http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/geoimage
Abstract
___________________________________________________________________
Kedungsepur is stipulated in Provinsi Jawa Tengah as the National Activity Center based on RTRW, the
development requiring spatial interaction and spreading of the base sector between cities: Kendal Regency,
Demak Regency, Semarang Regency, Salatiga City and Grobogan Regency. The objectives of this research are:
(1) knowing the sector trends which are the basis in each district / city in Kedungsepur, (2) analyzing connectivity
between regions in Kedungsepur, (3) knowing potential locations for optimizing spatial interactions between
regions in Kedungsepur. The method used is the analysis of LQ (Location Quotient) during 2015 - 2019,
connectivity index, accessibility index and location determination using Gravity model analysis and breaking
point theory. The results show that the base sector in Kedungsepur has a tendency for different sectors in its
districts in the past five years. Regional connectivity shows that Kedungsepur is a developed region. Potential
locations in Kedungsepur based on the analysis and calculation results of the breaking point theory are Kendal
Regency in Kendal District, Singorojo District, Boja District and Limbangan District; Demak Regency on the
border between Demak District and Wonosalam District; Semarang Regency in Ungaran Barat District;
Semarang City in Banyumanik District; and Grobogan Regency in Purwodadi District.
Alamat korespondensi: ISSN 2252-6285
Gedung C1 Lantai 2 FIS Unnes
Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang, 50229
E-mail: geografiunnes@gmail.com
74
Nur ‘Izzatul Hikmah / Geo Image 10 (1) (2021)
Tabel 1. PDRB Per Kapita Wilayah Kedungsepur Tahun 2017 dalam Rupiah.
Kabupaten / Kota PDRB Per Kapita Persentase
Kedungsepur yang telah ditetapkan dalam lahan yang menjadi potensi dalam arahan
RTRW Provinsi Jawa Tengah sebagai Pusat pengembangannya dan akan mendapatkan
Kegiatan Nasional (PKN) dalam keuntungan jika terjadi peningkatan
pengembangannya membutuhkan interaksi pengembangan (Giyarsih, 2012). Tujuan dari
keruangan dan penyebaran sektor basis antar penelitian ini adalah: (1) Menganalisis
Kota-Kabupaten agar tidak terjadi ketimpangan kecenderungan sektor yang merupakan basis di
yang berat antara Kota inti yaitu Kota Semarang masing-masing kabupaten/kota di Kedungsepur.
dengan Kabupaten – Kota hinterland nya yaitu (2) Menganalisis konektivitas antar wilayah
Kabupaten Kendal, Kabupaten Demak, dengan mempertimbangkan aktivitas manusia di
Kabupaten Semarang, Kota Salatiga dan Kedungsepur. (3) Mengetahui lokasi potensial
Kabupaten Grobogan. Keruangan antar wilayah untuk optimalisasi interaksi keruangan antar
Kedungsepur memiliki ketersediaan cadangan wilayah di Kedungsepur.
75
Nur ‘Izzatul Hikmah / Geo Image 10 (1) (2021)
METODE 𝑒
𝛽=
𝑣
Penelitian ini adalah penelitian deskriptif Keterangan :
kuantitatif dengan metode analisis data sekunder β = Indeks Konektivitas
untuk mengetahui arahan pengembangan e = Jumlah Jaringan Jalan yang
wilayah di Kedungsepur. Hal pertama yang menghubungkan Kabupaten / Kota
dilakukan dalam penelitian ini didasarkan pada v = Jumlah kota dalam satu wilayah.
ketimpangan wilayah di Kedungsepur yang
dianalisis menggunakan Indeks Williamson Kriteria nilai indeks konektivitas (Beta)
(Muta’ali, 2015). (Muta’ali, 2015) adalah jika > 1 maka
2
menunjukkan advanced economies (wilayah maju),
√∑ (𝑌𝑖 − 𝑌) 𝑓𝑖 sedangkan jika nilai < 1 maka menunjukkan
𝑛
𝐼𝑊 =
𝑌 backward economies (wilayah terbelakang dan
belum berkembang). dan analisis indeks
Keterangan: aksesibilitas:
Yi = PDRB Per kapita Kabupaten / Kota di 𝑑𝑖𝑗
𝑎=
Kedungsepur, 𝑑𝑗
Y = PDRB Per kapita rata-rata Provinsi Keterangan :
JawaTengah, a = Indeks Aksesibilitas
fi = Jumlah penduduk Kabupaten / Kota di Dij = Jarak terdekat wilayah Kota inti (Kota
Kedungsepur dan Semarang) menuju wilayah kota di
n = Jumlah penduduk Provinsi Jawa Tengah. sekitarnya/hinterland (Kedungsepur selain
Kota Semarang).
