DINAS KESEHATAN
UPT PUSKESMAS BUNTU BATU
alamat : Jalan Burandan No.3 Pasui Kecamatan Buntu Batu
e-Mail : puskesmasbuntubatu@gmail.com,
Web:https://puskesmasbuntubatu.enrekangkab.go.id/
PEDOMAN
PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI (PPI)
DI UPT PUSKESMAS BUNTU BATU
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Puskemas sebagai salah satu sarana Kesehatan yang memberikan
pelayanan Kesehatan kepada Masyarakat memiliki peran yang sangat penting
dalam meningkatkan derajat Kesehatan Masyarakat. Oleh karena itu Puskesmas
di tuntut untuk dapat memberikan pelayanan yang bermutu sesuai dengan
standar yang telah ditentukan.
Penyakit infeksi terkait pelayanan Kesehatan atau Healthcare Associated
Infection (HAIs) adalah infeksi yang terjadi pada pasien selama perawatan di
fasilitas pelayanan Kesehatan dimana Ketika masuk tidak ada infeksi dan tidak
dalam masa inkubasi, termasuk infeksi infeksi dalam Puskesmas tapi muncul
setelah pasien pulang, juga infeksi karena pekerjaan pada petugas Puskesmas
dan tenaga kesehatan terkait proses pelayanan kesehatan di fasilitas pelayanan
kesehatan. HAIs merupakan salah satu masalah Kesehatan diberbagai negara di
dunia termasuk Indonesia. Kejadian HAIs di Indonesia mencapai 15,74% jauh
lebih tinggi di atas negara maju yang berkisar 4,8-15,5%.
Berkaitan dengan hal di atas maka diperlukan rangkaian program yang
berkesinambungan dalam rangka pencegahan dan pengendalian Infeksi (PPI).
Untuk meminimalkan risiko terjadinya infeksi di rumah sakit dan fasilitas
pelayanan kesehatan lainnya perlu diterapkan pencegahan dan pengendalian
infeksi (PPI).
B. TUJUAN
1
Tujuan Umum
Meningkatkan pengetahuan, pemahaman, keterampilan sumber daya
manusia tentang pencegahan dan pengendalian infeksi, sehingga dapat
melindungi petugas dan masyarakat dari penularan penyakit infeksi guna
meningkatkan mutu pelayanan di UPT Puskemas Buntu Batu.
Tujuan Khusus
1. Menjadi penuntun bagi tenaga kesehatan hingga mampu memberikan
pelayanan kesehatan dimana resiko terjadinya infeksi dapat ditekan.
2. Menjadi acuan bagi para penentu kebijakan dalam perencanaan logistic di
Puskesmas.
3. Menjadi acuan dikalangan non medis yang mempunyai resiko terpajan infeksi
dalam pekerjaannya.
4. Menjadi bahan acuan petugas kesehatan dalam memberikan penyuluhan
kepada pasien/ keluarga pasien tentang tindakan pencegahan infeksi.
C. RUANG LINGKUP
Pedoman ini digunakan untuk panduan bagi petugas kesehatan di UPT
Puskesmas Buntu Batu dalam melaksanakan pencegahan dan pengendalian
infeksi pada pelayanan terhadap pasien yang menderita penyakit menular baik
kontak langsung, droplet dan udara.
D. BATASAN OPERASIONAL
Kewaspadaan Standar diterapkan pada semua petugas dan pasien /
orang yang datang ke fasilitas pelayanan kesehatan. (Infection Control
Guidelines CDC, Australia).
Kewaspadaan berdasarkan transmisi / penularan, hanya diterapkan pada
pasien yang dirawat inap di Puskesmas, sampai diagnosa tersebut dapat
dikesampingkan. (Gardner and HICPAC 1996).
Surveilans adalah suatu kegiatan yang dilaksanakan secara terus
menerus dan sistematik dalam bentuk pengumpulan data, analisis data,
interpretasi data dan diseminasi informasi hasil interpretasi data bagi mereka
yang membutuhkan.
E. DASAR HUKUM
2
1. Undang-Undang RI Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran
(Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4431)
2. Undang-Undang RI Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125)
3. Undang-Undang RI Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik
4. Undang-Undang RI Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063)
5. Peraturan Menteri Kesehatan RI No.741/Menkes/Per/VII/2008 tentang
Standart Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota
6. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 128/Menkes/SK/II/2004 tentang
Kebijakan Dasar Pusat Kesehatan Masyarakat
7. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 374/Menkes/SK/V/2009 tentang
Sistem Kesehatan Nasional
8. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 27 Tahun 2017 tentang Pedoman
Pencegahan dan Pengendalian infeksi di Fasilitas Pelayanan Kesehatan
3
BAB II
STANDAR KETENAGAAN
KEDUDUKAN
NO. NAMA
DALAM TIM
1. Ketua drg. Musdalifah
B. Distribusi Ketenagaan
Tim PPI berjumlah 9 orang sesuai dengan struktur organisasinya. Tim PPI terdiri
dari Ketua, Sekretaris, IPCD, IPCN, dan Anggota Tim yang terdiri dari masing-
masing unit terkait yang berhubungan langsung dengan kegiatan PPI.
4
- Bekerja sama dengan bagian penunjang dalam pengadaan botol dan braket
untuk tempat handrub, sabun cair handwash, handuk pengering dan tempat
handuk kotor.
- Bekerjasama dengan bagian humas dalam pengadaan poster, leaflet dan
stiker Kebersihan Tangan.
- Bekerja sama dengan bagian farmasi untuk produksi handrub dengan
formula yang direkomendasikan oleh WHO.
- Tim PPI melakukan kampanye Kebersihan Tangan untuk semua
masyarakat Puskesmas.
2. Pemenuhan kebutuhan APD di semua ruang pelayanan perawatan pasien dan
sosialisasi cara memakai dan menggunakan serta indikasi penggunaannya
- Bekerja sama dengan bagian umum dan farmasi dalam pengadaan APD
- Tim PPI mengadakan pelatihan cara penggunaan APD untuk semua
perawat sampai tenaga cleaning service.
3. Sosialisasi perawatan peralatan pasien dengan mengetahui cara pembersihan
alat non kritikal, semi kritikal dan kritikal.
- PPI mengadakan sosialisasi cara dekontaminasi dan segala sesuatu yang
berhubungan dengan cara-cara desinfeksi dan sterilisasi untuk semua alat
non kritikal, semi kritikal dan kritikal kepada Tim PPI.
4. Pemenuhan kebutuhan sarana dan prasarana pengelolaan limbah infeksius dan
non infeksius di semua ruang pelayanan perawatan pasien.
- Bekerja sama dengan Instalasi Sanitasi dan Lingkungan untuk pengadaan
tempat sampah medis dan umum di seluruh area Puskesmas
- Bekerja sama dengan Instalasi Sanitasi dan Lingkungan untuk pengadaan
safetybox di seluruh area pelayanan perawatan pasien di Puskesmas.
5. Pemenuhan pengelolaan linen dengan pemisahan jalur linen kotor dan bersih,
pengadaan troli linen kotor dan bersih.
- Bekerja sama dengan bagian penunjang untuk membuat jalur terpisah
antara jalur linen kotor dan linen bersih
- Bekerja sama dengan bagian bendahara barang/ Laundry untuk pengadaan
troli linen kotor dan linen bersih.
- Bekerja sama dengan bagian bendahara barang untuk memisahkan antara
ruang laundry linen kotor dan linen bersih
6. Pelaksanaan program kesehatan karyawan
5
- Bekerja sama dengan Tim K3 dalam melaksanakan pemeriksaan secara
berkala karyawan Puskesmas, terutama karyawan yang bekerja dengan
resiko.
