Anda di halaman 1dari 121

MODEL KESESUAIAN IMPLEMENTASI PROGRAM JUT DAN JAPRO

DALAM PENINGKATAN SEKTOR PERTANIAN DI KOTA BATU

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan

Memperoleh Gelar Sarjana Administrasi Publik

Oleh

MAULIDINA AINUR ROSIDA

NPM. 217.01.09.1.043

JURUSAN ADMINISTRASI PUBLIK

FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI

UNIVERSITAS ISLAM MALANG

2021
LEMBAR PERSETUJUAN SKRIPSI

Nama : Maulidina Ainur Rosida


NPM : 217.01.09.1.043
Progam Studi : Ilmu Administrasi Negara

Fakultas : Ilmu Administrasi


Judul : Model Kesesuaian Implementasi Program JUT dan Japro
Dalam Peningkatan Sektor Pertanian di Kota Batu

Malang, 26 Desember 2020


Disetujui oleh:

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

(Dr. Afifuddin, S.Ag., M.Si) (Hirshi Anadza. S.Hub. Int, M. Hub. Int)
NPP. 21515061976321004 NPP. 161101198932138

Mengetahui,
Ketua Program Studi Ilmu Administrasi Negara

Suyeno, S. Sos., M.AP


NPP. 150209198832135

i
LEMBAR PENGESAHAN MAJELIS PENGUJI

MODEL KESESUAIAN IMPLEMENTASI PROGRAM JUT DAN JAPRO


DALAM PENINGKATAN SEKTOR PERTANIAN DI KOTA BATU

Oleh:
Mauldina Ainur Rosida
217.010.91.043

telah dipertahankan didepan penguji


pada tanggal 25 Januari 2021
dinyatakan telah memenuhi syarat

Tim Penguji

Dr. Afifuddin, S.Ag., M.Si Hirshi Ananda, S.Hub.Int.,M.Hub.int


NPP. 21515061976321004 NPP. 161101198932138
Ketua Anggota

Suyeno, S.Sos., M.AP


NPP. 150209198832135
Anggota

Malang, 26 Januari 2021


Universitas Islam Malang
Fakultas Ilmu Administrasi
Dekan,

Dr. Rini Rahayu Kurniati, M. Si


NPP. 196.02.00002

ii
PERNYATAAN ORISIONALITAS SKRIPSI

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : Maulidina Ainur Rosida

NPM : 217.01.09.1.043
Tempat, Tanggal Lahir : Malang, 09 Juli 1999
Progam Studi : Ilmu Administrasi Negara
Fakultas : Ilmu Administrasi
Judul : Model Kesesuaian Implementasi Program JUT dan
Japro dalam Peningkatan Sektor Pertanian di Kota
Batu

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa sepanjang pengetahuan


saya, di dalam naskah skripsi ini tidak terdapat karya ilmiah yang pernah diajukan
oleh pihak lain untuk mendapatkan karya atau pendapat yang pernah ditulis atau
diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis atau diterbitkan oleh orang
lain, kecuali yang secara tertulis dikutip dalam naskah ini dan disebut dalam
sumber kutipan dan daftar pustaka.
Apabila ternayata di dalam naskah skripsi ini dapat dibuktikan terdapat
unsur-unsur jiplakan, saya bersedia skripsi ini digugurkan dan gelar akademik
yang telah saya peroleh (S-1) dibatalkan, serta diproses sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku (UU No 20 Tahun 2003, Pasal 25 ayat 2 dan
pasal 70)

Malang, 25 Desember 2020


Mahasiswa

Nama : Maulidina Ainur Rosida


NPM : 21701091043

iii
iv
v
MOTTO

YOUR LEVEL UP IS ABOUT IMPROVING YOU

It’s You vs. You

Not You vs. Them

vi
BIODATA

Nama : Maulidina Ainur Rosida

NPM : 21701091043

Tempat dan Tanggal Lahir : Malang, 09 Juli 1999

Alamat : Jalan Slamet Nomor 13 A RT 001/ RW 002 Dusun

Banaran Desa Bumiaji Kota Batu

Pendidikan : SD MI BAHRUL ULUM (2005-2011)


SMP NEGERI 4 BATU (2011-2014)
SMA NEGERI 1 BATU (2014-2017)
Email : ainurmaulidina@gmail.com

Publikasi-publikasi atau
Karya Ilmiah :
- Responsivitas Dinas Penanaman Modal
Pelayanan Terpadu Satu Pintu dan Tenaga Kerja
Kota Batu Terhadap Tingginya Tingkat
Pengangguran di Kota Batu, Retno Wulan
Sekarsari, Maulidina Ainur Rosida, JPSI
(Journal of Public Sector Innovations), Vol. 3,
No. 1, November Tahun 2018, (40 – 49)
- Review Buku Manajemen Pelayanan Publik,
penulis : Hayat, S.AP.,M.Si (adadimalang.com)

vii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT, yang telah

melimpahkan rahmat dan hidayahnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan

proposal skripsi yang berjudul “Model Kesesuaian Implementasi Program JUT

dan Japro dalam Peningkatan Sektor Pertanian di Kota Batu”.

Skripsi ini merupakan tugas akhir yang diajukan untuk memenuhi syarat

dalam memperoleh gelar sarjana Ilmu Administrasi Negara pada Fakultas Ilmu

Administrasi Universitas Islam Malang.

Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak akan terwujud

tanpa adanya bantuan dan dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada

kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada yang

terhormat:

1. Penulis ucapkan terimakasih setulusnya kepada kedua orang tua yaitu Bapak

Sunardi dan Ibu Jumiati yang selalu sabar mendidik dan menyayangi penulis

serta selalu memberikan dukungan terhadap segala kegiatan positif penulis

lakukan.

2. Bapak Prof. Dr. H. Maskuri, M.Si selaku Rektor Universitas Islam Malang

3. Ibu Rini Rahayu Kurniati, M. Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Administrasi

Universitas Malang

4. Bapak Suyeno. S.Sos., M.AP selaku Ketua Program Studi Ilmu Administrasi

Negara Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Islam Malang dan selaku

dosen penguji 3 saya.

viii
5. Bapak Dr. Afifuddin, S.Ag., M.Si selaku Dosen Pembimbing I yang telah

berkenan memberikan bimbingan serta motivasi kepada penulis sehingga

skripsi ini dapat terselesaikan.

6. Bapak Hirshi Anadza, S.Hub. Int., M. Hub.Int selaku Dosen Pembimbing II

yang telah berkenan memberikan bimbingan serta motivasi kepada penulis

sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

7. Bapak Ibu Dosen serta Staff Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Malang

yang telah membantu dan membimbing penulis selama mengikuti

perkuliahan.

8. Dinas Pertanian Kota Batu yang membantu serta mengizinkan saya untuk

melakukan penelitian.

9. Bapak Agus Trisnobuwono, S.Hut selaku Kepala Bidang Sarana, Prasarana

dan Keuangan yang berkenan diwawancarai sehingga proses penelitian

berjalan dengan lancar.

10. Bapak Slamet Nur Hasan, SP selaku Seksi Lahan, Irigasi dan Konservasi

yang berkenan diwawancarai dan memberikan data sehingga proses

penelitian berjalan dengan lancar.

11. Keluarga besar penulis yang selalu memberikan dukungan dan semangat tiada

henti

12. Seluruh teman-teman seperjuangan Program Studi Administrasi Publik

Angkatan 2017 khususnya kelas Administrasi Public B yang selalu

memberikan kebahagiaan dan keceriaan disetiapharinya.

ix
13. Andita Niken A yang selalu mendukung dan tidak pernah lelah membantu

penulis untuk menyelesaikan skripsi.

14. Sahabat saya dari kecil Adilisa dan Anisa hingga sekarang meskipun sudah

berbeda universitas yang selalu memberikan support.

15. Sahabat seperjuangan dalam kuliah dari semester satu saya yang tidak lelah

membantu saya. (Shofia Uswatul K, Rulita Risfatma P, Lina Kusumawati,

Ayu Putri, Rofiatul Maghfiroh, Febryani Habib, dan Shinta Devy)

16. Seluruh teman-teman KKN 23 Desa Bumiaji yang sudah memberikan

pengalaman yang tak terlupakan.

Batu, 26 Desember 2020

Maulidina Ainur Rosida

x
RINGKASAN

Maulidina Ainur Rosida, 2020, NPM 21701091043, Program Studi Administrasi


Negara Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Islam Malang, Model Kesesuaian
Implementasi Program Dalam Peningkatan Sektor Pertanian Di Kota Batu
Melalui JUT dan Japro. Dosen Pembimbing I : Dr. Afifuddin, S.Ag., M.Si, Dosen
Pembimbing II : Hirshi Anadza, S.Hub.Int., M.Hub.Int, 102 Hal + xix

Penelitian ini dilakukan atas dasar adanya isu atau fenomena tentang
menurunya sektor pertanian di Kota Batu pada tahun 2015-2017 dan lemahnya
infrastruktur baik fisik dan non fisik dalam sektor pertanian. Maka dari itu, untuk
mengatasi hal tersebut Dinas Pertaniam mengeluarkan kebijakan publik bentuk
program JUT dan Japro untuk menunjang dan memperlancar kegiatan dibidang
pertanian dalam bentuk infrastruktur berupa jalan pertanian.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui model implementasi program
JUT dan japro dalam peningkatan sektor pertanian di Kota Batu beserta faktor-
faktor yang mempengaruhi implementasi program tersebut. Untuk mengetahuinya
digunakan jenis penelitian deskriptif-kualitatif, dengan teknik pengumpulan data
wawancara, observasi, dan dokumentasi.
Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat kesamaan antara model
implementasi program JUT dan Japro dengan teori Model Kesesuaian
Implementasi Program David C. Korten, yakni adanya kesesuaian ketiga elemen
tersebut yang diantaranya Program JUT dan Japro, Dinas Pertanian, dan petani/
gapoktan/ masyarakat sama-sama saling terkait dan mempengaruhi keberhasilan
implementasi program tersebut.
Faktor pendukung dalam implementasi JUT dan Japro di Kota Batu ialah
adanya partisipasi masyarakat dan kesadaran masyarakat yang berbentuk gotong
royong, tenaga, hingga adanya dana hibah berupa lahan dan adanya usulan dari
masyarakat khusunya kelompok tani untuk dibuatkan jalan pertanian guna
memperlancar kegiatan usaha tani mereka. Sedangkan, faktor penghambatnya
ialah adanya institusi lain yang ikut berperan dalam pembangunan infrastruktur
bentuk jalan, sehingga membuat perkembangan program JUT dan Japro menurun
dari segi kuantitas.

Kata kunci : JUT, Japro, implementasi program, model kesesuaian


implementasi David C. Korten

xi
SUMMARY

Maulidina Ainur Rosida, 2020, NPM 21701091043, Public Administration Major


Faculty of Administrative Science University of Islam Malang., Suitability Model
of Program Implementation in Increasing the Agricultural Sector in Batu City
through JUT and Japro. Supervisor I: Dr. Afifuddin, S.Ag., M.Si, Dosen
Supervisor II : Hirshi Anadza, S.Hub.Int., M.Hub.Int 102 Hal + xix

The research was based of an issue or phenomenon regarding the decline


in the agricultural sector in Batu City on 2015-2017 and the weak infrastructure,
physical and non-physical in the agricultural sector. Therefore, to overcome it, the
Agriculture Agency issued a public policy in the form of JUT and Japro programs
to support and expedite activities in the agricultural sector in the form of
infrastructure in the form of agricultural roads.
The research focuses on the problem how the implementation model of
JUT and Japro programs in improving the agricultural sector in Batu City and the
factors that influence the implementation of these programs. research uses the ,
descriptive-qualitative method. The data collection is conducted using interviews,
observation, and documentation.

The results showed that there are similarities between the JUT and Japro
program implementation models with David C. Korten's Program Implementation
Conformity Model theory, namely the compatibility of these three elements,
including the JUT and Japro Programs, the Agricultural Service, and farmers /
Gapoktan / community together. related to and influencing the successful
implementation of the program.
Beside that, there are supporting factors in the implementation of JUT and
Japro in Batu City are the existence of community participation and community
awareness in the form of mutual cooperation, labor, to the existence of grants in
the form of land and the existence of proposals from the community, especially
farmer groups, to make agricultural roads to facilitate their farming activities.
Meanwhile, the inhibiting factor is the existence of other institutions that play a
role in building infrastructure in the form of roads, thus causing the development
of JUT and Japro programs to decline in terms of quantity.

Keyword : JUT, Japro, program implementation, implementation model by


David C. Korten

xii
DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN SKRIPSI ................................................................ i


LEMBAR PENGESAHAN MAJELIS PENGUJI .............................................. ii
SURAT PERNYATAAN ORISIONALITAS SKRIPSI ..................................... iii
KARTU KONSULTASI ..................................................................................... iv
KARTU KONSULTASI ..................................................................................... v
MOTTO ............................................................................................................... vi
BIODATA PENULIS ......................................................................................... vii
KATA PENGANTAR ........................................................................................ viii
RINGKASAN ..................................................................................................... ix
SUMMARY ........................................................................................................ x
DAFTAR ISI ...................................................................................................... xi
DAFTAR TABEL.............................................................................................. xvi
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xv

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .......................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ..................................................................................... 7

C. Tujuan Penelitian ...................................................................................... 7

D. Manfaat Penelitian .................................................................................... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


A. Penelitian Terdahulu ................................................................................. 9

B. Kajian Teori ............................................................................................ 14

1. Kebijakan Sebagai Program ................................................................. 14

2. Implementasi Program ........................................................................... 15

3. Model Kesesuaian Implementasi Program David C. Korten ................ 19

C. Definisi Konseptual dan Operasional ....................................................... 22

xiii
1. Definisi Konseptual............................................................................... 22
a) Jalan Usaha Tani (JUT) .................................................................... 23
b) Jalan Produksi (Japro) ...................................................................... 25
2. Definisi Operasional................................................................................ 26
a) Jalan Usaha Tani (JUT) .................................................................... 26
b) Jalan Produksi (Japro) ...................................................................... 31
D. Kerangka Pemikiran ................................................................................ 32

BAB III METODE PENELITIAN


A. Jenis Penelitian ........................................................................................ 36

B. Fokus Penelitian ....................................................................................... 37


C. Pemilihan Lokasi dan Situs Penelitian ..................................................... 38

D. Sumber Data .......................................................................................... 38

E. Teknik Pengumpalan Data ...................................................................... 40

F. Instrumen Penelitian ............................................................................... 41

G. Teknis Analisis Data .............................................................................. 42

H. Keabsahan Data ...................................................................................... 45

BAB IV PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ......................................................... 47

1. Kondisi Geografis Pertanian Kota Batu ................................................. 47

2. Kondisi Demografi Pertanian Kota Batu ............................................... 49

3. Dinas Pertanian Kota Batu ..................................................................... 50

a. Profil Dinas Pertanian Kota Batu ........................................................ 50

b. Visi dan Misi Dinas Pertanian Kota Batu ........................................... 51

c. Tugas Pokok dab Fungsi Dinas Pertanian Kota Batu .......................... 51

d. Struktur Organisasi Dinas Pertanian Kota Batu ................................. 53

xiv
B. Hasil Penelitian ........................................................................................... 55

1. Model Kesesuaian Implementasi Program dalam Peningkatan Sektor

Pertanian di Kota Batu Melalui JUT dan Japro ........................................ 55

a. Program JUT dan Japro ......................................................................... 57

b. Organisasi (Dinas Pertanian) ................................................................. 64

c. Pemanfaat (Petani/ Kelompok Tani/ Masyarakat) ................................. 68

2. Faktor-faktor Pada Implementasi Program JUT dan Japro dalam

Peningkatan Sektor Pertanian di Kota Batu ............................................... 70

a. Faktor Pendukung dalam Implementasi Program JUT dan Japro dalam

Peningkatan Sektor Pertanian di Kota Batu .......................................... 70

b. Faktor Penghambat dalam Implementasi Program JUT dan Japro dalam

Peningkatan Sektor Pertanian di Kota Batu .......................................... 72

C. Pembahasan ................................................................................................ 74

BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan .................................................................................................. 81

B. Saran ............................................................................................................ 84

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 86

xv
DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Produksi Tanaman Pangan dan Tanaman Hotikultura Kota Batu

Tahun 2015-2019 ............................................................................... 6

Tabel 2.1 Rekapitulasi Review Penelitian Terdahulu ......................................... 12

Tabel 4.1 Luas Lahan Berdasar Jenis Tanah Per Kecamatan ............................. 46

Tabel 4.2 Total Luas Penggunaan Lahan Menurut Kecamatan di Kota Batu
(Ha), 2018 ......................................................................................... 47

Tabel 4.3 Jumlah Penduduk yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan Utama
di Kota Batu Tahun 2017-2019 ........................................................ 48
Tabel 4.4 Kegiatan Reguler JUT dan Japro Tahun 2018 ................................... 63

xvi
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Model Kesesuaian Implementasi Program ...................................... 20

Gambar 2.2 Logika Program ............................................................................... 21

Gambar 2.3 Kerangka Berfikir ............................................................................ 35

Gambar 3.1 Model Analisis Data Model Interaktif Miles dan Hubberman......... 44

Gambar 4.1 Kondisi Jalan Pertanian Kota Batu Tahun 2017-2018 .................... 48

Gambar 4.2 Bagan Struktur Organisasi Dinas Pertanian Kota Batu ................... 54

Gambar 4.3 Model Kesesuaian Implementasi Program JUT dan Japro ............. 55

xvii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Pedoman Wawancara ...................................................................... 90


Lampiran 2 Transkrip Wawancara ..................................................................... 82
Lampiran 3 Surat Keterangan Penelitian ............................................................ 99

Lampiran 4 Dokumentasi Penelitian ................................................................. 100

xviii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Jalan Usaha Tani (JUT) dan Jalan Produksi (Japro) yang biasanya

dikenal sebagai jalan pertanian merupakan salah satu jenis infrastruktur yang

dibutuhkan dalam sektor pertanian khususnya dalam mendukung kegiatan

agribisnis (Daulay, 2019). Program Jalan Usaha Tani (JUT) dan Jalan

Produksi (Japro) adalah bentuk dari kebijakan publik yang dikeluarkan

pemerintah dalam pembangunan prasarana transportasi di kawasan pertanian

(tanaman pangan, holtikultura, perkebunan rakyat dan peternakan) yang

berfungsi untuk memperlancar pengangkutan sarana produksi menuju lahan

pertanian dan mengangkut hasil produk pertanian dari lahan menuju ke

tempat penampungan, tempat pengumpulan sementara, tempat pengolahan,

pemukiman, ataupun pasar (Pedoman Teknis Pengembangan Jalan Pertanian

Tahun Anggaran 2013).

Di Indonesia, Jalan Usaha Tani dan Jalan Produksi disebutkan dalam

UU Nomor 19 Tahun 2013 Pasal 16 dijelaskan bahwa yang

bertanggungjawab untuk menyediakan atau mengelola prasarana pertanian

ialah Pemerintah dan Daerah melalui Kemeterian Pertanian Republik

Indonesia. Pemerintah Pusat dan Daerah juga berperan untuk membina

Petani, Kelompok Tani, dan Gabungan Kelompok Tani dalam menghasilkan

sarana dan prasarana pertanian yang berkualitas. Selain itu, dijelaskan juga

pada undang-undang ini bahwa Pemerintah dapat memberikan subsidi berupa

1
benih, bibit tanaman, bibit atau bakalan ternak, pupuk, atau alat dan mesin

pertanian sesuai dengan kebutuhan.

Berbicara mengenai kebijakan publik terutama pada peningkatan sektor

pertanian, peneliti memberikan perhatian yang besar pada peningkatan

pertanian khususnya di Kota Batu. Kota Batu merupakan salah satu Kota

yang berada di Provinsi Jawa Timur yang dikenal sebagai kota yang memiliki

potensi utama di sektor pertanian. Pertanian di Kota Batu didominasi oleh

pertanian hortikultura, sedangkan pertanian untuk tanaman pangan kurang

dominasi (Statistika Daerah Kota Batu 2018).

Pada peningkatan sektor pertanian di Kota Batu tentunya banyak

mengalami hambatan. Adapun lima masalah pada sektor pertanian di Kota

Batu, pertama ialah Kota Batu sering dihadapkan pada ancaman perubahan

iklim, adanya perubahan iklim tersebut menimbulkan bergesernya musim

tanam, perubahan keanekargaman penyakit dan hama tanaman, hal ini

berdampak pada penurunan produksi panen (ketersediaan pangan) dan

mengancam usaha tani. Kedua lahan pertanian berkurang dikarenakan

terdapat tingginya alih fungsi lahan. Ketiga berkurangnya sumber daya

manusia dalam sektor pertanian, hal ini disebabkan banyaknya masyarakat

yang mengubah pola pikirnya dikarenakan Kota Batu berubah menjadi Kota

Wisata yang disebut Kota Wisata Batu (KWB) dan kini banyak masyarakat

yang mulai beralih menjadi pelaku usaha wisata. Keempat terdapat masalah

pada pelaksanaan program pertanian berkelanjutan yakni pertanian yang

berbasis organik yang belum terlaksana dengan baik (malangtimes.com).

2
Kelima sarana produksi (saprodi) yang kurang memadai seperti beberapa

akses jalan dan lemahnya infrastruktur baik fisik dan non fisik.

Maka dari itu, lima masalah yang terjadi di Kota Batu tersebut

membutuhkan perhatian dan upaya yang ekstra dari pemerintah daerah dalam

mengatasi masalah-masalah ini, khususnya Dinas Pertanian perlu berupaya

untuk melakukan pemetaan, mengenali serta mengkaji permasalahan yang

dihadapi oleh petani dan bersama-sama mengusahakan akan jalan keluarnya

(solusi) untuk digunakan merumuskan suatu perencanaan yang bersifat

komprehensif dan berkesinambungan. Bentuk perencanaan tersebut

dituangkan dalan Rencana Strategis Dinas Pertanian Tahun 2017-2022 yang

berlandaskan dari Peraturan Daerah Nomor 3 tahun 2018 tentang Rencana

Pembangunan Jangka Menengah Kota Batu Tahun 2017-2022. (Sumber :

LKjIP (Laporan Kinerja Intansi Pemerintah) Dinas Pertanian Kota Batu

Tahun Anggaran 2018)

Untuk mengatasi isu-isu atau masalah-masalah tersebut, Pemerintah

Kota khususnya Dinas Pertanian juga sudah melakukan berbagai upaya

dengan cara membuat kebijakan atau program untuk membangun sektor

pertanian di Kota Batu. Adapun cara-cara yang sudah dilakukan Pemerintah

Kota Batu untuk mengatasi masalah tersebut ialah Dinas Pertanian

memfokuskan pada lima program prioritas (malangtimes.com). Program-

program tersebut ialah dengan pengadaan sarana produksi (saprodi) pada

sektor pertanian, memantapkan pasar hasil pertanian, meningkatkan SDM

pertanian dengan memberikan bimbingan teknis dan sosialisasi tentang

3
pertanian, meningkatkan dan mengembangkan pertanian organik, dan

modernisasi alat-alat pertanian seperti alat untuk mengolah tanah,

penyiraman, hingga panen.

