Anda di halaman 1dari 14

WIDYANATYA | Volume 1 Nomor 2 | 2019 e-ISSN: 2656-5773

KAJIAN SOSIO-RELIGIUS
PENERAPAN SANKSI ADAT KANORAYANG DI DESA PAKRAMAN BAKBAKAN
KECAMATAN GIANYAR, KABUPATEN GIANYAR

Oleh:
Ida Bagus Putu Eka Suadnyana
gusekasuadnyana@unhi.ac.id
Dosen Fakultas Pendidikan, UNHI Denpasar

Ni Wayan Yuniastuti
yuniastuti@unhi.ac.id
Dosen Fakultas Pendidikan, UNHI Denpasar

ABSTRAK
Desa Pakraman Bakbakan merupakan salah satu daerah dalam wilayah hukum adat Bali yang
juga memiliki peraturan-peraturan yang mengatur kehidupan masyarakatnya yang pada dasarnya
dituangkan kedalam bentuk awig-awig yang secara umum dimiliki oleh seluruh Desa Pakraman
yang ada di Bali. Pada awig-awig Desa Pakraman Bakbakan terdapat salah satu sanksi adat yaitu
sanksi adat kanorayang yang sampai saat ini masih dilestarikan. Penerapan sanksi adat
kanorayang ini diterapkan berdasarkan atas dasar awig-awig Desa Pakraman Bakbakan Palet
Kaping XX (Indik Pamidanda). Pengenaan sanksi adat kanorayang diterapkan sebagai tindak
pengeluaran dari aktifitas adat desa pakraman sehingga mereka yang dikenakan sanksi adat
kanorayang tersebut hilang hak dan kewajibannya dalam organisasi Desa Pakraman. Bagi
mereka yang dikenakan sanksi adat kanorayang di Desa Pakraman Bakbakan akan tidak dapat
menggunakan fasilitas adat seperti misalnya pura kahyangan, setra atau kuburan, infrastruktur
yang dimiliki desa pakraman (wantilan, bale desa, ayahan kulkul dll). Penelitian ini
menggunakan rancangan penelitian kualitatif melalui pendekatan studi kasus etnografi dengan
penekanan pada kajian-kajian kritis dan interpretatif tanpa mengabaikan telaah unsur-unsur
empiriknya. Dengan pengumpulan data melalui teknik sampling, dimana dalam penelitian ini
adalah purposive sampling melalui orang-orang yang dianggap sebagai kunci (key person) serta
paham tentang penerapan sanksi adat kanorayang di Desa Pakraman Bakbakan. Penelitian ini
dapat dijadikan sebagai kritik dan saran agar pada proses penerapan sanksi adat kanorayang
tidak menyimpang dari tujuan hukum adat itu sendiri. Dan dengan keberadaan sanksi adat
kanorayang di Desa Pakraman Bakbakan ini diharapkan dapat menjaga keharmonisan dan
dalam suasana “paras-paros, gilik-saguluk, salunglung-sabayantaka”.
Kata Kunci: Kajian Sosio Religius, Sanksi Adat, Kanorayang

18
ABSTRACT

Pakraman Bakbakan Village is one of the areas in the Balinese customary law area which also
has regulations governing the lives of its people which are basically poured into awig-awig
forms that are generally owned by all Pakraman Villages in Bali. In awig-awig, Pakraman
Bakbakan Village, there is one adat sanction, namely Kanorayang adat sanction which is still
preserved. The application of Kanorayang customary sanctions is based on awig-awig Desa
Pakraman Bakbakan Palet Kaping XX (Indik Pamidanda). The imposition of Kanorayang adat
sanctions is applied as an act of expulsion from Pakraman village customary activities so that
those who are subject to the kanorayang adat sanctions lose their rights and obligations within
the Pakraman Village organization. For those who are subject to customary sanctions in the
village of Pakraman Bakbakan will not be able to use traditional facilities such as the temple of
heaven, setra or grave, infrastructure owned by the Pakraman village (wantilan, village bale,
aykul kulkul, etc.). This study uses a qualitative research design through an ethnographic case
study approach with an emphasis on critical and interpretive studies without ignoring the study
of empirical elements. By collecting data through sampling techniques, where in this study is
purposive sampling through people who are considered key (key person) and understand about
the application of customary sanctions in the village of Pakraman Bakbakan Pakraman. This
research can be used as a critique and suggestion so that in the process of implementing
customary sanctions the canor does not deviate from the objectives of customary law itself. And
with the existence of customary sanctions in the village of Pakraman Bakbakan is expected to
maintain harmony and in an atmosphere of "paras-paros, gilik-saguluk, salunglung-
sabayantaka".
Keywords: Socio-Religious Studies, Customary Sanctions, Kanorayang

I. PENDAHULUAN pelanggaran adat terhadap tidak


Sistem hukum adat bersendi atas terlaksananya peraturan adat tersebut.
dasar alam pikiran bangsa Indonesia, yang Sanksi adat ini dimaksud untuk
tidak sama dengan alam pikiran yang mengembalikan keseimbangan yang
menguasai sistem hukum barat. Untuk terganggu akibat adanya pelanggaran adat.
menyadari sistem hukum adat, orang harus Salah satu bentuk sanksi adat yang terdapat
menyelami dasar-dasar alam pikiran yang dalam masyarakat Hukum Adat di Desa
hidup dalam masyarakat Indonesia Pakraman Bakbakan adalah kanorayang
(Simarmata, 2013:3). Masyarakat adat dalam yaitu berupa penyisihan atau pengeluaran
interaksi sosialnya sering terjadi ketegangan sebagai krama desa pakraman. Sanksi
sosial karena terjadinya pelanggaran kanorayang pada dasarnya merupakan jiwa
terhadap hukum adat. Perbuatan yang danda akan tetapi juga mengarah pada
bertentangan dengan hokum adat disebut sanksi arta danda karena kasus yang banyak
dengan delik adat. Adanya delik adat ini, terjadi diakibatkan kelalaian krama desa
maka diperlukan semacam sanksi adat yang dalam kewajiban terhadap desa pakraman
mengikat seluruh anggota masyarakat adat atau dengan kata lain pemberian dispensasi
yang merupakan suatu reaksi adat terhadap pada warga yang dikenai sanksi ini untuk

