Anda di halaman 1dari 153

SKRIPSI

PENGARUH POSITIVE SELF-TALK TRAINING TERHADAP


PENINGKATAN HARGA DIRI SANTRI DI ASRAMA 3 NUSANTARA
PONDOK PESANTREN DARUL ‘ULUM JOMBANG

PENELITIAN PRE-EKSPERIMEN

Oleh :
IMROATUL MUTAFIAH
NIM : 7318028

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS PESANTREN TINGGI DARUL ‘ULUM
JOMBANG
2022
SKRIPSI

PENGARUH POSITIVE SELF-TALK TRAINING TERHADAP


PENINGKATAN HARGA DIRI SANTRI DI ASRAMA 3 NUSANTARA
PONDOK PESANTREN DARUL ‘ULUM JOMBANG

PENELITIAN PRE-EKSPERIMEN
Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep)
Pada Program Studi Ilmu Keperawatan
Fakultas Ilmu Kesehatan Unipdu Jombang

Oleh :
IMROATUL MUTAFIAH
NIM : 7316028

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSSITAS PESANTREN TINGGI DARUL ‘ULUM
JOMBANG
2022

ii
LEMBAR PERSETUJUAN

Proposal oleh : Imro’atul Mutafiah

Judul : PENGARUH POSITIF SELF-TALK TRAINING

TERHADAP PENINGKATAN HARGA DIRI SANTRI DI

ASRAMA 3 NUSANTARA PONDOK PESANTREN

DARUL ‘ULUM JOMBANG

Telah disetujui untuk diajukan dihadapan dewan penguji skripsi

Disetujui Oleh :

Pembimbing I Pembimbing II

Athi’ Linda Yani, S.Kep. Ns., M.Kep Siti Urifah, S. Kep. Ns., M.N.S
NIYP. 11 011211 205 NIYP. 11 010810 168

iii
LEMBAR PENGESAHAN

Skripsi ini telah dipertahankan di depan tim penguji ujian skripsi pada

Program Studi Sarjana Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan

Universitas Pesantren Tinggi Darul ‘Ulum Jombang

Pada Tanggal : 23 Agustus 2022

Mengesahkan :

Tim Penguji Tanda Tangan

Ketua : Andi Yudianto, S.Kep. Ns., M.Kes (…..………………....)

Anggota 1 : Siti Urifah, S. Kep. Ns., M.N.S (……………………..)

Anggota 2 : Athi’ Linda Yani, S.Kep. Ns., M.Kep (……………………..)

Mengetahui,

Ketua Program Studi Keperawatan

Khotimah, S.Kep. Ns., M.Kes.


NIPY : 11 010901 063

iii
SURAT PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Imro’atul Mutafiah

NIM : 7318028

Tempat & tanggal lahir : Pacitan, 25 September 2000

Institusi : S1 Ilmu Keperawatan

Menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul Pengaruh Positive Self-Talk Training


Terhadap Peningkatan Harga Diri Santri Di Asrama 3 Nusantara Pondok
Pesantren Darul ‘Ulum Jombang adalah hasil karya sendiri dan belum pernah
dikumpulkan orang lain untuk memperoleh gelar dari berbagai jenjang pendidikan
di Perguruan Tinggi manapun, kecuali dalam bentuk kutipan yang telah
disebutkan sumbernya.

Jombang, 01 Juli 2022

Yang menyatakan,

IMRO’ATUL MUTAFIAH
NIM 7318028

v
MOTTO

SEBAIK-BAIKNYA MANUSIA ADALAH MANUSIA YANG

BERMANFAAT BAGI ORANG LAIN

JANGAN MENYERAH APAPUN YANG TERJADI. JIKA KAMU

MENYERAH, YANG RUGI BUKAN HANYA DIRIMU SENDIRI,

MELAINKAN ADA ORANGTUA YANG SUDAH MENSUPPORT

SECARA MATERIAL DAN SPIRITUAL DAN ADA MASYARAKAT

YANG SEDANG MENUNGGU KEBERMANFAATANMU.

“ SO, DON’T SAY NO IF YOU CAN DO IT ”

vi
KATA PERSEMBAHAN

Alhamdulillah puji syukur selalu saya panjatkan atas kchadirat ALLAH SWT

dengan terselesaikan skripsi ini. Skripsi ini saya persembahkan :

1. Allah Yang Maha Esa yang telah memberikan nikmat sehat. kesabaran.

dan keikhlasan atas Takdir-Mu sehingga saya bisa berpikir, berilmu, bisa

berlapang dada dengan segala ujian yang diberikan, menjadi pribadi yang

pantang menyerah dan khusunya selalu beriman kepadaNya. Sernoga

keberhasilan ini menjadi satu langkah awal masa depanku dalam meraih

cita-cita serta harapan yang kuinginkan.

2. Orangtuaku, Bapak Bokair dan Ibu Katminem tercinta, terima

kasih atas segala kasih sayang yang tiada batas, terima kasih atas segala

dukungan, masukan, do’a serta ridho yang telah diberikan kepada saya

yang mana tidak bisa saya tulis hanya dengan selembar kertas yang

bertuliskan persembahan. Semoga ini menjadi langkah awal buat Bapak

dan Ibu bahagia dan membuatku semakin termotivasi untuk hal yang lebih

baik kedepannya dan selalu mempersembahkan kasih sayang. Terimakasih

selalu mendoakanku tiada henti, menasehatiku berulang - ulang kali serta

selalu meridhoiku melakukan hal yang lebih baik.

3. Kakakku, Nur Azizah, terima kasih selalu membersamaiku dalam balutan

do’a serta nasihat-nasihatnya untuk selalu sabar, tetap tenang dan santun

dalam menyikapi hal apapun yang sedang menguji mental, selalu

memberikan kasih sayangnya yang sangat luar biasa dan selalu

menguatkan cinta dan kasih sayang kepada Bapak dan Ibu agar selalu

tersenyurn dan bahagia.

vii
4. Keluarga, saudara serta Bapak/Ibu Guruku yang tiada henti selalu

memberikan dukungan yang luar biasa serta kasih sayang yang tiada henti

sehingga saya bisa melangkah sampai saat ini.

5. Bapak Andi Yudianto, S.Kep.Ns., M.Kes sebagai penguji utama yang

telah bersedia menguji saya daIam karya ilmiah ini, saya ucapkan banyak-

banyak terimakasih

6. Ibu Athi’ Linda Yani, S.Kep,Ns., M.Kep dan Ibu Siti Urifah,

S.Kep.NS., .MNS yang selalu sabar dalarn membimbing saya

mengerjakan skripsi

ini sampai akhir dan selalu setia mendegarkan curahan-curahan hati ini.

tanpanya saya tidak bisa apa-apa, terima kasih banyak atas segala

ilmunya yang telah diberikan terutama ide - ide yang disumbangkan

kepada saya.

7. Bapak/Ibu dosen S1 Ilmu Keperawatan yang selalu memberikan dukungan

dan motivasi serta berbagi ilmu kepada saya selama duduk

dalam bangku kuliah.

8. Gus K.H. Zainul Ibad As’ad, S.Ag dan Ning Aini Arifatul Laila M.Pd.I

yang senantiasa menasehati dan mendoakan saya untuk menjadi santri

yang berkualiatas dan lebih baik. serta selalu mengingatkan tekun dalam

belajar, taat dalarn beribadah, dan menjauhi larangan agama dan selalu

mengingatkan “buatlah orang tua tersenyum dan bangga atas apa yang

kamu lakukan demi kesuksesanmu”.

9. Teman seperjuanganku angkatan 2018 S1 Keperawatan yang telah

membantu dan memotivasi dalam menyelesaikan skripsi ini

viii
10. Sahabat-sahabatku kamar Asumta yang selalu memberikan motivasi

kepada peneliti untuk segera menyelesaikan penyusunan skripsi ini

11. Dan untuk Almamaterku tercinta “FIK UNIPDU JOMBANG” dan “

KAMPUS UNIPDU INSAN PENUH CINTA”

ix
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat, nikmat dan ridhlo-

Nya, sehingga dapat menyelesaikan skripsi penelitian ini dengan judul: “Pengaruh

Positive Self-Talk Training Terhadap Peningkatan Harga Diri Santri Di Asrama 3

Nusantara Pondok Pesantren Darul ‘Ulum Jombang” Sebagai salah satu

persyaratan dalam menyelesaikan Program S1 Keperawatan.

Mengingat dalam membuat skripsi ini tidak dapat lepas dari berbagai pihak

yang membantu dalam memberi dorongan baik secara langsung maupun tidak

langsung. Oleh karena itu penulis menyampaikan terimakasih yang sebesar-

besarnya kepada :

1. Prof. Dr. H. Ahmad Zahro, MA. selaku Rektor Universitas Pesantren Tinggi

Darul ‘Ulum Jombang.

2. Pujiani, S.Kep.Ns., M.Kes selaku Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas

Pesantren Tinggi Darul ‘Ulum Jombang.

3. Khotimah, S.Kep.Ns., M.Kes selaku Kaprodi Sarjana Keperawatan

Universitas Pesantren Tinggi Darul ‘Ulum Jombang.

4. Athi’ Linda Yani, S.Kep.Ns., M.Kep selaku pembimbing I dan Siti Urifah,

S.Kep.,NS., MNS selaku pembimbing II yang telah memberikan bimbingan

dan arahan dalam pembuatan skripsi ini.

5. Seluruh responden yang bersedia memberikan partisipasi yang sangat

berharga dalam penelitian ini.

6. Kedua orang tua dan seluruh keluarga yang telah memotivasi dan membantu

baik materil maupun spiritual.

x
7. Teman angkatan 2018 S1 Keperawatan yang telah membantu dan memotivasi

dalam menyelesaikan skripsi.

8. Teman asrama kamar Asumta yang selalu memberikan motivasi kepada

peneliti untuk segera menyelesaikan penyusunan skripsi ini.

Jombang, Februari 2022

Penyusun

xi
ABSTRAK

PENGARUH POSITIVE SELF-TALK TRAINING TERHADAP


PENINGKATAN HARGA DIRI REMAJA SANTRI
DI ASRAMA 3 NUSANTARA PP DARUL ‘ULUM JOMBANG

PENELITIAN PRE-EKSPERIMEN

Imro’atul Muttafiah1, Athi’ Linda Yani2, Siti Urifah3


1)
Mahasiswa Program Studi Sarjana Ilmu Keperawatan Unipdu Jombang
2.3)
Dosen Program Studi Sarjana Ilmu Keperawatan Unipdu Jombang

Email: imuttafiah00@gmail.com

Harga diri merupakan aspek yang sangat penting dalam proses


perkembangan diri remaja santri, karena dapat mempengaruhi pengalaman
emosional dan penyesuaian psikologisnya. Untuk itu, harga diri sangat
bergantung pada persepsi atau pola pikir yang dijalani. Maka dari itu, harga
diri yang rendah dipengaruhi oleh persepsi atas penilaian individu terhadap
dirinya. Pola pikir yang belum tentu sepenuhnya benar ini dapat
direkonstruksi menjadi lebih positif melalui positive self-talk sehingga
remaja santri dapat lebih memiliki persepsi yang lebih baik terhadap dirinya.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi Pengaruh Positive Self-
talk Training Terhadap Peningkatan Harga Diri Remaja Santri di Asrama 3
Nusantara PP Darul ‘Ulum Jombang. Desain penelitian yang digunakan
adalah pra-eksprimen dengan rancangan eksperimen one group pre-test –
posttest design. Pengumpulan data dilakukan melalui penyebaran skala
Roserberg Harga Diri Scale (RSES), yang mana diambil 30 responden
dengan teknik sampling purposive sampling. Analisis data menggunakan
teknik Uji Wilcoxon. Analisis data dengan menggunakan bantuan SPSS
(Statistical Program For Social Service). Hasil analisa pengaruh positive
self-talk training terhadap peningkatan harga diri remaja santri
menggunakan uji Wilcoxon pada post p = 0,000 (<0,05) berarti H1 diterima
yang menunjukkan bahwa ada pengaruh yang signifikan terhadap post
perlakuan pengaruh positive self-talk training terhadap peningkatan harga
diri remaja santri dan mengalami peningkatan harga diri sebanyak 27
responden, dari hasil penelitian responden banyak memilih pernyataan
favorable dengan merasa lebih berharga dan lebih percaya diri.

Keyword : Harga diri, Positif Self-Talk Training, Remaja Santri

xii
ABSTRACT

THE INFLUENCE OF POSITIVE SELF-TALK TRAINING ON


INCREASING THE SELF-ESTEEM OF ADOLESCENT STUDENTS
AT DORMITORY OF 3 NUSANTARA PP DARUL 'ULUM
JOMBANG
PRE-EXPERIMENTAL RESEARCH

Imro'atul Muttafiah1, Athi' Linda Yani2, Siti Urifah3


1)
Students of the Undergraduate Nursing Study Program at Unipdu Jombang
2.3)
Lecturer of the Undergraduate Nursing Study Program at Unipdu Jombang

Email: imuttafiah00@gmail.com

Self-esteem is a very important aspect in the process of self-development of


young students, because it can affect their emotional experience and
psychological adjustment. For this reason, self-esteem is very dependent on
the perception or mindset that is lived. Therefore, low self-esteem is
influenced by the perception of an individual's assessment of himself. This
mindset that is not necessarily completely correct can be reconstructed to be
more positive through positive self-talk so that young students can have a
better perception of themselves. The purpose of this study was to identify the
positive effect of self-talk training on increasing the self-esteem of young
students at Dormitory of 3 Nusantara PP Darul 'Ulum Jombang. The research
design used was a pre-experimental design with a one group pre-test –
posttest experimental design. Data collection was carried out through the
distribution of the Roserberg Self-Esteem Scale (RSES), in which 30
respondents were taken using a purposive sampling technique. Data analysis
used the Wilcoxon Test technique. Data analysis using SPSS (Statistical
Program For Social Service) assistance. The results of the analysis of the
effect of positive self-talk training on increasing the self-esteem of young
students using the Wilcoxon test at post p = 0.000 (<0.05) means that H1 was
accepted which showed that there was a significant effect on the post-
treatment effect of positive self-talk training on increasing self-esteem of
young students and experienced an increase in self-esteem by 27 respondents,
from the results of the study many respondents chosed favorable statements
by feeling more valuable and more confident.
Keyword : Self-esteem, Positive Self-Talk Training, Adolescent Santri

xiii
DAFTAR ISI

SAMPUL DEPAN............................................................................................
SAMPUL DALAM..........................................................................................ii
LEMBAR PERSETUJUAN.............................................................................iii
LEMBAR PENGESAHAN..............................................................................iii
SURAT PERNYATAAN.................................................................................v
MOTTO............................................................................................................vi
KATA PERSEMBAHAN................................................................................vii
KATA PENGANTAR......................................................................................x
ABSTRAK........................................................................................................xii
ABSTRACT.....................................................................................................xiii
DAFTAR ISI....................................................................................................xiv
DAFTAR TABEL............................................................................................xvi
DAFTAR GAMBAR........................................................................................xvii
DAFTAR LAMPIRAN....................................................................................xviii
DAFTAR SINGKATAN..................................................................................xix
BAB 1 PENDAHULUAN................................................................................1
1.1 Latar Belakang
...................................................................................................................
1
1.2 Rumusan Masalah
...................................................................................................................
6
1.3 Tujuan Penelitian
...................................................................................................................
7
1.3.1 Tujuan Umum
...............................................................................................................
7
1.3.2 Tujuan Khusus
...............................................................................................................
7
1.4 Manfaat Penelitian
...................................................................................................................
7
1.4.1. Manfaat Teoritis
...............................................................................................................
7
1.4.2. Manfaat Praktis
...............................................................................................................
8
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA......................................................................9
2.1 Konsep Dasar
...................................................................................................................
9

xiv
2.1.1 Remaja
...............................................................................................................
9
2.1.2 Santri
...............................................................................................................
18
2.1.3 Harga Diri
...............................................................................................................
23
2.1.4 Positive Self-Talk Training
...............................................................................................................
35
2.1.5 Penelitian Penunjang Positive Self-Talk Training
...............................................................................................................
42
2.1.6 Konsep Teori Keperawatan Hubungan Interpersonal
...............................................................................................................
43
2.2 Kerangka Teori
...................................................................................................................
51
BAB 3 KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS..............................52
3.1 Kerangka Konseptual
...................................................................................................................
52
3.2 Hipotesis Penelitian
...................................................................................................................
53
BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN...........................................................54
4.1 Desain Penelitian
...................................................................................................................
54
4.2 Kerangka Kerja
...................................................................................................................
55
4.3 Populasi, Sampel dan Teknik Sampling
...................................................................................................................
57
4.3.1 Populasi
...............................................................................................................
57
4.3.2 Sampel
...............................................................................................................
57
4.3.3 Sampling
...............................................................................................................
60

xv
4.4 Identifikasi Variabel dan Definisi Operasional
...................................................................................................................
60
4.4.1 Identifikasi Variabel
...............................................................................................................
60
4.4.2 Definisi Operasional
...............................................................................................................
61
4.5 Instrumen Penelitian
...................................................................................................................
62
4.6 Lokasi dan Waktu Penelitian
...................................................................................................................
64
4.7 Prosedur Pengambilan dan Pengumpulan Data
...................................................................................................................
64
4.7.1 Prosedur Pengambilan Data
...............................................................................................................
64
4.7.2 Pengumpulan Data
...............................................................................................................
65
4.7.3 Pengolahan Data
...............................................................................................................
67
4.8 Analisis Data
...................................................................................................................
69
4.8.1 Analisa Univariat
...............................................................................................................
69
4.8.2 Analisis Bivariat
...............................................................................................................
70
4.9 Etika Penelitian
...................................................................................................................
71
4.9.1 Lembar Persetujuan (Informed Consent)
...............................................................................................................
71
4.9.2 Tanpa Nama (Anonymity)
...............................................................................................................
71
4.9.3 Kerahasiaan (Confidentiality)
...............................................................................................................
71

xvi
4.9.4 Beneficiency dan Non Maleficiency
...............................................................................................................
72
4.9.5 Keterbatasan Penelitian
...............................................................................................................
72
BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN............................................................73
5.1 Hasil Penelitian
...................................................................................................................
74
5.1.1 Gambaran Umum Tempat Penelitian
...............................................................................................................
74
5.1.2 Karakteristik Demografi Responden
...............................................................................................................
75
5.1.3 Data Khusus
...............................................................................................................
77
5.2 Hasil Penelitian
...................................................................................................................
80
5.2.1 Tingkat Harga Diri sebelum diberikan intervensi Positive Self-
Talk Training Remaja Santri di Asrama 3 Nusantara
...............................................................................................................
80
5.2.2 Tingkat Harga Diri sesudah diberikan intervensi Positive Self-
Talk Training Remaja Santri di Asrama 3 Nusantara
...............................................................................................................
83
5.2.3 Pengaruh Positive Self-Talk Training Terhadap Peningkatan
Harga Diri Remaja Santri di Asrama 3 Nusantara
...............................................................................................................
85
BAB 6 PENUTUP............................................................................................87
6.1 Kesimpulan
...................................................................................................................
87
6.2 Saran
...................................................................................................................
88
6.2.1. Bagi Institusi Pendidikan
...............................................................................................................
88
6.2.2. Bagi Tempat Penelitian
...............................................................................................................
88

xvii
6.2.3. Bagi Responden Penelitian
...............................................................................................................
88
6.2.4. Bagi Penelitian Selanjutnya
...............................................................................................................
89
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................90

xviii
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Kisi-kisi Soal Kuesioner RSES......................................................34


Tabel 4.1 Tabel Desain Penelitian Pre Experiment.......................................
.......................................................................................................55
Tabel 4.2 Definisi Operasional......................................................................
.......................................................................................................61
Tabel 4.3 Kisi-kisi Soal Kuesioner Rosenberg Harga diri Scale..................64
Tabel 5.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Umur................................75
Tabel 5.2 Aspek tingkat harga diri sebelum dilakukan Positive Self-Talk
Training.........................................................................................77
Tabel 5.3 Aspek tingkat harga diri sesudah dilakukan Positive Self-Talk
Training.........................................................................................78
Tabel 5.4 Penyajian hasil uji wilcoxon pada remaja santri sebelum dan
sesudah dilakukan Positive Self-Talk Training.............................79

xix
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kerangka Teori Pengaruh Teknik Self-Talk Untuk


Meningkatkan Harga Diri Remaja Yang Tinggal di Asrama III
Nusantara Pondok Pesantren Darul ‘Ulum
.....................................................................................................
.....................................................................................................
51
Gambar 3.1 Kerangka Konseptual Pengaruh Teknik Self-Talk Untuk
Meningkatkan Harga Diri Remaja Yang Tinggal di Asrama III
Nusantara Pondok Pesantren Darul ‘Ulum
.....................................................................................................
.....................................................................................................
52
Gambar 4.1 Kerangka Kerja Pengaruh Teknik Self-Talk Untuk
Meningkatkan Harga Diri Remaja Yang Tinggal Asrama III
Nusantara Pondok Pesantren Darul ‘Ulum..................................

xx
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat Ijin Studi Pendahuluan ........................................................93


Lampiran 2 Permintaan Menjadi Responden...................................................94
Lampiran 3 Surat Pernyataan Penelitian...........................................................95
Lampiran 4 Sertifikat Komisi Etik Penelitian..................................................96
Lampiran 5 Lembar Persetujuan Menjadi Responden .....................................97
Lampiran 6 Standar Operasional Prosedur (SOP) ...........................................98
Lampiran 7 Self-Talk .......................................................................................104
Lampiran 8 Kuesioner Penelitian ....................................................................112
Lampiran 9 Tabulasi Data................................................................................115
Lampiran 10 Hasil Uji SPSS............................................................................122

xxi
DAFTAR SINGKATAN

BKKBN : Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana


IMS : Infeksi Menular Seksual
NO : Nitric Oxide
OTC : Over The Counter
RSES : Rosenberg Self-esteem Scale
SOP : Standar Operasional Prosedur
WHO : World Health Organization
KPAI : Komisi Perlindungan Anak Indonesia
RSKD : Rumah Sakit Khusus Daerah

xxii
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Masa remaja adalah masa perubahan dari masa kanak-kanak ke masa

dewasa, yang ditandai dengan munculnya perubahan fisik dan mental,

keinginan untuk pembebasan dari kekuasaan, rasa ingin tahu, pencarian dan

penemuan jati diri, pembentukan kelompok sebaya dan lain-lain cirinya,

karena pada masa remaja adalah masa yang mempengaruhi terjadinya

pembentukan harga diri (Kamila & Mukhlis, 2013). Harga diri (Self Esteem)

merupakan objek dari kesadaran diri, evaluasi diri, dan juga penentu perilaku.

Rhamadan (2012), mengemukakan perilaku yang ditunjukan oleh remaja

yang memiliki harga diri yang tinggi akan memiliki kepercayan tinggi

sehingga tidak memiliki perspektif yang buruk mengenai dirinya sendiri,

lebih bersyukur, menghargai, menjaga kesehatan jiwa raganya dan akan lebih

memiliki kemampuan untuk melakukan penyesuaian yang menyenangkan

dibandingkan dengan individu yang memiliki harga diri yang rendah.

