ۡ َ ُ ۡ َ ۡ
َّ ّللِ َّإِن َّٱ
َّ ب َّفأحٍِا َّحٔىٔا َّذرً َّوسّ َّٱَّ ق َّ َّوٱلٍغ ِؽ
َّ ُش َّ ِ َو
ِ ٍّللِ َّٱل
َ َوٰـ ٌع
ٞ ِ َّعي
َّ َّ١١٥ًَّي ِ
Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, maka kemanapun kamu
menghadap di situlah wajah Allah. Sesungguhnya Allah Maha Luas
(rahmat-Nya) lagi Maha Mengetahui (QS. Al Baqarah, 2/115)
Ketika segala sesuatu dikembalikan kepada pemiliknya maka
diri dengan segala atributnya menjadi hilang dan tenggelam dalam
diri-Nya, ia memiliki kesadaran tetapi tidak memiliki keyantaan.
Wallahu a‟lam.
103
Kalam Sirri 63
Kesucian 2
Wahai hamba-Ku:
Suci adalah bersih, dan bersih adalah kosong dari segala sesuatu
yang ada. Dan kesucian hamba-Ku terletak ketika ia dapat
membersihkan segala yang membuat ia tergantung kecuali
kepada-Ku saja, sehingga kekosongan hatinya akan ditempati
oleh pemiliknya sendiri, yakni Aku.
Kalam Sirri 64
Hati
Wahai hamba-Ku:
Ketahuilah, hatimu adalah dataran tertinggi di dalam dirimu,
maka daripadanya engkau dapat memandang ke segala penjuru
dengan mudah tanpa penghalang. Dan bertempatlah engkau
padanya, sesungguhnya tiada pemandangan yang lebih terang
yang engkau pandang dari hatimu, sehingga dengannya engkau
akan dapat menyaksikan Zat yang terahasia pada dirimu
sendiri, yakni Aku.
Kalam Sirri 65
Kalam Sirri 66
Kebenaran
Wahai hamba-Ku:
Bila engkau mendekati kehendak-Ku, berarti engkau telah
membuka hatimu dalam kebenaran, dan bila engkau mendekati
kehendakmu sendiri, sekalipun ia menyatakan kebenaran,
janganlah engkau ikuti sebab kebenarannya dapat membawamu
ke dalam kehancuran. Berbuatlah menurut-Ku, berkatalah
sesuai kalam-Ku, dan berjalanlah bersama takdir-Ku, niscaya
tiada satupun makhluk yang akan dapat menipu dan
menghancurkanmu.
Kalam Sirri 67
Rasa 1
Wahai hamba-Ku:
Akal dan pikiranmu seumpama keledai yang lemah dalam
menempuh perjalanan yang jauh. Oleh karena itu, tunggangilah
seekor kuda yang kuat, sebab dia mampu melakukan perjalanan
yang jauh, dengan syarat engkau harus memakai tali kekang,
agar ia tidak akan menjatuhkanmu.
Begitu jua bagimu yang hendak menyelami ilmu-Ku, jangan
sekali-kali mengandalkan akal ataupun pikiran, sebab kekuatan
akal dan pikiran sangat terbatas. Gunakanlah hati dan
perasaanmu, akan tetapi janganlah meninggalkan Al-Qur‟an
dan Sunnah sebagai tali kekang dari „rasamu‟ itu.
Kalam Sirri 68
Rasa 2
Wahai hamba-Ku:
Bila engkau ingin merasakan manisnya gula, janganlah hanya
dipandang, namun cobalah engkau rasakan. Apabila engkau ingin
mengetahui kenikmatan bertemu dengan-Ku, maka rasakan Aku ada
dalam gerakmu dan rasakan Aku menyertaimu (ihsan). Gula di ujung
lidahmu saja dapat engkau rasakan, maka tidak mustahil jika
engkau dapat merasakan-Ku, karena Aku lebih dekat dari lidahmu
sendiri, dan karena Aku-lah engkau dapat menikmati segala rasa
beserta kenikmatannya.
Allah Swt mengarunia kita dengan tiga macam rasa: (1) rasa
jasmani untuk merasakan manis, pahit, asam, asin, panas, dingin,
dan lain-lain; (2) rasa ruhani untuk merasakan senang, sedih, marah,
bahagia, cinta, benci, dan lain-lain; dan (3) rasa nurani untuk
merasakan kebenaran dan Allah.
Semua pengetahuan yang didapatkan melalui rasa sifatnya
menyakinkan dan abadi walaupun tidak akan cukup kata dan bahasa
untuk menguraikannya. Berbeda dengan pengetahuan yang
didapatkan oleh akal yang sifatnya relatif dan temporal. Sekali
seseorang pernah merasakan manis maka pengetahuannya tentang
manis pasti meyakinkan dan tidak akan pernah lupa, tetapi
seseorang yang pernah berkenalan orang lain di waktu kecil lalu
terpisah dan berjumpa pada usia 50an tahun, bisa jadi lupa. Begitu
pula dengan pengetahuan yang didapatkan oleh rasa ruhani dan rasa
nurani.
Akal tidak akan pernah mengenal dan menyentuh hakikat
sesuatu yang menjadi objek rasa. Akal tidak akan pernah mengenal
dan menyentuh yang namanya manis, bahagia, dan tuhan. Manis,
bahagia, dan tuhan tidak akan pernah mampu dijelaskan dan
diuraikan oleh akal manusia dalam bahasa apa pun.
Oleh karena itu, jangan gunakan akal untuk mengenal dan
menyentuh manis tetapi rasakanlah dengan jasmani. Jangan gunakan
akal untuk mengenal dan menyentuh kebahagiaan, tetapi rasakanlah
114
Kalam Sirri 69
Rasa 3
Wahai hamba-Ku:
Akal adalah tempat bermain bagi pikiranmu, hati adalah tempat
bermain bagi jiwamu, nurani adalah tempat bermain sifat-Ku,
sedangkan “rasa yang dekat” sebagai pintu masuknya.
Kalam Sirri 70
Rasa 4
Wahai hamba-Ku:
Bila akal hendak berbicara tentang Aku, maka diamkanlah dia.
Namun jika ia hendak berbicara dunia, maka biarkan ia bicara
menurut pikirannya. Begitupun hati, apabila ia hendak berbicara
dunia, maka diamkanlah, namun apabila ia berbicara tentang Aku,
biarkan ia berbicara menurut apa yang dirasanya. Letakkanlah
sesuatu pembicaraan sesuai dengan pintu keluarnya.
Kalam Sirri 71
Rasa 5
Wahai hamba-Ku:
Andaikan engkau bermain dengan rasa, maka jadikan iman sebagai
kawannya, karena iman lebih tahu tempat yang cocok untuk rasamu,
yakni di sekitar telaga Al-Qur‟an dan Sunnah, karena rasa adalah
sesuatu tanpa batas yang mesti dibatasi.
Kalam Sirri 72
Rasa 6
Wahai hamba-Ku:
Hamba-hamba-Ku yang mempuasakan rasa kepemilikan dari
dirinya sendiri, adalah hamba yang telah berdiri di depan pintu
gerbang rahasia-Ku. Dan bagi hamba-hamba-Ku yang memihak
kepada kemauan-Ku, maka demi apa-apa yang Aku tinggikan,
niscaya Aku tempatkan ia dalam mahligai kerahasiaan-Ku.
Kalam Sirri 73
Rasa 7
Wahai hamba-Ku:
Tiadalah seorang hambapun yang dikatakan hamba jikalau ia
masih menuntun hatinya jauh dari kehambaan, dan tiada pula
seorang kekasih dikatakan kekasih jika ia masih mendatangi-Ku
dengan hati yang condong kepada apa yang diperbuat kedua
tangannya, dan tidaklah engkau mengetahui bilamana hatimu
Aku ciptakan hanyalah untuk kecondongan kepada apa yang
terbit dari rasamu, kemudian dengannya engkau mendatangi-Ku
bersama perasaan yang penuh kerinduan.
Kalam Sirri 74
Rasa 8
Wahai hamba-Ku:
Dan kebenaran hamba-Ku yang menyaksikan terletak pada
hatinya, sedangkan kebenaran hamba-Ku yang membuktikan
akan jelas pada “rasanya”. Maka tiada akan tersentuh suatu
kebenaran dengan “rasamu” sebelum ia disaksikan oleh hatimu
sendiri.
Kalam Sirri 75
Rasa 9
Wahai hamba-Ku:
Dan jadikanlah hati tempat engkau melihat apa yang Aku lihat
dan apa-apa yang Aku dengar. Dan biarkanlah „rasa‟ pada
hatimu menjadi „diri‟ yang mendekati dan menyentuh segala
kenyataan-Ku pada dirimu sendiri.
Kalam Sirri 76
Rasa 10
Wahai hamba-Ku:
Hadapkanlah wajahmu kepada-Ku dengan segenap ingatan yang
menyentuh „rasamu‟ hingga darinya engkau mendapati wajah-Ku
dalam hatimu. Dan tiada sebaik-baik ingatan melainkan ingatan
yang melahirkan rasa kehadiran-Ku yang lebih nyata daripada
dirinya sendiri.
Kalam Sirri 77
Rasa 11
Wahai hamba-Ku:
Bagaikan muara yang mempertemukan antara sungai dan lautan,
begitulah keadaan rasamu. Ianya Aku letakkan sebagai tempat
pertemuan-Ku dengan dirimu. Dan tiada sepantasnya bagimu
untuk menjadikan muara sejajar dengan lautan kecuali bila
kebodohan yang keluar dari perkataanmu.
Kalam Sirri 78
Rasa 12
Wahai hamba-Ku:
Aku selalu terpandang di setiap rasamu memandang dalam
penglihatannya, dan Aku selalu terdengar ketika rasamu
mendengar apa yang didengarnya, maka Aku pun akan datang
bila rasamu lenyap daripada ia merasakan apa yang dirasa
terhadap keberadaannya diri sendiri.
Kalam Sirri 79
Rasa 13
Wahai hamba-Ku:
Tiada yang lebih baik dari perkataan dan perbuatan seorang
hamba, yang telah merasakan dan memahami gerak dan
perbuatan-Ku dalam ia berdiri, duduk, berbaring dan berjalan di
permukaan bumi ini.
Kalam Sirri 80
Rasa 14
Wahai hamba-Ku:
Hanya sesungguhnya dengan hatimu yang selalu tersentuh
dengan Aku-lah yang berhak mempunyai penglihatan tanpa
tersentuh dengan keindahan warna dan padanya tiada
penghalang untuk memandang-Ku, maka bagi-Ku tiada
kesenangan yang lebih baik selain memandang hamba-Ku yang
„merasakan‟ Aku sedang memandangnya.
Kalam Sirri 81
Rasa 15
Wahai hamba-Ku:
Ketika engkau didatangi keinginan untuk bersama-Ku, maka
lepaskanlah segala bentuk keterikatan dirimu terhadap panca
indera, karena tidaklah pernah satu pun hamba yang sampai
melaluinya, melainkan bila ia meletakkan keinginannya kepada
rasa, hingga dengan rasa tersebut ia berjalan kepada-Ku tanpa
ada sedikit pun jarak yang ditempuhnya.
