id
i
Oleh :
PUTRI WIDIYASARI
E1106040
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2010
i
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Disusun oleh :
PUTRI WIDIYASARI
E1106040
ii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
iii
PENGESAHAN PENGUJI
Disusun oleh :
PUTRI WIDIYASARI
E1106040
Telah diterima dan di sahkan oleh Tim Penguji Penulisan Hukum ( Skripsi )
Fakultas HukumUniversitas Sebelas Maret Surakarta
pada :
Hari : Jum’at
Tanggal : 16 Juli 2010
TIM PENGUJI
MENGETAHUI
Dekan,
iii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
iv
MOTTO
dalam sgala perkara, Tuhan punya rencana, yang lebih besar dari semua
yang terpikirkan..
apapun yang Kau perbuat tak ada maksud jahat, semua Kau lakukan
untukku Tuhan..
ku tak akan menyerah pada apapun juga, sebelum ku coba smua yang
aku bisa, tetapi ku berserah kepada kehendakMu, hatiku percaya
Tuhan punya rencana..
iv
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
v
PERSEMBAHAN
v
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
vi
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan hukum
(skripsi) dengan judul: “Analisis Yuridis Penggunaan Penafsiran A Contrario
Argumentum Oleh Hakim Untuk Menilai Berlakunya UU KPK dan
Implikasinya Terhadap Keabsahan Penyidikan Perkara Korupsi Pengadaan
Helikopter ( Studi Putusan MA Nomor Putusan Mahkamah Agung Nomor
1688/2000 )” ini dengan baik.
Penulisan skripsi ini bertujuan untuk melengkapi tugas akhir dari syarat
memperoleh gelar kesarjanaan dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Dalam penulisan skripsi ini pun penulis menyadari bahwa bukan semata-
mata hasil usaha penulis, namun juga atas dorongan dan bantuan dari berbagai
pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima
kasih yang setulus-tulusnya kepada :
1. Bapak Mohammad Jamin, S.H., M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum UNS
yang telah memberikan ijin kepada Penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
2. Bapak Bambang Santoso, S.H., M.Hum, selaku Pembimbing Skripsi yang
telah memberikan bimbingan dan arahan dalam penyusunan skripsi ini.
3. Bapak Edi Herdyanto, S.H.,M.H, selaku Ketua Bagian Hukum Acara.
4. Bapak Wasis Sugandha, S.H., M.H.,M.H selaku Pembimbing Akademik atas
bimbingan dan nasehatnya selama Penulis menuntut ilmu di Fakultas hukum
UNS.
5. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum UNS yang telah memberikan ilmu
kepada Penulis.
6. Bapak dan Ibu karyawan Fakultas Hukum UNS, yang telah membantu dan
mengarahkan Penulis dalam menyelesaikan tugas akhir ini.
7. Papa dan Mama, terima kasih untuk pengertian, kesabaran, dana, doa dan
kasih sayangnya. Tuhan Yesus memberkati kalian semua. I love u!
vi
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
vii
8. My sista Arlita, Terima kasih untuk Support, dukungan dana dan doa dalam
penulis menyelesaikan tugas akhir ini, adek sayang kakak, muachh!
9. Ibu`, Mbah Putri, Alm. Eyang-eyang Kakung, dan seluruh keluarga besar
sastro genk dan keluarga cemara Soetihono Sugeng Terima kasih untuk
perhatian dan dukungan doa dalam penulis menyelesaikan skripsi ini. GBU
all.
10. Fajar Arista yang sabar menemani Penulis di saat berbagi suka dan duka,
selalu berkorban banyak waktu untuk menemani Penulis sampai Penulis bisa
menyelesaikan skripsi ini. Makasih sayang..!!!
11. Sahabat-sahabat kampus tersayang Eka, Tyas, Dita, Ikha, Indri, Itut, Adit,
Ucup, Nasrul, Puput, Dewi, Reynaldi, Putri Ajeng, Yoga Stom dan yang
lainnya yang selalu memberikan warna yang ceria selama Penulis duduk di
bangku kuliah.
