Disusun oleh :
Tim Penyusun Dokumen Informasi Kinerja Pengelolaan
Lingkungan Hidup Daerah (DIKPLHD) Kota Magelang
RINGKASAN EKSEKUTIF
1. PENDAHULUAN
Pemerintah Kota Magelang terus berupaya untuk berinovasi dan
mencari terobosan baru dalam menangani permasalahan lingkungan.
Dengan luas wilayah yang hanya 18,12 km2 harus diakui menjadi kendala
dalam penyediaan sarana dan prasarana pengelolaan lingkungan yang
membutuhkan lahan yang cukup seperti TPSA, TPS 3R maupun IPAL
Komunal. Dihadapkan dengan keterbatasan tersebut, maka Pemeritah
Kota Magelang mengambil langkah-langkah inovatif untuk
mewujudkan pembangunan berkelanjutan. Komitmen kepala daerah
dalam hal ini Walikota Magelang menjadi kunci dalam pengelolaan
lingkungan hidup. Komitmen yang tinggi tersebut tercermin dalam
pengambilan kebijakan-kebijakan yang pro envinronment . Kebijakan
pro environment yang diambil Pemerintah Kota Magelang
mendapatkan dukungan penuh dari DPRD Kota Magelang.
Sinergi antara eksekutif dan legislatif dalam melakukan pengelolaan
lingkungan hidup di Kota Magelang salah satunya tercermin pada
komitmen penganggaran dalam APBD Kota Magelang Tahun 2018.
Porsi anggaran urusan lingkungan hidup dalam APBD dan jumlah
program/kegiatan pengelolaan lingkungan yang tercantum dalam
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2016 -2021
dari tahun ke tahun menunjukan tren yang positif.
Sejalan dengan isu lingkungan hidup nasional dan global, maka
kebijakan Pemerintah Kota Magelang telah diarahkan pada pembangunan
yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan. Kebijakan lingkungan
yang diambil sebagai bentuk respon atas masalah lingkungan salah satunya
adalah merubah paradigma pengelolaan sampah. Paradigma lama
Hal 1
pengelolaan sampah yang bertumpu pada pendekatan akhir (end of pipe)
yang hanya memindahkan sampah sebatas kumpul, angkut dan buang yang
berakhir di TPSA sudah tidak layak diterapkan di Kota Magelang karena
sangat bergantung pada ketersediaan lahan TPSA. Selain itu, cara
pengelolaan sampah dengan pendekatan lama menimbulkan banyak
masalah. Paradigma pengelolaan sampah di Kota Magelang dengan
pendekatan pembuangan akhir sudah saatnya ditinggalkan dan diganti
secara bertahap dengan paradigma baru pengelolaan sampah terpadu.
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah
mengamanatkan pengelolaan sampah bertumpu pada konsep 3R yang
berbasis masyarakat dengan memaksimalkan pengurangan sampah sejak
dari sumber timbulan di bagian hulu maupun di bagian tengah yaitu di TPST
dan TPS 3R sehingga sampah yang ditersisa di bagian hilir merupakan
residu yang benar-benar sudah tidak dapat diolah yang akan diproses di
TPSA.
Untuk mewujudkan hal tersebut, berbagai terobosan dan
langkah-langkah inovatif telah banyak dilakukan. Diantara langkah
inovatif tersebut adalah proses Social Engineering atau rekayasa sosial
dalam pemberdayaan masyarakat untuk meningkatkan partisipasi
masyarakat dalam pengelolaan sampah 3R sejak dari sumber timbulan
di hulu melalui Kampung Organik yang saat ini menjadi local wisdom
Kota Magelang dalam pengelolaan lingkungan.
Wilayah Kota Magelang terletak di tengah-tengah Kabupaten
Magelang. Luas wilayah Kota Magelang sebesar 1.812 Ha (18,12 Km2), yang
secara administratif terbagi atas 3 kecamatan dan 17 kelurahan dengan luas
wilayah rata-rata tidak lebih dari 2 Km².
Hal 2
Gambar 1. Luas Wilayah Kota Magelang Menurut Kecamatan
Sumber : RPJMD Kota Magelang 2016-2021
Hal 3
atau keindahan, menjaga keseimbangan ekologis, sebagai pengatur tata air
(resapan air) serta menjaga kesuburan tanah.