19
dapat dengan segera melunasi utang Agama menjadi fungsional ketika
piutangnya dengan desa pakraman yang agama itu menjadi norma dan kultur
bersangkutan. Peristiwa ini pernah terjadi di bersama dalam masyarakat, sehingga
Desa Pakraman Bakbakan dimana dua memiliki daya paksa terhadap perilaku
orang warga krama desanya dikenakan anggota-anggotanya. Sebagai pranata sosial,
sanksi adat kanorayang. Bapak Made agama berpeluang sebagai penjaga
Tangen berdasarkan paruman desa ketertiban dan keseimbangan dalam
dikenakan sanksi adat kanorayang karena kehidupan bermasyarakat. Selama dua peran
tidak dapat memenuhi kewajibannya itu dapat dimainkan oleh agama, berarti
terhadap desa pakraman untuk membayar agama masih fungsional, bila tidak niscaya
hutang piutang sampai pada jatuh tempo dan akan ditinggalkan. Oleh karena dalam
tenggang waktu yang telah diberikan oleh konteks struktur masyarakat religius seperti
pihak desa pakraman. Sanksi adat yang ada di Bali, aliran fungsionalisme
kanorayang bukan sesuai atau tidak sesuai struktural senantiasa menerjemahkan hukum
dengan perikemanusiaan, melainkan apakah adat yang dilandasi ajaran Agama Hindu
penerapan sanksi ini sudah sesuai dengan sebagai pranata sosial yang fungsional bagi
rasa keadilan atau tidak. Apakah sesuai masyarakat Hindu di Bali.
dengan semangat persatuan dan kesatuan Melanggar peraturan membawa
atau tidak. Penjatuhan sanksi adat kegoncangan, kesusahan, ketidak amanan
kanorayang sering kali menimbulkan dan kehilangan keseimbangan seperti yang
konflik sosio-religius yang banyak menarik terdapat dalam Sloka 6 Sukta 90 Bab XIV Rg
perhatian masyarakat. Untuk mengetahui Weda Mandala I.
lebih jelas mengenai apakah sanksi adat Madhu wārā rtāyate madhu ksaranti
kanorayang masih relevan untuk diterapkan sindhawah,
serta dampak yang ditimbulkan pada Mādhwirnah santwosadhih
Terjemahan :
perkembangan masyarakat dewasa ini, untuk
Untuk dia yang menuruti Rta
itu peneliti tertarik untuk mengkaji secara Angin akan penuh dengan rasa manis
ilmiah. Sungai mencurahkan rasa manis
Begitu pila poho-pohon penuh rasa
manis untuk kita (Pudja, 1980: 170)
II. PEMBAHASAN
2.1 Penyebab Desa Pakraman Bakbakan Menyimak sloka tersebut berarti
Kecamatan Gianyar Kabupaten kehidupan mahluk mengikuti dan mentaati
Gianyar Menerapkan Sanksi Adat Rta, akan membawa kenikmatan hidup.
Kanorayang Pada Warga Oleh karena keselarasan membawa nikmat
Masyarakat Yang Melakukan kebahagiaan, maka apa yang tidak selaras
Pelanggaran Adat dengan hukumnya harus dikembalikan
dengan hukumnya itu. Delik adat adalah
2.1.1 Terjadinya Delik Adat di Desa semua perbuatan atau kejadian yang
Pakraman Bakbakan. bertentangan dengan kepatuhan, kerukunan,
ketertiban, keamanan rasa keadilan, dan

20
kesadaran masyarakat yang bersangkutan, religius masyarakatnya tidak jarang juga
baik hal itu sebagai akibat dari perbuatan terjadi kegoncangan yang mengganggu
yang dilakukan oleh seseorang, sekelompok keharmonisan kehidupan masyarakat desa
orang maupun perbuatan yang dilakukan pakraman. Seperti pada penerapan sanksi
oleh pengurus adat itu sendiri, perbuatan adat kanorayang yang dikenakan kepada
mana dipandang dapat menimbulkan Bapak I Made Tangen. Sanksi adat ini
kegoncangan karena mengganggu diterapkan oleh karena Bapak I Made
keseimbangan kosmos serta menimbulkan Tangen dirasakan telah mengganggu
reaksi dari masyarakat berupa sanksi adat. keseimbangan kehidupan masyarakat Desa
Apabila diamati definisi tentang Pakraman Bakbakan dikarenakan
delik adat itu, pada pokoknya terdapat empat pelanggaran yang telah mereka lakukan.
unsur penting yaitu : Pelanggaran tersebut berupa kelalaian
1. Ada perbuatan yang dilakukan mereka terhadap kesepakatan bersama
perseorangan, kelompok orang atau krama Desa Pakraman Bakbakan dalam hal
pengurus adat itu sendiri. pengelolaan Koperasi Unit Desa untuk
2. Perbuatan itu bertentangan dengan
menunjang kegiatan ekonomi Desa secara
norma-norma hukum adat.
3. Perbuatan itu dipandang dapat adat maupun kedinasan.
menimbulkan kegoncangan karena Pada pelaksanaan, krama dan
mengganggu keseimbangan dalam Prajuru Desa Pakraman Bakbakan merasa
masyarakat. gerah dengan tingkah laku dari Bapak I
4. Atas perbuatan itu timbul reaksi dari Made Tangen karena tidak kunjung
masyarakat yang berupa sanksi adat. memenuhi kewajibannya untuk membayar
Delik adat lahir, berkembang kemudian
sejumlah uang angsuran kredit yang mereka
lenyap, artinya perbuatan-perbuatan
yang semula merupakan pelanggaran pinjam pada Koperasi Unit Desa hingga
hukum, lambat laun perbuatan-perbuatan batas kelonggaran waktu yang telah
tidak lagi melanggar hukum oleh karena diberikan. Pada akhirnya masalah ini
hukum berubah. Segala sesuatu berjalan berbuntut panjang, karena pengurus koperasi
sesuai dengan jalannya perubahan unit desa merasa tidak mampu
perasaan keadilan dalam masyarakat menyelesaikan permasalahan ini akhirnya
yang selalu bergerak berhubung dengan
mereka sepakat untuk melimpahkannya
pertumbuhan hidup masyarakat yang
selalu dipengaruhi oleh segala faktor kepada prajuru Desa Pakraman Bakbakan.
lahir dan batin (Soepomo, 1983: 111) Dari pihak Desa Pakraman Bakbakan telah
memberikan kelonggaran waktu serta
Masyarakat desa pakraman dalam
toleransi yang cukup panjang kepada Bapak
interaksi sosio-religiusnya tidak jarang
I Made Tangen, dimana terhitung semenjak
terjadi ketegangan-ketegangan sosial karena
mereka mulai tidak memenuhi kewajiban
terjadinya pelanggaran-pelanggaran adat
hutang hingga diterapkannya sanksi adat
oleh seorang atau sekelompok masyarakat
kanorayang memakan waktu kurang lebih
yang bersangkutan. Begitu pula di Desa
satu tahun. Dalam kurun waktu tersebut
Pakraman Bakbakan Kecamatan Gianyar
pada setiap sabha desa I Made Tangen
Kabupaten Gianyar, dalam interaksi sosio-