12. Semua anak-anak angkatan 06 FH UNS yang tidak dapat disebutkan satu
persatu makasih telah mengisi hari-hari kuliahku selama 4 tahun ini.
13. Si hitam yang menjadi sponsorship selama penulis kuliah sampai penulis
menyelesaikan skripsi ini dan lesy si gugug bauk yang udah menemani penulis
dirumah dan menjadi hiburan diwaktu jenuh, tnks yyaahh!
14. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
vii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
viii
DAFTAR ISI
viii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
ix
ix
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
x
x
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
xi
ABSTRAK
xi
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
xii
ABSTRACT
xii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
BAB I
PENDAHULUAN
1
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
2
dengan putusan itu. Dengan berpijak pada putusan MK, kedua hakim yang
mengajukan dissenting opinion (yaitu ketua majelis hakim Kresna Menon dan
hakim anggota Gusrizal) berpendirian bahwa KPK tidak berwenang
menyelidiki kasus korupsi itu karena tempus delicti-nya terjadi sebelum
Undang-Undang KPK disahkan. MK menegaskan bahwa Undang-Undang
Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi berlaku ke
depan (prospective), yaitu sejak UU KPK diundangkan pada 27 Desember
2002. Dengan argumentasi itu, pertimbangan hukum MK menegaskan bahwa
UU KPK hanya dapat diberlakukan terhadap peristiwa pidana yang tempus
delicti-nya terjadi setelah undang-undang dimaksud diundangkan. Secara
argumentum a contrario, UU KPK tidak berlaku terhadap peristiwa pidana
yang tempus delicti-nya terjadi sebelum undang-undang a quo diundangkan.
Bertitik tolak dari latar belakang permasalahan di atas, penulis ingin
mengkaji lebih lanjut dalam prespektif yuridis mengenai penggunaan
penafsiran a contrario argumentum dalam manilai berlakunya UU KPK
beserta akibat hukum yang ditimbulkan, dalam sebuah penulisan hukum yang
berjudul :
” ANALISIS YURIDIS PENGGUNAAN PENAFSIRAN A CONTRARIO
ARGUMENTUM OLEH HAKIM UNTUK MENILAI BERLAKUNYA
UU KPK DAN IMPLIKASINYA TERHADAP KEABSAHAN
PENYIDIKAN PERKARA KORUPSI PENGADAAN HELIKOPTER (
STUDI PUTUSAN MA NOMOR PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG
NOMOR 1688K/2000 ) “
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
5
B. Perumusan Masalah
Dari latar belakang yang diuraikan di muka, maka penulis
menentukan permasalahan yang akan dibahas adalah sebagai berikut :
a. Bagaimanakah penggunaan penafsiran hukum a contrario argumentum
oleh hakim dalam menilai berlakunya UU No 30 Tahun 2002 tentang
KPK?
b. Apakah implikasi penggunaan penafsiran hukum a contrario
argumentum oleh hakim Mahkamah Agung terhadap keabsahan tindakan
penyidikan oleh KPK dalam perkara korupsi pengadaan Helikopter?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Obyektif
a. Mengetahui secara jelas mengenai penggunaan penafsiran hukum a
contrario argumentum oleh hakim dalam menilai berlakunya UU No
30 Tahun 2002 tentang KPK.
b. Mengetahui secara jelas mengenai implikasi penggunaan penafsiran
hukum a contrario argumentum oleh hakim Mahkamah Agung
terhadap keabsahan tindakan penyidikan oleh KPK dalam perkara
korupsi pengadaan Helikopter.
2. Tujuan Subyektif
a. Untuk menambah, memperluas, mengembangkan, wawasan
pengetahuan peneliti di bidang hukum acara pidana, khususnya yang
berhubungan dengan penggunaan penafsiran a contrario argumentum
oleh hakim dan implikasinya terhadap keabsahan penyidikan perkara
korupsi pengadaan helikopter.
b. Untuk memperoleh data-data sebagai bahan utama dalam penyusunan
skripsi sebagai persyaratan wajib guna mencapai derajad sarjana (S1)
di bidang hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
6
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan berguna untuk memberikan kontribusi
terhadap pengembangan ilmu hukum, khususnya yang berkaitan dengan
hukum acara pidana mengenai penyidikan dan penuntutan tindak pidana
korupsi.
