Anda di halaman 1dari 4

Unit Dose Dispensing

Unit dose dispensing adalah obat yang dipesan oleh dokter untuk pasien, terdiri atas satu
atau beberapa jenis obat yang masing-masing dalam kemasan dosis unit tunggal dalam jumlah
persediaan yang cukup untuk suatu waktu tertentu. Pasien hanya membayar obat yang
dikonsumsi saja. Konsep kemasan unit tunggal bukan inovasi baru bagi kefarmasian dan
kedokteran karena industri farmasi telah membuat kemasan unit tunggal untuk sampel. Salah
satu bentuk sediaan yang telah lama dikenal sebagai kemasan dosis unit adalah ampul individu
atau vial dosis tunggal (Siregar, 2013).
Menurut Permenkes No. 72 tahun 2016 tentang standar pelayanan kefarmasian di rumah
sakit, sistem Unit Dose Dispensing (UDD) sangat dianjurkan untuk pasien rawat inap karena
tingkat kesalahan pemberian obat dapat diminimalkan sampai kurang dari 5% dibandingkan
dengan system floor stock atau resep individu yang mencapai 18%. UDD adalah metode
pelayanan dimana sediaan farmasi obat oral dan injeksi pada pasien rawat inap dalam bentuk
dosis tunggal dan diserahkan untuk sekali pemakaian selama pengobatan berlangsung (Nugroho,
et al 2020).
Salah satu contoh penerapan sistem UDD adalah di RSM Ahmad Dahlan dimana rumah
sakit ini telah menerapkan sistem UDD pada 2 unit bangsal dengan jumlah pasien terbanyak
yaitu bangsal Mekkah 2 dan bangsal Arofah dari 7 unit bangsal yang ada di RSM Ahmad Dahlan
sedangkan bangsal lainnya masih memakai sistem Non UDD berupa One Daily Dose (ODD).
Penelitian ini dilakukan terhadap 336 sampel resep pasien rawat inap di bangsal Arofah dan
Mekah 3 yang didapat pada 3 shift setiap harinya. Bangsal Arofah menggunakan sistem UDD,
sedangkan bangsal Mekah 3 menggunakan sistem Non UDD. Penelitian dilakukan terhadap
pasien yang dirawat di bangsal tersebut meliputi kasus penyakit dalam, saraf, jantung, paru,
bedah, THT-KL, dan mata. Penelitian ini dilakukan pada satu tahap medication yaitu pada tahap
dispensing (Nugroho, et al 2020).
Tabel 1. Perbandingan kejadian dispensing error di bangsal perawatan dengan sistem UDD

Berdasarkan tabel di atas, dispensing error lebih banyak ditemukan pada bangsal dengan
sistem Non UDD yaitu 39 (26.5%) kejadian dibandingkan dengan bangsal dengan sistem UDD
yaitu 19 (10%) kejadian. Pengujian perbandingan dispensing error yang terjadi pada bangsal
dengan UDD dan Non UDD menggunakan uji Chi-Square dan didapatkan p-value 0.009
(p<0.05) yang berarti terdapat perbedaan secara bermakna kejadian dispensing error antara
bangsal yang menggunakan sistem UDD dan Non UDD (Nugroho, et al 2020).
Perbandingan insiden dispensing error didapatkan bangsal dengan sistem Non UDD yaitu
39 (26.5%) kejadian dibandingkan dengan bangsal dengan sistem UDD yaitu 19 (10%) dengan
p- value 0.009 (p<0.05) yang berarti terdapat perbedaan secara bermakna kejadian dispensing
error antara bangsal yang menggunakan sistem UDD dan Non UDD. Berdasarkan data yang
diperoleh selama pengamatan didapatkan jumlah sampel resep lebih banyak dari bangsal Arofah
daripada Mekkah 3. Hal ini dikarenakan jumlah tempat tidur pasien di Arofah lebih besar yaitu
41 tempat tidur dibandingkan Mekkah 3 yaitu 31 tempat tidur, sehingga jumlah resep pasien di
Arofah lebih banyak. Perbandingan dispensing error lebih besar di Mekkah 3 dengan 39 kejadian
dibandingkan dengan bangsal Arofah yang hanya 19 kejadian (Nugroho, et al 2020).
Pada bangsal dengan sistem UDD terjadi dispensing error pada 19 sampel atau 5,6% dari
seluruh jumlah sampel. Hal ini sesuai dengan standar pelayanan kefarmasian di rumah sakit,
sistem Unit Dose Dispensing (UDD) sangat dianjurkan untuk pasien rawat inap karena tingkat
kesalahan pemberian obat dapat diminimalkan hingga 5% (Nugroho, et al 2020).