- Bekerja sama dengan tim K3 dalam penanganan kasus paca pajanan
7. Penataan penempatan pasien di ruang isolasi
- Bekerja sama dengan Tim KLB untuk menata penempatan pasien di ruang
isolasi sesuai kriteria kewaspadaan transmisi kontak, droplet ataupun
airborne.
8. Sosialisasi dan pemenuhan poster etika batuk
- Bekerja sama dengan bagian promkes dalam pemenuhan poster Etika
batuk.
9. Sosialisasi prosedur penyuntikan yang aman dengan no recapping.
Tim PPI bersama bagian keperawatan melakukan sosialisasi cara
penyuntikanyang aman dengan one hand dan no recapping kepada seluruh
tenaga keperawatan dan tenaga non perawat dalam melakukan tindakan
penyuntikan.
6
BAB III
Upaya pencegahan dan pengendalian infeksi puskesmas dirancang untuk memutus rantai
penularan penyakit infeksi menuju perlindungan pasien, petugas kesehatan, pengunjung dan
masyarakat.
1. Kebersihan tangan
2. Penggunaan alat pelindung diri (APD) : sarung tangan, masker, gogle/kacamata
pelindung, face shield (pelindung wajah), gaun, topi, pelindung kaki
3. Pengelolaan peralatan perawatan pasien
4. Pengendalian lingkungan
5. Pengelolaan linen
6. Pengelolaan limbah hasil pelayanan kesehatan dan benda tajam
7
7. Penempatan pasien
8. Kebersihan Pernapasan/etika batuk
9. Penyuntikan yang aman
10. Perlindungan kesehatan petugas
Kewaspadaan standar diterapkan pada seluruh kegiatan pelayanan pada
pasien di puskesmas, baik pada pasien rawat jalan maupun rawat inap dengan
ataupun tanpa penyakit infeksi yang sudah teridentifikasi. Penerapan komponen
kewaspadaan standar yang nasional/tepat didasarkan pada penilaian risiko potensial
yang dihadapi pasien atau petugas dalam setiap kegiatan pelayanan yang spesifik
sehingga implementasi setiap komponen standar tidak harus seragam/sama pada
setiap aktivitas/kasus.
Perlakukan baik pasien atau petugas sebagai individu yang potensial menularkan dan
rentan terhadap infeksi. Pertimbangkan penggunaan alat pelindung diri sesuai penilaian
risiko pada awal setiap aktivitas pelayanan kepada pasien.
8
KEWASPADAAN STANDAR
9
- Alcuta dapat dilakukan menggunakan handrub antiseptik berbasis
alkohol 70%
- Terutama di tempat yang akses wastafel dan air bersih terbatas.
3. Cuci tangan bedah (surgical handrub): cara kebersihan tangan sebelum
melakukan tindakan bedah :
a. Secara aseptik menggunakan sabun antiseptik dan sikat steril :
i. Lepaskan semua perhiasan yang ada di tangan (gelang, cincin).
ii. Menggunakan air bersih mengalir serta menggunakan sabun
antiseptik yang mengandung khlorheksidin glukonat 4%.
iii. Tangan dibasahi sampai siku.
iv. Sabun antiseptik ini dipompa dari tempatnya menggunakan siku.
v. Mulai tangan kiri disikat : kuku, sela jari, telapak tangan (5x),
punggung tangan (5x), setiap sisi lengan bawah sampai siku (5x),
hingga bersih. Ganti tangan kanan, kerjakan serupa berulang ulang
lima sampai sepuluh menit.
vi. Tangan dibilas dengan air bersih yang mengalir dengan posisi Jari
tangan lebih tinggi dan posisi siku.
vii. Dihindarkan tangan yang sudah dicuci bersih bersentuh benda di
sekitarnya.
b. Secara aseptik menggunakan antiseptik handrub berbasis alkohol:
i. Lepaskan semua perhiasan yang ada di tangan (gelang, cincin).
ii. Cuci tangan menggunakan air bersih mengalir dan sabun antiseptik
yang mengandung khlorheksidin glukonat sampai dengan siku, tanpa
sikat
iii. Keringkan dengan tisu pengering dengan baik
iv. Ambil handrub berbasis alkohol di telapak tangan kiri, menggunakan
tangan kanan untuk mengoperasikan dispenser
v. Gosokkan ujung jari dan kuku jari kanan secara seksama di handrub
alkohol telapak tangan kiri untuk membersihkan kolonisasi kuman di
bawah kuku (5 detik)
vi. Gosokkan telapak tangan kiri pada tangan dari lengan kanan bawah
sampai dengan siku, dengan gerakan memutar, pastikan seluruh area
lengan tersebut tergosok sampai dengan handrub alkohol kering
sempurna (15 detik)
10
vii. Lakukan langkah iv-vi kembali untuk ujung jari dan kuku jari kiri (5
detik), dilanjutkan lengan kiri bawah sampai dengan siku, sampai
dengan kering sempurna (15 detik)
viii. Tuangkan kembali handrub berbasis alkohol dilanjutkan 7 langkah
prosedur handrub rutin (15-20 detik)
Berbagai penelitian membuktikan bahwa kebersihan tangan untuk
mencegah penularan mikroorganisme melalui kontak tangan TIDAK EFEKTIF bila
menggunakan sabun atau bahan yang tidak standar, volume terlalu sedikit dan
dalam waktu yang terlalu singkat. Pemakaian asesoris tangan dan memelihara
kuku panjang tidak diperkenankan saat bertugas merawat pasien karena
menghalangi efektivitas kebersihan tangan.
11
Berdasarkan pedoman WHO (2009), direkomendasikan 5 saat penting wajib
menjalankan kebePuskesmasihan tangan di ruang perawatan, diperkenaikan
sebagai “Five moments for hand hygiene”.
12
3. Rekomendasi Mencuci Tangan
- Pemakaian sabun dan air mengalir penting ketika tangan terlihat kotor.
- Air mengalir dan sabun yang digosokkan di seluruh bagian/lipatan tangan
harus digunakan selama 40 sampai 60 detik.
- Penting sekali untuk mengeringkan tangan setelah mencucinya.
- Mencuci tangan memakai sabun biasa atau sabun antiseptik dan air bersih
adalah sama efektifnya, bila dijalankan sesuai prosedur. Sabun biasa
mengurangi terjadinya iritasi kulit. Untuk membantu mencegah iritasi kulit dan
dermatitis kontak karena seringnya mencuci tangan, direkomendasikan
penggunaan produk perawatan tangan (losion pelembab/krem).
Jika tidak ada handuk kertas, keringkan tangan dengan handuk bersih atau
keringkan di udara. Handuk yang digunakan bersihdapat dengan cepat
terkontaminasi dan tidak lagi direkomendasikan. Membawa handuk /sapu
tangan kecil pribadi membantu menghindari pemakaian handuk kotor.
4. Rekomendasi Alternatif cuci tangan (alcuta) dengan handrub antiseptik
(handrub berbasis alkohol)
40 – 60 Detik
Sumber : Pedoman WHO, 2009
Prosedur kebersihan tangan dengan larutan berbahan dasar alkohol
14
Sumber : Pedoman WHO, 2009
15
B. ALAT PELINDUNG DIRI (APD)
Pelindung barier yang secara umum disebut sebagai alat pelindung diri
(APD) telah digunakan selama bertahun-tahun untuk melindungi pasien dari
mikroorganisme yang ada pada petugas kesehatan. Namun dengan munculnya
AIDS dan hepatitis C, serta meningkatnya kembali tuberkulosis di banyak negara,
pemakaian APD menjadi sangat penting untuk melindungi petugas. Dengan
munculnya infeksi baru seperti avian influenza (flu burung), sars dan penyakit
infeksi lainnya (emerging infectious diseases), pemakaian APD yang tepat dan
benar menjadi semakin penting baik untuk perlindungan pasien maupun petugas.