Bagi perguruan tinggi, diharapkan dapat digunakan untuk menambah
khazanah kekayaan literature di bidang pidana korupsi. Sedangkan bagi
peneliti, dapat digunakan untuk memperluas wawasan dan pengalamannya
di bidang ilmu hukum.
2. Manfaat Praktis
Hasil penalitian ini diharapkan bermanfaat bagi para praktisi
(termasuk penegak hukum) maupun para pengambil kebijakan sebagai
bahan masukan guna memperbaharui peraturan perundang-undangan
sehingga implementasi dan penerapannya dapat berjalan lebih baik. Selain
itu, hasil penelitian ini juga dapat dijadikan sebagai bahan ilmiah dalam
penelitian lebih lanjut di masa yang akan datang.
E. Metode Penelitian
Metode yang diperlukan penulis dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut :
1. Jenis penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif yang bersifat
kualitatif yang lebih mementingkan pemahaman data yang ada daripada
kuantitas / banyaknya data. Jadi dalam penelitian hukum normatif,
peneliti tidak perlu mencari data langsung ke lapangan, sehingga cukup
dengan mengumpulkan data-data sekunder dan mengkonstruksikan
dalam suatu rangkaian hasil penelitian.
Sifat penelitian yang akan dilakukan yaitu deskriptif analitis.
Disebut deskriptif karena dari penelitian ini diharapkan diperoleh
gambaran secara menyeluruh dan sistematis mengenai masalah yang
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
7
F. Sistematika Skripsi
Sistematika dalam penulisan hukum ini merupakan suatu uraian
mengenai susunan dari penulisan itu sendiri yang secara teratur dan
terperinci disusun dalam pembabagan, sehingga dapat memberikan suatu
gambaran yang jelas tentang apa yang ditulis tiap-tiap bab mempunyai
hubungan satu sama lain yang tidak dapat terpisahkan.
Dalam kerangka ini, penulis akan memberikan uraian tentang hal-
hal pokok yang ada dalam penulisan hukum ini. Adapun sistematika
penulisan hukum ini terdiri dari empat bab, yaitu :
BAB I : PENDAHULUAN
Merupakan pendahulauan yang berisikan tentang latar
belakang masalah diangkatnya topic dan permasalahan
di dalam penulisan hukum, perumusan masalah, tujuan
dan manfaat penelitian, metode penelitian, dan
sistematika penulisan hukum.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka Teori
1. Tinjauan Umum Mengenai A Contrario Argumentum
a) Pengertian A Contratio Argumentum
A contrario argumentum ( a contrario ), merupakan cara
penafsiran atau penjelasan undang-undang yang dilakukan oleh hakim
dengan mendasarkan pada pengertian sebaliknya dari suatu peristiwa
konkrit yang dihadapi dengan suatu peristiwa konkrit yang telah diatur
dalam undang-undang. Hakim mengatakan “ peraturan ini saya
terapkan pada peristiwa yang tidak diatur ini, tetapi secara
kebalikannya”. Jadi, pada a contrario titik berat diletakkan pada
ketidak-samaan peristiwanya.
Scolten sebagaimana dikutip oleh Liza Erwina S.H.,M.Hum
dalam Penemuan Hukum Oleh Hakim di Fakultas Hukum Jurusan
Hukum Pidana Universitas Sumatera Utara mengatakan bahwa tidak
hakekatnya pada perbedaan antara menjalankan Undang-undang secara
analogi dan menerapkan Undang-undang secara argumentum a
contrario hanya hasil dari ke 2 menjalankan Undang-undang tersebut
berbeda-beda, analogi membawa hasil yang positip sedangkan
menjalankan Undang-undang secara Argumentum a contrario
membawa hasil yang negatif.