Remaja perempuan memiliki harga diri lebih rendah dibandingkan laki-

laki. Sebuah studi berskala besar meminta lebih dari 300.000 individu dan

data yang dikumpulkan dari Family Health Study untuk menilai sejauh mana

tingkat harga diri mereka. Hasil studi tersebut menunjukan bahwa harga diri

cenderung menurun dimasa remaja dan masa dewasa. Apabila dibedakan

berdasarkan gender, harga diri perempuan (usia 12 sampai 17 tahun) lebih

rendah dibandingkan harga diri laki-laki yang meningkat di

1
2

usia 12 hingga usia sekitar 16 tahun sebelum akhirnya meningkat lagi dimasa

hidupnya dan rendahnya harga diri ini berkaitan dengan rendahnya

penyesuaian yang sehat (Santrock, 2012). Hal ini disebabkan oleh faktor

determinan yaitu tingkat kecerdasan individu, presepsi yang ada dalam diri

dan motivasi (Nugraha, 2015).

Berdasarkan data (WHO) sekitar 450 juta orang di dunia yang

mengalami harga diri rendah (WHO, 2020). Data di Indonesia menyebutkan

hingga kini jumlah penderita harga diri rendah mencapai 2,5 juta dengan

masalah harga diri rendah 84,9% (Riskesdas, 2020). Di wilayah Jawa Timur,

data yang tercatat ditahun 2020 penderita harga diri rendah sebesar 7,5%

(Riskesdas, 2020). Selain itu, Hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan

oleh Susanto, dkk, (2020) menunjukkan bahwa remaja memiliki harga diri

rendah dengan presentase 85% di Pondok Pesantren Darussholah Jember

(Susanto, et al., 2020).

Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada tanggal 17

Februari 2022 di Asrama 3 Nusantara Pondok Pesantren Darul 'Ulum

Jombang, setelah dilakukan pengkajian dari 65 remaja santri, didapatkan

bahwa yang mengalami harga diri rendah yakni 41 remaja santri (63%)

mengatakan bahwa kurang percaya diri, menarik diri, kurang puas dengan diri

sendiri, kadang merasa tidak berguna dan merasa dirinya kurang baik dan 24

remaja santri (37%) lain memiliki peningkatan harga diri dan kepercayaan

diri yang baik.

Harga diri rendah yang terjadi pada remaja santri dikarenakan secara

psikologis konsep diri remaja santri belum matang dalam berinteraksi dan
3

bergaul dengan remaja santri yang lain. Harga diri rendah dapat

mempengaruhi kemampuan remaja santri untuk bersosialisasi dengan teman

yang lain (Fatimah, Arna, & Wilda, 2014). Harga diri yang rendah seringkali

menghambat remaja santri untuk memulai bergaul dan berinteraksi dengan

orang lain seperti teman sebayanya di Pesantren. Sehingga, remaja santri

merasa “minder” dan tidak percaya diri hingga sulit membangun interaksi,

serta merasa terasingkan dan terkucilkan di tengah teman-temannya sehingga

ia cenderung menarik diri. Timbulnya harga diri yang rendah pada remaja

santri ini adalah sebagai bentuk reaksi emosinya yang kurang menyenangkan

baginya akibat dari cara pandang atau penilaian negatif terhadap diri sendiri.

Padahal, penilaian negatif itu belum tentu benar adanya sehingga

mengakibatkan munculnya rasa rendah diri jika berhadapan dengan orang

lain (Surya, 2016).

Rendahnya harga diri seringkali menjadi penghalang bagi para remaja

santri untuk mulai bergaul dengan teman sebayanya di Pondok Pesantren.

Siswa remaja menjadi tidak aman, mengalami kesulitan membangun

interaksi, dan merasa terasing dan terisolasi di antara teman-teman,

cenderung menarik diri. Munculnya harga diri remaja santri merupakan

manifestasi dari reaksi emosional remaja santri yang tidak menyenangkan

akibat pandangan atau penilaian negatif mereka terhadap diri sendiri.

Padahal, penilaian negatif belum tentu benar, yang berujung pada rendahnya

harga diri ketika berhadapan dengan orang lain (Surya, 2016).

Berdasarkan nursing problem, kondisi tersebut menunjukan bahwa

faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan harga diri adalah hubungan


4

dengan orang lain, terutama orang tua, saudara kandung dan teman-teman

dekat (Kamila & Mukhlis, 2013). Febriana (2018), mengemukakan bahwa

problem harga diri pada remaja santri sangat krusial karena berdampak pada

beberapa aspek penting dalam perkembangan remaja santri. Remaja santri

yang memandang rendah dirinya akan memiliki dampak eksternal dan

internal, dampak eksternal seperti prestasi akademik, dan fungsi hubungan

sosial, dampak internalnya seperti konsep diri yang tidak jelas, merasa rendah

diri, sering memilih tujuan yang tidak pasti, cenderung pesimis dalam

menghadapi masa depan, mengingat masa lalu secara negatif dan berkubang

dalam perasaan negatif bahkan psikopatologi pada anak dan remaja santri.

Bila tidak segera diatasi remaja santri beresiko mengalami kurangnya

keinginan untuk berinteraksi dengan orang lain, dan mengalami isolasi sosial

yang bisa menjadikan mereka terlalu sibuk dengan dunianya sendiri, serta

pikiran mereka itu sendiri sehingga dapat berisiko perilaku kekerasan, lebih

mudah terkena depresi hingga resiko bunuh diri (Taylor., dkk, 2012).

Kompleksitas permasalahan remaja santri perlu dilakukan upaya terbaik

dalam intervensi masalah harga diri. Penelitian sebelumnya yang di lakukan

oleh Marhani(2018) tentang Positive Sel-ftalk Training dalam persepsi

meningkatkan harga diri Siswa SMP X Pasar Minggu yang menjadi korban

bullying. Positive self-talk training adalah suatu proses pelatihan percakapan

yang dilakukan seseorang dengan dirinya sendiri untuk mendefinisikan

berbagai macam perasaan, pendapat, penilaian dan perintah terhadap dirinya

sendiri untuk mengatur kembali keadaan diri yang dirasa perlu dirubah

(Permatasari dkk, 2016). Self-talk juga merupakan bentuk terapi kognitif, dan
5

penerapan self-talk melibatkan aktivitas proses mental untuk mengubah

pemikiran irasional dan mendorong pemikiran yang sehat dengan

mengucapkan kalimat positif (Marhani, 2018).

Menurut Hackfort dan Schwenkmezger yang dikutip dalam (Marhani,

2018), remaja santri dapat menggunakan positif self-talk untuk menjelaskan

perasaan, memahami, mengatur, mengubah, mengevaluasi keyakinan, dan

memberikan bimbingan dan penguatan untuk diri mereka sendiri. Penguatan

ini dirancang untuk memerangi keyakinan irasional dan membantu

mengembangkan pikiran yang lebih sehat, yang akan mengarah pada self-talk

yang lebih positif (Hidayat, 2013). Pola pikir yang sehat mempengaruhi harga

diri yang tinggi, karena melalui self-talk yang positif, remaja santri juga

melihat dirinya secara positif. Oleh karena itu peneliti mencoba menggunakan

Positive Self-Talk Training Terhadap Penngkatan Harga Diri Remaja Santri

di Asrama 3 Nusantara Pondok Pesantren Darul Ulum.

Self-talk yang diberikan dapat membuat santri mempunyai kemampuan

untuk menyelesaikan masalah yang diakibatkan oleh rendahnya harga diri

yang disebabkan oleh remaja santri yang memandang rendah dirinya dan

kurangnya bersosial remaja santri dengan teman sebayanya.

Self-talk merupakan suatu pembicaraan internal yang terstruktur,

berasal dari diri sendiri dan ditujukan kepada diri sendiri sebagai bentuk

gambaran pemikiran mengenai individu dan dunianya (Isnaeni, 2018) sebab

seringkali self-talk seorang individu dipengaruhi oleh yang dikatakan orang-

orang tentang dirinya (Burnett & McCrindle, dalam Erford, 2015). Self-talk

juga dapat digunakan untuk mengatasi perfeksionisme, meregulasi emosi, dan


6

meningkatkan harga diri. Harga diri merupakan aspek yang sangat penting

dalam proses perkembangan diri remaja santri, karena dapat mempengaruhi

pengalaman emosional, tingkah laku di kemudian hari, prestasi akademis, dan

penyesuaian psikologisnya untuk jangka panjang (Sahrani, 2018).

Untuk itu harga diri sangat bergantung pada persepsi atau pola pikir

yang dijalani. Harga diri yang rendah dipengaruhi oleh persepsi atas penilaian

individu terhadap dirinya (Sahrani, 2018). Pola pikir remaja santri yang

belum tentu sepenuhnya benar ini dapat direkonstruksi menjadi lebih positif

melalui positif self-talk sehingga remaja santri dapat lebih memiliki persepsi

yang lebih baik terhadap dirinya. Menurut Buttler dan Ottens dalam Isnaeni

(2018), hal ini didasarkan pada penelitian sebelumnya yang di lakukan oleh

Marhani (2018). Dalam penelitian ini, peneliti ingin mengetahui pengaruh

positif self-talk terhadap harga diri pada sebelum dan sesudah mendapatkan

perlakuan pre-test dan post-test pada kelompok kontrol dan kelompok

eksperimen. Sehingga dapat disimpulkan kedua kelompok mengalami

kenaikan skor harga diri baik .

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas permasalahan dapat dirumuskan “adakah pengaruh

positive self-talk training terhadap peningkatan harga diri remaja santri di Asrama

3 Nusantara Pondok Darul Ulum Jombang ?”


7

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui adakah pengaruh positive self-talk training terhadap

peningkatan harga diri remaja santri di Asrama 3 Nusantara Pondok

Pesantren Darul Ulum Jombang

1.3.2 Tujuan Khusus

1) Mengidentifikasi harga diri pada remaja santri sebelum diberikan

positive self-talk training terhadap peningkatan harga diri remaja

santri.

2) Mengidentifikasi harga diri pada remaja santri setelah diberikan

teknik positive self-talk training terhadap peningkatan harga diri

remaja santri.

3) Menganalisis perubahan harga diri pada remaja santri sebelum dan

sesudah diberikan positive self-talk training terhadap peningkatan

harga diri remaja santri.

1.4 Manfaat Penelitian


1.4.1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan bukti-bukti empiris

atau informasi tentang manfaat positive self-talk training terhadap

peningkatan harga diri pada remaja santri yang dapat diaplikatifkan

sebagai pemecahan masalah di Pondok Pesantren.


8

1.4.2. Manfaat Praktis

Secara praktis, hasil dari penelitian ini dapat digunakan sebagai

referensi bagi semua kalangan untuk mengembangkan ilmu tentang positive

self-talk training terhadap peningkatan harga diri serta dapat digunakan

sebagai acuan dalam melakukan tindakan terapi khususnya dengan masalah

harga diri.
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar


2.1.1 Remaja

a. Definisi Remaja

Masa remaja (adolescence) adalah perubahan dari masa kanak-

kanak menuju dewasa., dimulai sekitar usia 10 atau 12 tahun sampai usia

18 atau 20 tahun, Dapat diartikan bahwa pada masa pembentukan

kematangan mental, emosional, sosial dan fisik. Remaja adalah setiap

individu yang berada pada rentang usia 12–21 tahun Hurlock dalam

(Yusuf, 2014).

Masa remaja adalah masa transisi dimana seseorang merasakan

peralihan dari masa anak-anak yang masih tergantung kepada oranglain

khusunya orang terdekat tetapi masih belum bisa memperoleh tanggung

jawab di masa ini baik terhadap dirinya sendiri maupun lingkungan

sosialnya (Yusuf, 2014).

Menurut WHO (2020) remaja merupakan tahap transisi antara

masa kanak-kanak dan dewasa. Periode usia remaja adalah 11-19 tahun.

(WHO, 2020). Masa remaja penuh dengan problematika dan dinamika

karena masa ini adalah masa untuk menemukan jati diri dan identitas

yang sebenarnya. Banyak remaja yang gagal dalam mencari identitasnya

tapi tidak sedikit pula yang berhasil dan menjadi pemenang dalam meraih

masa depan. Berhasil tidaknya remaja dalam mencari identitas dirinya

banyak dipengaruhi oleh faktor lingkungan (Suci, 2017). Kepala Badan

9
10

Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Surya

Chandra Surapaty menyebutkan pada 2020, penduduk remaja berusia 10-

24 tahun berjumlah 66,3 juta jiwa dari total penduduk sebesar 258,7 juta,

artinya 1 dari setiap 4 orang Penduduk Indonesia adalah remaja

(BKKBN, 2020).

Masa remaja merupakan segmen kehidupan yang penting dalam

siklus perkembangan individu, dan merupakan masa transisi yang dapat

diarahkan kepada perkembangan masa dewasa yang sehat. Erikson

berpendapat bahwa remaja merupakan masa berkembangnya identity.

Identity merupakan vocal point dari pengalaman remaja, karena semua

krisis normatic yang sebelumnya telah memberikan kontribusi kepada

perkembangan identitas diri. Pengalaman hidup remaja dalam keadaan

moratorium, yaitu periode saat remaja diharapkan mampu mencari jati

dirinya sendiri. Kegagalan remaja untuk mengisi atau menuntaskan tugas

ini akan berdampak tidak baik bagi perkembangan dirinya. Remaja yang

gagal dalam pengembangan dirinya akan menutup diri (mengisolasi) dari

masyarakat, tidak menerima keadaan fisiknya, serta tidak mencapai

kemandiriannya secara emosional Hurlock, 2004 dikutip oleh (Yusuf,

2014).

b. Tahap Perkembangan Remaja

Remaja menurut Hurlock 2003 dikutip oleh (Yusuf, 2014) ada 3

dalam usia perkembangannya, yaitu:


11

1. Early adolescence (remaja awal)

Pada rentang usia 12-15 tahun ini adalah usia yang cenderung

negatif dimana pada usia ini sikap dan sifatnya negatif yang tidak

pernah dilakukan sebelumnya pada usia anak-anak remaja cenderung

kebingungan, cemas, takut dan terganggu.

2. Middle adolescence (remaja pertengahan)

Pada rentang usia 15-18 tahun ini ketika remaja rasa

keingintahuannya besar kemudian mudah mengungkapkan

keinginannya dan tertarik mencari sesuatu yang menarik tetapi

kadang merasa kesepian, dan tidak bisa dimengerti oranglain.

3. Late adolescence (remaja akhir)

Pada rentang usia ini adalah 18-21 dimana pada masa ini

remaja memunya emosi yang mulai stabil, mulai mempunyai tujuan

hidup, dan mulai memahami arah hidupnya.

c. Ciri-ciri Masa Remaja

Menurut Hurlock 1999 dikutip oleh (Yusuf, 2014), pada masa

remaja memiliki ciri-ciri yang membedakan setiap periode. Ciri-cirinya

sebagai berikut:

1. Masa remaja sebagai periode yang penting

Periode yang penting kadarnya berbeda ada yang diakibatkan

fisik dan ada lagi karena akibat psikologis. Akibat fisik dan

psikologis mempunyai persepsi yang sangat penting. Perkembangan

fisik yang cepat dan penting disertai dengan cepatnya perkembangan

mental yang cepat, terutama pada awal masa remaja. Semua


12

perkembangan itu menimbulkan perlunya penyesuaian mental dan

perlunya membentuk sikap, nilai dan minat baru.

2. Masa remaja sebagai periode peralihan

Peralihan yang dimaksud bukan berarti memisahkan atau

mengubah apa yang sudah terjadi sebelumnya, akan tetapi masa

peralihan adalalah dari satu tahap perkembangan ke tahap

berikutnya. Artinya, Ketika anak-anak bertransisi dari masa kanak-

kanak ke masa dewasa, mereka harus meninggalkan segala sesuatu

di masa kanak-kanak mereka dan mempelajari perilaku dan sikap

baru yang menggantikan perilaku dan sikap yang ditinggalkan.

3. Masa remaja sebagai masa pertumbuhan

Masa pertumbuhan adalah perubahan sikap dan perilaku remaja

sesuai dengan waktu perubahan fisik. Pada masa remaja awal, ketika

perubahan fisik terjadi dengan cepat, perilaku dan sikap juga

berubah dengan cepat. Ketika perubahan fisik menurun, demikian

juga perubahan sikap dan perilaku. Ada empat perubahan yang sama

dan hampir universal. Pertama, peningkatan emosi. Kekuatannya

tergantung pada tingkat perubahan fisik dan psikologis. Kedua,

perubahan tubuh, minat, dan peran yang diharapkan dari kelompok.

Ketiga, ketika minat dan pola perilaku berubah, begitu pula nilai-

nilai kita. Keempat, kebanyakan remaja ragu-ragu tentang

perubahan.
13

4. Masa remaja sebagai usia bermasalah

Masa remaja sebagai usia bermasalah yang sering kali sulit

diatasi oleh anak laki-laki dan perempuan. Ada dua alasan untuk

kesulitan ini. Ini berarti, kebanyakan anak muda tidak terbiasa

dengan pemecahan masalah dan merasa mandiri, karena sebagian

masalah mereka diselesaikan oleh orang tua dan guru saat masa

kanak-kanak. Dengan kata lain, pemecahan masalah masih

bergantung dengan orangtua atau guru.

5. Masa remaja sebagai masa mencari identitas

Pada masa ini identitas diri yang dicari remaja adalah siapa

dirinya, apa perannya dalam masyarakat, apakah anak-anak atau

orang dewasa, apakah mereka dapat percaya diri tanpa memandang

ras, agama, atau latar belakang kebangsaan.

6. Masa remaja sebagai usia yang menimbulkan ketakutan

Anggapan stereotip bahwa remaja adalah anak-anak yang tidak

rapi, yang tidak dapat dipercaya, cenderung mengejek dan

berperilaku merugikan bagi oranglain, dan perlu adanya pengawasan

orang dewasa yang harus membimbing dan mengawasi kehidupan

remaja yang takut bertanggung jawab dan bertindak simpatik

terhadap perilaku remaja yang normal.

7. Masa remaja sebagai masa yang tidak realistik

Masa remaja sebagai waktu yang tidak realistis cenderung

melihat kehidupan melalui kacamata merah. Dia melihat dirinya dan

orang lain sebagaimana adanya, terutama dalam hal cita-cita. Cita-


14

cita yang tidak realistis ini menyebabkan gejolak emosi yang

menjadi ciri remaja awal, tidak hanya bagi dirinya sendiri, tetapi

juga bagi keluarga dan teman-temannya. Semakin tidak realistis cita-

citanya, semakin marah dia. Remaja bisa terluka atau kecewa ketika

orang lain kecewa atau gagal mencapai tujuan mereka.

8. Masa remaja sebagai ambang masa dewasa

Dengan semakin mendekatnya usia kematangan, para remaja

menjadi gelisah untuk meninggalkan stereotip belasan tahun dan

untuk memberikan kesan bahwa mereka sudah hampir dewasa.

Berpakaian dan bertindak seperti orang dewasa ternyata belumlah

cukup. Oleh karena itu, remaja mulai memusatkan diri pada perilaku

yang dihubungkan dengan status dewasa, yaitu merokok, minum

minuman keras, menggunakan obat-obatan dan terlibat dalam

perbuatan seks. Mereka mengganggap bahwa perilaku ini akan

memberikan citra yang mereka inginkan.

d. Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Remaja

1) Perkembangan Biologis

Perubahan fisik yang terjadi pada remaja terlihat pada saat masa

pubertas yakni meningkatnya tinggi dan berat badan serta

kematangan sosial. Diantara perubahan fisik itu, yang terbesar

pengaruhnya pada perkembangan jiwa remaja adalah pertumbuhan

tubuh (badan menjadi semakin panjang dan tinggi). Selanjutnya,

mulai berfungsinya alat-alat reproduksi (ditandai dengan haid pada

wanita dan mimpi basah pada laki-laki) dan tanda-tanda seksual


15

sekunder yang tumbuh menurut Hurlock (Sarwono, 2012). Potter &

Perry, (2012) mengungkapkan bahwa empat fokus utama perubahan

fisik adalah :

a. Peningkatan kecepatan pertumbuhan tulang, otot dan visera

b. Perubahan spesifik-seks, seperti perubahan bahu dan pinggul

c. Perubahan distribusi otot dan lemak

d. Perkembangan sistem reproduksi dan karakteristik seks

sekunder

2) Perkembangan Kognitif

Menurut Piaget dalam Santrock (2012), pemikiran operasional

formal (periode terakhir perkembangan kognitif) terjadi pada usia 11

hingga 15 tahun. Pemikiran operasional formal lebih abstrak, idealis,

dan logis dibandingkan pemikiran operasional konkrit. Menurut Piaget

pemikiran remaja terdorong untuk mulai paham dengan dunianya

karena tindakan yang dilakukannya penyesuaian diri biologis. Secara

lebih lebih nyata mereka mengaitkan suatu gagasan dengan gagasan

lain. Mereka bukan hanya mengorganisasikan pengamatan dan

pengalaman akan tetapi juga menyesuaikan cara berfikir mereka untuk

menyertakan gagasan baru karena informasi tambahan membuat

pemahaman lebih mendalam.

3) Perkembangan Sosial

Potter & Perry, (2012) mengatakan bahwa perubahan emosi

selama pubertas dan masa remaja sama dramatisnya seperti perubahan

fisik. Masa ini adalah periode yang ditandai oleh mulainya tanggung
16

jawab dan asimilasi penghargaan masyarakat. Transisi sosial remaja

mengalami perubahan dalam hubungan individu dengan manusia lain

yaitu dalam emosi, dalam kepribadian, dan dalam peran dari konteks

sosial dalam perkembangan. Membantah orang tua, serangan agresif

terhadap teman sebaya, perkembangan sikap asertif, kebahagiaan

remaja dalam peristiwa tertentu serta peran gender dalam masyarakat

merefleksikan peran proses sosial-emosional dalam perkembangan

remaja.

e. Tugas Perkembangan pada Masa Remaja

Remaja memiliki beberapa tugas perkembangan yang akan dijalani selama

masa remaja. Tugas perkembangannya menurut Hurlock 1991 yang

dikutip oleh (Yusuf, 2014) antara lain :

a.) Menerima citra tubuh

meskipun terbilang susah bagi remaja untuk menerima kenyataan

dengan keadaan fisiknya jika dari masa anak-anak mereka sudah

menunjukkan konsep diri mereka mengenai pembawaan dirinya

pada waktu dewasa nantinya. Dibutuh waktu guna mengalihkan

konsep ini dan untuk belajar cara-cara mengubah pembawaan

dirinya maka dari itu bisa lebih berbanding dengan semua yang

diharapkan.

b.) Menerima identitas seksual

Menerima identitas diri secara seksual cenderung kepada seorang

anak laki-laki dalam penilaian sosial di masyarakat dibandingkan


17

dengan anak perempuan. Maksudnya anak laki-laki dalam penilaian

sosial dimasyarakat dibandingkan dengan anak perempuan.

c.) Mengembangkan sistem nilai personal

Remaja mengembangkan sistem nilai yang baru misalnya remaja

mempelajari hubungan baru dengan lawan jenis berarti harus mulai

dari nol dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana harus bergaul

dengan mereka.

d.) Membuat persiapan untuk hidup mandiri

Bagi remaja yang sangat mendambakan kemandirian, usaha untuk

mandiri harus di dukung oleh orang terdekat.

e.) Menjadi mandiri atau bebas dari orang tua

Kemandirian emosi berbeda dengan kemandirian perilaku. Banyak

remaja yang ingin mandiri, tetapi juga membutuhkan rasa aman yang

diperoleh dari orangtua atau orang dewasa lain. Hal ini menonjol

pada remaja yang statusnya dalam kelompok sebaya yang

mempunyai hubungan akrab dengan anggota kelompok dapat

mengurangi ketergantungan remaja pada orangtua.

f.) Mengembangkan keterampilan mengambil keputusan

Keterampilan mengambil keputusan dipengaruhi oleh perkembangan

keterampilan intelektual remaja itu sendiri, misal dalam mengambil

keputusan untuk menikah di usia remaja.

g.) Mengembangkan identitas seseorang yang dewasa

Remaja erat hubungannya dengan masalah pengembangan nilai-nilai

yang selaras dengan dunia orang dewasa yang akan dimasuki, salah
18

satunya tugas untuk mengembangkan perilaku sosial yang

bertanggung jawab.

