BAB 1
PENDAHULUAN
Kota Semarang dengan luas wilayah 373,70 Km2. Secara administratif Kota Semarang
terbagi menjadi 16 Kecamatan dan 177 Kelurahan. Dari 16 Kecamatan yang ada, terdapat 2
Kecamatan yang mempunyai wilayah terluas yaitu Kecamatan Mijen, dengan luas wilayah
57,55 Km2 dan Kecamatan Gunungpati, dengan luas wilayah 54,11 Km2. Kedua Kecamatan
tersebut terletak di bagian selatan yang merupakan wilayah perbukitan yang sebagian besar
wilayahnya masih memiliki potensi pertanian dan perkebunan. Sedangkan kecamatan yang
mempunyai luas terkecil adalah Kecamatan Semarang Selatan, dengan luas wilayah 5,93 Km2
diikuti oleh Kecamatan Semarang Tengah, dengan luas wilayah 6,14 Km2.
Kota Semarang memiliki posisi geografi yang strategis karena berada pada jalur lalu
lintas ekonomi pulau Jawa, dan merupakan koridor pembangunan Jawa Tengah yang terdiri
dari empat simpul pintu gerbang, yakni koridor pantai Utara; koridor Selatan ke arah kota-
19
kota dinamis seperti Kabupaten Magelang, Surakarta yang dikenal dengan koridor Merapi-
Merbabu, koridor Timur ke arah Kabupaten Demak/ Grobogan; dan Barat menuju Kabupaten
Kendal. Dalam perkembangan dan pertumbuhan Jawa Tengah, Semarang sangat berperan
terutama dengan adanya pelabuhan, jaringan transport darat (jalur kereta api dan jalan) serta
transport udara yang merupakan potensi bagi simpul transportasi Regional Jawa Tengah dan
Posisi lain yang tak kalah pentingnya adalah kekuatan hubungan dengan luar Jawa,
secara langsung sebagai pusat wilayah nasional bagian tengah. Seiring dengan perkembangan
Kota, Kota Semarang berkembang menjadi kota yang memfokuskan pada perdagangan dan
jasa. Berdasarkan lokasinya, kawasan perdagangan dan jasa di Kota Semarang terletak
menyebar dan pada umumnya berada di sepanjang jalan-jalan utama. Kawasan perdagangan
modern, terutama terdapat di Kawasan Simpanglima yang merupakan urat nadi perekonomian
Kota Semarang. Di kawasan tersebut terdapat setidaknya tiga pusat perbelanjaan, yaitu
Matahari, Living Plaza (ex-Ramayana) dan Mall Ciputra, serta PKL-PKL yang berada di
sepanjang trotoar. Selain itu, kawasan perdagangan jasa juga terdapat di sepanjang Jl.
Pandanaran dengan adanya kawasan pusat oleh-oleh khas Semarang dan pertokoan lainnya
serta di sepanjang Jl. Gajahmada. Kawasan perdagangan jasa juga dapat dijumpai di Jl.
Pemuda dengan adanya DP mall, Paragon City dan Sri Ratu serta kawasan perkantoran.