Adapun masalah yang ingin peneliti jadikan fokus dan yang akan

dibahas pada penelitian ini ialah analisis kebijakan publik atas masalah sarana

produksi (saprodi) dan lemahnya infrastruktur baik fisik maupun non fisik

pada sektor pertanian di Kota Batu, maka dari itu untuk mengatasi hal

tersebut Pemerintah Kota Batu mengeluarkan kebijakan publik untuk

peningkatan sektor pertanian di Kota Batu dengan mencanangkan Program

Jalan Usaha Tani (JUT) dan Jalan Produksi (Japro). Program Jalan Usaha

Tani (JUT) dan Jalan Produksi (Japro) merupakan program kegiatan

pemerintah Kota Batu melalui Dinas Pertanian untuk menunjang dan

memperlancar kegiatan dibidang pertanian, seperti halnya sarana produksi,

alat angkut hasil panen pertanian, baik tanaman pangan maupun hotikultural

yang ada di Kota Batu (timesindonesia.co.id).

Pembangunan jalan pertanian di lingkungan persawahan dan

perkebunan milik masyarakat di Kota Batu telah dimulai sejak tahun 2018

didanai oleh APBD dan DAK yang disiapkan setiap tahunnnya untuk

membantu petani Selain itu, pembangunan Jalan Usaha Tani (JUT) dan Jalan

Produksi (Japro) ini diawali dari proses Musrenbang, yang dilanjutkan

dengan pengajuan proposal oleh Gabungan Kelompok Tani

(timesindonesia.co.id).

4
Seperti yang dilansir malangtimes.com pada pembangunan jalan

pertanian di Kota Batu ini, Dinas Pertanian Kota Batu memastikan akan ada

tujuh titik jalan yang biasanya menjadi akses para petani pasca produksi yang

nanti kondisinya akan dijadikan lebih layak. Maka dari itu, Dinas Pertanian

Kota Batu sudah menentukan bahwa program Jalan Usaha Tani (JUT) secara

fungsi utama akan dibangun di areal persawahan tanaman pangan, yang akan

diimplementasikan di tiga titik wilayah Kota Batu yakni di kawasan Desa

Pendem, Desa Pandanrejo dan Kelurahan Temas. Sedangkan program

Jaringan Produksi (Japro) dipergunakan di areal persawahan sayuran dan

buah-buahan (komoditi hortikultural), yang akan dilaksankan di empat titik

yakni Desa Sumber Berantas, Desa Tlekung, Desa Torongrejo dan Desa

Punten.

Untuk pembangunan Jalan Usaha Tani dan Jalan Produksi Kota Batu

ini di masing-masing titik tersebut akan dibangun jalan makadam kurang

lebih sepanjang 200 hingga 300 meter dengan lebar sekitar 2,5 meter hingga 3

meter (malangtimes.com). Hal ini juga ditekankan oleh Sekretaris Dinas

Pertanian Kota Batu Hendry Suseno pada hasil wawancara yang dilansir

malangtimes.com bahwa untuk spesifikasi pembangunan jalan pertanian ini

akan disesusaikan pada kondisi jalan di areal perswahannya atau kondisi jalan

daerah tersebut dan satu titik jalan kurang lebih akan menghabiskan anggaran

sebanyak 170-200 juta. Hasil evaluasi pembangunan jalan pertanian ini juga

dinilai mempermudah akses, efisiensi, waktu dan tenaga serta Dinas Pertanian

menargetkan tahun 2022 semua ruas atau titik jalan pertanian sudah tersentuh.

5
Maka dari itu, untuk menganalisis implementasi program JUT dan

Japro dalam peningkatan sektor pertanian di Kota Batu, peneliti menemukan

bahwa tahun 2018 sebagian besar tanaman pangan dan hotikultura mengalami

peningkatan produksi yang cukup tinggi dibanding pada tahun-tahun

sebelumnya, khususnya pada tanaman padi, jagung, jeruk dan mawar. Hal ini

sesuai dengan data yang peneliti sediakan dengan mengambil beberapa

sample tanaman hortikultural yang banyak diusahakan di Kota Batu yakni

buah apel, buah jeruk dan bunga mawar, dan untuk tanaman pangan ialah

padi, jagung, dan ubi.

Tabel 1.1 Produksi Tanaman Pangan dan Tanaman Hotikultura Kota


Batu Tahun 2015-2019

Tahun 2015 2016 2017 2018 2019


Tanaman Pangan
Padi
4.863 4.505 2.905 7.106 5.031
(ton)
Jagung
1.114 1.104 884 1.584 667,35
(ton)
Ubi (ton) 869 1.057 1.104 504 327,66
Tanaman Hotikultura
Apel
67.120,7 54.126,6 55.891,9 54.532 50.525
(ton)
Jeruk
13.223,1 14.152,3 18.704,5 22.217,7 23.844
(ton)
Mawar
95.698.371 99.586.510 96.944.900 101.134.739 116.053.650
(tangkai)
Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Batu

Berdasarkan uraian permasalahan diatas, maka peneliti tertarik

melakukan penelitian terkait dengan mengkaji salah satu program hasil dari

kebijakan publik dengan judul : “Model Kesesuaian Implementasi

6
Program JUT dan Japro dalam Peningkatan Sektor Pertanian Kota

Batu ”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dan penjelasan dari latar belakang diatas, maka dapat

dirumuskann beberapa rumusan masalah yang akan dikaji oleh peneliti,

yakni:

1. Bagaimana model kesesuaian implementasi program Jalan Usaha Tani

(JUT) dan Jalan Produksi (Japro) dalam peningkatan sektor pertanian di

Kota Batu?

2. Apa saja faktor pendukung dan faktor penghambat dalam implementasi

program Jalan Usaha Tani (JUT) dan Jalan Produksi (Japro) dalam

peningkatan sektor pertanian di Kota Batu?

C. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah yang dijelaskan diatas maka peneliti

dapat menyimpulkan tujuan dari penelitian ini diantaranya ialah :

a. Untuk mengetahui bagaimana model kesesuaian implementasi kebijakan

pada program Jalan Usaha Tani (JUT) dan Jalan Produksi (Japro) dalam

peningkatan sektor pertanian di Kota Batu.

b. Untuk mengetahui faktor-faktor dari kebijakan publik pada program

Jalan Usaha Tani (JUT) dan Jalan Produksi (JAPRO), baik faktor

pendukung maupun faktor penghambat dalam upaya membangun sektor

pertanian di Kota Batu.

7
D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini ialah sebagai berikut :

a. Secara Akademis

Penelitian ini diharapkan dapat memberi kontribusi ilmiah pada

kajian tentang analisis kebijakan publik peningkatan pada sektor

pertanian di Indonesia khususnya di Kota Batu. Penelitian ini juga

diharapkan dapat digunakan sebagai referensi bagi pembaca dan

pertimbangan bagi mahasiswa yang mungkin akan melakukan penelitian

sejenis.

b. Secara Praktik

Penelitian ini diharapakan dan dapat dijadikan masukan bagi

masyarakat maupun Pemerintah Kota Batu. Masukan bagi masyarakat

bisa berupa rekomendasi partisipasi masyarakat tentang apa yang

seharusnya dilakukan dalam mendukung program Jalan Usaha Tani

(JUT) dan Jalan Produksi (Japro) dalam upaya peningkatan sektor

pertanian di Kota Batu. Selain itu, penelitian ini diharapkan juga

dijadikan evaluasi atau gambaran bagi Pemerintah Kota Batu terhadap

implementasi (pelaksanaan) kebijakan Jalan Usaha Tani (JUT) dan Jalan

Produksi (Japro) dalam peningkatan sektor pertanian di Kota Batu.

8
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Penelitian Terdahulu

Pada penelitian terdahulu ini akan digunakan penulis dalam

melaksanakan penelitian sebagai bahan pertimbangan dan acuan agar

penelitian ini dapat dibandingkan dan juga penulis dapat memperbanyak teori

yang akan digunakan nantinya.. Adapun 3 penelitian terdahulu yang

digunakan diantaranya yaitu Skripsi dari Khaira Rusmantika (2017)

Universitas Diponegoro dengan judul Swadaya Masyarakat dalam

Pembangunan (Studi Tentang Pembangunan Jalan Usaha Tani di Desa

Kalimendong), Jurnal dari Asnelly Ridha Daulay (2019) dengan judul

Analisis Kriteria dan Bobot untuk Penentuan Lokasi Jalan Pertanian di

Provinsi Jambi, Jurnal dari Ratna Eka Suminar (2018) Universitas Gadjah

Mada dengan judul Dampak Pengembangan Jalan Usaha Tani (JUT) Pada

Kawasan Pertanian di Kabupaten Sleman Provinsi Daerah Istimewa

Yogyakarta. Dari tiga penelitian terdahulu diatas, penulis mendapatkan

penelitian yang relevan dengan penjelasan sebagai berikut:

Pertama, penelitian oleh oleh Khaira Rusmantika pada tahun 2017

dengan judul “Swadaya Masyarakat dalam Pembangunan (Studi Tentang

Pembangunan Jalan Usaha Tani di Desa Kalimendong)” menggunakan

metode penelitian mix methode sequential exploratory yang berurutan dari

pendekatan deskriptif kualitatif sebagai pendekatan yang dominan sedangkan

pendekatan kuantitatif sebagai pendekatan pendukung. Pengumpulan data

9
yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara, observasi,

dokumentasi dan kuesioner. Informan terdiri dari Kepala Urusan

Pembangunan Desa Kalimendong, Ketua Kelompok Tani Sido Makmur, dan

masyarakat, kuesioner diberikan kepada responden masyarakat Desa

Kalimendong. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemanfaatan modal sosial

di Desa Kalimendong dilakukan oleh kelompok tani sido makmur yang

tergolong dalam modal sosial menyambung atau (bridging) yang membawa

masyarakat desa Kalimendong melakukan pembangunan jalan usaha tani

dengan swadaya. Pada setiap tahapan pembangunan, masyarakat sangat

antusias mengikuti setiap kegiatan walaupun tidak ditopang dana stimulan dari

pemerintah. Kegiatan tetap dilaksanakan dengan menggunakan swadaya

masyarakat untuk merealisasi kegiatan. Pembangunan jalan usaha tani dapat

lebih optimal lagi dilakukan jika administrasi di bukukan secara rinci, dan

jangan sampai mengecewakan kepercayaan masyarakat.

Kedua, penelitian oleh Asnelly Ridha Daulay dengan judul “Analisis

Kriteria dan Bobot untuk Penentuan Lokasi Jalan Pertanian di Provinsi Jambi”

yang berfokus pada kriteria dan proses seleksi untuk pembangunan jalan

pertanian (Jalan Usaha Tani dan Jalan Produksi). Selain itu, pada penelitian ini

bertujuan menggali kondisi eksisting (yang sudah ada) pembangunan jalan

pertanian di Provinsi Jambi termasuk gambaran partisipasi masyarakat untuk

merawat jalan tersebut, serta menyusun kriteria dan bobot untuk penentuan

lokasi pembangunan jalan pertanian. Penelitian ini dilaksanakan di 5

kabupaten/Kota di Provinsi Jambi (Tebo, Sarolangun, Tanjung Jabung Timur,

10
Kabupaten Kerinci dan Kota Sungai Penuh. Data primer diperoleh melalui

observasi kondisi jalan pertanian, FGD dengan perwakilan kelompok tani,

IDI (in depth interview) dengan narasumber terpilih yang mememiliki

pengalaman kerja menangani jalan pertanian serta pengisian kuisioner. Data

sekunder diperoleh dari instansi yang menangani jalan pertanian (Dinas

Pertanian Tanaman Pangan dan Dinas Perkebunan) serta laporan lainnya

terkait jalan pertanian. Analisis data pada penelitian ini menggunakan Simple

Multi Attribute Rating Technique (SMART). Hasil penelitian menunjukkan

bahwa terdapat delapan masalah utama terkait jalan pertanian di Provinsi

Jambi yaitu konstruksi model, perawatan, pemanfaatan, konektivitas,

pendanaan, alih fungsi lahan pertanian, daya tahan, dan pola pengerjaan jalan

pertanian. Terdapat 4 kriteria yang dikembangkan sebagai pertimbangan

dalam menentukan lokasi jalan pertanian dengan bobot masing-masing

sebagai berikut: lokasi (0,23), kelembagaan/ kelompok tani (0,36), kualifikasi

kebun/sawah (0,24) dan sharing perawatan jalan pertanian (0,17). Berdasarkan

4 kriteria yang ditetapkan untuk menentukan lokasi pembangunan jalan

pertanian, kriteria kelompok tani memperoleh bobot yang paling tinggi,

sedangkan sharing perawatan jalan mendapat bobot yang terendah.

Rendahnya bobot untuk sharing perawatan jalan tidak berarti bahwa kriteria

ini tidak penting. Hal ini didasarkan pada kemampuan kelompok tani yang

rendah untuk membiayai perawatan jalan pertanian di wilayahnya.

Ketiga, penelitian oleh Ratna Eka Suminar dengan judul “Dampak

Pengembangan Jalan Usaha Tani (JUT) Pada Kawasan Pertanian di

11
Kabupaten Sleman Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta” yang berfokus

pada sebaran dan peningkatan kapasitas pengembangan Jalan Usaha Tani

beserta dampak yang ditimbulkan di wilayah Kabupaten Sleman, Yogyakarta.

Metode penelitian ini peneliti menggunakan jenis data primer dan sekunder.

Data primer didapat dari peta citra satelit tahun perekaman 2010-2016 yang

diperdalam melalui aplikasi streetview dan survei lapangan. Untuk data

sekunder berupa peta lahan Kabupaten Sleman 2010-2016 serta data

peningkatan kapasitas JUT di Kabupaten Sleman tahun 2014-2015. Selain itu,

peneliti menggunakan analisis tumpang susun (overlay) menggunakan SIG

(Sistem Informasi Geografi). Hasil penelitian ini adalah terdapat peningkatan

kapasitas JUT selama kurin waktu 2010-2016 yang berupa pengerasan jalan,

pengecoran atau pengaspalan yang dilakukan oleh swadaya masyarakat

maupun bantuan dari Dinas Pertanian. Selain itu, dari pengembangan JUT

berdampak pada perubahan guna lahan di pertanian sekitarnya yang perlu

diantisipasi dan dikendalikan oleh Pemerintah Kabupaten Sleman agar tidak

mengancam sektor pertanian.

Berdasarkan uraian diatas penelitian terdahulu dengan penelitian saat ini

diringkas menjadi tabel sebagai berikut :

Tabel 2.1 Rekapitulasi Penelitian Terdahulu

No Nama dan Judul Metode yang Hasil Penelitian Perbedaan


digunakan Penelitian
1. Khaira  Metode Penelitian :  Kelompok Tani  Jenis
Rusmantika mix methode Sidomakmur Penelitian
(2017) sequential antusias  Fokus

12
exploratory mengikuti Penelitian
Judul : “Swadaya  Pengumpulan data : pembangunan  Lokasi dan
Masyarakat dalam wawancara, Jalan Usaha situs
Pembangunan observasi, Tani. penelitian
(Studi Tentang dokumentasi dan
Pembangunan quisioner
Jalan Usaha Tani  Sumber data :
di Desa Kepala Urusan
Kalimendong Pembangunan,
Kabupaten Ketua Kelompok
Wonosobo” Tani, dan
masyarakat desa.

2. Asnelly Ridha  Metode Penelitian :  Kelompok tani  Jenis


Daulay (2019) Simple Multi memperoleh Penelitian
Attribute Rating bobot tertinggi  Fokus
Judul : “Analisis Thecnique  Sharing Penelitian
Kriteria dan (SMART) perawatan  Lokasi dan
Bobot untuk  Sumber Data: jalan mendapat situs
Penentuan Lokasi Primer (Observasi, bobot terendah. penelitian
Jalan Pertanian di FGD, IDI,  Sumber
Provinsi Jambi” quisioner) dan data
Sekunder (Laporan
terkait dari Dinas
Pertanian)
3. Ratna Eka  Sumber Data :  Peningkatan  Jenis
Suminar (2018) Primer (peta citra kapasitas Penelitian
satelit, survei pengembangan  Fokus
Judul : “Dampak lapangan, Jalan Usaha Penelitian
Pengembangan wawancara) dan Tani sebesar  Lokasi dan
Jalan Usaha Tani Sekunder (peta guna 28,75% tahun situs
(JUT) Pada lahan dan data 2010-2016 penelitian
Kawasan peningkatan yakni.  Sumber
Pertanian di kapasitas JUT 2014-  Perubahan data
Kabupaten 2016) guna lahan di  Teknik
Sleman Provinsi  Analisis data : pertanian analisis
Daerah Istimewa tumpang susun yang data
Yogyakarta” (overlay) mengancam
sektor
pertanian
Sumber : data yang diolah oleh peneliti, 2020

13
B. Kajian Teori

1. Kebijakan Sebagai Program

Dalam ilmu administrasi negara, kita mengetahui bahwa kebijakan

publik itu berasal dan dibuat oleh Pemerintah untuk kepentingan bersama

guna menciptakan efektivitas dan efisiensi dalam implementasi

pemerintahan dan kenegaraan. Kebijakan publik sendiri biasanya

diterapkan dalam bentuk perundang-undangan, pidato-pidato para pejabat

atau birokrat, berupa program-program dan tindakan-tindakan yang

dilakukan pemerintah yang biasanya melibatkan para pihak yang

berkepentingan dalam bidang-bidang tertentu seperti pada bidang

pertanian, bidang ekonomi, bidang kesehatan, bidang politik dan bidang

lainnya.

Hugwood & Gunn (dalam Hayat, 2018:15) berpendapat bahwa

kebijakan publik itu terdiri dari sepuluh definisi, salah satunya ialah

kebijakan sebagai program. Dijelaskan bahwa program-program

merupakan bagian dari kebijakan publik. Setiap yang dilakukan oleh

pemerintah baik program yang bersifat maupun nonformal dapat dianggap

sebagai kebijakan. Program kerja tersebut dihasilkan dari rencana kerja

yang merupakan bentuk kinerja pemerintah dalam jangka waktu yang

sudah ditentukan untuk kepentingan masyarakat guna membangun dalam

sinergi tata kelola yang baik. Sementara itu, Fredich (dalam Hayat,

2018:13) mempunyai pendapat berbeda, yakni dengan mendefinisikan

kebijakan publik sebagai tindakan yang mengarah pada tujuan yang

14
diusulkan oleh seorang, kelompok, atau pemerintah dalam lingkungan

tertentu, sehubungan dengan adanya masalah-masalah atau hambatan-

hambatan tertentu dengan mencari peluang guna mencapai tujuan atau

mewujudkan sasaran yang diinginkan.

Berbicara kebijakan publik dalam ilmu administrasi negara tidak dapat

dipungkiri jika kita sering menjumpai beberapa permasalahan publik yang

butuh adanya penyelesaian. Disisi lain, untuk menyelesaikan suatu

permasalahan publik tersebut perlu adanya penguasaan kajian kebijakan

publik bagi para birokrat itu sendiri dan analisis kebijakan publik.

Penguasaan kajian atau analisis kebijakan publik sangat penting

karena kebijakan publik menjadi salah satu fokus dalam ilmu administrasi

negara. Dengan adanya penguasaan kajian atau analisis kebijakan publik

maka para birokrat dan kita sebagai warga negara akan dapat mengetahui

apakah isu-isu yang terjadi disekitar sudah dapat dikatakan sebagai isu

permasalahan publik atau tidak dan selain itu dengan adanya kebijakan

publik khususnya Pemerintah juga akan dapat mengetahui apakah

kebijakan publik yang dibuat sudah responsif atau sesuai terhadap

masalah, kebutuhan dan aspirasi dari masyarakat.

2. Implementasi Program

a) Pengertian Implementasi Program

Implementasi program merupakan bentuk langkah-langkah

pelaksanaan kegiatan dalam upaya mencapai sasaran dan tujuan

program itu sendiri. Hal ini sesuai dengan yang dijelaskan oleh Jones

15
(dalam Arif Rohman 2009: 101-102) bahwa implementasi program

merupakan salah satu komponen dalam suatu kebijakan sebagai upaya

yang berwenang untuk mencapai tujuan.

Menurut Siagan (2006:116) program merupakan punsur pertama

yang harus ada demi tercapainya kegiatan implementasi (Siagan,

2006:116). Adanya kelompok masyarakat yang menjadi sasaran

program merupakan unsur kedua dari pelaksanaan program dengan

melibatkan masyarakat untuk menilai apakah program tersebut

membawa hasil perubahan atau peningkatan dalam kehidupan.

Sedangkan untuk unsur ketiga ialah peran dari implementor itu sendiri

dalam mengimplementasikan program.

Sementara, Siagan (2006:117) mengemukakan bahwa

perumusan program ialah perincian dari suatu rencana. Dalam

hubungan pembangunan nasional program kerja tersebut berwujud

berbagai macam bentuk dan kegiatan. Jadi, dapat dikatakan jika

program merupakan suatu langkah atau tahap penyelesaian pada

rangkaian kegiatan yang dikerjakan untuk mencapai sasaran atau tujuan

pada implementasi kegiatan tersebut. Adapun menurut Manila

(2006:43) terdapat lima aspek yang menunjang implementasi program,

antara lain pertama, adanya tujuan dan sasaran yang ingin dicapai.

Kedua, adanya kebijaksanaan yang diambil dalam mencapai tujuan

tersebut. Ketiga, terdapat aturan-aturan yang harus dipegang dalam

prosedur yang akan dilalui. Keempat, adanya perkiraan anggaran dana

16
yang diperlukan dalam implementasi program. Kelima, adanya strategi

dalam implementasi atau pelaksanaan.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa implementasi program

merupakan tindakan atau kegiatan yang saling berkaitan dengan

mencakup pemanfaatan sumber daya yang potensial dan berkualitas,

serta metode dan pembagian kerja yang tepat guna mencapai sasaran

atau tujuan yang telah ditentukan.

b) Konsep Implementasi Program

Menurut Nonci (2017:23) konsep teori program mempunyai dua

dimensi, diantaranya ialah dimensi prespektif dan dimensi deskriptif.

Pada dimensi prespektif menjelaskan tentang apa yang harus dilakukan

dalam keadaan ideal dalam pelaksanaan program, dengan memberikan

pedoman dengan memberitahukan para praktisi dalam implementasi

program. sedangkan dimensi deskriptif berkaitan dengan apa yang

sebenarnya terjadi sepanjang program tersebut dari sumber-sumber

program, aktivitas-aktivitas program, dampak program (impact), hasil

(outcomes) program hingga tujuan akhir program (Nonci, 2017:24).

Disamping itu, menurut Charles O. Jones (dalam Suryana,

2009:28) bahwa terdapat tiga aspek dalam implementasi program, yakni

pengorganisasian, interpretasi, dan penerapan atau aplikasi. Adapun

untuk memperjelas tiga aspek penting dalam implementasi program

menurut Charles O. Jones yakni, pengorganisasian, interpretasi,

penerapan atau aplikasi.