dengan kriteria ketimpangan Wilayah Dj = Rata-rata jarak menuju Kota inti (Kota
(IW) : < 0.35 = Ringan, 0.35 – 0.50 = Sedang, Semarang).
dan > 0.5 = Berat. Tujuan penelitian yang akan (3) Menentukan lokasi yang dapat
dicapai yaitu (1) Mengoptimalkan memberikan kesempatan antara (intervening
keberlangsungan sektor yang merupakan basis di opportunity) antar wilayah di Kedungsepur
masing-masing kabupaten/kota di Kedungsepur menggunakan Model Gravitasi :
mengunakan analisis Location Quotient, 𝑀1 × 𝑀2
Iij =
𝑋𝑖𝑗⁄ (𝐽1×2 )2
𝑋𝑖
LQij =
𝑅𝑉𝑗⁄ Keterangan :
𝑅𝑉 Iij = Interaksi antara Kota inti (Kota
Keterangan: Semarang) dan Kota Kota hinterland
LQij = Indeks Koefisien Location Quotient sektor i (Kendal, Demak, Ungaran, Kota Salatiga
di Kabupaten/Kota Kedungsepur, dan Purwodadi).
Xij = PDRB sektor i di Kabupaten/Kota M1 = Masa wilayah Kota inti (Jumlah
Kedungsepur penduduk Kota Semarang).
Xi = PDRB sektor i di Jawa Tengah, M2 = Masa wilayah Kabupaten / Kota
RVj = Total PDRB di Kabupaten/Kota hinterland (Kendal, Demak, Ungaran, Kota
Kedungsepur, Salatiga dan Purwodadi).
RV = Total PDRB di Jawa Tengah J = Jarak antar wilayah kota inti yaitu Kota
Semarang dan Kota hinterland
dengan kriteria LQ> 1 = Sektor basis
dan unggulan, LQ< 1 = Sektor non basis dan Klasifikasi aksesibilitas dan interaksi
non unggulan, LQ = 1 = Sektor seimbang dengan antara kota inti dengan kabupaten – kota
wlayah acuan. (2) Meningkatkan transfer hinterland di Kedungsepur dilakukan dengan
keruangan antar wilayah di Kedungsepur menentukan tiga tingkatan klasifikasi. Penentuan
menggunakan analisis indeks konektivitas :
76
Nur ‘Izzatul Hikmah / Geo Image 10 (1) (2021)
klasifikasi aksesibilitas dan interaksi antar Kedungsepur selama lima tahun terakhir (2015 –
kabupaten kota di Kedungsepur yaitu terdiri dari 2019).
aksesibilitas dan interaksi klasifikasi tinggi, Penelitian berfokus pada identifikasi
sedang dan rendah. Hal ini diukur melalui arahan pengembangan wilayah di Kedungsepur
formulasi interval antar kelas sebagai berikut dalam rangka mengatasi ketimpangan wilayah
(Hikmah, 2018): antar Kawasan Hinterland dan Kota Inti. Konsep
(𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑡𝑒𝑟𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 − 𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑇𝑒𝑟𝑒𝑛𝑑𝑎ℎ) pengembangan wilayah di Indonesia
𝐼=
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑘𝑒𝑙𝑎𝑠 berlandaskan pada beberapa teori yang meliputi
dan teori titik henti (breaking point) dalam konsep bongkar pasang pengembangan wilayah
menentukan lokasi potensial menggunakan (Hariyanto dan Tukidi, 2007).
formulasi sebagai berikut. Sejalan dengan konsep tersebut maka
arahan pengembangan wilayah yang penulis
lakukan untuk Perkotaan Kedungsepur akan
didasari kajian tentang sektor basis di
Kedungsepur, konektivitas, interaksi dan
Keterangan :
aksesibilitas di Kedungsepur sehingga di
DAB = Jarak titik henti .
dapatkan arahan lokasi yang potensial untuk
dAB = Jarak wilayah A dan B.
pengembangan wilayah ataupun untuk
PA = Jumlah penduduk kota A. pembangunan kawasan industri yang baru. Hal
PB = Jumlah penduduk kota B.
pertama yang dapat dilakukan dalam
pengembangan wilayah di Kedungsepur adalah
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
dengan mengidentifikasi sektor unggulan pada
wilayah ini. Sektor unggulan adalah sektor yang
Kedungsepur sebagai salah satu wilayah
memiliki keunggulan dan kemampuan yang
Pusat Kegiatan Nasional sekaligus suatu
tinggi sehingga bisa dijadikan harapan dalam
kawasan yang memiliki fungsi khusus dalam
pengembangan wilayah (Robingatun, dkk, 2014).