Kawasan perdagangan terdapat di sepanjang Jl. MT Haryono dengan adanya Java Supermall,
Sri Ratu, ruko dan pertokoan. Adapun kawasan jasa dan perkantoran juga dapat dijumpai di
sepanjang Jl. Pahlawan dengan adanya kantor-kantor dan bank-bank. Belum lagi adanya pasar-
pasar tradisional seperti Pasar Johar di kawasan Kota Lama juga semakin menambah aktivitas
Kota semarang yang merupakan kota industri, perdagangan, jasa dan pendidikan
menarik pendatang dari kota lain untuk tinggal di kota semarang dengan berbagai alasan, hal
20
ini menuntut pemerintah kota semarang untuk menegelola ruang sebaik-baiknya agar seluruh
warga kota semarang dapat tinggal dengan nyaman di kota Semarang. Berikut merupakan
100000
90000
80000
70000
60000
50000
40000
30000
20000
10000
0
Bila dilihat pertumbuhan penduduk menurut kecamatan pada tahun 2016 kondisinya
sangat bervariasi. Hal ini terjadi karena dari 16 kecamatan yang ada di Kota Semarang masing-
masing mempunyai karakteristik yang berbeda, ada kecamatan yang terletak dipusat kota
pengembangan industri sehingga pertumbuhan penduduknya cukup tinggi. Dilihat dari sisi
Tabel 1.2
Kepadatan kota Semarang
Jumlah penduduk periode Agustus 2016
Kecamatan Jumlah
Semarang Tengah 61.704
Semarang Barat 160.424
Semarang Utara 124.028
Semarang Timur 76.428
Semarang Selatan 71.734
Gayamsari 74.229
Gajah Mungkur 60.013
Genuk 107.023
Pedurungan 187.174
Candisari 81.655
Banyumanik 136.453
Gunungpati 88.461
Tembalang 169.889
Tugu 32.855
Ngaliyan 135.919
Mijen 66.611
Total 1.634.600
Sumber : BPS KotaSemarang(Desember 2016)
Pedurungan yang mencapai 187,174 jiwa. Dengan kepadatan penduduk seperti tersebut maka
membutuhkan ruang yang cukup untuk memberikan fasilitas dan pelayanan umum. Oleh
karena itu perlu adanya rencana tata ruang yang berkelanjutan untuk mengantisipasi berbagai
permasalahan yang muncul di kemudian hari. Untuk itu diperlukan penataan wilayah dengan
tujuan. Tujuan Penataan ruang adalah mewujudkan Kota Semarang sebagai pusat perdagangan
dan jasa berskala internasional yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan. Menurut
menjelaskan beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penataan ruang di Kabupaten atau
Kota:
Kabupaten/ Kota;
10. Rencana penyediaan dan pemanfaatan prasarana dan sarana jaringan pejalan kaki,
angkutan umum, kegiatan sektor informal, dan ruang evakuasi bencana yang
dibutuhkan untuk menjalankan fungsi wilayah kota sebagai pusat pelayanan sosial
Penataan Ruang Wilayah yang di sesuaikan dengan Rencana Jangka Panjang Pembangunan
Kota Semarang. Rencana Tata Ruang Wilayah bertujuan untuk mengarahkan pembangunan
secar strategis dalam pemanfaatan ruang, selain itu dengan disusunnya RTRW pembangunan
antar wilayah lebih serasi, dan uga di jadikan pedoman dalam investasi oleh masyarakat,
Tujuan khusus Penataan ruang adalah mewujudkan Kota Semarang sebagai pusat
perdagangan dan jasa berskala internasional yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan,
sedangkan kebijakan dan strategi penataan ruang Kota Semarang secara umum terbagi atas:
Kebijakan pengembangan struktur ruang dan Kebijakan pengembangan pola ruang. Kebijakan
Kebijakan pola ruang meliputi kebijakan pengelolaan kawasan lindung dan kawasan
wilayah Kota.
program pembangunan tersebut dilaksanakan atas dasar perencanaan yang telah disusun
daya tampung.
dalam penyelesaian masalah, maka pembagian Bagian Wilayah Kota di Kota Semarang
ditentukan melalui pendekatan batas administratif. Bagian Wilayah Kota atau yang disebut
dengan BWK merupakan pembagian wilayah di kota berdasarkan fokus pembangunan yang
telah ditentukan pada perencanaan pembangunan yang telah di tentukan dalam Rencana Tata
Ruang dan Tata Wilayah. BWK dibentuk dengan tujuan agar fokus pembangunan di sebuah
kota bisa berjalan lebih maksimal dan kestabilan kota terjaga, dalam artian jika pembangunan
di fokuskan pada masing-masing bidang pada satu wilayah maka akan membentuk koridor kota
24
yang teratur dan rapi. Untuk itu, dalam Rencana Tata Ruang Kota Semarang Tahun 2010-2030
c. BWK III meliputi Kecamatan Semarang Barat dan Kecamatan Semarang Utara
d. BWK IV meliputi Kecamatan Genuk dengan luas kurang lebih 2.738 Ha;
f. BWK VI meliputi Kecamatan Tembalang dengan luas kurang lebih 4.420 Ha;
g. BWK VII meliputi Kecamatan Banyumanik dengan luas kurang lebih 2.509 Ha;
h. BWK VIII meliputi Kecamatan Gunungpati dengan luas kurang lebih 5.399 Ha;
i. BWK IX meliputi Kecamatan Mijen dengan luas kurang lebih 6.213 Ha; dan
j. BWK X meliputi Kecamatan Ngaliyan dan Kecamatan Tugu dengan luas kurang
Penetapan Bagian Wilayah Kota diharapkan penataan kota akan lebih teratur membentu
koridor-koridor kota sesuai dengan perencanaan, koridor kota yang teratur akan mewujudkan
pembangunan kota yang efektif dan efisien karena mobilitas dapat berjalan dengan lancar
sehingga distribusi pembangunan dan ekonomi akan merata. Rencana pendistribusian fasilitas
Penataan Bagian Wilayah Kota tersebut dengan tujuan membentuk koridor kota yang
utuh, dari satu Bagian Wilayah Kota ke Wilayah Kota yang lin memiliki jalur untu dapat
berinteraksi dan meungkinkan adanya mobilitas yang memadai. Pembangunan koridor ota dari
satu wilayah ke wilayah yang lain memiliki variasi bidang yang tinggi sehingga diperlukan
kerjasama antar sektor, antar pihak dalam mewujudkan koridor kota sesuai yang diharapkan.
