Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN SEMENTARA

PRAKTIKUM KIMIA FARMASI DASAR

A. JUDUL
Percobaan Pendahuluan

B. TUJUAN PERCOBAAN
Mengenalkan percobaan pendahuluan bagi percobaan-percobaan berikutnya
termasuk dalam cara pembuatan reagen.

C. LANDASAN TEORI
Pemerian dan kelarutan. Monografi dapat mencantumkan informasi pemerian
suatu bahan. Informasi ini secara tidak langsung dapat membantu evaluasi
pendahuluan suatu bahan, tetapi tidak dimaksudkan sebagai standar atau uji
kemurnian. Kelarutan suatu zat dapat dinyatakan sebagai berikut:

Pembacaan Skala. Penulisan angka hasil pengukuran pada hakekatnya


berkaitan dengan ketelitian alat yang digunakan. Secara umum pada penulisan
hasil pengukuran hanya terdapat 1 angka yang harganya tak tentu / tak pasti/
angka semu/ angka yang dicurigai yaitu angka terakhir. Apabila pada penulisan
hasil akhir pada perhitungan diperlukan pembulatan angka desimal maka angka
desimal yang lebih dari sama dengan 5 dibulatkan ke atas, sedangkan angka
desimal kurang dari 5 dibulatkan ke bawah. Jika terdapat dua macam hasil
penimbangan yaitu 1,0 g dan 1,0000 g, maka hal tersebut berarti bahwa
ketelitian penimbangan pertama hanya sampai 0,1 g, dimana angka nol terakhir
merupakan angka yang tak tentu. Sedangkan angka 1,0000 g berarti bahwa
ketelitian penimbangan sampai 0,1 mg dan hanya angka nol terakhir yang tak
tentu. Hasil penimbangan yang kedua hanya mungkin diperoleh pada
penimbangan dengan neraca analitik, yaitu pada penimbangan seksama.

Jenis Sangat Kasar Kurang Seksama Mili Mikro Ultramikro


Nerac
a kasar Lebih gram gram gram

Jml desimal
(angka di
belakang koma) 1 2 3 4 5 6 7
dlm satuan
gram

Kepekaan / 0,1 g 0,01 g 0,001 g 0,0001 g 0,00001 g 0,000001 g 0,0000001 g


ketelitian
100 mg 10 mg 1 mg 0,1 mg 0,01 mg 0,001 mg 0,0001 mg
penimbangan
1000 µg 100 µg 10 µg 1 µg 0,1 µg

Minimal 100 g 10 g 1g 100 mg 10 mg 1 mg 0,1 mg


penimbangan

Timbang Seksama. Berdasarkan Famakope Indonesia III penimbangan lebih


kurang mengandung pengertian bahwa jumlah yang ditimbang tidak boleh kurang dari
90 % dan tidak boleh lebih dari 110 % dari jumlah yang harus ditimbang, sedangkan
deviasi penimbangan pada penimbangan seksama tidak lebih dari 0,1 % dari jumlah
yang ditimbang. Misalnya timbang seksama 50 mg berarti bahwa deviasi penimbangan
tidak boleh lebih dari 0,05 mg.

Ukur Seksama. Pernyataan ukur seksama mengandung pengertian bahwa


pengukuran harus dilakukan dengan pipet atau buret yang memiliki tingkat ketelitian
hingga 0,1 %. Penulisan hasil pembacaan buret dengan skala terkecil 0,1 ml, seperti
pada buret 50 ml, seharusnya dituliskan dengan 2 desimal (2 angka di belakang koma),
seperti 12,50 ml dan bukan 12,5 ml. Penulisan 12,5 ml diartikan bahwa angka 5 tersebut
belum pasti sehingga volume sebenarnya terletak antara 12,4 dan 12,6 ml, padahal
angka 5 yang menyatakan 0,5 ml dapat dibaca dengan pasti. Apabila pembagian skala
buret terkecil adalah 0,02 ml, seperti pada buret 10 ml, maka penulisan hasil pembacaan
buret harus dinyatakan dengan 3 desimal, misalnya 2,530 ml dan bukan 2,53 ml, sebab
angka 3 dalam hal ini sudah pasti.

Pembacaan volume buret harus dapat diperkirakan hingga mendekati 0,01 ml


untuk buret 25 ml dan 50 ml dan hingga mendekati 0,005 untuk buret 5 ml dan 10 ml
(Farmakope Indonesia VI).

Aturan Pembulatan Hasil Uji. Nilai yang diamati atau yang dihitung harus
dibulatkan ke angka desimal yang telah disepakati batasnya. Angka-angka tersebut tidak
boleh dibulatkan sampai perhitungan akhir untuk nilai yang dilaporkan. Perhitungan
antara (misalnya kemiringan untuk linearitas) dapat dibulatkan untuk tujuan pelaporan,
tapi nilai asli (yang tidak dibulatkan) harus digunakan untuk perhitungan tambahan
lainnya. Kriteria penerimaan adalah nilai yang sudah ditetapkan dan tidak dibulatkan.
Jika diperlukan pembulatan, pastikan hanya satu angka desimal terakhir. Jika angka
lebih kecil dari lima, maka dihilangkan dan angka sebelumnya tidak dihilangkan. Jika
angka sama atau lebih besar dari lima, maka dihilangkan dan angka sebelumnya
bertambah sebesar satu.