Adalah sarung tangan yang distenilkan oleh Puskesmas atau dan pabrikan
dan harus digunakan pada tindakan pembedahan atau tindakan aseptik /
invasif.
16
c. Sarung tangan rumah tangga:
Sarung tangan kebersihan terbuat dan latex atau vinil yang tebal, seperti
sarung tangan yang biasa digunakan untuk keperluan rumah tangga.
Sarung tangan rumah tangga dipakai pada waktu meebersihan alat
kesehatan, membersihkan permukaan meja kerja, membersihkan
permukaan lingkungan, dll. Sarung tangan jenis ini dapat digunakan lagi
setelah dicuci besih
Sarung tangan ganda perlu dipakai pada keadaan khusus, antara lain:
a. Tindakan yang memakan waktu lama (lebih dan 60 menit) dan atau
melakukan tindakan operasi di area sempit dengan kemungkinan besar
robekan sarung tangan oleh alat tajam seperti jarum, gunting atau penjepit;
17
b. Tindakan yang berhubungan dengan jumlah darah atau cairan tubuh yang
banyak Persalinan, dll.;
Sarung tangan rumah tangga dapat dicuci dan digunakan berkali-kali untuk
membePuskesmasihkan peralatan, pencucian linen, membePuskesmasihkan
ceceran darah atau cairan tubuh lain. Sarung tangan rumah tangga tidak dipakai
untuk perawatan yang menyentuh kulit pasien secara langsung.
- Memeriksa sisi masker yang menempel pada wajah untuk melihat apakah
lapisan utuh dan tidak cacat;
- Memastikan tali masker dalam kondisi baik dan harus menempel pada titik
sambungan;
- Memastikan klip hidung yang terbuat dan logam (jika ada) berfungsi baik
Fit test untuk respirator partikulat
Fungsi respirator tidak optimal / tidak efektif jika respirator tidak dapat melekat
sempurna pada wajah, seperti pada keadaan dibawah ini :
19
Cara fit test respirator partikulat
Langkah 1:
Langkah 2:
Langkah 3:
Langkah 4:
20
Langkah 5:
Langkah 5.a :
Hembuskan napas kuat - kuat. Tekanan positif di dalam respirator berarti tidak
ada kebocoran. Bila terjadi kebocoran atur posisi dari/atau ketegangan tali. Uji
kembali kekuatan respirator. Ulangi langkah tersebut sampai respirator benar-
benar tertutup rapat.
Tarik napas dalam-dalam. Bila tidak ada kebocoran, tekanan negatif akan
membuat respirator menempel ke wajah. Kebocoran akan menyebabkan
hilangnya tekanan negatif di dalam respirator akibat udara masuk melalui
celah-celah pada segelnya.
C. Penggunaan Topi
21
memberikan sejumlah perlindungan pada pasien, tetapi tujuan utama adalah
untuk melindungi pemakainya dari darah atau cairan tubuh yang terpercik atau
menyemprot.
Gaun pelindung steril dipakai oleh ahli bedah dan asisten pada saat
melakukan pembedahan, sedangkan gaun pelindung non steril dipakai di
berbagai unit yang berisiko tinggi, misalnya di kamar bePuskesmasalin, ruang
pulih di kamar bedah atau di ruang isolasi.
22
a. Dicuci minimal setiap hari kecuali pada situasi tertentu dimana baju
terkena kotoran/cairan tubuh harus segera dicuci;
b. Baju pengunjung yang terkontaminasi segera ditempatkan di dalam wadah
linen infeksius;
c. Baju pengunjung pasca pakai tanpa kontaminasi ditempatkan di dalam
wadah linen non infeksius (kotor ringan)
E. Penggunaan Apron
Apron terbuat dan karet atau plastik merupakan penghalang tahan air
untuk bagian depan tubuh petugas kesehatan. Petugas kesehatan harus
mengenakan apron ketika melakukan perawatan langsung pada pasien,
membersihkan pasien atau melakukan prosedur dimana ada risiko tumpahan
darah, cairan tubuh atau sekresi. Hal ini penting jika gaun pelindung tidak
tahan air. Apron akan mencegah cairan tubuh pasien mengenai baju dan kulit
petugas.
Penutup sepatu tidak diperlukan jika sepatu bersih. Sepatu yang tahan
terhadap benda tajam atau kedap air harus tersedia di kamar bedah. Sebuah
penelitian menyatakan bahwa penutup sepatu dari kain atau kertas dapat
meningkatkan kontaminasi karena memungkinkan darah merembes melalui
sepatu dan seringkali digunakan sampai di luar ruang operasi. kemudian
dilepas tanpa sarung tangan sehingga terjadi pencemaran.
23
ALUR PERMINTAAN, PENYEDIAAN DAN PENYIMPANAN APD
DI UPT PUSKESMAS BUNTU BATU
- APD yang disposable dimintakan melalui gudang obat dengan sistem paket buffer
floor stock.
- APD yang tidak habis pakai direncanakan dan disediakan melalui Bendahara barang
PuskesmasKabuh;
- Jenis dan jumlah APD yang disediakan di setiap ruangan sebagai buffer floorstock
direncanakan dan diusulkan oleh Penanggung Jawab Unit sesuai kebutuhan
pelayanan medis dan tindakan keperawatan spesifiknya;
- Standar perhitungan kebutuhan APD untuk setiap pelayanan pasien ditetapkan tim
PPI
- Sistem ketersediaan buffer perlu dimonitor secara kontinue, dicatat setiap
penggunaannya, untuk menjamin ketersediaan APD sesuai kebutuhan spesifik
pelayanan medis dan tindakan keperawatan di setiap ruangan;
- Penggunaan APD secara tepat sesuai indikasi, dengan mengukur risiko transmisi,
dilakukan secara rutin menggunakan daftar tilik, dievaluasi dan di-feedback-kan
kepada yang terkait;
- Rekapitulasi penggunaan APD setiap ruangan disampaikan Bendahara barang dan
tim PPI untuk bahan evaluasi dan perencanaan.
24
Langkah-Langkah Mengenakan Alat Pelindung Diri
25
Langkah-Langkah Melepaskan Alat Pelindung Diri
26
27
Pemilihan Alat Pelindung Sesuai Jenis Pajanan
28
Manfaat Masing-masing Alat Pelindung Diri
Kacamata
Sarung Gaun/
Jenis tindakan Masker / penutup Topi
tangan Celemek
wajah
30
Kacamata
Sarung Gaun/
Jenis tindakan Masker / penutup Topi
tangan Celemek
wajah
31
Pengelolaan alat kesehatan/instrumen pasca pakai secara benar, tepat,
efektif dan efisien merupakan hal yang sangat penting dan harus dimengerti
/dipahami oleh seluruh staf kesehatan pada setiap tingkat, mulai dan petugas
pelayanan kesehatan sampai ke petugas pembePuskesmasihan dan pemeliharaan
sebagai upaya pencegahan dan pengendalian infeksi di Puskesmas. Proses
pencegahan terjadinya infeksi silang (cross contamination) dari alat/instrumen,
setelah digunakan dengan melakukan dekontaminasi. Berdasarkan kemungkinan
terjadinya infeksi, Dr. E.H.Spaulding mengelompokkan alat/instrumen pasca pakai
menjadi 3 kelompok yaitu :
Alat kesehatan/instrumen pasca pakai setelah digunakan untuk tindakan medis dan
atau tindakan keperawatan harus segera dilakukan perendaman dan pencucian
dengan menggunakan larutan disinfektan yang sesuai (jenis, konsentrasi dan lama
perendaman), kemudian bilas dengan air mengalir dan keringkan.