11
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
12
b) Tipe-tipe Korupsi
Pengertian tindak pidana korupsi pada Pasal 21 sampai dengan
24 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 ada 4 (empat ) tipe yaitu :
(1). Pengertian Korupsi Tipe Pertama
Tindak pidana korupsi pertama terdapat dalam ketentuan
Pasal 2 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999. Secara lengkap
redaksional Pasal 2 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999
menyebutkan bahwa :
a) Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan
perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu
korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau
perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara
seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat)
tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda
paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan
paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah)
b) Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu pidana mati
dapat dijatuhkan
(2). Pengertian Korupsi Tipe Kedua
Pada asasnya, pengertian korupsi tipe kedua diatur dalam
ketentuan Pasal 3 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999, yang
redaksional selengkapnya berbunyi sebagai berikut .
Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri
sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan
kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
14
c) Bentuk-bentuk korupsi
United national office on drugs and crime (2004) mencatat
beberapa bentuk korupsi serta cara operasinya yaitu :
(1). Korupsi besar dan korupsi kecil dilihat dari beser kecilnya
jumlah uang yang dikorupsikan dan tingkatan yang melakukan;
(2). Korupsi aktif yang berkaitan dengan penawaran atau
pembayaran suap dan korupsi tidak aktif yang berkaitan
dengan penerimaan suap;
(3). Suap dalam berbagai bentuk dan tujuan seperti influence-
peddling (menjual pengaruh) pejabat public atau politik atau
orang dalam pemerintah menjual privileges (keistimewaan)
yang dimiliki atas status mereka, yang tidak dimiliki oleh orang
luar seperti akses kepada atau pengruh terhadap pengambilan
keputusan pemerintah; suap dalam bentuk menawarkan atau
menerima hadiah,pemberian atau komisi;suap untuk
menghindari uang atas pajak atau biaya lain;suap dalam
mendukung kecurangan; suap untuk menghindari tuntutan
kriminal; suap dalam mendukung persaingan yang tidak sehat;
suap sektor swasta misalnya pada kasus kridit macet di
bank;suap untu mendapatkan informasi rahasia.
(4). Penggelapan, pencurian, dan kecurangan yang dilakukan
ditempat kerja;
(5). Pemerasan pada calon pegawai (pejabat) untuk memuluskan
jalan atau karier;
(6). Penyalah gunaan kekuasaan untuk tujuan-tujuan yang
menyimpang dari kepentingan umum dan merugika masyarakt
luas;
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
17
d) Ciri-Ciri Korupsi
Menurut Syed Hussein Alatas di dalam bukunya “Sosiologi
Korupsi“ menjelaskan mengenai ciri-ciri korupsi adalah:
(1). Korupsi selalu melibatkan lebih dari satu orang;
(2). Korupsi pada umumnya dilakukan penuh kerahasiaan;
(3). Korupsi melibatkan elemen kewajiban dan keuntungan timbal
balik;
(4). Korupsi dengan berbagai macam akal berlindung di balik
kebenaran hukum;
(5). Mereka yang terlibat korupsi adalah yang menginginkan
keputusan yang tegas dan mereka mampu mempengaruhi
keputusan;
(6). Tindakan korupsi mengandung penipuan baik pada badan publik
atau masyarakat umum;
(7). Setiap bentuk korupsi adalah suatu pengkianatan kepercayaan;
(8). Setiap bentuk korupsi melibatkan fungsi ganda yang kontra
diktif dari mereka yang melakukan itu;
(9). Suatu perbuatan korupsi melanggar norma-norma tugas dan