Ilustrasi Nilai Pembulatan Numerik sebagai Perbandingan dengan Persyaratan

Persyaratan Farmakope Nilai yang belum Hasil Pembulatan Kesesuian


dibulatkan

Batas penetapan kadar 97,96 % 98,0 % Ya

≥ 98,0% 97,92 % 97,9 % Tidak

97,95 % 98,0 % Ya

Batas penetapan kadar 101,55 % 101,6 % Tidak

≤ 101,5% 101,46 % 101,5 % Ya

101,45 % 101,5 % Ya

Uji Batas ≤ 0,02% 0,025 % 0,03 % Tidak

0,015 % 0,02 % Ya

0,027 % 0,03 % Tidak

Uji Batas ≤ 3 bpj 3,5 bpj 4 bpj Tidak


3,4 bpj 3 bpj Ya

2,5 bpj 3 bpj Ya

Alat Ukur Volumetrik. Peralatan volumetrik yang direkomendasikan dalam


Farmakope Indonesia VI ada 3, yaitu: labu tentukur, pipet volume, dan buret. Toleransi
kapasitas untuk labu tentukur, pipet volume, dan buret harus sesuai dengan yang tertera
pada tabel (Farmakope Indonesia VI), sebagai berikut:

Labu Tentukur

Volume yang dinyatakan (ml) 10 25 50 100 250 500 1000

Batas kesalahan (ml) 0.02 0.03 0.05 0.08 0.12 0.15 0.30

Batas kesalahan (%) 0.20 0.12 0.10 0.08 0.05 0.04 0.03

Pipet Volume

Volume yang dinyatakan (ml) 1 2 5 10 25 50 100

Batas kesalahan (ml) 0.006 0.006 0.01 0.02 0.03 0.05 0.08

Batas kesalahan (%) 0.60 0.30 0.20 0.20 0.12 0.10 0.08

Buret

Volume yang dinyatakan (ml) 10 (tipe mikro) 25 50

Pembagian skala (ml) 0.02 0.10 0.10

Batas kesalahan (%) 0.02 0.03 0.05

Penggunaan peralatan tersebut untuk memperoleh derajat ketelitian yang


diinginkan dalam penetapan kadar menurut Farmakope Indonesia VI, termasuk
diantaranya pengukuran secara digunakan untuk pengukuran secara volumetrik dan
pernyataan bahwa suatu pengukuran harus “diukur secara seksama”. Alat harus dipilih
dan digunakan dengan hati-hati. Ukuran buret harus sedemikian hingga volume titran
tidak kurang dari 30% volume nominal. Bila volume titran kurang dari 10 ml, umumnya
diperlukan buret 10 ml atau mikroburet.

Cara Menyatakan Kadar. Kadar atau konsentrasi suatu bahan di dalam


sampel, baik yang berupa larutan ataupun padatan, dapat dinyatakan dengan beberapa
cara, seperti:

1. Persen (%)
Berdasarkan FI VI, persen, digunakan tanpa kualifikasi berarti:

a. Untuk campuran padat dan semipadat, persen b/b.


b. Untuk larutan atau suspensi padatan dalam cairan, persen b/v.
c. Untuk larutan cairan dalam cairan, persen v/v.
d. Untuk larutan gas dalam cairan, persen b/v.
Sebagai contoh, 1 persen larutan dibuat dengan melarutkan 1 gram zat padat atau
semipadat, atau 1 ml cairan, dalam pelarut sampai volume 100 ml larutan.

Persentase Kadar. Persentase kadar yang dinyatakan sebagai berikut:

a. Persen bobot dalam bobot (b/b), adalah jumlah g zat terlarut dalam 100 g
larutan.
b. Persen bobot dalam volume (b/v), adalah jumlah g zat terlarut dalam 100 ml
larutan.
c. Persen volume dalam volume(v/v), adalah jumlah ml zat terlarut dalam 100 ml
larutan

2. ppm (Part per Million) atau bpj (bagian per juta)


Menyatakan jumlah zat yang terkandung dalam satu juta bahan, dengan
demikian 1 mg% sama dengan 10 ppm.

3. Molaritas (M)
Larutan 1 Molar berarti mengandung 1 gram molekul (grol atau mol) solute di
dalam 1 liter solution.
mol solute gram solute
M= =
volume solution BM solute x volume solution

4. Normalitas (N)
Larutan 1 Normal berarti mengandung 1 gram ekivalen ( grek atau Eq) solute di
dalam 1 liter solution.

gram solute gram solute x valensi


N= = = M x valensi
BE x volume solution BM x volume solution

D. PERCOBAAN DAN CARA KERJA

1. PEMBUATAN DAN PENGENALAN SUATU GAS DAN PENGENALAN


KERTAS LAKMUS
a. Ambil sedikit larutan NH4Cl 2,0 ml masukkan kedalam tabung reaksi
kemudian tambahkan sedikit larutan NaOH 2,0 ml secukupnya.
b. Pegang tabung reaksi dengan penjepit lalu panaskan sambil digoyang.
(Perhatian mulut tabung harus diarahkan pada tempat yang kosong. Jaga
jangan sampai tumpah ketika mendidih. Caranya angkat tabung dari api
ketika mendidih
c. Catat bagaimana bau gas yang timbul, amati zat sebelum dan sesudah reaksi.
d. Pegang kertas lakmus merah didekat mulut tabung reaksi, amati perubahan
warna kertas lakmus tersebut dan beri kesimpulan.