32
Dalam melaksanakan kegiatan tersebutt harus menggunakan APD (alat pelindung
diri) sesuai ketentuan. Tujuan dari proses tersebut adalah :
33
Disinfectan ) menghancurkan / membunuh semua
bakteri bentuk vegetatif; mycobacteria,
jamur; virus ukuran kecil. sedang, lipid dan
non lipid, tetapi tidak sensitif terhadap spora
bakteri.
Contoh : Alkohol 76%-90% ; Chlorine;
Formaldehide 4-8% dalam air
4. Tingkat kesadahan air (hardness water), adanya kandungan yang mineral tinggi
seperti kalsium atau magnesium dapat berinteraksi dengan zat aktif disinfektan
sehingga menurunkan aktivitasnya.
Metode sterilisasi :
Metode sterilisasi yang rutin dilaksanakan adalah sterilisasi uap (sterilisasi uap
prevakum) untuk alat kesehatan/instrumen/bahan yang tahan panas (termostabil)
dan sterilisasi suhu rendah dengan gas Ethylen Oxide untuk alat kesehatan/bahan
yang bersifat termolabil.
35
Tahapan pengelolaan alat kesehatan/instrumen pasca pakai:
Untuk mendapatkan hasil sterilisasi yang optimal (efektif dan efisien) dan terjaga
mutunya sampai dengan digunakan maka proses pengelolaan alat
kesehatan/instrumen pasca pakai harus dilakukan secara benar dan tepat, aman
bagi pasien petugas serta lingkungan, yaitu :
36
• Alat yang telah diproses harus segera digunakan
Catatan
Prinsip pengemasan :
- Sterilan harus dapat diserap dengan baik dan dapat menjangkau seluruh
permukaan kemasan dan isinya.
. Sterilisasi
37
Note : Sterilisasi dengan larutan kimia/disinfektan dipilih apabila tidak mungkin
dilakukan sterilisasi panas tinggi maupun sterilisasi panas rendah dan
dilaksanakan di unit pelayanan.
Monitoring dan evaluasi proses serta hasil sterilisasi harus dilakukan sesuai
ketentuan sebagai jaminan mutu/kualitas hasil sterilisasi, meliputi:
c. Indikator mekanik yaitu dengan mencatat kondisi suhu, waktu dan tekanan
selama proses.
d. Bowie Dick Test dilakukan setiap 1 (satu) kali sebulan sebelum mesin
autoclave dengan vakum
5. Penyimpanan:
Alat kesehatan/instrumen, bahan habis pakai (BHP), serta linen medis yang
telah disterilkan disimpan di ruang steril. Penyimpanan di unit pelayanan
minimal di tempat/ruang yang jauh dari lalu lintas utama atau pada kotak/almari
yang bersih dan kering serta mudah dilakukan disinfeksi.
38
kelembaban 35 -75 %)
7. Penggunaan :
- Kemasan dalam kondisi baik (tidak rusak, kering dan belum terbuka);
Disinfeksi
instrument non kritis
Disinfeksi peralatan
non medis
Pengawet preparat PA
2. Betadin Povidon
Iodida Antiseptik kulit
40
4. Hibiscrub Klorheksidin
glukonat Antiseptik kulit
D. PENGELOLAAN LINEN
41
pengepelan/disinfeksi lantai dan implementasi praktik kebersihan tangan petugas
sesuai prosedur.
Linen kotor infeksius dan non infeksius dibawa ke laundry menggunakan kereta
linen kotor dengan tong / kantong linen warna kuning untuk linen infeksius, biru
untuk non infeksius.
42
1) Petugas laundry menerima linen kotor dengan mengenakan APD berupa:
topi, masker, sarung tangan rumah tangga, apron, sepatu boot.
b. Linen yang akan dikeluarkan dihitung sesuai dengan daftar cucian yang
masuk pada hari itu kemudian menyerahkan kepada petugas pengeluaran
linen
E. PENGENDALIAN LINGKUNGAN
43
- disinfeksi tempat tidur, permukaan meja, peralatan dan benda-benda di
lingkungan sekitar pasien setiap hari, saat pasien pulang dan sebelum pasien
masuk dengan disinfektan standar PUSKESMAS;
- Pengepelan lantai meliputi seluruh permukaan dengan disinfektan standar
PUSKESMAS setiap hari mimimal 2 kali/hari
- Pembersihan sekat/gordyn pembatas antar pasien dilakukan minimal setiap 3
bulan (bahan gordyn dipilih yang mudah dibersihkan dan tidak bergelombang)
- Pembersihan kamar mandi/WC/wastafel dilakukan setiap hari atau sewaktu-
waktu diperlukan dengan disinfektan sesuai standar.
Prinsip Pembersihan lingkungan:
c. Menggunakan mop khusus untuk setiap jenis ruangan, dengan cara sistematis
untuk membersihkan dan menghilangkan patogen infeksius
Kebersihan Ambulans
44
limbah infeksius. Limbah padat ini mengandung bahan-bahan infeksius atau
mengandung bakteri berbahaya, sampah yang kontak dengan cairan tubuh
penderita, jaringan tubuh dan spesimen di laboratorium,
a. Sampah Medis
45
Sampah medis termasuk dalam golongan limbah klinis. Menurut
Depkes RI, limbah klinis berupa berbagai jenis buangan yang dihasilkan di
Puskesmas dan unit-unit pelayanan kesehatan seperti pelayanan medis,
perawatan gigi, farmasi atau sejenis serta limbah yang dihasilkan
Puskesmas pada saat dilakukan perawatan, pengobatan atau penelitian.
Limbah ini bisa membahayakan dan menimbulkan gangguan kesehatan
bagi pengunjung, masyarakat dan terutama kepada petugas yang
menangani limbah.
46
Pencemaran lingkungan yang ditimbulkan jika dibuang tanpa pengolahan
terlebih dulu, sehingga mempunyai dampak yang membahayakan atau
mengganggu kesehatan masyarakat.
Sampah medis dalam pengelolaan sampah Puskesmas merupakan
limbah klinis yang berbentuk padat. Pengertian sampah medis di sini adalah
limbah padat Puskesmas bersifat klinis. Sampah medis biasanya dihasilkan
di ruang pasien, ruang pengobatan atau tindakan, ruang perawatan, ruang
bedah termasuk dressing kotor, verban, kateter, swab, plaster, masker dan
lain-lain.
b. Sampah Non-Medis
Sampah Umum Basah / Sampah Organik, terdiri dari sisa makanan, dll.
Sampah Umum Kering / Sampah Anorganik, terdiri dari kertas, plastik,
dll.
47
Untuk membedakan dengan Sampah Medis, maka Sampah Umum /
Domestik dimasukkan ke dalam tong sampah warna abu – abu sesuai
tulisan sampah basah atau sampah kering, dan ini telah disediakan
PuskesmasKabuh. Selanjutnya dimasukkan ke TPS dan dibuang ke TPA,
bekerjasama dengan Dinas pasar Tata Ruang, Kebersihan dan
Pertamanan.
PENGELOLAAN LIMBAH
a. Wadah berupa kantong plastik warna hitam, diikat rapat pada saat
akan diangkut, dan dibuang berikut wadahnya;
b. Wadah tidak boleh penuh/luber. Jika telah terisi 2/3 bagian segera
dibawa ke tempat penampungan akhir;
c. Pengumpulan Limbah dari ruang perawatan harus tetap pada
wadahnya dan jangan dituangkan pada gerobak (kereta limbah) yang
terbuka, agar dihindari kontaminasi dengan lingkungan sekitar serta
mengurangi risiko kecelakaan terhadap petugas, pasien dan
pengunjung;
d. Petugas yang menangani pengelolaan limbah harus selalu
menggunakan sarung tangan rumah tangga dan sepatu serta
mencuci tangan dengan sabun sesuai prosedur setiap selesai
bekerja.