Untuk mewujudkan koridor kota tentu ada beberapa permasalahan yang harus di hadapi
terutama yang berkaitan dengan isu publi, karena pada dasarnya koridor kota dibentuk bukan
saja secara fisik saat ini tetapi juga keberlanjutan untuk generasi mendatang.
Berkaitan dengan urusan penataan ruang, isu strategis yang berkembang adalah
tingginya alih fungsi lahan, tumbuhnya bangunan liar tanpa ijin dan penempatan status
pembangunan yang tidak sesuai dengan tata ruang pemerintah Kota Semarang. Untuk
menjawab tantangan isu pada penataan ruang, kebijakan pembangunan diarahkan pada
perwujudan tata ruang kota yang sinergis, serasi dan berkelanjutan didukung oleh dokumen
perencanaan tata ruang yang realistik dan implementatif,penegakan hukum (law enforcement)
yang tegas, dan tersedianya aparat pelaksana yang bertanggung jawab. Untuk mengukur tingkat
keberhasilan dalam urusan penataan ruang, ditetapkan 4 indikator dalam RPJMD 2010-2015.
peruntukan lahan.
partisipasi masyarakat dalam perencanaan pembangunan daerah. Hal ini tidak terlepas dari
permasalahan yang terjadi pada urusan perencanaan yaitu mengenai masih adanya
ketimpangan pertumbuhan wilayah, belum maksimalnya tingkat koordinasi lintas sektoral dan
selesaikan oleh pemerintah kota Semarang dalam rangkai pencapaian visi dan misi. Beberapa
sangat minim sehingga pembangunan antar wilayah menjadi terkesan tidak serasi
dalam artian peruntukan lahan tidak sesuai dengan ketentuan pada BWK. Ketidak
sesuain yang pada umumnya terjadi pada kasus alih fungsi lahan yaitu kaitannya
telah di tetapkan pada Rencana Pembangunan Kota yang telah di susun sebelumnya
dalam Rencana Tata Ruang dan Tata Wilayah. Lahan yang sedianya diperuntukan
pembanguann pada sektor lain sehingga koridor pembangunan yang selama ini
27
telah ditetapkan menjadi tidak sesuai dengan Rencana Tata Ruang dan Rencana
pada pertokoan.
Berdasarkan data dan uraian tersebut maka penulis tertarik untuk meneliti dan melihat
pelaksanaan Rencana Tata Ruang dan Tata Wilayah di kota Semarang sehingga mengambil
judul ”Implementasi Rencana Tata Ruang dan Rata Wilayah Kota Semarang”.
