Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH SEMIOTIKA

ANALISIS GEGURITAN JAWA BERJUDUL

“AGUNGE WAYAH WENGI” DAN “CARITA KUTHA


NGAYOGYAKARTA”

Dosen Pengampu:
Drs. Aloysius Indratmo, M.Hum.

Disusun Oleh

Hikmal Azriel Satriaji (B0121041)

PROGRAM STUDI SASTRA DAERAH


FAKUTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS SEBELAS MARET 2022
Kata Pengantar

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah


memberikan kemudahan sehingga dapat menyelesaikan makalah ini dengan
tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya Sayatidak akan sanggup untuk
menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga
terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW
yang kita nanti- natikan syafaatnya di akhirat nanti.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Semiotika. Disamping itu, saya
berharap agar makalah ini dapat membantu mahasiswa - mahasiswi untuk
mengetahui bagaimana cara penganalisisan tentang geguritan
Sebagai insan Tuhan yang tidak sempurna, saya menyadari bahwa dalam
penyusunan makalah ini tidak luput dari kekurangan maupun kesalahan. Oleh
sebab itu, saya memohon maaf serta mengharap kritik dan saran dari pembaca
untuk memperbaiki dan di jadikan pedoman dalam penyusunan makalah
selanjutnya.
Saya juga berharap agar makalah ini dapat bermanfaaat bagi para pembaca,
khususnya bagi mahasiswa – mahasiswi Sastra Daerah.
Surakarta, 19 Oktober 2022

Penyusun
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI............................................................................................................3

BAB I.......................................................................................................................4

PENDAHULUAN...................................................................................................4

A. Latar Belakang.............................................................................................4

BAB II......................................................................................................................5

PEMBAHASAN......................................................................................................5

A. Hasil Analis..................................................................................................5
1. Geguritan Agunge Wayah Wengi..........................................................5
a. Pembacaan Heuristik.................................................................5
b. Pembacaan Hermeneutik...........................................................6
c. Ketidaklangsungan Ekpresi.......................................................6
d. Matriks, Model, dan Varian.......................................................7
e. Hipogram: Hubungan Intertekstual............................................8
2. Geguritan Cerita Kutha Ngayogyakarta.................................................8
a. Pembacaan Heuristik.................................................................8
b. Pembacaan Hermeneutik...........................................................9
c. Ketidaklangsungan Ekpresi.....................................................10
d. Matriks, Model, dan Varian.....................................................10
e. Hipogram: Hubungan Intertekstual..........................................11

BAB III..................................................................................................................12

PENUTUP..............................................................................................................12

A. Kesimpulan................................................................................................12

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Karya sastra merupakan ungkapan pribadi manusia dilukiskan dalam bentuk tulisan.
Salah satu wujud karya sastra yaitu puisi atau geguritan. Dalam kesusastraan Jawa modern,
puisi Jawa modern disebut dengan geguritan. Geguritan berasal dari kata gurit yang berarti
tulisan, tatahan, kidung, dan tembang. Sedangkan geguritan berarti tembang (uran-uran)
yang berwujud purwakanthi (Poerwadarminta, 1939:157). Selain itu, geguritan didalamnya
tidak terikat pada konvensi-konvensi tertentu layaknya tembang macapat, sehingga bersifat
lebih bebas.

Semiotika berasal dari akar kata seme, semeion (Yunani) yang berarti tanda. Nasution
(2014:5) menerangkan ilmu yang secara sistematik mempelajari tanda-tanda dan lambang-
lambang, sistem-sistem lambang dan proses-proses perlambangannya diistilahkan dengan
semiotika. Puisi atau geguritan senantiasa berbicara mengenai sesuatu secara tidak langsung
dengan menyembunyikannya ke dalam suatu tanda. Oleh karena itu, Semiotika Riffaterre
inilah yang paling tepat digunakan dalam sajak karena analisisnya mengarah pada pemberian
makna sebuah karya sastra (sajak). Ada empat hal yang dikemukakan Riffaterre dalam
memproduksi makna puisi, yaitu (1) ketidaklangsungan ekspresi puisi (karya sastra) yang
disebabkan oleh pergeseran makna (displacing of meaning), perusakan atau penyimpangan
makna (distorting of meaning), dan penciptaan makna (creating of meaning), (2) pembacaan
heuristik dan hermeneutik, (3) matriks, model, dan varian, dan (4) hipogram (hypogram) atau
hubungan intertekstual.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Hasil Analisis

Seperti yang dijelaskan sebelumnya pada latar belakang bahwa penulis akan
menganalisis geguritan yang berjudul “Agunge Wayah Wengi” karya Fani Ayuningtyas
dan “Caritha Kutha Ngayogyakarta” karya Eko Wahyu Nugroho maka penulis sajikan isi
dari analisis geguritan tersebut.