21
selalu berkelit ketika dimintai pertanggung alam sekala dan niskala. Maka
jawaban. penyelesaiannya juga lewat jalan sekala dan
Toleransi masyarakat semakin niskala. Cara yang paling mudah
berkurang kepada Bapak I Made Tangen menyelesaikan konflik adat karena adanya
setelah adanya keluhan dari segelintir suatu pelanggaran yakni menyelesaikan
masyarakat yang mengetahui dan sendiri konflik tersebut.
memperhatikan kehidupan sehari-hari Segala perbuatan yang bertentangan
keduanya dimana mereka yang tergolong dengan hukum adat merupakan perbuatan
dalam keluarga miskin tidak menunjukan illegal sehingga hukum adat mengenal
semangat untuk mencapai kehidupan yang ikhtiar-ikhtiar untuk memperbaiki hukum
lebih baik. Terlebih lagi masyarakat jika hukum itu dilanggar. Perbuatan yang
mengetahui bahwa Bapak I Made Tangen bertentangan dengan hukum adat ini disebut
pada kesehariannya dikenal gemar dengan delik adat. Terganggunya
mengikuti judi tajen/sambung ayam. Hal ini keseimbangan masyarakat adat atau
yang membuat rasa kasian dari masyarakat terjadinya delik adat dapat terjadi bukan saja
perlahan hilang. Masyarakat tentu terhadap suatu yang berwujud nyata, akan
beranggapan bahwa mereka bisa tetapi juga terhadap suatu yang tidak
menghamburkan uang di arena perjudian berwujud. Hal ini disebabkan masyarakat
seharusnya tidak akan lupa juga dengan hukum adat memiliki alam pikiran yang
kewajiban membayar angsuran kredit yang komunalis dan religius magis yang kuat.
memang wajib mereka bayar secara berkala Alam pikiran masyarakat hukum demikian
kepada pihak koperasi unit desa. memandang kehidupan ini sebagai sesuatu
Puncaknya, setelah surat peringatan, yang homogen dalam mana kedudukan
pemberian denda, pembinaan serta manusia adalah sentral (Soepomo, 1983:
perampasan telah dilakukan namun tidak 110).
membuahkan hasil, berdasarkan paruman Manusia merupakan bagian dari
desa tanggal 13 Februari 2018 Prajuru alam semesta (makro kosmos), dan bersatu
beserta krama Desa Pakraman Bakbakan dengan lingkungan alam dan lingkungan
sepakat mengenakan sanksi adat kanorayang sesamanya yang dalam masyarakat Hindu
kepada Bapak I Made Tangen, maka dikenal dengan konsep Tri Hita Karana
semenjak saat itu mereka tidak lagi terdaftar yang semuanya saling berhubungan, saling
sebagai krama Desa Pakraman Bakbakan mempengaruhi dan berada dalam satu
serta diikuti dengan peniadaan hak dan keseimbangan yang senantiasa harus dijaga.
kewajiban mereka dalam organisasi Desa Jika suatu ketika keseimbangan terganggu
Pakraman Bakbakan. maka haruslah segera dipulihkan.
Masyarakat menilai komunitas adat 2.1.2 Peraturan yang Mengatur Tentang
sebagai simbol keseimbangan dan Sanksi Adat Kanorayang di Desa
keharmonisan. Kegoncangan adat muncul Pakraman Bakbakan.
karena adanya pelanggaran atas norma adat. Suatu tatanan kehidupan masyarakat
Pelanggaran ini diyakini bisa mengganggu tanpa kecuali masyarakat adat di Desa