48
Teknik pengolahan sampah medis yang diterapkan adalah (medical
waste):
Insenerasi (incineration)
Suatu proses dimana sampah dibakar dalam kondisi temperatur yang
terkontrol. Metoda ini dilakukan untuk sampah padat medis sisa hasil
kegiatan medis yang sifatnya disposible atau sekali pakai.
Insenerator (Incinerator)
Sebagian besar limbah padat / sampah yang dihasilkan oleh aktivitas medis
di Puskesmas memiliki sifat infeksius. Berdasarkan PP No. 85/1999
menyatakan bahwa limbah yang memiliki karakteristik besifat infeksius
dikategorikan sebagai limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun).
Salah satu upaya pengelolaan limbah B3 (Bahan Berbahaya dan
Beracun) adalah dengan pengolahan berupa proses pemanasan. Salah
satu teknologi pemanasan adalah pembakaran (incineration) dalam
kondisi terkontrol pada insenerator .
Proses insinerasi pada insenerator harus dapat berfungsi secara optimal
agar material yang dibakar dapat aman bagi lingkungan. Untuk
membuat proses insinerasi berlangsung secara optimal, diperlukan
suatu perencanaan design insenerator (incinerator) yang baik sehingga
hasil pembakaran yang diinginkan dapat tercapai.
Menurut beberapa pengertian definisi insenerasi (incineration) adalah:
49
2. Suatu teknologi pengolahan meliputi penghilangan/penghancuran limbah
dengan pembakaran terkontrol, seperti contoh: pembakaran lumpur
untuk memindahkan air dan mengurangi residu yang dihasilkan, ash
yang tidak terbakar dapat dibuang dengan aman ke tanah, air, atau di
bawah tanah lokasi pengolahan. Material direduksi massa dan volume
dengan pembakaran.
3. Suatu penghilangan/penghancuran limbah padat, cair, atau gas dengan
pembakaran terkontrol pada temperatur tinggi. Komponen B3 diubah
menjadi ash, carbon dioxide, dan air. Pembakaran digunakan untuk
menghilangkan/menghancurkan komponen organik, mengurangi volume
limbah, dan penguapan air dan zat cair lainnya yang mungkin dapat
mengandung sedikit komponen B3, seperti logam berat yang tidak
terbakar, yang terkandung dari limbah asal.
Pemilahan
Limbah padat di ruangan dipilah sesuai dengan jenisnya yaitu limbah padat medis
dan non medis (basah dan kering).
Limbah di ruangan dibuang ke tempat limbah yang dilapisi kantong plastik yang
diberi tanda dibedakan warnanya :
50
Tempat limbah di ruangan ada dua macam:
- Semua limbah yang dihasilkan dalam ruangan atau area perawatan/isolasi harus
dibuang dalam wadah atau kantong plastik yang sesuai.
Untuk limbah infeksius gunakan kantong plastik kuning atau bila tidak
tePuskesmasedia dapat menggunakan kantong plastik warna lain yang tebal
atau dilapis dua (kantong ganda), kemudian diikat dengan tali warna kuning
dan diberi tanda “infeksius”
Untuk limbah RT digunakan kantong plastik warna hitam
Untuk limbah benda tajam atau jarum dimasukkan dalam wadah tahan
tusukan disposable
- Kantong limbah apabila sudah ¾ bagian penuh harus segera diikat dengan tali
dan tidak boleh dibuka kembali.
- Petugas yang bertanggungjawab atas pembuangan limbah harus menggunakan
APD lengkap yang sesuai saat membuang limbah.
- Limbah cair seperti urine atau feses dibuang ke dalam sistem pembuangan
kotoran yang tertutup dan memenuhi syarat serta disiram air yang banyak.
- Urinebag dikosongkan secara teratur setiap 3-4 jam atau saat terlihat sudah ¾
penuh.
51
Benda tajam sangat berisiko menyebabkan perlukaan sehingga meningkatkan
terjadinya penularan penyakit melalui kontak darah. Penularan infeksi HIV,
Hepatitis B, Hepatitis C, sebagian besar disebabkan karena kecelakaan yang bisa
dicegah yaitu tertusuk jarum suntik dan perlukaan oleh alat tajam lainnya.
2. Semua petugas bertanggung jawab atas setiap alat tajam yang digunakan
sendiri;
3. Pada saat memindahkan alat tajam (misal pada setting operasi) digunakan
teknik tanpa sentuh dengan menggunakan nampan atau alat perantara lain;
5. Jika jarum terpaksa akan ditutup kembali (recapping), misal untuk pemeriksaan
contoh bahan darah ke laboratorium/PMI, digunakan metode satu tangan
(single handed recapping method);
6. Tersedia wadah limbah tajam disposable di setiap ruangan, bersifat kedap air
tahan tusukan dan tidak mudah bocor. Wadah ditutup dan dibuang jika telah
terisi 2/3 bagian atau sesuai tanda batas pengisian pada safety box dan jika
telah tertutup tidak bisa dibuka lagi.
Pecahan kaca
52
3. Masukkan gulungan kertas yang berisi pecahan kaca ke dalam kardus,
berikan label “hati-hati pecahan kaca”
a. Sumber Limbah
Secara umum limbah Cair Medis dari suatu kegiatan Puskesmas dapat
dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu air limbah medis yang besifat infeksius dan air
limbah domestik yang besifat non-infeksius. Air limbah infeksius adalah limbah
yang mengandung mikroorganisme berbahaya (pathogen) dalam jumlah cukup
besar, sehingga dapat menyebabkan penyakit. Air Limbah non-infeksius adalah
limbah domestik yang dihasilkan dari berbagai kegiatan pendukung operasional
suatu Puskesmas, seperti, laundry dan lain-lain. Sumber – sumber air limbah
dari kegiatan operasional Puskesmas antara lain:
53
Air limbah laundry berasal dari unit pencucian bahan dari kain yang
umumnya bersifat basa dengan kandungan zat padat total berkisar antara
800 – 1200 mg/l dan kandungan BOD berkisar antara 400 – 450 mg/l
Sifat bahan organik dalam limbah domestik relatif lebih disukai oleh
mikroorganisme, oleh karenanya kandungan BOD, COD, Nitorgen, Phosphat,
minyak – lemak dan TSS yang lebih dominan. Persyaratan pembuangan limbah
cair Puskesmas mengacu pada Baku mutu buangan air limbah Puskesmas
menurut Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup no KEP
58/MENLH/I/1995 dijelaskan dalam tabel 1 .
54
- Karakteristik Fisik.
Parameter – parameter yang penting dalam air buangan yang termasuk
dalam karakteristik fisik antara lain, :
a. Total Solid.
Didefinisikan sebagai zat – zat yang tertinggal sebagai residu penguapan
pada temperatur 105 C. Zat – zat lain yang hilang pada tekanan uap dan
temperatur tePuskesmasebut tidak didefinisikan sebagai total solid.
b. Temperatur
Pada umumnya temperatur air buangan lebih tinggi dari temperatur air
minum. Karena adanya penambahan air yang lebih panas dari bekas
pemakaian rumah tangga atau aktivitas pabrik, serta adanya kandungan
polutan dalam air. Temperatur pada air buangan memberikan pengaruh
pada :
- Kehidupan air
- Kelarutan gas
- Aktivitas bakteri
- Reaksi – reaksi kimia dan kecepatan reaksi
c. Warna
Warna dari air buangan berasal dari buangan rumah tangga dan industri.
Air buangan yang segar umumnya berwarna abu – abu dan sebagai akibat
dari penguraian senyawa – senyawa organik oleh bakteri, warna air
buangan menjadi hitam. Hal ini menunjukan bahwa air buangan telah
menjadi atau dalam keadaan septik.
d. Bau
Bau dalam air buangan biasanya disebabkan oleh produksi gas – gas hasil
dekomposisi zat organik. Gas Asam Sulfida (H2S) dalam air buangan
adalah hasil reduksi dari sulfat oleh mikororganisme secara anaerobik.