2. CARA PENGENCERAN H2SO4 pekat


a. Ambil 2,5 ml akuades dengan menggunakan gelas ukur, tuangkan ke dalam
tabung reaksi.
b. Ambil 0,5 ml H2SO4 pekat dengan gelas ukur, tuangkan pelan-pelan ke dalam
akuades lewat dinding tabung. Perhatikan perubahan panas sebelum dan
sesudah reaksi.

3. PENYARINGAN
a. Ambil 3 ml larutan Pb asetat masukkan dalam tabung reaksi. Tambahkan
tambahkan H2SO4 hasil pengenceran diatas.
b. Amati endapan yang terjadi.
c. Ambil kertas saring yang berbentuk lingkaran lipat menjadi ¼ lingkaran,
berikut lipat lagi 2- 3 kali lipatan
d. Masukkan kertas saring yang sudah dilipat pada corong dan basahi sedikit
akuades hingga melekat pada dinding corong. Pasang corong yang ada kertas
saringnya tadi diatas erlenmayer untuk menampung filtratnya.

4. PEMBUATAN LARUTAN INDIKATOR PP 1 % b/v SEBANYAK 10,0 ml


(Artinya : 1 gram zat indikator PP dalam 100 ml pelarut)

a. Buat perhitungan kristal indikator PP yang akan ditimbang


b. Timbang kristal indikator PP sesuai perhitungan
c. Pindahkan kristal indikator PP ke dalam erlenmeyer 50 ml
d. Tambahkan pelarut etanol 80 % sedikit demi sedikit sampai tanda batas 10 ml
pada erlenmeyer 50 ml (Jangan lupa buat pelarut etanol 80 % terlebih dahulu)

5. PEMBUATAN AQUADEST BEBAS CO2


a. Masukkan aquadest dalam erlenmeyer
b. Didihkan selama ± 15 menit dalam keadaan terbuka di api bebas
c. Diamkan selama ± 3-5 menit untuk menghilangkan uap CO2
d. Tutup semua lubang dengan rapat menggunakan kapas, sehingga tidak kontak
dengan udara luar
e. Dinginkan dalam keadaan tertutup
f. Setelah benar-benar dingin, aquadest bebas CO2 dapat digunakan.

6. PEMBUATAN NaOH 0,1 N sebanyak 50,0 ml


a. Hitung berat molekul ( Mr) NaOH ( Na = 23, O =16 dan H = 1 )
b. Hitunglah berapa gram NaOH kristal yang harus ditimbang untuk membuat
50,0 ml larutan NaOH 0,1 N.
c. Masukkan dalam labu ukur 50,0 ml, encerkan dengan aquadest sampai tanda
batas.
d. Setelah digojog sampai homogen beri label

gram solute gram solute x valensi


N= =
BE x volume solution (L) BM x volume solution (L)

7. Pembuatan HCl 0,1 N sebanyak 50,0 ml dari HCl pekat


a. Lihat data HCl pekat pada label meliputi: Mr, Kadar dan kerapatan.
b. Hitung banyaknya HCl yang harus diambil untuk membuat larutan HCl 0,1 N
sebanyak 50 ml. Rumus:
N x V x Mr

a = ------------------

10 x n x K x L

a : banyak HCl pekat yang akan diencerkan

N : konsentrasi yang akan dibuat

Mr : berat molekul HCl

n : bilangan oksidasi atau valensi HCl


K : kadar HCl pekat

L : kerapatan HCl

c. Ambil larutan HCl pekat sesuai perhitungan dengan pipet volum (pipet ukur.
d. Masukkan ke dalam labu ukur 50,0 ml, tambahkan dengan akuades sampai
tanda batas.

8. PENGENCERAN LARUTAN BAKU HCl 0,01 N 50 ml dari HCl 0,1 N.


a. Tentukan berapa banyak larutan standar yang akan dibuat dan hitung berapa
banyak larutan asli yang harus diencerkan dari persamaan:
V1 N1 = V2 N2

V1 = volume larutan asli yang diperlukan

N1 = konsentrasi larutan asli/mula-mula

V2 = volume larutan standar yang akan dibuat

N2 = konsentrasi larutan yang akan dibuat

b. Ambil larutan HCl mula-mula yang akan diencerkan dengan menggunakan


pipet volum.
c. Masukkan ke dalam labu ukur dengan ukuran tertentu, tambahkan dengan
akuades sampai tanda batas. Ingat harus tepat pada meniskus bawah,
jangan sampai kelebihan.

Anda mungkin juga menyukai