pertanggungjawaban dalam tatanan masyarakat.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
18
e) Sebab-Sebab Korupsi
Adapun faktor-faktor penyebab terjadinya korupsi adalah sebagai
berikut ( Syed Hussein Alatas, 1980 : 47-48 ) :
(1). Kelemahan para pengajar agama dan etika;
(2). Kolonialisme, dimana suatu pemerintahan asing tidaklah
menggugah kesetiaan dan kepatuhan yang diperlukan untuk
membendung korupsi;
(3). Kurangnya pendidikan, namun melihat pada realitas yang ada
pada saat ini ternyata kasus-kasus korupsi di Indonesia,
mayoritas koruptor adalah mereka yang memiliki kemampuan
intelektual yang tinggi, sehingga alas an ini dapat dikatakan
kurang tepat;
(4). Kemiskinan, pada kasus-kasus yang merebak di Indonesia dapat
disimpulkan bahwa para pelaku korupsi bukan disebabkan oleh
kemiskinan melainkan keserakahan, sebab mereka bukanlah dari
kalangan yang tidak mampu melainkan mereka adalah
konglomerat;
(5). Tiada sanksi yang keras;
(6). Kelangkaan lingkungan yang subur untuk pelaku anti korupsi;
(7). Stuktur pemerintahan;
(8). Perubahan radikal, di saat sistem nilai mengalami perubahan
radikal, korupsi muncul sebagai suatu penyakit transisional;
(9). Keadaan masyarakat, korupsi dalam suatu birokrasi bisa
mencerminkan masyarakat keseluruhan.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
19
B. Kerangka Pemikiran
Kasus Pengadaan
helikopter
Tindak Pidana
korupsi
Diputus oleh
PN Jakpus
implikasinya
Banding
Argumentum
Kasasi penerapan
A contrario
BAB III
24
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
25
2. Kasus Posisi
Inti perbuatan tindak pidana korupsi tersebut adalah Pembelian Helikopter
Model M1-2 Rostov Manufacturing Number 5111238082 untuk
digunakan oleh Gubernur dalam melaksanakan tugas-tugas Gubernur
maupun Bupati-Bupati dan berkunjung ke daerah-daerah di wilayah
konflik di NAD. Pembelian menggunakan Dana Alokasi Umum untuk
setiap kabupaten atau kotamadya yang telah disetujui oleh DPRD
kabupaten.
3. Identitas Terdakwa
Nama Lengkap : Ir. H. ABDULLAH PUTEH, M.Si.
Tempat Lahir : Idi, Aceh Timur.
Umur/Tanggal Lahir : 56 Tahun/04 Juli 1948
Jenis Kelamin : Laki-laki
Kebangsaan/Kewarganegaraan : Indonesia
Tempat Tinggal : 1. Jalan Sultan Alaidin Mahmudsyah
No. 1 Banda Aceh.
2. Jalan Warung Sila No. 1 Ciganjur
Jakarta Selatan
Agama : Islam
Pekerjaan : Gubernur Provinsi Nanggroe Aceh
Darussalam (yang dahulu disebut
Porpinsi Daerah Istimewa Aceh)
Pendidikan : Pasca Sarjana (52) Universitas
Indonesia
4. Dakwaan
Primer :
Terdakwa Ir. H. Abdullah Puteh, M.Si, Gubernur Provinsi Nanggroe Aceh
Darussalam baik bertindak secara sendiri-sendiri atau bersama-sama dan
bersekutu dengan saksi Bram HD Manoppo, MBA, Presiden Direktur P.T
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
26
memiliki jam terbang terhitung sejak baru, dengan istilah lain yaitu
telah memiliki flying time since new (TSN), sebagaimana tertuang
dalam Hasil Pemeriksaan/Inventory Check Helikopter Model Rostov
MI-2 Manufacturing Number 5111238082 yang dibuat dan
ditandatangani Ahli tertanggal 22 Juli 2004;
Dari rangkaian perbuatan terdakwa, telah memperkaya terdakwa sendiri
atau saksi Bram HD Manoppo, MBA atau orang lain atau P.T. Putra
Pobiagan Mandiri yang telah atau setidak-tidaknya dapat merugikan
keuangan negara sejumlah Rp. 13.687.500.000,- atau setidak-tidaknya
sejumlah Rp. 10.087.500.000,- yang dihitung dari jumlah pengeluaran
uang dari kas oleh Bendaharawan Umum Daerah Rp. 13.687.500.000,-
dikurangi jumlah pengembalian ke rekening Kas Daerah yang disetor
kembali oleh terdakwa Rp. 3.600.000.000,- sebagaimana hasil perhitungan
kerugian Keuangan Negara yang dilakukan oleh ahli dari Badan Pengawas
Keuangan dan Pembangunan sesuai dengan surat nomor SR-
548/D6/1/2004 tanggal, atau setidak-tidaknya sekitar jumlah tersebut.