Kalam Sirri 82
Rasa 16
Wahai hamba-Ku:
Sesungguhnya rasamu adalah tempat engkau lebih akrab dengan
Aku Tuhanmu dan janganlah engkau jadikan rasa sebagai tujuan
akhir dari penyaksian kepada-Ku, tetapi jadikanlah cinta sebagai
akhir dari segala “rasamu” kepada-Ku.
Kalam Sirri 83
Rasa 17
Wahai hamba-Ku:
Rasa pada hatimu bagaikan taman pertemuan antaramu dengan-
Ku, dan sebagai tempat para kekasih lebur dalam cintanya
terhadap-Ku, hingga hanya pada rasamu saja tersebut, jarak dan
hijab tiada dapat membatasi diri-Ku yang dicintai dengan para
pecinta-Ku.
Kalam Sirri 84
Nama 1
Wahai hamba-Ku:
Aku tidak mengajarkan nama-Ku kepadamu, melainkan bila ia
disebut sebagai panggilan terhadap ketuhanan-Ku. Dan nama-
Ku tiadalah berarti untuk disebut, apabila hatimu jauh dari
pada “rasa” yang merasai akan kebesaran-Ku terhadap dirimu.
Dan sesungguhnya bagi-Ku nama adalah lambang dari segala
kepunyaan-Ku, dan tiada sebaik-baik nama melainkan hanya
“Allah” sebagai sebutan yang Aku ridai.
ْ ُ َ َ َ ُ ُ ۡ َ َ ۡ ُۡ ُ ٓ َ ۡ َ ۡ
Swt berfirman:
َ ُ ُۡ َ
ََِّّٓف
ِ طػون ِ ِيَ َّيي
َّ ٔه َّةِٓا َّوذروا َّٱَّل
َّ ّن َّ َّفٱدع َّ ِ َو
َّٰ ّللِ َّٱۡلـٍا َّء َّٱۡلف
َ َُ َۡ ْ ُ َ َ َ َۡ ۡ َُ َ ۡ َ
َّ١٨٠َّأـمه ِ َِّّۦََّّـيشؾونٌَّاََّكُٔاَّحعٍئن َٰٓ
“Dan Allah memiliki Asmaul Husna (nama-nama yang terbaik),
maka serulah Dia dengan menyebut Asmaul Husna itu dan
tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam
(menyebut) nama-nama-Nya, nanti mereka akan mendapat balasan
terhadap apa yang telah mereka kerjakan. (QS. Al-A‟raf/7: 180).
Banyak orang yang menyimpang dalam menyebut nama
Tuhan, sehingga nama “Allah” dijadikannya sebagai Tuhan.
Terkadang ada yang menjadikan tulisan/lafas Arab هللاyang
diimajinasikan dalam pikirannya sebagai Tuhan lalu disembahnya.
Padahal, “Allah” adalah sebuah nama dari “Zat Tuhan”. “Allah”
134
Kalam Sirri 85
Nama 2
Wahai hamba-Ku:
Apabila engkau letakkan nama-Ku dalam putaran akal
pikiranmu, niscaya ia akan menghijabmu dengan-Ku, namun
jika engkau letakkan nama-Ku melalui “rasa” pada hatimu,
maka sesungguhnya yang demikian itu akan menjadikan hatimu
hidup dan bercahaya (berpengetahuan). Dan tiada satupun
perbuatan hamba-Ku yang benar, kecuali ia mempunyai kuasa
yang datang dari hati yang bercahaya. Dan hanya Aku-lah
yang berkuasa atas apa-apa yang keluar dari pada isi hati
hamba-Ku.
Kalam Sirri 86
Nama 3
Wahai hamba-Ku:
Bagi orang yang melihat (membaca) nama dalam zikirnya
kepada-Ku, maka ia hamba yang terhijab. Dan bagi siapa yang
merasakan kebesaran nama-Ku, maka dialah hamba yang benar.
Sedangkan bagi hamba-Ku yang menyaksikan apa yang nyata di
balik nama-Ku, niscaya dia adalah hamba yang mengenal-Ku.
Kalam Sirri 87
Nama 4
Wahai hamba-Ku:
Dan ketahuilah, tiada nama yang lebih baik dari pada nama-
nama-Ku, dan tiada diri yang mulia kecuali diri-Ku. Dan
janganlah engkau berpikir untuk dapat memanggil nama-Ku
terhadap dirimu, kecuali bila Aku yang memanggilnya untuk-Ku
melalui (melewati) dirimu.
Kalam Sirri 88
Nama 5
Wahai hamba-Ku:
Hanya Aku-lah Zat yang mempunyai nama, maka tidaklah
pantas seorang hamba-Ku menjadikan nama-Ku perantara bagi
mereka, kecuali bila mereka telah melepaskan segala nama dari
diri mereka. Dan cukup Aku-lah yang memanggil nama atas diri
mereka.
Kalam Sirri 89
Nurani 1
Wahai hamba-Ku:
Tahukah engkau? Jika Aku mengutus pasukan yang paling kuat
dan tangguh yang siap menghancurkan dirimu sebagai ujianmu
di dunia, namun Aku pun telah mengadakan benteng yang
kokoh pada dirimu sebagai perlindungan. Pasukan itu tak lain
adalah hawa nafsumu sendiri, sedangkan benteng tersebut
adalah hati nuranimu. Dan jangan sekali-kali berlindung pada
akalmu, karena ia mudah berkhianat terhadapmu.
Kalam Sirri 90
Nurani 2
Wahai hamba-Ku:
Raja dari tubuhmu adalah akalmu,
raja dari perbuatanmu adalah hatimu,
dan raja dari hatimu adalah rasa.
Sedangkan rasa bersumber dari nuranimu berada dekat dengan
Zat-Ku
Kalam Sirri 91
Nurani 3
Wahai hamba-Ku:
Di dalam akalmu engkau adalah manusia,
di dalam hatimu engkau adalah hamba,
dan di dalam rasa engkau adalah pencinta,
sedangkan di nurani engkau adalah sifat-Ku.
Kalam Sirri 92
Nurani 4
Wahai hamba-Ku:
Ingatlah! Melihatlah melalui hatimu, mendengarlah melalui
hatimu, berkatalah melalui hatimu, dan berpikirlah melalui
hatimu, karena sebaik-baik berbuat adalah melalui hati.
Dan sesungguhnya Aku selalu menjatuhkan pandangan-Ku
hanya kepada hatimu, karena hatimu lebih dekat dengan nurani.
Dan nurani selalu akrab dengan-Ku.
Kalam Sirri 93
Nurani 4
Wahai hamba-Ku:
Setiap makhluk-Ku pastilah mempunyai tempat tinggal, dan
tempat tinggal bagi musuhmu adalah jiwamu sendiri, maka
berlarilah engkau mencari tempat tinggal yang paling aman,
yakni nuranimu. Tinggallah dalam nuranimu dengan cara
menjauhi dirimu dari kehendak atau keinginan dirimu sendiri.
Musuh yang paling kuat adalah jiwa kita sendiri, yaitu jiwa
yang didominasi oleh kehendak dan keinginan diri (hawa nafsu).
Hawa nafsu adalah salah satu komponen jiwa manusia yang
merupakan paket pelengkap untuk memenuhi kebutuhan jasmani
agar tetap bisa bertahan hidup. Karena itulah, hawa nafsu selalu
butuh makan dan minum, butuh tempat tinggal dan alat transportasi
untuk berjalan, serta butuh pasangan hidup untuk menjaga
eksistensi generasi manusia. Namun, karena kehendak dan
keinginannya yang tidak terbatas, sehingga terkadang melampaui apa
yang menjadi kebutuhannya. Akhirnya, nafsu memperbudak akal
untuk mengumpulkan makanan dan minuman yang bisa menjamin
kelangsungan hidupnya dalam waktu yang lebih lama; mencari
tempat tinggal dan kendaraan yang bisa menyelamatkan hidupnya
lebih lama, dan pasangan hidup yang indah dipandang mata. Seakan-
akan semua itu akan membuat jasmaninya hidup untuk selamanya.
Tidak ada tempat menyelamatkan diri dari dorongan
kehendak dan keinginan nafsu kecuali berlindung di balik nurani.
Nurani akan mengajarkan kita bahwa hidup ini hanya sementara dan
kebutuhan jasmani sangat terbatas. Nilai hidup bagi setiap insan ada
pada kualitas dan kuantitas nilai kemanfaatannya bagi sesama. Dan
yang paling utama adalah bahwa nurani merupakan media untuk
mengenal Zat Yang Maha Hidup tempat manusia kembali untuk
hidup bersama-Nya. Wallaahu a’lam.
144
Kalam Sirri 94
Ketunggalan 1
Wahai hamba-Ku:
Ketunggalan-Ku bukanlah bilangan dan bukan pula
perumpamaan-perumpamaan yang engkau kenal, maka apabila
ada perumpamaan yang lebih mendekat, maka umpamakanlah
Aku terhadap keberadaan “rasa” pada dirimu.
Ketahuilah, karena sesungguhnya “rasa” berada dalam
ketunggalan namun ia dapat ditemui di setiap titik rasa (saraf)
pada seluruh tubuhmu, sekalipun begitu ia dapat dinikmati
dalam satu rasa di dirimu.
Kalam Sirri 95
Ketunggalan 2
Wahai hamba-Ku:
Dan telah menjadi suatu yang mustahil bagi setiap pandangan
untuk memandang ketuhanan-Ku bila engkau masih berdiri
dalam perhitungan akalmu, hingga daripadanya engkau hanya
mendapati berbagai bilangan yang dengannya engkau terhijab
dari-Ku.
Ketahuilah, “Aku”-lah Zat Yang Maha Nyata, Yang Hidup
tanpa tiupan dan Yang Maha Tunggal tanpa berhimpun dalam
bilangan.
Kalam Sirri 96
Mendatangi 1
Wahai hamba-Ku:
Datangilah Aku sebagaimana engkau mendatangi segala
kemauanmu selama ini, kemudian dekatilah Aku dengan segala
rasa kedekatan yang telah mendatangimu pada segala
kemauanmu.
Dan katakanlah, “Demi Allah Yang Maha Mempunyai segala
Kesempurnaan, tidaklah Dia akan mendatangiku, melainkan
dengan kesungguhan aku yang didatangi-Nya, sedangkan aku
hanyalah hamba yang tiada terlepas dari segala kemauan
Tuhannya”.
Kalam Sirri 97
Mendatangi 2
Wahai hamba-Ku:
Dan datanglah kepada-Ku melalui sifat-sifat-Ku, dengan
meninggalkan segala kemauanmu. Sedangkan Aku akan berada
padamu dengan segala kemauan-Ku terhadap dirimu, melalui
sifat-sifat-Ku yang telah engkau datangi.
