Anda di halaman 1dari 17

FAKTOR PENENTU IMPLEMENTASI PROGRAM KAMPUNG TEMATIK DI

KAMPUNG JAJANAN TRADISIONAL DAN KAMPUNG JAHE


KOTA SEMARANG

Ravi Fauzan Ashar, Hartuti Purnaweni


Departemen Administrasi Publik
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Diponegoro
Jl. Prof H. Soedarto, S.H Tembalang Semarang Kotak Pos 1269
Telepon (024) 7465407 Faksimile (024) 7465405
Laman : http://fisip.undip.ac.id email fisip@undip.ac.id

Abstrak

Penelitian ini bertujuan menganalisa faktor-faktor yang menentukan keberhasilan dalam Implementasi
Program Kampung Tematik di Kampung Jajanan Tradisional dan Kampung Jahe Kota Semarang,
dengan menggunakan penggabungan 2 teori model implementasi yaitu George C. Edwards III dan
Merilee S. Grindle. Penelitian ini merupakan kualitatif deskriptif dengan locus penelitian di Kampung
Jajanan Tradisional, Kelurahan Pudak Payung dan Kampung Jahe, Kelurahan Pleburan, Kota
Semarang. Informan yang digunakan adalah Kepala Sub Bidang Perencanaan Sosial Badan
Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Semarang, Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) Jawa Tengah, Staf
Kelurahan Pudak Payung, Staf Kelurahan Pleburan, Kelompok Masyarakat di Kampung Jajanan
Tradisional Kelurahan Pudak Payung, dan Ketua RW 02 Kelurahan Pleburan. Jenis data: data primer
dan sekunder dengan teknik pengumpulan data: wawancara, observasi, dan studi dokumentasi.
Analisis dan Interpretasi Data dilakukan melalui Reduksi Data, Display Data, dan Pengambilan
Keputusan dan Verifikasi. Teknik penguji keabsahan data adalah teknik triangulasi. Hasil dari
penelitian menunjukan faktor penentu implementasi kampung tematik ini adalah: Faktor komunikasi
berjalan dengan baik, perubahan kondisi ekonomi sosial dan budaya ke arah yang lebih baik,
meningkatnya kesejahteraan masyarakat, dan keberhasilan dari peran yang dimiliki oleh seluruh
sumber daya yang dikerahkan dilaksanakan dengan baik. Saran yang dapat diberikan: Komunikasi
harus terus dijaga, jenis manfaat harus diselaraskan, mengadakan kembali kerjasama dan kepatuhan
dan responsivitas para pemangku kepentingan yang sudah baik harap dapat dipertahankan.

Kata kunci : Faktor Implementasi, Kampung Tematik, Keberlanjutan

Abstract
This study analyzes the factors that determine success in the Thematic Village Implementation
Program in the Kampung Traditional Snacks and Ginger Village in Semarang City, using a
combination of two implementation model theories namely George C. Edwards III and Merilee S.
Grindle. This research is a qualitative descriptive study in Traditional Snack Village, Pudak Payung
Village and Kampung Jahe, Pleburan Village, Semarang City. The informants used were the Head of
the Social Planning Sub-Division of Semarang City Regional Development Planning Agency, Central
Java Indonesian Architects Association (IAI), Staff of Pudak Payung Village, Pleburan Village Staff,
Community Groups in Traditional Hawaiian Village Pudak Payung Village, and Chairperson of RW
02 Pleburan Village . Data types: primary and secondary data with data collection techniques:
interviews, observation, and documentation studies. Data Analysis and Interpretation is done through
Data Reduction, Data Display, and Decision Making and Verification. The technique of testing the
validity of data is the triangulation technique. The results showed that the determinants of the
implementation of this thematic village were: Communication factors went well, social and cultural
economic changes in a better direction, encouraged the welfare of the community, and won from the
role allocated by well-done resources. Suggestions that can be given: Communication must be
maintained, the types of benefits must be harmonized, cooperation will be held again, and the
stakeholders' responses and responsibilities that are already good are expected to be carried out.

Keywords: Implementation Factors, Thematic Village, Sustainability


2

A. PENDAHULUAN tercatat seluas 40 hektar atau lebih banyak


Peningkatan kesejahteraan dari Kota Medan dengan luasan 31 hektar,
masyarakat yang paling utama dilakukan meskipun lebih kecil dari Surabaya yang
adalah dengan pemenuhan kebutuhan mencapai 59 hektar.1
dasar masyarakat oleh pemerintah, seperti Kota Semarang yang merupakan
kesehatan, pendidikan, rumah tinggal, dan ibu kota Provinsi Jawa Tengah memiliki
sebagainya. Namun selain itu, peningkatan keunggulan sebagai daerah pusat
kesejahteraan masyarakat juga diupayakan perekonomian. Hal ini menimbulkan daya
pemerintah dalam membentuk suatu tarik bagi masyarakat yang akan mencari
masyarakat yang mandiri. Sehingga penghasilan di Kota Semarang. Daya tarik
muncul program-program pembangunan Kota Semarang sebagai pusat
dari pemerintah pusat ataupun daerah perekonomian di Jawa Tengah juga
dengan memanfaatkan masyarakat sebagai menjadi penyebab banyaknya permukiman
subjek dan objek pembangunan di kumuh di Kota Semarang. Permasalahan
daerahnya dengan berdasarkan aspek penyediaan permukiman serta
kearifan lokal (Local Wisdom) yang permasalahan kemiskinan dan tingginya
dimiliki oleh setiap daerah. laju pertumbuhan penduduk merupakan
Kota Semarang sebagai Ibu Kota permasalahan yang seakan tidak akan
dari Provinsi Jawa Tengah juga sedang terlepaskan dari kehidupan perkotaan.
giat-giatnya melaksanakan pembangunan Berdasarkan data BPS Kota Semarang,
disegala bidang. Keberadaan 16 kecamatan angka kepadatan penduduk di Kota
dan 177 kelurahan di Kota Semarang Semarang selalu mengalami peningkatan
memunculkan berbagai permasalahan, setiap tahunnya, yang pada tahun 2016
seperti permukiman kumuh yang ada pada mencapai angka 4.289 Jiwa/Km2. 2
titik-titik tertentu di Kota Semarang. Atas dasar permasalahan diatas
Terlebih letak morfologi Kota Semarang maka, Pemkot Semarang menanggapi
yang memiliki banyak perbukitan dan di permasalahan kemiskinan dan banyaknya
perbukitan tersebut banyak permukiman permukiman kumuh di Kota Semarang
kumuh, sehingga menambah kesan kumuh dengan membuat program dengan
dan tidak nyaman dipandang. Berdasarkan
1
(http://biz.kompas.com/read/2017/05/03/19300981/
data ep emen eke j n Um m, Kota kota.semarang.contoh.penanganan.kawasan.kumuh
Semarang masih masuk dalam 10 kota )
2
dengan kawasan kumuh terbesar di (https://semarangkota.bps.go.id/dynamictable
/2015/04/23/5/kepadatan-penduduk-di-kota-
Indonesia. Pada saat itu daerah kumuh semarang-2012--2016.html)
3