2.1.2 Santri

Santri secara umum adalah istilah yang digunakan oleh mereka

yang sedang mengikuti proses pembelajaran memperdalam ilmu

agama islam di tempat yang disebut Pesantren, dan biasanya tinggal

disana sampai pendidikan mereka selesai. Santri juga berasal dari

bahasa Jawa, yaitu dari kata “cantrik”, yang artinya seseorang yang

sedang mengikuti seorang guru dan tinggal menetap (Dhofir, 2017).

Santri merupakan murid yang sedang menetap di Pesantren,

yang bertujuan mengabdikan dirinya di Pesantren. Santri juga harus

mendapatkan ridho dari sang Kiai, salah satunya dengan menaati

peraturan dan menghormati sang Kiai.

Santri adalah elemen kunci dari pondok pesantren, dan santri ini

biasanya terdiri dari 2 jenis yaitu :

1) Santri mukim: yaitu santri yang tinggsl dan sedang menetap di

pondok pesantren.

2) Santri kalong: adalah santri yang masih di area pesantren akan

tetapi santri tidak tinggal di pesantren. Mereka pulang

kerumahnya masing-masing setelah selesai mengikuti suatu

pelajarran di Pondok Pesantren.

a) Nilai-nilai dan Tradisi Santri

Menurut (Rinaningtyas, 2021), nilai-niai yang biasanya ditanamkan

oleh beberapa tradisi santri yaitu:


19

1. Tradisi musyawarah dan bahtsul masail

Tradisi musyawarah di Pondok biasanya untuk mendiskusikan

jadwal kegiatan seperti ro’an/kerja bakti, keorganisasian, jadwal piket

dll. Musyawarah ini bertujuan untuk menanamkan nilai cinta damai

dengan bertoleransi antar santri melalui tradisi yang dilakukan di

Pondok khususnya tradisi musyawarah ini.

2. Tradisi setoran dan lalaran

Tradisi setoran merupakan tradisi yang dilakukan melalui

kegiatan mengaji Al-Quran yang biasanya dlakukan sesuai jadwal bisa

ketika setelah Sholat Subuh, Maghrib, Ashar ataupun Isya’. Dan

setoran biasanya dilaksanakan pada akhir semester dimana santri

harus mensetorkan hafalan Al-Quran atau hafalan kitab kuningnya.

Tapi sebelum melakukan setoran santri biasanya dianjurkan untuk

lalaran terlebih dahulu yaitu membaca berulang-ulang agar mengingat

bacaan Al-Quran ataupun kitab yang akan disetorkan.

3. Tradisi mayoran

Tradisi mayoran adalah tradisi makan bersama yang dilakukan

oleh para santri yang biasanya menggunakan daun pisang atau kertas

minyak sebagai tempat makanan tradisi ini hampir setiap hari

dilakukan oleh para santri baik itu ketika ada yang disambang/

dijenguk oleh orang tuanya, ataupun ketika ada acara di Pondok

Pesantren, tradisi ini sangat bermanfaat untuk para santri yaitu untuk

mempererat kebersamaan dan melatih kesederhanaan. Manfaat dari


20

tradisi mayoran yaitu mempererat kebersamaan dan kerukunan

(Effendy, 2017).

4. Tradisi ro’an

Ro’an merupakan tradisi kerja bakti dan membersihkan

lingkungan kegiatan ini biasanya dilakukan pada hari libur, seminggu

sekali atau ketika ada himbauan pada hari tertentu, tradisi ro’an

sendiri diharapkan dapat menumbuhkan toleransi antar santri, peduli

terhadap lingkungan dan meningkatkan kerjaa sama yang baik para

santri.

5. Tradisi tirakat

Tirakat adalah salah satu tradisi yang dilakukan oleh para santri

di Pondok Pesantren tirakat yang dilakukan salah satunya dengan

berpuasa seperti puasa Senin-Kamis, Puasa Daud dan lain sebagainya.

Tujuan dari tradisi tirakat ini yaitu agar lebih tertanam nilai religius,

kejujuran dan nilai kesabaran para santri. (Rinaningtyas, 2021).

b. Budaya Santri

Menurut (Burhanudin, 2020) budaya santri ada 5 sebagai berikut :

1) Ngaji meruppakan satu hal yang melekat pada seorang santri

ngajindalam hal ini dikategorikan dalam berbagai kegiatan

bidang keagamaan.

2) Ngopi (ngolah pikir), merupakan rutinitas yang sering dilakukan oleh

santri, yang sering dimanfaatkan untuk mendiskusikan sesutau entah itu


21

pelajaran, organisasi, ataupun masalah yang

dihadapi di Pondok. Salah satu bentuk ngopi yaitu Latjnal bahtsul

masa’il fiqh adalah forum dialog tingkat pesantren untuk

membahas tentang kenataan yang berkembang massif di

masyarakat dan biasanya diadakan dibeberapa pesantren.

3) Ngantri merupakan kebiasaan menunggu dalam hal mandi, makan dan

lain sebagainya dikarenakan satu fasilitas digunakan untuk bergantian.

4) Ngantukan merupakan kebiasaan yang melekat kental pada santri

pasalnya santri selalu mendapat julukan ngantukan sebab tertidur

didalam kelas.

5) Ngabdi merupakan hal yang selalu diinginkan oleh santri,

mengabdi pada kiai agar berkah dalam menjalani ngaji dan

belajar di Pesantren.

c. Prinsip dan Keyakinan Santri

Prinsip itu menggambarkan ciri utama dan tujuan pendidikan santri

dipesantren, antara lain :

a) Memiliki kebijaksanaan menurut ajaran Islam. Anak didik dibantu

agar mampu memahami makna hidup, keberadaan, peranan, serta

tanggung jawabnya dalam kehidupan di masyarakat.

b) Memiliki kebebasan yang terpimpin. Artinya kebebasan yang terbatas.

Setiap manusia memiliki kebebasan, tetapi kebebasan itu harus dibatasi

karena kebebasan memiliki potensi anarkisme. Keterbatasan


22

mengandung kecenderungan mematikan kreativitas, karena itu kebebasan

harus dibatasi. Inilah yang dimaksud dengan kebebasan yang terpimpin.

Kebebasan yang terpimpin seperti ini adalah watak ajaran Islam.

Manusia bebas menetapkan aturan hidup tetapi dalam berbagai hal

manusia menerima saja aturan yang datang dari tuhan.

c) Berkemampuan mengatur diri sendiri. Di pesantren, santri

mengatur sendiri kehidupanya menurut batasan yang diajarkan

agama. Ada unsur kebebasan dan kemandirian di sini. Bahkan

masing-masing pesantren memiliki otonomi. Setiap pesantren

mengatur kurikulumnya sendiri, mengatur kegiatan santrinya,

tidak harus sama antara satu pesantren dengan pesantren lainya.

Menarik juga kenyataan, pada umumnya masing-masing Santri

bangga dengan pesantrenya dan menghargai pesantren lain.

Sejauh ini belum pernah terjadi perkelahian atau saling mengejek antar

santri pondok pesantren yang berbeda, sebagaimana sering

terjadi diantara sekolah-sekolah umum di kota. Kebanggaan santri

terhadap pesantrenya masing-masing umumya terletak pada kehebatan dan

kealiman kyainya, kitab yang dipelajari, kerukunan dalam bergaul, rasa

senasib sepenanggungan, kedisiplinan, kerapian berorganisasi, dan

kesederhanaan. Menarik sekali, kesederhanaan dijadikan kebanggaan.

d) Memiliki kebersamaan yang tinggi. Dalam pesantren berlaku

prinsip dalam hal kewajiban, individu harus menunaikan

kewajiban lebih dahulu, sedangkan dalam hal hak, individu harus

mendahulukan kepentingan orang lain sebelum kepentingan diri


23

sendiri. Pandangan sosial ini ditanamkan antara lain melalui

pembutan tata tertib, baik tentang tata tertib belajar hidup, yaitu

sikap memandang sesuatu, terutama materi, secara wajar, proporsional,

dan fungsional. Sebenarnya banyak santri yang berlatar belakang orang

kaya, tetapi mereka dilatih hidup sederhana. Ternyata orang kaya tidak

sulit menjalani kehidupan sederhana bila dilatih di pesantren.

Kesederhanaan itu sesungguhnya merupakan realisasi ajaran Islam yang

pada umumnya diajarkan oleh para sufi. Hidup cara sufi memang

merupakan suatu yang khas Pesantren.

d. Harapan dan Motivasi Santri

Harapan dan motivasi adalah sebagai dorongan dasar yang

menggerakkan santri untuk bertindak. Motivasi santri juga bisa dari

instrinsik maupun ekstrinsik dimana jika instrinsik dorongan dirinya sendiri

tetapi jika ekstrinsik biasanya dorongan dari orangtua atau orang sekitarnya

(Amrullah, 2016).

2.1.3 Harga Diri

Konsep diri merupakan faktor yang sangat menentukan bagi anak

dalam perkembanganya sebagai mahluk sosial. Konsep diri merupakan

pemahaman tentang diri sendiri yang timbul akibat interaksi dengan orang

lain (Riswandi, 2013). Konsep diri merupakan faktor yang sangat

menentukan bagi anak dalam perkembangannya sebagai makhluk sosial.

Konsep diri berasal dari hasil interaksi dengan orang lain. Orang yang
24

dimaksud adalah orang tua teman sebaya, keluarga, dan masyarakat

(Gunawan, 2016).

Konsep diri sangat penting untuk memahami orang dan perilakunya.

Konsep diri terbentuk dari pengalaman internal seseorang, hubungan dengan

orang lain, dan berinteraksi dengan dunia luar. Interaksi memilih pengaruh

yang kuat pada perilaku manusia. Konsep diri terdiri dari : citra tubuh (Body

Image), ideal diri (Self Ideal), harga diri (Self Esteem), peran (Self Rool),

identitas diri (Self Identy).

a. Definisi Harga diri

Harga diri merupakan evaluasi seseorang dalam menilai dirinya

sendiri, yakni seberapa puas seseorang dengan dirinya sendiri (Suden &

Sveningsson, 2012). Harga diri merupakan penilaian diri yang

dipengaruhi oleh sikap, interaksi, penghargaan, dan penerimaan orang

lain terhadap individu (Suhron, 2017). Hanna (Salmiyati, 2012)

menyatakan bahwa harga diri merupakan dasar untuk membangun well-

being (kesejahteraan) dan kebahagiaan dalam hidup individu. Hal ini

karena harga diri merupakan bagian penting dari konsep diri individu.

Harga diri adalah kebutuhan psikologis pada masa remaja yang

memiliki peranan penting bagi kehidupannya. Harga diri juga dapat

diartikan sebagai evaluasi yang dilakukan individu dan kebiasaan

individu memandang diri sendiri, terutama mengenai sikap penerimaan

dan indikasi atas seberapa besar kepercayaan individu terhadap

kemampuan, keberartian, kesuksesan dan keberhargaan (Slavin, 2012).


25

b. Pembentukan Harga Diri

Derajat (1980) menyebutkan bahwa harga diri sudah terbentuk pada

masa kanak-kanak, dan selanjutnya dibentuk melalui perlakuan yang

diterima individu dari orang dilingkungannya (Ghufron & Risnawati,

2012).

(Ghufron & Risnawati, 2012). mengatakan bahwa pembentuk harga

diri pada individu dimulai sejak individu mempunyai pengalaman dan

interaksi sosial, yang sebelumnya didahului dengan kemampuan

mengadakan persepsi. Harga diri diperoleh dari pengalaman diri dan

berdasarkan pada perasaan tentang kemampuan dan kekuatan untuk

mengontrol kejadian-kejadian yang menimpa individu. Harga diri

terbentuk dari hasil penilaian subjektif individu atas umpan balik yang

diterima dari lingkungan, baik itu hal yang positif maupun hal yang

negatif. Dalam hal ini, lingkungan banyak memberikan kontribusi.

Pembentukan harga diri menurut Burns (1979) mencakup dua proses,

yaitu (Widodo & Pratitis, 2013):

1) Evaluasi Diri (Self Evaluation)

Mengacu pada pembuatan penilaian mengenai pentingnya diri. Dalam

evaluasi diri terdapat tiga faktor yang mempengaruhi, diantaranya

adalah gambaran diri yang dimiliki (self image) dan gambaran diri

yang diinginkan (ideal self), internalisasi dari penilaian lingkungan

sosial (society’s judgment), serta evaluasi terhadap kesuksesan dan

kegagalan dalam melakukan sesuatu sebagai bagian dari diri.

2) Keberhargaan Diri (Self Worth)


26

Merupakan perasaan bahwa diri itu berharga, hal ini akan tumbuh

ketika individu berhasil melakukan self evaluation. Self worth

melibatkan sudut pandang dari diri sendiri dalam melakukan sebuah

tindakan.

c. Faktor yang Mempengaruhi Harga diri

Beberapa faktor yang mempengaruhi harga diri antara lain (Ghufron

& Risnawati, 2012):

1) Jenis Kelamin

Ancok dkk (1988) dan Coopersmith (1967) mengemukakan bahwa

wanita selalu merasa harga dirinya lebih rendah dari pada pria, seperti

perasaan kurang mampu, kurang percaya diri, atau merasa harus

dilindungi. Hal ini mungkin terjadi karena peran orang tua dan

harapan masyarakat yang berbeda terhadap pria maupun wanita.

2) Intelegensi

Intelegensi menurut Alfred Binet memiliki 3 aspek, yaitu direction

yang merupakan kemampuan untuk memusatkan pada suatu masalah

yang harus dipecahkan. Adaptation yaitu kemampuan untuk

mengadakan adaptasi terhadap masalah yang dihadapinya. Aspek

terakhir yaitu criticism yang merupakan kemampuan untuk

mengadakan kritik, baik terhadap masalah yang dihadapi maupun

terhadap dirinya sendiri (Sobur, 2012). Menurut Coopersmith (1967)

individu dengan harga diri tinggi akan mencapai prestasi akademik

yang tinggi daripada individu dengan harga diri rendah karena

individu dengan harga diri tinggi akan memiliki pandangan yang baik
27

untuk masa depannya, untuk itu individu tersebut akan berusaha

sebaik mungkin untuk masa depannya, salah satunya adalah dengan

belajar dengan giat ketika dalam usia sekolah.

3) Kondisi Fisik

Coopersmith (1967) menemukan adanya hubungan yang konsisten

antara daya tarik fisik dan tinggi badan dengan harga diri. Individu

dengan fisik yang menarik cenderung memiliki harga diri yang lebih

baik dibandingkan dengan kondisi fisik yang kurang menarik.

4) Lingkungan keluarga

Dalam sebuah keluarga, anak untuk pertama kalinya mengenal orang

tua yang mendidik dan membesarkannya serta sebagai dasar untuk

bersosialisasi dalam lingkungan yang lebih besar. Coopersmith (1967)

berpendapat bahwa perlakuan adil, pemberian kesempatan untuk aktif

dan mendidik yang demokratis akan membuat anak mendapat harga diri

yang baik. Savary (1994) mengemukakan pendapat yang sama, dimana

keluarga berperan dalam menentukan perkembangan harga diri anak.

5) Lingkungan Sosial

Klass & Hodge (1978) berpendapat bahwa pembentukan harga diri

dimulai ketika seseorang menyadari dirinya berharga atau tidak. Hal ini

merupakan hasil dari proses lingkungan, penghargaan, penerimaan dan

perlakuan orang lain terhadap dirinya. Terdapat beberapa perubahan

dalam harga diri yang dapat dijelaskan melalui konsep-konsep

kesuksesan, nilai, aspirasi, dan mekanisme pertahanan diri. Kesuksesan


28

dapat timbul melalui pengalaman dalam lingkungan, bidang tertentu,

kompetisi, dan nilai kebaikan (Coopersmith, 1967).

Herter (dalam Bitar, 2016) menyatakan bahwa pada individu

tingkatan harga diri yang berbeda dapat dipengaruhi beberapa hal yakni:

1) Scholastic competence, yaitu merasa memiliki kemampuan

dibidang akademik

2) Social competence, yaitu merasa diterima dan dihargai

lingkungan/ teman sebaya

3) Athletic competence, yaitu merasa memiliki kemampuan di

bidang olah raga

4) Phsycal appearance, yaitu merasa memiliki penampilan yang

menarik

5) Job competence, yaitu merasa memiliki keahlian lebih

6) Romantic appeal, yaitu merasa memiliki daya tarik romantis

terhadap orang lain

7) Behavioral conduct, yaitu mampu melakukan hal yang benar dan

menghindari masalah

8) Close friendship, yaitu mampu menjalin dan mempertahankan

hubungan dengan teman dekat

d. Karakteristik Harga Diri

Cemes dan Bean mengutip dari Tambunan (2012) harga diri

dibedakan menjadi dua, yaitu: harga diri tinggi dan harga diri rendah.

Karakteristik- karakteristik tersebut adalah

1) Harga diri tinggi


29

a) Bangga dengan hasil kerjanya

b) Bertindak mandiri

c) Mudah menerima tanggung jawab

d) Mengatasi prestasi dengan baik

e) Menanggapi tantangan baru dengan antusiasme

f) Merasa sanggup mempengaruhi orang lain

g) Menunjukkan jangkauan perasaan dan emosi yang luas

Manfaat dari dimilikinya harga diri yang tinggi diantaranya:

a) Individu akan semakin kuat dalam menghadapi penderitaan-

penderitaan hidup, semakin tabah, dan semakin tahan dalam

menghadapi tekana-tekanan kehidupan, serta tidak mudah

menyerah dan putus asa

b) Individu semakin kreatif dalam bekerja

c) Individu semakin ambisius, tidak hanya dalam karier dan urusan

financial, tetapi dalam hal-hal yang ditemui dalam kehidupan baik

secara emisional, kreatif maupun spiritual

d) Individu akan memiliki harapan yang besar dalam membangun

hubungan yang baik dan konstruktif

e) Individu akan semakin hormat dan bijak dalam memperlakukan

orang lain, karena tidak memandang orang lain sebagai ancaman

1) Harga diri rendah

a) Menghindari situasi yang dapat mencetuskan kecemasan

b) Merendahkan bakat dirinya

c) Merasa tak ada seorangpun yang menghargainya


30

d) Menyalahkan orang lain atas kelemahannya sendiri

e) Mudah dipengaruhi oleh orang lain

f) Bersikap defensif dan mudah frustrasi

g) Merasa tidak berdaya

h) Menunjukkan jangkauan perasaan dan emosi yang sempit

Akibat memiliki harga diri yang negatif, yaitu

(1) Mudah merasa cemas, stress, merasa kesepian dan

mudah terjangkit depresi

(2) Dapat menyebabkan masalah dengan teman baik dan

sosial

(3) Dapat merusak secara serius, akademik dan penampilan

kerja

(4) Membuat underchiver dan meningkatkan penggunaan

obat-obat dan alkohol

Harga diri rendah merupakan perasaan tidak berharga, tidak

berartidan rendah diri yang berkapanjangan akibat evaluasi yang

negatif terhadap diri sendiri atau kemampuan diri. Terjadinya harga

diri rendah di akibatkan oleh rendahnya cita-cita seseorang. Hal ini

mengakibatkan berkurangnya tantangan dalam mencapai tujuan.

Tantangan yang rendah menyebabkan upaya yang rendah. Kemudian

menyebabkan penampilan seseorang yang tidak optimal (Yosep &

Sutini, 2016):
31

Faktor yang mempengaruhi harga diri rendah yaitu :

a) Faktor predisposisi

Terjadinya harga diri rendah adalah penolakan orang tua yang realistis,

kegagalan berulang kali, kurang mempunyai tanggung jawab personal,

ketergantungan pada orang lain, ideal diri yang tidak realistis

b) Faktor presipitasi

Faktor presipitasi terjadinya harga diri rendah biasanya kehilangan

bagian tubuh, perubahan penampilan/ bentuk tubuh, kegagalan atau

produktivitas yang menurun (Yosep & Sutini, 2016).

Rosenberg (Reasoner, 2012) ; Mann, ; Guindon (2012) ; McClure (2012)

menjelaskan terdapat dampak internal dan dampak eksternal pada individu

dengan harga diri yang rendah. Dampak internal problem harga diri pada

remaja dalam perkembangan remaja yaitu mengalami gangguan psikopatologi,

seperti cemas tinggi, kemudian depresi, gangguan makan, psimis, mudah

marah dan tidak puas dengan kehidupannya, dan dampak eksternalnya seperti

prestasi akademik cenderung kurang berhasil, fungsi hubungan sosial yang

terganggu biasanya kurang diterima oleh teman-temannya, dan berperilaku

mencari perhatian dari orang lain (Febriana, et al., 2018).

e. Aspek-Aspek Harga Diri

Reasoner (1982), mengemukakan aspek-aspek harga diri sebagai

berikut :

1) Sense of Securuty, yaitu sejauh mana anak merasa aman dalam


32

bertingkah laku karena mengetahui apa yang diharapkan oleh orang

lain dan tidak takut disalahkan. Anak merasa yakin atas apa yang

dilakukannya sehingga merasa tidak cemas terhadap apa yang akan

terjadi pada dirinya

2) Sense of Identity, yaitu kesadaran anak tentang sejauh mana potensi,

kemampuan dan keberartian tentang dirinya sendiri

3) Sense of Belongeng, yaitu perasaan yang muncul karena anak merasa

sebagai bagian dari kelompoknya, merasa dirinya penting dan

dibutuhkan oleh orang lain, dan merasa dirinya diterima oleh

kelompoknya

4) Sense of Purpose, yaitu keyakinan individu bahwa dirinya akan

berhasil mencapai tujuan yang diinginkannya, merasa memiliki

motivasi

5) Sense of Personal Competence, yaitu kesadaran individu bahwa dia

dapat mengatasi segala tantangan dan masalah yang dihadapi dengan

kemampuan, usaha, serta caranya sendiri

a. Cara Meningkatkan Harga Diri

Harga diri akan meningkat sesuai meningkatnya usia dan sangat

terancam pada masa pubertas, Stuart dan Sudeen (2012) menyatakan

bahwa ada 4 hal yang dapat meningkatkan harga diri anak, yaitu :

1) Memberi kesempatan untuk berhasil

Beri tugas yang kemungkinan dapat diselesaikan kemudian beri

pengetahuan

2) Menanamkan idealisme
33

Berikan masukan sehingga bisa mendorong kreativitas untuk

perkembangan sang anak

3) Mendukung ide dan gagasan

Pertanyaan perlu ditanggapi dengan penjelasan dan pengetahuan yang

tepat dan dukungan untuk upaya positif dan bermakna.