Perbuatan terdakwa Ir. H. Abdullah Puteh, MSi., diancam pidana
sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 ayat (1) huruf a, b
ayat (2) dan (3) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun
1999 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.
Subsider :
Bahwa ia Terdakwa Ir. H. Abdullah Puteh, MSi., selaku Gubernur
Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam yang disahkan pengangkatannya
dengan Keputusan Presiden Nomor: 298/M tahun 2000 tanggal 15
November 2000 yang berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999
tentang Pemerintahan Daerah mempunyai kewajiban antara lain
meningkatkan taraf kesejahteraan rakyat, memelihara ketentraman dan
ketertiban masyarakat dan mengajukan rancangan peraturan daerah dan
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
32
Tengah
9. Aceh Barat 2.695.000.000 700.000.000 1.995.000.000
10. Aceh 2.667.000.000 700.000.000 1.967.000.000
Selatan
11. Aceh 2.695.000.000 700.000.000 1.995.000.000
Tenggara
12. Aceh 2.677.500.000 700.000.000 1.977.500.000
Singkil
13. Aceh 2.572.500.000 700.000.000 1.872.500.000
Simeuleu
Jumlah 35.000.000.000 9.100.000.000 25.900.000.000
"Bahwa di satu pihak, perkara yang kita hadapi sekarang ini adalah
perkara pidana yaitu perkara Tindak Pidana Korupsi, dan di lain pihak
perselisihan hukum (Pre-ludicieell Geschill) yang dijadikan alasan
keberatan Terakwa dan Penasihat Hukumnya adalah bahwa objektum litis
sebagai titik preajudicieell mengenai kewenangan KPK yang berlaku
surut, masih dalam proses pemeriksaan (hak uji materil ) di Mahkamah
Konstitusi sesuai dengan Nomor register 069/PUU-ll/ 2004 tanggal 11
Nopember 2004, sedangkan pemeriksaan prosesual kewenangan KPK
memiliki objectum litis yang sama pada proses persidangan perkara pidana
terhadap Terdakwa sekarang ini."
Berita Acara yang tidak sah menyebabkan surat dakwaan tersebut tidak
sah pula atau tidak dapat diterima sebagai dasar pemeriksaan perkara
tindak pidana korupsi atas nama Terdakwa Ir. H. Abdullah Puteh, M.Si.,
dengan demikian Penahanan yang dilakukan oleh KPK terhadap Terdakwa
juga tidak sah;
Demikianlah pendapat dari Hakim Ketua dan Hakim Anggota I yang
berbeda pendapat dengan Hakim-Hakim Anggota lainnya dalam
musyawarah untuk mengambil keputusan, dan pendapat ini merupakan
satu kesatuan dengan putusan ini, sebagaimana yang dimaksud Pasal 19
ayat (5) Undang-Undang No. 4 Tahun 2002 Tentang Kekuasaan
Kehakiman.
7. Pembahasan
KPK dibentuk berdasarkan Undang-undang sehingga mempunyai
legitimasi yang kuat, KPK juga bersifat indepanden dan bebas dari
pengaruh siapapun. Kewenangan KPK adalah: (a) melakukan pengkajian
terhadap sistem pengelolaan administrasi semua lembaga negara dan
pemerintah; (b) memberi saran kepada pimpinan lembaga negara dan
pemerintah untuk melakukan perubahan jika berdasarkan hasil pengkajian,
sistem pengelolan administrasi tersebut berpotensi korupsi; (c) melaporkan
kepada Presiden Republik Indonesia, Dewan Perwakilan Rakyar Republik
Indonesia, dan Badan Pemeriksa Keuangan, jika saran Komisi
Pemberantasan Korupsi mengenai usulan perubahan tersebut tidak
diindahkan. ( Pasal 14 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 )
Begitu pula dengan pemeriksaan aparat maupun pejabat negara
yang terlibat dengan dugaan korupsi, wewenang untuk memerintahkan
Presiden agar membuat izin juga dimiliki oleh KPK. Kewenangan inilah
yang digunakan KPK untuk memeriksa kasus dugaan korupsi pembelian
helikopter MI-2 senilai Rp 12 Miliar oleh Gubernur Nanggroe Aceh
Darussalam ( NAD ) Abdullah Puteh. Inilah kasus pertama yang berhasil
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
51
dilakukan oleh KPK terhadap Terdakwa Abdullah Puteh juga dianggap tidak
sah.
