Anda di halaman 1dari 10

ANALISIS MENGENAI MASALAH YANG ADA DI KAMPUNG PELANGI

SEMARANG SEBAGAI DESTINASI WISATA


(Studi Kasus: Kampung Pelangi Semarang)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah


Kampung pelangi merupakan salah satu destinasi wisata di Kota Semarang yang
sebelumnya merupakan kampung kumuh yang tak tertata yang berdiri diatas pemakaman
umum. Permukiman kumuh adalah permukiman yang tidak layak huni karena ketidakteraturan
bangunan, tingkat kepadatan bangunan yang tinggi, dan kualitas bangunan serta sarana yang
tidak memenuhi syarat (Peraturan Pemerintah, 2016). Perumahan kumuh adalah perumahan
yang mengalami penurunan kualitas fungsi sebagai tempat hunian (UU No.1 tahun 2011).
(Nursyahbani dan Pigawati, 2015).
Kampung yang berlokasi di Jl. Dr. Sutomo IV No. 89, Randusari, Semarang Selatan,
Jawa Tengah ini adalah kampung yang mayoritas penduduknya menjadi buruh, berjualan
bunga didepan jalan menuju kampung. Kampung yang sebelumnya dikenal dengan nama
Kampung Brintik ini mempunyai potensial menjadi kampung yang lebih baik karena adanya
usulan pemerintah tentang perbaikan jajaran toko bunga yang ada didepan kampung untuk
menarik wisatawan. Usulan ini juga guna untuk memperbaiki Rencana Detail Tata Ruang.
Keberadaan RDTR ini diharapkan akan dapat menjawab isu-isu pemanfaatan ruang yang
terjadi (terutama) di kota/ kawasan perkotaan (Bidari, et al, 2015). Dengan tujuan untuk
wisatawan, maka diperlukan lingkungan yang baik agar dapat menarik wisatawan sehingga
munculah program untuk membuat Kampung Brintik menjadi kampung yang juga dapat
dikunjungi oleh wisatawan.
Kampung Brintik merupakan salah satu kampung kumuh yang ada di Semarang yang
sekarang menjadi salah satu destinasi wisata Semarang. Selain karena program yang
diusulkan oleh pemerintah, kampung pelangi ini juga tercipta karena adanya partisipasi
masyarakat dalam menangani kampung pelangi tersebut. Dengan dijadikannya kampung
tersebut menjadi destinasi wisata, maka masyarakat Kampung Pelangi dapat lebih
memerhatikan akan kondisi lingkungannya. Yang sebelumnya masyarakat Kampung tersebut
lebih suka membuang sampah di sungai karena lokasi kampung yang dekat dengan bantaran
sungai sekarang masyarakat Kampung Pelangi lebih memerhatikan kebersihan
lingkungannya dengan disediakan tempat pembuangan sampah. Kampung Pelangi ini juga
menambah lapangan pekerjaan bagi masyarakat kampung tersebut. Masyarakat yang semula
tidak berkerja atau hanya sebagai Ibu Rumah Tangga mulai membuka usaha makanan,
minuman, dan jajan layaknya warung sederhana didepan rumahnya untuk menambah
ekonomi keluarga. Dan dengan adanya Kampung Pelangi ini, respon masyarakat luar
berubah akan pandangan terhadap kampung yang dulunya dikenal sebagai kampung Kumuh.
Saat Kampung Pelangi masih menjadi kampung kumuh tidak banyak masyarakat luar yang
tau akan keberadaan kampung ini dikarenakan tertutupi oleh Pasar Kembang (Toko Bunga)
sehingga tidak terlihat dari jalan raya. Namun, sekarang kampung tersebut sudah banyak
dikenali dan disorot oleh banyak media dan publik. Bahkan, kampung tersebut sudah banyak
didatangi oleh wistawan baik wistawan dari Kota Semarang sendiri maupun wisatawan dari
luar Kota Semarang. (Luthfi dan Wulandari, 2018).
Kampung Pelangi ini disebut sebagai salah satu Kampung Tematik di Kota Semarang.
Kampung Tematik sendiri diibaratkan sebagai pembangunan yang berorientasi pada
pembentukan gagasan, topik yang khas dan unik (Kloczko-Gajewska, 2013). Konsep
Kampung Tematik menurut Idziak, Majewski, & Zmyslony (2015), lebih menawarkan pada
masyarakat untuk terlibat proaktif, sehingga tidak hanya berbasis masyarakat akan tetapi juga
penciptaan ruang kampung berciri khas yang berkelanjutan oleh masyarakat. Lahir dari
gagasan kreatif komunitas maupun masyarakatnya, Kampung Tematik disebut juga sebuah
inovasi sosial (Kloczko-Gajewska, 2014).
Dengan tujuan dari Kampung Pelangi sendiri yaitu sebagai destinasi wisata dan hal
utama dari pengembangan Kampung Tematik adalah upaya penataan dan revitalisasi
kampung melalui potensi kekhasaan yang telah terdapat di Kampung tersebut maka
diperlukan pemeliharaan akan kondisi lingkungan Kampung Pelangi. Namun, seiring dengan
berjalannya waktu akan muncul beberapa masalah yang ada pada Kampung Pelangi
tersebut. Kondisi topografi di Kampung Pelangi yang berupa bukit sehingga cukup
menyulitkan bagi wisatawan dan juga tidak adanya pegangan di sekitar anak tangga sehingga
wisatawan akan merasa lelah saat ingin menelusuri puncak dari Kampung Pelanngi.
Kampung pelangi merupakan kampung dengan rumah yang dicat warna-warni yang
merupakan ciri khas dari kampung tersebut sudah seharusnya dijaga agar warna cat dari
rumah tidak pudar.