pengembangan wilayah perkotaan, ternyata
Kecenderungan sektor basis tersebut dapat dilihat
menunjukkan kesenjangan dan ketimpangan
pada tabel berikut.
wilayah antar Kabupaten / Kota yaitu sebesar
Setelah kecenderungan sektor basis di
0.68 (Olah data Penulis, 2020) yang didapat
Kedungsepur diketahui, kemudian dilakukan
melalui perhitungan Indeks Williamson. Angka
perhitungan mengenai konektivitas antar
tersebut menunjukkan kondisi Kedungsepur
Kabupaten – Kota di Kedungsepur menggunakan
termasuk kedalam kriteria kesenjangan berat
analisis indeks konektivitas (indeks beta).
yang dialami antar Kabupaten-Kotanya. Hasil
Semakin tinggi nilai indeks maka semakin
analisis perhitungan Indeks Williamson
banyak jaringan jalan terhubung antar kabupaten
mengenai kesenjangan wilayah di Kedungsepur
– kota., sedangkan jika Hasil dari Konektivitas
pada tahun 2019 menunjukkan bahwa
antar wilayah di Kedungsepur menunjukkan
Kedungsepur memerlukan suatu arahan
bahwa Kedungsepur merupakan wilayah maju.
pengembangan, dimana sektor – sektor basis atau
Kabupaten – Kota di Kedungsepur memiliki
unggulan di Kedungsepur harus dikembaangkan
kriteria nilai indeks Beta > 1, yang berarti
dengan lebih baik sehingga distribusi dari potensi
bahwa indeks ini menyatakan bahwa
setiap daerah bisa terbagi dengan rata. Maka dari
Kedungsepur merupakan advanced economies
itu penulis melakukan analisis perhitungan sektor
(wilayah maju). Selengkapnya nilai indeks
basis di Kedungsepur menggunakan indeks
konektivitas wilayah di Kedungsepur adalah
Location Quotient (LQ) untuk mengetahui
sebagai berikut.
kecenderungan sektor yang menjadi basis di
77
Nur ‘Izzatul Hikmah / Geo Image 10 (1) (2021)
78
Nur ‘Izzatul Hikmah / Geo Image 10 (1) (2021)
Selain sektor basis, konektivitas dan bergerak apabila terdapat prospek pekerjaan
aksesibitas antar Kabupaten – Kota di (gaji) yang lebih baik, alasan lainnya dalam
Kedungsepur, interaksi antara kota inti dengan bentuk sosial, seperti kurangnya pelayanan sosial
kabupaten – kota hinterland di Kedungsepur juga yang miskin dan kurangnya kebebasan individu
mempengaruhi arahan pengembangan wilayah (Mustafa, dkk, 2018).
di Kedungsepur. Interaksi merupakan suatu Pergerakan manusia yang merupakan
proses yang sifatnya timbal balik dan salah satu bentuk interaksi yang juga dapat
mempunyai pengaruh terhadap perilaku dari diketahui pola distribusi keruangan perkotaan
pihak - pihak yang bersangkutan melalui kontak (Indrayati, 2010b; Indrayati, 2011b; Falah dan
langsung (Roucek, 1963). Pendapat yang berbeda Indrayati, 2019) antar wilayah juga terjadi di
berdasarkan geografi perkotaan menurut Short Kedungsepur. Kota Semarang sebagai kota inti
(1984), mengemukakan bahwa interaksi yang menjadi pusat tujuan Kabupaten – Kota di
merupakan sistem perkotaan dan tatanan dari sekitarnya (hinterland) yaitu Kabupaten Kendal,
kota - kota kecil melalui aliran manusia, Kabupaten Demak, Kabupaten Semarang, Kota
barang dan gagasan. Hal ini dapat disebut Salatiga dan Kabupaten Grobogan untuk
sebagai dinamika sistem perkotaan yang melakukan interaksi. Hal ini disebut sebagai daya
merupakan sistem pergerakan manusia pada tarik (gravitasi) yang dihitung berdasarkan
suatu area dalam melakukan aktivitasnya, jumlah penduduk dan jarak antar wilayah di
sebagai contoh yaitu perjalanan belanja dan Kedungsepur.