Kalam Sirri 98
Yang Dicari 1
Wahai hamba-Ku:
Wahai Sang Pencinta!
Di manakah “sesuatu” yang engkau cari? Dan tidakkah cukup
bagi-Ku yang telah membuktikan apa-apa yang menjadikan
dirimu sebagai pencari? Dan tidakkah Aku telah meletakkan
pengetahuan yang benar dan lurus pada hatimu, agar
dengannya engkau mengetahui sebuah kebenaran dari yang
pantas dicari?
Dan tentunya akan menjadi sesuatu kesia-siaan belaka bagi
hamba yang mencari, apabila diri mereka masih disibukkan
menjadi pencari.
Kalam Sirri 99
Yang Dicari 2
Wahai hamba-Ku:
Putusnya pencarian adalah ketika engkau lepas dari segala
tuntutan dari kemauan dirimu, dan usahamu hanya terletak
kepada ketenangan dari segala kemauanmu, hingga melaluinya
engkau mendapati-Ku tanpa engkau cari.
Ingatlah, bahwasanya tiada yang lebih kuasa selain dari Aku
untuk mencari diri-Ku sendiri.
Kedekatan 1
Wahai hamba-Ku:
Dekatnya Aku bagimu tiada lagi bisa dikatakan dekat, dan
jarak-Ku bagimu tiada lagi bisa dikatakan berjarak, karena
sesungguhnya Aku tidak dekat dan tidaklah pula diumpamakan
jauh, namun cukuplah Aku-lah yang ada dalam keberadaanmu
ketika dekat dan jauh itu Aku.
Kedekatan 2
Wahai hamba-Ku:
Aku itu dekat bukan hanya sebatas perkataan. Dan arti dari
kata “dekat” tidak terjabar dalam akal dan pikiran, hanya rasa
dan perasaan yang lebih mengetahui makna “dekat”, maka
letakkan “dekat” mu di atas “rasa”, niscaya ia akan membawamu
kepada Aku tanpa ada lagi hijab.
Kedekatan 3
Wahai hamba-Ku:
Engkau tempat Aku menyingkap diri-Ku melalui sifat-sifat-Ku
yang berkehendak dalam dirimu. Engkau dapat lebur dalam sifat-
Ku, tapi engkau tetap terpisah daripada Zat-Ku tanpa
berperantara.
Kedekatan 4
Wahai hamba-Ku:
Sifatmu denganmu tiada bercerai dan berperantara. Begitu juga
sifat-Ku dengan zat-Ku, tiada bercerai dan berperantara. Oleh
karena itu, leburlah dirimu kepada sifat-sifat-Ku sehingga
engkau dengan zat-Ku tiada bercerai dan berperantara.
Sifat yang kita miliki tentu tidak terpisah dengan diri kita
sendiri. Misalnya, kita seorang pemaaf maka sifat pemaaf itu melekat
bersama diri kita. Kita dan sifat pemaaf itu adalah dua hal yang
berbeda tetapi tidak dapat diceraikan.
Sifat Allah dan zat Allah adalah dua hal yang berbeda, tetapi
tidak dapat dipisahkan satu dari lainnya. Di dalam diri kita ada sifat-
sifat Allah, yaitu sifat-Nya yang ditiupkan ketika memberikan ruh
pada jasmani kita. Tiupan sifat Allah itu menjadikan kita hidup,
berdaya, berkehendak, dan seterusnya. Nah, untuk mengenal zat
Allah maka harus lebur dalam sifat-Nya yang ada di dalam diri.
Lebur yang dimaksud di sini adalah hilangnya rasa memiliki hidup,
daya, kehendak dan seterusnya sehingga terasa bahwa yang hidup,
berdaya, berkehendak, dan seterusnya adalah Allah. Fana atau lebur
ke dalam sifat Allah bukan berarti kesadaran diri juga menjadi
hilang. Kita tetap dalam keadaan sadar dan akal tetap berfungsi,
tetapi kesadaran akal hanya dapat menyaksikan diri kita dalam
keadaan yang bergantung sepenuhnya kepada Allah. Diri kita tidak
memiliki daya kecuali beserta dengan Allah, tidak memiliki daya
kecuali beserta Allah, tidak memiliki kehendak kecuali beserta Allah,
dan seterusnya. Wallaahu a’lam.
155
Penyaksian 1
Wahai hamba-Ku:
Keberadaan-Ku terlampau jauh untuk dikenal oleh egomu,
Kenyataan-Ku teramat jauh bila disentuh oleh akalmu,
dan tanda-tanda-Ku terlalu samar bagi penglihatanmu,
kecuali jika engkau himpun dalam penghabisan,
dan engkau sentuh Aku dalam “rasa”, yang habis daripada ia
merasa, niscaya “rasamu” Aku ganti dengan penyaksian kepada
zat-Ku semata.
Penyaksian 2
Wahai hamba-Ku:
Engkau akan direndahkan oleh hawa nafsumu, namun engkau
akan ditinggikan dari makhluk lainnya dengan akalmu, dan
engkau akan dimuliakan dengan sifat-Ku yang ada pada
nuranimu, maka hendaklah engkau lebur ke dalamnya hingga
datang waktu di mana engkau dapat menyaksikan zat-Ku.
Penyaksian 3
Wahai hamba-Ku:
Janganlah engkau kira Aku bersembunyi di balik apa-apa yang
engkau pandang, karena sebenarnya penglihatanmulah yang
menyembunyikan Aku terhadapmu. Begitu pun perasaan yang
merasai akan keberadaan-Ku, di mana sesungguhnya sebelum ia
datang kepada-Ku, rasamu telah Aku liputi dengan segala
pengetahuan dan cara untuk datang kepada-Ku.
Penyaksian 4
Wahai hamba-Ku:
Aku Maha Menyaksikan terhadap segala sesuatu yang berawal
dan berakhir, dan hanya kepada-Ku semua perkara akan
kembali. Dan dirimu tiada pernah ditegakkan di hadapan-Ku,
melainkan sebelumnya telah Aku berikan penglihatan untuk
menyaksikan diri-Ku yang berada pada hati nuranimu.
Maka sungguh suatu kebutaan yang amat gelap bagi hamba
bilamana Aku yang Maha Besar lagi Agung tiada terpandang
di hadapannya, padahal dari tangan-Ku ia makan dan minum
dan bahwasanya dengan selimut-Ku (malam) ia tidur tanpa
sekejap pun Aku lengah dalam menjaganya.
Penyaksian 5
Wahai hamba-Ku:
Aku-lah Tuhan yang selalu berada di balik apa yang engkau
rasa. Dan hanya Zat-Ku yang selalu berada di balik apa-apa
yang engkau rasa terhadapnya.
Sesungguhnya hamba-hamba yang merasakan Aku ada, maka ia
hamba-hamba yang dipandang. Dan bila ia melihat apa-apa yang
di balik pandangan rasa, dialah hamba yang memandang.
Penyaksian 6
Wahai hamba-Ku:
Aku akan selalu bersama dirimu apabila engkau lepaskan hatimu
dari kebersamaan selain diri-Ku. Dan Aku akan disaksikan
selagi engkau menyaksikan hatimu lebur dalam nuranimu.
Sesungguhnya hamba-hamba yang meyakini dan beriman yang
benar kepada-Ku adalah hamba-hamba yang menyaksikan
kenyataan-Ku melebihi dari kenyataan dirinya sendiri.
Penyaksian 7
Wahai hamba-Ku:
Aku bukan rasa dan bukan pula di dalam rasa, Aku akan
tampak nyata setelah engkau berdiri di puncak rasa, ketika
rasamu merasai dirinya sendiri hingga ianya tiada lagi merasa
kecuali menjadi sebuah penyaksian akan kenyataan-Ku di dalam
dirimu sendiri.
Pandangan
Wahai hamba-Ku:
Kebutaan yang awal bagimu adalah ketika engkau membawa
keinginan ego dan hawa nafsumu dalam setiap pandangan. Dan
maka tiadalah suatu yang terang bagimu melainkan pada
pandanganmu telah terdapat apa-apa yang telah Aku kehendaki
di saat engkau memandang.
Penyingkapan 1
Wahai hamba-Ku:
Jadikanlah segala isi alam ini cermin bagimu, dan jadikanlah
segala apa yang ada padamu cermin dari pada Aku. Karena
sesungguhnya Aku menceritakan dan membeberkan diri-Ku
melalui dirimu.
Penyingkapan 2
Wahai hamba-Ku:
Bila engkau melihat Aku dalam dirimu, sebagaimana engkau
melihat Aku dalam segala sesuatu, niscaya berkuranglah cintamu
terhadap dunia.
Penyingkapan 3
Wahai hamba-Ku:
Engkau ibarat bulan yang bersinar karena menerima cahaya dari
matahari, berputar mengelilinginya, dan tak akan pernah
mendekat dan tak pula dapat menjauhinya. Sekedar cahayanya
yang engkau harapkan untuk keelokan rupamu. Karena, tanpa
cahaya engkau tak akan pernah ditemukan sebagai bulan.
Penyingkapan 4
Wahai hamba-Ku:
Engkaulah tempat Aku menyingkap rindu-Ku, dan engkau jua
tempat bernyata cinta-Ku terhadap diri-Ku sendiri, maka
jadikanlah segala sesuatu yang tertumpu pandanganmu sebagai
tempat engkau mengungkapkan rindu dan cinta hanya kepada-
Ku, niscaya dengan itu Aku akan singkap segala hijab bagimu
untuk memandang Zat-Ku.
Hakikat jati diri manusia adalah ruh yang berasal dari sifat
Allah yang ditiupkan. Sebagai sifat, manusia sejatinya tidak berjarak
dan terpisah dari zat Allah. Ketika seorang hamba sudah
menemukan jati dirinya maka pasti akan penasaran dengan rasa
rindu yang menyesakkan dadanya. Ketika ia dibukakan hijab walau
dalam sekejab maka akan bergeloralah cintanya kepada Allah.
Sesungguhnya, ketika cinta berbalaskan maka segala sesuatu
yang terjangkau mata, telinga, hidung, akal dan hati akan menjadi
sandaran rindu kepada Sang Kekasih, karena semua itu adalah
cindramata dari-Nya. Di sinilah sifat yang merindui zat-Nya, sifat
yang mencintai zat-Nya dan sebaliknya. Inilah masa ketika terwujud
perindu yang dirindui dan pecinta yang dicintai.
Wahai Perindu dan Pecinta Sejati, biarkanlah benih rinduku
menyemaikan cinta pada-Mu walaupun secuil dan jangan biarkan ia
tercerabut dari hatiku.
167
Kenyataan 1
Wahai hamba-Ku:
Cukup Aku-lah yang berada pada kalimat-kalimat pengakuanmu
pada dirimu, dan cukuplah “rasamu” ada untuk merasakan Aku
berada padanya merasa. Dan dengannya engkau hidup dan
bernyata di hadapan-Ku.