1.2. Rumusan Masalah


Kampung Pelangi dengan kondisi topografi yang cukup menyulitkan, namun dibalik
kekurangannya Kampung Pelangi mempunyai potensi lebih besar untuk menjadi destinasi
wisata yang layak dikembangkan untuk mempertahankan Kampung Pelangi. Sebagai salah
satu kampung tematik yang sudah dikenal oleh banyak media dan publik, Pemerintah Kota
Semarang mulai memberikan bantuan dari perencanaan, pelaksanaan hingga mendukung
kegiatan-kegiatan untuk keberlanjutan dari Kampung Pelangi. Demi keberlanjutan dari
Kampung Pelangi, Pemerintah Kota Semarang juga membentuk Kelompok Sadar WIsata
(POKDARWIS).
Untuk mempertahankan image Kampung Pelangi, Kelompok Sadar Wisata
(POKDARWIS) yang telah dibentuk mengumpulkan dana dari pengajuan sponsor ke
perusahaan-perusahaan. Selain untuk mempertahankan image Kampung Pelangi, dana
tersebut juga bisa untuk menambahkan fasilitas-fasilitas yang dapat memberikan solusi untuk
masalah yang ada di Kampung Pelangi tersebut. Dengan memberikan fasilitas pegangan
untuk tangga maka wisatawan tidak akan merasa cepat lelah saat mengeksplore Kampung
Pelangi. Begitu juga dengan memperbarui warna cat yang sudah mulai pudar di setiap rumah-
rumah Kampung Pelangi.

1.3. Tujuan Penelitian


Penelitian ini bertujuan untuk mencari analisis masalah yang ada di Kampung Pelangi
setelah dijadikan sebagai destinasi wisata.
1.4. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan memberi manfaat teridentifikasinya faktor-faktor masalah
yang ada di Kampung Pelangi, dengan demikian image dari Kampung Pelangi akan tetap
terjaga dan bias menjadi destinasi wisata yang dapat bertahan lama.

1.5. Lingkup dan Batasan Penelitian


Penelitian ini mempunyai lingkup dan batasan secara spasial dan substansial, lingkup
spasial dibatasi pada kawasan Kampung Pelangi, dan lingkup substansial dibatasi pada
pembahasan yang berkaitan dengan masalah yang ada di Kampung Pelangi sebagai
destinasi wisata.
DAFTAR PUSTAKA