menggunakan pendekatan bottom-up, Sejak program Kampung Tematik


yakni melalui program Kampung Tematik. ini dijalankan oleh Pemerintah Kota
Masa pemerintahan Hendrar Prihadi- Semarang pada akhir tahun 2016, regulasi
Hevearita Gunaryanti Rahayu (2016- yang mengatur tentang program kampung
2021), Pemkot Semarang memiliki tematik masih berupa Standard Operating
program pengentasan kemiskinan melalui Procedure (SOP) tentang Petunjuk
Gerbang Hebat, singkatan dari Gerakan Pelaksanaan Kampung Tematik.
Bersama Penanggulangan Kemiskinan dan Kemudian barulah pada tahun 2018
Pengangguran Melalui Harmonisasi disahkan dalam bentuk peraturan walikota
Ekonomi, Edukasi, Ekosistem, Etos yakni Perarutan Walikota Semarang
3
Bersama Masyarakat. Nomor 22 tahun 2018 tentang Petunjuk
Kampung Tematik merupakan Pelaksanaan Kampung Tematik. Perwal
salah satu inovasi Pemerintah Kota tersebut berisikan mengenai petunjuk
Semarang untuk mengatasi permasalahan pelaksanaan pembentukan program
kemiskinan dan pengentasan permukiman kampung tematik mulai dari tahap
kumuh dengan melibatkan peran perencanaan program, pelaksanaan
masyarakat secara aktif melalui program hingga monitoring dan evaluasi.
pemaksimalan potensi yang dimiliki oleh Seluruh tahapan tersebut harus dilakukan
kampung tersebut. Namun seiring oleh wilayah yang ingin mengajukan untuk
berjalannya waktu program kampung mengikuti program kampung tematik.
tematik berkembang menjadi program Keberadaan Kampung Tematik di
yang membuka kesempatan bagi wilayah Kota Semarang sudah semakin banyak dan
untuk dapat memperbaiki permasalahan beragam yang berdasarkan potensi atau
lain yang dialami oleh wilayahnya, baik ciri khas yang dimiliki suatu kampung.
dalam segi ekonomi,infrastruktur, sosial Dilansir situs resmi Pemkot Semarang
dan budaya. Melalui program kampung sudah ada 32 kampung tematik yang
Tematik ini, Pemerintah Kota Semarang tersebar di 16 kecamatan di Kota
mewajibkan seluruh kecamatan di Kota Semarang. Ke-32 kampung itu memiliki
Semarang untuk membuat minimal 2 (dua) tema Kampung Tematik yang berbeda-
kampung Tematik dengan tema yang beda. Bekerjasama dengan Ikatan Arsitek
berbeda. Indonesia (IAI) Jawa Tengah melalui
program Arsitek Masuk Kampung (AMK),
3
(http://semarangkota.go.id/berita/read/7/berit
yang menempatkan 2 orang personel IAI
a-kota/1368/gerbang-hebat-program-
pengentasan-kemiskinan-dan-pengangguran)
4