Masih banyak masalah tata ruang dan tata wilayah di kota Semarang khususnya di
sektor perindustrian atau BWK IV dan X. Di daerah Genuk masuk dalam BWK IV tetapi di
wilayah Genuk juga terdapat pemukinan warga dan perumnas (perumahan masyarakat
4. Merupakan jalur arteri primer Jakarta – Surabaya dan jalur ekonomi nasional
Dari berbagai faktor tersebut, sehingga daerah industri Genuk menjadi berkembang
yang ditandai adanya beberapa zona industri yaitu LIK Bugangan Baru, Kawasan Industri
Terboyo Semarang, Kawasan Industri Terboyo Megah, dan Industri- industri di sepanjang jalan
raya Kaligawe. Tetapi perlu disadari bahwa lahan merupakan benda yang banyak dicari tetapi
28
sedikit dimengerti oleh manusia. Lahan dilihat sebagai pemuas kebutuhan (atau bahkan
keserakahan) manusia akan ruang kehidupannya, tidak sebagai kehidupan yang sesungguhnya
atau sebagai sumber daya yang terbatas. Seringkali terjadi dalam menentukan perencanaan,
penggunaan lahan didasarkan pada pertimbangan ekonomis yang biasanya berjangka pendek.
Sesuai dengan RDTRK, pengembangan daerah industri pada BWK IV merupakan sentra
industri bagian timur yang terdiri dari beberapa zona industri dan wilayah industri. Fungsi
industri mencakup industri kecil atau industri yang mengolah potensi lokal, potensi sedang,
industri berat, dan aktivitas pergudangan. Pengembangan lokasi industri kecil diarahkan di
Genuk bagian tengah yang meliputi Kelurahan Muktiharjo Lor, Gebangsari dan Genuksari.
Sedangkan industri berat diarahkan di Kelurahan Trimulyo, Terboyo Kulon, Terboyo Wetan
dan Banjardowo, dengan rencana pengembangan tersebut, harus disesuaikan dengan kondisi
tanahnya berupa tegalan di sebelah selatan Jalan Raya Kaligawe dan di sebelah utaranya
merupakan tanah rawa/tambak. Tanah rawa merupakan tanah yang kurang kuat memikul beban
bangunan terlalu berat sehingga sebaiknya di lokasi ini ditempatkan industri-industri yang
aktivitasnya tidak memerlukan struktur bangunan berat, peralatan berat, maupun menghasilkan
barang-barang berat. Lahan merupakan salah satu komponen dari daya dukung lingkungan,
aktivitas industri yang berdampak pada kualitas lingkungan. Kondisi jalan tidak stabil sebagai
akibat dari banyaknya aktivitas industri yang tidak didukung oleh kestabilan tanah pada daerah
industri Genuk. Kondisi tersebut diperparah oleh rob dan banjir yang terjadi rutin tiap tahunnya
Fenomena penurunan muka tanah yang terjadi di Kota Semarang yang memiliki tingkat
terbesar terjadi di Kecamatan Genuk, yaitu >8 cm per tahun (SINDO, Senin 10 November
2014). Disamping adanya fenomena penurunan muka tanah, masalah banjir dan rob bisa
diakibatkan adanya pengurugan lahan yang cukup luas (± 300 ha) yang dilakukan oleh kawasan
29
industri Terboyo Semarang dan kawasan industri Terboyo Megah, dimana kawasan tersebut
sebelumnya merupakan areal tambak yang berfungsi juga sebagai tampungan air hujan. Pada
BWK IV, rob merupakan permasalahan yang sangat serius bahkan berdasarkan pantauan Pusat
Penelitian Sumber Daya Air Bandung tingkat penurunan tanah di wilayah pantai Kota
Semarang 3 – 14,5 cm per tahun sehingga sangat mempengaruhi kegiatan pada BWK IV
Salah satu penyebabnya adalah pengambilan air melalui pembuatan sumur artesis.
Dampak banjir dan rob ini tidak hanya dirasakan oleh sebagian kawasan industri, tetapi juga
masyarakat disekitar kawasan industri akibat permukaan tanah permukiman penduduk lebih
rendah dari kawasan industri. Hal ini disebabkan oleh perencanaan industri berada dekat
dengan permukiman penduduk. Sesuai dengan RDTRK yaitu penggunaan lahan untuk zona
industri di Genuk yang meliputi kelurahan Muktiharjo Lor, Gebangsari dan Genuksari,
Trimulyo, Terboyo Kulon, Terboyo Wetan, dan Bandardowo tidak hanya untuk industri, tetapi
juga untuk permukiman, perdagangan dan jasa, serta kawasan pendidikan (RDTRK BWK IV).