4) Membantu membentuk koping

Dukungan koping Pada setiap tahap perkembangan, individu

memiliki tantangan perkembangan yang perlu dicapai. Anak-anak

merasa lebih sukses ketika mereka merasa dipeluk, diakui,

dihadapkan pada kehidupan, dan diberdayakan untuk mengendalikan

diri.

b. Pengukuran Harga diri berdasarkan Rosenberg Self-esteem Scale

(RSES)

Beberapa alat ukur dapat digunakan untuk mengukur harga diri yaitu:

Rosenberg Self-esteem Scale (RSES) dikembangkan oleh Sosiolog

Morris Rosenberg, yaitu ukuran harga diri yang banyak digunakan

dalam penelitian ini menggunakan skala 0-20 dimana skor kurang dari

20 dapat menunjukkan harga diri rendah yang bermasalah (Martin,

2017). Rosenberg Self-esteem Scale RSES adalah instrument

unidimensional mengenai self-esteem yang mengukur harga diri secara

global dengan skala berjumlah 10 item dan memiliki interabilitas alpha

sebesar 0.95 (Heatherton dan Wyland, 2003).

Rosenberg Alat ukur ini mendefinisikan harga diri sebagai hasil

evaluasi terhadap diri sendiri atau aspek evaluatif dari pengetahuan


34

terhadap diri sendiri yang merefleksikan sejauh mana orang menyukai

diri mereka sendiri (Deviana & Christiany 2012). Skala yang dibuat oleh

Rosenberg ini memang ditunjukan bagi siswa sekolah menengah. Aspek

tersebut terdiri dari atas penerimaan diri dan penghormatan diri, dengan

aspek tersebut sistem penilaian skala harga diri menggunakan skala

Likert dengan alternatif 4 jawaban, yaitu : Sangat Setuju (SS), Setuju

(S), Tidak Setuju (TS), Sangat Tidak Setuju (STS) (Rasiman, 2013).

Setiap pertanyaan memiliki skor masing-masing. Untuk item 1, 2, 3,

4, 6 dan 7 setiap jawaban Sangat Setuju (SS) memiliki skor 3, Setuju (S)

memiliki skor 2, Tidak Setuju (TS) memiliki skor 1 dan Sangat Tidak

Setuju (STS) memiliki skor 0, sedangkan untuk item 3, 5, 8, 9 dan 10

jawaban Sangat Setuju (SS) memiliki skor 0, etuju (S) memiliki skor 1,

Tidak Setuju (TS) memiliki skor 2, dan Sangat Tidak Setuju (STS)

memiliki skor 3 Rasiman( 2013).

Tabel 2.1 Kisi-kisi Soal Kuesioner RSES (Rasiman, 2013)


Nomor Butir
No Aspek Dimensi Total
favourable unfavourable
1)Akedemik - 3
2)Sosial 4 -
Penghargaan
1) 3)Emosi 6 - 5
diri
4)Keluarga - 9
5)Fisik 7 -
1) Akedemik 2 -
2)Sosial 1 -
Penerimaan
2) 3)Emosi - 8 5
diri
4)Keluarga - 10
5)Fisik - 5
Total 10
35

Skala harga diri Rosenberg ( RSES ), yang dikembangkan oleh sosiolog

Morris Rosenberg, adalah ukuran harga diri yang banyak digunakan

dalam penelitian ilmu sosial. Ini menggunakan skala 0–30 di mana skor

kurang dari 20 dapat menunjukkan harga diri rendah yang bermasalah.

(Nelfice, Yulia, & Dewi, 2014).

Harga diri dikategorikan menjadi 2 yaitu harga diri tinggi jika skor

jawaban responden pada kuesioner ≥20 (lebih dari 20), dan harga diri

rendah jika skor responden (kurang dari 20) <20 (Nelfice, et al., 2014).

2.1.4 Positive Self-Talk Training

Positive self-talk training merupakan bagian dari pendekatan REBT

(Rational Emotif Behaviour Therapy) yaitu salah satu bentuk terapi kognitif,

emosi dan perilaku. Teori ini dicetuskan oleh Albert Ellis pada tahun 1993.

Ellis memandang manusia itu memiliki dua pikiran yaitu pikiran irasional

dan rasional. Ellis beranggapan bahwa seseorang mampu untuk

menumbuhkan hal yang positif dan melawan yang negatif. Dalam

pandangan Ellis individu tidak selamanya mengiyakan pola-pola yang telah

terkonstruksi di awal kehidupannya. Akan tetapi individu berhak untuk

mengubah mengembangkan keadaan dirinya (Erford, 2016).

Positive self-talk training merupakan bagian dari pendekatan REBT

(Rational Emotional Behavior Therapy), yang merupakan bentuk terapi

kognitif, emosional, dan perilaku. Teori ini dikemukakan oleh Albert Ellis

pada tahun 1993. Ellis percaya bahwa manusia memiliki dua jenis pikiran,

irasional dan rasional. Ellis percaya bahwa seseorang dapat menumbuhkan

sisi positif dan menolak sisi negatif. Dalam pandangan Ellis, individu tidak
36

selalu setuju dengan pola yang dibangun di awal kehidupannya. Namun,

individu memiliki hak untuk mengubah dan mengembangkan keadaan

mereka sendiri (Erford, 2016).

Positive self-talk training akan diberikan dalam bentuk pelatihan.

Pelatihan adalah proses pembelajaran yang menekankan pada praktik

dengan menggunakan berbagai metode yang bertujuan untuk meningkatkan

kompetensi atau keterampilan tim (Santoso, 2021).

Metode pelatihan dipilih karena, pelatihan tidak hanya berfokus pada

materi yang diberikan tetapi juga berfokus pada praktik. Sehingga

diharapkan, praktik yang dilakukan dapat diaplikasikan dengan baik untuk

jangka waktu pendek maupun jangka waktu yang lama (Iriyanti, 2021).

a. Definisi Positive Self-Talk

Salah satu cara untuk menumbuhkan pikiran positif, yaitu dengan

positive self-talk (berbicara positif dengan diri sendiri). Jeremy dalam

Wulaningsih(2016), mengatakan, positive self-talk adalah segala yang

dipikirkan, atau ucapan yang dikatakan kepada diri sendiri yang bersifat

positif. Individu yang selalu mengatakan kalimat-kalimat positif kepada

dirinya sendiri akan cenderung memiliki pikiran yang positif (Hardy, 2019).

Ketika seseorang memiliki kemampuan positive self-talk, maka pikiran-

pikiran positif itu yang akan menjadikan seseorang lebih merasa percaya

diri, serta yakin dengan kemampuannya. Individu cenderung tidak akan

memandang lingkungan sebagai sesuatu yang menakutkan atau membuat

cemas (Iriyanti, 2021).


37

b. Definisi Self-Talk

Self talk adalah suatu percakapan yang dilakukan seseorang dengan

dirinya sendiri untuk mendefinisikan berbagai macam perasaan, pendapat,

penilaian dan perintah terhadap dirinya sendiri untuk mengatur kembali

keadaan diri yang dirasa perlu dirubah (Permatasari et al., 2016). Dilakukan

baik diam yaitu dalam hati sembari diresapi ataupun dilakukan dengan

mengucapkannya dengan keras (Brinthaupt, 2019).

Self-Talk dapat berupa satu kata, komentar, atau perintah tanpa

jawaban atau "percakapan" dengan tujuan membangun semangat sendiri

untuk mencapai perubahan yang diinginkan (Oles, 2020). Orang selalu

berbicara, mulutnya tertutup, bahkan ketika mereka diam, tetapi dalam

pikiran mereka, melihat, mendengar, menyentuh, mencium, merasaka suatu

peristiwa atau objek yang telah dilaluinya. Aktivitas dialog di dalam pikiran

itulah yang dinamakan sebagai selftalk. Selftalk inilah berhubungan

langsung ke sistem saraf pusat (central nerveous) Ini menciptakan

"keadaan" yang relevan, mendominasi ucapan dan perilaku, dan memiliki

dampak langsung pada hasil (Hermawan, 2018).

b. Manfaat Self-Talk

Waidi mengungkapkan bahwa jika dengan menggunakan positive self

talk training yang semakin sering dan intens frekuensiya, maka akan

semakin baik, sehat dan kuat pikiran seorang individu secara positif.

Menurut Zastrow dalam Bradley(2017). self talk dapat memberikan stimulus

sehingga suasana hati menjadi positif saat tubuh dalam keadaan yang lelah,
38

dengan cara mengucapkan kata-kata atau kalimat yang dalam pikiran

memiliki konotasi positif.

Menurut Dita Iswari & Nurul Harini (2015) menjelaskan mengenai

beberapa hal, manfaat self talk yaitu : semakin positif kata yang diucapkan

pada diri sendiri maka perasaan yang mengikuti kalimat tersebut juga

semakin positif. Jadi sebaiknya meminimalisir penggunaan kalimat yang

negatif agar perasaan juga tidak negatif. Guntur Utom juga

mengungkapkaan dalam penelitianya bahwa self talk efektif dalam

membantu meningkatkan kualitas penampilan, kepercayaan diri dan

motivasi diri .

c. Tahapan Positive Self-Talk Training

Tahapan Positive self-talk training kelompok. Menurut Prayitno

(2014), tahapan dalam positive self-talk training kelompok, yaitu:

1. Tahap Pembentukan

Tahap ini dinamakan tahap pembentukan, yaitu pembentukan

kelompok dimulai dengan membuat tujuan, menentukan leader,

jumlah anggota, kriteria anggota, tempat dan waktu kegiatan, serta

media yang digunakan. Jumlah anggota kelompok yang ideal biasanya

7-8 orang. Kemudian pemimpin dan anggota kelompok saling

memperkenalkan diri. Pemimpin mengungkapkan tujuan kegiatan

teknik self-talk yang ingin dicapai, pembentukan kelompok, yang

diawali dengan menjelaskan tujuan diadakannya kelompok dan tujuan

penggunaan keterampilan self talk untuk meningkatkan harga diri dan

kepercayaan diri pada remaja, dilanjutkan dengan pemimpin.


39

memfasilitasi pemimpin dengan anggota tim dan pemimpin saling

percaya dan saling menerima. Menjelaskan tahap-tahap pelatihan

berbicara dengan diri sendiri.

2. Tahap Peralihan

Tahap peralihan adalah fase koheren di mana semua anggota

kelompok telah memahami tujuan dan prosedur pelaksanaan kegiatan

kelompok, peningkatan harga diri dan kepercayaan diri dengan

menggunakan keterampilan berbicara sendiri, dan siap untuk

menindaklanjuti rencana kegiatan, prosedur tahapan saat ini.

3. Tahap kegiatan

Tahapan proses di mana masalah individu anggota tim

diselesaikan. Kegiatan pada tahap ini meliputi setiap kelompok

mengelaborasi dan menjelaskan masalah pribadi yang membutuhkan

bantuan, dan semua anggota kelompok berpartisipasi dalam

menanggapi apa yang dikatakan anggota lain. Menurut William

(2014), ada beberapa langkah dalam melaksanakan positive self-talk

training, yaitu

a. Tahap mendengarkan self talk

Tahap mendengarkan self-talk adalah tahap di mana pemimpin

mengarahkan ekspresi self-talk negatif, yang biasanya terjadi

dalam situasi tertentu dalam kehidupan anggota kelompok, dengan

cara anggota menceritakan masalahnya terkait kepercayaan diri

yang dialami saat menghadapi situasi tertentu, sehingga pemimpin


40

dan anggota kelompok lain dapat memberikan pendapat dan

memotivasi anggota kelompok lain.

b. Tahap menuliskan self talk negatif

Selama fase penulisan self-talk negatif, pemimpin

menginstruksikan anggota untuk menuliskan solilokui negatif yang

mereka alami. Anggota dapat menulis dalam jurnal, esai, atau buku

self-talk yang disediakan tentang monolog. Anggota kemudian

membaca self-talk negatif tertulis dan untuk setiap pernyataan

negatif yang dibaca dan ditulis anggota dalam log aktivitas mereka,

izinkan anggota kelompok lain untuk memberikan pendapat dan

saran mereka tentang pernyataan positif yang benar. Hal ini

menyebabkan anggota mengalami self-talk negatif ketika pikiran

kita dipenuhi dan dikendalikan oleh pola pikir negatif tentang diri

kita dan lingkungan kita, terutama kemampuan kita untuk

menghadapi rangsangan yang datang kepada kita dan dikendalikan

oleh pola pikir, self-talk positif, dan mampu mengatasi stimulus

atau rangsangan yang masuk Setiawan(2021).

c. Tahap mengubah self talk negatif ke positif

Pada tahap mengubah self-talk negatif ke positif adalah

remaja akan dibimbing atau diberi pengarahan oleh peneliti bahwa

sebenarnya pikiran negatif yang ada bisa diubah menjadi positif.

Pada tahap ini juga peneliti membantu remaja untuk yakin bahwa

pemikiran dan perasaan negatif tersebut dapat diubah. Pada tahap

ini remaja diarahkan untuk mengubah self negatif menjadi self


41

positif. Peneliti meyakinkan kepada remaja bahwa mereka

memiliki potensi untuk mengubah hal tersebut dengan cara

mengeksplorasi ide-ide untuk menentukan tujuan-tujuan rasional.

Misalnya, remaja tersebut mengatakan "Aku tidak akan sanggup

hidup seperti ini." Di sinilah peran peneliti untuk memberitahu

bahwa sebenarnya dia bisa melewati situasi berat seperti sekarang.

Contoh pernyataan positif yang harus selalu diingat adalah, “Saya

yakin kita bisa mengatasi situasi sulit ini” (Kendi, 2021).

d. Tahap menetapkan self talk positif

Pada tahap self-talk positif ini, self-talk positif dapat

mengubah persepsi remaja untuk lebih mengontrol mereka dan

meningkatkan kondisi mental mereka, dan mendorong self-talk

positif setiap hari. Peneliti membimbing remaja untuk terus

mengembangkan pemikiran rasional yang lebih baik tentang diri

mereka dan kehidupan mereka. Bantu remaja mengembangkan

pemikiran rasional dengan frasa yang lebih positif sehingga mereka

tidak terjebak dalam pikiran negatif mereka sendiri. Pada tahap

akhir ini, kaum muda terus melatih diri untuk lebih positif dan

mengendalikan pikiran-pikiran irasional agar tidak mengganggu

kehidupannya. Dengan demikian, remaja tidak mengalami stres

atau perubahan sikap lain yang mengganggu kehidupannya sehari-

hari Setiawan(2021).
42

4) Tahap Akhir

Merupakan tahap akhir kegiatan untuk melihat apa yang telah

dilakukan dan dicapai oleh kelompok serta untuk merencanakan

kegiatan selanjutnya. Pada tahap akhir, anggota kelompok dapat

saling memotivasi dan menggunakan teknik self-talk ketika

menghadapi situasi tertentu dalam kehidupan mereka yang

berhubungan dengan kepercayaan diri, dan pada akhirnya peneliti

dapat menentukan tujuan dari proses kegiatan. Anda dapat

menggunakan self-talk teknik dan pertahankan self-talk tentang hal-

hal positif yang telah Anda lakukan sehingga menjadi kebiasaan yang

anda lakukan ketika menghadapi situasi tertentu dalam kehidupan

sehari-hari.

2.1.5 Penelitian Penunjang Positive Self-Talk Training

Berbicara kepada diri sendiri Self-talk adalah percakapan yang terjadi

di dalam diri seseorang. Dalam kesehariannya, sebagian besar waktu dia

berbicara sendiri. Percakapan yang terjadi pada semua orang. Sebagian

besar waktu, keadaan sadar dari self-talk terjadi bahkan ketika kita sedang

tidur, tidak jelas atau tidak sadar. Self-talk didefinisikan sebagai kegiatan di

mana seseorang berbicara kepada dirinya sendiri, yang dapat dilakukan

dengan berteriak atau berbicara secara normal, seperti yang biasanya terjadi

dengan kata-kata atau kalimat positif Haslinda(2019).

Berikut ini adalah tentang menerapkan teknik pelatihan self-talk

positif untuk meningkatkan kepercayaan diri:

Diperoleh (2 tailed) 0,000 < 0,05 berdasarkan jurnal Haslinda(2019).

Dengan demikian H0 ditolak dan H1 diterima yang berarti hal ini


43

menunjukkan perubahan yang signifikan setelah diberikan pelatihan self-

talk positif yang berarti penerapan pelatihan self-talk positif dapat

meningkatkan kepercayaan diri secara signifikan kepercayaan diri siswa di

SMP Negrei 18 Makasar.

Menurut penelitian terdahulu pelaksanaan kegiatan positive self-talk

training distnguising between authenticity and personality consistency in

predicting well being dilaksanakan selama 40-60 menit satu minggu 3 kali

(Sutten, 2019).

Menurut Ramadhani dan Putrianti (2014) kepercayaan diri dapat

muncul ketika seorang individu memiliki pikiran yang positif terhadap

dirinya sendiri. Pikiran positif tersebut bisa dimunculkan dengan melakukan

positive self-talk yaitu mengatakan kalimat atau hal-hal positif kepada diri

sendiri. Siswa yang mampu menerapkan positive self-talk dalam kehidupan

sehari-hari nya terutama dalam lingkup aktivitas sekolah, maka akan

cenderung mampu memunculkan pikiran-pikiran yang positif. Pikiran

positif terhadap diri sendiri tersebut yang akan membantu siswa untuk lebih

yakin dan percaya dengan kemampuan yang dimiliki dalam lingkup

aktivitas sekolah maupun kehidupan seharihari secara umum Asrori(2020).

2.1.6 Konsep Teori Keperawatan Hubungan Interpersonal

a. Pengertian Teori Keperawatan Hildegard E. Peplau

Teori keperawatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu teori

Peplau atau teori hubungan interpersonal. Teori hubungan interpersonal

merupakan teori yang mengutamakan pada keterkaitan antara perawat

dan pasien. Konsep hubungan interpersonal Peplau memberikan

kerangka kontekstual untuk memahami praktik keperawatan terutama


44

komunikasi dan membangun hubungan dengan pasien-pasien (Sheldon,

2014).

Menurut Peplau, keperawatan adalah terapeutik yaitu satu seni

menyembuhkan, menolong individu yang sakit atau membutuhkan

pelayanan kesehatan. Keperawatan dapat dipandang sebagai satu proses

interpersonal karena melibatkan interaksi antara dua atau lebih individu

dengan tujuan yang sama. Dalam keperawatan tujuan bersama ini akan

mendorong kearah proses terapeutik di mana perawat dan pasien saling

menghormati satu dengan yang lain sebagai individu, kedua-duanya

mereka belajar dan berkembang sebagai hasil dari interaksi. Ketika

perawat dan pasien mengidentifikasi satu masalah pertama kalinya dan

mulai fokus pada tindakan yang tepat, pendekatan yang dilakukan

melalui perbedaan latar belakang dan keunikan individu. Setiap individu

dapat pandang sebagai satu struktur yang unik bio- psiko- sosial-

spiritual yang satu dengan yang lain tidak bertentangan (Bello, 2017).

Model konsep dan teori keperawatan Peplau berfokus pada

individu, perawat dan proses interaktif (Peplau, 1952). Setiap individu

telah belajar dari lingkungan, adat istiadat, kebiasaan, dan kepercayaan

yang berbeda yang membentuk budaya individu tersebut. Setiap orang

datang dari (pemikiran) sudut pandang yang berbeda sehingga

mempengaruhi persepsi dan perbedaan persepsi ini sangat penting dalam

proses interpersonal. Sebagai tambahan bagi perawat dari latar belakang

pendidikan, yang mengerti tentang teori perkembangan, konsep adaptasi

kehidupan, respon konflik, juga wawasan yang luas tentang peran


45

keperawatan profesional dalam proses hubungan interpersonal (Sheldon,

2014).

Sebagai perawat dan pasien yang berhubungan terus harus

mengerti peran masing- masing dan faktor sekitar yang meningkatkan

masalah hingga keduanya saling berbagi atau berkolaborasi dalam

mencapai tujuan bersama. Sebagai perawat ialah mengarahkan pasien

untuk penyelesaian masalah yang dihadapi setiap hari, sehingga metode

dan prinsip- prinsip yang digunakan dalam berpraktik secara profesional

akan meningkat secara efektif (Sheldon, 2014).

b. Tahapan Hubungan Interpersonal Menurut Peplau dalam Keperawatan

Model konsep dan teori keperawatan yang dijelaskan oleh Peplau

menjelaskan tentang mampuan dalam memahami diri sendiri dan orang

lain yang menggunakan dasar hubungan antar manusia yang mencakup 4

komponen :

a.) Klien

Klien adalah sistem perkembangan biokimia, fisiologis,

interpersonal, dan karakteristik kebutuhan, selalu berusaha untuk

memenuhi kebutuhan mereka dan mengintegrasikan pembelajaran

pengalaman. Klien adalah subjek yang secara langsung dipengaruhi

oleh proses interpersonal.

b.) Perawat

Perawat berperan dalam mengatur tujuan dan proses interaksi

interpersonal partisipatif dengan pasien yang menumbuhkan

hubungan saling percaya antara perawat dan pasien, sedangkan


46

pasien mengontrol apa yang ditargetkan. Artinya bagi pasien,

perawat bertindak sebagai mitra, pendidik, tenaga narasumber,

pengasuh pengganti, pemimpin, dan penasihat tergantung pada

tahap proses interpersonal. Pendidik atau tujuan kedewasaan

bertujuan untuk meningkatkan gerak progresif dan kepribadian

seseorang dalam menciptakan, membangun, dan membentuk

kepribadian dan bersosial. individu dalam berkreativitas,

membentuk pribadi dan cara hidup bersosial di masyarakat.

Model konseptual dan teori keperawatan yang dijelaskan oleh Peplau

menjelaskan kemampuan untuk memahami diri sendiri dan orang lain

menggunakan dasar hubungan interpersonal, termasuk proses interpersonal,

perawat-klien, dan masalah kecemasan yang timbul dari penyakit. Peplau

mengidentifikasi empat tahap hubungan perawat-pasien, masing-masing

dengan karakteristiknya sendiri yang lebih spesifik. Fase-fase ini bersifat

terapeutik dan berfokus pada interaksi interpersonal yaitu fase orientasi, fase

identifikasi, fase eksploitasi, dan fase resolusi (Sheldon, 2014 & Bello,

2017)

1. Fase Orientasi

Fase orientasi merupakan fase menentukan atau menemukan

masalah. Dalam fase ini perawat dan pasien belum mengenal,

sehingga penting sekali berkolaborasi atau bekerja sama dengan

pasien dan keluarga. Dalam mengidentifikasi situasi, menganalisi,

mengenali, memperjelas, menentukan masalah yang ada, kemudian

menentukan cara memecahkan masalah.


47

Penting dalam membangun fondasi untuk membangun

hubungan terapeutik. Fase ini terjadi awal pertama kali bertemu

pasien. Tugas perawat menyediakan informasi yang adekuat dan

menjawab pertanyaan pasien. Saat bertemu pasien, perawat

memperkenalkan diri dengan nama dan status profesionalnya.