pada tiap Kecamatan di Kota Semarang Misi Pemkot Semarang menjadi Kota
untuk membantu wilayah dari pemetaan bebas kumuh di tahun 2019 diharapkan
potensi, penyusunan perencanaan hingga dapat tercapai.
pendampingan pelaksanaan program Dalam penelitian akan diambil 2
kampung tematik. Adapun proses lokus penelitian yakni di Kampung Jajanan
pentahapan yang telah disusun oleh Tradisional, Kelurahan Pudak Payung dan
Pemkot Semarang dalam juga Kampung Jahe, Kelurahan Pleburan,
mengimplementasikan program kampung Kota Semarang, dengan melakukan studi
tematik di setiap kelurahan di Kota perbandingan terhadap implementasi
Semarang sebagai berikut: program kampung tematik di kedua
kampung tersebut dan menganalisis lebih
Tabel 1.1
Pentahapan Program Kampung mendalam mengenai faktor penentu
Tematik keberhasilan selama kedua kampung
NO Tahun Jumlah
tersebut dijadikan sebagai kampung
1 2016 32 Kampung
2 2017 80 Kampung tematik. Kedua Kampung ini merupakan
3 2018 65 Kampung kampung yang dijadikan sebagai
Total 177 Kampung perwujudan program kampung tematik di
Sumber: Bappeda Kota Semarang 2017 Kota Semarang sejak tahun 2016.
Berdasarkan tabel di atas, pada
tahun 2016 program kampung tematik B. KAJIAN TEORI
sudah diimplementasikan di 32 kelurahan
Administrasi Publik
atau kampung di seluruh Kota Semarang.
Chandler dan Plano yang
Proses pentahapan pembangunan kampung
mengatakan bahwa administrasi publik
tematik pada tahun 2017 juga telah
adalah proses dimana sumber daya dan
dibangun sebanyak 80 Kampung.
personel publik diorganisir dan
Selanjutnya, tahun 2018 menjadi tahun
dikoordinasikan untuk memformulasikan,
pentahapan pembangunan kampung
mengimplementasikan, dan mengelola
tematik terakhir dengan target sebanyak 65
(manage) keputusan-keputusan dalam
kampung tematik, dan ditargetkan di akhir
kebijakan publik (Keban, 2004:3).
tahun 2018 jumlah total
Chandler dan Plano menjelaskan bahwa
kelurahan/kampung yang
administrasi publik merupakan seni dan
mengimplementasikan program kampung
ilmu yang bertujuan untuk mengatur dan
tematik sudah sejumlah 177
Kelurahan/kampung. Dengan demikian,
5

melaksanakan berbagai tugas yang 5 Paradigma Kelima, administrasi


Negara sebagai ilmu administrasi
ditentukan.
Negara.
Lembaga Administrasi Negara
Bidang Ilmu Administrasi Publik
Republik Indonesia mendefiniskan
memiliki dua cabang ilmu atau konsentrasi
administrasi publik sebagai seluruh
yaitu kebijakan publik dan manajemen
penyelenggaraan yang dilakukan
publik. Manajemen publik memiliki fokus
pemerintah Indonesia dengan
pada internal organisasi pada sektor
memanfaatkan dan mendayagunakan
publik, yakni bagaimana mengatur
segala kemampuan yang ada demi
organisasi publik bekerja dengan optimal
tercapainya tujuan nasional dan
untuk mencapai tujuan. Sedangkan
terlaksananya tugas pemerintah Republik
kebijakan publik berfokus pada proses-
Indonesia sesuai dengan Undang-Undang
proses pembuatan keputusan yang
Dasar 1945. (Ibrahim, 2008:16). Dengan
digunakan untuk memecahkan
kata lain, administrasi publik dapat
permasalahan pada sektor publik.
dipahami sebagai proses perumusan dan
pelaksanaan kebijaksanaan pemerintah Kebijakan Publik
dalam menjalankan kekuasaan politiknya, Carl I. Friedrick yang
yang dikoordinasikan dan diorganisir oleh mendefinisikannya sebagai serangkaian
sumber daya yang ada dengan tujuan tindakan yang diusulkan seseorang,
menghasilkan kebijakan publik yang kelompok atau pemerintah dalam suatu
responsif terhadap kebutuhan sosial. lingkungan tertentu, dengan ancaman dan
peluang yang ada, dimana kebijakan yang
Paradigma Administrasi Publik diusulkan tersebut ditujukan untuk
Nicholas Henry (1988: 33-54) memanfaatkan potensi sekaligus mengatasi
mengemukakan lima paradigma hambatan yang ada dalam rangka
administrasi publik mencapai tujuan tertentu (Nugroho, 2014:
126). Menurut RC. Chandler dan JC
1 Paradigma pertama, Prinsip-prinsip
Administrasi Negara (1927-1937) Plano, kebijakan publik adalah
2 Paradigma kedua, Paradigma dikotomi pemanfaatan yang strategis terhadap
antara politik dan administrasi (1900-
1926), sumber daya-sumber daya yang ada untuk
3 Paradigma ketiga, administrasi Negara
memecahkan masalah publik.
sebagai ilmu politik (1950-1970).
4 Paradigma keempat, administrasi (Tangkilisan, 2003: 1). Woll sebagaimana
Negara sebagai ilmu administrasi dikutip menyebutkan bahwa kebijakan
(1954-1970).
6

publik ialah sejumlah aktivitas pemerintah Implementasi Kebijakan


untuk memecahkan masalah di Definisi Implementasi kebijakan
masyarakat, baik secara langsung maupun public salah satunya disampaikan oleh
melalui berbagai lembaga yang Merilee S. Grindle yang memberikan
mempengaruhi kehidupan masyarakat. pandangannya tentang implementasi
(Tangkilisan, 2003: 2) dengan mengatakan bahwa secara umum,
Dengan demikian kebijakan publik tugas implementasi adalah membentuk
adalah suatu rangkaian kegiatan yang suatu kaitan (linkage) yang memudahkan
dibuat dan dilakukan oleh aparat tujuan-tujuan kebijakan bisa direalisasikan
pemerintah atas adanya permasalahan- sebagai dampak dari suatu kegiatan
permasalahan publik yang mencakup pemerintah (Winarno, 2007: 146).
bidang-bidang pemerintahan dan hadir Sedangkan Van Meter dan Van Horn
sebagai solusi atas permasalahan tersebut. mendefinisikan implementasi kebijakan
sebagai tindakan-tindakan yang dilakukan
Proses Kebijakan Publik
baik oleh individu-individu atau pejabat-
William N. Dunn yang
pejabat atau kelompok-kelompok
mengembangkan proses kebijakan ke
pemerintah atau swasta yang diarahkan
dalam lima tahapan yaitu Penyusunan
pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah
agenda, Formulasi Kebijakan, Adopsi
digariskan dalam keputusan kebijaksanaan
Kebijakan, Implementasi Kebijakan dan
(Agustino, 2016: 128) Dari beberapa
Penilaian Kebijakan (Dunn, 1999: 22-25).
pengertian tersebut dapat disimpulkan
Gambar 1.1 Proses Kebijakan Publik
bahwa implementasi kebijakan public
adalah suatu rangkaian kegiatan yang
dilakukan oleh individu, pejabat
pemerintah ataupun swasta sebagai
pelaksana atas adanya sebuah kebijakan
yang memiliki cara yang diarahkan untuk
mencapai sebuah tujuan dan sasaran yang
jelas.