22
Pakraman Bakbakan tidak terlepas dari adat utawi kelian banjar
permasalahan yang erat kaitannya di dalam nunggal-nunggal manut
masyarakat. Dalam terjadinya suatu dudonan.
3. Bacakan pamidanda luwire
permasalahan sudah tentu ada penyebab
a. Ayahan panukun kasisipan
yang menyebabkan hal tersebut terjadi yang b. Danda artha
diantaranya : 1) Adanya benturan-benturan c. Panikel-panikel urunan utawi
kepentingan baik perorangan maupun panikel dadendaan.
kelompok. 2) Adanya perbedaan pendirian d. Upakara panyangaskara
dan perasaan orang perorangan yang e. Kanoroyang/karereyan
semakin lama semakin tajam. 3). Adanya makrama.
perbedaan kebudayaan yang mempengaruhi
Pawos Kaping 126
pola pikir, tingkah laku perseorangan dalam 1. Pamidanda sane katiwakang
kebudayaan yang bersangkutan. 4). Masalah patut manut ring awig-awig,
kependudukan yang akan masih dihadapi pasuaran, pararem, utawi
daerah-daerah di Bali. 5). Masalah materi, dresta miwah agama, miwah
dimana masalah yang terjadi di Desa adung ring kasisipane.
Pakraman di Bali belakangan ini sering 2. Agung alit pamidanda sane
katiwakang masor singgih
ditimbulkan oleh perebutan lahan-lahan,
manut ring kasisipane.
masalah pengolahan lahan druwe desa.
Banyaknya permasalahan adat yang Pawos Kaping 127
timbul seiring dengan perkembangan Jinah utawi raja berana pamidanda
masyarakat adat itu sendiri, maka perlu ngeranjing dados druwen banjar
adanya suatu aturan (awig-awig) yang tegas utawi Desa manut dudonan.
dan disertai dengan sanksi yang jelas guna
Terjemahan.
menjaga keseimbangan dalam kehidupan Bagian ke XX (Tentang Sanksi) :
masayarakat adat atau desa pakraman itu
sendiri. Hal ini tentu juga berlaku dalam Pasal 125
kehidupan masyarakat Desa Pakraman 1. Desa atau Banjar berhak
Bakbakan, yang juga memiliki hukum adat memeberikan sanksi kepada
beserta sanksi adat yang jelas dalam warga desa yang melanggar
2. Penjatuhan sanksi dilakukan oleh
mengatur kehidupan masyarakatnya. Dalam
bendesa adat atau kelihan banjar
awig-awig Desa Pakraman Bakbakan, masing-masing menurut aturan.
sanksi adat atau pamidanda diuraikan dalam 3. Macam-macam sanksi seperti :
awig-awig Desa Pakraman Bakbakan pada a. Kewajiban kerja pengganti
Palet Kaping XX (Indik Pamidanda) yang kesalahan
isinya. b. Sanksi berupa harta benda.
Pawos Kaping 125 c. Pelipat gandaan denda atau
1. Desa utawi banjare wenang iuran.
niwakan pamidanda ring Desane sisip d. Upacara pembersihan
2. Taniwak inucap
kalaksanayang olih benDesa

23
e. Kanorayang/diberhentikan Prayascita merupakan suatu sanksi yang
sebagai krama atau warga bertujuan untuk mengadakan pembersihan
Desa Pakraman. pada tempat atau keadaan tertentu yang
dianggap telah mengotori dan menggagu
Pasal 125
1. Sanksi yang dijatuhkan harus keseimbangan kosmos dalam kehidupan
sesuai dengan awig-awig yang masyarakat Desa Pakraman Bakbakan. (5).
ada, pelanggaran, putusan rapat, Kanorayang adalah salah satu sanksi yang
keadaan dan agama dan sesuai berlaku bagi masyarakat Desa Pakraman
dengan kesalahannya. Bakbakan dimana krama yang dikenakan
2. Besar kecilnya sanksi yang sanksi adat ini akan dikeluarkan dari
dikenakan dipertimbangkan
persekutuan desa pakraman, hal ini
harus sesuai dengan kesalahan
atau pelanggaran yang terjadi. dikarenaka krama tersebut melakukan
pelanggaran yang telah membuat
Pasal 128 keseimbangan dalam Desa Pakraman
Uang atau harta benda hasil dari menjadi terganggu.
pengenaan sanksi masuk ke kas Khusus mengenai penerapan sanksi
desa/banjar sesuai aturan. adat kanorayang, sanksi adat ini telah
tercantum secara tertulis dalam awig-awig
Berpijak dari awig-awig Desa
Desa Pakraman Bakbakan sehingga
Pakraman Bakbakan ini dapat diketahui
merupakan peraturan yang mengikat warga
bahwa sanksi-sanksi adat yang berlaku di
masyarakatnya. Sanksi adat ini pada
Desa Pakraman Bakbakan seperti: (1).
kehidupan masyarakat Desa Pakraman
Ayahan panukun kasisipan yaitu sejenis
Bakbakan pada umumnya terjadi karena
sanksi atau kewajiban bagi warga/krama
pelanggaran terhadap kewajiban iuran atau
yang tidak bisa memenuhi kewajiban
hutang piutang terhadap pihak Desa
ngayah pada saat piodalan di pura, disini
Pakraman Bakbakan. Pada tatanan
diharapkan ada yang menggantikan
kehidupan masyarakat Desa Pakraman
kewajiban ngayah tersebut dengan
Bakbakan dalam kehidupan aktivitas dan
pemberitahuan kepada manggala/panitia
tingkah laku sehari-harinya telah
karya di pura yang bersangkutan. (2). Danda
berdasarkan peraturan hukum yang telah
Artha adalah sanksi berupa materi yang
disepakati dan berlaku hingga sekarang.
dikenakan pada krama yang lalai akan
kewajiban membayar iuran kepada pihak
desa pakraman. (3). Panikel urunan utawi 2.2 Proses Penerapan Sanksi Adat
Kanorayang Di Desa Pakraman
dadendaan adalah sanksi yang dikenakan
Bakbakan Kecamatan Gianyar
berupa melipat gandakan iuran atau denda
Kabupaten Gianyar
yang dikenakan kepada krama karena tidak
memenuhi kewajiban membayar hutang 2.2.1 Penyelesaian Pelanggaran Adat di
Desa Pakraman Bakbakan.
piutang pada pihak desa pakraman sampai
Dasar penerapan atau dikenakannya
pada jatuh tempo dan kelonggaran yang
sanksi adat kanorayang terhadap krama
diberikan oleh pihak desa pakraman. (4).