Kewenangan KPK terkait Putusan MK No. 069/PUU-II/2004
Pertimbangan hukum MK yang kontroversial tersebut berbunyi:
Pasal 72 Undang-undang KPK, yang berada di bawah judul bab
KETENTUAN PENUTUP, selengkapnya berbunyi, “Undang-undang ini
mulai berlaku pada tanggal diundangkan”. Tanggal pengundangan undang-
undang dimaksud adalah 27 Desember 2002. Dengan rumusan Pasal 72
tersebut adalah jelas bahwa Undang-undang KPK berlaku ke depan
(prospective), yaitu sejak tanggal 27 Desember 2002. Artinya, keseluruhan
undang-undang a quo, hanya dapat diberlakukan terhadap peristiwa pidana
yang tempus delicti-nya terjadi setelah undang-undang dimaksud
diundangkan. Secara A Contrario Argumentum, undang-undang ini tidak
berlaku terhadap peristiwa pidana yang tempus delicti-nya terjadi sebelum
undang-undang a quo diundangkan.
Berkaitan dengan permohonan Hak Uji Materil yang diajukan oleh
Bram Manopo yang pada saat itu merupakan terdakwa Korupsi bersama-sama
dengan Mantan Gubernur NAD Abdullah Puteh (dalam dakwaan terpisah).
Putusan MK tersebut diputus oleh MK sebelum Pengadilan Khusus Tindak
Pidana Korupsi menjatuhkan putusannya baik terhadap Bram Manopo sendiri
maupun Abdullah Puteh. Tak lama setelah Putusan MK tersebut dijatuhkan
Pengadilan Tipikor menjatuhkan putusannya, yang pada intinya menghukum
keduanya. Dari putusan yang menghukum tersebut terlihat bahwa Pengadilan
Tipikor tetap menganggap bahwa KPK tetap berwenang untuk menangangi
perkara korupsi yang tempus delictinya terjadi sebelum berdirinya KPK, atau
dengan kata lain Pengadilan Tipikor tidak sependapat dengan pendapat hukum
MK sebagaimana dikutip diatas. Dalam tingkat banding terjadi hal yang sama,
Pengadilan Tinggi tetap menghukum terdakwa walapun terdakwa telah
membawa putusan MK tersebut sebagai bagian dari memori bandingnya.
Selanjutnya dalam tingkat kasasi Abdullah Puteh kembali mengajukan
pertimbangan hukum MK sebagai salah satu alasan dalam memori kasasinya.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
56
Namun atas alasan tersebut Mahkamah Agung melalui putusannya no. 1334
K/Pid/2005 berpendapat lain, dalam pertimbangan hukumnya di halaman 80-
82 Mahkamah Agung berpendapat:
BAB IV
PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan apa yang telah diuraikan di dalam bab hasil penelitian dan
pembahasan, maka Penulis dapat merumuskan 2 ( dua ) simpulan sebagai
berikut :
1. Penafsiran a contrario argumentum dalam Proses penyidikan Perkara
Korupsi Pengadaan Helikopter Dengan Terdakwa Ir. H. Abdullah Puteh
Di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat terlihat dengan adanya perbedaan
pendapat dari dua orang hakim, yaitu hakim ketua dan hakim anggota I.
Hakim ketua dan Hakim anggota I berpendapat bahwa KPK tidak
berwenang melakukan penyelidikan atau penyidikan terhadap perkara
korupsi pengadaan Helikopter dengan terdakwa Ir. H. Abdullah Puteh.