Model-Model Implementasi Kebijakan

Banyaknya variable-variabel yang


menentukan keberhasilan suatu kebijakan
(Dunn, 1999: 22-25)
7

terinventarisir kedalam model-model Edwards III menggunakan pendekatan top-


implementasi kebijakan. Pada dasarnya down. Edward menyarankan untuk
model-model implementasi kebijakan memperhatikan empat isu pokok agar
memiliki 2 tipe pendekatan yaitu dengan proses implementasi menjadi efektif, yaitu
pendekatan top-down dan bottom-up komunikasi, sumberdaya, disposisi atau
menurut beberapa ahli antara lain: sikap, dan struktur birokrasi.
1. Model Grindle (Nugroho, 2014: 671) a. Komunikasi.
Pendekatan model implementasi yang b. Sumber Daya.
disampaikan ole Grindle lebih c. Disposisi atau sikap.
mendasarkan kepada pendekatan bottom- d. Struktur birokrasi.
up. Keberhasilannya ditentukan oleh Penelitian ini mengacu pada
derajat implementability dari kebijakan penggabungan (Mixed) 2 teori model
tersebut. Isi kebijakan itu antara lain: implementasi yaitu yang dikemukakan
a. Kepentingan yang terpengaruhi oleh George C. Edwards III dan Merilee S.
oleh kebijakan Grindle, yang menyoroti permasalahan
b. Jenis manfaat yang dihasilkan penelitian tentang Implementasi Program
c. Derajat perubahan yang diinginkan Kampung Tematik di Kampung Jajanan
d. Kedudukan pembuata kebijakan Tradisional dan Kampung Jahe Kota
e. (siapa) pelaksana program Semarang dari sudut pandang Top-down
f. Sumberdaya yang dikerahkan dan Bottom-up. Adapun variabel
Sementara itu konteks implementasinya penggabungan model implementasi
adalah: kebijakan yang digunakan dari penelitian
a. Kekuasaan, kepentingan dan ini antara lain:
strategi aktor yang terlibat
1. Komunikasi
b. Karakteristik lembaga dan
penguasa 2. Jenis manfaat yang akan dihasilkan
c. Kepatuhan dan daya tanggap
3. Derajat perubahan yang diinginkan
(Wibawa, 1994; Grindle, 1980)
4. Sumber daya yang dikerahkan
2. Model Edwards III (Winarno, 2007:
5. Kepatuhan dan Daya Tanggap
174-203)
Edwards berpendapat bahwa
C. METODE PENELITIAN
“without effective implementation the
Desain penelitian yang akan
decission of policymakers will not carried
penulis gunakan dalam penelitian ini
out successfully”. Model implementasi
adalah Penelitian kualitatif yang bersifat
kebijakan publik yang disampaikan oleh
8

deskriptif yaitu penelitian yang tidak lain: melakukan wawancara terhadap


menggunakan perhitungan melainkan data informan dan uji silang antara informasi
yang dikumpulkan adalah berupa kata-kata yang diperoleh informan dengan informasi
dan gambar. Peneliti memilih locus di lapangan.
penelitian di Kampung Jajanan
Tradisional, Kelurahan Pudak Payung dan D. PEMBAHASAN
Kampung Jahe, Kelurahan Pleburan, Kota
Dalam pelaksanaan Peraturan Walikota
Semarang, Provinsi Jawa Tengah, yang
Semarang Nomor 22 Tahun 2018 tentang
dijadikan sebagai program Kampung
Petunjuk Pelaksanaan Kampung Tematik
Tematik di Kota Semarang. Kedua
yang dilakukan oleh Kampung Jajanan
kampung tersebut merupakan contoh
Tradisional Pudakpayung dan Kampung
penerapan program kampung tematik yang
Jahe mengalami perbedaan kondisi.
berhasil dan gagal. Informan yang akan
Kelurahan Pudakpayung sebagai Kampung
dilibatkan dalam penelitian ini adalah:
Jajanan Tradisional lebih berhasil
1. Kepala Sub Bidang Perencanaan menjalankan Perwal tersebut jika
Sosial Badan Perencanaan dibandingkan dengan Kelurahan Pleburan
Pembangunan Daerah Kota
Semarang sebagai Kampung Jahe. Adapun hasil
2. Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) penelitian menunjukan bahwa hal tersebut
Jawa Tengah dipengaruhi oleh:
3. Staf Kelurahan Pudak Payung
4. Staf Kelurahan Pleburan 1. Komunikasi
5. Kelompok Masyarakat di
Komunikasi dapat menentukan
Kampung Jajanan Tradisional
Kelurahan Pudak Payung keberhasilan suatu implementasi
6. Ketua RW 02 Kelurahan Pleburan kebijakan. Informasi beserta maksud dan

Jenis data terbagi menjadi data primer dan tujuan sebuah kebijakan atau program

sekunder. Dengan Teknik Pengumpulan Data harus tersampaikan kepada seluruh


wawancara, observasi, dan studi pemangku kepentingan dan sasaran
dokumentasi. Analisis dan Interpretasi Data kebijakan agar tidak terjadi penyimpangan
dilakukan melalui Reduksi Data, Display selama pelaksanaan program. Terdapat
Data, dan Pengambilan Keputusan dan tiga hal yang dikaji dalam komunikasi,