Perkenalan yang baik ini dapat meningkatkan hubungan antara

perawat dan pasien (Sheldon, 2014).

Setelah fase pengenalan, perawat menekankan tujuan dan sifat

hubungan. Perawat memberikan informasi tentang kontrak,

menjelaskan peran perawat dan tujuan hubungan. Perawat juga dapat

menanyakan apakah pasien memiliki pertanyaan (Sheldon, 2014 &

Bello, 2017). Fase ini secara umum untuk membangun hubungan yang

terapeutik dengan pasien dan keluarga. Perawat dapat mempromosikan

sikap saling percaya, empati, menciptakan suasana menyenangkan dan

memahami kebutuhan pasien (Alishahi et al., 2017).

2. Fase Identifikasi

Fase ini merupakan fase yang mengawali fase kerja karena

dimulai ketika klien merasa kuat dengan mengungkapkan perasaannya

kepada perawat. Untuk itu, perawat harus melakukan eksplorasi

perasaan, membantu klien menghadapi masalah dan penyakitnya,

menguatkan pasien dan memberi kepuasan yang diperlukan secara

keseluruhan. Fase identifikasi merepukan fase penentu bantuan apa

yang diperlukan klien awal dari tahap kerja. Pasien dan perawat

bekerja sama untuk mengklarifikasi masalah dan menetapkan tujuan


48

spesifik untuk setiap masalah. Masalah kesehatan diidentifikasi

selama pengumpulan data dan intervensi keperawatan yang sesuai

dalam rencana asuhan keperawatan. Perawat membantu

mengeksplorasi perasaan pasien (ketakutan dan kecemasan),

mengidentifikasi kekuatan dan sumber daya pasien, mengarahkan

energi mereka ke perilaku yang positif; dan melibatkan pasien secara

aktif dalam perawatan Peplau, 1997, dikutip oleh ( Bello, 2017).

3. Fase Eksploitasi

Fase eksploitasi yaitu perawat memberikan pelayanan

keperawatan yang maksimal sesuai dengan kebutuhan klien. Pada fase

ini merupakan jalan keluar setelah identifikasi bersama pemahaman

terhadap masalah-masalah klien. Perawat dan klien mengenai

informasi-informasi tentang penyembuhan klien. Difase ini klien

dapat mengajukan pertanyaan pertanyaan pada perawat dan

menjelaskan dari perawat. Jadi eksploitasi adalah fase pemberian

bantuan kepada klien sebagai langkah pemecahan masalah. (Sheldon,

2014)

Perawat memandu pasien dalam penggunaan layanan kesehatan.

Fase kerja terjadi selama tahap eksploitasi. Intervensi keperawatan

(pertukaran informasi dan perawatan) diimplementasikan pada fase

ini. Hubungan terapeutik memungkinkan perawat dan pasien untuk

berkolaborasi bersama selama fase eksploitasi. Pasien menggunakan

kekuatan dan sumber dayanya untuk mendapatkan kembali kontrol

dan mengembangkan solusi Peplau, 1997 dikutip oleh Bello(2017).


49

4. Fase Resolusi

Fase resolusi atau fase terminasi adalah periode penting untuk

memutuskan kapan mengakhiri hubungan terapeutik. Pada fase

resolusi, masalah pasien telah diatasi dan pasien direncanakan pulang.

Bagian utama fase terminasi adalah perawat mengajari atau

mengedukasi pasien tentang manajemen gejala dan pemulihan di

rumah Peplau dalam Sheldon(2014).

Pada fase ini merupakan tahap terminasi fase dimana perawat

dan klien berkolabirasi untuk memecahkan masalah sehingga

hubungan terapeutik diantara mereka dapat berakhir (Bello, 2017).

c. Implementasi Teori Peplau

Pada awalnya, Peplau mengembangkan teorinya sebagai bentuk

keprihatinannya terhadap praktik keperawatan “Custodial Care”,

sehingga sebagai perawat jiwa, melalui tulisannya dia kemudian

mempublikasikan teorinya mengenai hubungan interpersonal dalam

keperawatan. Di mana dalam memberikan asuhan keperawatan

ditekankan pada perawatan yang bersifat terapeutik. Aplikasi yang dapat

kita lihat secara nyata, yaitu pada saat klien mencari bantuan, pertama

perawat mendiskusikan masalah dan menjelaskan jenis pelayanan yang

tersedia. Dengan berkembangnya hubungan antara perawat dan klien

bersama- sama mendefinisikan masalah dan kemungkinan penyelesaian

masalahnya. Dari hubungan ini, klien mendapatkan keuntungan dengan

memanfaatkan pelayanan yang tersedia untuk memenuhi kebutuhannya

dan perawat membantu klien dalam hal menurunkan kecemasan yang

berhubungan dengan masalah kesehatannya (Sheldon, 2014)


50

Teori Peplau merupakan teori yang unik di mana hubungan

kolaborasi perawat klien membentuk suatu “kekuatan mendewasakan”

melalui hubungan interpersonal yang efektif dalam membantu

pemenuhan kebutuhan klien. Ketika kebutuhan dasar telah diatasi,

kebutuhan yang baru mungkin muncul. Hubungan interpesonal perawat

klien digambarkan sebagai fase-fase yang saling tumpang tindih seperti

berikut ini orientasi, identifikasi, eksploitasi, dan resolusi. Teori dan

gagasan Peplau dikembangkan untuk memberikan bentuk praktik

keperawatan jiwa. Penelitian keperawatan tentang kecemasan, empati,

instrument perilaku, dan instrument untuk mengevaluasi respon verbal

dihasilkan dari model konseptual Peplau (Bello, 2017).


51

2.2 Kerangka Teori


Klien Remaja Santri
Perawat
Hubungan Interpersonal 1. Nilai-nilai Santri
1. Nilai Perawat
2. Budaya Santri
2. Budaya Perawat
3. Pengalaman Santri
3. Pengalaman Perawat

Orientasi Resolusi
Identifikasi Eksploitasi
Setelah dilakukan positive
Harga Diri Rendah Positive self-talk training
self-talk training
(pelatihan berbicara positif
Faktor yang mempengaruhi harga
Komitmen antara harapannya anggota
dengan diri sendiri) dengan
diri rendah :
pasien dan perawat mampu :
tahapan berikut :
1. Lingkungan keluarga
dalam meningkatkan
1. Tahap mendengarkan sel-talk 1. Anggota saling
2. Lingkungan sosial
harga diri rendah
2. Tahap menuliskan self-talk memotivasi
3. Kegagalan berulangkali
3. Tahap mengubah self -talk 2. Mampu menerapkan
4. Ketergantungan terhadap Harga Diri Meningkat
untuk menghadapi
oranglain
Gambar 2.1 Kerangka Teori Pengaruh Positive Self-Talk Training dengan Menggunakan Pendekatan Teori Hildegard E. Peplau Terhadap Peningkatan
Harga Diri Remaja Santri di Asrama III Nusantara Pondok Pesantren Darul ‘Ulum
BAB 3

KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS

3.1 Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual dalam penelitian ini terdiri dari dua variabel

yaitu satu variabel independen, satu variabel dependen. Positive Self-Talk

Training sebagai variabel independen dan peningkatan harga diri remaja

santri di Asrama III Nusantara sebagai variabel dependen. Kerangka konsep

dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:

Variabel Independen Variabel Dependen

Positive Self-Talk Peningkatan Harga


Diri

Training
Variabel Perancu
Keterangan :
1) Jenis kelamin
: Diteliti 2) Intelegensi
: Tidak diteliti 3) Kondisi fisik
4) Lingkungan keluarga
5) Lingkungan sosial

Gambar 3.1 Kerangka Konseptual Pengaruh Positive Self-Talk Training Terhadap


Peningkatan Harga Diri Remaja Santri di Asrama III Nusantara Pondok
Pesantren Darul ‘UlumUlum

52
53

3.2 Hipotesis Penelitian

Hipotesis penelitian adalah jawaban sementara terhadap rumusan

masalah penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan

dalam bentuk pernyataan (Notoatmodjo, 2016). Hipotesis penelitian ini

adalah ada pengaruh signifikan positive self-talk training terhadap

peningkatan harga diri remaja santri di Asrama III Nusantara Pondok

Pesantren Darul ‘Ulum.


BAB 4

METODOLOGI PENELITIAN

Metodologi penelitian adalah cara untuk memecahkan masalah menurut

metode keilmuaan (Nurusalam, 2016). Pada bab ini akan membahas tentang

desain penelitian, kerangka kerja, populasi, sampel, sampling, identifikasi variabel

dan difinisi oprasional, instrumen penelitian, lokasi penelitian dan waktu

penelitian, prosedur pengambilan dan pengumpulan data, analisis data, dan etika

penelitian.

4.1 Desain Penelitian

Desain penelitian adalah strategi untuk mendapatkan data yang

dibutuhkan untuk keperluan pengujian hipotesis atau untuk menjawab

pernyataan peneliti serta sebagai alat untuk mengontrol atau mengendalikan

berbagai variabel yang berpengaruh pada penelitian (Nurusalam, 2016).

Desain atau rancangan penelitian adalah sesuatu yang sangat penting dalam

penelitian, memungkinkan pengontrolan maksimal beberapa faktor yang

dapat mempengaruhi akurasi suatu hasil. Istilah rancangan penelitian

digunakan dalam dua hal; pertama, rancangan penelitian merupakan suatu

strategi penelitian dalam mengidentifikasi permasalahan sebelum

perencanaan akhir pengumpulan data; dan kedua rancangan penenlitian

digunakan untuk mendefinisikan struktur penelitian yang akan dilaksanakan

(Nurusalam, 2016).

Berdasarkan tujuan, peneliti menggunakan metode penelitian Pre

Eksperiment pendekatan One Group Pre-Post Test Design, jenis penelitian

yang dilakukan untuk mengungkap pengaruh perlakuan dengan cara tidak

54
55

dilakukan randomisasi sampel dan tidak adanya kontrol. Dalam rancangan

ini, peneliti menganalisis pengaruh positive self-talk training terhadap

peningkatan harga diri pada remaja santri di Asrama 3.

Tabel 4.1 Tabel Desain Penelitian Pre Experiment


Subjek Pra Tes Perlakuan Post-Tes
K-A O I O1-A
Time 1 Time 2 Time 3

Keterangan
K-A : Subjek perlakuan (Remaja)

I : Intervensi (Positive Self-Talk Training terhadap

peningkatan harga diri )

O : Observasi harga diri sebelum Positive Self-Talk Training

O1 (A) : Observasi harga diri setelah diberikan Positive Self-Talk

Training terhadap peningkatan harga diri.

4.2 Kerangka Kerja

Kerangka kerja merupakan langkah-langkah dalam aktivitas ilmiah,

mulai dari penetapan populasi, sampel dan seterusnya, yaitu kegiatan sejak

awal dilaksanakan penelitian (Nurusalam, 2016).


56

Desain Penelitian
Pre Eksperiment dengan desain one group pre-post test
design

Populasi
41 Remaja Yang Tinggal di Asrama III Nusantara Pondok Pesantren Darul
‘Ulum Jombang yang mengalami harga diri rendah

Sampel
30 Remaja Asrama III Nusantara Pondok Pesantren Darul ‘Ulum
Jombang

Teknik Sampling : Purposive Sampling

Pre-test : Kuisioner
Rosenberg Self-esteem
Scale

Dilakukan Positive Self-Talk


Training Terhadap
Peningkatan Harga Diri

Post- test : Kuisioner


Rosenberg Self-esteem
Scale

Analisa data menggunakan Uji Wilcoxon

H̥̥ ₀ di tolak (p<0,05) H₀ di terima (p> 0,05)

Penyajian hasil penelitian

Kesimpulan dan saran

Gambar 4.1 Kerangka Kerja Pengaruh Positive Self-Talk Training Terhada Peningkatan
Harga Diri Remaja Santri di Asrama III Nusantara Pondok Pesantren Darul ‘Ulum
57

4.3 Populasi, Sampel dan Teknik Sampling

4.3.1 Populasi

Populasi dalam penelitian adalah subjek yang memenuhi kriteria

yang telah ditetapkan (Nurusalam, 2016). Populasi adalah keseluruhan

objek penelitian atau objek yang akan diteliti (Notoatmodjo, 2016).

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: objek atau subjek

yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan

oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya

(Sugiyono, 2016). Populasi penelitian ini adalah remaja santri yang

tinggal di Asrama III Nusantara Pondok Pesantren Darul ‘Ulum

Jombang sejumlah 41 santri.

4.3.2 Sampel

Sampel adalah objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh

populasi (Notoatmodjo, 2016). Sampel terdiri dari bagian populasi

terjangkau yang dipergunakan sebagai subjek penelitian melalui

sampling (Nurusalam, 2016). Pada dasarnya ada dua syarat yang harus

dipenuhi saat menentukan sampel, yaitu representatif (mewakili) dan

sampel harus sudah banyak. Penentuan kriteria sampel sangat

membantu peneliti untuk mengurangi bias hasil penelitian. Kriteria

sampel dapat dibedakan menjadi dua bagian yaitu: inklusi dan eksklusi.
58

a. Kriteria Inklusi

Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subjek penelitian dari

suatu populasi target yang terjangkau dan akan diteliti. Kriteria

Inklusi dalam penelitian adalah :

1) Remaja santri yang tinggal di Asrama III Nusantara .

2) Remaja santri yang bersedia menjadi responden.

b. Kriteria Eksklusi

Kriteria eksklusi adalah menghilangkan atau mengeluarkan subjek

yang memenuhi kriteria inklusi karena berbagai sebab. Kriteria

Ekslusi dalam penelitian adalah :

1) Remaja santri yang mengisi kuisioner secara tidak lengkap


2) Remaja santri yang tidak mengikuti sesi positive self-talk
training secara berkelanjutan

Dalam penelitian ini peneliti mempersempit popolasi yaitu jumlah

santri yang mengalami harga diri rendah sebanyak 41 remaja santri

dengan menghitung ukuran sampel yang dilakukan dengan

menggunakan tehnik Slovin (Sugiyono, 2016). Adapun penelitian ini

menggunakan rumus Slovin karena dalam penarikan sampel, jumlahnya

harus representative agar hasil penelitian dapat digeneralisasikan dan

penghitungannya pun tidak memerlukan tabel jumlah sampel, namun

dapat dilakukan dengan rumus dan perhitungan sederhana.


59

Rumus Slovin untuk menentukan sampel adalah sebagai berikut :

N
n= 2
1+ N (e)

Keterangan :

n = Ukuran sampel/jumlah responden

N = Ukuran populasi

E = Presentase kelonggaran ketelitian kesalahan pengambilan sampel

yang masihbisa ditolerir; e=0,1

Dalam rumus Slovin ada ketentuan sebagai berikut:

Nilai e = 0,1 (10%) untuk populasi dalam jumlah besar

Nilai e = 0,2 (20%) untuk populasi dalam jumlah kecil

Jadi rentang sampel yang dapat diambil dari teknik Solvin adalah antara

10-20 % dari populasi penelitian.

Jumlah populasi dalam penelitian ini adalah sebanyak 41 santri,

sehingga presentase kelonggaran yang digunakan adalah 20% dan hasil

perhitungan dapat dibulatkan untuk mencapai kesesuaian. Maka untuk

mengetahui sampel penelitian, dengan perhitungan sebagai berikut:

41
n= 2
1+ 41(10)

41
n= = 29,7 : disesuaikan oleh peneliti menjadi 30 responden
1, 41

Berdasarkan perhitungan diatas sampel yang mejadi responden

dalam penelitian ini di sesuaikan menjadi sebanyak 30 remaja santri


60

baru di Asrama III Nusantara Pondok Pesantren Darul Ulum Jombang

yang mengalami harga diri rendah.

4.3.3 Sampling

Sampling adalah proses penyeleksi populasi yang dapat mewakili

populasi yang ada. Teknik sampling merupakan cara-cara yang ditempuh

dalam pengambilan sampel, agar memperoleh sampel yang benar-benar

sesuai dengan keseluruhan subjek penelitian (Nurusalam, 2016). Teknik

sampling pada penelitian ini menggunakan nonprobability sampling

(purposive sampling) yaitu suatu teknik penetapan sampel dengan cara

memilih sampel di antara populasi yang sesuai dengan kehendak peneliti.

4.4 Identifikasi Variabel dan Definisi Operasional


4.4.1 Identifikasi Variabel

Variabel penelitian adalah perilaku atau karakteristik yang

memberikan nilai beda terhadap sesuatu (benda, manusia dan lain-

lain). Penelitian ini terdiri dari variabel independent dan dependent.

1. Variabel Independent (Bebas)

Variabel independent adalah variabel yang mempengaruhi

atau nilainya yang menentukan varabel lain. Variabel bebas

biasanya dimanipulasi, diamati dan diukur untuk diketahui

hubungannya atau pengaruhnya terhadap variabel lain

(Nurusalam, 2016). Variabel independent dalam penelitian ini

adalah positive self-talk trainig


61

2. Variabel Dependent (Terikat)

Variabel dependen adalah variabel yang dipengaruhi

nilainya ditentukan oleh variabel lain. Variabel dependent

adalah variabel respons atau output, sebagai variabel respon

yang berarti variabel ini akan muncul sebagai akibat dari

manipulasi suatu variabel independent (Nurusalam, 2016).

Variabel dependent dalam penelitian ini adalah harga diri

4.4.2 Definisi Operasional

Definisi operasional adalah menjelaskan semua variabel dan

istilah yang akan digunakan dalam penelitian secara operasional,

sehingga mempermudah pembaca/ penguji dalam mengartikan makna

penelitian (Nurusalam, 2016).

Tabel 4.2 Definisi Operasional Pengaruh Self-Talk Terhadap Peningkatan


Harga Diri Remaja di Asrama III Nusantara Pondok Pesantren Darul
‘Ulum
Variabel Definisi Parameter Alat Skala Skor
Operasional Ukur
Variabel Positive Self-Talk 1. Positive SOP
Independen : Training adalah Self-Talk
Positive suatu pelatihan Training
Self-Talk yang digunakan terdiri
Training untuk berbicara dari 4 fase
kepada dirinya :
sendiri yang a. Fase
dilakukan dengan pembentukan
mengucapkan ,
kata-kata atau b. Fase
kalimat yang peralihan
62

positif. c. Fase kegiatan


d. Fase
terminasi
Variabel Harga diri Tingkat harga diri Kuesione Ordinal 1.
dependen : merupakan ditentukan dengan : r H
Harga Diri evaluasi 1. Rosenber ar
(Harga diri) seseorang dalam Pengharga g’s harga g
menilai dirinya an diri : diri scale a
sendiri, yakni pada di
seberapa puas kuesioner ri
seseorang dengan nomor ti
dirinya sendiri soal 3, 4, n
6, 9, dan 7 g
2. gi
Penerimaa (
n diri : ≥
pada 2
kuesionel 0)
nomor
soal 2, 1, 2.
8, 10, dan H
5 ar
g
a
di
ri
re
n
d
a
h
(
63

<
2
0)

4.5 Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah suatu alat yang digunakan untuk

mengukur fenomena alam maupun sosial yang diamati (Sugiyono, 2016).

Dalam penelitian ini menggunakan instrumen penelitian kuesioner

Instrumen dalam penelitian ini untuk mengukur tingkat harga diri (harga

diri) para remaja santri asrama III Nusantara Pondok Pesantren Darul Ulum

Jombang, dalam bentuk kuesioner. Pada penelitian ini peneliti

menggunakan kuisioner yang diadopsi dari Rasiman (2013). Instrumen

penelitian yang digunakan berupa angket tertutup dan langsung berbentuk

skala Likert. Skala yang dibuat menggunakan pilihan Sangat Setuju(SS),

Setuju(S), Tidak Setuju(TS), dan Sangat Tidak Setuju(STS). Angket

tertutup dimaksudkan angket tersebut telah disediakan jawabannya,

sehingga responden tinggal memilih jawabannya dan langsung karena

responden langsung menjawab tentang dirinya.

Harga diri seseorang bisa tergolong harga diri tinggi dan harga diri

rendah. Harga diri dapat diukur dengan RSES yang terdiri dari pertanyaan,

setiap pertanyaan memiliki skor masing-masing. Untuk item pernyataan

nomor 1, 2, 4, 6 dan 7 pada pernyataan favourable menunjukan indikasi

bahwa subjek mendukung objek sikap, sedangkan untuk item pernyataan

nomor 3, 5, 8, 9 dan 10 pernyataan unfavorable menunjukan indikasi

bahwa subjek tidak mendukung objek sikap. Semakin tinggi total skor
64

yang diperoleh mengindikasikan bahwa semakin tinggi pula tingkat harga

diri seseorang (Rasiman, 2013). Harga diri dikategorikan menjadi 2 yaitu

harga diri tinggi jika skor jawaban responden pada kuesioner ≥20, dan

harga diri rendah jika skor responden <20 (Nelfice, et al., 2014).

Kuesioner Rosenberg Self-esteem Scale (RSES) yang dikembangkan

oleh Rosenberg ini merupakan kuesiner baku yang sudah di uji validitas

dan reliabelitas sebelumnya. Dengan hasil uji validitas 10 pertanyaan dari

instrumen yaitu item 1=0,85; item 2=0,678; item 3=0,696; item 4=0,681;

item 5=0,705; item 6=0,69; item 7=0,681; 8=0,696; item 9;0,682; item

10=0,703. Sehingga butir tersebut dinyatakan valid semua. Sedangkan

hasil dari uji reabilitas dari instrumen tersebut keseluruhan instrumen

bernilai 0,713 karena nilai Alpha Cronbach lebih dari atau sama dengan

0,60, sehingga dapat disimpulakan bahwa instrumen tersebut mempunyai

reliabilitas yang baik (Rasiman, 2013).

Tabel 4.3 Kisi-kisi Soal Kuesioner RSES


Nomor Butir
No Aspek Dimensi Total
favourable unfavourable
a) Akedemik - 3
b)Sosial 4 -
Penghargaan
1) c)Emosi 6 - 5
diri
d)Keluarga - 9
e)Fisik 7 -
2) Penerimaan a)Akedemik 2 - 5
diri b)Sosial 1 -
c)Emosi - 8
65

d)Keluarga - 10
e)Fisik - 5
Total 10

4.6 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Asrama III Nusantara Pondok Pesantren

Darul ‘Ulum Jombang pada bulan Mei sampai dengan Juli 2022.

4.7 Prosedur Pengambilan dan Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, prosedur pengambilan data yang diterapkan

adalah sebagai berikut:

4.7.1 Prosedur Pengambilan Data

Pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan kepada subjek dan

proses pengumpulan karakteristik subjek yang diperlukan dalam suatu

penelitian (Nurusalam, 2016).

1) Dalam melakukan penelitian ini, mengajukan permohonan izin kepada

Pengasuh Asrama III Nusantara Pondok Pesantren Darul ‘Ulum

Jombang atas persetujuan pihak pendidikan Program Studi S1

Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan Unipdu Jombang

2) Setelah mendapat persetujuan dari pihak terkait, peneliti melakukan

pendekatan kepada remaja santri dan ustadzah yang berada di Asrama

III Nusantara Pondok Pesantren Darul ‘Ulum Jombang dengan

melakukan skrining responden untuk mengetahui remaja santri

sebagai sampel sejumlah 30 santri


66

3) Setelah peneliti melakukan seminar proposal kemudian peneliti

mengajukan permohonan kepada Komisi Etik Unipdu untuk meminta

persetujuan kelayakan melakukan penelitian. Setelah itu baru

melakukan pengumpulan data.