Keadaan tersebut disebabkan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh
Abdullah Puteh terjadi sebelum diundangkannya UU No. 30 tahun 2002
tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yaitu tanggal 27
Desember 2002. Dengan tidak diperbolehkannya KPK melakukan
penyelidikan atau penyidikan terhadap perkara korupsi tersebut, maka
berita acara pemeriksaan KPK dianggap tidak sah. Surat dakwaan yang
dibuat berdasarkan berita acara pemeriksaan yang tidak sah, berakibat
surat dakwaan yang menjadi dasar pemeriksaan persidangan juga dianggap
tidak sah. Penahanan terhadap Abdullah Puteh juga dianggap tidak sah
karena didasarkan kepada penyidikan yang tidak sah.
2. Implikasi penafsiran a contrario argumentum dalam penyidikan perkara
korupsi pengadaan Helikopter oleh Abdullah Puteh ini sesuai dengan
putusan MA bahwa KPK secara hukum dapat melakukan tindakan
penyelidikan, penyidikan maupun penuntutan atas perkara-perkara Tindak
Pidana Korupsi yang terjadi sebelum berlakuknya UU KPK bahkan
sebelum berlakunya UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan
58
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
59
B. Saran-Saran
1. Keputusan Mahkamah Konstitusi tentang eksistensi KPK dan juga
berbagai kasus lain memberi pesan agar legislatif lebih berhati-hati, lebih
cermat dan lebih cerdas dalam menyusun peraturan perundang-undangan.
Kerja legislatif diharapkan harus serius karena ketidakcermatan sebuah
produk hukum berdampak dalam banyak hal termasuk tanggung jawab
moril terhadap semua produk peraturan perundang-undangan.
2. KPK harus berani berperan menjadi ‘pengendali’ bagi gerakan
pemberantasan korupsi nasional. Dari banyaknya kasus korupsi yang
muncul di media, hanya sebagian kecil yang bias ditindak lanjuti dan
diselesaikan di pengadilan. Tidak efektifnya pemberantasan korupsi
disebabkan tumpang tindihnya upaya-upaya yang dilakukan oleh lembaga
penegak hukum. KPK sebagai lembaga yang memegang amanat
mengkoordinasikan, mensupervisi dan melaksanakan pemberantasan
korupsi seharusnya berani tampil paling depan dan menjadi ‘dirigen’ bagi
lembaga penegak hukum lainnya, bukan seperti saat ini yang masih ragu
menggunakan kewenangannya.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
DAFTAR PUSTAKA
Buku :
Adami Chazawi. 2003. Hukum Pidana Materiil dan Formil Korupsi di
Indonesia. Malang : Bayumedia Publishing.
Danang Kurniadi. 2008. Mega skandal korupsi di Indonesia. Yogyakarta :
Pukat Korupsi.
Johnny Ibrahim. 2008. Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif.
Malang: Bayumedia Publising.
Lilik Mulyadi. 2007. Putusan Hakim dalam Hukum Acara Pidana. Bandung
: PT. Citra Aditya Bakti.
Peter Mahmud Marzuki. 2006. Penelitian Hukum. Jakarta : Kencana
Prenada Media Group
Satjipto Raharjo. 1982. Ilmu Hukum. Bandung : Alumni.
Sudikno Mertokusumo. 1995. Mengenal Hukum. Yogyakarta : Liberty
Yogyakarta.
Suradi. 2006. Korupsi dalam sektor pemerintahan dan swasta. Yogyakarta :
Gaya Media Yogyakarta.
Perundang-undangan :
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum
Acara Pidana ( KUHAP )
UU No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana korupsi
UU No. 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi
UU No. 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Internet :
Liza Erwina S.H.,M.Hum, Penemuan Hukum Oleh Hakim di Fakultas
Hukum Jurusan Hukum Pidana Universitas Sumatera Utara. Diakses pada
tanggal 3 Desember 2009, Pukul 09.22 WIB
Kewenangan KPK dalam Menangani Korupsi Sebelum Tahun 2003
Antara Putusan Mahkamah Konstitusi dan Mahkamah Agung. Diakses pada
tanggal 2 Maret 2010, Pukul 16.00 WIB.