1. Agunge Wayah Wengi, karya Fani Ayuningtyas

Agunge Wayah Wengi


dening Fani Ayuningtyas

Ing wayah wengi


Katon padhang kaya rina
Sesawangan katon gemah ripah
Kadya langit kebak lintang
Gumerlap resik, apik sarwa temata
Bungah ati tumrap sesawangan
Antarane lintang lan rembulan
Adhem ayem, tata, titi tentrem
Ana ing kutha anggonku mapan
Kanthi puji syukur kang erat kendhat
Hiring gusti kang akarya jagad
Mugi sedaya saged manfaaat

Berdasarkan analisis yang telah dilakukan sebelumnya, didapatkan hasil


mengenai makna dalam geguritan yang berjudul “Agunge Wayah Wengi”, karya Fani
Ayuningtyas Penjelasan mengenai makna yang terkandung dalam geguritan tersebut
akan dipaparkan sebagai berikut.

a. Pembacaan Heuristik
Langkah pertama yang dilakukan dalam menganalisis geguritan adalah
dengan melakukan pembacaan heuristik. Artinya, pembacaan berdasarkan
stuktur kebahasaan. Pembacaan ini dilakukan untuk menerjemahkan dan
memperjelas arti kata-kata dan sinonim-sinonim dalam sebuah geguritan.

Agunge Wayah Wengi


dening Fani Ayuningtyas
Ing wayah wengi Di waktu malam
Katon padhang kaya rina Terlihat terang seperti di siang hari
Sesawangan katon gemah ripah pemandangan terlihat banyak penghuni
Kadya langit kebak lintang Seperti langit penuh bintang
Gumerlap resik, apik sarwa Berikilau bersih, bagus serba beraturan
Hati yang bahagia kepada pemandangan
temata Bungah ati tumrap
Antaranya bintang dan bulan
sesawangan Antarane lintang lan Sejuk, tenang, keadaan yang tentram
rembulan Adhem ayem, tata, titi Ada di kotah tempatku bertempat, jika
tentrem Dengan puji syukur yang begitu erat
Ana ing kutha anggonku mapan Bersembah kepada gusti yang membuat
Kanthi puji syukur kang erat kendhat dunia
Hiring gusti kang akarya jagad Semoga semua bisa manfat
Mugi sedaya saged manfaaat

b. Pembacaan Hermeneutik
Pada tahap pembacaan ini, geguritan dimaknai secara keseluruhan.
Tanda- tanda yang ditemukan dalam pembacaan heuristik ditemukan makna
yang sebenarnya. Berikut adalah hasil pembacaan hermeneutik dari geguritan
Agunge Wayah Wengi.
Dalam geguritan berjudul Agunge Wayah Wengi, karya Fani
Ayuningtyas Setelah dianalisis, diketahui bahwa penyair menjelaskan atau
menyuarakan isi hatinya tentang keagungan atau keindahan suasana dimalam
hari dan kecantikan langit yang penuh dengan beribu ribu bintang “Kadya
langit kebak lintang”. Hatinya tersebut merasa senang dan merasakan
ketentraman yang begitu sangat “Adhem ayem, tata, titi tentrem”.

c. Ketidaklangsungan Ekspresi

Menurut Michael Riffaterre puisi mengekspresikan konsep-konsep dan


benda-benda secara tidak langsung. Sederhananya, puisi mengatakan satu hal
dengan maksud hal lain. Hal inilah yang membedakan puisi dari bahasa pada
umumnya. Puisi mempunyai cara khusus dalam membawakan maknanya
(Faruk, 2012:141). Ketidaklangsungan itu disebabkan oleh tiga hal, yaitu
penggantian arti (displacing of meaning), penyimpangan arti (distorting of
meaning), dan penciptaan arti (creating of meaning). Pembahasannya sebagai
berikut.

