Anda di halaman 1dari 9

KLAUSA EKSONERASI PADA

PERJANJIAN JUAL BELI RUMAH


DI GRIYA RAJAWALI II BINTARO
Makalah Ini Disusun Guna Memenuhi Tugas Kelompok ke 3
Dalam Menempuh Mata Kuliah Legal Aspect in Economic

Disusun Oleh :
Cyntia Lupita Sari 2201847082
Dio Andiana Pratama 2201849352
Muhammad Hanif 2201847542
Salshabila Rizky Dianti 2201849440

JURUSAN BUSINESS MANAGEMENT


UNIVERSITAS BINA NUSANTARA
ONLINE LEARNING
2019

1
A. LATAR BELAKANG

Masalah perumahan merupakan suatu kebutuhan dalam masyarakat mendasar


yaitu sandang, pangan dan papan, kesehatan dan pendidikan. Pembangunan perumahan
merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah daerah, swasta, dan masyarakat
dewasa ini masih dihadapkan pada berbagai hambatan terutama terbatasnya
keterjangkauan sebagian besar masyarakat untuk memperoleh rumah yang layak dalam
lingkungan yang sehat dan teratur. Mengingat masih banyaknya warga masyarakat yang
belum memiliki tempat tinggal, terutama bagi yang berpenghasilan kurang mampu
membeli rumah yang layak, maka penyelenggaraan pembangunan perlu mengadakan
pengklasifikasian jenis tipe rumah dengan memperhatikan aspek pendapatan,
keterjangkauan serta perlindungan terhadap konsumen.

Saat ini sudah banyak pengembang / perusahaan di bidang perumahan dan


menjadikan masyarakat semakin mudah untuk menentukan pilihannya sesuai dengan
kemampuan keuangan masing-masing. Proses kepemilikian rumah dilaksanakan melalui
proses jual beli yang bisa dilakukan secara cash maupun kredit. Dalam pelaksanaannya
sudah terdapat aturan pemerintah yang telah menetapkan pedoman pengikatan jual-beli
rumah melalui Keputusan Menteri Perumahan Rakyat (Menpera) No. 09/Kept/M/1995
yang menegaskan bahwa “pengembang wajib melaksanakan pendirian bangunan sesuai
waktu yang telah diperjanjikan menurut gambar arsitektur, denah, dan spesifikasi teknik
bangunan yang menjadi bagian tak terpisahkan dalam perjanjian pengikatan jual-beli
rumah tersebut”

Dalam perjanjian jual beli ini pebisnis property di bidang perumahan dalam
memasarkan rumah termasuk tanah selalu membuat format perjanjian baku yang
substansinya tidak seragam antara pengembang yang satu dengan pengembang yang
lain. Pada saat pemesanan yang berminat disebut konsumen menandatangani surat
pesanan yang sudah disiapkan terlebih dahulu oleh pengembang / perusahaan
pembangunan perumahan. Di dalam surat pemesanan terdapat keuntungan mengenai
pernyataan dan persetujuan untuk menerima segala persyaratan dan ketentuan yang
ditetapkan sepihak dan menandatangani dokumen-dokumen yang telah dipersiapkan
lebih awal. Format dengan substansinya yang dibuat sepihak tersebut kemudian
penggandaannya dicetak dalam formulir yang dibakukan oleh pengembang tanpa

2
memusyawarahkan terlebih dahulu dengan pembeli seperti salah satu contoh dalam
perjanjian tersebut “harus melakukan pembayaran booking fee terlebih dahulu, dan
apabila tidak melanjutkan pembelian maka booking fee tidak dapat dikembalikan”. Bagi
pengembang hal tersebut akan mempermudah dan mempercepat proses penyelesaian
transaksi dengan pembeli. Sebagai suatu pelanggan, suatu produk kalimat tersebut
sering dianggap lalu karena kita menganggap bahwa kondisi demikian sudah lazim dan
menjadi tanggung jawab pelanggan.