4) Peneliti meminta persetujuan kepada responden untuk menjadi

responden penelitian, setelah mendapat persetujuan menjadi

responden selanjutnya dilakukan intervensi

4.7.2 Pengumpulan Data

Pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan pada subjek dan

proses pengumpulan karateristik subek yang diperlukan dalam suatu

penelitian (Nurusalam, 2016). Dalam pengumpulan data ini peneliti dimulai

dengan mengumpulkan data umum kemudian dilanjutkan dengan data

khusus, selanjutnya mengobservasi.

Metode pengumpulan data yang peneliti gunakan, yaitu :

1) Langkah awal peneliti mengumpulkan responden di Ruang Aula

Asrama 3 Nusantara Pondok Pesantren Darul ‘Ulum

2) Peneliti mengecek kehadiran seluruh calon responden

3) Peneliti menjelaskan tujuan dan proses pelaksanaan penelitian

4) Peneliti meminta persetujuan responden dengan memberikan

lembar informen consent

5) Peneliti mengukur tingkat harga diri dengan mengkaji dan

menanyakan menggunakan kuisioner RSES sebelum diberikan

perlakuan Positive Self-Talk Training terhadap responden


67

6) Perlakuan yang diberikan Positive Self-Talk Training Terhadap

Peningkatan Harga Diri yang sesuai dengan SOP. Seluruh sampel

di bagi menjadi 5 kelompok, masing-masing kelompok diberikan

perlakuan, selama 40-60 menit.

7) Perlakuan yang diberikan juga dilakukan menggunakan daily

journal positive self-talk training sesuai dengan SOP

8) Kemudian peneliti mengkaji dengan menggunakan kuesioner dan

daily journal setelah perlakukan

9) Pelatihan akan dilakukan peneliti terhadap responden setelah

persetujuan dari pihak Komisi Etik

10) Pelatihan dilakukan selama 4x dalam seminggu dan dilakukan 60

menit setiap pertemuan

11) Setiap pertemuan dilakukan degan beberapa tahapan positif self-

talk training dengan maksimal waktu 60 menit selama satu

pertemuan

12) Diawali dengan tahapan orientasi menyebutkan nama, tujuan,

prosedur dan kontrak waktu

13) Setiap tahapan positif self-talk training menggunakan media daily

journal dari mengisi lembar semua tentang diriku, catatan

harianku, kekurangan dalam diriku, kelebihan dalam diriku,

laporan kegiatan mingguan, kegiatan yang tidak dikerjakan sesuai

rencana, hariku yang sempurna, hal-hal yang paling kamu syukuri

dalam hidup, membaca kalimat dan sikap assertif di daily journal.


68

14) Peneliti mendokumentasi hasil kegiatan dengan mencatat dibuku

keperawatan, foto dan video setiap ekspresi klien sebelum dan

sesudah diberikan positif self-talk training.

15) Setelah perlakuan positif self-talk training peneliti memberikan

kuisioner RSES untuk mengukur tingkat harga diri setelah

dilakukan perlakuan.

4.7.3 Pengolahan Data

Proses pengolahan data dikutip dari (Hidayati, 2014) terdapat

langkah-langkah yang harus ditempuh, diantaranya:

1) Coding

Coding merupakan kegiatan pemberian kode numerik (angka)

terhadap data yang terdiri dari beberapa kategori. Pemberian kode

merupakan hal yang sangat penting apabila pengolahan dan analisa

data menggunakan komputer. Biasanya dalam pemberian kode dibuat

juga daftar kode dan artinya dalam satu buku (codebook) untuk

memudahkan kembali meliat lokasi dan arti suatu kode dari suatu

variabel.

Pada penelitian ini di dalam kuesioner telah dicantumkan

masing-masing kode yaitu, jawaban “Sangat Setuju” (SS) diberi kode

4, “Setuju”(S) diberi kode 3, “Tidak Setuju”(ST) diberi kode 2,

“Sangat Tidak Setuju”(STS) diberi kode 1.

2) Editing

Editing adalah upaya untuk memeriksa kembali kebenaran data

yang diperoleh atau dikumpulkan. Editing dapat dilakukan pada tahap


69

pengumpulan data atau setelah data terkumpul. Peneliti meneliti

kembali kuesioner yang telah di isi oleh responden untuk melihat

apabila terdapat kesalahan dalam penulisan kemudian menyunting

sebelum data di entry ke dalam komputer.

3) Entry Data

Entry data adalah kegiatan memasukkan data yang telah

dikumpulkan ke dalam master tabel atau database komputer,

kemudian membuat distribusi frekuensi sederhana atau dengan

membuat tabel kontingensi.

Setelah semua kuesioner terisi dan telah dilakukan pengkodingan,

langkah selanjutnya ialah memproses data agar dianalisis. Pemrosesan data

dilakukan dengan meng-entry data dari kuesioner kedalam komputer

dengan kode yang telah ditetapkan. Memasukkan tiap-tiap kode

pertanyaan dalam komputer agar dapat dilihat hasilnya.

4) Tabulating

Tabulating adalah kegiatan mengecek atau melihat kembali data

yang sudah di entry agar tidak ada kesalahan.

4.8 Analisis Data

Analisa data merupakan bagian yang sangat penting untuk mencapai

tujuan, dimana tujuan pokok penelitian adalah menjawab pertanyaan-

pertanyaan penelitian mengungkapkan fenomena (Nurusalam, 2016).


70

4.8.1 Analisa Univariat

Analisa univariat adalah menganalisis variabel-variabel yang ada

dengan deskriptif dengan menghitung distribusi frekuensi proporsinya untuk

mengetahui karakteristik dari subjek penelitian (Notoatmodjo, 2016).

Variabel dependen harga diri sebelum dan setelah diberikan

Positive Self-talk Training. Masing-masing variabel diteliti dan diberi

skor kemudian dilakukan berbandingan nilai antara sebelum dan

sesudah perlakuan. Pada pernyataan favourable tingkat penilaian :

jawaban SS memiliki skor 3, S memiliki skor 2, TS memiliki skor 1 dan

STS meiliki skor 0, sedangkan pernyataan unfavorable tingkat penilaian

: jawaban SS memiliki skor 0, S memiliki skor 1, TS memiliki skor 2

dan STS memiliki skor 4. Menurut (Arikunto, 2010) hasil yang sudah

terkumpul akan kesimpulan dengan rumus :

Keterangan :
N : Nilai yang didapat
NH : Nilai hasil
NK : Nilai kumulatif
Dengan kategori :
N = NH / NK x 100%
0% : tidak satupun responden
1-25% : sebagian kecil
26-49% : hampir setengahnya
50% : setengahnya
51-75% : sebagian besar
76-99% : hampir seluruhnya
100% : seluruhnya
71

4.8.2 Analisis Bivariat

Analisis bivariat adalah untuk mengetahui hubungan antara variabel-

variabel independen dan dependen (Notoatmodjo, 2012). Tujuan analisis

bivariat ini adalah untuk mengetahui hubungan antara variabel

independent dan dependent dalam penelitian ini variabel dependen harga

diri pada remaja santri di Asrama III Nusantara Pondok Pesantren Tinggi

Darul Ulum sebelum diberikan Positive Self-Talk Training dan di

bandingkan dengan harga diri pada remaja santri di Asrama III Nusantara

Pondok Pesantren Tinggi Darul Ulum sesudah diberikan Positive Self-Talk

Training.

Pada penelitian ini digunakan uji Wilcoxon Signed Rank Test yaitu uji

nonparametris untuk mengukur signifikansi perbedaan antara 2 kelompok

data berpasangan Ordinal atau interval tetapi berdistribusi tidak normal.

Uji hipotesis yang digunakan adalah dengan menggunakan teknik

komputerisasi dengan uji Wilcoxon Signed Rank Test dengan

menggunakan tingkat kemaknaan α=0,05 bila hasil yang diperoleh α<0,05

maka H0 ditolak berarti adanya pengaruh Positive Self-Talk Training

Terhadap Peningkatan Harga Diri remaja santri di Asrama III Nusantara

Pondok Pesantren Tinggi Darul ‘Ulum.

4.9 Etika Penelitian

Sebelum penelitian dilaksanakan, sebelumnya peneliti telah mengikuti uji

etik di Komisi Etik Penelitian Universitas Pesantren Tinggi Darul ‘Ulum

Jombang. Kemudian peneliti meminta ijin langsung kepada Pengasuh Asrama

III Nusantara Pondok Pesantren Darul ‘Ulum Jombang dan responden yang
72

akan diteliti sebelum dilakukan penelitian. Untuk mendapatkan persetujuan

dengan masalah etika meliputi : 009.22/KEP.Unidu/4/2022

4.9.1 Lembar Persetujuan (Informed Consent)

Lembar persetujuan diberikan kepada subjek yang akan diteliti

kemudian peneliti menjelaskan kepada responden mengenai maksud dan

tujuan penelitian yang dilakukan serta dampak yang akan terjadi. Jika

responden bersedia maka harus bersedia menandatangani lembar

persetujuan tersebut, jika menolak maka peneliti tidak boleh memaksa dan

harus tetap menghormati hak-haknya.

4.9.2 Tanpa Nama (Anonymity)

Untuk menjaga kerahasiaan identitas subyek penelitian, peneliti tidak

mencatumkan nama responden pada lembar kuisioner tersebut cukup dengan

memberi nomor/kode pada masing-masing lembar observasi tersebut.

4.9.3 Kerahasiaan (Confidentiality)

Kerahasiaan informasi yang diberikan oleh subyek dijamin peneliti.

Kerahasiaan yang dimaksud seperti data diri dan dokumentasi dari responden.

Nama dari responden hanya dituliskan inisial. Kemudian informasi tersebut

hanya akan dipublikasikan untuk keperluan akademik semata, setelah penelitian

ini berakhir maka inforsmai tersebut akan dimusnahkan.

4.9.4 Beneficiency dan Non Maleficiency

Dalam penelitian ini, perlakuan diberikan semata-mata untuk

memberikan manfaat pada respnden. Perlakuan pada semua proses


73

penelitian diterapkan dengan tidak menyebabkan cedera fisik maupun psikis

dan ditujukan untuk mendapatkan manfaat.

4.9.5 Keterbatasan Penelitian

Dalam penelitian ini, keterbatasan yang dihadapi oleh peneliti adalah

kemampuan peneliti yang berupa pertama kali melakukan penelitian, dan

memungkinkan banyak kekurangan, salah satunya pada pengambilan

teknik sampling penelitiaan ini menggunakan purposive sampling namun

untuk sesuai target seluruh responden baiknya menggunakan total

sampling.
BAB 5

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini diuraikan mengenai hasil penelitian tentang pengaruh positive

self-talk training terhadap peningkatan harga diri Remaja Santri di Asrama 3

Nusantara Pondok Pesantren Darul Ulum Jombang. Pengumpulan data dimulai

pada bulan Mei sampai dengan bulan Juli 2022 di Asrama 3 Nusantara Pondok

Pesantren Darul Ulum Jombang dengan penentuan responden secara purposive

sampling didapatkan 30 remaja. Tabulasi data dilakukan setelah data terkumpul

untuk mengetahui Pengaruh Positive Self-Talk Training terhadap harga diri pada

remaja di Asrama 3 Nusantara Pondok Pesantren Darul Ulum Jombang. Semua

data yang telah terkumpul diolah dengan menggunakan media komputerisasi

Pemberian kode dan tabulasi data dilakukan setelah data terkumpul untuk

mengetahui pengaruh positive self-talk training terhadap peningkatan harga diri

Remaja Santri di Asrama 3 Nusantara Pondok Pesantren Darul Ulum Jombang.

Semua data yang telah terkumpul diolah dengan program Statistic Product Servise

Solution (SPSS) dan menggunakan uji statistic Uji Wilcoxon dengan tingkat

kemaknaan <0,05 dikarenakan data berbentuk kategori. Sehingga hasil uji statistic

dapat diketahui ada tidaknya signifikan terhadap responden sebelum dan sesudah

dilakukan pengaruh Positive Self-Talk Training pada remaja santri dengan harga

diri rendah.

74
75

5.1 Hasil Penelitian


5.1.1 Gambaran Umum Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Asrama 3 Nusantara. Asrama ini

merupakan salah sat pondok putri yang terletak dikawasan Darul ‘Ulum

Jombang. Lokasi Asrama 3 Nusantara berada dekat dengan Asrama Al-

Khodijah dan Almasyhari dan Asrama 4. Asrama 3 Nusantara diasuh oleh

Ning Aini Arifatul Laila, Mpdi dan terdapat 15 ustadz dan ustadzah meliputi

6 ustadzah pembina dan terdapat 33 pengurus. Diasrama 3 Nusantara

terdapat 228 santri yang terdiri dari 94 santri tingkat SMP, 134 santri tingkat

SMA dan 20 santri tingkat mahasiswa.

Asrama 3 Nusantara terdapat dua kategori untuk para santri yang

pertama santri mukim yaitu santri yang tinggal dan menetap di Pondok

Pesantren. Dan yang kedua santri kalong yang berarti santri yang tidak

tinggal di Pesantren datang untuk belajar, ngaji kitab, tahfidz dan kegiatan

lain kemudian mereka pulang kerumahnya masing-masing setelah selesai

mengikuti kegiatan tersebut. Asrama 3 tempat santri tinggal berada dalam

lingkungan perkampungan dan berdekatan dengan kediaman Pak Kiai dan

Gus yang biasa disebut Ndalem, dimana lingkungan seperti ini

memudahkan dalam pengontrolan santri. Selain Asrama yang disediakan

untuk para santri, disana juga menyediakan masjid untuk tempat ibadah

serta ruangan untuk belajar dan untuk menyelenggarakan kegiatan-kegiatan

para santri. Jadwal kegiatan santri sangatlah padat tetapi para santri mulai

terbiasa mengikuti berbagai kegiatan yang ada di Asrama.


76

5.1.2 Karakteristik Demografi Responden

Data umum menyajikan karakteristik responden berdasarkan usia,

tingkat pendidikan, anggota tubuh yang tidak disukai, jumlah teman dekat,

hobi / bakat yang dimiliki, IMT (Indeks Masa Tubuh), riwayat penyakit 3

bulan yang lalu dan nilai semester remaja santri di Asrama 3 Nusantara.

Tabel 5.1 Karakteristik Responden

Karakteristik Frekuensi (n=30) Presentase

1. Usia
a. Remaja awal (12-15) 14 46,7 %
b. Remaja menengah 16 53,3%
(16-17)

Total 30 100%

2. Tingkat Pendidikan
a. SMP 13 43,3%
b. SMA 17 56,7%

Total 30 100%

3. Anggota Tubuh Yang Tidak


Disukai
a. Perut 4 13,3%
b. Pinggang 3 10%
c. Hidung 2 6,7%
d. Tidak Ada 21 70%

Total 30 100%

4. Jumlah Temen dekat


a. Di Asrama
1. ≤ 5 18 60%
2. > 5 12 40%
b. Di Sekolah
1. ≤ 5 16 53,3%
2. > 5 14 46,7%

Total 30 100%

5. Hobi/bakat yang dimiliki


a. Renang 2 6,7%
b. Membaca buku 14 46,7%
c. Menulis 3 10%
d. Menyanyi 5 16,7%
e. Volly 3 10%
f. Lainnya 3 10%
77

Karakteristik Frekuensi (n=30) Presentase

Total 30 100%

6. IMT 4 13,3%
a. Gemuk 21 70%
b. Normal 5 16,7%
c. Kurus

Total 30 100%

7. Nilai Semester
a. A ( Sangat Baik ) 16 53,3%
b. B ( Baik ) 14 46,7%

Total 30 100%

Sumber : Data Primer 2022

Berdasarkan tabel 5.1 didapatkan bahwa karakteristik responden,

mayoritas dalam penelitian ini berusia 16-17 tahun sebanyak 16 orang

dengan presentase (53,3%), Sebagian besar tingkat pendidikannya adalah

sekolah menengah atas (SMA) dengan jumlah 17 orang dengan presentase

(56,7%), dan sebanyak 13 orang dengan presentase (43,3%) tingkat

pendidikannya adalah sekolah menengah pertama (SMP), anggota tubuh

yang tidak disukai sebagian besar tidak ada dengan presentase (70%),

jumlah teman dekat sebagian besar di Asrama ≤5 dengan presentase (60%),

dan di Sekolah sebagian besar ≤5 (53,3%), hobi/bakat yang dimiliki

sebagian besar membaca buku dengan presentase (46,7%), IMT (Indeks

Masa Tubuh) sebagian besar terjadi pada responden dengan tubuh normal

dengan jumlah 21 orang dengan presentase (70%), dan untuk nilai semester

responden sebagian besar memiliki nilai A sebanyak 16 orang dengan

presentase (53,3%).
78

5.1.3 Data Khusus

Data khusus ini menyajikan hasil yang diperoleh tentang pengaruh

positive self-talk training terhadap harga diri remaja santri di Asrama 3

Nusantara Pondok Pesantren Darul ‘Ulum.

1. Tingkat harga diri sebelum dilakukan perlakuan positive self-talk

training

Tabel 5.2 Aspek tingkat harga diri sebelum dilakukan Positive Self-Talk

Training

Responden

NO. Tingkat Harga Diri


Jumlah Presentase (%)

1. Harga Diri Rendah 25 83,3 %

2. Harga Diri Tinggi 5 16,7 %

Total 30 100 %

Sumber : Data Primer 2022

Sebelum dilakukan Positive Self-talk Training kondisi responden

diketahui bahwa 5 orang dengan presentase (16,7%) mengalami

peningkatan harga diri tinggi dan sebanyak 25 orang dengan presentase

(83,3%) mengalami harga diri rendah dan kurang percaya diri dan kurang

puas dengan dirinya sendiri.


79

2. Tingkat harga diri sesudah dilakukan perlakuan positive self-talk

training

Tabel 5.3 Aspek tingkat harga diri sesudah dilakukan Positive Self-Talk
Training
Responden

NO. Tingkat Harga Diri


Jumlah Presentase (%)

1. Harga Diri Rendah 3 10 %

2. Harga Diri Tinggi 27 90%

Total 30 100 %

Sumber : Data Primer 2022

Terjadi perubahan pada aspek harga diri sesudah dilakukan Positive

Self-Talk Training pada responden, sebelum dilakukan perlakuan pada tabel

5.3 terdapat 5 orang dengan presentase (16,7%) mengalami peningkatan

harga diri dan setelah dilakukan perlakuan terjadi peningkatan harga diri

sebanyak 27 orang dengan presentase (90%), dan hanya 3 orang dengan

presentase (10%) yang masih mengalami harga diri rendah.


80

3. Pengaruh Positive Self-Talk Training Terhadap Peningkatan Harga

Diri

Tabel 5.4 Penyajian hasil uji wilcoxon pada remaja santri sebelum dan
sesudah dilakukan Positive Self-Talk Training
Sebelum Sesudah Median

F % F % Min-Max Mean Standar

Deviasi

Harga Diri Rendah 25 83,3% 3 10%

Harga Diri Tinggi 5 16,7% 27 90% 15(14-21) 15.97 2.251

Total 30 100% 30 100%


21(19-23) 21.83 1.234

Uji Wilcoxon Sign Ranks Signifikan (p) sebesar 0,00

Sumber : Data Primer 2022

Berdasarkan tabel 5.4 menunjukkan bahwa rerata nilai pretest adalah

15.97 yang berarti bahwa sebagian besar remaja santri mengalami harga diri

rendah, dengan presentase (83,3%) sebanyak 25 orang memiliki rentang

score <20 (harga diri rendah) dan ditandai dengan nilai median pada prepost

15 dengan minimum 14 maximum 21, dengan standar deviasi 2.251 yang

berarti data bersifat homogen karena nilainya lebih kecil jika dibandingkan

nilai mean, sedangkan nilai rerata postest adalah 21.83 yang menunjukkan

bahwa sebagian besar remaja santri mengalami peningkatan harga diri

dengan presentase (90%) sebanyak 27 orang memiliki rentang score >20

(harga diri tinggi) dan ditandai dengan nilai median pada posttest 21 dengan
81

minimum 19 maximum 23, dengan standar devisiasi 1.234 yang bersifat

homogen karena nilainya lebih kecil dibandingkan nilai mean.

Hasil analisa pengaruh positive self-talk training terhadap peningkatan

harga diri remaja santri menggunakan uji Wilcoxon didapatkan hasil sebagai

berikut. Berdasarkan hasil dari uji Wilcoxon didapatkan hasil p = 0,000

(<0,05) Hal ini menunjukkan bahwa nilai p <0,05 yang menunjukkan bahwa

ada pengaruh secara signifikan terhadap post perlakuan pengaruh positive

self-talk training terhadap peningkatan harga diri remaja santri di Asrama 3

Nusantara.

5.2 Hasil Penelitian


5.2.1 Tingkat Harga Diri sebelum diberikan intervensi Positive Self-Talk

Training Remaja Santri di Asrama 3 Nusantara

Hasil penelitian terhadap 30 responden sebelum diberikan intervensi

positive self-talk training didapatkan sebagian besar responden mengalami

harga diri rendah yaitu sebanyak 25 orang (83,3%) dengan nilai rerata

15.97 dan 5 orang lainnya mengalami penngkatan harga diri, hasil

karakteristik responden berdasarkan mayoritas dalam penelitian ini berusia

16 tahun sebanyak 15 orang dengan presentase (50%), Sebagian besar

tingkat pendidikannya adalah sekolah menengah atas (SMA) dengan

jumlah 17 orang dengan presentase (56,7%), dan sebanyak 13 orang

dengan presentase (43,3%) tingkat pendidikannya adalah Sekolah

Menengah Pertama (SMP), karakteristik anggota tubuh yang tidak disukai

sebagian besar tidak ada dengan presentase (70%) dikarenakan respondon

sebagian besar sudah merasa puas dengan anggota tubuh yang dimilikinya,
82

jumlah teman dekat responden di Asrama sebagian besar kurang dari 5

dengan presentase (60%), dan di sekolah sebagian besar juga kurang dari 5

(53,3%) dalam hal ini peran teman sebaya sangatlah penting karena sangat

mempengaruhi pembentukan harga dirinya, hobi/bakat yang dimiliki

sebagian besar membaca buku dengan presentase (46,7%).

Hobi/bakat ini sangat berkaitan dengan pembentukan harga diri jika

responden memiliki hobi/bakat responden akan mengalami feeling of

competence yaitu perasaan individu bahwa ia mampu melakukan sesuatu

untuk mencapai hasil yang diharapkan. Jika berhasil mencapai tujuannya

maka ia akan memberikan penilaian positif terhadap dirinya, merasa

percaya terhadap pikiran, perasaan, sehingga sangat mempengaruhi pada

peningkatan harga dirinya. IMT sebagian besar terjadi pada responden

dengan tubuh normal berjumlah 21 orang dengan presentase (70%) pada

IMT ini sangat berkaitan dengan pembentukan harga diri dikarenakan pada

masa remaja mengalami berbagai masalah yang ditandai dengan keinginan

memiliki bentuk tubuh yang ideal dan mengutamakan penampilan fisik,

sehingga dapat berpengaruh pada tingkat harga dirinya.