17
Pertama, aspek organisasi dalam pelaksanaan program harus

memiliki struktur organisasi yang jelas dan sumber daya manusia yang

berkualitas dengan berperan sebagai tenaga pelaksana dan perlengkapan

atau alat-alat kerja serta didukung dengan perangkat hukum yang jelas.

Struktur organisasi yang jelas artinya struktur organisasi harus

kompleks yang di tetapkan sejak awal dengan mendesain berbagai

komponen atau subsistem sesuai dengan kualitas SDM-nya. Sedangkan

sumber daya manusia yang berkualitas dikaitkan dengan kemampuan

aparatur dalam melaksanakan tugas-tugasnya. Tugas utama dari

implementor (pelaksana) ialah memberikan pelayanan kepada

masyarakat dalam memenuhi kebutuhan masyarakat yang dilaksanakan

secara efektif sesuai dengan kemampuan dan bidangnya.

Kedua, aspek interpretasi merupakan aspek yang dikaitkan

dengan pelaksanaan program harus disesuaikan dengan pertauran dan

ketentuan yang ada sesuai dengan petunjuk teknis dan petunjuk

pelaksana yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang. Pada

implementasi program harus disesuaikan dengan peraturan yang

berlaku, baik peraturan pusat, provinsi maupun kabupaten. Dalam

implementasi program harus sesuai dengan petunjuk pelaksana yang

sudah dijabarkan cara pelaksanaanya pada kebijakan yang bersifat

administratif, sehingga memudahkan implementor dalam melaksanakan

aktifitas implementasi program.

18
Ketiga, aspek penerapan atau aplikasi yang diperlukan adanya

pembuatan prosedur kerja atau program kerja yang jelas agar dalam

pelaksanaan program dapat berjalan sesuai dengan rencana yang sudah

ditentukan. Maka dari itu, pada pelaksanaan program juga harus

menyesuaikan petunjuk teknis yang sudah dirumuskan dalam bentuk

petunjuk pelaksana yang dirancang lagi secara teknis sehingga bersifat

strategis lapangan agar dapat berjalan efesien, efektif, rasioanl dan

realistis guna memudahkan dalam operasionalisasi program.

3. Model Kesesuaian Implementasi Program David C. Korten

Model implementasi program dari David C. Korten (dalam Akib dan

Tarigan 2008:12) menggunakan pendekatan proses pembelajaran yang

dikenal dengan model kesesuaian implementasi program. Adapun gambar

model implementasi kebijakan yang dikembangkan oleh David C Korten

adalah sebagai berikut :

Gambar 2.1 Model Kesesuaian Implementasi Program

19
Sumber : David C. Korten (dalam Akib dan Tarigan, 2008:12)

Dapat dilihat bahwa model kesesuaian implementasi program David

C. Korten mempunyai tiga elemen penting yakni program itu sendiri,

organisasi (pelaksana program), dan kelompok sasaran program. Adanya

kesesuaian dari tiga elemen tersebut mempengaruhi keberhasilan

implementasi suatu program. Pertama, kesesuaian program dengan

organisasi, yaitu kesesuaian antara tugas akan isi program tersebut dengan

kemampuan organisasi sebagai pelaksana. Kedua, kesesuaian antara

program dan pemanfaat, yaitu kesesuaian antara apa yang akan ditawarkan

oleh program tersebut melalui apa yang dibutuhkan oleh kelompok

sasaran. Sedangkan yang ketiga, kesesuaian antara kelompok pemanfaat

dengan organisasi pelaksana (implementor) yaitu kesesuaian yang

berkaitan dengan syarat yang diputuskan oleh organisasi atau aparat guna

memperoleh hasil program dengan apa yang dilakukan oleh sasaran

program.

Sementara itu, Nonci (2017:25) mengatakan bahwa rencana organisasi

atau layanan membentuk teori proses program dan pengaruh dari

komponen-komponen program yang disebut sebagai logika program

(program logic). Adapun Nurjannah Nonci mengartikan logika program

sebagai suatu sitematika yang digunakan untuk menyajikan berbagai

pemahaman yang mengenai hubungan secara visual diantara sumber-

sumber program, aktivitas program, dan perubahan atau hasil yang

diharapkan pada program tersebut.

20
Jadi dapat disimpulkan bahwa program merupakan penyederhanaan

atau interpretasi sebuah kebijakan pemerintah berupa kumpulan intruksi

sebagai upaya dalam mengatasi permasalahan yang sedang terjadi, dan

program dikatakan harus berada dalam proses pengimplementasian suatu

kebijakan agar dapat berjalan dengan lancar dan sesuai dengan tujuan

program, yang dapat di gambarkan sebagai berikut:

Gambar 2.2 Logika Program

Sumber : Nonci, Nurjannah (2017:25)

Dapat dilihat dari gambar tersebut pada aspek Input menjelaskan

tentang sumber-sumber yang diperlukan dalam implementasi program.

sumber-sumber yang dimaksud tersebut terdiri dari tenaga, keuangan, dan

masyarakat yang dapat dimanfaatkan untuk merancang serta melaksanakan

program. Kedua, aktivitas merupakan proses, peralatan, kejadian-kejadian,

teknologi, dan tindakan yang merupakan bagian dari pelaksanaan program

yang disebut juga sebagai intervensi atau perlakuan program yang dipakai

unruk menghasilkan program (Nonnci, 2017:25). Ketiga, output berkaitan

dengan produk langsung dari aktivitas program itu sendiri yang dapat

berupa target jenis dan level layanan yang harus disajikan oleh program

tersebut. Keempat, outcome ialah aspek yang berkaitan dengan perubahan

baik dari perilaku, ketrampilan, perilaku, status hingga level berfungsinya

para partisipam program yang mendapatkan intervensi atau layanan.

21
Kelima, impact berkaitan dengan perubahan yang diharapkan dan

perubahan yang tidak diharapkan pada aktivitas pelaksanaan program.

C. Definisi Konseptual dan Operasional

1. Definisi Konseptual

Menurut Azwar (2007:72) definisi konseptual merupakan definisi

yang masih berupa konsep dan maknanya masih sangat abstrak walaupun

secara intutif masih bisa dipahami maksudnya. Dalam penelitian ini, dapat

dikemukaan bahwa yang dimaksud dengan :

a) Jalan Usaha Tani (JUT)

Jalan pertanian atau yang biasanya dikenal dengan Jalan Usaha

Tani (JUT) merupakan salah satu jenis infrastruktur yang dibutuhkan

dalam sektor pertanian khususnya dalam mendukung kegiatan

agribisnis. Program Jalan Usaha Tani (JUT) adalah bentuk dari

kebijakan publik yang dikeluarkan pemerintah dalam pembangunan

prasarana transportasi di kawasan pertanian (tanaman pangan,

holtikultura, perkebunan rakyat dan peternakan) yang berfungsi untuk

memperlancar pengangkutan sarana produksi menuju lahan pertanian

dan mengangkut hasil produk pertanian dari lahan menuju ke tempat

penampungan, tempat pengumpulan sementara, tempat pengolahan,

pemukiman, ataupun pasar (Pedoman Teknis Pengembangan Jalan

Pertanian Tahun Anggaran 2013).

Semetara itu, menurut Sapei (dalam Hadiutomo, 2019:138) jalan

usaha tani dibagi menjadi tiga bagian, antara lain:

22
a. Jalan utama (main road), yakni jalan yang menghubungkan antara

pemukiman atau pusat fasiitas pertanian dengan lahan usaha tani,

blok lahan yang satu dengan blok yang lain atau jalan raya dengan

blok lahan. Lebar jalan utama harus dapat dilalui dua buah truk

yang berpapasan.

b. Jalan cabang (branch farm road) yakni jalan yang menghubungkan

antara petak lahan sawah dengan jalan utama. Lebar jalan cabang

tidak dapat dilalui satu buah truk atau mesin pertanian yang

terbesar yang digunakan di lahan sawah tersebut.

c. Jalan Kecil (small farm road) merupakan jalan yang digunakan

sebagai pembatas petakan sawah untuk kepentingan khusus, seperti

untuk pemberantasan hama penyakit, pemupukan, dan lain-lain.

Pada program Jalan Usaha Tani (JUT) dan Jalan Produksi (Japro),

pada proses pembangunannya dapat berupa kegiatan pembangunan

(infrastruktur) pertanian baru, pengembangan sarana dan prasarana

pertanian, peningkatan kapasitas, atau dapat berupa rehabilitasi dan

penyediaan bahan material pada masing-masing lokasi jalan pertanian.

Dalam pembangunan infrastruktur jalan pertanian, pada tahun 2019

Kementan berhasil merelisasikan pembangunan JUT untuk areal

persawahan sekitar 4.320 hektare atau 68.8 kilometer. Pembangunan

infrastruktur ini dibangun di 8 provinsi 16 kabupaten yang melibatkan

sebanyak 144 kelompok tani (suara.com). Sedangkan untuk

pembangunan jalan pertanian pada tahun 2020 ini, Kementan

23
mempunyai target dengan rencana membangun Jalan Usaha Tani untuk

lokasi lahan pertanian seluas 14.400 hektare di 10 provinsi, 30

kabupaten (suara.com). Dapat dilihat bahwa target Kementan ini terjadi

kenaikan sebanyak tiga kali lipat pada tahun sebelumnya.

Seperti yang dilansir malangtimes.com pada pembangunan jalan

pertanian di Kota Batu ini, Dinas Pertanian Kota Batu memastikan

akan ada tujuh titik jalan yang biasanya menjadi akses para petani

pasca produksi yang nanti kondisinya akan dijadikan lebih layak. Maka

dari itu, Dinas Pertanian Kota Batu sudah menentukan bahwa program

Jalan Usaha Tani (JUT) secara fungsi utama akan dibangun di areal

persawahan tanaman pangan, yang akan diimplementasikan di tiga titik

wilayah Kota Batu yakni di kawasan Desa Pendem, Desa Pandanrejo

dan Kelurahan Temas.

b) Jalan Produksi (Japro)

Sebenarnya dilihat dari pengertian, tujuan, hingga sasaran Jalan

Produksi (Japro) adalah sama dengan Jalan Usaha Tani. Bahkan

menurut Daulay (2019) mengatakan bahwa Jalan Usaha Tani (JUT)

dan Jalan Produksi (Japro) dikenal sebagai jalan pertanian. Seperti

yang dilansir malangtimes.com pada pembangunan jalan pertanian di

Kota Batu ini, Dinas Pertanian Kota Batu memastikan akan ada tujuh

titik jalan yang biasanya menjadi akses para petani pasca produksi

yang nanti kondisinya akan dijadikan lebih layak. Maka dari itu, Dinas

Pertanian Kota Batu sudah menentukan bahwa program Jaringan

24
Produksi (Japro) secara fungsi utama pergunakan di areal persawahan

sayuran dan buah-buahan (komoditi hortikultural), yang akan

dilaksankan di empat titik yakni Desa Sumber Berantas, Desa

Tlekung, Desa Torongrejo dan Desa Punten.

Dalam UU Nomor 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan

Pemberdayaan Petani, yang bertanggungjawab untuk menyediakan

atau mengelola prasarana pertanian ialah Pemerintah dan Pemerintah

Daerah melalui Kemeterian Pertanian Republik Indonesia. Pemerintah

dan Pemerintah Daerah juga berperan untuk membina Petani,

Kelompok Tani, dan Gabungan Kelompok Tani dalam menghasilkan

sarana dan prasarana pertanian yang berkualitas. Selain itu, dijelaskan

juga pada undang-undang ini bahwa Pemerintah dapat memberikan

subsidi berupa benih, bibit tanaman, bibit atau bakalan ternak, pupuk,

atau alat dan mesin pertanian sesuai dengan kebutuhan.

Adapun tujuan utama dari program Jalan Usaha Tani (JUT) dan

Jalan Produksi (Japro) ialah sama sebagai berikut :

a. Mempercepat dan memperlancar transportasi sarana usaha tani dan

alat mesin pertanian dari kawasan pemukiman, seperti

memperlancar pendistribusian bibit, pupuk dan saprodi ke lokasi

tanaman.

b. Mempercepat dan memperlancar pengangkutan produk hasil

pertanian dari lahan panen (lahan usaha) menuju ke pemukiman,

pemasaran dan pengolahan hasik pertanian.

25
c. Mengurangi ongkos atau biaya transportasi sebagai komponen

biaya usaha tani.

d. Menekan alih fungsi lahan, serta

e. Meningkatkan jiwa bercocok tanam ke petani yang aktif dan pasif

(Petunjuk Teknis Pengembangan Jalan Usaha Tani Bidang

Pertanian Tahun 2018)

2. Definisi Operasional

Menurut Sugiyono (2012:31) definisi operasional merupakan

penentuan suatu sifat yang akan dipelajari sehingga menjadi variabel yang

dapat diukur. Definisi operasional menjelaskan cara tertentu yang

digunakan untuk meneliti dan mengoprasikan konstrak, sehingga

memungkinkan bagi peniliti lain untuk melakukan replikasi pengukuran

dengan cara yang sama atau mengembangkan cara pengukuran konstrak

yang lebih baik.

Jadi dapat dikatakan bahwa definisi operasional merupakan definisi

yang didasarkan atas sifat variabel yang diamati. Operasional mencakup

hal-hal penting dalam penelitian yang memerlukan penjelasan. Maka dari

itu operasional bersifat rinci, tegas dan pasti yang menggambarkan

karakteristik variabel-variabel penelitian dan hal-hal yang dianggap

penting.

a) Jalan Usaha Tani (JUT)

Berbicara menegenai konsep dan operasional pelaksanaan

program pembangunan dan pengembangan jalan pertanian, hal ini dapat

26
dilihat dari beberapa buku pedoman teknis yang dikeluarkan oleh

Kementerian Pertanian hingga Dinas Pertanian Kabupaten/Kota hingga.

Adapun yang peneliti jadikan referensi dalam konsep pelaksanaan

program JUT ini ialah dari buku “Pedoman Teknis Pengembangan

Jalan Usaha Tani 2018” yang dikeluarkan oleh Direktorat Perluasan dan

Perlindungan Lahan, Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana

Pertanian Kementerian Pertanian menjelaskan tentang implementasi

program JUT yang akan dijadikan indikator utama nanti pada waktu

pelaksanaan penelitian yakni dari ketentuan teknis, kriteria, tahap

pelaksanaan hingga proses monitoring atau evaluasi sebagai berikut:

1. Standar Teknis

Adapun standar teknis pembangunan jalan usaha tani

menurut Kementerian Pertanian, (2018:2) dalam buku “Pedoman

Teknis Pengembangan Jalan Usaha Tani”

 Jalan usaha tani utama lebar atas antara 1-3 meter dan lebar

bawah 2-4 meter minimal dapat dilalui kendaraan beroda tiga

atau disesuaikan dengan kondisi lahan serta kebutuhan.

 Spesifikasi dan dimensi komponen jalan usaha tani disesuaikan

dengan kebutuhan lapangan dan aspirasi kelompok tani melalui

musyawarah, yang meliputi (badan jalan, bahu jalan, saluran

tepi jalan, gorong-gorong, jembatan dan lain-lain).

 Tinggi jalan usaha tani antara 0,25-0,75 meter diatas permukaan

lahan.

27
 Kontruksi jalan dengan perkerasan atau tidak dengan perkerasan

menyesuaikan dengan kondisi lahan dan kebutuhan,

sepertihalnya (alat angkut yang dipergunakan, komoditas alat

yang diangkut).

 Lebar saluran pembuangan air (drainase) disisi jalan antara 40-

60 cm dengan kedalaman kurang lebih 50 cm.

2. Kriteria Lokasi Jalan Usaha Tani

Pembangunan atau rehabilitasi Jalan Usahatani (didalam

area) dilaksanakan pada areal lahan usaha tani baik yang belum ada

jalan usahataninya maupun sudah ada jalan usahataninya tetapi

belum memadai (pembangunan baru, peningkatan kapasitas dan

rehabilitasi/ perbaikan). Adapun persyaratan atau kriteria dari jalan

yang akan dibangun Jalan Usaha Tani (JUT) sebagai berikut

(Pedoman Teknis Pengembangan Jalan Usaha Tani, Kementrian

Pertanian 2018) :

 Berada di areal lahan usaha tani dengan luas hamparan minimal

15 ha pada daerah bukaan baru dan kawasan sentra produksi

pangan.

 Petani mau melepaskan atau hibah sebagian lahannya tanpa

ganti rugi untuk pembangunan jalan usaha tani (bila

dibutuhkan).

 Petani atau kelompok tani bersedia untuk melakukan perawatan

atau pemeliharaan jalan setelah dibangun.

28
3. Tahap Pelaksanaan

 Identifikasi calon loksi

Identifikasi merupakan kegiatan untuk menegetahui CPCL

(Calon Petani dan Calon Lokasi) Kabupaten, DAS (Daerah

Aliran Sungai) dan apakah ada areal milik petani yang sudah

dihibahkan jika dibutuhkan (hibah permanen)

 Survei

Pada tahap survei merupakan kegiatan untuk mengetahui

letak lokasi berdasarkan koordinat lintang dan bujur (awal dan

akhir), peta atau sketsa situasi (titik awal atau akhir, trase jalan

dan panjangnya), sumber material dan jenisnya, lokasi dan

jaraknya, hingga harga satuan upah bahan atau material

setempat.

 Investigasi

Investigasi merupakan kegiatan untuk melihat dan

menentukan ondisi jalan usahatani eksisting (lebar, kondisi,

dan panjangnya), penentuan rencana desain (baru, peningkatan

atau perbaikan), dan menentukan lahan yang dihibahkan (jika

dibutuhkan)

 Desain

Pada pelaksanaan tahap ini, pembuatan draft desain

berdasarkan data SID (Survey, Investigasi dan Desain) yang

29
merupakan hasil diskusi pembahasan desain bersama

Poktan/P3A dan disesuaikan dari kesepakatan Poktan/P3A

 Penyusunan Rencana Anggaran Biaya

Adapun tahap rencana dan pencairan anggaran biaya, yakni:

- Pengajuan pencairan dana tahap I sebesar 40% (jika poktan

telah siap melaksanakan kegiatan)

- Pencairan dana Tahap I

- Pengajuan pencairan dana Tahap II sebesar 30% apabila

pekerjaan dilapangan sudah mencapai 30%dari pekerjaan

seluruhnya

- Pencairan tahap II

- Pengajuan pencairan dana Tahap II Isebesar 30% apabila

pekerjaan dilapangan sudah mencapai 60% dari pekerjaan

seluruhnya

- Pencairan tahap III

4. Metode Pelaksanaan

Kegiatan pembanguna JUT (Jalan Usaha Tani) dan Japro

(Jalan produksi) dilaksanakan secara swakelola yang melibatkan

partisipasi Kelompok Tani/ Gapoktan/P3A setempat (Kementerian

Pertanian, 2018:5). Dalam kegiatan pelaksanaan kegiatan Kelompok

Tani/ Gapoktan/P3A bepartisipasi mulai dari persiapan,

perencanaan, pelaksanaan kontruksi hingga pemeliharaan yang

dibimbing oleh Dinas Pertanian Kabupaten/Kota beserta konsultasi

30
pendamping. Disamping itu, Kelompok Tani/ Gapoktan/P3A juga

diwajibkan berpartisipasi dalam bentuk tenaga, material ataupun

dana sesuai kemampuan.

5. Monitoring dan Evaluasi

Pelaksanaan monitoring dilakukan pada tahap persiapan dan

pelaksanaan konstruksi. Pelaksana monitoring adalah staff Dinas

Pertanian Kabupaten/ Kota dibantu konsultan daerah. Monitoring

dilakukan pada setiap tahap kegiatan (persiapan dan pelaksanaan

konstruksi). Sementara itu, laporan monitoring pelaksanaan

konstruksi dilakukan pada setiap tahapan/perminggu yang berisi

informasi perkembangan pelaksanaan fisik dan keuangan yang

dilengkapi dengan foto-foto dokumentasi kegiatan dan kegiatan.

Sdangkan pada tahap evaluasi dilakukan dari tahap persiapan dan

pelaksanaan konstruksi (kesesuaian antara rencana dan hasil

pelaksanaan, kendala-kendala dan solusinya).

b) Jalan Produksi (Japro)

Berdasarkan definisi konseptual diatas bahwa Program Jalan Usaha

Tani (JUT) dan Jalan Produksi secara konseptual dam operasional

adalah sama, yang sama-sama merupakan program pembuatan atau

pembangunan dengan meningkatkan kapasitas atau rehabilitasi

(Petunjuk Teknis Pengembangan Jalan Usaha Tani Bidang Pertanian

Tahun 2018).

31
Pada pembangunan jalan usaha tani dan jalan produksi ini bisa

berupa pembuatan jalan baru sesuai kebutuhan, peningkatan kapasitas

jalan pertanian yang sudah ada, dan rehabilitasi jalan pertanian untuk

memperbaiki jalan usaha tani yang sudah rusak tanpa ada peningkatan

kapasitas. Berdasarkan tinjauan teori diatas, indikator-indikator Jalan

Produksi (Japro) ialah sama dengan indikator Jalan Usaha Tani (JUT)

yakni sebagai berikut:

1. Standar Teknis

2. Kriteria Lokasi

3. Tahap Pelaksanaan : Identifikasi calon lokasi, survei, investigasi,

desain, penyusunan rencana anggaran biaya

4. Metode Pelaksanaan

5. Monitoring dan Evaluasi

D. Kerangka Pemikiran

Menurut Nurdin dan Hartati (2019:125) kerangka berpikir atau kerangka

pemikiran ialah dasar pemikiran dari penelitian yang disentiskan dari fakta-

fakta, observasi dan kajian kepustakaan. Maka dari itu, kerangka berpikir

memuat teori, dalil atau konsep-konsep yang akan dijadikan dasar penelitian.

Sehingga dalam kerangka pemikiran variabel-variabel penelitian dijelaskan

secara mendalam dan relevan dengan permasalahan yang diteliti, sehingga

dapat dijadikan dasar untuk menjawab permasalahan penelitian.

Berdasarkan hal tersebut, peneliti menyajikan kerangka berpikir dalam

bentuk bagan yang menunjukan alur pikir peneliti serta keterkaitan antar

32
variabel yang diteliti. Kerangka pemikiran penelitian “Implementasi Program

Jalan Usaha Tani (JUT) dan Jalan Produksi (Japro) dalam Peningkatan Sektor

Pertanian” sebagai berikut:

Kebijakan sebagai Program

Implementasi Program

Model Kesesuaian Implementasi


Program David C. Korten

Implementasi Program Jalan Usaha Tani (JUT) dan Jalan


Produksi (Japro)

Definisi Konseptual Definisi Operasional

UU Nomor 19 Tahun 2013 tentang Pedoman Teknis Pengembangan


Perlindungan dan Pemberdayaan Jalan Usaha Tani 2018 oleh
Petani Kementerian Pertanian

Meningkatkan Sektor Pertanian di


Kota Batu

: Diteliti
: Tidak Diteliti
: Berhubungan
: Berpengaruh

33
Gambar 2.3 Kerangka Berfikir
Sumber : data yang diolah oleh peneliti, 2020

Berdasarkan gambar bagan yang disajikan peneliti diatas, dapat

dijelaskan sebagai berikut:

Dalam kerangka pemikiran dapat dilihat bahwa penelitian ini berangkat

dari teori kebijakan sebagai program menurut Hugwood & Gunn (dalam

Hayat, 2018:15). Program merupakan bagian dari kebijakan publik yang

dilakukan oleh pemerintah baik program yang bersifat formal maupun

nonformal dapat dianggap sebagai kebijakan. Program kerja tersebut

dihasilkan dari rencana kerja yang merupakan bentuk kinerja pemerintah

dalam jangka waktu yang sudah ditentukan untuk kepentingan masyarakat

guna membangun dalam sinergi tata kelola yang baik.

