Dosen Pengampu:
Drs. Aloysius Indratmo, M.Hum.
Disusun Oleh
Penyusun
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI............................................................................................................3
BAB I.......................................................................................................................4
PENDAHULUAN...................................................................................................4
A. Latar Belakang.............................................................................................4
BAB II......................................................................................................................5
PEMBAHASAN......................................................................................................5
A. Hasil Analis..................................................................................................5
1. Geguritan Agunge Wayah Wengi..........................................................5
a. Pembacaan Heuristik.................................................................5
b. Pembacaan Hermeneutik...........................................................6
c. Ketidaklangsungan Ekpresi.......................................................6
d. Matriks, Model, dan Varian.......................................................7
e. Hipogram: Hubungan Intertekstual............................................8
2. Geguritan Cerita Kutha Ngayogyakarta.................................................8
a. Pembacaan Heuristik.................................................................8
b. Pembacaan Hermeneutik...........................................................9
c. Ketidaklangsungan Ekpresi.....................................................10
d. Matriks, Model, dan Varian.....................................................10
e. Hipogram: Hubungan Intertekstual..........................................11
BAB III..................................................................................................................12
PENUTUP..............................................................................................................12
A. Kesimpulan................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
Karya sastra merupakan ungkapan pribadi manusia dilukiskan dalam bentuk tulisan.
Salah satu wujud karya sastra yaitu puisi atau geguritan. Dalam kesusastraan Jawa modern,
puisi Jawa modern disebut dengan geguritan. Geguritan berasal dari kata gurit yang berarti
tulisan, tatahan, kidung, dan tembang. Sedangkan geguritan berarti tembang (uran-uran)
yang berwujud purwakanthi (Poerwadarminta, 1939:157). Selain itu, geguritan didalamnya
tidak terikat pada konvensi-konvensi tertentu layaknya tembang macapat, sehingga bersifat
lebih bebas.
Semiotika berasal dari akar kata seme, semeion (Yunani) yang berarti tanda. Nasution
(2014:5) menerangkan ilmu yang secara sistematik mempelajari tanda-tanda dan lambang-
lambang, sistem-sistem lambang dan proses-proses perlambangannya diistilahkan dengan
semiotika. Puisi atau geguritan senantiasa berbicara mengenai sesuatu secara tidak langsung
dengan menyembunyikannya ke dalam suatu tanda. Oleh karena itu, Semiotika Riffaterre
inilah yang paling tepat digunakan dalam sajak karena analisisnya mengarah pada pemberian
makna sebuah karya sastra (sajak). Ada empat hal yang dikemukakan Riffaterre dalam
memproduksi makna puisi, yaitu (1) ketidaklangsungan ekspresi puisi (karya sastra) yang
disebabkan oleh pergeseran makna (displacing of meaning), perusakan atau penyimpangan
makna (distorting of meaning), dan penciptaan makna (creating of meaning), (2) pembacaan
heuristik dan hermeneutik, (3) matriks, model, dan varian, dan (4) hipogram (hypogram) atau
hubungan intertekstual.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Hasil Analisis
Seperti yang dijelaskan sebelumnya pada latar belakang bahwa penulis akan
menganalisis geguritan yang berjudul “Agunge Wayah Wengi” karya Fani Ayuningtyas
dan “Caritha Kutha Ngayogyakarta” karya Eko Wahyu Nugroho maka penulis sajikan isi
dari analisis geguritan tersebut.
a. Pembacaan Heuristik
Langkah pertama yang dilakukan dalam menganalisis geguritan adalah
dengan melakukan pembacaan heuristik. Artinya, pembacaan berdasarkan
stuktur kebahasaan. Pembacaan ini dilakukan untuk menerjemahkan dan
memperjelas arti kata-kata dan sinonim-sinonim dalam sebuah geguritan.
b. Pembacaan Hermeneutik
Pada tahap pembacaan ini, geguritan dimaknai secara keseluruhan.
Tanda- tanda yang ditemukan dalam pembacaan heuristik ditemukan makna
yang sebenarnya. Berikut adalah hasil pembacaan hermeneutik dari geguritan
Agunge Wayah Wengi.
Dalam geguritan berjudul Agunge Wayah Wengi, karya Fani
Ayuningtyas Setelah dianalisis, diketahui bahwa penyair menjelaskan atau
menyuarakan isi hatinya tentang keagungan atau keindahan suasana dimalam
hari dan kecantikan langit yang penuh dengan beribu ribu bintang “Kadya
langit kebak lintang”. Hatinya tersebut merasa senang dan merasakan
ketentraman yang begitu sangat “Adhem ayem, tata, titi tentrem”.
c. Ketidaklangsungan Ekspresi
a. Pembacaan Heuristik
Seperti analisis geguritan sebelumnya, langkah pertama yang dilakukan
adalah dengan melakukan pembacaan heuristik. Pembacaan ini dilakukan
untuk menerjemahkan dan memperjelas arti kata-kata dan sinonim-sinonim
dalam sebuah geguritan.
b. Pembacaan Hermeneutik
Berikut adalah hasil pembacaan hermeneutik dari geguritan di atas.
Dalam geguritan berjudul Carita Kutha Ngayogyakarta karya Eko Wahyu
Nugroho, sang penyair menceritakan tentang kota Yogyakarta dan penyair
tersebut menjelaskan tentang kota yang kaya akan budaya “kaloka endah sugih
budaya”,ramah ramah waraganya “grapyak sumanak wargane” dengan pakaian
yang luwes “gandhes luwes lan pantes agemane”, membuat para tamu
wisatawan luar negri maupun dalam negeri merasa senang dan bahagia “gawe
bungah para tameu wisata”.
c. Ketidaklangsungan Ekspresi
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan penulis, dapat disimpulkan bahwa dalam
geguritan yang berjudul “Asmara” karya Elvin N. H. dan “Ngrukubi Wengi” yang dianalisis
menggunakan teori semiotika Riffaterre terdapat penanda dan petanda di dalamnya, berupa 1)
Ketidaklangusngan Ekspresi 2) Pembacaan heuristik dan hermeneutik 3) Matriks, model dan
varian 4) Hipogram sehingga penciptaan makna dari geguritan tersebut bisa diketahui dan
dipahami.
Hal ini menunjukkan bahwa geguritan memang terbukti sebagai jembatan yang
menyuarakan segala isi hati, keluh kesah juga media ekspresi jiwa seseorang yang tak
terbatas oleh ruang dan waktu. Selain itu dapat diketahui pula keikutsertaan pengarang
dalam memilih setiap diksi agar terkesan menyentuh dan mewakili keadaan. Sehingga
penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi masyarakat untuk senantiasa terus
melestarikan serta peduli terhadap budaya peninggalan leluhur
DAFTAR PUSTAKA
https://www.gramedia.com/literasi/contoh-geguritan-bahasa-jawa/
https://katadata.co.id/amp/agung/berita/62eb9a6f67357/10-contoh-geguritan-
bahasa-jawa-dengan-berbagai-tema