Hal 4
2. ANALISIS DRIVING FORCE, PRESSURE, STATE, IMPACT DAN
RESPONSE ISU LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
2.1 Tata Guna Lahan
Driving Force (faktor pendorong) perubahan tata guna lahan di Kota
Magelang yang paling utama adalah pertumbuhan penduduk dan
sebarannya sebagaimana tabel 1 berikut :
Tabel 1. Luas Wilayah, Jumlah Penduduk, Pertumbuhan
Penduduk dan Kepadatan Penduduk Kota Magelang Tahun 2018
Luas Jumlah Pertumbuhan Kepadatan
No. Kecamatan (km2) Penduduk Penduduk Penduduk
(%) (jiwa/km2)
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
1 Magelang Utara 6,128 37.732 -0,58 6157,31
2 Magelang Tengah 5,104 49.280 -0,92 9655,17
3 Magelang Selatan 6,888 42.995 -0,4 6242,02
Sumber : Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Magelang, 2018
Hal 5
Gambar 3. Luasan Perubahan Penggunaan Lahan
Sumber : Kantor Pertanahan Kota Magelang, data diolah, 2018
State (kondisi) tata guna lahan di Kota Magelang bahwa saat ini
sebagian besar luasan lahan merupakan kawasan budidaya yaitu sebesar
86,02 %, sementara 6,36 % berupa kawasan lindung (meliputi sempadan
dan hutan kota) dan peruntukan lainnya sebesar 7,62 %.
Impact (dampak) dari sisi lingkungan perubahan tata guna lahan
adalah berpotensi menurunkan kualitas lahan menjadi lahan kritis, resiko
ketidaktercapaian target 30% dari Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Kota
Magelang, menurunkan daya dukung lingkungan dan resiko terjadinya
bencana lingkungan.
Response (respon) yang dilakukan adalah melalui upaya preventif
berupa pengendalian tata guna lahan dan upaya konservatif terhadap
dampak perubahan tata guna lahan. Upaya pengendalian tata guna lahan
dilakukan melalui persyaratan perizinan yang tegas terkait peruntukan
lahan yang harus sesuai dengan RTRW Kota Magelang. Perlindungan Lahan
Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) di Kota Magelang juga dikawal
secara ketat melalui Peraturan Daerah. Adapun upaya konservatif yang
dilakukan terhadap setiap perubahan tata guna lahan antara lain dengan
mewajibkan penyediaan sumur resapan air hujan, lubang biopori maupun
penanaman vegetasi sebagai konsekuensinya.
Hal 6
2.2 Kualitas Air
Driving Force terjadinya perubahan kondisi kualitas air yang ada di
Kota Magelang yang paling utama adalah laju pertumbuhan penduduk.
Selain dari kegiatan rumah tangga sehari-hari, kualitas air juga dipengaruhi
oleh kegiatan komersial sebagai akibat dari pertumbuhan penduduk.
Pressure yang menjadi penyebab terjadinya perubahan kondisi
kualitas air di Kota Magelang yang paling signifikan adalah kegiatan rumah
tangga dan kegiatan industri yang menghasilkan limbah. Limbah yang
dihasilkan tersebut memberikan tekanan terhadap kualitas air, khususnya
air sungai yang melintasi wilayah Kota Magelang.
State kualitas air di Kota Magelang digambarkan dalam angka Indeks
Kualitas Air (IKA). IKA Kota Magelang sebenarnya meningkat bila
dibandingkan dua tahun sebelumnya sebagaimana tersaji dalam tabel
dibawah ini, namun masih berada pada kategori kurang.
Tabel 2. Perbandingan Capaian Nilai Indeks Kualitas Air
IKA 2016 2017 2018
Indeks Kualitas Air 36,25 46,47 52
Sumber : Buku Indeks Kualitas Air Kota Magelang Tahun 2018
Hal 7
sungai dan air tanah di laboratorium lingkungan terakreditasi. Sementara
itu, untuk meningkatkan aksestabilitas masyarakat terhadap kebutuhan
sanitasi, maka Pemerintah Kota Magelang melakukan kerjasama dengan
Bank Magelang dalam membantu pembiayaan kredit sanitasi bagi
masyarakat.
Hal 8
Impact yang ditimbulkan dari perubahan kualitas udara antara lain
sebagai salah satu penyumbang gas rumah kaca yang berpengaruh
terhadap naiknya suhu udara bumi yang menyebabkan terjadinya
pemanasan global dan perubahan iklim. Dampak lainnya adalah mempunyai
efek buruk pada kesehatan manusia.