Referensi:
Nugroho, N. P., Niazta, N. A., & Putri, R. S. (2020). Perbandingan Dispensing Error antara
Bangsal dengan Unit Dose Dispensing dan tanpa Unit Dose Dispensing di RSM Ahmad
Dahlan. MED-ART, 2(2).
Permenkes, 2016. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2016
Tentang Standar Pelayanan kefarmasian di Rumah sakit. Jakarta: Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia.
Siregar, C. J. P. 2004. Farmasi Rumah Sakit: Teori dan Terapan, Jakarta: Penerbit buku
kedokteran ECG.

Persediaan Lengkap di Ruangan

Menurut PMK Nomor 72 Tahun 2016, floor stock atau sistem persediaan lengkap di
ruangan merupakan pendistribusian sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai
untuk persediaan di ruang rawat disiapkan dan dikelola oleh Instalasi Farmasi. Sediaan farmasi,
alat kesehatan dan BMHP yang disimpan di ruang rawat harus dalam jenis dan jumlah yang
sangat dibutuhkan. Keuntungan floor stock (Siregar dan Amalia, 2004) antara lain obat yang
diperlukan segera tersedia bagi penderita, peniadaan pengembalian obat yang tidak terpakai ke
IFRS, pengurangan penyalinan kembali order obat, serta pengurangan jumlah personil IFRS
diperlukan (Ratnaningtyas, 2021).
Alasan penggunaan sistem Floor Stock adalah karena keterbatasan sumber daya manusia
dan prasarana. Pada sistem ini, obat dipasok dari Instalasi Farmasi dan disimpan dalam ruangan
area IGD, perawat atau unit yang lain dalam jumlah yang cukup, sehingga bisa segera digunakan
saat pasien memerlukan. Kemungkinan besar dalam sistem ini sangat rentan terjadi kerusakan
obat. Terjadinya kerusakan obat yang dikarenakan penyimpanan yang tidak benar jelas akan
menyebabkan kerugian baik secara financial maupun kualitas obat. Stabilitas obat yang menurun
memberikan pengaruh 4 langsung pada keamanan, efektifitas, dan mutu obat.
Salah satu penerapan sistem persediaan lengkap di ruangan adalah RSUD Noongan
dalam pendistribusian BMHP menggunakan sistem floor stock. Sistem floor stock pada rumah
sakit tersebut yaitu dengan menyiapkan persediaan secara lengkap di ruangan yang diambil dan
disiapkan oleh perawat di ruang perawatan. Pengambilan BMHP yang dilakukan oleh perawat
didasarkan pada lembar permintaan yang sudah ditandatangani oleh bagian yang menyetujui,
mengetahui, mengurus barang dan penerima.
Kekurangan dari sistem floor stock yaitu membutuhkan SDM yang banyak. Oleh sebab
itu di RSUD Noongan pendistribusian umumnya dilakukan oleh perawat karena keterbatasan
tenaga farmasi di tempat tersebut (Tiarma et al., 2019). Setiap sistem distribusi di unit pelayanan
memiliki kekurangan dan kelebihan, tetapi sistem distribusi Unit Dose Dispensing atau resep
perorangan untuk digunakan satu kali dosis sangat disarankan pada pasien rawat inap guna
meminimalisir terjadinya kesalahan pengobatan (Kemenkes RI, 2016). Sistem Unit Dose
Dispensing (UDD) memiliki angka kesalahan yang dapat diminimalkan sebesar 5%, sedangkan
sistem Floor Stock lebih besar yaitu sebesar 18% (Permenkes, 2016b).
Referensi:

Kemenkes RI. (2016b). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 72 tahun 2016
tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah sakit.
Ratnaningtyas, A. D. Efisiensi Biaya Floor Stock Dengan Paket Tindakan di Poliklinik Bedah
RSUP Dr. Sardjito. Majalah Farmaseutik, 18(1), 81-84.
Siregar, C. J. P., dan Amalia, L. 2004. Farmasi Rumah Sakit: Teori dan Penerapan. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Tiarma, T., Citraningtyas, G., & Yamlean, P. (2019). Evaluasi Penyimpanan Dan Pendistribusian
Obat di Instalasi Farmasi Rsud Noongan Kabupaten Minahasa Provinsi Sulawesi Utara.
PHARMACON, 8(1). https://doi.org/10.35799/pha.8.2019.29240

Anda mungkin juga menyukai