Berbicara tentang kebijakan, kebijakan publik sendiri mempunyai 3

pilar utama yakni policy formulation, policy implementation, policy

evaluation (Hayat, 2018:24). Sehingga dapat dikatakan Implementasi

Program merupakan salah satu pilar utama dari Kebijakan sebagai Program.

Menurut Siagan (2006:116) program merupakan punsur pertama yang

harus ada demi tercapainya kegiatan implementasi (Siagan, 2006:116).

Adanya kelompok masyarakat yang menjadi sasaran program merupakan

unsur kedua dari pelaksanaan program dengan melibatkan masyarakat untuk

menilai apakah program tersebut membawa hasil perubahan atau peningkatan

dalam kehidupan. Sedangkan untuk unsur ketiga ialah peran dari implementor

itu sendiri dalam mengimplementasikan program.

34
Jadi, untuk menujang keberhasilan suatu kebijakan program maka

diperlukan model pendekatan yang digunakan dalam implementasi program.

Hal tersebut sesuai dengan Model Kesesuaian Implementasi Program dari

David C. Korten yang mempunyai tiga elemen penting yakni, program itu

sendiri, pelaksanaan program, dan kelompok sasaran program. Model ini juga

nantinya akan digunakan sebagai acuan penelitian ini dengan menyesuaikan

fakta dilapangan dengan teori yang ada.

Maka dari itu dari ketiga konsep diatas yakni kebijakan sebagai program,

implementasi program dan Model Kesesuaian Implementasi Program dari

David C. Korten digunakan peneliti sebagai referensi untuk melakukan

penelitian tentang Implementasi Program Jalan Usaha Tani (JUT) dan Jalan

Produksi (Japro) dalam Peningkatan Sektor Pertanian. Disamping itu, dalam

penelitian ini juga didasarkan secara konseptual dan operasional. Secara

konseptual penelitian ini berlandaskan pada UU Nomor 19 Tahun 2013

tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani. Sedangkan secara

operasional berdasarkan pada Pedoman Teknis Pengembangan Jalan Usaha

Tani 2018 oleh Kementerian Pertanian.

35
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menemukan, memahami serta

menjelaskan suatu permasalahan atau fenomena-fenomena secara ilmiah

dengan menggunakan metode tertentu yang dipilih sesuai dengan

permasalahan yang dikaji. Sedangkan, metode penelitian merupakan suatu

cara yang dipergunakan untuk melaksanakan kegiatan ilmiah yang berupa

penyeledikan yang dilakukan dengan berhati-hati. Dalam penelitian ini

bertujuan untuk menganalisis implementasi Program JUT (Jalan Usaha Tani)

dan Japro (Jalan Produksi) di Kota Batu.

Jenis penelitian ini, peneliti menggunakan jenis penelitian deskriptif-

kualitatif. Menurut Hybert Hyman (dalam Koentjaraningrat, 1991:29)

mendefinisikan jenis penelitian yang bersifat deskriptif merupakan penelitian

yang mempunyai tujuan untuk menggambarkan secara tepat tentang sifat-sifat

suatu individu, keadaan, gejala, atau kelompok-kelompok tertentu atau untuk

menentukan frekuensi adanya hubungan tertentu atau untuk menentukan

frekuensi adanya hubungan tertentu antara suatu gejala dengan gejala lain di

masyarakat. Sedangkan, metode kualitatif sesuai dengan yang dikemukakan

oleh Bogdan dan Taylor (dalam Moleong, 2002:3) menyatakan bahwa

metode kualitatif diartikan sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan

data deskriptif berupa kata-kata yang tertulis atau lisan dari orang-orang dan

perilaku yang dapat diamati.

36
Kegiatan penelitian ini meliputi pengumpulan data, analisis data,

interpretasi data dan merumuskan kesimpulan yang mengacu pada penelitian

data tersebut. Peneliti memilih jenis penelitian pendekatan kualitatif bertujuan

untuk mendapat gambaran yang jelas dan nyata apa yang terjadi dilapangan

sevara menyeluruh, kemudian mengungkapkan secara spesifik, rinci dan

mendalam mengenai suatu permaslaahn dengan mencari informasi sebanyak

mungkin tentang implementasi Program JUT (Jalan Usaha Tani) dan Japro

(Jalan Produksi) dalam peningkatan sektor pertanian di Kota Batu.

B. Fokus Penelitian

Fokus penelitian adalah dimana pusat perhatian dari apa yang akan

diteliti untuk mendapatkan data yang akan dikumpulkan, diolah, dianalisis,

dikaji, dan di interpretasikan sesuai dengan masalah yang ada dengan

batasan-batasan tertentu. Penentuan fokus penelitian memiliki dua tujuan

diantaranya ialah, pertama penetapan fokus penelitian dalam membatasi studi,

dalam hal ini akan membatasi bidang inkuiri dan kedua penetapan fokus

digunakan untuk memenuhi kriteria inklusif maupun eksklusif fakta masuk-

keluar suatu informasi yang baru diperoleh di lapangan (Moloeng, 2011:152).

Maka dari itu, peneliti akan memfokuskan penelitian sesuai dengan

tema yang sudah diambil, dengan fokus penelitian sebagai berikut:

1. Model kesesuaian implementasi Program Jalan Usaha Tani (JUT) Dan

Jalan Produksi (Japro) Dalam Peningkatan Sektor Pertanian Di Kota

Batu, sesuai dengan indikator Model Kesesuaian Implementasi Program

David C. Korten

37
a. Program JUT dan Japro

b. Organisasi (Pelaksana Program)

c. Pemanfaat (Sasaran program)

2. Faktor Pendukung Dan Faktor Penghambat Dalam Implementasi

Program Jalan Usaha Tani (JUT) Dan Jalan Produksi (Japro) Dalam

Peningkatan Sektor Pertanian Di Kota Batu

a. Faktor pendukung yang dihadapi dalam implementasi program JUT -

Japro

b. Faktor penghambat yang dihadapi dalam implementasi program JUT

- Japro

C. Pemilihan Lokasi dan Situs Penelitian

Lokasi yang diambil dari penelitian ini adalah di Kota Batu. Sedangkan

situs penelitian merupakan letak dimana peneliti melakukan kegiatan

penelitian untuk mendapatkan data yang valid, akurat serta benar-benar

diperlukan dalam penelitian dan situs penelitiannya adalah pada Dinas

Pertanian Kota Batu serta di daerah Kecamatan Bumiaji yang merupakan

daerah yang banyak disentuh atau dibangun oleh program JUT dan Japro.

D. Sumber Data

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode penelitian

deskriptif-kualitatif yang dimaksudkan untuk menggambarkan bagaimana

implementasi program JUT dan Japro dalam peningkatan pertanian di Kota

Batu. Sedangkan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut:

38
1. Data Primer

Data primer yakni data yang diperoleh langsung peneliti dari

sumber sumber utamanya yang berupa wawancara dengan informan

melalui kata-kata, tindakan, keterangan informasi yang dikumpulkan,

serta mencatat kejadian yang terjadi dilapangan. Dalam penelitian ini

yang termasuk data primer adalah hasil wawancara dengan pegawai pada

Dinas Pertanian Kota Batu, khususnya kepada penanggungjawab

program JUT dan Japro yakni yang bertugas pada Dinas Pertanian dan

Kelompok Tani selaku sasaran dari program tersebut. Adapun sumber

data dalam penelitian ini, penulis akan melakukan proses wawancara di

Dinas Pertanian Kota Batu terhadap penanggungjawab program JUT

(Jalan Usaha Tani) dan Japro (Jalan Produksi) yakni oleh Bapak Agus

Trisnobuwono, S.Hut selaku Kepala Bidang Sarana, Prasarana dan

Pembiayaan, Bapak Slamet Nur Hasan, SP selaku Seksi Lahan, Irigasi

dan Konversi serta Bapak Hadi Sutrisno, SE selaku Kepala Dusun

Banaran Desa Bumiaji serta Ketua Kelompok Tani Bumiaji Sejahtera 1.

2. Data Sekunder

Data sekunder dalam penelitian ini digunakan sebagai data

pelengkap atau tambahan untuk melengkapi data sebelumnya. Data

sekunder dalam penelitian ini diperoleh melalui studi pustaka seperti

buku dari badan pusat statistik yakni buku “Statistika Kota Batu dalam

2015-2020”, buku “Pedoman Pengembangan Teknis Jalan Usaha Tani

Kementan”, penelitian terdahulu, gambar dari berita online dan Laporan

39
Kinerja Instansi Pemerintah Dinas Pertanian, arsip RPJM dan RENSTRA

Dinas Pertanian Kota Batu, tabel dari web pemerintah, serta catatan-

catatan dari pihak yang terkait lainnya seperti data pengerjaan

pembangunan program JUT dan Japro Tahun Anggarn 2018 yang

diberikan secara langsung oleh Dinas Pertanian.

E. Teknik Pengumpulan Data

Menurut Sugiyono (2015:224) teknik pengumpulan data merupakan

langkah yang paling strategis dalam penelitian, karena tujuan utam dari

penelitian yakni dengan mendapatkan data. Dalam penelitian ini

menggunakan teknik pengumpulan data yang penulis gunakan dalam

penyusunan penelitian ini ialah:

1. Wawancara

Dalam metode wawancara merupakan teknik pengumpulan data

dengan cara bertatap muka secara langsung atau berdialog dan tanya

jawab secara langsung untuk mendapatkan informasi yang berhubungan

dengan penelitian yang dilakukan. Adapun sumber data dalam penelitian

ini, penulis akan melakukan proses wawancara di Dinas Pertanian Kota

Batu terhadap penanggungjawab program JUT (Jalan Usaha Tani) dan

Japro (Jalan Produksi) yakni oleh Bapak Agus Trisnobuwono, S.Hut

selaku Kepala Bidang Sarana, Prasarana dan Pembiayaan, Bapak Slamet

Nur Hasan, SP selaku Seksi Lahan, Irigasi dan Konversi serta Bapak

Hadi Sutrisno, SE selaku Kepala Dusun Banaran Desa Bumiaji serta

Ketua Kelompok Tani Bumiaji Sejahtera 1.

40
2. Observasi

Observasi merupakan teknik pengumpulan data dengan cara

mengamati dan mencatat secara sistematik segala hal berkaitan dengan

lingkunfan yang akan diteliti. Bahkan menurut Suharsimi (1996:199)

menyatakan bahwa observasi atau yang sering disebut pula dengan

pengamatan merupakan kegiatan pemuatan perhatian terhadap suatu objek

dengan menggunakan seluruh alat indra. Maka dari itu, metode observasi

bisa digunkan dan dilakukan untuk melihat dan mengamati objek secara

langsung ke Dinas Pertanian Kota Batu dan beberapa titik jalan yang

sudah disentuh atau pernah dibangun melalui program JUT dan Japro.

3. Dokumentasi

Teknik dokumentasi merupakan metode yang dilaksanakan dengan

cara mengadakan pencatatan terhadap dokumen-dokumen dan

pengambilan gambar mengenai hal-hal yang diteliti, khususnya tentang

implementasi Program Jalan Usaha Tani (JUT) dan Jalan Produksi (Japro)

dalam peningkatan sektor pertanian di Kota Batu. Selain itu, teknik ni juga

digunakan untuk melengkapi data-data teoritis yang berhubungan dengan

tema penelitian melalui buku, jurnal, hingga catatan LAKIP (Laporan

Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah) khususya pada Dinas Pertanian

di Kota Batu.

F. Instrumen Penelitian

Menurut Mayer dan Greenwood (1984:339) mendefinisikan instrumen

dikatakan sebagai alat yang digunakan oleh ahli analisis untuk

41
mensistematiskan pengumpulan data, dan instrumen yang baik harus valid

dan reliabel. Adapun instrumen dalam penelitian ini yang digunakan peneliti

dalam memperoleh data serta informasi dalam penelitian ini sebagai berikut :

1. Peneliti sendiri, yakni dengan melakukan observasi dengan lingkungan

atau instansi terkait yakni Dinas Pertanian Kota Batu dengan melakukan

wawancara beserta dokumentasi terhadap proses wawancara kepada Bapak

Agus Trisnobuwono, S.Hut selaku Kepala Bidang Sarana, Prasarana dan

Pembiayaan, Bapak Slamet Nur Hasan, SP selaku Seksi Lahan, Irigasi dan

Konversi serta Bapak Hadi Sutrisno, SE selaku Kepala Dusun Banaran

Desa Bumiaji serta Ketua Kelompok Tani Bumiaji Sejahtera 1.

2. Pedoman wawancara, yakni dengan menyiapkan pertanyaan tertulis yang

disusun dengan secara terstruktur untuk mendapatkan data yang akurat

berupa tanggapan atau respon terhadap masalah atau fenomena yang

diteliti. Hal ini dapat dilihat pada lampiran 1 pedoman wawancara.

3. Catatan lapangan, yakni digunakan sebagai alat atau saran bagi peneliti

untuk mencatat seluruh informasi terkait sesuai hasil observasi dan

pengamatan yang diperoleh peneliti selama proses berlangsungnya

penelitian di lapangan. Alat yang saya gunakan ialah handphone untuk

merekam hasil wawancara beserta untuk mendokumentasikan proses

wawancara.

G. Teknis Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini ialan

metode analisis deskriptif kualitatif, karena teknis analisis data ini diperoleh

42
dari proses membaca, mempelajari dan menelaah data yang dikumpulkan.

Maka dari itu proses analisis data ini dengan menggambarkan atau

mendeskripsikan data yang diperoleh sesuai dengan latar ilmiah yang

disampaikan dengan cara menyusunnya. Adapun model interaktif analisis

data yang digunakan peneliti sebagai berikut :

Gambar 3.1 Model Analisis Data Model Interaktif Miles dan

Hubberman

Sumber : Miles dan Huberman (dalam Saldana, 2004:14)

Data yang diperoleh ini kemudian dilanjutkan analisis dengan

mengikuti langkah-langkah sebagaimana disarankan oleh Miles dan

Huberman (dalam Sugiono, 2005) bahwa dalam analisis data deskriptif

kualitatif mencakup 3 tahap yakni:

1. Reduksi data

Pada proses pengumpulan data terkumpul banyak data yang

bersifat kompleks. Pada proses wawancara penelitian ini jawaban

dijelaskan oleh narasumber secara detail, rinci dan meluas. Maka dari itu,

dengan tahap reduksi data ini digunakan sebagai proses pemilihan,

penyederhanaan, merangkum, dan memfaktorkan data pada hal-hal yang

43
sesuai dengan tujuan penelitian. Adapun yang saya pilih dan saya

sederhanakan dari data ialah dengan memilih hasil wawancara yang dirasa

cukup dapat menjawab rumusan masalah saya yakni : program jut dan

japro, peran dan kemampuan dinas pertanian sebagai pelaksana, sasaran

program yang memanfaatkan hasil program, faktor pendukung dan

penghambat yang mempengaruhi implementasi program.

2. Penyajian data

Pada proses penyajian data ini merupakan proses penyusunan

sekumpulan informasi digunakan untuk mempermudah peneliti dalam

melihat gambaran keselurahan atau bagian-bagian tertentu dari data yang

diteliti. Dalam penyajian data, peneliti menyajikan data-data baik

wawancara, gambar, tabel hingga skema dan bagan yang terkumpul terkait

fokus penelitian yang dilakukan di Dinas Pertanian Kota Batu dan sasaran

program (Kelompok Tanu). Setelah menyajikan data yang tekumpul

melalui wawancara, pengamatan atau observasi dan dokumentasi, peneliti

menyajikan secara menyeluruh dan terperinci untuk kemudian dianalisis

dengan teori yang relevan terkait dengan model kesesuaian implementasi

Program Jalan Usaha Tani (JUT) dan Jalan Produksi (Japro) dalam

peningkatan sektor pertanian di Kota Batu.

3. Kesimpulan atau Vertifikasi

Penarikan kesimpulan merupakan tahap akhir dalam proses analisis

data. Pada proses penarikan kesimpulan ini dilakukan guna mencari tema,

pola, hubungan, fenomena yang terjadi dan data-data yang diperoleh

44
kemudian ditinjau ulanh untuk mendapatkan data yang valid. Setelah

penyajian data dan menganalisis hasil penelitian yang dilakukan tentang

bagaimana implementasi, model dan sasaran yang digunakan Dinas

Pertanian Kota Batu dalam melaksanakan program JUT dan Japro dalam

peningkatan sektor pertanian di Kota Batu. Maka penulis dapat menarik

beberapa point penting menjadi kesimpulan dan saran yang ada.

H. Keabsahan Data

Moloeng, (2011:324) mengatakan bahwa untuk menentukan kebasahan

data diperlukan teknik pemeriksaan yang berdasarkan dengan beberapa teknik

pemeriksaan kriteria tertentu. Adapun 4 teknik pemeriksaan yang dapat

digunakan untuk menguji kebasahan data pada penelitian ini, yakni:

1. Kepercayaan (credibility), merupakan aspek yang digunakan untuk

memperhatikan kepercayaan temuan dengan cara pembuktian oleh

peneliti agar hasil penelitian tidak diragukan. Hal ini tentunya ditunjang

dengan peneliti mencantumkan potongan wawancara yang dapat dilihat

secara lengkap pas transkrip wawancara, data gambar, tabel, bagan yang

didapat dari web pemerintah hingga diberikan oleh Dinas Pertanian Kota

Batu secara langsung.

2. Keteralihan (transferability), merupakan proses empiris yang tergantung

pada kesamaan antara konteks pengirim dan penerimaan guna melakukan

pengalihan tersebut, peneliti akan mencari data dan mengumpulkan dalam

konteks yang berhubungan dengan pengolahan data pada lembaga

pemerintah tersebut. Sepertihalnya data yang didapat peneliti seperti pada

45
masalah geografis, demografis, dan hasil panen peneliti mendapatkan data

dari web pemerintah Budan Pusat Statistik Kota Batu.

3. Ketergantungan (dependanbility) juga dikenal dengan Reliabilitas yang

dimana suatu penelitian dapat dikatakan reliable atau dapat dipercaya

dengan beberapa percobaan yang dilakukan selalu mendapatkan hasil

yang sama. Hal ini dibuktikan dengan adanya kesamaan jawaban dari 3

narasumber yakni dari beberapa pertanyaan wawancara.

4. Kepastian (Confirmability) merupakan aspek yang berkaitan dengan

kepastian peneliti jenis deskriptif dengan pendekatan kualitatif dan

peneliti menjadi sumber utama. Selain itu peneliti melakukan diskusi

secara terus-menerus dengan dosen pembimbing.

46
BAB IV

PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

1. Kondisi Geografis Pertanian Kota Batu

Kota Batu merupakan salah satu Kota yang berada di Provinsi

Jawa Timur dikenal sebagai kota yang memiliki potensi utama di sektor

pertanian. Pertanian di Kota Batu didominasi oleh pertanian hortikultura,

sedangkan pertanian untuk tanaman pangan kurang dominasi.

Dilihat dari keadaan geografinya Kota Batu dibagi menjadi 4 jenis

tanah. Pertama, jenis tanah Andosol yakni berupa lahan tanah yang paling

subur. Kedua, jenis tanah Kambisol yakni berupa lahan tanah yang cukup

subur. Ketiga, jenis tanah Alluvial yakni berupa lahan tanah yang kurang

subur dan mengandung kapur. Keempat, jenis tanah Latosol berupa lahan

tanah yang mengandung banyak zat besi dan alumunium. Untuk

mempermudah peneliti menyediakan tabel luas masing-masing lahan

menurut jenis tanah berdasarkan kecamatan di Kota Batu:

Tabel 4.1 Luas Lahan berdasarkan Jenis Tanah Per Kecamatan

Jenis Tanah
Kecamatan Andosol Kambisol Alluvial Latosol
Kecamatan Batu 1.831,04 ha 889,31 ha 239,86 ha 260,34 ha
Kecamatan Bumiaji 2.873,89 ha 1395,81 ha 376,48 ha 408,61 ha
Kecamatan Junrejo 1.526,19 ha 741,25 ha 199,93 ha 217,00 ha

Sumber : Badan Statistika Kota Batu Tahun 2018

47
Berdasarkan data dari Dinas Pertanian di Kota Batu terdapat jenis

lahan menurut penggunaan dibagi menjadi 3, diantaranya ialah lahan

sawah, lahan pertanian bukan sawah, dan lahan bukan sawah. Hal ini dapat

diperjelas dengan tabel sebagai berikut:

Tabel 4.2 Total Luas Penggunaan Lahan Menurut Kecamatan di Kota

Batu (Ha), 2018

Penggunaan Lahan
Kecamatan Pertanian Bukan Jumlah
Sawah
Bukan Sawah Pertanian
Batu 716,23 71,50 7,00 794,73
Junrejo 1 028,00 141,00 73,00 1 242,00
Bumiaji 683,46 15,00 15,00 713,46
Kota Batu 2 427,69 227,50 95,00 2 750,19

Sumber : Badan Statistika Kota Batu

Dapat dilihat bahwa luas lahan di Kota Batu sebesar 88,27%

digunakan sebagai lahan sawah, sedangkan lahan pertanian bukan sawah

sekitar 8,27% nya saja dari total keseluruhan. Maka dari itu, dari

banyaknya lahan yang digunakan sebagai sektor pertanian di Kota Batu,

harus diiringi pula dengan adanya sarana prasarana baik infrastruktur fisik

maupun non fisik guna mempermudah aksesbilitas usaha tani di Kota Batu.

Hal ini dapat dilihat dari protet kondisi jalan pertanian yang dapat

dikatakan belum layak pakai seperti di Kelurahan Temas, sebagai berikut:

48
Gambar 4.1 Kondisi Jalan Pertanian Tahun 2017-2018

Sumber : LAKIP Dinas Pertanian Kota Batu TA 2018

2. Kondisi Demografi Pertanian Kota Batu

Pertanian Kota Batu lebih cenderung ke arah pertanian holtikultura

seperti sayur, tanaman hias, dan buah apel yang menjadi icon Kota Batu.