Kalimat tersebut merupakan disclaimer untuk melindungi pihak yang


memberikan penawaran barang atau menyediakan jasa tertentu. Disclaimer ini
merajelala di formulir pengantar transaksi dimanapun kita berada, sehingga seringkali
luput bahwa kalimat tersebut melemahkan posisi tawar sebagai konsumen. Aturan,
ketentuan dan syarat yang tercantum sebagai disclaimer tersebut merupakan klausula
baku. Klausula baku, dipersiapkan terlebih dahulu oleh pelaku usaha secara sepihak dan
dimuat dalam kontrak tertulis atau dokumen tertentu. Klausa ini bersifat kaku dan tidak
dapat diubah lagi sehingga respon yang dapat diberikan oleh pelanggan hanya berupa
pilihan untuk setuju dengan syarat baku apabila masih tertarik dengan rumah yang
ditawarkan / takut apabila posisi rumah yang diinginkan sudah diambil orang lain atau
apabila tidak setuju konsumen tidak perlu mengadakan transaksi dengan pelaku usaha
bersangkutan.

Untuk itu Pada tahun 1999 terdapat Undang-Undang perlindungan konsumen


yaitu UU Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan
Konsumen Republik Indonesia menjelaskan bahwa hak konsumen diantaranya adalah
hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengonsumsi barang dan atau
jasa; hak untuk memilih barang dan atau jasa serta mendapatkan barang dan atau jasa
tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan; hak untuk
diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif hak untuk
mendapatkan kompensasi, ganti rugi dana tau penggantian, apabila barang dana tau jasa
yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya dan
sebagainya. Hal seperti demikian memang perlu diatur untuk menghindari sikap negatif
pelaku usaha terhadap konsumen. Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan /
atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan sendiri, keluarga,
orang lain maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.

3
B. PERMASALAHAN
Dari uraian Latar Belakang di atas maka kelompok kami akan mengangkat
mengenai perjanjian Jual Beli perumahan yang terdapat di Griya Rajawali II Bintaro.
Perumahan Town House model Cluster Minimalis pembangunan awal dimulai dari
Februari 2011 dan saat ini telah dihuni oleh 45 Kepala Keluarga dengan lokasi cukup
strategis dikarenakan dekat dengan stasiun kereta api Sudimara dan tol Pondok Aren II
serta pusat perbelanjaan Mall Bintaro Xchange.
Merupakan perumahan pinggiran Jakarta yang banyak dicari oleh Kaum Urban
dan pasangan muda yang baru membina rumah tangga. Dengan harga awal yang
ditawarkan relatif terjangkau maka perumahan ini banyak peminatnya walaupun lokasi
agak jauh dari jalan besar. Dibangun oleh developer swasta yaitu PT. Selaras Property
Wilayah perumahan masuk di daerah Tangerang Selatan, yang tentunya kita
mengetahui bahwa daerah ini sedang berkembang pesat sebagai daerah pemukiman dan
perkantoran.
Seperti judul yang sudah kami pilih yaitu Klausa Eksonerasi Pada Perjanjian
Jual Beli Rumah di Griya Rajawali II Bintaro maka kami akan membahas yang terjadi
di dalamnya.
Salah satu permasalahan perumahan yang paling mendasar adalah perjanjian jual
beli rumah yang dibuat dalam bentuk kontrak baku yang dibuat sepihak yakni oleh
pelaku usaha dan mengandung ketentuan umum sehingga konsumen hanya memilih
pilih menyetujui atau menolaknya. Dalam kontrak ini seringkali memuat Klausa
Eksonorasi yang isinya adalah pengalihan pertanggung jawaban pelaku usaha sehingga
merugikan pihak konsumen. Permasalahan yang timbul dalam perjanjian tersebut
adalah sebagai berikut :
- Pembelian rumah yang awalnya sesuai perjanjian dengan luas tanah 74m2 tetapi
dalam kenyataan luas tanah 72m2.
- Pembangunan rumah tidak sesuai dengan Spesifikasi Teknik dalam perjanjian.
- Uang Booking Fee tidak terdapat pengambilan bila membatalkan pembelian
- Uang Booking Fee harus dibayarkan kembali bila akan melakukan perubahan
kavling rumah yang dipilih
- Kerusakan di rumah yang terjadi sebelum akad tetapi developer tidak
memberikan garansi sesuai janji

4
Permasalahan dalam luas tanah dikarenakan adanya kesalahan perhitungan dari
developer dikarenakan tidak memperhitungkan luas jalan dari rumah. Sehingga ternyata
dari luas tanah masing-masing rumah dikurangi 2m untuk pembangunan jalan.
Untuk permasalahan pembangunan rumah tidak sesuai dengan spesifikasi
sebagai contoh untuk dinding rumah yang tertulis menggunakan hebel tetapi dalam
kenyataan menggunakan bata merah dengan dalih dari developer dikarenakan pada saat
tersebut hebbel sedang tidak ada di pasaran dikarenakan harga yang melambung tinggi.
Permasalahan Booking Fee merupakan permasalahan yang sebenarnya sudah
dianggap lazim oleh pembeli rumah sehingga kebanyakan pembeli tidak
mempermasalahkan hal tersebut. Dikarenakan di awal saat melakukan pembelian sudah
ditekankan oleh banyak Developer
Hal-hal semacam tersebut merupakan hal yang telah merugikan konsumen.
Tetapi karena kurangnya informasi maka beberapa hal tidak dapat dituntut dan dianggap
untuk memaklumkannya.