24
yang melakukan delik adat adalah sesuai 2.3 Dampak Penerapan Sanksi Adat
dengan ketentuan yang sudah diatur dalam Kanorayang Bagi Masyarakat Desa
awig-awig Desa Pakraman Bakbakan. Hal Pakraman Bakbakan Kecamatan
ini menunjukkan bahwa reaksi adat Gianyar Kabupaten Gianyar
terhadap pelanggaran delik adat masih 2.3.1 Dampak Sosial Penerapan Sanksi
sangat kuat hidup dan bertahan Adat Kanorayang bagi Pelaku yang
dimasyarakat. Apabila terjadi pelanggaran Dikenakan Sanksi
terhadap delik adat, maka petugas hukum Orang atau sekelompok orang yang
dalam hal ini perangkat desa pakraman, dikenakan sanksi akan dikeluarkan dari
mengambil tindakan-tindakan kongkrit guna interaksi desa pakraman, tidak mendapat
mengembalikan keseimbangan yang pertolongan dari pihak desa pakraman serta
terganggu atau memulihkan keadaan yang tidak dapat menggunakan fasilitas dari desa
telah terganggu. pakraman yang bersangkutan. Hal ini sesuai
Penerapan sanksi adat tersebut dengan yang tercantum dalam awig-awig
biasanya dilakukan pada saat sangkepan Desa Pakraman Bakbakan yang merupakan
atau sabha desa yang secara rutin dasar berlakunya yaitu Palet Kaping IV
diselenggarakan setiap bulan sekali (Pangayah ring krama banjar/Krama desa
(menurut perhitungan Bali) setiap adat) yang isinya :
sangkepan tersebut dibacakan catatan- Pawos Kaping 23
catatan pelanggaran yang pernah dilakukan Iwarga krama banjar/ krama desa
orang-orang atau warga desa atau banjar adat sane magingsir utawi wusan
makrama banjar/ desa adat, nenten
untuk selanjutnya diminta
polih bagian padruwen banjar/desa
pertanggungjawaban baik berupa adat tur nawur pakaad mara manut
permintaan maaf ataupun berupa membayar pararem.
kewajiban beban berupa iuran sesuai dengan Terjemahan :
ketentuan yang berlaku. Apabila tidak Bagian IV
membayar pada waktu itu diberikan (Status keanggotaan warga
tenggang waktu lagi beberapa hari dan ada banjar/desa adat)
pula sampai satu bulan. Demikian
Pasal 23
selanjutnya penerapan atau pengenaan Seorang anggota banjar/desa adat
sanksi denda pelanggaran yang dijatuhkan yang pindah ataupun berhenti
setiap diadakan sangkepan banjar dengan menjadi warga banjar/desa adat,
berdasarkan musyawarah mufakat. Begitu tidak mendapat bagian dari harta
pula pada penerapan sanksi adat kanorayang kekayaan banjar/desa adat dan wajib
di Desa Pakraman Bakbakan yang membayar sejumlah uang sesuai
dengan keputusan yang telah
dikenakan terhadap Bapak I Made Tangen.
disepakati.

Bagi mereka yang dikenakan sanksi


adat kanorayang dapat kembali lagi menjadi
krama Desa Pakraman Bakbakan setelah

25
mereka mampu melaksanakan kewajiban-
kewajiban sesuai dengan kesepakatan Terjemahan :
bersama krama Desa Pakraman Bakbakan.
Bagian IX
Pada kasus bapak I Made Tangen, beliau
(tentang kuburan)
diperkenankan kembali lagi menjadi krama Pasal 48
Desa Pakraman Bakbakan setelah Warga pendatang/penumpang, kedua
membayar hutang berikut dengan dendanya warga yang berhenti atau yang
kepada pihak Desa Pakraman Bakbakan. diberhentikan menjadi warga Desa
Sedangkan pada baga palemahan, beliau Pakraman Bakbakan ini tidak
yang dikenakan sanksi adat kanorayang diperkenankan menguburkan mayat,
kedua mengadakan upacara ngaben
tidak diperkenankan dalam penggunaan
di kuburan yang disebutkan didepan
infrastruktur yang dimiliki desa pakraman sebelum memperoleh izin dari
beserta penggunaan setra/sema atau banjar/Desa Adat sesuai dengan
kuburan. keputusan.
Pada awig-awig Desa Pakraman Pasal 49
Bakbakan terdapat peraturan yang mengatur Warga pendatang/penumpang, kedua
tentang penggunaan setra/kuburan milik warga yang disebutkan pada pasal 48
apabila sudah mendapat izin
Desa Pakraman Bakbakan. krama atau
menguburkan mayat atau
warga Desa Pakraman Bakbakan yang mengadakan upacara ngaben harus
diperbolehkan menggunakan setra/sema membayar pengganti kuburan yang
diatur dalam awig-awig Desa Pakraman besarnya sesuai dengan keputusan
Bakbakan, sebagai berikut. Desa Adat.
Palet Kaping IX
2.3.2 Dampak Sosial Penerapan Sanksi
(Indik Setra/Sema)
Adat Kanorayang bagi Masyarakat
Pawos Kaping 48 Desa Pakraman Bakbakan
Jadma tamiu/panumpang, kalih Bagi masyarakat Desa Pakraman
jadma sane wusan/kawusang
Bakbakan yang lainnya keberadaan sanksi
makrama desa adat sakuwuban Desa
Adat Bakbakan puniki tan adat kanorayang ini diharapkan mampu
kadadosang mendem sawa, kalih memberikan efek jera agar krama atau
ngaben ring setra/sema inucap ring warga desa pakraman yang lainnya tidak
ajeng sadereng polih panugrahan mengikuti tindakan atau prilaku dari beliau
saking banjar/desa adat manut yang dikenakan sanksi adat kanorayang ini.
pararem.
Sanski adat kanorayang ini dapat
Pawos Kaping 49 digolongkan kedalam jenis sanksi adat jiwa
Jadma tamiu/panumpang, kalih danda yang pada penerapan hukumannya
jadma sane sios-siosan manut pawos memberikan pembinaan terhadap mental
kaping 48 yening sampun polih pelaku pelanggaran. Bagi masyarakat Desa
panugrahan mendem/melebar patut Pakraman Bakbakan, merupakan suatu aib
nawur panuku seme/setra kwehnya tersendiri yang yang menyentuh ranah harga
manut pararem.
diri masyarakatnya apabila sampai