Kenyataan 2
Wahai hamba-Ku:
Aku yang bersamamu bukanlah untuk diceritakan, namun ia
hanya untuk dinyatakan jelas dalam rasamu, hingga
kenyataan-Nya melebihi dari apa yang terlihat terang oleh
penglihatanmu, sebagai bukti yang tiada dapat lagi
membutuhkan keterangan lainnya.
Maka, sesungguhnya tiada kekekalan dalam mata kepalamu
memandang-Ku melainkan apa yang dipandangnya hanya
menjadi tanda bagimu. Sedangkan hati dan rasamu dapat
menyingkap bukti kenyataan-Ku yang jelas berkekalan ke mana
pun wajahmu dipalingkan.
Kenyataan 3
Wahai hamba-Ku:
Tiadalah yang nyata dalam dirimu suatu sifat kecuali sifat-Ku
semata, dan tiada jua yang ada dalam pandangan-Ku jikalau
bukan engkau yang terliputi dalam sifat-Ku.
Tiada yang ada dan nyata dalam dirimu kecuali ada dan nyatanya
Aku yang telah dihijab oleh ego dan hawa nafsumu, hingga
keberadaan-Ku tak engkau rasakan.
Engkau tak akan melihat Aku ada kecuali jika engkau lihat
keberadaan-Ku di balik keberadaan dirimu dengan rasa pada
hatimu.
Keberadaan 1
Wahai hamba-Ku:
Barangsiapa yang merasakan keberadaan-Ku di setiap
pandangan, maka Aku jadikan ia tumpuan dari segala
pandangan.
َ َ ْ ُّ َ ُ َ َ ۡ َ َ ُ ۡ َ ۡ َ ُ ۡ َ ۡ
Allah Swt berfirman,
ََّّلل
َّ ّللِ َّإِن َّٱ ُ ۡ َ
َّ ب َّفأحٍِا َّحٔىٔا َّذرً َّوسّ َّٱَّ ق َّ َّوٱلٍغ ِؽ
َّ ُش َّ ِ َو
ِ ٍّللِ َّٱل
َ َوٰـ ٌع
ٞ ِ َّعي
َّ١١٥ًَّي ِ
“Dan milik Allah semua Timur dan Barat, maka ke mana pun kalian
palingkan wajah maka di sana wajah Allah” (QS Al-Baqarah/2: 115).
Ayat ini mengisyaratkan bahwa Timur dan Barat itu adalah
mewakili segala penjuru arah, dan di sana itu adalah wajah Allah.
Bagaimana menemukan wajah Allah di sana? Jawabannya adalah
ketika hati mampu merasakan bahwa segala sesuatu adalah milik
Allah, termasuk diri kita sendiri. Diri kita adalah milik Allah karena
kehidupan kita adalah miliknya, kekuatan kita adalah milik-Nya,
kehendak kita adalah milik-Nya, dan seterusnya. Kalau sudah bisa
merasakan semua itu adalah milik-Nya maka otomatis akan
mengerti bahwa kita benar-benar bergantung kepada Allah karena
semua yang digunakan adalah fasilitas titipan dari-Nya.
Maka, benarlah kalimat bismillahirrahmanirrahim dengan
makna bahwa hanya dengan “bersama Allah Yang Maha Pengasih
dan Penyayang” yang terus memberikan seluruh fasilitas itu
sehingga dapat hidup, berdaya, berkehendak, berpengetahuan,
melihat, mendengar, dan berbicara. Tanpa kebersamaan dengan-
Nya, mustahil kita dapat memanfaatkan semua itu.
Inilah yang dimaksud merasakan keberadaan Allah pada diri
kita sendiri. Kalau sudah demikian, apa yang terpandang maka di
sana akan terasa keberadaan Allah karena sesunggunya pandangan
mata kita terjadi karena adanya Allah yang menyertai dan bersama
172
Keberadaan 2
Wahai hamba-Ku:
Manusia boleh saja mengingkari pemberian-Ku, namun yakinlah
siapapun manusianya tidak akan dapat mengingkari keberadaan-
Ku. Apalagi jika ia berada dalam ketidakberdayaan dan
kefakiran.
Keakuan 1
Wahai hamba-Ku:
Sesungguhnya jika engkau ingin merasakan Aku ada, maka
tiadakan pengakuanmu terhadap dirimu, kemudian rasakanlah
kepunyaan-Ku yang ada padamu, niscaya engkau tidak
menemukan hakmu di dalam pengakuan atas kepemilikan
daripada kata ‟Aku‟.
Keakuan 2
Wahai hamba-Ku:
Sesungguhnya kata “aku” hanyalah milik-Ku, dan ia tiada
boleh terungkap dan terdengar kecuali hanya kepada-Ku saja.
Maka barangsiapa yang mengungkapkan dan
membeberkannya, niscaya ia akan Aku jauhkan dari
keberadaannya (keramaian).
Dan hendaklah ia menjauhkan diri dari kaum yang tuli dan
buta (yang tidak merasakan), baginya diperbolehkan untuk
mendekati diri hanya pada kaum yang memakai penglihatan
dan pendengaran-Ku (yang merasakan).
Janganlah sekali-kali engkau ungkapkan rahasiamu kecuali
kepada Zat yang memberimu rahasia, karena tiadalah Dia
nyatakan rahasia kepadamu jikalau bukan karena engkau jua
bagian dari rahasia-Ku.
Keakuan 3
Wahai hamba-Ku:
“Aku” itu adalah lambang kepunyaan-Ku, maka singkirkanlah
keakuan yang terdapat pada dirimu dengan melenyapkan segala
“rasa” kepunyaanmu terhadap dirimu, dan kosongkan jua
kalimat keakuanmu daripada “rasa” pengakuannya sendiri.
Karena, demikian itu adalah gerbang yang pertama untuk
mengenal sifat-Ku dari dalam dirimu sebagai hamba-Ku.
Keakuan 4
Wahai hamba-Ku:
Janganlah sekali-kali engkau ungkapkan keakuanmu, kecuali
engkau sendiri telah terlepas dari ikatan dan sentuhan dari
keakuanmu terhadap segala sesuatu yang terdapat pada dirimu.”
Rasa memiliki sesuatu pada apa yang melekat pada diri kita
merupakan bentuk keakuan yang tidak pantas dilakukan. Bukankah
Al-Qur‟an menyatakan, “Dan milik Allah segala yang ada di langit
dan di bumi”, termasuk diri kita sendiri dan apa yang melekat
padanya. Kalau pun kita mengatakan bahwa kita memiliki
pengetahuan maka harus dimaksudkan dalam arti kiasan, karena
sesungguhnya pengetahuan itu adalah milik-Nya yang dititipkan
pada kita. Kalaulah kita mengatakan punya kekuatan maka
ungkapan itu harus lahir dari perasaan meminjam kekuatan yang
Allah karuniakan pada diri kita. Kalaulah kita mengatakan memiliki
harta dan lainnya maka pernyataan itu harus muncul dari perasaan
sebagai orang yang mendapatkan titipan karunia dari-Nya.
Bila semua kepemilikan dan keakuan itu kita kembalikan
kepada Zat Pemilik segala sesuatu maka yang akan terpandang di
seluruh penjuru arah tiada lain adalah wajah-Nya. Bukankah Allah
berfirman, “Dan adalah milik Allah segala yang di barat dan timur,
maka ke mana pun engkau palingkan wajahmu maka di sana ada
wajah Allah (QS. 2:115). Wallaahu a’lam.
Wahai Zat Pemegang ubun-ubun semua makhluk,
hilangkanlah rasa memiliki dan keakuan pada jiwa ini agar dapat
menemukan wajah-Mu ke mana pun kami memandang.
178
Keakuan 5
Wahai hamba-Ku:
Aku itu satu, tiada akan ditemukan yang lain selain melalui
keakuanmu terhadap Aku yang berada padamu. Maka
nyatakanlah,” Aku adalah diri yang terliputi oleh ke-aku-an
Tuhanku, dan dengannya aku tiada layak memiliki apapun yang
berada pada diriku, hingga cukuplah keakuanku adalah rahasia
keakuan bagi Tuhanku terhadap kerahasiaan zat-Nya yang
Maha Satu dari padaku”.
Keakuan 6
Wahai hamba-Ku:
Cukuplah keakuan-Ku hanya terbit dari perasaanmu terhadap
engkau merasai akan keberadaan-Ku, sedangkan hatimu hanya
menjadi tempat tinggal bagi rasamu untuk mengungkapkan
keakuan-Ku pada dirimu.
Tiada kebohongan yang lebih besar dari seorang hamba yang
menyatakan “keakuan-Ku” berada pada perkataan dan
perbuatannya, sedangkan ia masih menyadari apa yang
diungkapkan oleh lidahnya.
Dan janganlah engkau berbuat melampaui batas terhadap dirimu,
karena cukuplah engkau berpegang teguh kepada apa yang telah
Aku tetapkan bagimu.
Keakuan 7
Wahai hamba-Ku:
Bagi pecinta-Ku tiada jalan yang dilewati tanpa setiap
langkahnya memandang wajah-Ku, dan pada jiwanya hampa
dari segala bentuk keinginan, sehingga hatinya terpelihara dari
pada panggilan keakuan dirinya, kecuali dari panggilan “Aku”
terhadap diri-Ku yang nyata padanya.
Keakuan 8
Wahai hamba-Ku:
Bersaksilah atas kenyataan-Ku melebihi dari apa yang engkau
lihat jelas dan terang di mata. Dan singkirkanlah dirimu dari
pada perasaan yang mengikatmu terhadap kepemilikan akan
dirimu. Sungguh tidaklah seorang hamba-Ku yang mampu
mendatangi-Ku, jikalau ia masih menjeratkan lehernya kepada
segala keinginan yang tersembunyi di balik “keakuan” dirinya.
ُ ۡ َ ََ ْ ُُ ۡ َ ۡ ُ ُۡ َۡ ٓ ُُ ۡ َ
Allah SWT berfirman,
َّ١٥٢َّون ُ
ِ واَّ َِلَّولَّحسفؽ
َّ َّوٱشهؽ
َّ ًونَّأذنؽز
َّ ِ َّفٱذنؽ
“Kalian, ingatlah Aku maka aku akan mengingat kalian! Dan
bersyukurlah pada-Ku dan jangan kalian mengingkari-Ku
(Q.S.2:152).”
Ayat ini mengajarkan kita bagaimana proses menjadi orang
beriman (tidak ingkar) kepada Allah. Langkah pertama adalah
dengan zikrullah, yaitu banyak menyebut nama Allah dengan lisan,
merenungi kekuasaan Allah dengan akal, dan merasakan kehadiran
Allah dengan hati.
Langkah kedua adalah syukrullah, yaitu memanfaatkan
semua karunia Allah sesuai dengan fungsinya dan diridai Allah, dan
mengakui bahwa apa yang melekat pada diri kita adalah titipan dan
milik Allah jua. Syukur dalam bentuk mengembalikan segala sesuatu
adalah titipan dan milik Allah, termasuk diri kita sendiri, merupakan
pintu untuk menemukan kenyataan Allah yang Maha Meliputi.