C. PEMBAHASAN
Bila kita melihat mengenai permasalahan yang terjadi di atas maka menurut
kelompok kami hal tersebut tidak sesuai dengan Asas Perlindungan Konsumen seperti :
- Asas manfaat dimaksudkan untuk mengamanatkan bahwa segala upaya dalam
penyelenggaraan perlindungan konsumen harus memberikan manfaat
sebesarbesamya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara
keseluruhan.
- Asas keadilan dimaksudkan agar partisipasi seluruh rakyat dapat diwujudkan
secara maksimal dan membedakan kesempatan kepada konsumen dan pelaku
usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara adil
- Asas keseimbangan dimaksudkan untuk memberikan keseimbangan antara
kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam arti materiil
ataupun spiritual
- Asas keamanan dan keselamatan konsumen dimaksudkan untuk memberikan
jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalam penggunaan,

5
pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau
digunakan
- Asas kepastian hukum dimaksudkan agar baik pelaku usaha maupun konsumen
menaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan
konsumen, serta negara menjamin kepastian hukum
Menurut kelompok kami, kejadian seperti yang dialami oleh warga Perumahan
Griya Rajawali II Bintaro tersebut dapat dilaporkan kepada Lembaga Perlindungan
Konsumen Swadaya Masyarakat yang merupakan suatu lembaga non-pemerintah yang
mempunyai kegiatan menangani perlindungan konsumen.
Dikarenakan menurut KUHPer Pasal 1365 bahwa “Tiap perbuatan yang
melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang
menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk menggantikan kerugian tersebut”.
Dalam perspektif kebebasan membuat perjanjian (freedom of contract) tidak
memenuhi syarat subyektif dan syarat obyektif sebagaimana ditentukan dalam Pasal
1320 KUHPerdata. Dengan demikian secara yuridis materiil perjanjian baku tersebut
tidak mempunyai kekuatan mengikat. Klausula eksonerasi yang dicantumkan oleh
pengembang dalam perjanjian jual beli rumah yang berisi ketentuan pengalihan
tanggung jawab, tindakan berupa pembatalan sepihak dan pengembang tidak
mengembalikan uang yang dibayarkan oleh pembeli adalah melanggar Pasal 18 ayat (1)
huruf, a, c dan d Undang-undang Perlindungan Konsumen.
Selain dalam konteks pengecualian pelaku usaha dari tanggungjawab,
pelemahan konsumen juga dapat ditemui dalam jenis-jenis klausula baku lainnya.
Dalam Pasal 18 ayat (2) dan (3) UU Perlindungan Konsumen, pelaku usaha dilarang
untuk mencantumkan ketentuan yang melarang pengembalian barang atau penyerahan
kembali uang yang telah dibayarkan konsumen atas pembelian barang/jasa. Selanjutnya,
Pasal 18 ayat (4) dan (7) melarang pelaku usaha utuk mencantumkan ketentuan yang
menjebak konsumen dalam memberikan kuasa diluar keinginannya kepada pelaku
usaha untuk melakukan tindakan terhadap barang yang dibeli secara angsuran.
Penjebakan ini juga berlaku apabila konsumen ‘terpaksa’ mengoper hak kepada pelaku
usaha untuk mengurangi harta kekayaan konsumen yang menjadi objek jual-beli jasa.
Pelaku usaha tidak dapat pula secara semena-mena memaksa konsumen untuk tunduk