perjalanan ke tempat kerja. Perhitungan nilai interaksi menggunakan
Selain itu aktivitas pergerakan manusia formulasi model gravitasi, dimana semakin tinggi
juga berpengaruh pada pola persebaran nilai interaksi, maka semakin tinggi pula
keruangan, transportasi (angkutan umum) dan pergerakan manusia dari dan menuju kota inti
daya lahan pada suatu fasilitas kependudukan (Fachrurrizal dan Hayati, 2014). Hal ini juga
perkotaan (Umam, dkk, 2012; Febrianto, dkk, berlaku pada nilai interaksi keruangan di
2017; Rofiatul, dkk, 2018). Hal ini juga berlaku Kedungsepur dengan Kota Semarang sebagai
pada kawasan perkotaan Kedungsepur, dimana kota inti. Klasifikasi interaksi Kabupaten / Kota
transportasi mempengaruhi aktivitas pergerakan (hinterland) di Kedungsepur terhadap Kota
manusia. Fakta menunjukkan bahwa pada Semarang (kota inti) menunjukkan Kabupaten
umumnya alasan pergerakan manusia adalah Semarang memiliki interaksi yang tertinggi
alasan ekonomi dimana penduduk cenderung dengan Kota Semarang, Kabupaten Kendal dan
79
Nur ‘Izzatul Hikmah / Geo Image 10 (1) (2021)
Tabel. 5. Nilai dan klasifikasi interaksi Kabupaten / Kota (hinterland) di Kedungsepur terhadap Kota
Semarang (kota inti) Tahun 2019.
Kabupaten / Kota Jumlah Jarak ke Nilai Interaksi Klasifikasi
Penduduk Kota Inti (I)
(Jiwa) (km)
1. Kab. Kendal 971.086 25 704.662.729,38 Sedang
2. Kab. Demak 1.162.805 27 723.407.468,64 Sedang
2. Kab. Semarang 1.053.786 15 2.124.093.022,73 Tinggi
4. Kota Salatiga 194.084 39 57.871.420.98 Rendah
5. Kab. Grobogan 1.377.788 56 199.255.340.30 Rendah
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah 2020 (diolah, 2020)
Setelah sebelumnya dilakukan sebagai Kota Inti di Kedungsepur mempunyai
perhitungan Location Quotient (LQ), konektivitas, batas jangkauan terhadap kawasan lainnya
aksesibilitas dan interaksi antar wilayah (Kabupaten Kendal, Kabupaten Demak,
Kedungsepur, kemudian dilakukan perhitungan Kabupaten Semarang, Kota Salatiga dan
menggunakan formulasi teori titik henti yang Kabupaten Grobogan) yang disebut titik henti.
dapat menentukan lokasi potensial di Kabupaten / Kota Hinterland di Kedungsepur
Kedungsepur. Penentuan lokasi potensial berpengaruh pada jarak tertentu dari pusat kota
menggunakan analisis titik henti bertujuan untuk (Kota Semarang).
menetapkan batas pengaruh antar pusat Berdasarkan hasil perhitungan teori titik
pertumbuhan dari kota Inti di Kedungsepur yaitu henti didapat beberapa titik lokasi potensial yang
Kota Semarang terhadap daerah sekitarnya dapat dilihat pada tabel 6 dan gambar di lampiran
termasuk terhadap kota lain yang lebih kecil 2 untuk dilakukan pengembangan wilayah di
(hinterland) yaitu Kabupaten Kendal, Kabupaten Kedungsepur dengan Kota Semarang sebagai
Demak, Kabupaten Semarang, Kota Salatiga dan kota inti dan Kabupaten – Kota lainnya berikut.
Kabupaten Grobogan. Pengaruh Kota Semarang
Tabel 6. Tititk Henti Kabupaten – Kota Hinterland di Kedungsepur dari Pusat Kota (Kota Semarang).
Kabupaten / Kota Jumlah Penduduk Jarak ke Titik Henti
(Jiwa) Kota Inti (km) (Km)
1. Kab. Kendal 971.086 25 21.13
2. Kab. Demak 1.162.805 27 24.01
2. Kab. Semarang 1.053.786 15 12.98
4. Kota Salatiga 194.084 39 19.22
5. Kab. Grobogan 1.377.788 56 52.15
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah 2020 (diolah, 2020).
Berdasarkan penelitian sebelumnya Ungaran-Salatiga, dan Koridor Semarang-
wilayah rencana pengembangan yang cukup Purwodadi (Martono, 2008; Minnatika dan
potensial adalah Koridor Semarang-Kendal, Indrayati, 2019).