Dan untuk nilai semester responden sebagian besar memiliki nilai A

sebanyak 16 orang dengan presentase (53,3%) dari hasil penelitian

responden banyak yang memilih pernyataan favorable pada nomer 4 dan 5

pernyataan ini dipilih pada kolom SS (sangat setuju) dengan rentang score

3 yaitu: nomor 4) saya mampu mengerjakan sesuatu seperti yang dapat

dilakukan oranglain, 7) secara keseluruhan saya sangat puas dengan diri

saya, dan responden juga memilih pernyataan unfavorable nomer 5 yaitu:


83

5) saya merasa tidak memiliki banyak hal yang dapat saya banggakan

dalam diri saya dimana pernyataan ini dipilih pada kolom STS (sangat

tidak setuju) dengan rentang score 3 untuk menampik pernyataan negatif

yang melemahkan dirinya.

Positive Self-Talk Training adalah salah satu cara untuk

menumbuhkan pikiran positif, yaitu dengan positive self-talk (berbicara

positif dengan diri sendiri). Jeremy (Wulaningsih, 2016) mengatakan,

positive self-talk adalah segala yang dipikirkan, atau ucapan yang

dikatakan kepada diri sendiri yang bersifat positif. Individu yang selalu

mengatakan kalimat-kalimat positif kepada dirinya sendiri akan cenderung

memiliki pikiran yang positif (Hardy, 2019). Self-talk juga dapat

digunakan untuk mengatasi perfeksionisme, meregulasi emosi, dan

meningkatkan harga diri. Harga diri merupakan aspek yang sangat penting

dalam proses perkembangan diri remaja santri, karena dapat

mempengaruhi pengalaman emosional, tingkah laku di kemudian hari,

prestasi akademis, dan penyesuaian psikologisnya untuk jangka panjang.

(Sahrani, 2018).

Untuk itu harga diri sangat bergantung pada persepsi atau pola

pikir yang dijalani. Harga diri yang rendah dipengaruhi oleh persepsi atas

penilaian individu terhadap dirinya (Sahrani, 2018). Pola pikir remaja

santri yang belum tentu sepenuhnya benar ini dapat direkonstruksi menjadi

lebih positif melalui positif self-talk sehingga remaja santri dapat lebih

memiliki persepsi yang lebih baik terhadap dirinya. Menurut Buttler dan

Ottens (Isnaeni, 2018).


84

Hasil penelitian ini menunjukkan sebagian besar responden

mengalami harga diri rendah yang disebabkan oleh kurang puasnya

responden terhadap dirinya sendiri, responden juga belum bisa

mengindentifikasi hal-hal positif yang ada pada dirinya sendiri, mengubah

sudut pandang kearah positif dalam menghadapi masalah sehingga

menyebabkan responden mengalami harga diri rendah, kepercayaan diri

rendah serta kurang puasnya responden terhadap dirinya sendiri.

5.2.2 Tingkat Harga Diri sesudah diberikan intervensi Positive Self-Talk

Training Remaja Santri di Asrama 3 Nusantara

Perubahan nilai mean setelah diberikan intervensi positive self-

talk training menunjukkan peningkatan harga diri, dari 30 responden

hampir seluruh responden mengalami peningkatan harga diri secara

signifikan yaitu didapatkan rerata posttest meningkat menjadi 21.83

dengan jumlah responden sebesar 27 orang dengan presentase (90%) dan

tiga orang lainnya masih memiliki harga diri rendah dengan presentase

(10%) dikarenakan responden masih kurang puas dengan dirinya sendiri,

dan masih belum bisa mengidentifikasi hal-hal positif yang ada dalam

dirinya sendiri kemudian ketiga resonden tersebut lebih banyak memilih

pernyataan unfavorable dibanding pernyataan favorable sehingga

mempengaruhi rentang score harga diri <20 yang berarti tingkat harga diri

masih rendah.

Positive self-talk Training merupakan bagian dari pendekatan

REBT (Rational Emotif Behaviour Therapy) yaitu salah satu bentuk terapi

kognitif, emosi dan perilaku. Teori ini dicetuskan oleh Albert Ellis pada
85

tahun 1993. Ellis memandang manusia itu memiliki dua pikiran yaitu

pikiran irasional dan rasional. Ellis beranggapan bahwa seseorang mampu

untuk menumbuhkan hal yang positif dan melawan yang negatif. Dalam

pandangan Ellis individu tidak selamanya mengiyakan pola-pola yang

telah terkonstruksi di awal kehidupannya. Akan tetapi individu berhak

untuk mengubah mengembangkan keadaan dirinya (Erford, 2016).

Positive self-talk training akan diberikan dalam bentuk pelatihan.

Pelatihan merupakan proses pembelajaran yang lebih menekankan praktek

dengan menggunakan berbagai pendekatan, dengan tujuan untuk

meningkatkan kemampuan atau keterampilan pada suatu kelompok

(Santoso, 2021).

Harga diri diperoleh dari pengalaman diri dan berdasarkan pada

perasaan tentang kemampuan dan kekuatan untuk mengontrol kejadian-

kejadian yang menimpa individu. Harga diri terbentuk dari hasil penilaian

subjektif individu atas umpan balik yang diterima dari lingkungan, baik itu

hal yang positif maupun hal yang negatif. Dalam hal ini, lingkungan

banyak memberikan kontribusi. Pembentukan harga diri menurut Burns

(1979) mencakup dua proses, yaitu Evaluasi Diri (Self Evaluation) dan

Keberhargaan Diri (Self Worth). (Widodo & Pratitis, 2013)

Hasil penelitian ini membuktikan bahwa terdapat pengaruh yang

signifikan setelah diberikan intervensi positive self-talk training terhadap

peningkatan harga diri remaja santri di Asrama 3 Nusantara Pondok

Pesantren Darul ‘Ulum Jombang.


86

5.2.3 Pengaruh Positive Self-Talk Training Terhadap Peningkatan Harga

Diri Remaja Santri di Asrama 3 Nusantara

Hasil uji statistic Wilcoxon Sign Ranks untuk menguji pengaruh

positive self-talk training terhadap peningkatan harga diri remaja santri

diperoleh nilai p value = 0,000 karena p <0,05 maka H1 diterima, yang

berarti ada pengaruh positive self-talk training terhadap peningkatan harga

diri remaja santri di Asrama 3 Nusantara Pondok Pesantren Darul ‘Ulum

dengan melakukan secara rutin dan teratur selama waktu yang telah

dilakukan yaitu 1 minggu berturut-turut. Rata-rata nilai prepost adalah

adalah 15.97 yang berarti sebagian besar responden mengalami harga diri

rendah dan nilai rata-rata postest 21.83 mengalami peningkatan harga diri.

Intervensi yang dilakukan selama 1 minggu terjadi perubahan,

perubahan banyak terjadi pada peningkatan harga diri, yang merupakan

ketidakmampuan responden untuk mengidentifikasi hal-hal positif yang

ada pada dirinya sehingga harga diri cenderung menurun. Untuk itu harga

diri sangat bergantung pada persepsi atau pola pikir yang dijalani. Harga

diri yang rendah dipengaruhi oleh persepsi atas penilaian individu terhadap

dirinya (Sahrani, 2018). Pola pikir remaja santri yang belum tentu

sepenuhnya benar ini dapat direkonstruksi menjadi lebih positif melalui

positif self-talk sehingga remaja santri dapat lebih memiliki persepsi yang

lebih baik terhadap dirinya. Menurut Buttler dan Ottens (Isnaeni, 2018).

Menurut Hackfort dan Schwenkmezger yang dikutip dalam (Marhani,

2018), remaja santri dapat menggunakan positif self-talk untuk


87

menjelaskan perasaan, memahami, mengatur, mengubah, mengevaluasi

keyakinan, dan memberikan bimbingan dan penguatan untuk diri mereka

sendiri. Penguatan ini dirancang untuk memerangi keyakinan irasional dan

membantu mengembangkan pikiran yang lebih sehat, yang akan mengarah

pada self-talk yang lebih positif, Pola pikir yang sehat sangat

mempengaruhi harga diri yang tinggi (Hidayat, 2013).

Hasil penelitian ini menunjukkan ada perubahan yang signifikan

dari sebelum dan sesudah diberikan positive self-talk training selama 1

minggu dibuktikan dengan hasil nilai mean prepost yang lebih kecil dari

post, yang artinya setelah diberikan intervensi positive self-talk training

terhadap responden meningkat dari rendah ke tinggi.


88
BAB 6

PENUTUP

Pada bab ini akan disajikan kesimpulan dan saran dan penelitian tentang

pengaruh positive self-talk training terhadap peningkatan harga diri remaja santri.

Berdasarkan hasil peneIitian yang telah dilaksanakan pada tanggal 24 Mei

2022-15 Juli 2022 di Asrama 3 Nusantara Pondok Pesantren Darul ‘Ulum

Jombang dapat diambil kesimpulan dan saran sebagal herikut:

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan dari tujuan penelitian dan pembahasan, maka didapatkan

kesimpulan bahwa pengaruh positive self-talk training terhadap peningkatan

harga diri remaja santri di Asrama 3 Nusantara Pondok Pesantren Darul

‘Ulum Jombang, didapatkan sebagai berikut :

1. Sebelum diberikan perlakuan hampir seluruh remaja santri kelas I SMP

dan I SMA Asrarna 3 Nusantara PONPES Darul ‘Ulum mengalami

harga diri rendah dan faktor yang mempengaruhi hal tersebut karena

pada santri baru belum bisa beradaptasi dengan lingkungan pondok

pesantren dan juga lingkungan sckolah yang baru sehingga santri tidak

aktif dalam kegiatan belajar.

2. Sesudah dilakukan penlakuan yaitu positive self-talk training terhadap

peningkatan harga diri remaja santri penelitian didapatkan peningkatan

harga diri pada santri, hal ini dipengaruhi karena positive self-talk

training mengubah sudut pandang responden dalam menghadapi

masalah, mengidentifikasi hal positif didalam dirinya sehingga

mengurangi harga diri yang cenderung negatif dan perasaan rendah diri.

89
90

3. Sebelum diberikan perlakuan hampir seluruh santri mengalami harga

diri rendah, dan setelah diberikan perlakuan positive self-talk training

pada remaja santri mengalami peningkatan secara signifikan, hal ini

membuktikkan bahwa ada pengaruh positive self-talk training pada

remaja santri terhadap peningkatan harga diri.

6.2 Saran

6.2.1. Bagi Institusi Pendidikan

Hasil penelitian ini hendaknya dijadikan tambahan informasi dan

wawasan pengetahuan dan diharapkan penelitian ini dapat memberikan

bukti-bukti empiris atau informasi tentang manfaat positive self-talk training

terhadap peningkatan harga diri serta menjadi suatu pemecahan masalah

santri dan sekaligus sebagai masukan referensi dalam pengembangan ilmu

pengetahuan.

6.2.2. Bagi Tempat Penelitian

1. Hasil penelitian ini hendaknya dijadikan bahan acuan untuk mendeteksi

harga diri santri yang cenderung rendah, santri yang mengalami kurang

percaya diri dan kurang puas dengan dirinya sendiri.

2. Jika ditemukan remaja santri yang mengalami penurunan harga diri

hendaknya Pembina atau pengurus asrama melakukan kerja sama

dengan peneliti dalam memberikan pelatihan positive self-talk

6.2.3. Bagi Responden Penelitian

Kepada para santri hendaknya dapat mempertahankan dan

meningkatkan kepercayaan dirinya mulai dari dalam diri sendiri dengan


91

mempertahankan sikap asertif, perilaku positif, keinginan untuk belajar

mencari potensi diri, kebutuhan untuk belajar, harapan, serta cita- cita atas

usaha belajar untuk mencapai prestasi.

6.2.4. Bagi Penelitian Selanjutnya

1. Pada penelitian ini aspek harga diri mengalami banyak peningkatan

merupakan aspek yang paling cocok untuk dilakukan pelatihan positive

self-talk, dan perlu dipikirkan juga untuk meningkatkan dari aspek yang

lain.

2. Bagi peneliti selanjutnya yang tertarik dengan permasalahan yang sama

untuk mengkaji masalah ini dengan jangkauan yang lebih luas untuk

mengetahui seberapa lama efek setelah dilakukan positive self-talk

training.
DAFTAR PUSTAKA

Athi’Linda Yani, I. W., & Lestari, R. (2016). Eksplorasi Fenomena Korban


Bullying Pada Kesehatan Jiwa Remaja Di Pesantren. Jurnal Ilmu
Keperawatan–Volume, 4(2), 100.
Arikunto, 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka
Cipta.
Baron, R. A. & Byrne, D., 2012. Psikologi Sosial JILID 2. Jakarta: Erlangga.
Dhofir, Z., 2018. Pendidikan Pesantren Berwawasan Lingkungan. Jakarta:
Pedoman Ilmu Jaya.
Febriana, D., Suharso, P. & Saleh, A., 2018. Self Esteem Remaja Awal : Temuan
Baseline dari Rencana Program Self Intructional Training Kompetensi Diri.
Vol. 2, No. 1. Psikologi Insight, pp. 43-56.
Ghufron & Risnawati, 2012. Teori-teori Psikologi. Yogyakarta: Ar-ruzz Madia.
GS, H., 2018. Self Talk Pengubah Nasib. Jakarta: Pohon Cahaya.
Guindon, M., 2010. Self Esteem Across the Lifespan: Issues and Intervention.
New York: Taylor and Francis Group.
Gunawan, R., 2016. Pendidikan IPS Filosofi, Konsep, dan Aplikasi. Bandung:
Alfabeta.
Hermawan, G., 2018. Self Talk Pengubah Nasib. 382 ed. Jakarta(DKI Jakarta):
Pohon Cahaya.
Hidayati, N., 2014. Bullying pada Anak: Analisis dan Alternatif Solusi. Psikologi,
p. 46.
Kamila, I. I. & Mukhlis, 2013. Perbedaan Harga Diri (Self Esteem) Remaja
Ditinjau dari Keberadaan Ayah Vol.9 No.2. Psikologi , pp. 101-112.
Keliat, B. A. & Akemat, 2012. Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa.
Jakarta: EGC.
Keliat, B. & Akemat, P., 2014. Keperawatan Jiwa : Terapi Aktivitas Kelompok.
Jakarta: EGC.
Kusumaryani, M., 2017. Prioritaskan Kesehatan Reproduksi Remaja untuk
Menikmati Bonus Demograf. Brief Notes Lembaga Demografi FEB UI , pp.
1-6.
Maharani, G. & Nurwianti, F., 2018. Intervensi Kognitif Perilaku dalam
Kelompok untuk Meningkatkan Self Esteem pada Mahasiswi yang Tinggal
di Asrama Universitas. Psikologi Unsyah, pp. ISSN :2655-9161.
Marhani, I., Sahrani, R., & Monika, S. (2018). Efektivitas Pelatihan Self-Talk
Untuk Meningkatkan Harga Diri Remaja Korban Bullying (Studi pada
Siswa SMP X Pasar Minggu). Jurnal Inspiratif Pendidikan, 7(1), 11-22.

Maramis, W., 2009. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Jakarta: Renika Cipta.
Nelfice, V., Yulia, I. & Dewi, 2014. Hubungan Dukungan Keluarga dengan Harga
Diri Remaja di Lembaga Permasyarakatan. Psikologi, p. Vol.1.
Notoatmodjo, S., 2016. Metodologi Penelitian Kesehatan (Edisi Revisi). Jakarta:
Rineka Cipta.
Nugraha, U., 2015. Hubungan Persepsi, Sikap dan Motivasi Belajar Terhadap
Hasil Belajar pada Mahasiswa Pendidikan Olahraga dan Kesehatan
Universitas Jambi. Cerdas Sifa, Edisi 1 No.1, pp. 1-10.
Nurusalam, 2016. Metode Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba
Medika.
Pebrianti, B. R., 2017. Kajian Tentang Adaptasi Santri Baru di Pondok Pesantren
Darussalam Putri. Perspektif Psikologi, pp. 50-62.
Pohon Cahaya, 2018. Self Talk Pengubah Nasib. In: Self Talk Pengubah Nasib.
Jakarta: Pohon Cahaya, p. 382.
Potter, P. A. & Perry, A. G., 2010. Fundamental Of Nursing edisi 7. Jakarta:
Salemba Medika.
Pritaningrum, m. & Hendriani, w., 2013. Penyesuaian Diri Remaja Yang Tinggal
di Pondok Pesantren Modern Nurul Izzah Gresik pada Tahun Pertama. Vol.
2. No. 3. pp. 141-150.
Rasiman, 2013. Tingkat Harga Diri Siswa Yang Mengikuti Ekstrakurikuler
Olahraga di SDN Beji, Bojongsari. Skripsi. Purbalingga: UNY.
Rhamadan, A., 2013. Hubungan Gaya Hidup Konsumtif Harga Diri Mahasiswa
Fakultas Psikologi. Skripsi, p. Jakarta : Universitas Indonesia.
Riswandi, 2013. Psikologi Komunikasi. Jakarta: Graha Ilmu.
Rizka , H. & Krisnatuti, D., 2017. Self Esteem Remaja Perempuan dan Kaitannya
dengan Pengasuhan Penerimaan-Penolakan Ibu dan Interaksi Saudara
Kandung. Ilmu Keluarga & Konseling, pp. 24-35 .
Salmiyati, 2013. Harga Diri (Self Esteem) Remaja Panti Asuhan di Pekanbaru.
Skripsi. Riau: UIN Suska.
Santrock, J. W., 2012. Remaja Edisi ke Sebelas. Jakarta: Erlangga.
Sarwono, S. W., 2012. Psikologi Remaja. Jakarta: PT. Raja Grafindo.
Slavin, R. E., 2012. Psikologi Pendidikan. Teori dan Praktik. Jakarta: Indeks.
Soetjiningsih, 2016. Tumbuh Kembang Anak edisi 2. Jakarta: EGC.
Stuart, J. W., 2007. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC.
Suden, J. & Sveningsson, M., 2012. Routledge Advance in Feminist Studies and
Intersectionality : Gender and Sexuality in Online Game Cultures. New
York: Routledge.
Sugiyono, 2016. Metode Penelitian Manajemen. Bandung: Alvabeta, cv.
Suhron, M., 2017. Asuhan Keperawatan Jiwa : Konsep Self Esteem. Jakarta:
Mitra Wacana Media.
Tambunan, R., 2012. Peran Keluarga dalam Pembentukan Harga Diri..
s.l.:Http://www.e-psikologi.com/epsi/seach.asp. Diakses pada tanggal 10
Oktober 2019 jam 15.15 WIB.
Taylor, S. E., Peplau, L. A. & Sears, D. O., 2013. Psikologi Sosial Edisi ke Dua
Belas. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Widiastono, T. D., 2007. Pendidikan Manusia Indonesia. Jakarta: Buku Kompas.
Widodo, S. & Pratitis, N., 2013. Harga Diri dan Interaksi Sosial ditinjau dari
Status Sosial Ekonomi Orangtua. Jurnal Psikologi Indonesia, pp. 131-138.
Yani, A. L. Hubungan Perilaku Bullying dengan Tingkat Harga Diri Remaja
Awal Yang Menjadi Korban Bullying. EDU Nursing.

Yeni, F., 2014. Peran Orang Tua dalam Penyediaan Fasilitas Belajar Anak Kelas 1
SD. Bimbingan dan Konseling, pp. Vol.4 No.2. Htm. 1-3.
Yosep, I. & Sutini, T., 2016. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Bandung: Refika
Aditama.
Yusuf, A., & Haslinda, H. Implementasi Teknik Self Talk Untuk Meningkatkan
Aktivitas.
Dwiyanti, Y., 2015. Pengaruh Relaksasi Autogenik dalam Upaya Penurunan
Tekanan Darah pada Penderita Hipertensi dengan Pendekatan Model Teori
Adaptasi Roy. Skripsi. s.l.:UNAIR.
95
Lampiran 1

SURAT IJIN STUDI PENDAHULUAN


96
Lampiran 2

PERMINTAAN MENJADI RESPONDEN

Kepada Yth :

Remaja Santri Asrama III Nusantara

Pondok Pesantren Darul ‘Ulum

Dengan Hormat,
Saya mahasiswa S1 Keperawatan FIK Unipdu Jombang bermaksud akan
mengadakan penelitian tentang “Pengaruh Positive Self-Talk Training Terhadap
Peningkatan Harga Diri Remaja Santri di Asrama III Nusantara Pondok Pesantren
Darul ‘Ulum”.
Sehubungan hal ini diatas saya mohon kesediaan saudara untuk memberikan

jawaban atas pertanyaan yang disampaikan sesuai petunjuk. Keikutsertaan

saudara dalam menjawab angket ini bersifat sukarela.

Atas kesediaan bantuan saudara kami ucapkan terima kasih.

Jombang, Februari 2022

Hormat saya

Imro’atul Mutafiah

7318028
97

Lampiran 3
98
99
Lampiran 5

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN

Pengaruh Teknik Self-talk Untuk Meningkatkan Harga Diri Remaja Yang Tinggal
Asrama III Nusantara Pondok Pesantren Darul ‘Ulum
Oleh :
IMRO’ATUL MUTAFIAH
7318028
Saya adalah mahasiswa program studi S-1 Ilmu Keperawatan FIK Unipdu
Jombang. Penelitian ini dilaksanakan sebagai salah satu kegiatan dalam
menyelesaikan Tugas Akhir Program Studi S-1 Ilmu Keperawatan.
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh Positive Self-talk Training
Terhadap Peningkatan Harga Diri Remaja Santri di Asrama III Nusantara.
Saya mengharapkan pernyataan yang saudara berikan sesuai dengan pendapat
saudara sendiri tanpa dipengaruhi oleh orang lain, kami menjamin kerahasiaan
jawaban dan identitas saudara. Informasi yang saudara berikan hanya
dipergunakan untuk kepentingan ilmu keperawatan dan tidak akan dipergunakan
untuk maksud-maksud lain.
Partisipasi saudara dalam penelitian ini bersifat bebas, saudara bebas untuk
ikut atau tidak tanpa adanya sanksi apapun.
Jika saudara bersedia menjadi reponden dalam penelitian ini, silahkan saudara
menandatangani atau cap jempol kiri pada kolom di bawah ini.