Sementara itu, jenis lapangan usaha yang banyak digeluti oleh tenaga kerja

di Kota Batu ialah didominasi sektor perdagangan sebesar 37,04% dan

pertanian 25,10% (Statistika Kota Batu dalam 2019). Untuk memperjelas

hal tersebut, peneliti menyediakan data jumlah penduduk yang bekerja

menurut status pekerjaan utama di Kota Batu Tahun 2017-2019 :

Tabel 4.3 Jumlah Penduduk yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan

Utama di Kota Batu Tahun 2017-2019

Status Pekerjaan Utama 2017 2018 2019


Berusaha sendiri 17.592 20.840 19.586
Berusaha sendiri dibantu buruh
15.694 15.283 11.387
tidak tetap
Berusaha dibantu buruh tetap 9.111 5.025 7.359
Buruh/karyawan/pegawai 54.613 48.754 54.203
Pekerja bebas pertanian 4.234 8.556 10.371
Pekerja tidak dibayar 11.740 10.532 8.825

49
Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Batu

Dari data diatas, dapat dilihat bahwa yang dimaksud pekerja bebas

di pertanian ialah orang yang bekerja pada orang lain/ majikan/ institusi

yang tidak tetap di usaha pertanian baik berupa usaha rumah tangga

maupun non rumah tangga atas dasar balas jasa dengan menerima upah

atau imbalan berupa uang maupun barang, baik dengan sistem pembayaran

harian maupun borongan. Sementara itu, yang termasuk usaha pertanian

meliputi pertanian tanaman pangan, perkebunan, kehutanan, peternakan,

perikanan dan termasuk juga jasa pertanian.

Berdasarkan tabel diatas sektor status pekerjaan utama terdapat

selisih yang besar antara pekerja berusaha sendiri dan pekerja bebas

pertanian. Hal ini mengindikasikan bahwa pekerjaan pada sektor pertanian

semakin ditinggalkan, yakni dikarenakan banyaknya masyarakat

memanfaatkan pesatnya pariwisata dengan bekerja pada sektor lain.

Namun, jika dilihat dari fokus pada sektor pekerja bebas pertanian saja

terdapat peningkatan pada tahun 2017-2019 dari angka 4.234 menjadi

10.371. Hal ini mengindikasikan bahwa adanya hasil dari program-

program pemerintah khususnya dalam hal peningkatan SDM (Sumber

Daya Manusia) pada pertanian di Kota Batu.

3. Dinas Pertanian Kota Batu

a. Profil Dinas Pertanian Kota Batu

Dinas Pertanian Kota Batu merupakan organisasi yang dibentuk

berdasarkan Peraturan Daerah Kota Batu Nomor 5 Tahun 2016 tentang

50
Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah, sedangkan rincian tugas

pokok dan fungsinya diatur dalam Peraturan Walikota Batu Nomor 84

Tahun 2016 tentang Kedudukan, Susunan Organisasi, Uraian Tugas dan

Fungsi, Serta Tata Kerja Dinas Pertanian Kota Batu. Kedudukan Dinas

Pertanian, untuk selanjutnya disingkat Disperta Kota Batu. Disperta

merupakan unsur pemerintahan di bidang Pertanian Pemerintah Daerah

yang di pimpin oleh seorang Kepala dan bertanggungjawab kepada

Walikota Batu melalui Sekretaris Daerah Kota Batu.

b. Visi dan Misi Dinas Pertanian Kota Batu

Berdasarkan Visi dan Misi Walikota Batu Tahun 2017-2022 yang

termuat dalam RPJMD (Rencana Pembangunan Jangka Menengah

Daerah) Kota Batu 2017-2022, Visi Dinas Pertanian Kota Batu adalah

“Desa berdaya Kota Batu sebagai sentra Agrowisata Internasional yang

berkarakter, berdaya saing dan sejahtera”. Sementara itu, misi atau

urusan pertanian masuk kedalam misi ketiga pemerintah Kota Batu yaitu

“Mewujudkan Daya Saing Perekonomian Daerah yang Progresif,

Mandiri Berbasis Agrowisata”

c. Tugas Pokok dan Fungsi Dinas Pertanian Kota Batu

Pembagian tugas dan fungsi di dalam tubuh Dinas Pertanian Kota

Batu secara rinci terdapat pada Peraturan Walikota Nomor 84 Tahun

2016 tentang Kedudukan, Susunan Organisasi, Uraian Tugas Dan Fungsi,

Sera Tata Kerja Dinas Pertanian Kota Batu. Sesuai perwali diatas,

susunan Dinas Pertanian Kota Batu dapat diketahui sebagai berikut:

51
1. Kepala Dinas

Sebagai seorang pemimpin Dinas yang bertanggungjawab penuh

dalam mengelola Dinas Pertanian Kota Batu. Kepala Dinas bertugas

dalam hal merencanakan, merumuskan kebijakan, membina

administrasi dan teknis, mengkoordinasikan, mengendalikan serta

mengevaluasi penyelenggaraan bidang pertanian. Hal ini sesuai

dengan yang dijelaskan secara rinci pada pasal 2.

2. Bidang Holtikultura

Bidang holtikultura memiliki kewenangan dalam merencanaan,

mengendalikan, membimbing serta melakukan evaluasi terhadap

kondisi di bidang jenis tanaman holtikultura. Tugas-tugas tersebut

telah ternaktub dalam pasal 5 ayat 2.

3. Bidang Tanaman Pangan dan Perkebunan

Bidang Tanaman Pangan dan Perkebunan bertugas untuk

merumuskan dan melaksanakan kebijakan teknis dibidang produksi,

pembenihan, perlindungan, pengolahan dan pemasaran hasil tanaman

pangan dan perkebunan. Hal ini dapat dilihat pada pasal 7 ayat 1.

4. Bidang Prasarana, Sarana dan Pembiayaan

Bidang Prasarana, Sarana dan Pembiayaan mempunyau tugas untuk

merumuskan dan melaksanakan kebijakan dan memberikan

bimbingan teknis, serta melakukan monitoring hingga evaluasi

52
kegiatan di bidang prasarana, sarana dan pembiayaan tugas-tugas ini

terkatub didalam pasal 11 ayat 1 dan 2.

5. Bidang Peternakan dan Perikanan

Bidang Peternakan dan Perikanan mempunyai tugas merumuskan

dan melaksanakan kebijakan dibidang peternakan dan kesehatan

hewan peternakan, kesehatan hewan, kesehatan masyarakat veteriner,

dan perikanan. Hal ini sudah dijelaskan secara rinci pada pasal 9.

6. Bidang Penyuluhan

Sesuai pasal 13 ayat 1 dan 2, Bidang penyuluhan mempunyai

fungsi dalam hal penyusunan rencana, membimbimbing, menfasilitasi,

mengembangkan metode penyuluhan, serta melaksanakan monitoring,

evaluasi kegiatan sarana dan prasarana pertanian.

d. Struktur Organisasi Dinas Pertanian Kota batu

Tugas pokok dan fungsi tersebut mendasari terbentuknya Struktur

Organisasi Dinas Pertanian yang terdiri dari :

1. Kepala Dinas

2. Sekretariat, membawahi:

a. Sub Bagian Program dan Pelaporan;

b. Sub Bagian Umum dan Keuangan.

3. Bidang Tanaman Pangan dan Hortikultura, membawahi :

a. Seksi Produksi Hortikultura;

b. Seksi Perbenihan dan Perlindungan Hortikultura;

c. Seksi Pengolahan, Pemasaran Tanaman Pangan dan Perkebunan.

53
4. Bidang Peternakan dan Perikanan, membawahi:

a. Seksi Bina Produksi dan Pemasaran Peternakan;

b. Seksi Kesehatan Hewan dan Masyarakat Veteriner;

c. SeksiPerikanan.

5. Bidang Sarana Prasarana Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian,

membawahi :

a. Seksi Lahan, Irigasi, dan Konservasi;

b. Seksi Pupuk, Pestisida, Alat, dan Mesin Pertanian;

c. Seksi Pembiayaan dan Investasi.

6. Bidang Penyuluhan, membawahi :

a. Seksi Kelembagaan;

b. Seksi Ketenagaan;

c. Seksi Metode dan Informasi.

7. UPTD;

8. Kelompok Jabatan Fungsional.

9. Sekretariat dipimpin oleh Sekretaris yang berkedudukan di bawah dan

bertanggung jawab kepada Kepala Dinas.

10. Masing-masing Bidang dipimpin oleh Kepala Bidang yang

berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Dinas.

11. Masing-masing Sub Bagian dipimpin oleh Kepala Sub Bagian yang

berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Sekretaris.

12. Masing-masing Seksi dipimpin oleh Kepala Seksi yang berkedudukan

di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Bidang.

54
13. Hubungan tata kerja antara Kepala Dinas dengan bawahan atau

sebaliknya secara administratif dilakukan melalui Sekretaris.

maka dari itu, Struktur Organisasi Dinas Pertanian Kota Batu tersusun

sebagaimana digambarkan di dalam Peraturan Walikota Kota Batu Nomor 84

Tahun 2016 Tanggal 20 Desember 2016 tentang Bagan Struktur Organisasi

Dinas Pertanian adalah sebagai berikut :

Gambar 4.2 : Bagan Struktur Organisasi Dinas Pertanian Kota Batu

Sumber : Dinas Pertanian Kota Batu

B. Hasil Penelitian

1. Model Kesesuaian Implementasi Program JUT dab Japro dalam

Peningkatan Sektor Pertanian di Kota Batu

Sesuai dengan teori pada bab 2 diatas, kita dapat mengetahui

bahwa untuk mengimplementasikan suatu program diperlukan suatu

55
pendekatan manajemen supaya program dapat dilaksanakan sesuai dengan

prosedur guna mencapai sasaran dengan efektif dan efisien. Maka dari itu,

dapat dikatakan model implementasi penting pada pengimplementasian

suatu program. Hal ini, penulis menganilisis model implementasi program

JUT dan Japro berdasarkan model implementasi program David C.

Korten, yang dapat digambarkan sebagai berikut:

Program JUT dan Japro

Petani/Gapoktan/
Dinas Pertanian
Masyarakat

Gambar 4.3 Model Keseuaian Implementasi Program JUT dan Japro


Sumber : data yang diolah peneliti, 2020 (bereferensi dari model
kesesuaian implementasi program David C. Korten)

Model kesesuaian implementasi program David C. Korten

mempunyai tiga elemen penting yakni program itu sendiri, organisasi

(pelaksana program), dan pemanfaat (kelompok sasaran program).

Berdasarkan teori dan gambar tersebut, untuk menjelaskan model

kesesuaian implementasi Program JUT dan Japro, maka peneliti membagi

3 fokus yang diteliti berdasarkan elemen-elemen tersebut, antara lain:

a. Program JUT dan Japro

56
Berdasarkan gambar model kesesuaian implementasi program JUT

dan Japro diatas, dapat dilihat bahwa Program JUT dan Japro saling

terkait dengan organisasi pelaksana (Dinas Pertanian) dan pemanfaat

(Kelompok Tani). Hubungan Program JUT dan Japro dengan Dinas

Pertanian ialah adanya kesesuaian isi dan tugas program dengan

kemampuan Dinas Pertanian sebagai pelaksana. Pada masalah ini

peneliti menemukan data dari wawancara kepada Bapak Agus

trisnobuwono, S. Hut selaku Kepala Bidang Sarana, Prasarana dan

Pembiayaan tentang tugas dan isi program JUT dan Japro di Kota Batu

berdasarkan dengan Pedoman Teknis Pengembangan JUT Kementan

dengan menyesuaikan indikator pelaksanaanya, yakni: standar teknis,

kriteria lokasi, tahap pelaksanaan, metode pelaksanaan, monitoring dan

evaluasi.

1. Standar Teknis

Standar teknis merupakan salah satu indikator yang harus

diperhatikan sebelum pengimplementasian atau pembangunan Jalan

Usaha Tani dan Jalan Produksi. Untuk standar teknis sendiri, sudah

dijelaskan secara rinci dalam Pedoman Teknis Pengembangan Jalan

Usaha Tani 2018 oleh Kementerian Pertanian. Namun, sesuai data

yang diperoleh pembangunan JUT dan Japro di Kota Batu

menyesuaikan dengan keadaan dilapangan dan kebutuhan dari

masyarakat khususnya dalam kegiatan agribisnis. Hal ini sesuai

57
dengan hasil wawancara saya kepada Bapak Agus Trisnobuwowno,

S.Hut. sebagai berikut :

“...secara umum kita mengambil pedomannya memang dari Kementan,


namun itu minimal ya.. maksudnya standar yang harus kita ikuti.
Namun kita juga tidak bisa terlalu terpaku dikarenakan melihat kondisi
lahan.” (lihat lampiran 2 transkrip wawancara 1/A2)

2. Kriteria lokasi

Berbicara mengenai kriteria lokasi JUT-Japro ini dibedakan

melalui areal persawahan yang dituju, yakni JUT ditujukan keareal

persawahan tanaman pangan dan Japro diareal persawahan tanaman

holtikultura. Titik pembangunan Japro di Kota Batu lebih banyak

daripada JUT dikarenakan mayoritas petani di Kota Batu yakni

hampir 90% merupakan petani tanaman holtikultura. Maka dari itu,

alasan inilah Dinas Pertanian mengeluarkan kebijakan dalam bentuk

program Japro untuk membantu para petani tersebut. Hal ini dapat

dipahami dari hasil wawancara Bapak Agus Trisnobuwono, SP

yakni:

“...karena di Batu ini dari 4200an lahan pertanian di Kota Batu, itu
tanaman pangan hanya 500an kalau gak salah itu kayak padi
khususnya di pendem. Selain itu, kalau kita hanya komoditas saja
nggak akan bisa terbangun seperti yang di sumberberantas, bulukerto
gak bisa dibangun. Artinya kita melakukan dua pendekatan.” (lihat
lampiran 2 transkrip wawancara 1/C1)

Kriteria lokasi pembangunan JUT dan Japro ini juga

ditentukan dari proses perencanaan yang bersumber dari tiga cara.

Pertama dari usulan petani/kelompok tani yang sebelumnya

diakomidir dalam proses musrembang, sesuai dengan yang dikatakan

Ketua Bidang Sarana Prasarana dan Pembiayaan, yakni:

58
“program kegiatan kita itu ada tiga jalur yang nanti akan bisa
dimasukan kedalam rencana strategis. Yang pertama, memang emm..
kebutuhan dari petani yang nanti bisa diakomodir dari proses
musrembang desa kecamatan dan kota.” (lihat lampiran 2 transkrip
wawancara 1/A1)

Kedua yakni dari pokok pikir atau pokir para Dewan,

sebagaimana yang dikatakan Bapak Agus trisnobuwono, S.Hut:

“yang kedua ada pokir atau pokok pikiran anggota dewan sendiri,
misal ada lahan atau jalan yang memang belum di akomodir dari
musrembang tapi kita menilai dari perkembangannya bahwa lahan
atau jalan itu perlu dan diharuskan untuk dibangun.” (lihat lampiran 2
transkrip wawancara 1/A1)

Ketiga yakni dari penilaian profesi teknis. Hal ini dijelakan

secara rinci oleh Bapak Agus Trisnobuwono sebagai berikut :

“Ketiga dari penilaian profesi teknis dari kita sendiri, memang dari
gapoktannya tidak mengusulkan, pokir dewan tidak menyampaikan
namun dinas pertanian menilai harus dibangun karena secara teknis itu
bisa meningkatkan aksebelititas dari sektor pertanian.” (lihat lampiran
2 transkrip wawancara 1/A1)

3. Tahap Pelaksanaan

Tahap pelaksanaan program JUT dan Japro di Kota Batu

dilakukan melalui langkah-langkah tertentu antara lain identifikasi

calon lokasi dan survei, investigasi, desain, penyusunan rencana

anggaran biaya. Pertama, identifikasi lokasi dan survei merupakan

kegiatan yang dilakukan untuk merancang perencanaan, yang mana

dalam kegiatan ini dilakukan satu tahun sebelum dilaksanakan. Hal

ini sesuai dengan yang dikatakan oleh Bapak Agus Trisnobuwono,

S.Hut sebagai berikut :

“Jadi T-1 atau sebelum pelaksanaan itu gini, kalu kita melaksanakan
pembangunan di tahun 2018 itu sudah kami rencanakan di tahun 2017
ya itu tadi perihal perencanaan kriteria lokasi hingga segala macam

59
kek RAB itu sudah fix di 2017.” (lihat lampiran 2 transkrip
wawancara 1/A3)

Selain itu, dalam proses survei dan identifikasi lokasi

dilaksanakan dengan bekerjasama oleh penyuluh, gapoktan, dan

pihak desa berdasar dari usulan 3 sumber usulan petani, pokir dewan

dan penilaian profesi teknis. Hal ini dijelaskan secara rinci oleh

Bapak Agus Trisnobuwono sebagai berikut:

“Jadi pada saat 2017 kita melakukan identifikasi pemilihan calon


lokasi, kita bekerja sama dengan penyuluh, ada juga dari Gapoktan
dan bekerjasama dan permisi dengan desa, terus kita juga
mengakomodir dari pokir, dan disitulah kita nanti ada beberapa unit
perencanaan kita siapkan.” (lihat lampiran 2 transkrip wawancara
1/A3)

Kedua, investigasi dalam program JUT dan Japro di Kota Batu

dilaksanakan untuk menentukan dan menyesuaikan dimensi serta

komponen apa saja yang dibutuhkan dilapangan berdasarkan

identifikasi dan survei lokasi sebelumnya. Dalam proses investigasi

ini ditentukannya lebar dan panjang hingga tinggi komponen seperti

bahu jalan. Berdasarkan dimensi pembangunan JUT dan Japro dapat

dilihat pada tabel 4.2 kegiatan reguler JUT/Japro tahun 2018 diatas.

Hal ini juga sesuai dengan yang dikatakan Bapak Slamet Nur Hasan,

SP sebagai berikut :

“.. kita juga akan melihat dimensi yang diperlukan sesuai dengan
kondisi, komponen apa aja yang akan dibangun, yang nantinya kan
direncanakan dari ke proses pendesainan dan ditentukan apakah
pembangunan ini termasuk daei awal atau baru, peningkatan atau
perbaikan saja.” (lihat lampiran 2 transkrip wawancara 1/A4)

Ketiga, Proses desain merupakan proses perencanaan setelah

identifikasi calon lokasi dan investigasi. Dalam proses pendesainan

60
JUT-Japro di Kota Batu menyesuaikan dengan kondisi atau lahan

yang ada dan diskusikan bersama dengan Poktan/Gapoktan atau

pihak desa guna mencapai kesepakatan bersama. (lihat lampiran 2

transkrip wawancara 1/A5)

Keempat, Penyusunan Rencana Anggaran Biaya program

pembangunan JUT dan Japro di Kota Batu disiapkan pada saat tahap

perencanaan yakni T-1, seperti yang dikatakan Bapak Agus

Trisnobuwono, SP selaku Ketua Bidang Sarana, Prasarana dan

Keuangan sebagai berikut:

“Artinya pas waktu kita eksekusi kita sudah ada data itu tadi,dari
identifikasi hinggaa RAB itu sudah T-1 atau tahun sebelumnya jadi
anggaranya sudah siap semua, kita sediakan anggarannya di 2017 jika
eksekusinya 2018.” (lihat lampiran 2 transkrip wawancara 1/A3)

Selain itu, dalam pencarian dana program JUT dan Japro ini

dilakukan di akhir dengan membayar 100% diakhir pelaksanaan

pembangunan jalan dikarenakan JUT dan Japro di Kota Batu

dibangun oleh penyedia atau pihak ketiga bukan bersifat swakelola.

Hal ini dapat dipahami melalui penjelasan Bapak Agus

Trisnobuwono, S.Hut:

“Jadi setelah dibangun kita langsung bayar 100%. Namun kalau di


pedoman Kementan itu pasti ada tahap pencairannya kan, soalnya
pedoman itu ya tadi bersifat swakelola. Nah itu yang gak bisa
disamakan seperti kita, karena kita gak melakukan swakelola.” (lihat
lampiran 2 transkrip wawancara 1/A6)

4. Metode Pelaksanaan

Metode pelaksanaan ini merupakan kegiatan perencanaan diatas

sudah dilakukan dari identifikasi CPCL hingga persiapan anggaran.

61
Namun dalam pelaksanaan program JUT dan Japro di Kota Batu pada

tahun 2018 semua dilakukan melalui penyedia atau pihak ketiga,

bukan dari swakelola yang dilakukan oleh petani dan gapoktan. Hal

ini juga sesuai dengan penjelasan dari Bapak Agus Trisnobuwono,

S.Hut yakni :

“Jadi begini, kalau di Pedoman Kementan itu sifatnya lebih swakelola


yang dilakukan oleh kelompok masyarakat (kelompok tani), sedangkan
untuk kami Dinas Pertanian sistem metode pelaksanaan melalui
penyedia atau bisa disebut pihak tiga.” (lihat lampiran 2 transkrip
wawancara 1/A7)

5. Monitoring dan Evaluasi

Setelah pelaksanaan kegiatan program dilakukan, maka kegiatan

berikutnya ialah melakukan pengawasan atau pengendalian.