26
dikenakan sanksi adat kanorayang. Secara ini dikarenakan perkembangan zaman yang
umum anggapan seperti ini sudah pasti sudah semakin maju diikuti media informasi
memberikan dampak pada kehidupan yang kian memadai membuat
masyarakat Desa Pakraman Bakbakan agar masyarakatnya semakin terbuka dengan
senantiasa dalam suasana disiplin serta dapat dunia global, termasuk juga segala sesuatu
selalu menjaga keseimbangan dan yang menyangkut tentang hak asasi
keharmonisan masyarakatnya (Kondra, manusia.
wawancara 09 Juni 2019). Desa pakraman di Bali tidak
Dilihat dari konsep Tri Hita Karana terkecuali Desa Pakraman Bakbakan adalah
yang dimiliki oleh desa pakraman itu bagian dari Negara Kesatuan Republik
sendiri, keberadaan hukum adat terutama Indonesia. Dalam tipologi desa pakraman di
dalam pengenaan sanksi adat khususnya Bali pada penerapannya selalu berdasarkan
sanksi adat kanorayang memiliki tujuan ; 1) atas dharma agama dan dharma negara.
Parhyangan, memperkokoh dan Peraturan hukum adat yang mengatur
melestarikan nilai-nilai luhur ke-Tuhanan kehidupan masyarakat desa pakraman di
yang tercurah dalam isi dari awig-awig itu Bali yang sangat kental dengan nuansa
sendiri. 2) Pawongan, sebagai alat keagamaan diharapkan juga tidak
pemersatu dikalangan warga Desa bertentangan dengan peraturan perundang-
Pakraman Bakbakan maupun antar warga undangan yang telah diatur oleh pemerintah
desa pakraman lainnya, melestarikan tata sebagai fungsionaris negara.
krama pergaulan dalam masyarakat dan Penerapan sanksi adat kanorayang di
kedamaian masyarakat Desa Pakraman Desa Pakraman Bakbakan di terapkan
Bakbakan serta menciptakan suasana gotong dengan ketentuan peniadaan akan hak dan
royong baik dalam susah ataupun senang kewajiban warga/krama Desa Pakraman
dalam kehidupan masyarakat Desa Bakbakan dalam kegiatan organisasi desa
Pakraman Bakbakan. 3) Palemahan, pakraman. Peniadaan hak dan kewajiban
menciptakan perdamaian dan kelestarian disini adalah hilangnya kewajiban
harta kekayaan Desa Pakraman Bakbakan warga/krama Desa Pakraman Bakbakan
yang juga merupakan milik semua warga yang dikenakan sanksi adat kanorayang
masyarakatnya seperti misalnya: Pura terhadap kegiatan-kegiatan adat yang
Kahyangan (Kahyangan Tiga), berkaitan dengan parhyangan, palemahan
Setra/kuburan, beji/pasiraman Bhatara, dan pawongan. Akan tetapi pada
Jalan desa, Wantilan (balai desa) dan lain penerapannya, bagi beliau yang dikenakan
sebagainya (Suadnyana, 2018). sanksi adat kanorayang masih
Selain dampak sosial penerapan diperkenankan dalam interaksi sehari-hari
sanksi adat kanorayang seperti yang telah dengan warga atau krama desa pakraman
diuraikan diatas, sanksi adat kanorayang yang lainnya sehingga membedakan dengan
juga berakibat menimbulkan polemik serta keberadaan sanksi adat kasepekang.
pro dan kontra dikalangan intelektual Peniadaan hak bagi beliau yang
masyarakat Desa Pakraman Bakbakan. Hal dikenakan sanksi adat kanorayang yaitu