6
pada setiap aturan baru, tambahan, lanjutan, dan/atau pengubahan lanjutan yang
diterbitkan kemudian oleh pelaku usaha, menurut Pasal 18 ayat (7).
Dalam hal ini sebagian warga Griya Rajawali II sudah melakukan proses
permintaan ganti rugi kepada Developer sebagai berikut :
- Untuk pengurangan 2m dari luas tanah yang sudah disepakati dalam perjanjian
Jual Beli sudah dikembalikan sesuai dengan harga tanah per meternya saat kita
sudah sepakat untuk melakukan pembelian. Sudah dilakukan revisi di Notaris
untuk seluruh surat-surat tanah yang ada
- Untuk bangunan yang tidak sesuai spesifikasi teknis, kebanyakan warga tidak
melakukan survei saat pembangunan rumah dilakukan sehingga. Mereka juga
tidak dapat melapor mengenai hal-hal yang mungkin mereka tidak ketahui. Hal
ini baru diketahui saat terjadi kerusakan.
- Untuk booking fee memang banyak warga atau pembeli yang tidak jadi membeli
tidak mempermasalahkan hal tersbut dikarenakan hal tersebut dianggap wajar
adanya.
- Untuk perbaikan kerusakan yang tidak sesuai dikarenakan developer masih
meminta uang tambahan maka hal tersebut kebanyakan tidak dipermasalahkan
oleh warga. Karena hampir kebanyakan kerusakan baru ditemui setelah masa
garansi

D. KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan diatas bahwa hingga saat ini perlindungan konsumen
masih menjadi hal yang harus diperhatikan. Konsumen serng kali dirugikan dengan
pelanggaran oleh penjual. Pelanggaran yang terjadi saat ini bukan hanya pelanggaran
dalam skala kecil, namun sudah tergolong dalam skala besar. Dalam hal ini seharusnya
pemerintah lebih siap dalam mengambil tindahkan. Pemerintah harus segera menangani
masalah sebelum akhirnya semua konsumen harus menanggung kerugian yang lebih
berat akibat efek samping dari tidak adanya perlindungan konsumen atau jaminan
terhadap konsumen.
Di Indonesia, dasar hukum yang menjadikan seorang konsumen dapat
mengajukan perlindungan adalah sebagai berikut:

7
- Undang Undang Dasar 1945 Pasal 5 ayat (1), pasal 21 ayat (1), Pasal 21 ayat (1),
Pasal 27, dan Pasal 33.
- Undang Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran
Negara Republik Indonesia tahun 1999 No. 42 Tambahan lembaran Negara
Republik Indonesia No. 3821
- Undang Undang No. 5 tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan
Persaingan Usaha Usaha Tidak Sehat.
- Undang Undang No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbritase dan Alternatif
Penyelesian Sengketa
- Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2001 tentang Pembinaan Pengawasan dan
Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen
- Surat Edaran Dirjen Perdagangan Dalam Negeri No. 235/DJPDN/VII/2001
Tentang Penangan pengaduan konsumen yang ditujukan kepada Seluruh dinas
Indag Prop/Kab/Kota
- Surat Edaran Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri No. 795
/DJPDN/SE/12/2005 tentang Pedoman Pelayanan Pengaduan Konsumen

Saran yang dapat kelompok kami berikan adalah, dalam pelaksanaannya


Undang-Undang perlindungan konsumen di Indonesia saat ini harus lebih di tegakkan
lagi agar tujuan dari pada undang undang itu sendiri dapat terlaksana dengan baik.
Sehingga undang undang ini betul betul dapat menengkat harkat dan mmartabat
konsumen serta dapat memberikan kepastian hukum yang jelas.

E. DAFTAR PUSTAKA

BUKU :

Lecture Notes, Legal Aspect in Economic, Minggu 7, Sesi 11


Badrulzaman, Mariam Barus., Perlindungan Terhadap Konsumen Dilihat dari Sudut
Perjanjian Baku (Standar), Simposium Aspek-aspek Hukum Masalah Perlindungan
Konsumen, BPHN, Jakarta: Bina Cipta, 1994), hal.20.

8
Johan Silas, Perum Perumnas Dalam Tantangan Tugas, (Jakarta: Departemen Pekerjaan
Umum, 1995), hal. 5.
Shidarta, 2000. Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, PT. Grasindo, Jakarta, hal.
120

INTERNET :

http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt4d0894211ad0e/klausula-eksonerasi

http://rastamanpoertorico.blogspot.com/2009/04/praktek-klausula-baku-dalam-jual-
beli.html

https://poplegal.id/berita/take-it-or-leave-it-klausula-baku-yang-tidak-mengikat

http://referensi.elsam.or.id/2014/10/uu-nomor-8-tahun-1999-tentang-perlindungan-
konsumen/

Anda mungkin juga menyukai