Dengan syukur, maka keakuan seorang hamba atas karunia Allah
padanya akan menjadi hilang dan tergantikan dengan keAkuan Allah
pada dirinya sendiri. Kalau sudah merasakan bahwa segala sesuatu
adalah milik Allah maka nyatalah Allah itu sebaga Zat Yang Maha
Dekat, Maha Esa, dan Mengasihi. Dan di saat seorang hamba
menyaksikan kenyataan-Nya maka itulah iman yang sebenar-
benarnya. Wallaahu a’lam.
183
Penyembahan 1
Wahai hamba-Ku:
Tiada penyembahan yang lebih Aku utamakan, kecuali bermula
dari pengenalan yang membawa pendekatanmu kepada-Ku. Dan
ia akan berakhir pada kecintaanmu pada zat-Ku.
Maka jauhkanlah segala penyembahan yang menghijabmu,
niscaya tiada dikatakan suatu penyembahan apabila ia masih
menjauhkan diri hamba dari pada keberadaan apa yang
disembahnya, yakni Aku.
Penyembahan 2
Wahai hamba-Ku:
Sembahlah Aku dengan sifat-sifat-Ku yang berkehendak pada
dirimu, karena tiada yang pantas menyembah-Ku kecuali telah Aku
adakan padanya tanda-tanda “kedekatan” terhadap-Ku.
Dan tiadalah sesuatu apapun yang dapat mendekati-Ku, kecuali ia
jua datang dari zat-Ku. Dan katakanlah, “Ya Allah, kami datang
dari kuasa-Mu dan tentunya kami akan kembali kepada-Mu dengan
segala kuasa-Mu jua, maka kembalikanlah sujud dan rukuk kami
hanya untuk-Mu dan kepada apa yang Engkau inginkan
terhadapnya, karena sesungguhnya kami adalah makhluk yang tiada
daya menyembah Tuhan melainkan dengan segala kekuasaan Tuhan
yang kami sembah”.
Penyembahan 3
Wahai hamba-Ku:
Tiadalah makhluk yang mampu mengenal-Ku, kecuali bagi
hamba-hamba yang Aku perintahkan untuk menyembah-Ku.
Dan bila di antara mereka menyembah-Ku tanpa mengenal-Ku,
maka sesungguhnya penyembahan mereka tiada akan lebih baik
dari pada makhluk-makhluk yang telah Aku kehendaki hanya
untuk bertasbih kepada-Ku, lantaran padanya tiada
kemampuan yang Aku letakkan untuk dapat mengenal hakekat
diri-Ku.
ۡ َ ۡ ُ َۡ َ َ َ
Allah SWT berfirman,
ُ ُ ۡ َ
َّ٥٦َََّّّلعتػو ِن َ
ِ نؿَّإِل
َّ ۡلَََّّ َّوٱ ِۡل
ِ وٌاَّعيلجَّٱ
“Dan tidaklah Aku ciptakan manusia dan jin kecuali untuk
menyembah-Ku. (QS. Al-Dzariyat, 51:56).
Berdasarkan ayat ini, hanya manusia dan jin yang diberi
taklif untuk menyembah Allah. Bagaimana dengan malaikat dan
makhluk yang lainnya? Jawabannya adalah mereka hanya bertasbih
kepada Allah tanpa menyembah-Nya. Mengapa malaikat dan
makhluk lainnya tidak diperintahkan menyembah? Karena mereka
tidak diberi fasilitas untuk mengenal Allah, yaitu hati nurani.
Pengenalan kepada Allah tidak cukup dengan pengenalan akal tanpa
melibatkan hati nurani. Hati diberi fasilitas berupa rasa sehingga
dengan rasa itulah seorang hamba dapat mengenal dan menemukan
kenyataan Tuhan.
Oleh karena itu, bila di antara kita masih menyembah Allah
tanpa merasakan keberadaan dan kehadiran-Nya, maka tiada
bedanya dengan tasbih yang dilakukan oleh makhluk yang lain,
seperti hewan, tumbuhan, batu dan lain-lain. Untuk itu, perlu kita
bersihkan hati agar diberikan rasa yang dapat menyentuh
keberadaan-Nya. Wallahu a’lam. Semoga Allah mengenalkan diri-Nya
kepada kita sehingga dapat menyembah dan mengabdi kepada-Nya.
187
Pertemuan 1
Wahai hamba-Ku:
Dapatkah bagimu dikatakan pengenalan sebelum pertemuan, dan
tiadalah dinyatakan pertemuan apabila tiada sesuatu yang
ditinggalkan. Dan akan menjadi suatu kedustaan bagi hamba
yang mengaku bertemu dengan-Ku, namun ia belum
meninggalkan ”dirinya” untuk-Ku.
Pertemuan 2
Wahai hamba-Ku:
Pandangan-Ku hanya tertuju pada hamba-hamba-Ku, walau
hamba tiada mendapati Aku dalam tatapannya. Dan Aku selalu
mendekati hamba-hamba-Ku dengan tatapan yang tersembunyi
di balik hati hamba tersebut. Dan bila rasa pada hati hamba-
hamba-Ku dapat menyentuhkan diri-Ku di balik apa yang
dirasakannya tersebut, niscaya dunia akan menyaksikan
pertemuan tatapan antara Sang Pecinta Agung dengan yang
dicintai-Nya.
Kerinduan 1
Wahai hamba-Ku:
Ingatlah, engkau menyatakan kerinduan terhadap-Ku ketika di
dunia, namun Aku menyatakan rindu-Ku di akhirat.
Karena, jika saja Aku tunjukkan kerinduan-Ku kepadamu di
dunia, niscaya engkau akan kehabisan rindumu kepada-Ku,
padahal perjalananmu masih panjang untuk mencapai Aku yang
sebenarnya.
Kerinduan 2
Wahai hamba-Ku:
Barangsiapa yang merasakan Aku sangat dekat kepada dirinya,
maka bertanda Aku memperhatikannya. Dan barangsiapa yang
merasakan kerinduan kepada-Ku, bertanda ia telah dicintai oleh
Aku kekasihnya.
Kerinduan 3
Wahai hamba-Ku:
Kendaraan hamba-Ku yang bertaqwa adalah pengabdiannya
kepada-Ku. Sedangkan kendaraan hamba-Ku yang mencintai-
Ku adalah rindunya akan memandang-Ku dalam penglihatan,
mendengar-Ku di dalam pendengarannya, mengenal-Ku dalam
pikirannya, dan ia selalu rindu akan kehadiran Zat-Ku dalam
hati dengan rasanya.
Kecintaan 1
Wahai hamba-Ku:
Dan sesungguhnya keagungan-Ku meliputi hati yang selalu
menyentuh nama-nama-Ku, dan kecintaan-Ku dapat ditemukan
kepada hati hamba-hamba-Ku yang selalu bersembunyi malu
berhadapan dengan-Ku, sedangkan ia menjauhkan ibadahnya
dari pandangan segala makhluk, kecuali kepada-Ku saja.
Kecintaan 2
Wahai hamba-Ku:
Tiadalah sesuatu apapun Aku letakkan di hati hamba yang
mencintai-Ku, kecuali rasa rindu yang berkepanjangan, dan tiada
suatu kalimatpun yang Aku ajarkan di lidahnya selain nama-
nama-Ku, sedangkan pandangannya tak berpaling lagi dari
wajah-Ku.
Kecintaan 3
Wahai hamba-Ku:
Hatimu sebagai tempat pertama Aku tumpukan kecintaan,
kemudian dari akalmu kecintaan itu diungkapkan, akan tetapi
segala yang terungkap pada akalmu tiadalah keseluruhan dari
pada isi cinta di hatimu. Dan sesungguhnya kata-kata “cinta”
bagimu tiada akan pernah dapat mengurai cinta yang Aku
maksud.
Kecintaan 4
Wahai hamba-Ku:
Cukuplah Aku Sang Pecinta yang mengenal akan kandungan
cinta-Ku padamu. Dan hanya hatimu yang dapat menjadi
wadah bagi cinta-Ku, walaupun ia sendiri tak akan mampu
untuk melukiskannya, tetapi ia sanggup merasakan keindahan
yang Aku maksud dalam cinta-Ku padamu. Sesungguhnya nilai
kecintaan bagi-Ku bukanlah dari ungkapan yang didengar,
namun dari pemahamanmu dalam merasakan maksud dan
tujuan cinta itu sendiri terhadapmu”.
Tahukah kamu apa maksud dan tujuan cinta itu bagi seorang
hamba! Maksud dari cinta itu adalah agar seorang hamba mengenal
Tuhannya, dan tujuannya adalah untuk memberikan pengabdian
sejati pada-Nya.
Bukankah Allah mencipta karena cinta-Nya untuk dikenali.
Tiada pengenalan yang melebihi daripada pengenalan yang diikat
oleh cinta. Cinta merupakan jembatan penghubung antara hamba
dan tuhannya. Tanpa cinta, seorang hamba tidak akan pernah
mengenali siapa tuhannya.
Bukankah tujuan Allah mencipta manusia dan jin tiada lain
kecuali untuk pengabdian pada-Nya. Ketahuilah, tiada pengabdian
yang tulus dan suci kecuali pengabdian yang didasari atas cinta.
Tanpa cinta, pengabdian pastilah mengharapkan pamrih. Tanpa
cinta, pengabdian hanyalah pemaksaan diri dan penderitaan semata.
Wahai pelindungku, hadapkanlah wajahku melalui sifat
wajah-Mu kepada zat wajah-Mu. Wahai tuhanku, Engkaulah
tujuanku dan hanya rida-Mu yang aku cari.
Wallaahu alam.
196
Kecintaan 5
Wahai hamba-Ku:
Yang tidak mencintai-Ku berarti tidak merindui-Ku, dan yang
tidak merindui-Ku berarti tidak mencari-Ku, sedangkan yang
tidak mencari-Ku berarti tidak mengetahui-Ku. Dan
sesungguhnya barang siapa yang tiada mengetahui Aku
Tuhannya ia termasuk orang yang paling merugi di antara orang-
orang yang paling merugi.
Kecintaan 6
Wahai hamba-Ku:
Barangsiapa yang menginginkan dunia maka Aku hidupkan ia
dengan hawa nafsu, dan barangsiapa yang menginginkan akhirat
maka Aku berikan ia takwa. Dan barangsiapa yang
menginginkan-Ku niscaya Kuhidupkan ia dengan cinta, hingga
dengan cinta itu pula ia dipertemukan oleh diri-Ku.
Kecintaan 7
Wahai hamba-Ku:
Maka dengan hanya mengharapkan kecintaan engkau
mendekati-Ku, dan dengan kecintaan-Ku jua engkau jadikan
kesaksian sebagai awal engkau mencintai-Ku. Tiadalah sesuatu
yang dapat memalingkan “kedekatan” dan “penyaksian”
terhadap-Ku, melainkan jika engkau jadikan keduanya itu
sesuatu yang engkau tuju. Dan bahwasanya tiada lagi hamba
yang lebih merugi dalam berjalan kepada-Ku kecuali hamba-
hamba yang menjadikan ”kecintaan” dari tujuan ia berjalan
mendekati dan menyaksikan Aku kekasihnya.