B. Karateristik Kimia
Senyawa – senyawa yang terkandung dalam air buangan terdiri atas 3
(tiga) golongan utama, yaitu :
a. Senyawa Organik
55
Kurang lebih 75 % zat padat tersuspensi dan 40 % padatan yang
tersaring (Filterable solid) dalam air buangan merupakan senyawa -
senyawa organik. Senyawa – senyawa organik terdiri dari kombinasi
karbon (C), Hidrogen (H), Oksigen (O), Nitrogen (N), dan Phosphat (P)
dalam berbagai bentuk. Senyawa – senyawa organik ini, umumnya terdiri
dari Protein, Karbohidrat, minyak dan lemak yang kesemuanya dinyatakan
dalam parameter BOD dan COD. Kandungan detergen dalam air, dimana
umumnya detergen terbuat dari senyawa ABS (Alkyl Benzen Sulfonat)
atau LAS (Linier Alkyl Sulfonat), dinyatakan dalam konsentrasi parameter
MBAS (Methyline Blue Alkyl Sulfonat ) atau CCE (Carbon Chloroform
Extract).
b. Senyawa Anorganik
Konsentrasi senyawa anorganik di dalam air akan meningkat, baik
karena formasi geologis yang sebelumnya, selama aliran maupun karena
penambahan buangan baru ke dlam aliran tersebut. Konsentrasi unsur
organik juga akan bertambah dengan proses penguapan alami pada
permukaan air. Adapun komponen – komponen anorganaik yang
terpenting dan berpenagruh terhadap air buangan antara lain :
- alkalinitas
- khlorida
- sulfat
- besi
- zeng
- dll.
c. Gas – gas
Gas – gas yang umum terdapat dalam air buangan yang belum
diolah meliputi : N2, O2, CO2, H2S, NH3, CH4. Ketiga gas yang disebut
pertama sebagi akibat kontak langsung dengan udara dan ketiga terakhir
berasal dari dekomposisi zat –zat organik oleh bakteri dalam air buangan.
C. Karakteristik Biologis
56
Kelompok organisme yang terpenting dalam air buangan dibagi menjadi
3 (tiga) yaitu :
1. Kelompok protista
2. Kelompok tumbuh – tumbuhan
3. Kelompok hewan.
a. Pengolahan pendahuluan
Pengolahan pendahuluan Puskesmas Kabuh dilakukan utamanya
pada air limbah yang berasal dari kegiatan, air limbah dari laboratorium
analisa, dan dari ruang laundry akan dikoordinasikan dengan instansi
terkait mengenai penanganan awalnya. Pengolahan pendahuluan untuk air
limbah laboratorium dilakukan secara phisik – kimia yaitu netralisasi,
58
presipitasi dan pertukaran ion. Sedangkan pengolahan pendahuluan
untuk air limbah laundry adalah netralisasi dan pemberian zat kimia
antibusa.
Karena itu perlu sekali kita mengkaji dua aspek awal – kuantitas dan
kualitas sebelum menentukan pilihan teknologi yang akan diterapkan. Dari
kedua hal ini ada beberapa tahapan yang umum digunakan, yaitu :
59
1. Mereduksi volume limbah, yang prinsipnya adalah mengurangi kuantitas
limbah yang dihasilkan.
2. Mereduksi kekuatan/konsentrasi limbah, yang ditujukan untuk
mengurangi kualitas pencemaran.
Jenis pengolahan biologis yang digunakan bergantung pada :
c. Gunakan APD sesuai kebutuhan: sarung tangan RT, masker, pelindung kaki
(bila tumpahan banyak gunakan juga celemek/apron);
G. PENEMPATAN PASIEN
Ruang dengan ventilasi natural yang baik digunakan untuk penempatan dan
perawatan pasien infeksi, khususnya infeksi airborne, yang terpisah dan pasien
non infeksi dan khususnya terpisah dan pasien dengan kondisi
immunocompromise. Penataan ventilasi dapat dilakukan secara alamiah atau
campuran (dibantu sistem fan dan exhaust). Ruangan untuk perawatan pasien
infeksi airborne dipesyaratkan penataan ventilasi dengan pertukaran udara minimal
12 ACH.
Hygiene pernafasan dan etika batuk adalah dua cara penting untuk mengendalikan
penyebaran infeksi di sumbernya. Semua pasien, pengunjung dan petugas
kesehatan hanus direkomendasikan untuk selalu mematuhi etika batuk dan
61
kebersihan pernafasan untuk mencegah ekskresi sekret pernafasan (droplet
nuclei).
Kunci PPI adalah mengendalikan penyebaran patogen dari pasien yang terinfeksi
kepada kontak yang tidak terlindungi. Untuk penyakit yang ditransmisikan melaiui
droplet besar atau droplet nuklei maka etika batuk harus diterapkan kepada semua
individu dengan gejala gangguan pada saluran napas.
4. Cuci tangan dengan menggunakan air bersih mengalir dan sabun atau lakukan
alternatif cuci tangan menggunakan larutan handrub berbasis alkohol;
62
- Tidak melakukan recapping jarum suntik habis pakai.
a. Pemeriksaan berkala
b. Pemberian imunisasi yang pelaksanaannya tergantung pada :
- Resiko ekspos petugas
- Kontak petugas dengan pasien
- Karakteristik pasien Puskesmas
- Dana Puskesmas
c. Pelaporan pajanan dan insiden kecelakaan kerja (tertusuk jarum)
d. Pengobatan dan atau konseling.
a. Kontak
• Kontak langsung
b. Droplet
c. Udara
63
1. Kewaspadaan transmisi kontak
Transmisi kontak tidak langsung terjadi antara orang yang rentan dengan
benda yang terkontaminasi mikroba infeksius di lingkungan seperti instrumen yang
terkontaminasi, jarum, kassa, sarung tangan yang tidak diganti saat menolong
pasien, melalui obat, makanan, melalui mainan anak, dll. Kontak dengan cairan
sekresi pasien terinfeksi dapat ditransmisikan melalui tangan petugas atau benda
mati di lingkungan sekitar pasien.
2. Gunakan sarung tangan besih, tidak perlu steril dan gaun disposable/ reusable
bilamana kontak dengan pasien infeksi kontak.
3. Lepaskan dan proses segera sarung tangan dan gaun pasca pakai perawatan
pasien infeksi kontak secara tepat (dimasukkan limbah medis dan kantong linen
infeksius). Lakukan kebePuskesmasihan tangan segera setelah melepas sarung
tangan.
64
4. Dedikasikan penggunaan peralatan spesifik untuk setiap pasien infeksi kontak
dan selalu membePuskesmasihkan serta mendisinfeksi peralatan yang tidak
disposable sebelum digunakan pasien lain.
5. Hindari menyentuh wajah, mata atau mulut dengan tangan yang memakai atau
tidak memakai sarung tangan sebelum melakukan kebesihan tangan
6. Pasien ditempatkan dalam ruang perawatan yang terpisah atau secara kohorting
dengan pasien lain yang menderita infeksi sejenis (kontak)
7. Minimalkan kontak antar pasien dan batasi gerak pasien keluar ruang perawatan
Pasien dengan infeksi kulit atau mata yang dapat menular misalnya herpes
zoster, impetigo, konjungtivitis, kutu atau infeksi luka lainnya memerlukan penerapan
tindakan pencegahan kontak.
65
bicara, batuk (spontan/akibat induksi), bePuskesmasin, berbagai prosedur yang
dapat menimbulkan aerosol (intubasi endotrakheal, bronkoskopi, suction,
nebulising), fisioterapi dada, resusitasi kardiopulmoner.