Response terhadap perubahan kualitas udara adalah dengan
melakukan kegiatan pemantauan kualitas udara ambien secara rutin 2 (dua)
kali dalam satu tahun. Upaya lain adalah dengan melakukan penghijauan
untuk mereduksi polutan dari emisi gas buang kendaraan bermotor di jalan-
jalan raya, menjaga kelestarian Gunung Tidar sebagai hutan kota serta
melakukan pemeliharaan taman dan jalur hijau. Kegiatan Ramp chek, Car
Free Day dan kampanye bike to work juga rutin dilakukan. Sementara itu,
untuk memastikan kondisi kendaraan laik jalan, Pemerintah Kota Magelang
memberikan pelayanan uji KIR secara online dan melakukan revitalisasi
angkutan umum.
Hal 9
alam. Secara keseluruhan kejadian bencana pada tahun 2018 masih
didominasi oleh faktor alam, yaitu terjadinya tanah longsor yang didahului
dengan hujan lebat. Tanah longsor merupakan kejadian bencana dengan
prosentase terbesar namun bersifat lokal dan dalam skala minor. Adapun
bencana kebakaran pada tahun 2018 tidak terjadi.
Impact yang ditimbulkan dari bencana tanah longsor yang terjadi di
Kota Magelang adalah menyebabkan kerugian harta benda. Namun
demikian tidak sampai menimbulkan korban jiwa.
Response mitigasi bencana telah dilakukan mengingat masih
terdapat rumah penduduk yang dibangun pada daerah lereng yang rawan
longsor. Langkah antisipasi terhadap bencana kebakaran dilakukan dengan
meningkatkan manajemen penanganan bencana kebakaran, peningkatan
kapasitas personil pada unit pemadam kebakaran dan meningkatkan
kapasitas armada pemadam kebakaran.
2.5 Perkotaan
Driving force dalam masalah perkotaan di Kota Magelang adalah
terkait penduduk dan kemiskinan. Terlebih dengan masih terdapatnya
9.590 rumah tangga miskin dari 121.992 rumah tangga di Kota Magelang
atau sebesar 7,87% (BPS, 2018). Hal ini berpengaruh pada pola hidup
bersih dan pola hidup sehat yang berdampak pada sanitasi perkotaan.
Pressure terhadap masalah perkotaan di Kota Magelang yang paling
utama adalah timbulan sampah perkotaan, limbah cair domestik serta
permukiman kumuh. Timbulan sampah perkotaan dan limbah cair domestik
mempunyai dampak yang sangat signifikan.
State terkait masalah perkotaan di Kota Magelang antara lain kondisi
permukiman kumuh. Berdasarkan Surat Keputusan Walikota Magelang
Nomor : 050/280/112-310 Tahun 2015 tentang Luasan Permukiman Kumuh
di Kota Magelang, luasan permukiman kumuh di Kota Magelang sebesar
121 Ha atau 6,5 %. Sampai dengan tahun 2018 luasan permukiman kumuh
di Kota Magelang telah berkurang dan menyisakan 37,201 Ha atau 2,05 %
Hal 10
dari luas wilayah Kota Magelang. Sebaliknya, kondisi timbulan sampah di
Kota Magelang cenderung meningkat setiap tahunnya sebagaimana
diilustrasikan pada grafik dibawah ini.
150 143.93
116.2 120.56
123.02
100 106.53 111.73
50
57.46 57.03 61.37
0
2016 2017 2018
Timbulan Sampah (m3/hari)
Magelang Utara Magelang Tengah Magelang Selatan
Hal 11
2.6 Tata Kelola
Driving force dalam tata kelola lingkungan hidup yang paling
signifikan adalah dalam bentuk transparansi anggaran. Anggaran sektor
lingkungan hidup pada tahun 2018 sebesar 3,97 % dari APBD Kota
Magelang.
Pressure dalam tata kelola dibidang lingkungan hidup berupa
pengaduan masyarakat atas kasus-kasus lingkungan hidup yang terjadi di
Kota Magelang. Pada tahun 2018 terdapat 3 (tiga) pengaduan kasus
lingkungan hidup di Kota Magelang dan seluruhnya dapat diselesaikan.
State terkait tata kelola pemerintahan dibidang lingkungan hidup di
Kota Magelang digambarkan melalui bentuk lembaga dan jumlah personil
lembaga pengelola lingkungan hidup dan jumlah pejabat fungsional bidang
lingkungan hidup. Dinas Lingkungan Hidup merupakan perangkat daerah
esselon II Tipe A. Adapun dari sisi SDM masih perlu peningkatan secara
kuantitas.
Impact dari kegagalan tata kelola lingkungan hidup adalah tidak
tercapainya target-target indikator good environmental governance. Hal
tersebut tidak terjadi di Kota Magelang sampai dengan tahun 2018.
