Anda di halaman 1dari 2

Legenda Batu Bagga (Cerita Rakyat Sulawesi tengah)

Pada zaman dahulu, ada seseorang ayah bernama Intobu. Ia tinggal bersama anak lelakinya yang
bernama Impalak. Pekerjaan sehari-hari mereka adalah nelayan.

Suatu malam, udara sangat dingin. Impalak dan ayahnya tidak peduli udara dingin, malam yang
gelap, bahkan hujan turun. Mereka tetap berangkat mangadu nasib di laut. Sepanjang perjalanan
menuju laut, Intobu menasihati anaknya.

Ia menasihati anaknya untuk terus pergi bernelayan walaupun saat udara sangat dingin datang.
Karena bernelayan adalah satu-satunya penghidupan keluarga mereka. Dan Impalak pun
menuruti kata ayahnya. Lalu merka melanjutkan berjalan menuju laut. Tanpa terasa, mereka
telah sampai di laut. Mereka memancing ikan dari tempat yang satu ke tempat yang lainnya. Dan
jika sudah sampai di Pulau Manukan, mereka akan pulang kerumah.

Pada malam hari, mereka sampai di rumah. Beberapa ikan digoreng untuk lauk makan mereka,
sedangkan yang lain mereka jajakan keesokan harinya. Mereka berjualan dari rumah yang satu
ke rumah yang lain hingga ikan itu terjual habis. Setelah itu, mereka pun pulang. Begitulah
pekerjaan mereka.

Bertahun-tahun pekerjaan mereka memancing ikan di laut. Lama-kelamaan Impalak merasa


bosan dengan pekerjaan itu, Ia ingin ikut perahu bagga (perahu layar) menuju negeri asing.
Namun, ia takut menyampaikan keinginannya. Ia juga merasa tidak sampai hati meninggalkan
ayahnya.

Hari demi hari Impalak lalui, keinginan berlayar ikut perahu layar selalu muncul. Makin lama
keinginan itu tidak dapat ditahannya. Oleh karena itu, Impalak mencoba menyampaikan
keinginan itu pada ayahnya.

Lalu keesokan harinya Impalak meminta izin kepada ayahnya, Intobu. Ia meminta izin kepada
ayahnya untuk berlayar dengan perahu bagga. Karena ia ingin mencoba untuk merubah nasibnya.
Lalu ayahnya mengizinkan. Tetapi ayahnya berpesan kepada Impalak untuk tidak melupakan
kampung halaman.

Pada keesokan harinya, Impalak pergi ke tanjung. Setiba di sana, kebetulan perahu bagga sedang
mendarat. Ia tidak segan-segan menyampaikan keinginannya kepada pemilik perahu itu. Dan
pemilik perahu bagga itu mengizinkan Impalak untuk ikut berlayar di perahu tersebut. Dan
pemilik perahu menyuruh Impalak untuk datang lagi keesokan harinnya.

Setelah itu, Impalak segera pulang ke rumah. Sepanjang perjalanan pulang, Impalak diliputi
dengan perasaan riang. Setiba di rumah, ia langsung menyampaikan berita gembira pada
ayahnya.

Keesokan harinya. Hari keberangkatan Impalak telah tiba. Impalak diantar ayahnya menuju
tanjung. Setiba di tanjung, kebetulan perahu bagga telah mendarat. Impalak dan ayahnya segera
menemui pemilik bagga.
Tidak lama setelah Impalak dan ayahnya menemui pemilik bagga, perahu itu pun berlayar.
Intobu memandang kepergian anaknya dengan haru. Begitu pula dengan Impalak, Ia meman-
dang ayahnya sambil menitikkan air mata.

Bertahun-tahun Impalak merantau di negeri orang. Impalak telah melupakan pesan ayahnya. Ia
tidak pernah mengirim berita kepada ayahnya.

Pada suatu hari, ayah Impalak mencari ikan dengan menggunakan perahu kecil. Tiba-tiba dari
kejauhan, ia melihat perahu bagga datang. Semakin lama perahu itu pun semakin dekat dan
semakin tampak jelas. Tampak Impalak berdiri di haluan.

Tiba-tiba angin bertiup dengan kencang. Perahu kecil yang dikendarai ayah Impalak terombang-
ambing dimainkan gelombang. Ayah Impalak tidak sanggup lagi mengendalikan perahunya. Ia
berkali-kali berteriak meminta tolong kepada Impalak, tetapi anak itu tidak mempedulikan
ayahnya. Impalak justru berusaha menjauhi perahu kecil yang ditumpangi ayahnya.

Ayah Impalak pun kehilangan kesabaran. Ia berseru sambil mengutuk anaknya yang tidak
menaruh belas kasihan itu. Lelaki tua itu menengadahkan tangan, berdoa pada Tuhan. Ia
berharap semoga perahu bagga yang ditumpangi anaknya terdampar dan menjadi batu.

Doa orang tua yang tersia-siakan itu pun dikabulkan Tuhan. Tidak lama kemudian, datanglah
angin yang sangat kencang sehingga perahu bagga Impalak terdampar. Seketika itu, perahu
bagga dan Impalak berubah menjadi batu. Sampai sekarang batu itu masih ada. Batu itu dinamai
Batu Bagga.

ALMIRA DIAN PRATIWI

KELAS X.5

Anda mungkin juga menyukai