Kecintaan 8
Wahai hamba-Ku:
Dan bukankah telah engkau ketahui, tiada yang sebaik-baik
hamba yang mentaati Aku, karena kecintaannya kepada-Ku,
dan tiada jua sebagus sujud hamba yang dimulai dari hati yang
rindu kepada-Ku.
Dan Aku bersaksi dari apa-apa yang Aku genggam, tidaklah
Aku adakan kecintaan pada hamba-hamba-Ku melainkan dari
padanya melahirkan keridhaan mereka terhadap ketentuan-
ketentuan-Ku, dan keridhaan-Ku pada tiap tarikan nafas di
diri mereka.
Kecintaan 9
Wahai hamba-Ku:
Tiada kecintaan yang sesungguhnya, melainkan bila para pecinta
telah lebur dan lenyap dari ungkapannya sendiri, dan tiada kata
maupun kalimat yang dapat terikat oleh akalnya lagi. Dan ia
merasa tak layak untuk memberikan bukti cintanya melalui
segala sesuatu kepada-Ku, kecuali penyerahan diri dengan
“mematikan” diri dalam dirinya sendiri.
Kecintaan 10
Wahai hamba-Ku:
Alam yang Aku ciptakan hanya diabdikan kepada mereka yang
bertakwa, agar mereka selalu bersyukur kepada-Ku, akan tetapi
bagi para pencinta, alam ini hanyalah sebagai sandaran pelepas
rindu kepada-Ku. Sebab, mata di kepalanya melihat tanda-tanda
kekuasaan-Ku, sedang mata hatinya memandang Sang Kekasih,
Aku.
Kecintaan 11
Wahai hamba-Ku:
Bila api cinta dunia yang membakarmu, maka menderitalah
dirimu, dan apabila api cinta akhirat yang membakarmu
kesejukanlah yang dirasa, namun bila api cinta-Ku yang
membakar dirimu, niscaya tiada lagi yang tersisa dalam hatimu,
kecuali Aku.
Kecintaan 12
Wahai hamba-Ku:
Apalah artinya penghambaan tanpa ketaatan, dan apalah arti
cinta tanpa kerinduan, dan tiadalah ada arti cinta tanpa
pembuktian dari pecinta. Sedangkan pembuktian sesungguhnya
adalah menjadikan dirinya tempat bagi kekasih untuk
membeberkan segala rahasia-Ku.
Kecintaan 13
Wahai hamba-Ku:
Barangsiapa yang mencintai sesuatu di dunia ini, maka ia akan
terikat olehnya, dan bagi yang mencintai-Ku, ia akan dibebaskan
dari keterikatan terhadap sesuatu, hingga segala sesuatu di dunia
akan mengikatkan diri kepadanya.
Kecintaan 14
Wahai hamba-Ku:
Bagi insan yang mencintai dunia dan hawa nafsunya, maka
menjadikan jasadnya sebagai istana, namun bagi insan yang
mencintai-Ku dan merindukan ukhrawi, akan menjadikan
jasadnya sebagai penjara.
Kecintaan 15
Wahai hamba-Ku:
Barangsiapa yang mencintai-Ku karena takut kepada-Ku maka
Aku berikan apa yang dimintanya. Dan barangsiapa yang
mencintai-Ku karena ia mengharapkan akhirat-Ku, maka Aku
limpahkan ia surga. Akan tetapi bagi siapa yang mencintai-Ku
karena keikhlasan semata, niscaya Aku akan membukakan diri-
Ku untuk dikunjungi setiap ia rindu kepada-Ku.
Kecintaan 16
Wahai hamba-Ku:
Engkau adalah salah satu pintu-Ku di dalam Aku merindui
diri-Ku sendiri, hingga bila engkau temukan kecintaan pada-Ku
maka kecintaan tersebut tiada bermula dan berakhir melainkan
dari Aku jua Yang Maha Mencintai. Dan engkau tidak akan
pernah menyentuh dan mengenal kecintaan-Ku kepadamu,
hingga engkau sendiri menjadi hamba yang “dicari”, yakni
hamba yang kosong dari segala rasa kepemilikan.
Kecintaan 17
Wahai hamba-Ku:
Janganlah engkau jadikan kedekatan dan penyaksian suatu
alasan untuk berjalan menuju kepada-Ku, karena kedekatan
maupun penyaksian bukanlah suatu tujuan yang sesungguhnya.
Cukuplah jadikan kedekatan dan penyaksian tersebut sebagai
jembatan untuk meraih cinta-Ku karena dengan cintalah segala
sesuatu itu memiliki tujuan.
Kecintaan 18
Wahai hamba-Ku:
Berdekatan dengan-Ku bukanlah akhir dari perjalananmu, dan
penyaksian akan kenyataan-Ku bukan jua tempat engkau
berhenti. Namun bagimu cukuplah menjadikan kedekatan dan
penyaksian terhadap-Ku sebagai permulaan akan terungkapkan
kecintaan kepada-Ku.
Kecintaan 19
Wahai hamba-Ku:
Bagi yang mencintai-Ku lantaran rindu terhadap-Ku, niscaya
Aku akan ceritakan tentang diri-Ku dengan segala sesuatu yang
Aku rahasiakan, hingga ia akan asyik dalam setiap zikir dan
ibadahnya kepada-Ku, karena setiap pecinta akan lebih
menikmati “percintaan” dengan-Ku ketika ia beribadah kepada-
Ku.
Kecintaan 20
Wahai hamba-Ku:
Tanda yang utama bagi si pecinta adalah keluar dari apa-apa
yang ia cintai dari kemauan dan kehendaknya sendiri, dan
berjalan jauh dari apa-apa yang ia harapkan dari dirinya sendiri.
Karena sesungguhnya Pecinta akan selalu meletakkan dirinya
kepada apa-apa yang mendekati kemauan dan kehendak dari
Aku yang dicintainya.
Kecintaan 21
Wahai hamba-Ku:
Tiada hubungan yang indah melainkan hubungan yang didahului
oleh kecintaan. Dan tiada pertemuan yang lebih baik kecuali ia
didahului dengan kerinduan, maka tiada satupun kecintaan dan
kerinduan hamba-Ku yang lebih Kuinginkan, kecuali ia masih
bersujud kepada-Ku.
Kecintaan 22
Wahai hamba-Ku:
Bagi di antaramu yang mengungkapkan cinta kepada-Ku, maka
ia telah terhijab dengan “kalimat” tersebut. Dan barangsiapa
yang menyatakan cinta dengan diam dalam rasanya, maka ia
telah menyelamatkan cintanya tersebut dari hijab-hijab yang
datang dari dirinya sendiri.
Kecintaan 23
Wahai hamba-Ku:
Aku adalah Zat Yang Maha Mencintai dan tiada sesuatu jua
pun yang menyentuh-Ku kecuali atas semua yang menghampiri-
Ku dengan segala rindu dan kecintaannya pada-Ku. Oleh karena
itu, hampiri dirimu dengan kecintaan hanya kepada-Ku, niscaya
dengannya engkau dapat mendatangi-Ku dalam kondisi serta
keadaan apapun pada dirimu.
Kecintaan 24
Wahai hamba-Ku:
Lepaslah engkau dari segala kecintaan selain kepada-Ku karena
tiada sesuatu yang akan mengikatmu, kecuali jika sesuatu itu
engkau hampiri dengan kecintaan padanya.
Maka demi apa-apa yang terlintas di hati hamba-Ku, janganlah
sekali-kali engkau datangi sesuatu selain-Ku sebelum engkau
mendatanginya dengan rasa kecintaanmu pada-Ku.
Dan ketahuilah, sesungguhnya kecintaan yang tertuju hanya
kepada-Ku dapat menyelamatkanmu dari segala sesuatu yang
mengikatmu yang dapat memperbudak dirimu.
Kecintaan 25
Wahai hamba-Ku:
Pertemuan antara Aku dengan “aku” yang merahasia di dirimu,
merupakan awal engkau melebur dalam lautan pengenalan. Dan
apabila engkau telah menyaksikan kecintaan dan kerinduan
antara Aku dengan “aku” di dirimu, maka kesaksian mata
hatimu menjadi bukti akan kecintaan-Ku yang meliputi dirimu
sendiri, niscaya tiada tempat yang layak untuk engkau huni
kecuali berada di tumpuan pandangan-Ku.
Kecintaan 26
Wahai hamba-Ku:
Kecintaan kepada-Ku adalah awal dari perbudakan hamba
kepada-Ku. Sedangkan kerinduan hamba kepada-Ku adalah
zikir yang sebenarnya. Maka tiadalah budak yang lebih
beruntung kecuali budak yang mencintai dan dicintai oleh
majikannya. Begitupun jua, tiada yang lebih tinggi daripada
zikir yang dikarenakan rindunya hanya kepada-Ku saja.
Kecintaan 27
Wahai hamba-Ku:
Barangsiapa berusaha untuk mencintai-Ku, maka tiada
pengetahuan yang lebih utama baginya melainkan mengenal
pengetahuan tentang Aku. Dan di antara hamba-Ku yang
Aku cintai, tiada keraguan baginya untuk mengenal-Ku,
karena kecintaan-Ku jua sumber dari segala pengetahuan
untuk menuju kepada-Ku.
Sesungguhnya kecintaan yang datang dari padamu akan
membutuhkan pengetahuan tentang apa yang engkau cintai,
akan tetapi kecintaan yang datang dari-Ku kepadamu tidaklah
membutuhkan pengetahuan apapun bagi dirimu. Sungguh
melalui kecintaan-Ku saja akan mendatangkan pengetahuan
yang sebenarnya bagimu”.
Keakraban inilah yang akan melahirkan rasa rindu. Bila rasa rindu
sudah tumbuh maka benih cinta pun sudah mulai tersemai di dalam
hati.
Namun, semua usaha yang kita lakukan mulai dari
pengenalan nama, sifat, dan perbuatan Allah, usaha mendekat
dengan ibadah wajib dan sunnah, hingga muncul rasa rindu, adalah
bergantung kepada kemurahan Allah Swt. Ada yang dianugrahi cinta
setelah berusaha mengenali-Nya, dan ada juga yang diberi cinta
karena semata-mata kemurahan-Nya sehingga tidak memerlukan
pengenalan sebelumnya. Wallaahu a’lam.
220
Keridaan 1
Wahai hamba-Ku:
Bukankah engkau mencari keridhaan-Ku? Namun kenapa engkau
masih meragukan kehendak-Ku ketika Aku turunkan bencana dan
kehinaan kepada-mu. Sesungguhnya keridhaan-Ku bukan saja
terletak pada kesenangan dalam pandanganmu, akan tetapi dapat
ditemukan di segala yang tidak engkau senangi, namun engkau masih
mudah menerimanya.