Tanda tangan / cap jempol : _________________

Tanggal : _________________

Nomor responden : _________________


100
Lampiran 6

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)


POSITIVE SELF-TALK TRAINING : HARGA DIRI RENDAH

Positive Self-Talk Training Terhadap

Judul SOP Peningkatan Harga Diri Remaja Santri

Asrama III Nusantara

Tanggal
15 Februari 2022
Universitas Pembuatan

Pesantren Tinggi
Dibuat Oleh Imro’atul Mutafiah
Darul ‘Ulum
1. Athi’ Linda Yani, S.Kep.,Ns., M.Kep.
Pembimbing
2. Siti Urifah, S.Kep.,Ns.,M.MNS

Anggota 5 orang

Waktu Setiap pertemuan 60 menit

Pengertian Pelatihan berdialog yang dilakukan seseorang dengan dirinya

sendiri untuk mendefinisikan berbagai macam perasaan,

pendapat, penilaian dan perintah terhadap dirinya sendiri

untuk mengatur kembali keadaan diri yang dirasa perlu

dirubah

Tujuan 1. Membina hubungan saling percaya dengan klien

2. Klien dapat mengidentifikasi hal positif yang ada pada

dirinya sehingga membantu klien mengubah cara pandang

terhadap masalah dan mengurangi harga diri yang


101

cenderung negatif dan perasaan rendah diri

Manfaat Dapat memberikan stimulus sehingga suasana hati menjadi

positif saat tubuh dalam keadaan yang lelah, dengan cara

mengucapkan kata-kata atau kalimat yang dalam pikiran

memiliki konotasi positif

Persiapan Alat Spidol/Bolpoin, catatan harian

Tahap Orientasi 1. Beri salam dan perkenalkan diri

2. Beri kesempatan klien untuk memperkenalkan dirinya

3. Sapa klien dan panggil nama klien

4. Jelaskan tujuan, prosedur, dan lamanya tindakan pada

klien/keluarga

5. Kontrak waktu dengan klien

Tahap Kerja 1. Mulai kegiatan dengan mengatakan kepada klien bahwa

positive self-talk training yang akan diberikan dalam

bentuk positive self-talk daily journaling

2. Berikan kesempatan klien bertanya sebelum kegiatan

dilakukan

3. Berikan catatan harian pada klien, bagikan pada seluruh

anggota kelompok, setiap kelompok idealnya beranggota

7-8 orang

4. Pastikan semua anggota mendapatkan “catatan harian” dan

mulailah kegiatan dengan cara yang baik


102

5. Beritahukan jika kegiatan terdapat beberapa tahapan

Tahap 1 1. Orientasi dengan menyebutkan nama, tujuan, prosedur dan

kontrak waktu

2. Ajarkan klien mengisi catatan harian yang sudah dibagikan

mengenai “semua tentang diriku”

3. Tanyakan perasaan klien dan masalah yang dihadapi klien

4. Arahkan klien untuk menceritakan masalahnya khususnya

terkait kepercayaan diri ketika sedang menghadapi situasi

tertentu

5. Identifikasi penyebab klien mengalami harga diri rendah

6. Arahkan setiap anggota kelompok yang lain untuk

memberikan pendapatnya, serta memberikan dukungan dan

motivasi

Tahap 2 1. Jelaskan prinsip dari pengaplikasian menulis positive self-

talk dengan menggunakan catatan harian untuk

meningkatkan harga diri rendah

2. Arahkan klien untuk menuliskan setiap self-talk negatif

yang dialami oleh klien

3. Arahkan klien untuk menuliskan pada catatan harian yang

sudah dibagikan dengan mengisikan mengenai :

“kekurangan dalam diriku, kelebihan dalam diriku, dan

catatan harianku” mengenai self-talk negatifnya


103

4. Arahkan klien untuk membacakan self-talk negatif yang

telah dituliskan, berikan feedback positif dan anjurkan

anggota yang lain memberikan masukan atau saran

5. Bantu klien mengetahui penyebab masalah terjadinya

harga

diri rendah

6. Anjurkan klien untuk menuliskan catatan harian positive

self-talk training setiap hari selama satu minggu yang

ditulis dicatatan harian yang sudah dibagikan mengenai

“laporan kegiatan mingguan”, dan “kegiatan yang tidak

aku kerjakan sesuai rencana”

Tahap 3 1. Jelaskan pada klien jika pikiran negatif dapat diubah

menjadi positif dan bantu klien untuk meyakininya

2. Anjurkan klien untuk membaca kalimat assertif dan sikap

assertif yang sudah dibagikan dalam bentuk catatan harian

3. Anjurkan klien untuk memahami catatan harian yang

sudah dibagikan dan mempraktikkan kalimat assertif dan

sikap assertif

4. Arahkan klien untuk membaca ulang dan meresapi kalimat

positive self-talk training yang ada pada kalimat assertif

tersebut

5. Berikan catatan harian mengenai “hariku yang sempurna”

dan anjurkan menulis “hal-hal yang paling kamu syukuri

dalam hidup” setelah membaca ulang kalimat assertif


104

tersebut

Terminasi 1. Akhiri kegiatan dengan mengevaluasi secara subjektif

pada klien dengan menanyakan bagaimana perasaan klien

setelah selesai menulis menggunakan catatan harian pada

saat kegiatan positive self-talk training selesai dilakukan

kepada klien

2. Kemudian evaluasi secara objektif pada klien dengan

mengarahkan klien untuk menjelaskan manfaat dari

tindakan positive self-talk training yang sudah dilakukan

3. Identifikasi tanggapan klien terhadap tahapan positive

self-talk training yang telah diberikan

4. Berikan feedback secara positif terhadap tanggapan klien

5. Anjurkan menggunakan positive selftalk training kembali

6. Mencuci tangan

7. Kontrak dengan klien jadwalkan kembali untuk

pertemuan selanjutnya dilaksanakan dengan waktu 1

minggu 2-3 kali

8. Anjurkan klien untuk melaporkan dan mengumpulkan

catatan harian yang sudah diberikan pada masing-

masing tahapan positif self-talk training yang sudah

diiberikan

Dokumentasi 1. Catat hasil kegiatan di dalam catatan keperawatan

2. Foto dan videokan setiap ekspresi klien sebelum dan


105

sesudah diberikan positif selftalk training

3. Foto dan video selama kegiatan teknik positif self-talk

training berlangsung
106

Lampiran 7

LEMBAR EVALUASI

Lembar daily journal : Stimulasi persepsi harga diri rendah


Kemampuan menulis pengalaman yang tidak menyenangkan dan hal positif diri
sendiri
No. Nama Menulis Membacakan hal Mengekspresikan

responden positif diri positif diri perasaan terhadap

aspek positif diri

Lembar daily journal teknik telf-talk : Stimulasi persepsi harga diri


Kemampuan melatih kegiatan positif
No. Nama Membaca Memilih satu hal Memperagakan

responden daftar hal positif yang akan kegiatan positif

positif dilatih
107

Petunjuk :
1. Tulis nama panggilan responden yang ikut Teknik Self-talk pada nama kolom
2. Untuk tiap responden, beri penilaian tentang kemampuan membaca ulang
daftar hal positif dirinya, memilih satu hal positif untuk dilatih dan
memperagakan kegiatan positif tersebut. Beri tanda (√) jika responden mampu
dan tanda (-) jika responden tidak mampu
3. Hal positif yang dilatih dan diperagakan yaitu kemampuan yang jarang di
lakukan oleh responden
108

Positive Self-talk Training (Menulis hal positif diri)

Nama responden :

Kamar :

No Hal positif diri

. Kelebihan Prestasi Hal yang menyenangkan

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

9.

10.

Hal positif dapat berupa :

1. Kelebihan atau kemampuan yang membanggakan

Misal : rapi, penuh semangat, percaya diri


109

2. Prestasi yang pernah diraih

Misal

 Saat sekolah : akademik (menjadi juara kelas), non akademik(peserta

lomba)

 Asrama : hafal surat-surat

 Lingkungan rumah : penghargaan saat lomba

3. Hal-hal yang menyenangkan

Misal

 Dari diri : sifat positif (jujur,baik), kondisi sehat (tidak cacat, tidak alergi)

 Dari keluarga : saling menyayangi, saling memperhatikan

 Dari lingkungan : tetangga ramah, saling menghargai


110
111
112
113
114
Lampiran 8

KUESIONER RESPONDEN
PENELITIAN HARGA DIRI PADA REMAJA SANTRI DI ASRAMA III
NUSANTARA PONDOK PESANTREN DARUL ‘ULUM
ROSENBERG HARGA DIRI SCALE (RSES)

Petunjuk pengisian RSES sebagai berikut :


1. Isilah terlebih dahulu data umum
2. Baca dan pahami petunju pengisian skala tersebut
3. Jawa pertanyaan yang ada dengan sejujurnya sesuai dengan kondisi anda
saat ini
4. Pilihlah salah satu dari empat pilihan jawaban yang tersedia yang paling
sesuai dengan memberi tanda silang (X) pada pilihan yang tersedia.
Adapun pilihan jawaban yang disediakan adalah :
SS : Sangat Setuju
S : Setuju
TS : Tidak Setuju
STS : Sangat Tidak Setuju
Contoh pengisian :
Pertanyaan SS S TS STS

Saya adalah orang yang benar X

Jawaban diatas menerangkan bahwa anda setuju dengan pertanyaan di


depannya.
5. Apabila ingin mengubah jawaban, beri tanda dua garis mendatar (=) pada
jawaban yang salah kemudian ganti jawaban tanda mengganti jawaban
tersebut dengan jawaban yang lebih sesuai
Contoh :
Pertanyaan SS S TS STS

Saya adalah orang yang benar X X

Artinya adik-adik mengubah jawaban dari Setuju menjadi Tidak Setuju.


6. Tidak ada jawaban yang salah, semua jawaban yang diberikan adalah
benar bila hal tersebut sesuai dengan pilihan anda
7. Bila telah selesai mengerjakan skala ini, saya mohon kesediaan anda untuk
memeriksa kembali skala ini agar tidak ada pernyataan yang terlewati
8. Semua jawaban dan identitas anda dijamin kerahasiaannya, sehingga tidak
perlu ragu dalam mengisi skala ini

A. Data Umum
1. Nama : ........................

2. Usia : ........................
115

3. Kamar : ........................

4. Sekolah : ........................

5. Nilai rata-rata semester ganjil : ......................

6. Jumlah sahabat/teman dekat :

a. Diasrama : ........ orang


b. Disekolah : ........ orang
7. Hobi/bakat yang dimiliki : ......................
8. Tinggi/Berat badan : ........cm/........kg
9. Riwayat penyakit 3 bulan yang lalu : ...............................
10. Uang saku tiap bulan : ......................
11. Anak ke ....... dari ...... bersaudara
12. Adakah anggota tubuh yang tidak disukai ? .......
Jika iya, sebutkan ..............

B. Data Khusus
No. Pertanyaan SS S TS STS

Saya merasa bahwa saya orang yang berharga,

1. setidak-tidaknya memiliki tingkatan yang setara

dengan orang lain

Saya merasa bahwa saya memiliki banyak sifat


2.
yang baik

Secara keseluruhan, saya cenderung merasa


3.
bahwa saya orang yang gagal

Saya mampu mengerjakan sesuatu seperti apa


4.
yang dapat dilakukan orang lain
116

Saya merasa tidak memiliki banyak hal yang


5.
dapat saya banggakan dari diri saya

Saya memiliki sikap positif terhadap diri saya


6.
sendiri

Secara keseluruhan, saya merasa puas dengan


7.
diri saya

Saya tidak berharap dapat penghargaan yang


8.
lebih banyak dari diri saya

9. Saya sering merasa tidak berguna

Kadang-kadang saya berfikir saya sama sekali


10.
tidak baik

(Rasiman, 2013).
117
Lampiran 9

TABULASI DATA

Jumlah Teman Hobi/ Nilai


NO Usia Pendidikan Anggota tubuh yang tidak Dekat
IMT Semester
Pre Test Post Test
Bakat
. disukai
1. 1 1 1 1 1 1 1 16 21
2. 1 1 1 1 1 1 1 16 21
3. 1 1 1 1 2 1 1 21 21
4. 1 1 1 1 2 1 1 16 23
5. 1 1 2 1 2 2 1 16 21
6. 1 1 2 1 2 2 1 20 21
7. 1 1 2 1 2 2 1 14 21
8. 1 1 3 1 2 2 1 14 21
9. 1 1 3 1 2 2 1 21 23
10. 1 1 4 1 2 2 1 14 19
11. 1 1 4 1 2 2 1 15 23
12. 1 1 4 1 2 2 1 20 22
13. 1 1 4 1 2 2 1 15 23
14. 2 2 4 1 2 2 1 15 23
15. 2 2 4 1 2 2 1 21 23
16. 2 2 4 1 2 2 1 14 21
17. 2 2 4 1 3 2 2 16 23
18. 2 2 4 1 3 2 2 15 23
19. 2 2 4 2 3 2 2 16 23
20. 2 2 4 2 4 2 2 15 23
118

21. 2 2 4 2 4 2 2 14 21
22. 2 2 4 2 4 2 2 15 19
23. 2 2 4 2 4 2 2 14 21
24. 2 2 4 2 4 2 2 16 21
25. 2 2 4 2 5 2 2 14 23
26. 2 2 4 2 5 3 2 16 23
27. 2 2 4 2 5 3 2 15 21
28. 2 2 4 2 6 3 2 16 23
29. 2 2 4 2 6 3 2 14 23
30. 2 2 4 2 6 3 2 15 21

Keterangan Kode Tabulasi Data

Usia Pendidikan Anggota Tubuh Jumlah Teman Hobi/Bakat IMT Riwayat Nilai

Yang Tidak Dekat Penyakit 3 Bulan Semester

Disukai Yang Lalu

1 = Remaja Awal 1 = SMP 1 = Perut 1 = ≤5 1 = Renang 1 = Gemuk 1= Demam 1=A

2 = Remaja Tengah 2 = SMA 2 = Pinggang 2 = >5 2 = Membaca Buku 2 = Normal 2= Magh 2=B

3 = Hidung 3 = Menulis 3 = Kurus 3= Lainnya


119

4 = Tidak Ada 4 = Menyanyi 4= Tidak Ada

5 = Volly

6 = Lainnya
120

TABULASI DATA

NAMA UMU PENDIDIKA PERNYATAAN SEBELUM TERAPI JUMLA KOD


NO
RESPONDEN R N 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 H E
1 Nn. L 1 1 3 3 2 2 2 1 1 1 1 0 16 1
2 Nn. N 1 1 2 3 1 2 2 1 1 2 1 1 16 1
3 Nn. L 1 1 3 3 2 3 3 3 2 0 1 1 21 2
4 Nn. S 1 1 2 1 2 1 2 2 1 2 1 0 16 1
5 Nn. N 1 1 2 1 2 1 2 2 1 2 1 0 16 1
6 Nn. D 1 1 3 3 2 3 3 3 2 1 1 1 20 2
7 Nn. N 1 1 1 2 2 1 2 3 1 1 1 1 14 1
8 Nn. S 1 1 1 2 2 1 2 3 1 1 1 1 14 1
9 Nn. F 1 1 3 3 2 3 3 3 2 0 1 1 21 2
10 Nn. I 1 1 1 2 2 1 2 1 1 1 1 1 14 1
11 Nn. F 1 1 1 2 2 1 2 1 1 1 1 2 15 1
12 Nn. F 1 1 3 3 2 3 3 3 2 1 1 1 20 2
13 Nn. N 1 1 2 3 2 2 1 1 1 1 1 1 15 1
14 Nn. R 1 2 2 2 1 1 3 2 2 0 1 1 15 1
15 Nn. N 2 2 2 3 2 3 3 3 2 0 1 1 21 2
16 Nn. N 2 2 1 2 2 1 2 3 1 1 1 1 14 1
17 Nn. Z 2 2 1 1 1 2 2 2 1 2 1 1 16 1
18 Nn. Y 2 2 1 3 1 2 2 3 1 1 1 2 15 1
19 Nn. A 2 2 3 3 2 2 2 1 1 1 1 0 16 1
20 Nn. N 2 2 1 2 2 1 2 1 1 1 1 2 15 1
21 Nn. Z 2 2 2 1 1 1 0 1 0 2 3 1 16 1
22 Nn. Y 2 2 2 2 2 1 2 1 1 1 1 2 15 1
23 Nn. B 2 2 3 1 2 1 2 1 2 1 1 1 14 1
121

24 Nn. P 2 2 2 2 1 1 2 1 1 1 0 3 15 1
25 Nn. A 2 2 3 1 2 1 2 1 2 1 1 1 14 1
26 Nn. H 2 2 1 1 1 0 0 0 1 0 1 1 16 1
27 Nn. A 2 2 3 2 2 1 1 2 0 1 2 2 15 1
28 Nn. U 2 2 1 2 2 1 2 1 2 1 2 1 16 1
29. Nn. K 2 2 2 1 2 1 2 2 1 1 1 1 14 1
30. Nn. A 2 2 2 2 1 1 3 2 2 0 1 1 15 1

USIA PENDIDIKAN NILAI SKOR KODE

1 = Remaja Awal 1 = SMP HARGA DIRI RENDAH : Kurang dari 20 1

2 = Remaja Tengah 2 = SMA HARGA DIRI TINGGI : Lebih dari 20 2


122

TABULASI DATA

NAMA UMU PENDIDIKA PERTANYAAN SESUDAH TERAPI JUMLA KOD


NO
RESPONDEN R N 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 H E
1 Nn. L 1 1 3 3 2 3 2 3 3 1 1 0 21 2
2 Nn. N 1 1 2 3 2 3 2 3 3 1 0 1 21 2
3 Nn. L 1 1 3 3 0 3 2 3 3 0 1 1 21 2
4 Nn. S 1 1 3 3 2 3 2 3 3 2 1 1 23 2
5 Nn. N 1 1 3 3 2 3 2 3 2 3 3 1 21 2
6 Nn. D 1 1 3 3 2 2 1 3 2 2 0 3 21 2
7 Nn. N 1 1 3 3 2 2 1 3 2 2 3 0 21 2
8 Nn. S 1 1 3 3 2 2 1 3 2 2 3 0 21 2
9 Nn. F 1 1 3 3 1 3 2 2 0 3 2 2 21 2
10 Nn. I 1 1 2 3 3 2 3 2 3 1 3 3 23 2
11 Nn. F 1 1 3 3 2 2 1 0 1 2 3 2 19 1
12 Nn. F 1 1 2 3 3 3 1 1 2 3 2 3 23 2
13 Nn. N 1 1 3 3 2 2 1 0 1 2 3 2 19 1
14 Nn. R 1 2 2 3 3 2 3 2 3 3 2 2 23 2
15 Nn. N 2 2 3 3 2 3 2 3 3 2 1 1 23 2
16 Nn. N 2 2 3 3 2 3 1 1 2 3 3 2 23 2
17 Nn. Z 2 2 3 3 2 2 1 3 2 2 0 3 21 2
18 Nn. Y 2 2 2 3 3 3 1 1 2 3 2 3 23 2
19 Nn. A 2 2 3 3 2 3 2 3 2 2 2 3 23 2
20 Nn. N 2 2 2 3 3 2 3 2 1 3 3 1 23 2
21 Nn. Z 2 2 3 3 2 2 1 3 1 2 0 3 21 2
22 Nn. Y 2 2 2 3 3 2 3 2 1 3 3 1 23 2
23 Nn. B 2 2 3 2 3 3 2 2 1 3 3 1 23 2
123

24 Nn. P 2 2 2 3 2 3 1 2 3 3 2 2 21 2
25 Nn. A 2 2 3 3 1 2 2 2 3 2 1 0 19 1
26 Nn. H 2 2 2 3 3 2 1 1 3 2 3 2 23 2
27 Nn. A 2 2 3 3 2 3 1 1 2 3 3 2 23 2
28 Nn. U 2 2 2 3 3 2 3 2 3 3 1 1 23 2
29. Nn. K 2 2 3 3 2 2 1 3 1 2 0 3 21 2
30. Nn. A 2 2 3 2 3 3 1 2 1 3 0 2 21 2

USIA PENDIDIKAN NILAI SKOR KODE

1 = Remaja Awal 1 = SMP HARGA DIRI RENDAH : Kurang dari 20 1

2 = Remaja Tengah 2 = SMA HARGA DIRI TINGGI : Lebih dari 20 2


124

Lampiran 10

HASIL OUTPUT SPSS PENGARUH POSITIF SELF-TALK TRAINING

TERHADAP PENINGKATAN HARGA DIRI REMAJA SANTRI

DI ASRAMA 3 PONDOK PESANTREN DARUL ‘ULUM

A. Data Umum

Usia

Frequency Percent Valid Cumulative


Percent Percent

Valid Remaja Awal 14 46.7 46.7 46.7

Remaja
17 53.3 53.3 100.0
Menengah

Total 30 100.0 100.0

Pendidikan

Frequency Percent Valid Cumulative


Percent Percent

Valid SMP 13 43.3 43.3 43.3

SMA 17 56.7 56.7 100.0

Total 30 100.0 100.0

Anggota Tubuh Yang Tidak Disukai

Frequency Percent Valid Cumulative


Percent Percent

Valid Perut 4 13.3 13.3 13.3

Pinggang 3 10.0 10.0 23.3

Hidung 2 6.7 6.7 30.0

Tidak Ada 21 70.0 70.0 100.0

Total 30 100.0 100.0


125

Jumlah Teman Dekat

Frequency Percent Valid Cumulative


Percent Percent

Valid ≤5 18 60.0 60.0 60.0

>5 12 40.0 40.0 100.0

Total 30 100.0 100.0

Hobi / Bakat

Frequency Percent Valid Cumulative


Percent Percent

Valid Renang 2 4.3 6.7 6.7

Membaca
14 30.4 46.7 53.3
Buku

Menulis 3 6.5 10.0 63.3

Menyanyi 5 10.9 16.7 80.0

Volly 3 6.5 10.0 90.0

Lainnya 3 6.5 10.0 100.0

Total 30 65.2 100.0


Missing System 16 34.8
Total 46 100.0

IMT

Frequency Percent Valid Cumulative


Percent Percent

Valid Gemuk 4 13.3 13.3 13.3

Normal 21 70.0 70.0 83.3

Kurus 5 16.7 16.7 100.0

Total 30 100.0 100.0

Riwayat Penyakit Lalu

Frequency Percent Valid Cumulative


Percent Percent

Valid Demam 5 16.7 16.7 16.7

Magh 3 10.0 10.0 26.7

Lainnya 5 16.7 16.7 43.3

Tidak Ada 17 56.7 56.7 100.0

Total 30 100.0 100.0


126

Nilai Semester

Frequency Percent Valid Cumulative


Percent Percent

Valid A 16 53.3 53.3 53.3

B 14 46.7 46.7 100.0

Total 30 100.0 100.0

B. Data Khusus

a. Uji Normalitas

Descriptives

Statistic Std. Error

Pretest Mean 15.97 .411

95% Confidence Lower Bound 15.13


Interval for Mean Upper Bound 16.81

5% Trimmed Mean 15.80

Median 15.00

Variance 5.068

Std. Deviation 2.251

Minimum 14

Maximum 21

Range 7

Interquartile Range 2

Skewness 1.443 .427

Kurtosis .926 .833


Postest Mean 21.73 .244

95% Confidence Lower Bound 21.23


Interval for Mean Upper Bound 22.23

5% Trimmed Mean 21.81

Median 21.00

Variance 1.789

Std. Deviation 1.337

Minimum 19
127

Maximum 23

Range 4

Interquartile Range 2

Skewness -.586 .427

Kurtosis -.589 .833

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

Pretest .327 30 .000 .742 30 .000


Postest .295 30 .000 .764 30 .000

b. Uji Wilcoxon Signed Ranks Test

Ranks

N Mean Rank Sum of Ranks


a
Postest - Negative Ranks 1 1.50 1.50
Pretest Positive Ranks 28b 15.48 433.50
c
Ties 1

Total 30

a. Postest < Pretest


b. Postest > Pretest
c. Postest = Pretest

Test Statisticsa

Postest - Pretest

Z -4.699b
Asymp. Sig. (2-tailed) .000

a. Wilcoxon Signed Ranks Test


b. Based on negative ranks.
128

Lampiran 11

DOKUMENTASI
129
130
131
Lampiran 12

Anda mungkin juga menyukai