Pengawasan dan pengendalian program JUT dan Japro dilakukan

melalui pemantauan, pelaporan, pemeriksaan, dan evaluasi kegiatan

program. Proses monitoring dan evaluasi pogram JUT dan Japro

dilakukan melalui 3 tahap, sebagaimana yang dijelaskan oleh Bapak

Agus Trisnobuwono:

“Jadi gini, monitoring evaluasi kita laksanakan itu ada tiga tahapan.
Yang tahap pertama itu sebelum disusunya tahap perencanaan itu pasti
kita turun langsung untuk melakukan identifikasi.” (lihat lampiran 2
transkrip wawancara 1/A8)

Kemudian untuk tahap kedua, monitoring dilakukan untuk

menge-check apakah lokasi yang dituju sesuai dengan data yang ada

didalam perencanaan guna memperlancar tahap pelaksanaan. Hal ini

didapat dari penjelasan rinci oleh Bapak Agus Trisnobuwono, S.Hut:

“Akhirnya dari kita turun itu terbitlah perencanaan RAB, gambar dan
segala macam. Pada saat mau dilaksanakan di tahun 2018 kita akan

62
turun lagi ngecek dilapangan, lokasinya bener gak sesuai dengan yang
direncanakan atau ada perubahan nggak nanti” (lihat lampiran 2
transkrip wawancara 1/A8)

Kemudian, untuk tahap ketiga dilakukan pada waktu proses

pembangunan atau pelaksanaan, seperti yang Bapak Agus ucapkan:

“Untuk monitoring dan evaluasi ketiga itu pada saat kita penyelesaian
pengerjaanya, jadi itu kita check nahh dari awal ini kita laksanakan 0,5
km kita check lagi si penyedia ini sudah melaksanakan 0,5 km. kalau
masalah monitoring dan eval memang minimal ada tiga tahapan itu.”
(lihat lampiran 2 transkrip wawancara 1/A8)

Sedangkan, untuk hubungan Program JUT dan Japro dengan

pemanfaat (Petani/Gapoktan/Masyarakat) ialah adanya kesesuaian antara

apa yang ditawarkan oleh program tersebut. Secara garis besar, output

dari Program JUT dan Japro ini ialah digunakan untuk memperlancar

aksesbilitas kegiatan usaha tani, baik untuk membantu pengangkutan

sarana prasarana produksi ke lahan pertanian, maupun mengangkut hasil

pertanian ke tempat lain yang nantinya diharapkan berpengaruh terhadap

peningkatan sektor pertanian. Hal ini sesuai dengan hasil wawancara

kepada Bapak Agus Trisnobuwono S.Hut sebagai berikut:

“...namun dinas pertanian menilai harus dibangun karena secara teknis itu
bisa meningkatkan aksesbilititas dari sektor pertanian. Semua itu kita
akomodir, tetapi kita juga harus melihat besarnya anggaran yang kita punya
dan melihat titik mana yang harus diutamakan.” (lihat lampiran 2 transkrip
wawancara 1/A1)

Selain itu, dari sudut pandang pemanfaat secara langsung,

masyarakat khususnya para petani di Kota Batu juga cukup sadar akan

output atau apa yang ditawarkan oleh program tersebut, yakni untuk

memperlancar kegiatan usaha tani. Sebagaimana yang dikatakan oleh

Bapak Khamim selaku ketua dari Kelompok Tani Bumaiji Sejahtera:

63
“ya dikarenakan program ini itu dampaknya dan sasaranya itu ya ke kita-
kita ini ya untuk membantu petani ini mbak, jadi otomatis kita juga turut
serta dari program ini” (lihat lampiran 2 transkrip wawancara 1/C1)

b. Organisasi (Dinas Pertanian)

Berdasarkan gambar model kesesuaian implementasi program JUT

dan Japro diatas, dapat dilihat bahwa Dinas Pertanian saling terkait

dengan Program JUT-Japro dan Pemanfaat (Petani/ Kelompok Tani/

Masyarakat). Hubungan Dinas Pertanian dengan Program JUT dan Japro

ialah adanya kesesuaian antara kemampuan Dinas Pertanian Kota Batu

sebagai pelaksana dengan isi program tersebut. Berbicara mengenai

kemampuan Dinas Pertanian dalam mengimplementasikan Program JUT-

Japro ini dapat diperjelas dengan data tabel kegiatan reguler JUT/Japro,

Jides, Jitut, & Pemeliharaan Jides Tahun 2018 yang didapat dari Bapak

Slamet Nur Hasan, SP selaku Seksi Lahan, Irigasi, dan Konversi sebagai

berikut :

Tabel 4.4 Kegiatan Reguler JUT-Japro Tahun 2018

Pengerjaan JUT Tahun 2018


Pekerjaan Pekerjaan Penguat
N Lokasi
Jalan Jalan
o Panjang Lebar Panjang Lebar Tinggi
Kec Desa/Kel Lok (m) (m) (m) (m) (m)
Lok
1. Junrejo Ds Torongrejo 344,4 2-2,6
1
Lok
2. Bumiaji Ds Giripurno 171 2-2,5 157,5 0,3 0,5-0,85
2
Lok
3. Junrejo Ds Pendem 266,6 2-2,5 103,81 0,3 0,5-0,7
3
Lok
4. Bumiaji Ds Pandanrejo 232 2,5 75,18 0,3 0,8-1
4
Lok
5. Junrejo Ds Junrejo 280 2,5 100 0,3 0,8
5
Lok 2,3-
6. Batu Kel Temas 291 54 0,3 0,8
6 2,5

64
Lokasi Koordinat
No
Kecamatan Desa/Kel Lok SOUTH EAST
1. Junrejo Ds Torongrejo Lok 1 7º52’48.32”S 112 º32’41.44”T
2. Bumiaji Ds Giripurno Lok 2 7º52’23.78”S 112 º33’26.61”T
3. Junrejo Ds Pendem Lok 3 7º54’13.12”S 112 º35’38.93”T
4. Bumiaji Ds Pandanrejo Lok 4 7º52’14.33”S 112 º32’56.11”T
5. Junrejo Ds Junrejo Lok 5 7º54’52.44”S 112 º33’36.11”T
6. Batu Kel Temas Lok 6 7º52’48.32”S 112 º32’41.44”T

Pengerjaan Japro Tahun 2018


Pekerjaan Pekerjaan Penguat
N Lokasi
Jalan Jalan
o Panjang Lebar Panjang Lebar Tinggi
Kec Desa/Kel Lok (m) (m) (m) (m) (m)
Lok
1. Batu Ds Sidomulyo 373 3,5-4
1
Ds Lok
2. Bumiaji Sumberbrantas
381
2
Ds Lok
3. Batu 284,5 3,5
Songgokerto 3
Lok
4. Batu Ds Sumberejo 171 2-2,5 193 0,3 60-80
4
Lok
5. Junrejo Ds Junrejo 210,2 2,6 189,4 0,3 60-140
5
Ds Lok
6. Bumiaji 373 2,25-2,5
Sumbergondo 6
Ds Lok
7. Bumiaji 133,6 2 232,33 0,3 0,5-0,9
Gunungsari 7
Lok
8. Bumiaji Ds Bulukerto 222,2 2,2-2,5
8

Lokasi Koordinat
No
Kecamatan Desa/Kel Lok SOUTH EAST
1. Batu Ds Sidomulyo Lok 1 7º51’20.45”S 112 º31’25.49”T
2. Bumiaji Ds Sumberbrantas Lok 2 7º45’19.73”S 112 º32’25.63”T
3. Batu Ds Songgokerto Lok 3 7º52’15.91”S 112 º30’2.23”T
4. Batu Ds Sumberejo Lok 4 7º51’30.86”S 112 º30’59.02”T
5. Junrejo Ds Junrejo Lok 5 7º54’39.16”S 112 º30’50.35”T
6. Bumiaji Ds Sumbergondo Lok 6 7º49’59.32”S 112 º32’2.48’T
7. Bumiaji Ds Gunungsari Lok 7 7º50’44.14”S 112 º31’5.97’T
8. Bumiaji Ds Bulukerto Lok 8 7º50’32.05”S 112 º32’7.52”T

Sumber : Dinas Pertanian Kota Batu

Dari tabel 4.4 diatas, dapat diketahui bahwa peran Dinas

Pertanian dalam implementasi program JUT dan Japro khususnya di

tahun 2018 pembangunan JUT sebanyak 6 titik dan Japro 8 titik. Selain

itu pelaksanaan program JUT dan Japro di Kota Batu juga dapat

dikatakan sudah sesuai dengan kondisi yang ada yakni dengan

65
memperhatikan areal persawahan dan komoditasnya, sepertihalnya pada

Kecamatan Junrejo yakni di Desa Torongrejo, Pendem, dan Desa Junrejo

banyak ditanami oleh komoditas tanaman pangan seperti padi dan

jagung. Kecamatan Bumiaji yang diantaranya di Desa Giripurno dan

Pandanrejo juga banyak ditanamai komoditas tanaman pangan yang

kebanyakan ialah jagung dan umbi”an. Sementara itu, kebanyakan desa

yang berada di kecamatan Bumiaji yakni Desa Sumberberantas,

Sumbergondo, Gunungsari, Bulukerto lebih dominan memproduksi

tanaman holtikultura seperti tanaman hias, apel, jeruk dan mawar. Pada

Kecamatan Batu seperti Desa Sidomulyo, Songgokerto dan Sumberjo

pun banyak ditanami jenis tanaman holtikultura yang mana kebanyakan

dalam budidaya tanaman hias.

Selain itu, implementasi program JUT-Japro secara teknis

terdapat kesesuaian dengan pedoman yang di keluarkan oleh Kementan,

yakni pembangunan JUT dan Japro di Kota Batu tahun 2018 berdimensi

sekitar lebar 2-4 meter dengan menyesuaikan kondisi lahan serta

kebutuhan. Sedangkan untuk komponen JUT dan Japro di Kota Batu

tahun 2018 hanya memperhatikan pengerjaan penguat jalan atau bahu

jalan dengan dimensi lebar 0,3 m dan tinggi 0,5-140 m dengan

menyesuaikan kondisi jalan. (lihat lampiran 2 transkrip wawancara 1/A5)

Sementara itu, dari data hasil wawancara didapat peran dinas

pertanian dalam pembangunan JUT dan Japro juga masih dilaksanakan

atau dikembangkan, namun untuk pembangunan tersebut setiap tahunnya

66
semakin berkurang dikarenakan tidak adanya lahan yang tersedia akibat

adanya institusi lain yang juga mempunyai peran dalam menyediakan

infrastruktur dalam bentuk jalan, seperti dari PUPR dan dana desa.

Sebagaimana pendapat Bapak Slamet Nur Hasan, SP selaku Seksi Lahan,

Irigasi, dan Konversi mengatakan :

“...secara kebelakangan ini sudah semakin habis, lahanya yang tersedia


untuk jalan memang sudah berkurang. Jadi dari sini kan jelas terlihat kalau
peran kami selaku dinas pertanian juga bisa dikatakan cukup baik dalam
meningkatkan sektor pertanian Kota Batu melalui program JUT sama Japro
ini karena sudah banyak titik-titik yang tersentuh.” (lihat lampiran 2
transkrip wawancara 1/B)

Adapun penjelasan tambahan dari Bapak Agus Trisnobuwono,

S.Hut selaku kepala Bidang Sarana. Prasarana dan Pembiayaan,

menurutnya :

“...seperti yang dikatakan Pak Slamet mengapa kok semakin berkurang itu
karena untuk jalan infrastruktur ini diampu oleh beberapa institusi baik dari
kami pertanian, baik dari PU, maupun dari dana desa.” (lihat lampiran 2
transkrip wawancara 1/B)

Sedangkan, untuk hubungan Dinas Pertanian dengan pemanfaat

(Petani/Gapoktan/Masyarakat) ialah adanya kesesuaian antara syarat

yang diputuskan oleh organisasi atau aparat guna memperoleh hasil

program dengan apa yang dilakukan oleh sasaran program. Adapun

syarat yang ditekankan oleh Dinas Pertanian, khususnya untuk para

petani atau kelompok tani yang ingin mengusulkan pembangunan JUT

maupun Japro yakni, jalan yang diusulkan minimal berlebar 2 m. Selain

itu, dalam pengusulan pembangunan JUT-Japro dari kelompok tani harus

sudah diakomodir dari proses musrembang desa, kecamatan dan kota.

67
Hal ini, sesuai dengan hasil wawancara dari Bapak Hadi Sutrisno selaku

Ketua Kelompok Tani Bumiaji Sejahtera, yakni:

“Tapi kita selaku kelompok tani juga tidak bisa sembarangan usul, karena
banyak syarat apa itu namanya, kayak lek misal kurang 2 meter itu tidak
bisa, kalau mau ya kita diarahkan untuk nambah lebar dulu sampek sesuai
anjuran Dinas Pertanian” (lihat lampiran 2 transkrip wawancara 1/C2)

Hal ini juga dipertegas wawancara dari Bapak Agus

Trisnobuwono, S.Hut selaku Kepala Bidang Sarana Prasarana dan

Pembiayaan mengatakan:

“Jadi kalau ada petani yang usul ke kita untuk dibangunkan jalan, kita
langsung check apakah jalan tersebut memenuhi kriteria, namun nyuwun
sewu kadang itu ada jalan yang diusulkan lebarnya hanya sekitar satu meter
mereka bukan hanya menghibahkan tanahnya itu, tapi mereka mm.. gotong
royong untuk membantu untuk melebarkan dulu sebelum kita masuk” (lihat
lampiran 2 transkrip wawancara 1/2A)

c. Pemanfaat (Petani/Kelompok Tani/Masyarakat)

Berdasarkan gambar model kesesuaian implementasi program JUT

dan Japro diatas, dapat dilihat bahwa Pemanfaat (Petani/ Kelompok Tani/

Masyarakat) saling berkaitan dengan organisasi pelaksana (Dinas

Pertanian) dan program tersebut. Adapun kesesuaian antara pemanfaat

dengan Dinas Pertanian ialah adanya tuntutan dan kebutuhan atau

dorongan dari masyarakat untuk memperoleh hasil program tersebut.

Tuntutan tersebut berbentuk usulan dari kelompok tani/gabungan

kelompok tani yang mana standar teknis hingga kriteria lokasi melalui

proses musrembang berdasarkan ketentuan dari Dinas Pertanian.

Sebagaimana yang dikatakan oleh Bapak Hadi Sutrisno, SE dari

Kelompok Tani Bumiaji Sejahtera:

“Seperti di Desa Sumberbrantas itu kita dulu usul, tapi untuk lain khususnya
kecamatan bumiaji sini kebanyakan sudah ada bantuan, maksudnya

68
pemerintah itu sudah turun sebelum kita usul.” (lihat lampiran 2 transkrip
wawancara 1/C2)

Sedangkan, hubungan antara Pemanfaat (Petani/ Kelompok Tani/

Masyarakat) dengan Program JUT-Japro ialah adanya kesesuaian antara

hasil program dengan kebutuhan pemanfaat. Adapun hasil program yang

dirasakan oleh pemanfaat (Petani/ Kelompok Tani/ Masyarakat) ialah

mempermudah aksesbilitas usaha tani dan hingga berdampak pada

peningkatan sektor pertanian di Kota Batu sesuai dengan Tabel 1.1

Produksi Tanaman Pangan dan Tanaman Holtikultura Kota Batu Tahun

2015-2019 yang mengindikasikan pada tahun 2018 dimana program JUT

dan Japro sedang dan sudah diimplementasikan berdampak pada

peningkatan produksi pertanian khususnya pada jenis tanaman padi,

jagung, jeruk, dan mawar. Sedangkan dalam hal aksesbilitas jalan ini

dibuktikan dengan hasil wawancara Ketua Kelompok Tani Bumiaji

Sejahtera yakni Bapak Hadi Sutrisno, SE mengatakan :

“Memang aslinya itu kan JUT dan Japro bentuk bangunannya


makadam saja, ya secara dilihat kan memang tidak begitu bagus, tapi
menurut saya sebagai petani yaa merasa cocok-cocok saja, kan
memang jalan seperti itu cocok digunakan diareal persawahan.”
(lihat lampiran 2 transkrip wawancara 1/C3)

Maka dari itu, dari hasil penelitian dan analisis diatas bahwa

implementasi program JUT dan Japro di Kota Batu dalam peningkatan

sektor pertanian di Kota Batu ini sesuai dengan model kesesuaian

implementasi program dari David C. Korten. Bisa dikatakan 3 elemen

tersebut berpengaruh pada keberhasilan program, yakni pertama program

69
JUT dan Japro merupakan langkah-langkah bentuk kegiatan dalam upaya

mencapai sasaran dan tujuan program itu sendiri. Kedua, adanya peran

Dinas Pertanian sebagai pelaksana untuk mengimplementasikan program.

Ketiga, Petani/ Kelompok Tani/Masyarakat sebagai pemanfaat atau

sasaran program dengan melibatkan masyarakat untuk menilai apakah

program tersebut membawa hasil perubahan atau peningkatan kehidupan.

2. Faktor-faktor dalam Implementasi Program Jalan Usaha Tani (JUT)

dan Jalan Produksi (Japro) dalam peningkatan sektor pertanian di

Kota Batu.

a. Faktor Pendukung dalam Implementasi Program JUT dan Japro

di Kota Batu

Implementasi program kebijakan pastinya membutuhkan berbagai

faktor pendukung. Sementara itu, faktor pendukung implementasi

program Jalan Usaha Tani (JUT) dan Jalan Produksi dalam

peningkatan sektor pertanian di Kota Batu adalah partisipasi

masyarakat dan kesadaran masyarakat yang merupakan unsur penting

dalam pencapaian suatu program.

1) Partisipasi masyarakat

Pada proses program JUT dan Japro, ketersediaan akses

sumber daya merupakan penunjang dalam pelaksanaan suatu

kebijakan atau program. Dalam hal ini perlu disadari bahwa

kegiatan pembangunan bukanlah sekedar kewajiban atau hanya

dilaksanakan pemerintah sendiri, melainkan juga menurut

70
keterlibatan masyarakat seperti dari para kelompok tani dan

gabungan kelompok tani. Hal ini berdasarkan wawancara dari

Bapak Agus Trisnobuwono S.Hut selaku Kepala Bidang Sarana

Prasarana dan Pembiayaan mengatakan:

“Memang untuk faktor pendukung pembangunan jalan pertanian ini,


jika itu diusulkan oleh para petani sendiri mereka secara sukarela mau
apabila memang ada pelebaran tadi, seperti menghibahkan jalannya
untuk memenuhi kriteria.” (lihat lampiran 2 transkrip wawancara 2/A)

Dari hasil wawancara tersebut, dapat dipahami bahwa

partisipasi masyarakat dapat diwujudkan dari berbagai bentuk

seperti keikutsertaan dalam proses pembangunan jalan pertanian

melalui ide atau usulan, gotong-royong atau ikut serta dalam

pembangunan, dan adanya lahan yang dihibahkan jika dibutuhkan,

seperti yang dijelaskan oleh Bapak Agus seperti berikut:

“...mereka bukan hanya menghibahkan tanahnya anggota kelompok


itu, tapi mereka mm.. gotonh royong untuk membantu untuk
melebarkan dulu sebelum kita masuk. Saya pikir faktor inilah yang
memudahkan kita.” (lihat lampiran 2 transkrip wawancara 2/A)

Berdasarkan pemaparan diatas tersebut, dapat disimpulkan

bahwasanya partisipasi anggota kelompok tani atau gabungan

kelompok tani menjadi faktor pendukung utama dalam pelaksanaan

atau implementasi program Jalan Usaha Tani dan Jalan Produksi

guna memperlancar aksebilitas kegiatan pertanian agar dapat

meningkatkan sektor pertanian.

2) Kesadaran masyarakat

Kesadaran masyarakat juga termasuk kedalam unsur penting

dalam pencapaian tujuan program. Keikutsertaan masyarakat dalam

71
program JUT dan Japro di Kota Batu bukan timbul begitu saja,

namun ada faktor pendorongnya untuk berpartisipasi salah satunya

ialah para petani dan masyarakat sadar akan kebutuhan

infrastruktur dalam bentuk jalan pertanian guna memperlancar

kegiatan usaha tani. Hal ini dapat dipahami dari hasil wawancara

oleh Bapak Agus Trisnobuwono sebagai berikut :

”Jika itu diusulkan oleh para petani sendiri mereka secara sukarela
mau apabila memang ada pelebaran tadi, seperti menghibahkan
jalannya untuk memenuhi kriteria kan mereka juga sadar bahwa
fungsi dan manfaatnya juga untuk mereka,..” (lihat lampiran 2
transkrip wawancar 2/A)

Berdasarkan hasil wawancara tersebut, kegiatan kelompok tani

dan gabungan kelompok tani dapat dikatakan sudah bersifat

partisipatif dan responsif. Hal ini dapat dilihat dari adanya

keterlibatan dari kedua belah pihak dari pemerintah dan

masyarakat atau pemanfaat. Maka dari itu, kesadaran masyarakat

yang tinggi juga harus diimbangi dengan kesadaran yang lebih dari

pemerintah khususnya Dinas Pertanian, sehingga visi dan misi

pemerintah dapat berjalan sesuai dengan potensi yang ada

diwilayahnya.

b. Faktor Penghambat dalam Implementasi Program JUT dan Japro

di Kota Batu

Pada pelaksanaan program JUT dan Japro di Kota Batu selain

faktor pendukung, tidak dapat dipungkiri bahwa ada faktor

penghambat yang dihadapi dalam melaksanakan program tersebut.

72
Adapun faktor penghambat program JUT dan Japro ialah, hampir tidak

adanya lahan yang tersedia lagi untuk dijadikan program JUT dan

Japro. Permasalahan tersebut muncul akibat banyaknya pariwisata di

Kota Batu dari tahun ke tahun, banyaknya pembangunan perumahan

atau PUPR yang masuk kelahan pertanian, dan tersedianya anggaran

desa. Sehingga hal ini menjadikan itu semua sebagai faktor

penghambat karena berakibat pada menurunya perkembangan

pembangunan infrastruktur melalui JUT dan Japro dari segi kuanitas.

Penjelasan ini dapat dipahami dari wawancara kepada Bapak Agus

Trisnobuwono, S.Hut mengatakan:

“...jadi dengan pesatnya pariwisata Kota Batu yang sekarang sudah


masuk kelahan pertanian dan PUPR ,perumahan, desa tersedia anggaran
itu menjadi salah satu penghambat sebenernya buat berkembangnya
Japro dan JUT sendiri.” (lihat lampiran 2 transkrip wawancara 2/B)

Adapun penjelasan tambahan dari beliau dari segi fungsi dan teknis

terhadap jalan yang dibangun dari institusi lain, yakni:

“Kalau berbicara perkembangnya disini bukan masalah fungsi yaa,


kalau fungsi mereka sudah mengikuti karena meraka membangun jalan
itu otomatis sudah pertanian juga ini, tapi mm... menjadi faktor
penghambat dalam apa namanya segi kuantitas atau jumlahnya, bukan
fungsinya..” (lihat lampiran 2 transkrip wawancara 2/B)

Jadi dapat disimpulkan, bahwa yang menjadi faktor

penghambat dalam implementasi program Jalan Usaha Tani (JUT) dan

Jalan Produksi (Japro) di Kota Batu ialah adanya institusi lain yang

ikut berperan dalam pembangunan infrastruktur bentuk jalan, sehingga

membuat perkembangan program JUT dan Japro menurun dari segi

kuantitas. Namun, dari segi kualitas Dinas Pertanian dan pemanfaat

sangat terbantu dikarenakan dari segi fungsi pembangunan jalan yang

73
dilakukan oleh institusi lain itu berdampak kepada para masyarakat

khusunya petani dan gapoktan guna memperlancar aksebilitas dan

distibusi usaha tani. (lihat lampiran 2 transkrip wawancara 2/B)

C. Pembahasan

Pada hasil penelitian diatas, ditemukan bahwa model implementasi

program JUT dan Japro peneliti melihat kesamaan antara teori yang ada yakni

Model Kesesuaian Implementasi Program David C. Korten. Adanya

kesesuaian ketiga elemen tersebut yang diantaranya Program JUT dan Japro,

Dinas Pertanian, dan petani/ gapoktan/ masyarakat sama-sama saling terkait

dan mempengaruhi keberhasilan implementasi program tersebut, yang dapat

dijelaskan sebagai berikut:

Pertama, kesesuaian program JUT dan Japro dengan Dinas Pertanian

yaitu kesesuaian antara tugas akan isi program tersebut dengan kemampuan

Dinas Pertanian sebagai pelaksana. Berbicara mengenai isi program secara

teknis Dinas Pertanian berpedoman dengan Pedoman Teknis Pengembangan

Jalan Usaha Tani 2018 oleh Kementan. Adapun indikator-indikator dalam

implementasi program JUT dan Japro di Kota batu ialah dengan

memperhatikan standar teknis, kriteria lokasi, tahap pelaksanaan, metode

pelaksanaan, monitoring dan evaluasi yang dapat dijelaskan sebagai berikut:

Pertama, untuk standar teknis sendiri sudah dijelaskan secara rinci

dalam Pedoman Teknis Pengembangan Jalan Usaha Tani 2018 oleh

Kementerian Pertanian bahwa untuk pembangunan jalan usaha tani

utama berdimensi lebar atas antara 1-3 meter dan lebar bawah 2-4 meter

74
atau minimal dapat dilalui kendaraan beroda tiga dan tinggi jalan sekitar

0,25-0,75, sedangkan untuk komponen (badan jalan, bahu jalan, gorong-

gorong dan sebagainya) menyesuaikan dengan kebutuhan. Namun dari

hasil penelitian untuk standar teknis program JUT dan Japro di Kota Batu

juga berpedoman dari Kementan, dapat dilihat dari tabel 4.2 Kegiatan

Reguler JUT dan Japro Tahun 2018, dimens yang digunakan sesuai

dengan teori yang ada yakni lebar 2-4 m. Sedangkan komponennya

hanya memperhatikan pengerjaan penguat jalan atau bahu jalan dengan

dimensi lebar 0,3 m dan tinggi 0,5-140 m dengan menyesuaikan kondisi

jalan.

