Ada empat bersaudara bernama Ompung Silamponga, Ompung Silitonga, Ompung Silatoa, clan Ompung Sintalaga yang berusaha pergi menyelamatkan diri dari Tapanuli ke arah tenggara. Mereka pergi menyeberangi lautan dengan menggunakan rakit. Berhari-hari mereka terombang-ambing tanpa arah di tengah laut dengan persediaan makanan yang semakin menipis. Sesekali ketika menemukan daratan, mereka berhenti untuk mencari bahan makanan dan kembali berlayar. Suatu saat, Ompung Silamponga jatuh sakit. Kondisinya semakin lemah. Namun, ia tetap berniat meneruskan perjalanan. Sementara itu, ketiga saudaranya telah letih dan memutuskan untuk berhenti berlayar. Tiba-tiba, terlihat sebuat rakit terombang-ambing di dekat mereka. Ketiga bersaudara yang sehat memutuskan untuk berpisah dengan Ompung Silamponga. Dengan hati-hati, mereka menggotong saudaranya yang sedang sakit parah tersebut ke rakit yang baru mereka temukan dan mendorongnya, sehingga terbawa arus menjauh dari mereka. Ompung Silamponga sendirian terombang-ambing dengan rakitnya. Tubuhnya lemah sekali. Setelah sekian lama, rakitnya menghantam sebuah benda keras. Ompung Silamponga pun terbangun. Ia mendapati dirinya sudah terdampar di sebuah pantai yang ombaknya tidak begitu besar. Entah mengapa ia merasakan tubuhnya menjadi kuat dan sehat. Ia lalu berjalan menyusuri pantai. Ia menemukan sebuah sungai dengan air yang jernih. Ompung Silamponga pun berpikir untuk tinggal di daerah itu. Setelah sekian lama tinggal di daerah itu, Ompong Silamponga merasa bosan. Lalu, ia pergi menjelajahi pulau tersebut. Ompong Silamponga menjelajahi hutan lebat. Akhirnya, ia berdiri di sebuah puncak bukit, pemandangan dari sana sangat indah dan ia bisa melihat ada penduduk yang tinggal di kaki bukit. Dengan perasaan gembira, tanpa sadar ia pun berteriak dengan kencang, “Lappung! Lappung! Lappung!” (Dalam bahasa Tapanuli, lappung berarti luas). Ompung Silamponga turun dari bukit dan membuka perkampungan baru di sana. Ia menamakan tempat tersebut dengan nama Lappung. Ternyata di sekitarnya, tinggal juga sekelompok penduduk yang hidup sangat terbelakang. Ompung Silamponga menjalin hubungan baik dengan penduduk asli tersebut. Semakin lama daerah itu semakin berkembang. Ompung Silamponga menghabiskan hidupnya di sana sampai meninggal dunia. Nama Lampung diakui berasal dari dua hal. Pertama, dari kata-kata yang diteriakkan Ompung Simaponga di atas bukit ketika pertama kali menemukan daerah itu. Kedua, berasal dari sebagian nama Ompung Silamponga.