Akbar, T. dan Alfian, F. 2018. Kampung Tematik Sebagai Bentuk Masyarakat Dalam
Permasalahan Permukiman Kumuh di Kota Malang. Jurnal Ilmu Politik Volume 70 Nomor
2. hal 37-48.
Bidari, Maria, Pratama, Santoso, dan Wirawan. 2015. Menata Kota Melalui Rencana Detail
Tata Ruang (RDTR). CV. Andi Offset. Yogyakarta.
Fathurohma, A. 2018. Kereta Bunga (Kerajinan Ibu Rumah Tangga) Sebagain Upaya
Pemberdayaan Masyarakat Guna Mengurangi Pencemaran LIngkungan di Kampung
Pelangi Kota Semarang. Jurnal Kesehatan Masyarakat Volume 6 Nomor 3. hal. 1-6.
Luthfi, A. dan Wulandari, S.S. 2018. Hiperealitas Kampung Pelangi Semarang. Jurnal
Sosiologi Antropologi Volume 7 Nomor 2. hal 462-479.
Muta’ali, L. dan Nugroho, A.R. 2019. Perkembangan Program Penangan Permukiman Kumuh
Di Indonesia Dari Masa Ke Masa. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.
Nursyahbani, R. dan Pigawati, B. 2015. Kajian Karakteristik Kawasan Pemukiman Kampung
Kumuh di Kampung Kota. Jurnal Teknik PWK Volume 4 Nomor 2. hal 267-281.
Tamara, A.P. 2018. Kajian Pelaksanaan Kampung Tematik di Kampung Hidroponik Kelurahan
Tanjung Mas Kota Semarang. Jurnal Wilayah dan Lingkungan Volume 6 Nomor 1. hal.
40-57.
Judul Penelitian :
ANALISIS MENGENAI MASALAH YANG ADA DI KAMPUNG
PELANGI SEMARANG SEBAGAI DESTINASI WISATA

PROBLEM AREA :
Issue tentang masalah yang dihadapi oleh wisatawan di Kampung
Pelangi Semarang.

PROBLEM FINDING :
Terjadi kesenjangan antara harapan (rancangan/disain awal)
dengan realitas dalam Kampung Pelangi, yaitu permasalahan
kepuasan wisatawan  masyarakat dan pemerintah melakukan
insiatif atau cara dengan memberikan bantuan dan pembentukan
Kelompok Sadar Wisata untuk mempertahankan image Kampung
Pelangi.

PROBLEM STATEMENT (berupa pernyataan):


Ada hubungan pengaruh antara perilaku dan kondisi rumah di
Kampung Pelangi menggunakan analisa statistik skala pengukuran
sikap penghuninya.

TUJUAN PENELITIAN :
Mencari faktor-faktor masalah yang ada di Kampung Pelangi
setelah dijadikan sebagai destinasi wisata.
Nursyahbani, R. dan Pigawati, B. 2015. Kajian Karakteristik Kawasan Pemukiman Kampung
Kumuh di Kampung Kota. Jurnal Teknik PWK Volume 4 Nomor 2. hal 267-281.

Gambar 1: Judul Jurnal, Gambar 2: Halaman Jurnal (hal.270) dan kutipan.


Akbar, T. dan Alfian, F. 2018. Kampung Tematik Sebagai Bentuk Masyarakat Dalam
Permasalahan Permukiman Kumuh di Kota Malang. Jurnal Ilmu Politik Volume 70 Nomor
2. hal 37-48.

Gambar 1: Judul Jurnal dan ISSN (2654-4954), Ganbar 2: Halaman Jurnal (hal.38) dan kutipan.
Tamara, A.P. 2018. Kajian Pelaksanaan Kampung Tematik di Kampung Hidroponik Kelurahan
Tanjung Mas Kota Semarang. Jurnal Wilayah dan Lingkungan Volume 6 Nomor 1. hal.
40-57.

Gambar 1: Judul Jurnal dan ISSN (2407-8751), Gambar 2: Halaman Jurnal (hal. 42) dan kutipaN.

Gambar 3: Halaman Jurnal (hal. 43) dan kutipan


Muta’ali, L. dan Nugroho, A.R. 2019. Perkembangan Program Penangan Permukiman Kumuh
Di Indonesia Dari Masa Ke Masa. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. ISBN: 978-
602-386-128-6

Gambar 1: Judul Buku, Gambar 2: ISBN 978-602-386-128-6

Gambar 3: Halaman Buku (hal 133) dan kutipan


Bidari, Maria, Pratama, Santoso, dan Wirawan. 2015. Menata Kota Melalui Rencana Detail
Tata Ruang (RDTR). CV. Andi Offset. Yogyakarta.

Gambar1: Judul Buku, Gambar2: ISBN 978-979-29-5412-8

Gambar3: Halaman buku (hal.7) dan kutipan.

Anda mungkin juga menyukai