Keridaan 2
Wahai hamba-Ku:
Barangsiapa yang dapat memberi dengan keikhlasan, itu bertanda
Aku rida dan akan menambah rezkinya di luar daripada
perkiraan akal dan pikirannya.
Keridaan 3
Wahai hamba-Ku:
Ridha adalah dinding dari mahligai tawakkal, dan tawakkal
menjadi tiang dari kesabaran, maka kesabaran adalah kamar dari
pertolongan-Ku.
Perjalanan 1
Wahai hamba-Ku:
Jikalau kelahiran dan kematian adalah kawan seiring sejalan,
maka waktu adalah jalannya, amal ibadah akan menjadi
bekalnya, dan Al-Qur‟an dan Sunnah Nabimu adalah
penerangnya, sedangkan Zat yang ditujunya tak lain adalah
Aku.
Perjalanan 2
Wahai hamba-Ku:
Akhir dari perjalanan jasadmu adalah kematian, dan akhir
perjalanan amal ibadahmu adalah akhirat. Sedangkau akhir dari
perjalanan dirimu sendiri adalah hidup bersama Zat-Ku.
Rahasia 1
Wahai hamba-Ku:
Kerahasiaan-Ku tak akan dapat terungkap dengan segala
perumpamaan-perumpamaan yang datang dari akal pikiranmu.
Dan ia jauh tak dapat dijangkau dengan segala ukuran dari
penglihatanmu. Namun, ketahuilah, sesungguhnya rahasia-Ku
disembunyikan dari segala pandangan, sekalipun segala rahasia
tentang diri-Ku disembunyikan, namun Aku si pemilik rahasia
bersembunyi di balik sesuatu yang sering engkau kunjungi, yakni
rasa pada hati mu.
Rahasia 2
Wahai hamba-Ku:
Segala tanda-tanda-Ku adalah rahasia-rahasia-Ku yang tersamar
dari segala pandangan mata. Namun akan menjadi pengetahuan
yang tak terbantahkan bagi segala pandangan yang datangnya
dari hati hamba-Ku dalam berpikir untuk mengenal rahasia-
rahasia-Ku.
Zat 1
Wahai hamba-Ku:
Hanya Aku Tuhan yang mempunyai Zat yang tersembunyi dalam
rahasia yang tertutup dari segala celah, kecuali bagi hati yang
tersiram dengan sentuhan rasa, hingga daripadanya hamba
tersebut menemui Zat-Ku dalam keadaan yang tak tersentuh
dengan mata.
Zat 2
Wahai hamba-Ku:
Aku adalah Zat yang memegang segala kehidupan tanpa
tergantung dalam kehidupan. Aku-lah pencipta kehidupan
dalam tiap-tiap tarikan nafas, dan Aku jua yang memiliki
kehidupan walau ia tersembunyi dari kematian. Dan
sesungguhnya janganlah engkau mengira kehidupan itu hanya
terdapat dalam nafasmu karena kehidupan yang tergantung
dengan sesuatu untuk hidup bukanlah kehidupan yang
sebenarnya. Maka hanya Aku-lah satu-satunya yang pantas
disebut Zat yang sebenar-benar hidup karena Aku tidak
bergantung pada sifat-Ku yang hidup. Hanya Zat-Ku Yang
Berdiri Sendiri.
Zat 3
Wahai hamba-Ku:
Aku-lah Zat dari segala bentuk kecintaan, dan dari
kecintaanlah engkau melihat kesempurnaan dari keindahan
hati para hamba-hamba-Ku. Maka ketahuilah kecintaan
adalah wujud keindahan Zat-Ku, dan tidaklah Aku jadikan
hati para hamba-hamba-Ku melainkan Kubentuk melalui
sentuhan cinta-Ku, hingga Zat-Ku tiada dapat dipandang
dan disentuh kecuali dengan hati yang penuh dengan
kecintaan kepada-Ku. Aku-lah Zat yang selalu tersembunyi
dalam setiap kecintaan yang merayap dalam hati hamba-
hamba-Ku, dan Aku jua yang dapat mengerti bagaimana cinta
itu dapat dibaca dan dipahami oleh hati hamba-hamba-Ku.
Dengan kecintaanlah engkau berawal dan akan berakhir,
bahkan di situlah engkau akan menemukan Zat-Ku yang
tersembunyi di balik apa-apa yang engkau rasa terhadap
sebuah kecintaan kepada-Ku.
Tujuan 1
Wahai hamba-Ku:
Maka barangsiapa yang meninggalkan segala tujuan dalam
kemauan “dirinya”, niscaya ia dipilih berjalan dalam segala
tujuan-Ku. Dan bahwasanya Aku-lah Diri yang dicari dari
segala tujuan-Ku sendiri. Sedangkan untuk hamba-Ku yang
dipilih bagi-Ku, Aku akan ridhai dirinya untuk hidup bersama
segala tujuan-Ku dan segala kehendak-kehendak-Ku yang ada
pada dirinya.
Tujuan 2
Wahai hamba-Ku:
Dekatilah apapun yang dapat mendekatkanmu kepada-Ku dan
jauhilah apa-apa yang dapat menjauhkanmu kepada-Ku, sekalipun
ia datang dari dalam dirimu sendiri. Lalu ungkapkanlah, “Ya Tuhan
kami, pada-Mu segala kekuatan berhimpun dan pada-Mu segala
penuju dan tujuan akan berakhir, maka hendaklah Engkau
limpahkan pada kami kekuatan untuk menjauhkan kami dari apa-
apa yang dapat menjauhkan kami dari diri-Mu. Dan limpahkanlah
jua kepada kami kedekatan yang tiada berjarak dengan segala
tujuan kami. Dan bahwasanya tiada lagi tujuan yang lebih baik
bagi kami selain daripada diri-Mu wahai Tuhan yang Maha
Penuntun.”
Tentang Penulis
2
الرِج ْي ِم
َّ ان َّ اهلل ِم َن
ِ َالش ْيط ِ ِأَعُوذُ ب
ْ
3
4
wahyu (pula) kepada Ibrahim, Isma'il, Ishak, Ya'qub dan anak
cucunya, Isa, Ayyub, Yunus, Harun dan Sulaiman. dan kami berikan
Zabur kepada Daud.
6. Al-An’am:59. Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang
ghaib; tidak ada yang mengetahuinya kecuali dia sendiri, dan dia
mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun
pun yang gugur melainkan dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh
sebutir biji-pun dalam kegelapan bumi, dan tidak sesuatu yang basah
atau yang kering, melainkan tertulis dalam Kitab yang nyata (Lauh
Mahfudz)"
5
6
10. Yunus: 44. Sesungguhnya Allah tidak berbuat zalim kepada
manusia sedikitpun, akan tetapi manusia Itulah yang berbuat zalim
kepada diri mereka sendiri.
7
8
15. Al-Hijr: 99. Dan sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu
yang diyakini (ajal).
19. Maryam: 93. Tidak ada seorangpun di langit dan di bumi,
kecuali akan datang kepada Tuhan yang Maha Pemurah selaku
seorang hamba.
20. Thaha: 110. Dia mengetahui apa yang ada di hadapan mereka
dan apa yang ada di belakang mereka, sedang ilmu mereka tidak
dapat meliputi ilmu-Nya.
25. al-Furqan: 2. Yang kepunyaan-Nya-lah kerajaan langit dan
bumi, dan dia tidak mempunyai anak, dan tidak ada sekutu baginya
dalam kekuasaan(Nya), dan dia telah menciptakan segala sesuatu,
dan dia menetapkan ukuran-ukurannya dengan serapi-rapinya.
10
26. Asy-Syu’ara’: 84. Dan jadikanlah aku buah tutur yang baik bagi
orang-orang (yang datang) kemudian.
27. An-Naml: 28. Pergilah dengan (membawa) suratku ini, lalu
jatuhkan kepada mereka, kemudian berpalinglah dari mereka, lalu
perhatikanlah apa yang mereka bicarakan"
29. Al-Ankabut: 5. Barangsiapa yang mengharap pertemuan dengan
Allah, maka sesungguhnya waktu (yang dijanjikan) Allah itu, pasti
datang. Dan Dialah yang Maha mendengar lagi Maha Mengetahui.
11
30. Ar-Rum: 5. Karena pertolongan Allah, dia menolong siapa yang
dikehendakiNya. dan dialah Maha Perkasa lagi Penyayang.
31. Luqman: 27. Dan seandainya pohon-pohon di bumi menjadi
pena dan laut (menjadi tinta), ditambahkan kepadanya tujuh laut
(lagi) sesudah (kering)nya, niscaya tidak akan habis-habisnya
(dituliskan) kalimat Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi
Maha Bijaksana.
13
37. Ash-Saffat: 39. Dan kamu tidak diberi pembalasan melainkan
terhadap kejahatan yang telah kamu kerjakan.
42. Asy-Syura: 19. Allah Maha Lembut terhadap hamba-hamba-
Nya; dia memberi rezki kepada yang di kehendaki-Nya dan dialah
yang Maha Kuat lagi Maha Perkasa.
43. Az-Zukhruf: 84. Dan dialah Tuhan (yang disembah) di langit
dan Tuhan (yang disembah) di bumi dan Dia-lah yang Maha
Bijaksana lagi Maha Mengetahui.
45. Al-Jatsiyah: 24. Dan mereka berkata: "Kehidupan ini tidak lain
hanyalah kehidupan di dunia saja, kita mati dan kita hidup dan tidak
ada yang akan membinasakan kita selain masa", dan mereka sekali-
kali tidak mempunyai pengetahuan tentang itu, mereka tidak lain
hanyalah menduga-duga saja.
47. Muhammad: 7. Hai orang-orang mukmin, jika kamu menolong
(agama) Allah, niscaya dia akan menolongmu dan meneguhkan
kedudukanmu.
16
48. Al-Fath: 4. Dia-lah yang telah menurunkan ketenangan ke dalam
hati orang-orang mukmin supaya keimanan mereka bertambah di
samping keimanan mereka (yang telah ada). Dan kepunyaan Allah-
lah tentara langit dan bumi dan adalah Allah Maha mengetahui lagi
Maha Bijaksana.
52. At-Thur: 48. Dan bersabarlah dalam menunggu ketetapan
Tuhanmu, maka sesungguhnya kamu berada dalam penglihatan kami,
dan bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu ketika kamu bangun
berdiri.
17
57. Al-Hadid: 3. Dialah yang Awal dan yang akhir yang Zhahir dan
yang Bathin; dan dia Maha mengetahui segala sesuatu.
59. Al-Hasyr: 21. Kalau sekiranya kami turunkan Al-Quran Ini
kepada sebuah gunung, pasti kamu akan melihatnya tunduk terpecah
belah disebabkan ketakutannya kepada Allah. Dan perumpamaan-
perumpamaan itu kami buat untuk manusia supaya mereka berfikir.