Verifikasi. Teknik yang digunakan untuk antara lain (1) Pemahaman pemangku

menguji keabsahan data adalah teknik kepentingan terhadap program, (2)

triangulasi, cara yang dilakukan antara


9

Sosialisasi program, (3) Komunikasi Pleburan yang tidak mengangkat tema


kelurahan dengan masyarakat kampung sesuai dengan potensi asli
wilayahnya. Tema jahe melainkan timbul
a. Pemahaman pemangku
karena berasal dari keinginan yang
kepentingan terhadap program
dimiliki oleh salah satu pihak saja untuk
Berdasarkan hasil penelitian,
memiliki kebun jahe yang kemudian
mayoritas pemangku kepentingan
dianggap akan meningkatkan
memahami maksud dan tujuan program
perekonomian dan keindahan wilayahnya,
kampung tematik. Akan tetapi terdapat
tanpa melibatkan warga dalam
beberapa informan yang kurang
menentukan tema. Berbeda dengan yang
memahami petunjuk pelaksanaan kampung
terjadi di Kampung Jajanan Tradisional
tematik sesuai Perwal Nomor 22 Tahun
yang memahami petunjuk pelaksanaan
2018 tentang Petunjuk Pelaksanaan
kampung tematik.
Kampung Tematik. Bappeda sebagai
koordinator program memahami dengan b. Sosialisasi program
baik maksud dan tujuan program kampung Walikota melalui Bappeda Kota
tematik beserta petunjuk pelaksanaannya. Semarang selaku koordinator program
Bappeda harus memahami terkait program kampung tematik tentunya berkewajiban
kampung tematik, karena selaku memberikan sosialisasi kepada kelurahan
koordinator Bappeda akan menyampaikan maupun masyarakat untuk mengenalkan
kembali kepada kelurahan. Kelurahan dan memberikan pemahaman maksud dan
Pudakpayung dan Pleburan selaku tujuan program kampung tematik.
fasilitator pelaksanaan program kampung Bappeda telah melaksanakan sosialisasi
tematik di Kampung Jajanan Tradisional dengan baik melalui beberapa cara. Cara
dan Kampung Jahe juga dapat dikatakan pertama adalah mengundang selurah camat
memahami dengan baik. Kemudian dan lurah selaku fasilitator program
kelurahan juga harus memberikan kembali kampung tematik dalam forum sosialisasi.
pemahaman kepada masyarakat mengenai Lalu cara yang kedua melalui beberapa
maksud dan tujuan kampung tematik. roadshow yang dilakukan oleh beberapa
Pemahaman mengenai maksud dan tujuan OPD tentang penanggulangan kemiskinan
program kampung tematik saja tidak atau tema-tema yang memeiliki
cukup untuk melaksanakan program. keterkaitan dengan program kampung
Terdapat petunjuk pelaksanaan yang harus tematik. Langkah Bappeda dalam
dipahami. Seperti kasus di Kampung Jahe memberikan sosialisasi kepada kecamatan
10

dan kelurahan tentunya sudah tepat. Akan c. Komunikasi kelurahan dengan


tetapi langkah kedua Bappeda dengan masyarakat
sosialisasi melalui roadshow tentu belum Komunikasi warga Kampung
efektif bagi masyarakat untuk dapat Jajanan Tradisional selama
memahami maksud dan tujuan program. penyelenggaraan program kampung
Disinilah peran kelurahan yang juga wajib tematik sudah baik. Kelurahan sudah
memberikan sosialisasi program kepada menjalankan tugasnya sebagai fasilitator
masyarakatnya. Masyarakat juga perlu program dengan mengadakan forum
memahami bahwa program kampung rembug warga untuk menentukan tema
tematik ini merupakan program yang harus kampung tematik. Rembug warga juga
melibatkan masyarakat secara proaktif. merupakan langkah efektif untuk
membangun komunikasi diawal
Sosialisasi program kampung
penyelenggaraan program. Komunikasi
tematik yang dilakukan di Kelurahan
yang sudah baik tersebut kemudian
Pudakpayung dilakukan secara bersamaan
berhasil diteruskan dan dikembangkan
saat diadakannya forum rembug warga
oleh kedua pihak selama pelaksanaan
penentuan tema kampung tematik. Namun,
program dan monev. Selama pelaksanaan
sebelum melalui rembug warga tentunya
program Kelurahan Pudakpayung sangat
pihak kelurahan terlebih dahulu
membantu warga menjembatani kepada
melakukan sosialisasi secara non-formal
pihak ketiga untuk dilakukan berbagai
kepada perangkat kampung seperti Ketua
macam bentuk pelatihan. Sudah
RW, RT bahkan perwakilan produsen dari
terbentuknya organisasi kelompok
jajanan tradisional. Cara sosialisasi yang
masyarakat jajanan tradisional juga
dilakukan oleh Kelurahan Pudakpayung
mendukung kemudahan koordinasi antara
juga sudah tepat dan baik daripada
sosialisasi yang dilakukan oleh Kelurahan kelurahan dan warga. Alhasil
penyelenggaraan program kampung
Pleburan. Sosialisasi yang dilakukan di
tematik di Kampung Jajanan Tradisional
Pleburan hanya kepada perangkat
masih terus berkembang hingga saat ini.
kampung saja dan tidak adanya inisiatif
kelurahan untuk membuat sebuah forum Kondisi berbeda dengan
sosialisasi program. komunikasi yang terjadi antara Kelurahan
Pleburan dengan warga Kampung Jahe.
Kelurahan Pleburan belum melaksanakan
tugasnya dengan baik sejak awal
11