Response terhadap tata kelola dibidang lingkungan hidup yang telah
dilakukan oleh Pemerintah Kota Magelang meliputi penataan kelembagaan
dan akuntabilitas pemerintah, peningkatan kapasitas SDM lingkungan hidup
melalui pendidikan dan pelatihan (diklat), peningkatan kualitas pelayanan
publik dibidang lingkungan, mengakomodir inovasi tata kelola lingkungan
yang diinisiasi oleh masyarakat (bottom up) serta melestarikan kearifan
lokal pengelolaan lingkungan.
Hal 12
penduduk dan aktivitasnya baik dalam kegiatan sehari-hari maupun
aktivitas perekonomiannya.
Hasil perumusan isu lingkungan hidup yang dijaring melalui FGD
kemudian dilakukan skoring dan pemeringkatan untuk menentukan isu
prioritas Kota Magelang. Pada tahun 2018 terdapat 5 (lima) isu lingkungan
hidup yang dominan dan berkembang, yaitu : Persampahan, Alih fungsi
lahan pertanian, Pencemaran air, Tata ruang perkotaan dan Limbah
domestik. Selanjutnya dipilih 3 (tiga) isu dengan penilaian tertinggi yang
diangkat menjadi isu prioritas lingkungan hidup Pemerintah Kota Magelang
yaitu : Persampahan, Pencemaran Air dan Limbah Domestik. Isu prioritas
tersebut kemudian ditetapkan dan ditandatangani oleh Walikota Magelang
yang dituangkan dalam bentuk surat pernyataan.
Hal 13
tersebut muncul di tengah permasalahan lingkungan yang dihadapi Kota
Magelang terkait pengelolaan sampah dan lingkungan, diantaranya :
- Penyediaan infrastruktur pengeloaan sampah berupa TPS 3R dan TPST
di beberapa lokasi dengan memanfaatkan lahan milik pemerintah sebagai
wujud implementasi paradigma baru pengelolaan sampah dengan
mengurangi ketergantungan terhadap TPSA
- Pencanangan “Satu Kampung Satu Kampung Organik” sebagai bentuk
rekayasa sosial pengelolaan sampah berbasis masyarakat di tingkat hulu.
- Pengembangan TPSA Edukasi memanfaatkan TPSA yang telah habis
umur teknisnya
- Memotivasi masyarakat dalam pengelolaan lingkungan masing-masing
melalui kompetisi kampung organik, bank sampah, K3 dan lomba taman.
- Mengajak warga kota untuk mengurangi produksi sampah plastik dengan
cara mengurangi penggunaan plastik
- Penataan Ruang Terbuka Hijau dan Ruang Terbuka Publik di sudut kota
Semangat menumbuhkembangkan inovasi daerah di Kota Magelang
sudah sangat jelas dan tegas. Hal ini dibuktikan dengan diterbitkannya
Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2018 tentang Inovasi Daerah dan
Peraturan Walikota Magelang Nomor 55 Tahun 2018 sebagai petunjuk
teknisnya. Peraturan daerah tentang inovasi daerah tersebut menjadi yang
pertama dan satu-satunya untuk saat ini di Indonesia. Paket regulasi
tersebut merupakan respon cepat Pemerintah Kota Magelang atas
ditetapkannya Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2017 tentang
Inovasi Daerah yang merupakan turunan dari UU 23 Tahun 2014.
Berbagai prestasi diraih Pemerintah Kota Magelang sebagai bentuk
apresiasi dari pemerintah pusat atas implementasi inovasi daerah.
Pemerintah Kota Magelang selama 2 (dua) tahun berturut-turut menerima
penghargaan Innovative Government Award (IGA) pada Tahun 2017 dan
2018 dari Kementerian Dalam Negeri. Selain itu, selama 2 (dua) tahun
berturut-turut pula Pemerintah Kota Magelang menerima Anugerah
Budhipraja dari Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi.
Hal 14
Gambar 5. Walikota Magelang Menerima Penghargaan
Kepala Daerah Pelopor Inovasi, IGA Award dan Budhipraja Tahun 2018
5. PENUTUP
Berdasarkan hasil analisis Driving Force, Pressure, State, Impact dan
Response (DPSIR) dan inovasi-inovasi daerah, maka masih diperlukan
penajaman Rencana Kerja dan Program (RKP) dari Pemerintah Kota
Magelang dalam pengelolaan lingkungan hidup yang lebih implementatif
dan tepat sasaran.
Hal 15