19
63. Al-Munafiqun: 11. Dan Allah sekali-kali tidak akan
menangguhkan (kematian) seseorang apabila telah datang waktu
kematiannya. Dan Allah Maha mengenal apa yang kamu kerjakan.
65. Ath-Thalaq: 3. Dan memberinya rezki dari arah yang tiada
disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada
Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya.
20
sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)Nya.
sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap
sesuatu.
67. Al-Mulk: 26. Katakanlah: "Sesungguhnya ilmu (tentang hari
kiamat itu) hanya pada sisi Allah. Dan sesungguhnya Aku hanyalah
seorang pemberi peringatan yang menjelaskan".
21
68. Al-Qalam: 48. Maka bersabarlah kamu (hai Muhammad)
terhadap ketetapan Tuhanmu, dan janganlah kamu seperti orang yang
berada dalam (perut) ikan ketika ia berdoa sedang ia dalam keadaan
marah (kepada kaumnya).
22
73. Al-Muzammil: 9. (Dia-lah) Tuhan masyrik dan maghrib, tiada
Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, maka ambillah dia
sebagai Pelindung.
74. Al-Mudatsir: 56. Dan mereka tidak akan mengambil pelajaran
daripadanya kecuali (jika) Allah menghendakinya. dia (Allah) adalah
Tuhan yang patut (kita) bertakwa kepada-Nya dan berhak memberi
ampun.
76. Al-Insan: 30. Dan kamu tidak mampu (menempuh jalan itu),
kecuali bila dikehendaki Allah. Sesungguhnya Allah adalah Maha
mengetahui lagi Maha Bijaksana.
23
78. An-Naba’: -7. Sesungguhnya hari keputusan adalah suatu waktu
yang ditetapkan,
24
85. Al-Buruj: 13. Sesungguhnya Dia-lah yang menciptakan
(makhluk) dari permulaan dan menghidupkannya (kembali).
25
93. Ad-Dhuha: 8. Dan dia mendapatimu sebagai seorang yang
kekurangan, lalu dia memberikan kecukupan.
26
27
96. Al-‘Alaq
1. Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan,
2. Dia Telah menciptakan manusia dari segumpal darah.
3. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah,
4. Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam,
5. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.
6. Ketahuilah! Sesungguhnya manusia benar-benar melampaui batas,
7. Karena dia melihat dirinya serba cukup.
8. Sesungguhnya Hanya kepada Tuhanmulah kembali(mu).
9. Bagaimana pendapatmu tentang orang yang melarang,
10. Seorang hamba ketika mengerjakan shalat,
11. Bagaimana pendapatmu jika orang yang melarang itu berada di
atas kebenaran,
12. Atau dia menyuruh bertakwa (kepada Allah)?
13. Bagaimana pendapatmu jika orang yang melarang itu
mendustakan dan berpaling?
14. Tidaklah dia mengetahui bahwa Sesungguhnya Allah melihat
segala perbuatannya?
15. Ketahuilah, sungguh jika dia tidak berhenti (berbuat demikian)
niscaya kami tarik ubun-ubunnya,
16. (yaitu) ubun-ubun orang yang mendustakan lagi durhaka.
17. Maka Biarlah dia memanggil golongannya (untuk menolongnya),
28
18. Kelak kami akan memanggil malaikat Zabaniyah,
19. Sekali-kali jangan, janganlah kamu patuh kepadanya; dan
sujudlah dan dekatkanlah (dirimu kepada Tuhan).
97. Al-Qadr
1. Sesungguhnya kami Telah menurunkannya (Al Quran) pada
malam kemuliaan.
2. Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu?
3. Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan.
4. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril
dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan.
5. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar.
29
30
orang yang musyrik (akan masuk) ke neraka jahannam; mereka
kekal di dalamnya. Mereka itu adalah seburuk-buruk makhluk.
7. Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal
saleh, mereka itu adalah sebaik-baik makhluk.
8. Balasan mereka di sisi Tuhan mereka ialah syurga 'Adn yang
mengalir di bawahnya sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya
selama-lamanya. Allah ridha terhadap mereka dan merekapun
ridha kepadanya. yang demikian itu adalah (balasan) bagi orang
yang takut kepada Tuhannya.
31
niscaya dia akan melihat (balasan)nya.
8. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar dzarrahpun,
niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula.
32
101. Al-Qari’ah
1. Hari kiamat,
2. Apakah hari kiamat itu?
3. Tahukah kamu apakah hari kiamat itu?
4. Pada hari itu manusia adalah seperti anai-anai yang bertebaran,
5. Dan gunung-gunung adalah seperti bulu yang dihambur-
hamburkan.
6. Dan adapun orang-orang yang berat timbangan (kebaikan)nya,
7. Maka dia berada dalam kehidupan yang memuaskan.
8. Dan adapun orang-orang yang ringan timbangan (kebaikan)nya,
9. Maka tempat kembalinya adalah neraka Hawiyah.
10. Tahukah kamu apakah neraka Hawiyah itu?
11. (yaitu) api yang sangat panas.
33
34
104. Al-Humazah
1. Kecelakaanlah bagi setiap pengumpat lagi pencela,
2. Yang mengumpulkan harta dan menghitung-hitung,
3. Dia mengira bahwa hartanya itu dapat mengkekalkannya,
4. Sekali-kali tidak! Sesungguhnya dia benar-benar akan
dilemparkan ke dalam Huthamah.
5. Dan tahukah kamu apa Huthamah itu?
6. (yaitu) api (yang disediakan) Allah yang dinyalakan,
7. Yang (membakar) sampai ke hati.
8. Sesungguhnya api itu ditutup rapat atas mereka,
9. (sedang mereka itu) diikat pada tiang-tiang yang panjang.
35
4. Yang melempari mereka dengan batu dari tanah yang terbakar,
5. Lalu dia menjadikan mereka seperti daun-daun yang dimakan
(ulat).
36
4. Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat,
5. (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya,
6. Orang-orang yang berbuat riya,
7. Dan enggan (menolong dengan) barang berguna.
109. Al-Kafirun
1. Katakanlah: "Hai orang-orang kafir,
2. Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah.
3. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang Aku sembah.
4. Dan Aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah,
5. Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang
Aku sembah.
6. Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku."
37
38
112. Al-Ikhlash
1. Katakanlah: "Dia-lah Allah, yang Maha Esa.
2. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu.
3. Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan,
4. Dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia."
39
4. Dari kejahatan (bisikan) syaitan yang biasa bersembunyi,
5. Yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia, dari
(golongan) jin dan manusia.
6. Dari (golongan) jin dan manusia.
40
WIRID DALAM ZIKIR
ISTIGHFAR
ASTAGFIRULLAAHAL AZHIM
Aku mohon ampun kepada Allah yang الع ِظ ْي َم ِ أ
َ ََستَ ْغف ُر اهلل
ْ
mahaagung
ALLADZI LAA ILAAHA ILLA HUWA
Yang tiada Tuhan selain Dia الَّ ِذي الَ إِلهَ إالَّ ُه َو
HUWAL HAYYUL QAYYUM
Dia mahahidup dan mahamandiri ْح ُّي الْ َقيُّ ْو ُم
َ ُه َو ال
ت
ُ ت َوَما أَخ َّْر ُ ِم َّما قَ َّد ْم
MIMMAA QADDAMTU WAMAA
AKHKHARTU
Atas kesalahanku yang lalu dan yang
belakangan
WAMAA A’LANTU WAMAA
ASRARTU ت
ُ َس َرْر
ْ ت َوَما أ
ُ وما أ ْعلَْن
َ
Atas kesalahanku yang nyata dan yang
tersembunyi
WAMAA ASRAFTU WAMAA ANTA
A’LAMU BIHII MINNI ت أَ ْعلَ ُم
َ ْت َوَما أَن
ُ َْس َرف
ْ َوَما أ
بِ ِه ِمنِّي
Atas kesalahanku yang berlebihan dan
kesalahan yang hanya Engkau yang lebih
mengetahuinya daripada aku.
ANTAL MUQADDIMU WA ANTAL
MUQADDIMU ت ال ُْم َؤ ِّخ ُر
َ ِّْم َوأَن َ ْأَن
ُ ت ال ُْم َقد
Engkaulah yang mengawali segala
sesuatu dan Engkau pula yang
menghirinya.
WA ANTA ‘ALAA KULLI SYAI’IN
QADIIR ت َعلَى ُك ِّل َش ْي ٍئ قَ ِديْ ر
َ َْواَن
Dan Engkaulah yang mahakuasa atas
segala sesuatu
41
SHALAWAT
َ ىَللاهََربَنَا
َ َصَل
SHALALLAAHU RABBUNA
Ya Allah, Tuhan Kami, berilah
kesejahteraan
‘ALAAN NUURIL MUBIIN
Kepada cahaya yang nyata َ ي َ َعَلَىَنهَ َورََاَ َلهب
أَحَدََاَ َلهصَطَفَى
AHMADAL MUSHTHAFAA
Ahmad (yang terpuji) orang pilihan
َسَيَدََاَ َلهَرسَلَي
SAYYIDIL MURSALIIN
Penghulu bagi para rasul
ََوعَلَىَاَلَهََ َوصَحَبَهََأَجَعَي
WA ‘ALA AALIHI WASHAHBIHI
AJMA’IIN
Dan kesejahteraan pula kepada keluarga
dan sahabatnya semuanya
ََاتَاَلكََري
َصَلَ َو ه
SHALAWAATUL KARIIM
Shalawat (kesejahteraan) yang Mulia
َ َشَهََراَوََحَ َول
SYAHRA WA HAUlLA
Setiap bulan dan tahun
ALFA ALFIN ‘ALAA
Sebanyak beribu-ribu (shalawat) kepada أَلَفََأَلَفََعَلَى
َر هَس َولََاَ َلهعَلَى
RASUULIL MU’ALLA
Rasul berderajat yang Tinggi
َ َللاه
َ ََللاهَي
َ َي
YAA ALLAAHU YAA ALLAAH
Ya Allah, Ya Allah
حَيََعَلَيَ هَم
َيََََتََا ه
YAA FATTAAHU YAA ‘ALIIM
Wahai Tuhan Yang Maha Pembuka dan
Maha Mengetahui
َ اَ َتَحََقهََلهَوبَنَا
IFTAH QULUUBANAA
Singkapkanlah hati kami
َهَتهََوحََاَلعَ َارَي
FUTUUHAL ‘AARIFIINA
Seperti tersingkapnya hati orang-orang
yang makrifat pada-Mu
42
DOA
َ ِت َوب
ك ُ ك أَ ْسلَ ْم َ َالل ُه َّم ل
ALLAHUMMA LAKA ASLAMTU,
WABIKA AAMANTU,
َ ك لَِو ْج ِه
ك َ ي َو ِّج ْهنِي بَِو ْج ِه
َ َيَ َام ْوال
YAA MAULAANAA WAJJIHNAA
BIWAJHIKA LIWAJHIKA
Ya Allah, Pelindung kami, hadapkanlah
kami melalui sifat-Mu kepada zat wajah-
Mu
43
44