27
tidak dapat menggunakan fasilitas adat yang timbul dari adanya pelanggaran adat tersebut
dimiliki oleh Desa Pakraman Bakbakan (Suastika, wawancara 06 Juni 2019).
baik fasilitas penunjang desa pakraman pada Ada perasaan berbeda, kecewa, malu
bidang parhyangan (pura kahyangan desa dan ingin segera berbenah ketika
atau tempat suci lainnya), palemahan (tidak dikenakan sanksi adat kanorayangi,
terlebih lagi tidak diperkenankan lagi
dapat menggunakan lahan milik desa baik
menggunakan fasilitas adat salah
itu lahan pertanian, perumahan ataupun satunya pura dan setra. Tidak
kuburan/setra) dan bidang pawongan (tidak diperkenankan untuk melakukan
mendapat pertolongan dari warga/krama persembahyangan ke pura dan
desa pakraman yang lainnya dalam mempergunakan setra benar-benar
kehidupan pasuka dukaan (hajatan atau telah menyadarkan bahwa apa yang
kematian) serta tidak mendapat ayahan telah diperbuat ini salah. Apalagi
keluarga semua juga harus
kulkul yang merupakan media komunikasi
menanggung akibat dari perbuatan
masyarakat Desa Pakraman. yang telah dilakukan. Pada saat
piodalan misalnya, pura selain
2.3.3 Dampak Religius Penerapan Sanksi sebagai tempat mendekatkan diri
Adat Kanorayang kepada Tuhan juga merupakan
Pelanggaran adat terlebih-lebih yang tempat untuk berinteraksi dengan
dirasa sangat mengganggu keseimbangan masyarakat yang lainnya. Berada di
pura dan melakukan kegiatan
dan keharmonisan kehidupan masyarakat persembahyangan membuat umat
desa pakraman seperti pelanggaran adat merasa tenang dan damai, namun
hingga diterapkannya sanksi adat ketika hal itu dilarang tentu akan
kanorayang kepada warga masyarakat Desa menyentuh perasaan yang paling
Pakraman Bakbakan, bagi pelaku tidak dalam baik pelakusaya maupun
diperkenankan menggunakan fasilitas adat keluarga (wawancara dengan Bapak
Made Tangen)
seperti misalnya Pura Kahyangan Tiga Desa
Pakraman Bakbakan. Dari sudut pandang Pikiran yang kotor dapat
keagamaan, adanya dampak suatu sanksi dikembalikan dengan ajaran tatwa, jnana,
adat dengan tidak diperkenankannya seorang susila, agama dan juga upacara yadnya.
atau kelompok orang untuk melakukan Prayascita adalah lambang penyucian
upacara persembahyangan di pura setempat rohani. Banten prayascita selalu disertai
tentu akan berpengaruh terhada rasa beserta dengan banten byakala yang merupakan
keyakinan dalam diri beliau. Untuk kembali penyucian secara lahiriah (Wiana,
lagi diterima sebagai bagian dari Desa 2002:170).
Pakraman Bakbakan terhadap pelaku Dalam prayascita ada lima mala atau
diwajibkan untuk melaksanakan upacara kekotoran diri yang dimohonkan
prayascita atau pembersihan. Upacara ini dapat hilang dengan banten lis yaitu
dimaksudkan agar kesucian desa dapat sarwa rogha artinya segala macam
dipulihkan kembali dari noda-noda yang penyakit, sarwa satru yaitu semua
musuh, papa klesa yaitu lima klesa
yang mengotori hidup, dan sarwa

28
dusta artinya terhindar dari dusta Dalam proses penerapan sanksi adat
orang-orang jahat. Prayascita kanorayang, pada tahap sebelum dikenakan
bertujuan sebagai sarana ritual yang sanksi ini juga terdapat proses penyitaan
sakral untuk melindungi pikiran dari
sebagai peringatan terakhir kepada si
lima kekotoran itu (Wiana, 2002:
173) pelanggar adat. Hal ini tentu akan memberi
dampak psikologi yang sangat mendalam
Pada penerapan sanksi adat tidak hanya kepada pelaku pelanggaran akan
kanorayang di Desa Pakraman Bakbakan, tetapi juga terhadap keluarga si pelaku
bagi krama yang melakukan pelanggaran pelanggaran adat tersebut. Rasa malu serta
dan telah dikenakan sanksi adat kanorayang perasaan yang menyentuh harga diri akan
dapat kembali lagi menjadi anggota Desa sangat jelas dirasakan bagi keluarga pelaku
Pakraman Bakbakan setelah membayar pelanggaran adat ini. Hal ini dikarenakan
kewajiban beliau terhadap hutang piutang sifat dari sanksi adat itu sendiri yang tidak
kepada desa pakraman disertai dengan hanya berlaku kepada individu pelaku
denda yang telah ditentukan berdasarkan pelanggaran, tetapi juga kepada sanak
perhitungan dan ketentuan yang telah keluarganya.
disepakati. Sanksi hukum denda terjadi Dari beberapa kutipan sloka di atas,
apabila ada salah satu pihak tidak menepati dalam kaitannya dengan penerapan sanksi
atau melanggar suatu persetujuan atau adat kanorayang di Desa Pakraman
perjanjian sebagai diatur dalam pasal 218 Bakbakan tentu memberikan akibat atau
Astamo’dhyayah Veda Smrti sebagai dampak dari sudut pandang
berikut. keagamaan/religius. Namun demikian,
Esa Dharmo khilena ukto adanya sloka-sloka seperti yang termuat di
wetanadana karmanah, atas, sangatlah jelas terlihat bahwa
Ata urdhwam prawaksyami masyarakat desa pakraman yang juga
Dharmam samaya bedinam merupakan masyarakat agama dalam
Terjemahan :
penyelenggaraan interaksi kehidupan
Demikianlah ketentuan peraturan
mengenai gaji-upah yang tak dibayar bermasyarakatnya membuat awig-awig
telah dinyatakan selengkapnya dan sebagai sarana kontrol yang merupakan
selanjutnya akan dinyatakan tentang kesepakatan bersama dan berlandaskan
ketentuan peraturan mengenai orang ajaran Agama Hindu.
melanggar persetujuan (Pudja 1973:
679). III. PENUTUP
Hasil penelitian yang dilakukan atau
Sanksi hukum denda ini diperlukan
dilaksanakan oleh peneliti dalam membahas
oleh kepala Negara atau kepala
masalah yang ada maka dapat ditarik
pemerintahan, dalam rangka penegakan
kesimpulan sebagai berikut.
hukum yang dikenakan terhadap orang-
Sanksi adat merupakan salah satu
orang yang melanggar perjanjian yang
reaksi adat terhadap pelanggaran-
diadakan di daerah kekuasaan hukum orang
pelanggaran aturan adat atau tidak
tersebut.