Kedua, berbicara mengenai kriteria lokasi yang dapat disentuh oleh

program JUT sudah dijelaskan secara rinci di dalam Pedoman Teknis

dari Kementan dari jenis areal persawahan yang termasuk sentra produksi

panggan, luas hamparan minimal 15 ha, hingga peran petani dan

kelompok tani. Sedangkan dalam program JUT-Japro di Kota Batu dari

skala teknis masih sama tetapi untuk penentuan lokasi JUT-Japro ada

sedikit perbedaan yakni dari areal persawahan yang dituju dan proses

penentuan lokasi. Untuk JUT merupakan program pembangunan jalan

yang ditujukan ke areal persawahan jenis tanaman pangan, sedangkan

Japro untuk areal persawahan holtikultura. Adapun perbedaan disini ialah

dikarenakan banyaknya petani komoditas holtikultura dibanding tanaman

pangan, maka dari itu secara kriteria lokasi Dinas Pertanian

menggunakan dua jenis pendekatan yakni JUT dan Japro.

75
Ketiga, tahap pelaksanaan yang dijelaskan dalam pedoman

Kementan tahap ini terdiri dari identifikasi calon lokasi dan survei,

inverstigasi, desain dan penyusunan anggaran. Secara teknis

implementasi program JUT dan Japro dalam tahap pelaksanaan sama

dengan pedoman Kementan, namun ada sedikit perbedaan dari aspek

identifikasi calon lokasi dan penyusunan anggaran. Keduanya merupakan

unsur yang dilakukan dalam tahap perencanaan yang dilaksanakan T-1,

namun dalam tahap identifikasi calon lokasi Kota Batu menggunakan 3

jalur atau sumber yakni, dari usulan para petani, pokok pikiran dewan

dan penilain dari profesi teknis. Sedangkan untuk penyediaan anggaran

dilakukan pembayaran 100% dibelakang kepada penyedia, dikarenakan

Kota Batu menggunakan penyedia atau pihak ketiga dalam pelaksanaan

pembangunan.

Keempat, metode pelaksanaan ini merupakan kegiatan perencanaan

diatas sudah dilakukan dari identifikasi CPCL hingga persiapan

anggaran. Namun dalam pelaksanaan program JUT dan Japro di Kota

Batu pada tahun 2018 semua dilakukan melalui penyedia atau pihak

ketiga, bukan dari swakelola yang dilakukan oleh petani dan gapoktan

Kelima, monitoring dan evaluasi program JUT dan Japro dalam

pedoman Kementan dilaksanakan pada persiapan dan pelaksanaan

kontruksi oleh Dinas Pertanian dan konsultan, sedangkan di Kota Batu

juga hampir sama dikarenakan yang bertanggung jawab melakukan

monitoring atau pengawasan ialah Dinas Pertanian dan Konsultan

76
Daerah. Ada sedikit perbedaan dari segi teknis monitoring dan evaluasi

program JUT dan Japro di Kota Batu yakni Dinas Pertanian Kota Batu

melakukan minimal 3 tahap monitoring dan evaluasi dalam implementasi

program JUT dan Japro. Pertama pada waktu perencanaan T-1, kedua

pada waktu tahap persiapan yang dilakukan untuk mengecheck secara

langsung apakah kondisi jalan yang akan dibangun sesuai data yang

didapat pada perencanaan atau perlu perubahan, dan ketiga pada waktu

proses pelaksanaan atau pembangunan kontruksi untuk melihat apakah

sesuai dengan data pada waku survei identifikasi calon lokasi. Hal ini

dilakukan untuk meminimalisir masalah jika terdapat perubahan kondisi

lahan yang akan dibangun, agar penyelesaian masalah dapat dilakukan

dengan waktu singkat.

Sedangkan, kesesuaian antara program JUT dan Japro dan pemanfaat

(Petani, Gapoktan, Masyarakat) yaitu kesesuaian antara apa yang akan

ditawarkan oleh program tersebut melalui apa yang dibutuhkan oleh kelompok

sasaran. Berbicara mengenai output program JUT dan Japro mempunyai fungsi

utama untuk memperlancar kegiatan agribisnis baik pada saat pengangkutan

distribusi sarana-prasarana pertanian ke lahan pertanian maupun memperlancar

pengangkutan hasil pertanian ketempat lain.

Kedua, kesesuaian antara Dinas Pertanian dengan program JUT dan Japro

ialah kemampuan Dinas Pertanian Kota Batu sebagai pelaksana dengan isi

program tersebut. Berbicara mengenai kemampuan Dinas Pertanian dalam

mengimplementasikan Program JUT-Japro dapat dilihat dari peran dinas

77
pertanian dalam usaha mengembangkan pembangunan jalan pertanian, dimana

setiap tahunnya semakin berkurang dikarenakan banyaknya lahan yang sudah

disentuh oleh program tersebut. Sedangkan, kesesuaian antara Dinas Pertanian

(organisasi pelaksana) dengan pemanfaat yaitu kesesuaian yang berkaitan

dengan syarat yang diputuskan oleh organisasi atau aparat guna memperoleh

hasil program dengan apa yang dilakukan oleh sasaran program. Adapun syarat

yang ditekankan oleh Dinas Pertanian, khususnya untuk para petani atau

kelompok tani yang ingin mengusulkan pembangunan JUT maupun Japro

yakni, jalan yang diusulkan minimal berlebar 2 m. Selain itu, dalam

pengusulan pembangunan JUT-Japro dari kelompok tani harus sudah

diakomodir dari proses musrembang desa, kecamatan dan kota.

Ketiga, kesesuaian antara pemanfaat (Petani, Gapoktan, Masyarakat) dan

Dinas Pertanian ialah adanya tuntutan dan kebutuhan atau dorongan dari

masyarakat untuk memperoleh hasil program tersebut. Tuntutan dan kebutuhan

program JUT dan Japro ini bersumber dari tiga jalur antara lain dari usulan

para petani sendiri, pokir atau pokok pikiran dari Dewan, dan dari penilaian

profesi teknis. Namun, tuntutan dari pemanfaat berbentuk usulan dari

kelompok tani/gabungan kelompok tani yang mana standar teknis hingga

kriteria lokasi melalui proses musrembang berdasarkan ketentuan dari Dinas

Pertanian. Sedangkan, kesesuaian antara Pemanfaat (Petani/ Kelompok Tani/

Masyarakat) dengan Program JUT-Japro ialah adanya kesesuaian antara hasil

program dengan kebutuhan pemanfaat. Adapun hasil program yang dirasakan

oleh pemanfaat (Petani/ Kelompok Tani/ Masyarakat) ialah mempermudah

78
aksesbilitas usaha tani dan diharapkan berdampak pada peningkatan sektor

pertanian di Kota Batu.

Disamping itu dari analisis saya sebagai peneliti saya juga menemukan

sedikit beberapa hal yang mengindikasikan ketidaksesuaian dengan teori model

kesesuan David C. Korten yang ada diantaranya ialah kesesuaian antara

program JUT dan Japro dengan organisasi pelaksana (Dinas Pertanian) yakni

perihal isi dan tugas program diantaranya pada pelaksanaan pencairan

anggaran dan metode pelaksanaan yang dipedoman bersifat swakelola menjadi

melalui penyedia atau pihak ketiga. Kemudian adanya ketidaksesuaian antara

para pemanfaat (petani/kelompok tani/masyarakat) dengan Dinas Pertanian

yakni tentang hampir tidak adanya dorongan atau tuntutan dari masyarakat baik

petani maupun kelompok tani yang mana dirasa kesadaran masyarakat

khususnya petani di Kota Batu pentingnya infrastruktur kurang, hal ini

dibuktikan dari hanya sekitar dua titik jalan yang bersumber dari usulan

masyarakat.

Pada proses Implementasi program kebijakan pastinya membutuhkan

berbagai faktor pendukung. Selain faktor pendukung, tidak dapat dipungkiri

bahwa ada faktor penghambat yang dihadapi dalam melaksanakan program

tersebut. Sementara itu, faktor pendukung implementasi program Jalan Usaha

Tani (JUT) dan Jalan Produksi (Japro) dalam peningkatan sektor pertanian di

Kota Batu adalah partisipasi masyarakat dan kesadaran masyarakat. Partisipasi

masyarakat yang beebentuk gotong royong, tenaga, hingga adanya dana hibah

berupa lahan jika terdapat pelebaran jalan guna memenuhi standar teknis.

79
Sedangkan, kesadaran masyarakat berbentuk dalam wujud usulan dari

masyarakat khususnya para petani, kelompok tani untuk dibuatkan jalan

pertanian guna memperlancar kegiatan usaha tani mereka. Adapun usulan itu

dilakukan dengan cara musrembang terlebih dahulu, kemudian pihak desa

dapat mengajukan proposal kepada Dinas Pertanian. Selain itu, dalam

pengusulan yang dilaksanakan oleh masyarakat atau kelompok tani harus

memenuhi syarat dan ketentuan dari Dinas Pertanian perihal kriteria lokasi baik

spesifikasi hingga dimensinya. Sementara itu, faktor penghambat prgram JUT

dan Japro ialah dikarenakan hampir tidak adanya lahan yang tersedia lagi untuk

dijadikan program JUT dan Japro. Permasalahan tersebut muncul akibat

banyaknya pariwisata di Kota Batu dari tahun ke tahun, banyaknya

pembangunan perumahan atau PUPR yang masuk kelahan pertanian, dan

tersedianya anggaran desa. Sehingga hal ini menjadikan itu semua sebagai

faktor penghambat karena berakibat pada menurunya perkembangan

pembangunan infrastruktur melalui JUT dan Japro dari segi kualitas atau

jumlahnya.

80
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian hasil penelitian dan pembahasan, dapat ditarik

kesimpulan sebagai berikut:

a. Bahwa peran Dinas Pertanian terhadap implementasi program JUT dan

Japro di Kota Batu sudah dapat dikatakan cukup baik. Hal ini dapat

dilihat dari banyaknya titik jalan yang sudah tersentuh program JUT dan

Japro sehingga pelaksanaan program pembangunan JUT dan Japro dari

tahun ketahun makin berkurang.

b. Terdapat kesamaan antara model implementasi program JUT dan Japro

dengan teori Model Kesesuaian Implementasi Program David C. Korten,

yakni adanya kesesuaian ketiga elemen tersebut yang diantaranya

Program JUT dan Japro, Dinas Pertanian, dan petani/ gapoktan/

masyarakat sama-sama saling terkait dan mempengaruhi keberhasilan

implementasi program tersebut.

c. Kesesuaian Program JUT dan Japro dengan Dinas Pertanian yaitu

kesesuaian antara tugas akan isi program tersebut dengan kemampuan

Dinas Pertanian sebagai pelaksana yang mana dalam

pengimplementasian program tersebut berdasar pada Pedoman Teknis

Pengembangan Jalan Usaha Tani Tahun 2018 oleh Kementan.

Sedangkan, kesesuaian antara program JUT dan Japro dan pemanfaat

(Petani, Gapoktan, Masyarakat) yaitu kesesuaian antara apa yang akan

81
ditawarkan oleh program tersebut melalui apa yang dibutuhkan oleh

kelompok sasaran yakni untuk memperlancar aksesbilitas kegiatan

agribisnis dan diharapkan dapat meningkatkan sektor pertanian.

d. Kesesuaian antara Dinas Pertanian dengan program JUT dan Japro ialah

kemampuan Dinas Pertanian Kota Batu sebagai pelaksana dengan isi

program tersebut yang dibuktikan dengan banyaknya jalan yang sudah

disentuh oleh Program JUT dan Japro pada tahun 2018, yakni JUT

sebanyak 6 titik dan Japro sebanyak 8 titik. Sedangkan, kesesuaian antara

Dinas Pertanian (organisasi pelaksana) dengan pemanfaat yaitu

kesesuaian yang berkaitan dengan syarat yang diputuskan oleh organisasi

atau aparat guna memperoleh hasil program dengan apa yang dilakukan

oleh sasaran program dibuktikan adanya standar teknis dan kriteria lokasi

yang ditentukan Disperta yakni mempunyai lebar minimal 2 m dan

dinilai dapat memperlancar aksesbilitas usaha tani.

e. Kesesuaian antara pemanfaat (Petani, Gapoktan, Masyarakat) dan Dinas

Pertanian ialah adanya tuntutan dan kebutuhan atau dorongan dari

masyarakat untuk memperoleh hasil program tersebut yang dibuktikan

dengan adanya tuntutan berbentuk usulan dari pemanfaat melalui proses

musrembang. Sedangkan, kesesuaian antara Pemanfaat (Petani/

Kelompok Tani/ Masyarakat) dengan Program JUT-Japro ialah adanya

kesesuaian antara hasil program dengan kebutuhan pemanfaat, yakni para

petani/kelompok tani/ masyarakat ialah merasa dipermudah dalam hal

82
aksesbilitas kegiatan usaha tani dan diharapkan berdampak pada

peningkatan sektor pertanian di Kota Batu.

f. Adanya beberapa hal yang tidak sesuai dengan teori model kesesuian

David C. Korten diantaranya ialah kesesuaian antara program JUT dan

Japro dengan organisasi pelaksana (Dinas Pertanian) yakni perihal isi dan

tugas program diantaranya pada pelaksanaan pencairan anggaran dan

metode pelaksanaan.

g. Adanya ketidaksesuaian antara para pemanfaat (petani/kelompok

tani/masyarakat) dengan Dinas Pertanian yakni tentang hampir tidak

adanya dorongan atau tuntutan dari masyarakat baik petani maupun

kelompok tani yang mana dirasa kesadaran masyarakat khususnya petani

di Kota Batu pentingnya infrastruktur kurang

h. Faktor Pendukung implementasi program Jalan Usaha Tani (JUT) dan

Jalan Produksi (Japro) dalam peningkatan sektor pertanian di Kota Batu

adalah partisipasi masyarakat dan kesadaran masyarakat. Partisipasi

masyarakat yang beebentuk gotong royong, tenaga, hingga adanya dana

hibah berupa lahan jika terdapat pelebaran jalan guna memenuhi standar

teknis. Sedangkan, kesadaran masyarakat berbentuk dalam wujud usulan

dari masyarakat khususnya para petani, kelompok tani untuk dibuatkan

jalan pertanian guna memperlancar kegiatan usaha tani mereka.

i. Faktor Penghambat implementasi program JUT dan Japro ialah

dikarenakan hampir tidak adanya lahan yang tersedia lagi untuk dijadikan

program JUT dan Japro. Permasalahan tersebut muncul akibat banyaknya

83
pariwisata di Kota Batu dari tahun ke tahun, banyaknya pembangunan

perumahan atau PUPR yang masuk kelahan pertanian, dan tersedianya

anggaran desa yang menjadikan perkembangan program JUT dan Japro

menurun dari segi kuantitas (jumlah).

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan, bahwa sebuah

implementasi suatu kebijakan publik khususnya dalam program Jalan Usaha

Tani (JUT) dan Jalan Produksi (Japro) harus dilakukan sebaik dan seoptimal

mungkin, guna memenuhi sasaran program yakni menyediakan kebutuhan

masyarkat. Berikut beberapa saran yang dapat diberikan oleh peneliti:

1. Penyampaian informasi kebijakan kepada masyarakat (kelompok target)

oleh Pemerintah terkait (Dinas Pertanian Kota Batu) perlu ditingkatkan

baik frekuensi maupun jangkauannya.

2. Koordinasi antara komisi pengawas dan komisi pelaksana perlu

ditingkatkan lagi, agar fungsi pengawasan dapat berjalan dengan baik.

Selain itu koordinasi antara kelompok masyarakat hingga desa juga perlu

untuk mengetahui kondisi lokasi yang akan dibangun terdapat perubahan

atau tidak, sehingga dapat menjadi bahan evaluasi bagi Dinas Pertanian

untuk melanjutkan ketahap pelaksanaan.

3. Masyarakat harus lebih berpartisipasi aktif dalam kegiatan baik dalam

organisasi maupun perkumpulan yang diadakan oleh pihak pemerintah

agar lebih paham secara luas tentang adanya kebijakan yang dibuat oleh

pemerintah daerah khususnya Kota Batu.

84
4. Masyarakat harus lebih ditingkatkan kesadaranya tentang akan kebutuhan

mereka dan mengetahui apa saja output serta manfaat yang akan didapat

dari adanya kebijakan publik ini, khususnya program Jalan Usaha Tani

dan Jalan Produksi di Kota Batu.

5. Selain partisipasi dan kesadaran dari masyarakat harus dari sendiri,

pemerintah khususnya Dinas Pertanian melalui program ini dapat

berperan sebagai perantara untuk meningkatkan partisipasi dan kesadaran

masyarakat yakni dengan cara melaksanakan program dengan metode

swakelola berdasarkan Pedoman Kementan.

6. Perlu adanya penelitian lanjutan, penelitian ini masih didasarkan pada

hasil wawancara, dokumentasi dan pengamatan dengan waktu yang

terbatas sehingga masih terdapat kelemahan. Untuk peneliti selanjutnya

dianjurkan untuk melihat implementasi secara lebih komprehensif dan

teliti mengenai pelaksanaan program Jalan Usaha Tani (JUT) dan Jalan

Produksi (Japro).

85
DAFTAR PUSTAKA

Sumber Buku

Akib, H., & Tarigan, A. (2008). Artikulasi Konsep Implementasi Kebijakan:


Perspektif, Model dan Kriteria Pengukuran. Jurnal Kebijakan Publik.

Azwar, S. (2007). Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Batu, D. P. (2018). LKjIP (Laporan Kinerja Instansi Pemerintah) Tahun


Anggaran 2018. Kota Batu.

Hadiutomo, K. (2019). MEMBANGUN KAWASAN PERSWAHAN PADI


MODERN "Solusi Ketahanan Pangan Ke Depan". Bogor: IPB Press.

Hartati, S., & Nurdin, I. (2019). Metodologi Penelitian Sosial. Surabaya: Media
Sahabat.

Hayat. (2018). Kebijakan Publik. Malang: Intrans Publishing.

Koentjaraningrat. (1991). Metode-metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: PT.


Raja Grafindo Persada.

LKjIP (Laporan Kinerja Intansi Pemerintah) Dinas Pertanian Kota Batu Tahun
Anggaran 2018

Manila, I. (1996). Praktek Manajemen Pemerintahan dalam Negeri. Jakarta: PT.


Gramedia Pustaka Utama.

Moloeng, L. (2002). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja


Rosada Karya.

Moloeng, L. (2011). Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi Revisi. Bandung: PT.


Remaja Rosdakarya.

Nonci, N. (2017). Impelementasi Program Gemas Kakao: Studi Kebijakan


Program Gemas Kakao Kabupaten Luwu. Makassar: CV SAH MEDIA.

86
Pedoman Teknis Pengembangan Jalan Pertanian TA.2013, Direktorat Perluasan
dan Pengelolaan Lahan, DIRJEN Prasarana dan Sarana Pertanian, Kementrian
Pertanian, 2013

Robert, R. (1984). Rancangan Kebijakan Sosial. Jakarta: Rajawali.

Rohman, A. (2009). Memahami Pendidikan dan Ilmu Pendidikan. Yogyakarta:


Laksbang Mediatam.

Siagan, S. (2006). Organisasi Kepemimpinan dan Perilaku Administrasi. Jakarta:


Gunung Agung.

Statistika Daerah Kota Batu 2015

Statistika Daerah Kota Batu 2016

Statistika Daerah Kota Batu 2017

Statistika Daerah Kota Batu 2018

Statistika Daerah Kota Batu 2019

Sugiyono. (2012). Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.

Sugiyono. (2015). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung:


Alfabeta.

Suharsimi, & Arikunto. (1996). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.


Jakarta: Rineka Cipta.

Suparno. (2017). Implementasi Kebijakan Publik dalam Praktek (Implementasi


Kebijakan Pangan Kabupaten Rembang). Sidoarjo: Dwiputra Pustaka
Jaya.

Suryana. (2009). Pengaruh Corporate Governance Asset dan Growth terhadap


Kinerja Pasar. Jakarta: Universitas Gunadarma.

87
Sumber Jurnal

Daulay, A. R. (2019). Analisis Kriteria dan Bobot Untuk Penentuan Lokasi Jalan
Pertanian di Provinsi Jambi. TEKNOTAN, Vol 13. No 1.

Suminar, R. E. (2018). Dampak Pengembangan Jalan Usaha Tani (JUT) Pada


Kawasan Pertanian di Kabupaten Sleman Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta. Jurnal Plano Madani, Volume 7 Nomor 1 hal 81-88.

Sumber Skripsi

Rusmantika, K. (2017). Swadaya Masyarakat dalam Pembangunan (Studi Tentang


Pembangunan Jalan Usaha Tani di Desa Kalimendong Kabupaten
Wonosobo. Skripsi : Universitas Diponegoro.

Peraturan Perundang-Undang

Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2018 tentang Rencana Pembangunan Jangka


Menengah Kota Batu Tahun 2017-2022

UU Nomor 19 Tahun 2013 Tentang Perlindungan Dan Pemberdayaan Petani

Sumber Internet

Badan Pusat Statistik Kota Batu,


https://batukota.bps.go.id/ (diakses pada tanggal 08 Oktober 2020)

Dinas Pertanian Kota Batu kembangkan JUT dan Japro, times indonesia, 2019,
Muhammad Dhani Rahman,
https://www.timesindonesia.co.id/read/news/218761/dinas-pertanian-kota-batu-
kembangkan-jut-dan-japro (diakses pada tanggal 07 Oktober 2020)

Perlancar Akses Jalan Pertanian di Kota Batu, Pemkot Programkan Jalan Usaha
Tani dan Jalan Produksi, Irsya Richa, 2019, malangtimes.com
https://www.malangtimes.com/baca/41668/20190715/194100/perlancar-akses-

88
jalan-pertanian-di-kota-batu-pemkot-programkan-jalan-usaha-tani-dan-jalan-
produksi (diakses pada tanggal 08 Oktober 2020)

Sukseskan 5 Program, 2020 Pertanian Kota Batu Digelontor Rp 20 Miliar, Irsya


Richa,malangtimes.com
https://www.malangtimes.com/baca/48359/20200125/123200/sukseskan-5-
program-2020-pertanian-kota-batu-digelontor-rp-20-miliar (diakses pada tanggal
07 Oktober 2020)

Tahun ini, Kementan Bangun Jalan Usaha Tani di 10 Provinsi, suara.com, Fabiola
Febrinastri, 2020
https://www.suara.com/bisnis/2020/04/04/133330/tahun-ini-kementan-bangun-
jalan-usaha-tani-di-10-provinsi?page=all (diakses pada tanggal 08 Oktober 2020)

89
LAMPIRAN

Lampiran 1 Pedoman Wawancara

Pihak yang perlu diwawancara :

a) Kepala Bidang Prasarana, Sarana dan Pembiayaan (Bapak Agus

Trisnobuwono, S,Hut)

b) Seksi Lahan, Irigasi dan Konversi (Bapak Slamet Nur Hasan, SP)

c) Ketua Kelompok Tani Bumiaji Sejatera (Bapak Hadi Sutrisno, SE)

Pedoman Wawancara :

a) Kepada Pihak Dinas Pertanian Kota Batu

1. Menurut Anda, bagaimana peran Dinas Pertanian dalam upaya

meningkatkan sektor pertanian di Kota Batu melaui program JUT dan

Japro?