1) Penggantian Arti (displacing of meaning)


Pada umumnya kata-kata kiasan menggantikan arti sesuatu yang
lain, lebih-lebih metafora dan metonimi. Dalam penggantian arti ini
suatu kata (kiasan) berarti yang lain (tidak menurut arti sesungguhnya).
Dalam geguritan Agunge Wayah Wengi, ditemukan ketidaklangsungan
ekspresi berupa pergantian arti (Displacing of meaning) sebagai berikut:
a) Metafora
Baris ke-3: Tembung - tembung gemah ripah, kata gemah ripah
merupakan persamaan dari kata terlihat penuh.
Baris ke-9: Tembung - tembung mapan, kata mapan merupakan
persamaan dari kata bertempat.
b) Metonimia
Baris ke-4: lintang, merupakan metonimia dari keindahan

2) Perusakan atau Penyimpangan Arti (distorting of meaning)


Perusakan atau penyimpangan makna terjadi karena
ambiguitas,
kontradiksi, dan non-sense. Ambiguitas dapat terjadi pada kata, frasa,
kalimat, maupun wacana yang disebabkan oleh munculnya penafsiran
yang berbeda beda menurut konteksnya. Kontradiksi muncul karena
adanya penggunaan ironi, paradoks, dan antitesis. Non-sense adalah kata-
kata yang tidak mempunyai arti (sesuai kamus) tetapi mempunyai makna
“gaib” sesuai dengan konteks (Salam, 2009:4). Dalam geguritan Agunge
Wayah Wengi ini tidak ada perusakan atau penyimpangan arti.

d. Matriks, Model, dan Varian


Saat menganalisis sebuah geguritan tentunya terdapat kata kunci yang
bisa digunakan sebagai acuan. Menurut Pradopo, matriks adalah kata kunci
untuk menafsirkan puisi yang dikonkretisasikan (2007: 299). Matriks dari
geguritan Agunge Wayah Wengi ini adalah kesenangan. Kesenangan menjadi
kata kunci karena penyair bercerita tentang senangnya atau bungah hati ini
Ketika sedang melihan indahnya pemandangan malam yang ada bulan dan
banyak beribu ribu bintang dilangit yang terlihat gemerlap seakan-akan hati ini
merasakan ketenangan. Kemudian matriks tersebut diwujudkan ke dalam
model Geguritan dan Guritan. Lalu model-model tersebut dijabarkan dalam
varian-varian sebagai berikut:
a. Di waktu malam
b. Terlihat terang seperti di siang hari
c. Seperti langit penuh bintang
d. Dengan puji syukur yang begitu erat
e. Bersembah kepada gusti yang membuat dunia

e. Hipogram: Hubungan Intertekstual


Setiap karya sastra pasti memiliki latar penciptaannya. Untuk geguritan
berjudul Agunge Wayah Wengi memiliki hipogram kesenengan penulis terhadap
keindahan alam atau keindahan langit malam dan semua harus bersembah kepada
gustti yang membuat dunia supaya semua bisa bermanfaat.

2. Carita Kutha Ngayogyakarta, karya Eko Wahyu Nugroho

Carita Kutha Ngayogyakarta

dening Eko Wahyu Nugroho

Kababar sawijining carita


Carita Kutha Ngayogyakarta
Ngayogyakarta Hadiningrat kang kaloka
Kaloka endah sugih budaya
Grapyak Sumanak Wargane
Alus luhur bebudene
Prasaja tumindake
Gandhes luwes lan pantes agemane
Kabeh sarwa ginambar wela-wela
Gawe bungah para tamu wisata
Nalika ngancik Ngayogyakarta
Papan ayem tentrem karta raharja
Berdasarkan analisis yang telah dilakukan sebelumnya, didapatkan hasil
mengenai makna dalam geguritan yang berjudul “Carita Kutha Ngayogyakarta”, karya
Eko Wahyu Nugroho. Penjelasan mengenai makna yang terkandung dalam geguritan
tersebut akan dipaparkan sebagai berikut.

a. Pembacaan Heuristik
Seperti analisis geguritan sebelumnya, langkah pertama yang dilakukan
adalah dengan melakukan pembacaan heuristik. Pembacaan ini dilakukan
untuk menerjemahkan dan memperjelas arti kata-kata dan sinonim-sinonim
dalam sebuah geguritan.

Carita Kutha Ngayogyakarta

dening Eko Wahyu Nugroho

Kababar sawijining carita Terpapar sebuah cerita


Carita Kutha Cerita kutha Yogyakarta
Ngayogyakarta Yogyakarta hadiningrat yang
Ngayogyakarta Hadiningrat kang terkenal, Terkenal cantik dan kaya
kaloka budaya Ramah tamah waraganya,
Halus budi pekertinya,
Kaloka endah sugih budaya
Perbuatannya yang tidak berlebih-
Grapyak Sumanak lebihan,
Wargane Alus luhur Tingkah laku dan pantas pakaianya
bebudene Prasaja Semua serba jelas,
tumindake Membuat senang para temu wisata,
Gandhes luwes lan pantes agemane Ketika menginjak Yogyakarta,
Kabeh sarwa ginambar wela-wela Tempat yang tertib tentram sejahtera
Gawe bungah para tamu wisata berkecukupan
Nalika ngancik Ngayogyakarta
Papan ayem tentrem karta raharja