29
dilaksanakannya aturan-aturan adat. Yang masyarakat Desa Pakraman Bakbakan,
menyebabkan Desa Pakraman Bakbakan penerapan sanksi adat ini secara umum
menerapkan sanksi adat kanorayang bagi berdampak membrikan efek jera kepada
warga masyarakatnya yang melakukan masyarakat sehingga kejadian serupa tidak
pelanggaran didasari oleh tiga faktor, yaitu terulang kembali. Sementara dari sudut
terjadinya pelanggaran adat yang dirasa pandang religious, penerapan sanksi adat
sangat mengganggu keharmonisan Desa kanorayang bagi masyarakat Desa
Pakraman Bakbakan, adanya peraturan Pakraman Bakbakan tentu mempengaruhi
(awig-awig) yang mengatur tentang sanksi perasaan keyakinan/keagamaan
adat di Desa Pakraman Bakbakan, serta masyarakatnya karena terdapat ketentuan
adanya koreksi dari masyarakat terhadap tidak dapat menggunakan fasilitas adat
pelanggaran tersebut. termasuk pura serta mengadakan
Dilihat dari proses penerapan sanksi prayascita/pembersihan.
adat kanorayang tersebut pada dasarnya
sudah sangatlah tegas akan tetapi DAFTAR RUJUKAN
disesuaikan dengan tingkat pelanggaran Artadi, I Ketut. 2006. Hukum dalam
yang dilakukan oleh masyarakat atau krama Perspektif Kebudayaan: Pendekatan.
Desa Pakraman, dengan tidak memandang Kebudayaan terhadap Hukum.
Denpasar: Pustaka Bali Post.
status dalam lapisan masyarakatnya. Hal ini
menandakan sanksi adat kanorayang Awig-awig Desa Pakraman bakbakan, 1987.
didalam penjatuhan sanksi adatnya tidaklah Kecamatan Gianyar, Kabupaten
pandang bulu atau berat sebelah antara Gianyar
masyarakat satu dengan masyarakat lainnya.
Penerapan sanksi adat kanorayang yang Beratha, I Nyoman. 2005. Masyarakat dan
diberikan kepada warga masyarakat yang P embangunan Desa. Jakarta :
LP3ES.Simarmata, Rikardo,
melanggar aturan adat telah mengikuti
“Menyoal Pendekatan Binar dalam
mekanisme yang sesuai dengan apa yang Studi Adat, LSD, Vol. V, No. 2, June
tertuang dalam awig-awig Desa Pakraman December, 2013.
Bakbakan Kecamatan Gianyar, Kabupaten
Gianyar. Barry Berman and Joel R. Evans, 2001,
Penerapan Sanksi adat kanorayang Retail Management : A. Strategic.
sudah pasti membawa dampak atau akibat Approach. Edition. Prentice Hall
Intl., Inc
yang ditimbulkan dalam penerapannya. Dari
sudut pandang sosial, penerapan sanksi adat Haryatmoko, 2010. Dominasi Penuh
ini berakibat pada ketidakstabilan struktur Muslihat: Akar Kekerasan dan
masyarakat karena adanya masyarakat yang Diskriminasi. Jakarta : Grame
dikeluarkan dari persekutuan sehingga tidak
mendapatkan pertolongan dari warga desa Kanti Iswari, Ni ketut, (2007) “Penerapan
Sanksi Adat Lokika Sanggraha
pakraman serta tidak dapat menggunakan
(Studi Kasus di Desa Pakraman
fasilitas desa pakraman tersebut. Bagi Melinggih, Payangan, Gianyar).

30
Tesis pada Program Pascasarjana Surpha, I Wayan , 2002. Eksistensi Desa
Brahmawidya HDN Denpasar Adat Di Bali, Denpasar : Upada
Sastra.
Koentjaraningrat. 1974. Kebudayaan
Mentalitas dan Pembangunan,. Soetomo. 1985. Dasar-Dasar Interaksi.
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta Surabaya: Usaha Persada.
Monograpi Desa Bakbakan 2018.
Soepomo. 1983. Kedudukan Hukum Adat
Pudja, G. Dan Sudhantra, Tjokorda Rai. di Kemudian Hari, Jakarta: Pustaka
1973. Manawa Dharmacastra atau Rakyat, 1952
Weda Smrti. Jakarta: Penerbit
Mayasari Suadnyana, Ida Bagus Putu Eka. "Kajian
Nilai Pendidikan Agama Hindu
Pudja, Gede, Pengantar Agama Hindu, dalam Konsep Manyama Braya."
Jakarta: Mayasari, 2002 Jurnal PASUPATI 5.1 (2018): 48-60.

Purwita, Ida Bagus Putu,1984. Desa Adat Tim Penyusun. 2005. Pedoman Penyuratan
Dan Banjar Adat Di Bali, Denpasar : Awig-Awig Desa Pakraman.
Kawi Sastra awig-awig Desa Denpasar : Dinas Kebudayaan
Pakraman Bakbakan Propinsi Bal (Pudja, 1973

Poerwadarminta, W.J.S. 1985. Kamus Tim Penyusun. 2010. Tugas-Tugas Prajuru


Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Adat. Denpasar : Dinas Kebudayaan
PN Balai Pustaka Propinsi Bali

Sirtha, Nyoman, 2008. Aspek Hukum Dalam Widyana. I Made. 1993. Kapita Selekta
Konflik Adat di Bali. Denpasar, Hukum Pidana Adat. Bandung. P.T
Udayana University Press. Eresco 1993:8

Sudantra I Ketut, 2007, “Pelaksanaan Fungsi Windia, Wayan P. 2008. ”Konflik Adat dan
Hakim Perdamaian Desa dalam Sanksi Kasepekang di Desa Adat
Kondisi Dualisme Pemerintahan Bungaya, Kabupaten Karangasem.
Desa Di Bali”, Tesis Program Perspektif Kajian Budyaya”.
Magister Ilmu Hukum Program Disertasi pada Program S3 Kajian
Pascasarjana niversitas Udayana. Budaya, Unud, Denpasar
Sugiono. 2010. Metode Penelitian
Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Wiana, 2002 Wiana, I Ketut. 2002. Makna
Bandung: Alfabeta. Upacara Yadnya dalam Agama
Hindu. Surabaya: Param
Ita.

31

Anda mungkin juga menyukai