penyelenggaraan program. Proses Kelurahan Pudakpayung dibidang kuliner


perencanaan tidak ada keharmonisas tidak berhasil dimaksimalkan.
antara warga dan kelurahan dalam
4.2.3 Derajat perubahan yang diinginkan
penentuan tema kampung tematik karena
Program kampung tematik
tidak adanya forum atau musyawarah.
memiliki skala yang jelas terkait tujuan
Tema yang diangkatpun akhirnya tidak
yang hendak dan ingin dicapai.
sesuai dengan potensi yang dimiliki oleh
Meningkatnya kesejahteraan masyarakat
wilayah Pleburan. Ketidaklancaran
Kota Semarang merupakan perubahan
komunikasi di Kelurahan Pleburan alhasil
utama yang diharapkan. Peningkatan
berdampak pada pelaksanaan program
kesejahteraan masyarakat ditandai dengan
kampung tematik di Kampung Jahe saat
kemampuan masyarakat dalam memenuhi
ini sudah tidak berjalan. Tidak ada bantuan
kebutuhan hidupnya, mulai dari
pelatihan yang diberikan kepada warga
penghasilan, pendidikan, kesehatan dan
dan sudah tidak adanya lagi upaya
rumah tinggal. Peningkatan omset
pengawasan yang dilakukan kelurahan,
penjualan produsen jajanan tradisional
terlebih untuk dapat kembali
sejak adanya program kampung tematik
membangkitkan semangat warga
berhasil merubah kualitas hidup warga
Kampung Jahe dalam menjalankan
sekitar. Terbukanya peluang kerja menjadi
program kampung tematik.
faktor pendukung keberhasilan tersebut.
2. Jenis Manfaat Yang Akan Sementara itu, derajat perubahan yang
Dihasilkan diinginkan oleh Kelurahan Pleburan
Jenis manfaat program kampung melalui tanaman jahe masih tidak sesuai
tematik yang akan dihasilkan di Kampung dengan kondisi lingkungan sekitar.
Jahe Pleburan tidak seperti Kampung Meskipun jahe bukanlah tema yang layak,
Jajanan Tradisional. Kelurahan Pleburan seharusnya konsep penanaman jahe di
tidak berhasil membangun partisipasi Pleburan jangan diletakkan dilahan besar,
masyarakat selama penyelenggaraan melainkan dengan konsep urban farming
program kampung tematik. yaitu konsep memindahkan pertanian
Ketidaksesuaian tema kampung dengan konvensional ke pertanian perkotaan, yang
potensi wilayah juga disebabkan karena memiliki perbedaan pada pelaku dan
tidak dilibatkannya masyarakat dalam media tanamnya.
penentuan tema kampung tematik.
Akibatnya, potensi yang asli dari wilayah
12

3. Sumber Daya Yang Dikerahkan Pada saat itu Bappeda belum membentuk
Pelaksanaan program kampung regulasi yang formal sebagai pedoman
tematik dapat berjalan dengan baik apabila penyelenggaraan kampung tematik.
sumber daya yang dikerahkan dapat Sehingga banyak kampung tematik yang
menjalankan tugasnya sesuai dengan dibentuk pada tahun 2016 yang saat ini
perannya masing-masing. Kesinergisan sudah tidak berjalan, salah satunya adalah
antar sumber daya yang ada juga akan Kampung Jahe Kelurahan Pleburan. Akan
mempengaruhi keberhasilan program. tetapi, secara keseluruhan peran Bappeda
Dalam program kampung tematik di Kota sudah cukup baik. Bappeda telah
Semarang, SDM yang berperan antara lain melakukan sosialisasi program baik pada
Bappeda Kota Semarang, IAI (Ikatan tingkat aparat pemerintah maupun
Arsitek Indonesia) Jawa Tengah, OPD langsung kepada masyarakat. Hanya saja
terkait dan CSR hingga warga kampung ketidaksesuaian waktu penyelenggaraan
itu sendiri. Sedangkan sumber daya evaluasi program yang dilakukan oleh
finansial yang ada pada program kampung Bappeda masih menjadi kekurangan lain
tematik adalah berasal dari APBD Kota dari Bappeda selaku koordinator.
Semarang sejumlah 200 Juta rupiah bagi Bappeda tentu tidak bekerja
kampung yang menjalankan program sendirian, terdapat kelurahan yang
kampung tematik. berperan sebagai fasilitator program.
Bappeda Kota Semarang selaku Kelurahan merupakan kepanjangan tangan
Badan dalam tata laksana pemerintahan dari Bappeda dalam penyelenggaraan
daerah berperan sebagai koordinator setiap program kampung tematik. Sebagai
kebijakan atau program yang ada di Kota fasilitator pihak kelurahan memiliki tugas
Semarang terkait pembangunan. Termasuk yang dapat menentukan keberhasilan
peran Bappeda sebagai koordinator pelaksanaan program kampung tematik.
program kampung tematik. Bappeda juga Tugas tersebut antara lain,
bertugas untuk menyusun kebijakan terkait menyelenggarakan rembug warga untuk
program kampung tematik, yang kemudian menentukan tema kampung tematik,
dibentuklah Perwal Nomor 22 Tahun 2018 melaksanakan monitoring, memfasilitasi
tentang Petunjuk Pelaksanaan Kampung warga dalam menerima pelatihan, dan
Tematik. Program kampung tematik yang mengatur alokasi anggaran APBD yang
dimulai penyelenggaraannya pada akhir disalurkan bagi kampung yang menjalan
tahun 2016 dinilai masih sangat prematur. program kampung tematik.
13

