Anda di halaman 1dari 1

Nama : Shakila Ardelina

Kelas : X IPA 2

Judul : Sang Pempi


Pengarang : Andrea Hirata
Sinopsis :
Buku Kedua Andrea Hirata ini bercerita tentang masa SMA tiga orang pemuda, yaitu Ikal, Arai dan Jimbron. Mereka bertiga adalah
remaja yang berasal dari Belitong dan melanjutkan sekolah di Manggar, SMA Negeri pertama di Manggar. Untuk mencukupi
kebutuhan sekolahnya Arai, Ikal dan Jimbron bekerja paruh waktu sebagai kuli di pasar ikan.

Arai adalah yang paling cerdas diantara mereka bertiga, selalu mengutip kata-kata inspiratif dari berbagai sumber “tak semua yang
dihitung bisa diperhitungkan dan tak semua yang diperhitungkan bisa dihitung”, sedangkan Ikal yang sangat mengidolakan H. Roma
Irama akan mengutip kalimat dari lirik lagu raja dangdut tersebut “Darah muda adalah darahnya para remaja” sedangkan Jibron yang
sangat menyukai kuda akan mengeluarkan kalimat yang tidak jauh-jauh dari bahasan tentang kuda.

Kehidupan SMA adalah perjalanan mencari jati diri. Arai, saat itu jatuh cinta pada teman sekelasnya, Zakia Nurmala, sedangkan Ikal
jatuh cinta pada putri seorang cina, A Ling, dan Jimbron jatuh cinta padaku.

Judul: Perempuan yang Menangis kepada Bulan Hitam (2020)


Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Penulis: Dian Purnomo
Sinopsis :
Novel ini bercerita tentang adat kawin culik atau kawin tangkap di Sumba. Banyak adegannya ditulis berdasarkan cerita para
penyintas kawin tangkap.
Cerita tentang Magi Diela ini dituturkan di balik latar belakang dunia modern, di mana kawin culik tidak lagi dirasa relevan tapi masih
banyak masyarakat yang ingin mempertahankannya.
Perempuan yang Menangis kepada Bulan Hitam ditulis berdasarkan pengalaman banyak perempuan korban kawin tangkap di Sumba.
Tradisi kawin tangkap masih terjadi hingga saat ini. Sedikit sekali catatan yang menyebutkan korban kawin tangkap berhasil
menghindari upaya kawin paksa ini.
Novel ini termasuk yang harus diberi tanda trigger warning. Sebab pada kenyatannya, pemaksaan perkawinan dengan upaya menculik
adalah bentuk kekerasan yang tidak berperikemanusiaan.
Dalam 320 halaman novel ini, Dian Purnomo menyuarakan jerit perempuan penyintas kawin tangkap, mengaduk-aduk perasaan
pembacanya dan membukakan mata kita bahwa ketidakadilan gender, kekerasan terhadap perempuan masih ada dan nyata.
Perempuan yang Menangis kepada Bulan Hitam merupakan salah satu pengingat untuk tidak diam saja pada kejahatan terhadap
perempuan.

Anda mungkin juga menyukai