2. Bagaimana tahap perencanaan program JUT dan Japro di Kota Batu?

3. Apa saja kriteria yang menentukan lokasi yang akan dibangun melalui

program JUT dan Japro di Kota Batu?

4. Bagaimana tahap pelaksanaan/implementasi program JUT dan Japro di

Kota Batu?

5. Bagaimana tahap survei lokasi program JUT dan Japro di Kota Batu?

6. Bagaimana tahap investigasi dalam program JUT dan Japro di Kota Batu?

7. Bagaimana proses pendesainan pembangunan jalan pertanian melalui

program JUT dan Japro di Kota Batu?

8. Bagaimana proses penyusunan anggaran biaya program JUT dan Japro di

Kota Batu?

90
9. Bagaimana metode pelaksanaan program JUT dan Japro di Kota Batu?

10. Bagaimana tahap monitoring dan evaluasi pada program JUT dan Japro

di Kota Batu?

11. Sasaran kelompok seperti apa yang dituju oleh program JUT dan Japro di

Kota Batu?

12. Apa saja faktor pendukung implementasi program JUT dan Japro di Kota

Batu?

13. Apa saja faktor penghambat program implementasi JUT dan Japro di

Kota Batu?

b) Kepada Pihak Kelompok Tani

1. Bagaimana tanggapan dan peran Anda sebagai Kelompok Tani dalam

pelaksanaan program JUT dan Japro di Kota Batu?

2. Bagaimana tanggapan Anda mengenai pelaksanaan program JUT dan

Japro di Kota Batu?

91
Lampiran 2 Transkrip Wawancara

Pertanyaan : Bagaimana tahap perencanaan program JUT dan Japro di


Kota Batu?
RM/
Narasumber : Agus Trisnobuwono, S.Hut
Fokus Hari/
Hasil Wawancara
Tanggal
1/A1 Jadi gini, program kegiatan kita itu ada tiga jalur yang bisa nanti
akan bisa dimasukan kedalam rencana strategis yang pertama,
memang emm.. kebutuhan dari petani yang nanti bisa diakomodir
dari proses musrembang desa kecamatan dan kota. Yang kedua
ada pokir atau pokok pikiran anggota dewan sendiri, misal ada
lahan atau jalan yang memang belum di akomodir dari
musrembang tapi kita menilai dari perkembangannya bahwa lahan
Kamis atau jalan itu perlu dan diharuskan untuk dibangun. Ketiga dari
10/12/20 penilaian profesi teknis dari kita sendiri, memang dari
gapoktannya tidak mengusulkan, pokir dewan tidak
menyampaikan namun dinas pertanian menilai harus dibangun
karena secara teknis itu bisa meningkatkan aksesbilititas dari
sektor pertanian. Semua itu kita akomodir, tetapi kita juga harus
melihat besarnya anggaran yang kita punya dan melihat titik mana
yang harus diutamakan. Tapi pada dasarnya dari ketiga ini pasti
kita rangkum.
Pertanyaan : Apa saja kriteria yang menentukan lokasi yang akan
dibangun melalui program JUT dan Japro di Kota Batu?
RM/
Narasumber : Slamet Nur Hasan, SP
Fokus
Hari/
Hasil Wawancara
Tanggal
1/A2 Jadi secara umum kita mengambil pedomannya memang dari
Kementan, itu secara umum, namun itu minimal ya.. maksudnya
standar yang harus kita ikuti. Namun kita juga tidak bisa terlalu
terpaku dikarenakan melihat kondisi lahan. Misal ada jalan
produksi yang lebarnya minimal 2 meter ya. Nah itu jika kita
Kamis sudah survei dan sampek sana lahannya kurang dari 2 meter nah
10/12/20 disitu kita menyesuaikan kita mengusahakan terlbeih dahulu untuk
meminta pelebaran jalan dari masyarakat, jika memang benar-
benar tidak bisa maka yasudah kita bangun jalan yang memang
sudah ada atau seadanya dari kondisi lahan tadi. Tapi, itu hanya
sekian persen dari total keseluruhan, tapi untuk kriteria kita tetap
pakai pedoman Kementan.
Pertanyaan : Bagaimana tahap survei lokasi program JUT dan Japro di
Kota Batu?
RM/
Fokus Narasumber : Agus Trisnobuwono, S.Hut
Hari/
Hasil Wawancara
Tanggal

92
1/A3 Jadi T-1 atau sebelum pelaksanaan itu gini, kalu kita
melaksanakan pembangunan di tahun 2018 itu sudah kami
rencanakan di tahun 2017 ya itu tadi perihal perencanaan kriteria
lokasi hingga segala macam kek RAB itu sudah fix di 2017. Jadi
pada saat 2017 kita melakukan identifikasi pemilihan Calon
Lokasi, kita bekerja sama dengan penyuluh, ada juga dari
Kamis Gapoktan dan bekerjasama dan permisi dengan desa, terus kita
10/12/20 juga mengakomodir dari pokir dan kita lihat serta mengidentifikasi
lokasinya, dan disitulah kita nanti ada beberapa unit perencanaan
kita siapkan. Setelah kita siapkan perencanaan di 2017 baru di
2018nya kita eksekusi, biasanya seperti itu. Artinya pas waktu kita
eksekusi kita sudah ada data itu tadi,dari identifikasi hinggaa RAB
itu sudah T-1 atau tahun sebelumnya jadi anggaranya sudah siap
semua, kita sediakan anggarannya di 2017 jika eksekusinya 2018.
Pertanyaan : Bagaimana proses investigasi program JUT dan Japro di
Kota Batu?
RM/
Fokus Narasumber : Slamet Nur Hasan, SP
Hari/
Hasil Wawancara
Tanggal
1/A4 Masalah investigasi ya sama seperti survei lokasi, dari segi
waktunya juga sama, disini kita juga akan melihat dimensi yang
Kamis diperlukan sesuai dengan kondisi, komponen apa aja yang akan
10/12/20 dibangun, yang nantinya kan direncanakan dari ke proses
pendesainan dan ditentukan apakah pembangunan ini termasuk
daei awal atau baru, peningkatan atau perbaikan saja.
Pertanyaan : Bagaimana proses pendesainan pembangunan jalan
pertanian melalui program JUT dan Japro di Kota Batu?
RM/
Fokus Narasumber : Slamet Nur Hasan, SP
Hari/
Hasil Wawancara
Tanggal
1/A5 Kalau masalah desain kita memang sama kayak di pedom, sama-
sama memperhatikan data SID (Survey, Investigasi, dan Desain),
selain itu kita juga menggandeng penyedia dan penyuluh juga baik
dari Gapoktan atau pihak desa sendiri kan. Untuk desain sendiri
lebar dan panjangnya menyesuaikan kondisi lokasi yang akan
Kamis dibangun ada yang 2-4 m bahkan ada kemarin yang lebarnya
10/12/20 hampi 6 m, kalau ini sesuai kebutuhan juga sih. Untuk komponen
kita itu ya ada memang kalau misal deket gorong-gorong ya
diperbaiki, tapi untuk data yang kami rekap itu ada untuk bahu
jalan atau penguat jalan yang paling sering jadi komponen dalam
pembangunan JUT-Japro untuk lebar sekitar 0,3 m kalau panjang
dan tinggi bervariasi sesuai konidis jalannya juga.
Pertanyaan : Bagaimana proses penyusunan anggaran biaya program
RM/
JUT dan Japro di Kota Batu?
Fokus
Narasumber : Agus Trisnobuwono, S.Hut

93
Hari/
Hasil Wawancara
Tanggal
1/A6 Kalau melalui penyedia atau pihak ketiga, seperti yang kita
lakukan ini itu kita bayar 100% dibelakang. Jadi setelah dibangun
Kamis kita langsung bayar 100%. Namun kalau di pedoman Kementan
10/12/20 itu pasti ada tahap pencairannya kan, soalnya pedoman itu ya tadi
bersifat swakelola. Nah itu yang gak bisa disamakan seperti kita,
karena kita gak melakukan swakelola.
Pertanyaan : Bagaimana metode pelaksanaan program JUT dan Japro
di Kota Batu?
RM/
Fokus Narasumber : Agus Trisnobuwono, S.Hut
Hari/
Hasil Wawancara
Tanggal
1/A7 Kamis Jadi begini, kalau di Pedoman Kementan itu sifatnya lebih
10/12/20 swakelola yang dilakukan oleh kelompok masyarakat (kelompok
tani), sedangkan untuk kami Dinas Pertanian sistem metode
pelaksanaan melalui penyedia atau bisa disebut pihak tiga.
Pertanyaan : Bagaimana tahap monitoring dan evaluasi pada program
JUT dan Japro di Kota Batu?
RM/
Narasumber : Agus Trisnobuwono, S.Hut
Fokus
Hari/
Hasil Wawancara
Tanggal
1/A8 Jadi gini, monitoring evaluasi kita laksanakan itu ada tiga tahapan.
Yang tahap pertama itu sebelum disusunya tahap perencanaan itu
pasti kita turun langsung untuk melakukan identifikasi. Akhirnya
dari kita turun itu terbitlah perencanaan RAB seagala macam
Gambar dan segala macam. Pada saat mau dilaksanakan di tahun
2018 kita akan turun lagi ngecek dilapangan, lokasinya bener gak
sesuai dengan yang direncanakan atau ada perubahan nggak nanti,
soalnya kita sering misalnya kita merencanakan ada 0,5 km
ternyata pada saat mau dilaksanakan dilapangan di monitoring ke
dua ini, tiba-tiba jalanya tinggal setengahnya, karena apa? Ya itu
tadi tiba-tiba ini sudah ada pengaspalan ini sudah dipaving. Nah
Kamis disitulah gunanya monitoring kedua, jadi dari yang kedua ini nanti
10/12/20 kita dari pelaksanaan bisa memprediksi rancangannya yang 0,5 km
dengan anggaran 100 juta kok disana cuma ada setengahnya gitu,
artinya pelaksana sudah melihat ini nanti yang akan dilaksanakan
akan ada setengahnya atau juga bisa ada nanti dicarikan lain yang
masih disekitar desa tersebut. Untuik monitoring dan evaluasi
ketiga itu pada saat kita penyelesaian pengerjaanya, jadi itu kita
check nahh dari awal ini kita laksanakan 0,5 km kita check lagi si
penyedia ini sudah melaksanakan 0,5 km. kalau masalah
monitoring dan eval memang minimal ada tiga tahapan itu, jadi
harapannya walaupun ada perubahan dari yang direncanakan
dengan tahap pelaksanaan sampek di penyelesaian ini ada
perubahan kita jadi tahu

94
Pertanyaan : Menurut Anda, bagaimana peran Dinas Pertanian dalam
RM/ Upaya meningkatkan sektor pertanian di Kota Batu melaui
Fokus program JUT dan Japro?
Narasumber : Slamet Nur Hasan, SP
1/B Hari/
Hasil Wawancara
Tanggal
Kan ini penelitiannya fokus 2018 ya, jadi kalau 2018 itu
pembangunanya itu ada kalau lebih dari 10 untuk jalan usaha tani
dan jalan produksi ya. Itu sebetulnya masih banyak tapi secara
kebelakangan ini sudah semakin habis, lahanya yang tersedia
untuk jalan memang sudah berkurang. Jadi dari sini kan jelas
terlihat kalau peran kami selaku dinas pertanian juga sudah cukup
baik dalam meningkatkan sektor pertanian Kota Batu melalui
Kamis
program JUT sama Japro ini karena sudah banyak titik-titik yang
10/12/20
tersentuh. Sebenarnya kita juga masih gencar-gencarnya kalau
berbicara tentang pembangunan ini, tapi dari kendala ketersediaan
lahan yang berkurang, untuk petani diharapkan ada lagi atau
membuka untuk lahan yang akan kami masukan keprogram
pembangunan. Tapi untuk lokasi emang ada di data nanti saya
print-outkan bisa untuk tahun 2018, lebih jelas soalnya didata saya
dari dimensi dan titik-titiknya jelas.
Narasumber : Agus Trisnobuwono, S.Hut
Saya mau menambah dikit dari Pak Slamet ya mbak, sebelum
2018 itu mmm... apalagi pariwisata itu belum terlalu seperti
sekarang ini yaa, itu masih ada keluhan untuk petani yang
mengusulkan JUT maupun Japro berdasarkan kriteria lokasinya
dikarenak dikanan-kirinya harus menghubungkan atau
mempermudah aksebilitas dalam rangka pengangkutan pasca
maupun pra produksi. Namun dari kondisi Kota Batu sekarang ini
seperti yang dikatakan Pak Slamet mengapa kok semakin
berkurang itu karena untuk jalan infrastruktur ini diampu oleh
beberapa institusi baik dari kami pertanian, baik dari PU, maupun
dari dana desa. Nah, dari itu menyebabkan memang untuk
lokasinya dijalan atau lahan pertanian atau kadang-kadang ada
perumahan di anu bangun perumahan sehingga untuk jalan diambil
dari dana desa atau PU. Jadi itulah, kalau masalah infrastruktur
jalan yang membantu kami itu banyak. Tapi kalau untuk di
spesifikasi JUT dan Japro saja ya sama banyaknya. Tapi sebelum
2022 sebelum adanya pembukaan lahan lagi untuk Jalan, habis
sudah. Ya karena apa? Karena sudah diampu oleh institusi yang

95
lain. Kan udah tau sendirikan skala perumahan sekarang juga
lumayan sudah melebar kejalan pertanian nah itu yang
meneyebabkan disisi lain PU juga ikut masuk kedalam itu. Bahkan
ada beberapa jalan produksi kita yang sudah dilakukan
peningkatan. Nahhh, yang dulunya hanya makadam karena untuk
wisatawan, akhirnya PUPR juga masuk terus diaspal.
Pertanyaan : Sasaran kelompok seperti apa yang dituju oleh program
JUT dan Japro di Kota Batu?
RM/
Narasumber : Agus Trisnobuwono, S.Hut
Fokus
Hari/
Hasil Wawancara
Tanggal
1/C1 Jadi kan sebenernya, seperti yang mbak katakan tadi JUT dan
Japro kan memang sama-sama pembangunan jalan pertanian tapi
disini yang membedakan memang areal persawahan yang dituju
atau komoditasnya. JUT kan di tanaman pangan dan Japro di areal
persawahan tanaman holtikultura. Cuma untuk di Kota Batu, kita
kembali lagi tidak bisa terpaku banget mengikuti pedom karena di
Batu ini dari 4200 an lahan pertanian di Kota Batu, itu tanaman
pangan hanya 500an kalau gak salah itu kayak padi khususnya di
pendem. Selain itu, kalau kita hanya komoditas saja nggak akan
Kamis bisa terbangun seperti yang di sumberberantas, bulukerto gak bisa
10/12/20 dibangun. Artinya kita melakukan dua pendekatan. Oke untuk
komoditas memang beda, tapi yang penting adalah aspek
teknisnya.jadi kita ini juga sering berkomunikasi dengan
Kementan masih diperbolehkan untuk diperbolehkan karena Kota
Batu ini sendiri kan mmm hampir 90% itu hortikultura. Kalau
misal kita hanya bangun tanaman pangan saja, kitaa yaa sudah gak
ada kegiatan lagi, padahal masyarakat khususnya petani
membutuhkan itu. Jadi itulah yang sering kita komunikasikan dari
Dewan dengan BANGPELIT BANGDA juga, intinya kita sama
berpedoman pada kriteria teknis saja, bukan kriteria komoditas.
Pertanyaan : Bagaimana tanggapan dan peran Anda sebagai Kelompok
Tani dalam pelaksanaan program JUT dan Japro di Kota
RM/ Batu?
Fokus Narasumber : Bapak Hadi Sutrisno, SE
Hari/
Hasil Wawancara
Tanggal
1/C2 Kalau berbicara program JUT Japro itu ya otomatis kan petani
baik kelompok tani seperti saya dan warga sini pasti punya peran.
ya dikarenakan program ini itu dampaknya dan sasaranya itu ya ke
Minggu kita-kita ini ya untuk membantu petani ini mbak, jadi otomatis kita
20/12/20 juga turut serta dari program ini. Ada kalanya juga kalau kita
merasa butuh ada perbaikan atau pembangunan jalan kita usul
kesana, tapi lewat musyawarah dulu dari kelompok tani, pihak
desa juga sebelum ke dinas pertanian sana. Seperti di Desa

96
Sumberbrantas itu kita dulu usul, tapi untuk lain khususnya
kecamatan bumiaji sini kebanyakan sudah ada bantuan,
maksudnya pemerintah itu sudah turun sebelum kita usul. Tapi kita
selaku kelompok tani juga tidak bisa sembarangan usul, karena
banyak syarat apa itu namanya, kayak lek misal kurang 2 meter itu
tidak bisa, kalau mau ya kita diarahkan untuk nambah lebar dulu
sampek sesuai anjuran Dinas Pertanian, kalau ini ya dibantu, pihak
desa juga bantu, yang usul juga rela hibah lahan jika kurang.
Pertanyaan : Bagaimana tanggapan Anda mengenai pelaksanaan
program JUT dan Japro di Kota Batu?
RM/
Narasumber : Bapak Hadi Sutrisno, SE
Fokus
Hari/
Hasil Wawancara
Tanggal
1/C3 Ya bagus itu, apalagi kan kondisi jalan kan memang diperlukan
pada waktu kita berkegiatan bertani. Kalau masalah menilai Dinas
Pertanian dalam pelaksanaan program ini ya, bagus juga baik juga,
karena kalau dilihat kan jalan di kecamatan Bumiaji ini, banyak
kok yang dibangun dari JUT Japro, tapi kalau sekarangkan udah
Minggu
rata-rata udah pada bagus-bagus khususnya yang deket-deket
20/12/20
perumahan baru. Memang aslinya itu kan JUT dan Japro bentuk
bangunannya makadam saja, ya secara dilihat kan memang tidak
begitu bagus, tapi menurut saya sebagai petani yaa merasa cocok-
cocok saja, kan memang jalan seperti itu cocok digunakan diareal
persawahan.
Pertanyaan : Apa saja faktor pendukung implementasi program JUT
dan Japro di Kota Batu?
RM/
Narasumber : Agus Trisnobuwono, S.Hut
Fokus
Hari/
Hasil Wawancara
Tanggal
2/A Faktor pendukung ini untuk JUT dan Japro di Kota Batu yaa.
Memang untuk faktor pendukung pembangunan jalan pertanian
ini, jika itu diusulkan oleh para petani sendiri mereka secara
sukarela mau apabila memang ada pelebaran tadi, seperti
menghibahkan jalannya untuk memenuhi kriteria kan mereka juga
sadar bahwa fungsi dan manfaatnya juga untuk mereka, dan ini itu
menjadi faktor utama untuk yang pendukung. Jadi kalau ada petani
Kamis
yang usul ke kita untuk dibangunkan jalan, kita langsung check
10/12/20 apakah jalan tersebut memenuhi kriteria, namun nyuwun sewu
kadang itu ada jalan yang diusulkan lebarnya hanya sekitar satu
meter “loh gak bisa kalau segini minimal dua meter” mereka
bukan hanya menghibahkan tanahnya anggota kelompok itu, tapi
mereka mm.. gotonh royong untuk membantu untuk melebarkan
dulu sebelum kita masuk. Saya pikir faktor inilah yang
memudahkan kita.
RM/ Pertanyaan : Apa saja faktor penghambat implementasi program JUT
Fokus dan Japro di Kota Batu?

97
Narasumber : Agus Trisnobuwono, S.Hut
Hari/
Hasil Wawancara
Tanggal
2/B Ini sebenarnya juga bisa menjadi faktor penghambat di JUT dan
Japro, jadi dengan pesatnya pariwisata Kota Batu yang sekarang
sudah masuk kelahan pertanian dan PUPR ,perumahan, desa
tersedia anggaran itu menjadi salah satu penghambat sebenernya
buat berkembangnya Japro dan JUT sendiri. Kalau berbicara
perkembangnya disini bukan masalah fungsi yaa, kalau fungsi
mereka sudah mengikuti karena meraka membangun jalan itu
otomatis sudah pertanian juga ini, tapi mm... menjadi faktor
penghambat dalam apa namanya segi kuantitas atau jumlahnya,
lhaa bukan kualitasnya. Kalau kualitas JUT-Japro dengan adanya
dana desa dan sebagainya itu kita malah terbantu sangat terbantu
Kamis malah jalah pertanian paving sudah gituu, nah itu lebih bagus.
Tapi dari sisi, kuantitas dari jumlahnya, jadi dari yang dikatakan
10/12/20 Pak Slamet itu jumlahnya semakin tahun semakin berkurang kan
yaa.. sudah tebangun semua. Jadi nanti faktor penghambat ini
jangan dianukan dari segi kualitasnya tetapi dari kuantitasnya
karena ada peran OPD lain atau pemerintah desa yang ikut masuk.
Kan ini yang mengakibatkan jumlah pembanguna jalan pertanian
menurun dikarenakan sudah berkurang atau tidak adanya lahan
yang tersedia atau tidak adanya lahan yang bisa dibangun JUT-
Japro. Namun disatu sisi jalan itu malah lebih bagus dari jalan
yang dianu, coba masuk di sumberbrantas itu sebenarnya Japro
tapi sekarang sudah pavingan. Nahh dari situlah kita dan para
petani juga kan lebih terbantu untuk memperlancar distribusinya
dan sebagainya.

98
Lampiran 3 Surat Keterangan Penelitian

99
Lampiran 4 Dokumentasi Penelitian

1. Dokumentasi wawancara kepada Bapak Agus Trisnobuwono, S.Hut selaku

Ketua Bidang Sarana Prasarana dan Pembiayaan Dinas Pertanian Kota Batu

100
2. Dokumentasi wawancara kepada Bapak Slamet Nur Hasan, SP selaku Seksi

Lahan, Irigasi dan Konversi

3. Foto bersama dengan informan (narasumber) wawancara penelitian

101
4. Dokumentasi wawancara kepada Ketua Kelompok Tani Bumiaji Sejahtera 1

Bapak Hadi Sutrisno, SE

5. Foto bersama dengan informan (narasumber) wawancara penelitian

102

Anda mungkin juga menyukai