Kelurahan Pudakpayung sudah kampung tematik. Sangat disayangkan


menjalankan perannya dengan baik, kerjasama yang dilakukan oleh IAI hanya
sehingga saat ini program kampung terjadi 1 tahun saja, bahkan tidak dimulai
tematik di Kampung Jajanan Tradisional saat awal tahun penyelenggaraan.
sampai saat ini masih berjalan dan terus Selama tahap pelaksanaan
berkembang. Namun, Kelurahan Pleburan program, program kampung tematik juga
dinilai masih belum menjalankan perannya dibantu oleh OPD dan CSR yang berperan
sebagai fasilitator. Semangat masyarakat
sebagai pendukung. OPD yang dimaksud
yang sudah pudar untuk menjalankan adalah OPD yang terkait dengan tema
program kampung tematik dan pihak kampung tematik. Sedangkan CSR yaitu
kelurahan pun gagal untuk berasal dari perusahaan-perusahaan swasta
membangkitkan kembali semangat itu. dengan program sosial kemasyarakatan.
Selain itu sumber daya yang OPD dan CSR memberikan bantuan
dikerahkan adalah Ikatan Arsitek berupa pelatihan-pelatihan peningkatan
Indonesia Jawa Tengah yang berperan kapasitas bagi warga kampung untuk
sebagai pendamping penyelenggaraan mengembangkan program kampung
program kampung tematik. IAI Jateng tematik di wilayahnya. Pelatihan yang
mendampingi melalui program Arsitek diberikan oleh CSR juga memiliki standar
Masuk Kampung, setiap kecamatan akan tersendiri, karena tentunya sebagai pihak
didampingi oleh 2 arsitek. Walikota swasta mengedepankan keuntungan.
Semarang melakukan perjanjian dengan
4. Kepatuhan dan Responsivitas
pihak IAI Jateng untuk dapat membantu
Faktor pendukung keberhasilan
menjalankan program. Akan tetapi
pelaksanaan kebijakan adalah kepatuhan
pendampingan yang diberikan hanya
dari para pelaksana untuk mengikuti
terjadi di kampung tematik tahun 2017.
regulasi yang dijadikan pedoman selama
IAI tidak memberikan pendampingan pada
pelaksanaan kebijakan. Sebagai regulasi
kampung tematik yang diselenggarakan
yang dijadikan pedoman dalam
tahun 2016 dan 2017, termasuk Kampung
penyelenggaraan program kampung
Jajanan Tradisional dan Kampung Jahe
tematik, Perwal Nomor 22 Tahun 2018
yang berdiri tahun 2016. Pendampingan
tentang Petunjuk Pelaksanaan Kampung
oleh IAI diantaranya mendampingi
Tematik sudah seharusnya dipatuhi teknis
kelurahan dan warga dalam proses
pelaksanaannya oleh seluruh pelaksana
perencanaan program dan penentuan tema
program. Secara umum, Bappeda dan
14

pemangku wilayah cukup mematuhi mulai dari perencanaan program


Perwal sebagai pedoman pelaksanaan hingga monev.
kampung tematik. Hanya saja dilapangan 2. Jenis manfaat yang akan dihasilkan
masih terjadi hal-hal yang tidak sesuai dari pelaksanaan program kampung
dengan Perwal, khususnya yang terjadi di tematik di Kampung Jajanan
Kampung Jahe Kelurahan Pleburan. Yang Tradisional berupa perubahan kondisi
pertama adalah ketidaktelitian Bappeda ekonomi sosial dan budaya juga telah
dalam memverifikasi tema di Kelurahan tercipta ke arah yang lebih baik.
Pleburan. Lalu yang kedua adalah 3. Meningkatnya kesejahteraan
Kelurahan Pleburan tidak melaksanakan masyarakat menjadi derajat perubahan
rembug warga yang seharusnya itu yang diharapkan dari program
menjadi kunci keberhasilan pelaksanaan kampung tematik. Di Kampung
program kampung tematik. Respon positif Jajanan Tradisional berhasil
masyarakat dapat terlihat dari antusiasme menciptakan lapangan kerja baru
mereka dalam menyambut dan akibat meningkatnya jumlah produksi
menjalankan program kampung tematik. para produsen jajanan tradisional
Antusiasme masyarakat di Kelurahan 4. Kepatuhan dan responsivitas para
Pudakpayung masih bertahan hingga kini, pemangku kepentingan, Keberhasilan
dari pada masyarakat Kelurahan Pleburan Kampung Jajanan Tradisional
yang saat ini sudah tidak antusias untuk Kelurahan Pudakpayung juga tidak
menjalankan program kampung tematik di terlepas dari peran yang dimiliki oleh
wilayahnya. seluruh sumber daya yang dikerahkan
dilaksanakan dengan baik, dengan
E. PENUTUP
bersinergi satu sama lain, Kesinergisan
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian, terdapat tersebut kemudian direspon positif oleh
warga Pudakpayung sebagai pelaksana
beberapa faktor yang menjadi penentu
atau sasaran kebijakan. Seluruh sumber
keberhasilan implementasi program
daya tersebut juga cukup mematuhi
kampung tematik di Kampung Jajanan
Perwal Nomor 22 Tahun 2018 tentang
Tradisional dan Kampung Jahe Kota
Juklak Kampung Tematik
Semarang, yaitu:
1. Faktor komunikasi berjalan dengan
baik antara warga Kampung Jajanan
Tradisional dengan aparat kelurahan
15