Koridor Semarang-Demak, Koridor Semarang-
80
Nur ‘Izzatul Hikmah / Geo Image 10 (1) (2021)
81
Nur ‘Izzatul Hikmah / Geo Image 10 (1) (2021)
Falah, Jhonata, dan Ariyani Indrayati. 2019. "Sebaran “Keterkaitan Antar Sektor Ekonomi Dan
Keruangan dan Respon Warga Kota terhadap Antar Daerah Di Wilayah Kedungsepur.”
Layanan Online Smart Living menuju Minnatika, Nella. dan Indrayati, Ariyani. 2019.
Semarang Smart City Tahun 2018." Prosiding 'Transformasi Spasial Pada Koridor Perkotaan
Seminar Nasional Geografi UMS X 2019. Kedungsepur. Geo-Image.
Febrianto, Wimas Hasan, Saptono Putro, dan Mustafa, Arnisa, Murshal Manaf, dan Agus Salim.
Hariyanto. 2017. “Trayek Angkutan Umum 2018. “Interaksi Keruangan Kawasan
Untuk Mengoptimalkan Interaksi Desa Kota Perkotaan Tanete Dan Implikasinya Terhadap
Di Kabupaten Boyolali.” Geo Image 6(1). Pelayanan Transportasi Spatial Interaction of
Giyarsih, Sri Rum. 2012. “Koridor Antar Kota Sebagai Urban Tanete Areas and Its Implications for
Penentu Sinergisme Spasial: Kajian Geografi Transportation Services.” PBUP 1(1): 1–9.
Yang Semakin Penting.” Tatalokal 14(2): 90– Muta’ali, Luthfi. 2015. Teknik Analisis Regional
97. Untuk Perencanaan Wilayah, Tata Ruang dan
Hadi, Prayoga Luthfil, Tri Basuki Joewono, dan Lingkungan. Yogyakarta: Badan Penerbit
Wimpy Santosa. 2013. “Aksesibilitas Menuju Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada.
Fasilitas Kesehatan Di Kota Bandung.” Jurnal Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 6
Transportasi 13(3): 213–22. Tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang
Hariyanto, dan Tukidi. 2007. ‘Konsep Pengembangan Wilayah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2009 –
Wilayah dan Penataan Ruang Indonesia di Era 2029
Otonomi Daerah’. Dalam Jurnal Geografi. Robingatun, Rahma Hayati, dan Ariyani Indrayati.
Vol.4 No.1. Hal. 1-10. 2014. “Daya Saing Wilayah Dan Sektor
Hikmah, Nur ‘Izzatul. 2018. “Local Wisdom of Unggulan Sebagai Penentu Pusat
Farmers on The Northern Slopes of Ungaran Pertumbuhan Baru Orde II Di Kabupaten
Mountain to Reduce Erosion on Agricultural Purworejo.” Geo Image 3(1).
Land.” Advances in Social Science, Education Rofiatul, Ulya Meiliana, Hariyanto, dan Putro
and Humanities Research (ASSEHR) Saptono. 2018. "Tingkat Kebutuhan Penduduk
313(ICoRSIA 2018): 290–93. Terhadap Angkutan Umum Perkotaan di
Indrayati, Ariyani. 2010. Studi manajemen Kecamatan Purwodadi Kabupaten
infrastruktur perkotaan berbasis komunitas, Grobogan." Geo-Image 7(1): 54-62.
kasus manajemen MCK komunal di bantaran Roucek, Joseph S. 1963. “Changing Concepts and
sungai Kota Yogyakarta (Doctoral Recent Trends in American Educational
dissertation, Universitas Gadjah Mada). Sociology.” Revista Internacional de
Indrayati, Ariyani. 2011. Pola Distribusi Keruangan Sociología 21: 217.
MCK Komunal dan Hubungannya dengan Sanditia, Eka Mayang, Whinarko Juliprijanto, dan
Kawasan Kumuh di Perkotaan Rusmijati. 2017. “Analisis Disparitas
Yogyakarta. Jurnal Geografi: Media Informasi Pendapatan Per Kapita Dengan Pendekatan
Pengembangan dan Profesi Kegeografian, 8(1), Sektoral Antar Wilayah Kedungsepur Tahun
54-63. 2010-2017.” DINAMIC: Directory Journal of
Martono, Primasto Ardi. 2008. Tesis Pascasarjana Economic 1: 168–81.
Magister Program Teknik Pembangunan Short, J.R. 1984 An Intriduction to Urban
Wilayah dan Kota Universitas Diponegoro Geoghraphy. London: Routladge and Kegen
Paul.
82
Nur ‘Izzatul Hikmah / Geo Image 10 (1) (2021)
83
Nur ‘Izzatul Hikmah / Geo Image 10 (1) (2021)
84