1. Cuci tangan sebelum dan setelah merawat pasien, dan segera setelah setiap kali
melepas alat pelindung diri
2. Gunakan masker bedah setiap kali berada dalam jarak 1 meter dengan pasien
3. Pasien ditempatkan dalam ruang perawatan yang terpisah atau secara kohorting
dengan pasien lain yang menderita infeksi sejenis, berjarak antar pasien minimal
1 meter
66
contoh penyakit : TB paru, campak, cacar air, influenza, .Kewaspadaan transmisi
udara direkomendasikan diterapkan pada setiap tindakan yang potensial
menimbulkan aerosol pada pasien infeksi udara
Bila didapatkan infeksi baru atau infeksi yang belum diketahui cara
penularannya, maka direkomendasikan untuk menerapkan kewaspadaan transmisi
udara (merupakan jenis kewaspadaan tertinggi).
1. Cuci tangan sebelum dan setelah merawat pasien, dan segera setelah setiap kali
melepas alat pelindung diri
2. Gunakan respirator partikulat saat memasuki ruang isolasi udara, cek setiap akan
pakai (fit test)
4. Batasi gerak pasien, edukasi etika batuk, pakai masker bila keluar ruang rawat
5. APD : masker bedah (untuk pasien/pengunjung, sarung tangan, gaun, apron (bila
menghadapi cairan dalam jumlah banyak)
6. Pengendalian Lingkungan
a. Cek aliran udara dengan selembar tisu, jaga pintu selalu tertutup
b. Kontrol sistem ventilasi secara teratur (tekanan negatif atau ventilasi natural)
68
Kontak Droplet Udara / Airborne
69
Kontak Droplet Udara / Airborne
70
Kontak Droplet Udara / Airborne
perawatan pasien.
natural, jendela
dibuka lebar
disinfektan menggunakan
disinfektan ; b/p
fogging
2. Kewaspadaan terhadap semua darah dan cairan tubuh ekskresi dan sekresi
dan seluruh pasien untuk meminimalkan risiko transmisi infeksi;
4. Cuci tangan setelah menyentuh bahan infeksius (darah dan cairan tubuh
pasien);
72
6. Pakai sarung tangan saat harus atau mungkin kontak dengan darah dan
cairan tubuh serta bahan yang terkontaminasi. Cuci tangan segera setelah
melepas sarung tangan. Ganti sarung tangan antara pasien;
7. Penanganan limbah feses, urine dan sekresi pasien yang lain dalam lubang
pembuangan yang disediakan, besihkan dan disinfeksi bedpan, urineal, dan
kontainer pasien yang lain;
Bagi pasien dengan penyakit menular melalui udara harus dirawat di ruang
isolasi/kohorting di ruang infeksi airborne untuk mencegah transmisi langsung atau tidak
langsung. Jumlah petugas yang merawat pasien, harus dijaga seminimal mungkin
sesuai dengan tingkat perawatan. Petugas perlu diawasi secara ketat dan hendaknya
berpengalaman dalam pencegahan dan pengendalian infeksi.
Perawatan pasien di ruang isolasi menjadi sulit, jika sumber daya tidak
mencukupi, pasien tidak memiliki kebiasaan menjaga kebePuskesmasihan, sengaja
mencemari lingkungan atau tidak dapat diharapkan bekerjasama dalam menerapkan
tindakan pencegahan infeksi dan transmisi mikroorganisme. Hal ini dapat ditemukan
misalnya pada anak-anak, pasien dengan keadaan mental yang berubah-ubah atau
orang lanjut usia.
73
Untuk perawatan pasien penyakit menular melalui udara di ruang isolasi, petugas
kesehatan perlu mentaati petunjuk sebagai berikut :
74
- Besihkan ruangan pasien secara menyeluruh setiap hari meliputi semua permukaan.
Yakinkan bahwa barang-barang seperti meja pasien, kaki tempat tidur dan lantaI
telah dibesihkan dan didisinfeksi. Sodium hipoklorit 0,5 % dapat digunakan sebagai
disinfektan.
- Masukkan linen bekas pakaI ke dalam kantong linen ketika di dalam ruangan dan
kemudian ke dalam kantong lain ketika sudah di luar ruangan. Kirim segera ke unit
pencucian (laundry) dan tangani sebagai linen terkontaminasi
- Buang semua limbah ke dalam kantong limbah infeksius ketika di dalam ruangan.
Ketika limbah akan dibuang, di luar ruangan masukkan kantong tesebut ke dalam
kantong lain dan kemudian tangani sebagai limbah infeksius
- Besihkan dan desinfeksi urineal dan bedpan sebelum digunakan untuk pasien lain
- Hindari penggunaan disinfektan semprotan
- Besihkan semua peralatan kesihan (mop/lap) setelah setiap penggunaan dengan
disinfektan. Kirim semua peralatan kebesihan tesebut ke laundry untuk dicuci
dengan air panas
- Yakinkan arah aliran udara sesuai dengan standar kewaspadaan transmisi udara
(tekanan negatif, aliran udara dari besih ke kurang besih, perawatan filter HEPA,
pintu tertutup rapat)
- Besihkan peralatan makan dalam air sabun panas
- Untuk informasi lebih lanjut mengenai ruang isolasi, lihat :
Memasuki Ruangan
- Di pintu keluar atau ruang antara (anteroom), lepaskan APD dengan urutan yang
benar
- Sarung tangan: lepas dan buang ke dalam kontainer limbah infeksius
- Kacamata atau pelindung wajah: letakkan di dalam wadah peralatan bekas pakai
- Gaun : dengan tidak memegang bagian luar, masukkan ke dalam tempat cucian
- Cuci tangan dengan air mengalir atau gunakan handrub berbasis alkohol
- Tinggalkan ruangan
75
- Lepaskan respirator dengan memegang elastis di belakang telinga, jangan
memegang bagian depan masker
- Setelah keluar ruangan gunakan kembali handrub berbasis alkohol atau cuci tangan
dengan air mengalir
- Petugas mandi di kamar mandi yang disediakan di ruang ganti sebelum
meninggalkan ruangan dan menggunakan pakaian dari rumah
PANDUAN PPI TB
Pengendalian Administratif
1. Skrining batuk dilakukan saat pasien datang di PUSKESMAS oleh petugas yang
terlatih (UGD, akses rawat jalan);
2. Pasien batuk suspek infeksi langsung diberikan masker, diberikan edukasi etika
batuk dan higiene respirasi, ditempatkan di area tunggu pasien batuk;
76
3. Akses pelayanan pasien suspek TB dikhususkan untuk pelayanan dan diagnosis
cepat:
Pengendalian Lingkungan
2. Pasien rawat inap TB BTA (+) ditempatkan di ruang rawat inap isolasi,
Panduan K3 tentang pemeriksaan kesehatan untuk TB, alur pasca pajanan dan tim
klinik penanganan pasca pajanan infeksi airborne disampaikan secara khusus
terpisah dan Panduan ini. (lihat Panduan K3).