Saran Syafiie, Inu Kencana. 2006. Ilmu


1. Komunikasi yang berjalan dengan Administrasi Publik. Jakarta: PT. Rineka
Cipta
baik antara kelurahan dan masyarakat
harus terus dijaga Nugroho, Riant. 2014. Public Policy Teori,
Manajemen, Dinamika, Analisis,
2. Jenis manfaat yang dihasilkan harus
Konvergensi, dan Kimia Kebijakan.
diselaraskan dengan ketepatan potensi Jakarta: PT Elex Media Komputindo
dan tema kampung tematik
Soetomo. 2013. Pemberdayaan
3. Mengadakan kembali kerjasama Masyarakat Mungkinkah Akan Muncul
dengan Ikatan Arsitek Indonesia Antitesanya?. Yogyakarta: Pustaka Belajar
Provinsi Jateng untuk dapat Agustino, Leo. 2016. Dasar-dasar
memberikan pembinaan kepada Kebijakan Publik. Bandung: Alfabeta
kampung yang belum berhasil atau Subarsono, AG. 2013. Analisis Kebijakan
kepada kampung yang berminat Publik Konsep, Teori dan Aplikasi.
Yogyakarta: Pustaka Belajar
mengajukan untuk menjadi program
kampung tematik Moleong, Lexy J. 2010. Metode
Penelitian Kualitatif. PT Remaja
4. Kepatuhan dan responsivitas para
Rosdakarya: Bandung
pemangku kepentingan yang sudah
baik harap dapat dipertahankan dan Sujarweni, V Wiratna. 2014.
kembali menularkan atau mereplikasi Metodologi Penelitian Lengkap,
Praktis, dan Mudah Dipahami.
semangat tersebut bagi kampung- Pustakabarupress: Yogyakarta
kampung tematik yang belum berhasil
dan kampung yang inging mengajukan Cholid Narbuko dan Abu Achmadi.
2015. Metodologi Penelitian. Bumi
untuk mengikuti program kampung
Aksara: Jakarta
tematik.
Akbar, Husaini Usman Dan Purnomo
Setiady. 2000. Metodologi Penelitian
F. DAFTAR PUSTAKA
Sosial. Bumi Aksara: Jakarta.
Pasolong, Harbani. 2013. Teori
Administrasi Publik. Bandung: Alfabeta Ibrahim, Amin. 2008. Teori dan Konsep
Pelayanan Publik serta
Winarno, Budi. 2007. Kebijakan Publik Implementasinya. Bandung: Mandar
Teori dan Proses. Jakarta: PT. Buku Kita Maju
Dunn, William N. 2000. Pengantar Riswandi. 2009. Ilmu komunikasi. Jakarta :
Analisis Kebijakan Publik Edisi Kedua. Graha Ilmu
Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press
16

S i K m l , Fi i Y sm n, “K ji n A kočiū nienė , V., & Kaminaitė , G.


Karakteristik dan Metode Penanganan (2017). The drivers of thematic
Kawasan Kumuh (Studi Kasus: vill ge’s developmen in s eng hening
Kecamatan Semarang Timur, Kota their vitality. Management Theory and
Sem ng”, J n l Teknik WK Vol me 3 Studies for Rural Business and
No. 2 2014 Infrastructu re Development, 39(2),
139– 147.
Cindy Citya Dima, “Konsep K mp ng doi:10.15544/mts.2017.10.Vol.
Tematik Kavling Agrowisata Syariah Kota
Sem ng”, osiding Semin N sion l Anindya Putri Tamara, Mardwi
Multi Disiplin Ilmu & Call for Paper Rahdriawan. (2018). Kajian Pelaksanaan
Unisbank Ke-3 2017 Konsep Kampung Tematik di Kampung
Hidroponik Kelurahan Tanjung Mas Kota
Indah Dwi Lestari, Ir. Agung Sugiri Semarang. Jurnal Teknik PWK Volume 6
M ST, “Peran Badan Keswadayaan Nomor 1 April 2018
Masyarakat dalam Penanganan
Permukiman Kumuh di Podosugih Kota Idziak, W., Majewski, J., & Zmyś lony,
ek long n”, Jurnal Teknik PWK Volume P. (2015). Community participation in
2 Nomor 1 2013 sustainable rural tourism experience
creation: A long-term appraisal and
Thomas Meredith, Melanie MacDonald, lessons from a thematic villages project
“Comm ni y-supported slum-upgrading: in Poland. Journal of Sustainable
Innovations from Kibera, Nairobi, Keny ”, Tourism, 23(8–9), 1341–1362.
Habitat International. Feb2017, Vol. 60, doi:10.1080/09669582.2015.1019513.
p1-9. 9p.
Fosso, A., & Kahane, R. (2013). Urban
onny W hy Wij y , “Perencanaan and peri urban horticulture in Namibia.
penanganan kawasan permukiman kumuh Acta Horticulturae, 1007, 821– 827.
studi penentuan kawasan prioritas untuk doi:10.17660/ActaHortic.2013.1007.98.
peningkatan kualitas infrastruktur pada
kawasan pemukiman kumuh di Kota Kłoczko-Gajewska, A. (2013). General
Malang”, JIAP Vol. 2, No. 1, pp 1-10, characteristics of thematic villages in
2016 Poland. Visegrad Journal on
Bioeconomy and Sustainable
H i n weni, “Revitalization of Development, 2(2), 60–63.
Slum Area in Semarang City with doi:10.2478/vjbsd-2013-0012.
Thematic
Village Program (A Case Study in Anissa Kinanti. (2018). Pemberdayaan
Bandarharjo Village, Indonesia)”, Masyarakat Melalui Program Kampung
Advances in Economics, Business and Tematik (Studi Kasus Kampung Tahu
Management Research (AEBMR), volume Tempe Gumregah di Kelurahan Lamper
43 International Conference on Tengah, Kota Semarang. Journal of
Administrative Science (ICAS 2017) Politic and Government Studies Vol 8
No. 02

Badan Pusat Statistik Kota Semarang 2016


17

Anda mungkin juga menyukai