b. Pembacaan Hermeneutik
Berikut adalah hasil pembacaan hermeneutik dari geguritan di atas.
Dalam geguritan berjudul Carita Kutha Ngayogyakarta karya Eko Wahyu
Nugroho, sang penyair menceritakan tentang kota Yogyakarta dan penyair
tersebut menjelaskan tentang kota yang kaya akan budaya “kaloka endah sugih
budaya”,ramah ramah waraganya “grapyak sumanak wargane” dengan pakaian
yang luwes “gandhes luwes lan pantes agemane”, membuat para tamu
wisatawan luar negri maupun dalam negeri merasa senang dan bahagia “gawe
bungah para tameu wisata”.

c. Ketidaklangsungan Ekspresi

Ketidaklangsungan itu disebabkan oleh tiga hal, yaitu penggantian arti


(displacing of meaning), penyimpangan arti (distorting of meaning), dan
penciptaan arti (creating of meaning). Pembahasannya sebagai berikut.

1) Penggantian Arti (displacing of meaning)


Pada umumnya kata-kata kiasan menggantikan arti sesuatu yang
lain, lebih-lebih metafora dan metonimi. Dalam penggantian arti ini suatu
kata (kiasan) berarti yang lain (tidak menurut arti sesungguhnya). Dalam
geguritan Carita Kutha Ngayogyakarta, ditemukan ketidaklangsungan
ekspresi berupa pergantian arti (Displacing of meaning) sebagai berikut:
a. Metafora
Baris ke-3: Tembung - tembung kaloka, kata kaloka merupakan
persamaan dari kata terkenal
Baris ke-7: Tembung - tembung prasaja, kata prasaja merupakan
persamaan dari kata sderhana.
b. Metonimia
Baris ke-4: endah, merupakan metonimia dari keindahan

d. Matriks, Model, dan Varian


Saat menganalisis sebuah geguritan tentunya terdapat kata kunci yang
bisa digunakan sebagai acuan. Menurut Pradopo, matriks adalah kata kunci
untuk menafsirkan puisi yang dikonkretisasikan (2007: 299). Matriks dari
geguritan Carita Kutha Ngayogyakarta ini adalah keindahan. Keindahan
menjadi kata kunci karena penyair bercerita tentang keindahan kota
Yogyakarta. Memiliki banyak budaya. Pakaian serba pantes kota Yogyakarta
tersebut membuat senang para wisatawan. Kemudian matriks tersebut
diwujudkan ke dalam model Geguritan dan Guritan. Lalu model-model
tersebut dijabarkan dalam varian-varian sebagai berikut:
a. Terpapar sebuah cerita
b. Cerita kota Yogyakarta
c. Terkenal cantik dan kaya budaya
d. Membuat senang para tamu wisata
e. Ketika menginjak Yogyakarta

e. Hipogram: Hubungan Intertekstual


Setiap karya sastra pasti memiliki latar penciptaannya. Untuk geguritan
berjudul Cerita Kutha Yogyakarta memiliki hipogram kesenangan penulis
terhadap keindahan kota Yogyakarta yang kaya kan budaya dan pakaian serba
pantes. Warga yang ramah-ramah dan membuat senang para wisatawan
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan penulis, dapat disimpulkan bahwa dalam
geguritan yang berjudul “Asmara” karya Elvin N. H. dan “Ngrukubi Wengi” yang dianalisis
menggunakan teori semiotika Riffaterre terdapat penanda dan petanda di dalamnya, berupa 1)
Ketidaklangusngan Ekspresi 2) Pembacaan heuristik dan hermeneutik 3) Matriks, model dan
varian 4) Hipogram sehingga penciptaan makna dari geguritan tersebut bisa diketahui dan
dipahami.

Hal ini menunjukkan bahwa geguritan memang terbukti sebagai jembatan yang
menyuarakan segala isi hati, keluh kesah juga media ekspresi jiwa seseorang yang tak
terbatas oleh ruang dan waktu. Selain itu dapat diketahui pula keikutsertaan pengarang
dalam memilih setiap diksi agar terkesan menyentuh dan mewakili keadaan. Sehingga
penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi masyarakat untuk senantiasa terus
melestarikan serta peduli terhadap budaya peninggalan leluhur
DAFTAR PUSTAKA

https://www.gramedia.com/literasi/contoh-geguritan-bahasa-jawa/

https://katadata.co.id/amp/agung/berita/62eb9a6f67357/10-contoh-geguritan-
bahasa-jawa-dengan-berbagai-tema

Anda mungkin juga menyukai