78
BAB IV
1. Tenaga Pelaksana:
a) Pemasangan kateter dilakukan hanya bila perlu saja dan segera dilepas bila
tidak diperlukan lagi. Alasan pemasangan kateter tidak boleh hanya untuk
kemudahan pePuskesmasonil dalam memberi asuhan pada pasien (Kategori
II)
b) Gunakan kateter dengan ukuran yang paling sesuai sehingga aliran urine
lancar dan tidak menimbulkan kebocoran dari samping kateter (Kategori II)
79
c) Cara drainase urine yang lain seperti : kateter kondom, kateter suprapubik,
kateterisasi selang-seling (intermitten) dapat digunakan sebagai ganti
kateterisasi menetap bila memungkinkan (Kategori III).
b) Gunakan semprit besar steril untuk irigasi dan setelah irigasi selesai semprit
dibuang secara aseptik (kategori I)
d) Jika kateter sering tePuskesmasumbat dan harus sering diirigasi (jika kateter
itu sendiri menimbulkan sumbatan), maka kateter harus diganti (kategori II)
a) Bahan pemeriksaan urine segar dalam jumlah kecil dapat diambil dari bagian
distal kateter, atau lebih baik dari tempat pengambilan bahan yang
tePuskesmasedia dan sebelum urine diaspirasi dengan jarum dan semprit
yang steril tempat pengambilan bahan harus didisinfeksi (kategori I)
b) Bila diperlukan bahan dalam jumlah besar maka urine harus diambil dari
kantong penampung secara aseptik (kategori I)
c) Bahan pemeriksaan urine kultur ditampung dalam spuit steril atau tempat
menampung urine (pot) steril untuk segera dibawa ke laboratorium
- Kantong penampung harus selalu terletak lebih rendah dari kandung kemih,
tidak boleh tergeletak/menyentuh lantai (kategori I).
6. Perawatan Meatus
7. Penggantian Kateter
Kateter urine menetap harus dipertimbangkan segera dilepas bila sudah tidak
ada indikasi mutlak; tidak ada rekomendasi harus menggantinya menurut waktu
tertentu/secara rutin (kategori II)
1. Fiksasi kateter urine ke samping (paha) : untuk mengurangi gerakan selang kateter,
mencegah iritasi.
2. Urinee bag selalu digantung di tempat tidur apabila pasien ditempat tidur (posisi
urinee bag harus selalu dibawah bladder) untuk mencegah refluks.
81
5. Strick hand hygiene.
6. Perawatan meatus setiap hari : lakukan hygiene vulva / penis minimal 3 kali sehari.
- Gunakan jenis dan ukuran alat intravaskuler yang berisiko rendah terjadinya
infeksi.
- Kanula plastik boleh digunakan untuk IV line, pemasangan tidak boleh lebih
dari 72 jam (kategori II).
4. Kebesihan tangan
b) Pada umumnya cuci tangan cukup menggunakan sabun dan air mengalir
untuk pemasangan melalui insisi, cuci tangan harus menggunakan sabun
antiseptik (kategori I).
82
a. Protektif barrier precaution selama insemasi dan perawatan kateter IV:
83
b) Bila kanula harus dipertahankan untuk waktu lama, maka setiap 72 jam
kasa /transparant dressing penutup harus diganti dengan yang baru dan steril
(kategori II)
c) Set infus harus diganti sesudah digunakan untuk pemberian darah, produk
darah, atau emulsi lemak (kategori III).
d) Cairan parenteral
9. Kanula Sentral
Pada orang dewasa pemasangan kanula lebih baik pada tungkai atas dan
pada tungkai bawah, bila perlu pemasangan dilakukan di daerah subklavia
atau jugular (kategori I).
b) Kanula sentral harus dipasang dengan teknik aspetik (kategori I). Gunakan
kewaspadaan standar yang tepat saat insePuskesmasi (terdiri atas gaun
khusus, tutup kepala, masker, sarung tangan steril, kain besar/drape steril).
InsePuskesmasi direkomendasikan dilakukan di ruang tindakan.
e) Kanula sentral dipasang melalui vena jugular dan subklavia kecuali digunakan
untuk pemantauan tekanan vena sentral, tidak harus diganti secara rutin
(kategori I).
c) Dressing core dilakukan bila kotor, rusak terbuka atau terlihat tanda-tanda
infeksi.
11. Penggantian komponen sistem intravena dalam keadaan infeksi atau plebitis :
Jika dari tempat insePuskesmasi keluar pus atau terjadi selulitis atau plebitis atau
diduga bakteremia yang berasal dari kanula IV, maka semua sistem harus
dicabut (kategori I).
85
12. Pemeriksaan untuk infeksi yang dicurigai karena pemasangan peralatan
intravena seperti tromboplebitis purulen, bakteriemi, maka dapat dilakukan
pemeriksaan biakan/kultur ujung kanula. Cara pengambilan bahan sebagai
berikut:
d) Jika sistem IV dihentikan oleh karena kecurigaan bakteriemi akibat cairan IV,
cairan harus dibiakkan (kategori II);
e) Jika terbukti bahwa cairan terkontaminasi maka sisa botol dan isinya dengan
nomor lot yang sama dicatat dan tidak boleh dipakai;
86
- Ruangan tempat mencampur cairan parenteral harus memiliki pengatur udara
laminar (Laminar flow hood)(kategori II).
- Sebaiknya dipakai wadah yang berisi cairan dengan dosis tunggal (sekali pakai).
Bila dipakai bahan parenteral dengan dosis ganda (untuk beberapa kali
pemakaian), wadah sisa bahan tePuskesmasebut harus diberi tanda tanggal dan
jam waktu dikerjakan.
- Label wadah harus diperiksa untuk mengetahui kondisi ideal penyimpanan (suhu
kamar atau dalam refrigerator)
1. Kebesihan tangan
4. Seleksi optimal lokasi kateter, men ghindari vena femoral untuk akses kateter vena
sentral pada pasien dewasa
5. Evaluasi setiap hari indikasi pemasangannya dan segera dilepas bila sudah tidak
dibutuhkan
87
BAB V
Pasien memiliki hak untuk mendapatkan pelayanan yang bermutu yang berfokus
pada keselamatan. Untuk itu, maka pasien juga perlu diberi edukasi agar bekerjasama
dengan masyarakat PUSKESMAS mewujudkan standar pelayanan untuk pencegahan
dan pengendalian infeksi.
Pasien selalu diberi edukasi pada setiap orientasi ketika awal dirawat inap.
Edukasi PPI khususnya adalah dalam hal kebesihan tangan. ketertiban membuang
sampah dan etika batuk. Hal lain yang perlu diedukasikan adalah membatasi barang
dari luar PUSKESMAS yang dibawa ke ruangan, jumlah penunggu di ruangan dan
ketertiban jam berkunjung.
Di Rawat Jalan
2. Apabila pengunjung / pasien batuk atau mengalami tanda atau gejala infeksi
pernafasan pada saat berada di ruang pendaftaran direkomendasikan menempati
88
tempat duduk yang telah disediakan khusus pasien batuk dan menggunakan masker
yang sudah disediakan
3. Direkomendasikan pengunjung / pasien batuk untuk duduk pada jarak 1 meter dari
yang lainnya saat menunggu pemeriksaan
Di Rawat inap
3. Pengunjung harus mengikuti prosedur dari PPI dengan menggunakan APD berupa
masker dan gaun (jika diperlukan), apabila kontak langsung dengan pasien
4. Segera melepas APD jika keluar ruangan dan masker dibuang pada limbah infeksius
apabila menggunakan gaun maka ditempatkan pada tempat linen infeksius
89
Pada pasien dengan Isolasi Perlindungan
3. Pengunjung harus mengikuti prosedur dari PPI dengan menggunakan APD berupa
masker, gaun, mengganti alas kaki, membatasi kontak dengan pasien
4. Segera melepas APD jika keluar ruangan; masker dibuang pada limbah infeksius,
gaun dan alas kaki ditempatkan pada tempat yang disediakan
Informasi berupa poster, leaflet, banner, spanduk, teks berjalan, dll. Bentuk media
edukasi disediakan untuk pengunjung PUSKESMAS, ditempatkan di tempat / area
publik PUSKESMAS, dengan prioritas materi:
- Kebersihan tangan;
- Kebersihan lingkungan
Pengantar pasien maupun pengunjung diberikan edukasi saat menunggu di area tunggu
puskesmas melalui program penyuluhan kesehatan masyarakat puskesmas yang
dikoordinasikan Tim PPI puskesmas.
90