Kasus-kasus pencemaran oleh industri juga dapat disebabkan pengetahuan akan pengolahan
limbah yang kurang. Selain industri besar yang menyebabkan pencemaran terberat, industri
rumah tangga pun juga berpotensi menyebabkan pencemaran. Lokasinya berdekatan dengan
permukiman, tetapi tidak memiliki sarana pengolah limbah yang layak. Tak terkecuali
sejumlah pabrik yang berada di kawasan industri Terboyo, juga menimbulkan kasus
pencemaran. Seperti pabrik mebel, aspal, plastik, saus, kecap, bawang goreng, galvanis, tekstil,
kemasan sayur dan buah, serta permen. Pembuangan limbah cair ke Sungai Tapak dikeluhkan
oleh para petani tambak di Mangunharjo karena mematikan ikan dan udang yang dipelihara.
a. Bagaimana implementasi Rencana Tata Ruang dan Tata Wilayah kota Semarang?
b. Faktor pendorong dan faktor penghambat apa saja yang dihadapi Pemerintah kota
a. Untuk Mengetahui implementasi Rencana Tata Ruang dan Tata Wilayah kota
Semarang.
Administrasi Publik khususnya yang berkaitan dengan Rencana Tata Rencana Wilayah dan
Hasil dari penelitian ini diharapkan akan dapat menjadi masukan bagi pemerintah Kota
Banyak para ahli yang memberikan definisi pada Administrasi Publik, menurut Felix
A. Nigro dan L. Loyd G. Nigro (dalam Syafiie, 2006:23) administrasi publik adalah :
pemerintahan.
31
masyarakat.
administrasi perseorangan.
(dalam Syafiie, 2006:24), menurut Prajudi Atmosudirjo administrasi public adalah administrasi
dari negara sebagai organisasi, dan administrasi yang mengejar tercapainya tujuan-tujuan yang
adalah ilmu yang mempelajari pelaksanaan dari politik negara. Lain halnya dengan Dwight
Waldo yang mengartikan Administrasi Publik adalah manajemen dan organisasi dari manusia-
manusia dan peralatannya guna mencapai tujuan pemerintah (dalam Syafiie, 2006:25).
Chandler dan Plano dalam (Hakim, 2011:20) menyatakan bahwa administrasi publik
adalah proses sumber daya dan personel publik yang dikoordinasi dan dikoordinasikan untuk
administrasi publik adalah proses kerja sama yang dilakukan dua orang atau lebih ditujukan
pada pelayanan yang diberikan pemerintah kepada masyarakatnya untuk tujuan tertentu.
Public administration hanya dianggap sebagai ilmu usaha negara, maka urusan negara
di hari ini berkembang dibanding negara di masa lalu. Negara bahkan membentuk berbagai
organisasi yang tidak diurus dengan cara negara saja. Hal ini ditunjukkan dalam bentuk adanya
Badan-Badan Usaha Milik Negara (baik yang dikelola negara maupun bukan oleh negara,
lembaga-lembaga kemitraan antara negara dan sektor masyarakat yang berupa quast
government organization.
Output dari administrasi negara bukan saja seuatu yang mengatur kehidupan bersama
warganya, namun untuk membangun kemampuan organisasi di dalam lingkup nasional untuk
Menurut Pfifner dan Pesthus (1950), administrasi publik adalah kegiatan yang
berkenaan dengan implementasi kebijakan publik yang telah dibuat sebelumnya oleh lembaga-
lembaga perwakilan politik. Jadi, administrasi publik dapat didefinisikan sebagai koordinasi
dari upaya individu dan kelompok untuk menjalankan kebijakan publik yang berarti
Karena administrasi publik selalu berhubungan dengan birokasi atau pemerintahan, maka dari
itu sangat penting ilmu administrasi untuk ikut serta dalam merumuskan atau membuat
kebijakan publik.
Kebijakan merupakan kata yang tidak asing lagi bagi masyrakat yang sekarang lebih
peduli terhadap tingkah laku yang dilakukan oleh pemerintah. Kita sering menyamaartikan kata
kebijaksanaan dengan kebijakan, padahal kata kebijakan mempunyai konotasi yang berbeda
membutuhkan pertimbangan-pertimbangan lebih jauh. Kebijakan berasal dari kata policy yang
proses politik.
33
governments chooses to do or not to do”. Kebijakan publik adalah apa yang pemerintah pilih
untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Pengertian ini menunjukkan bahwasannya
pemerintah memiliki kewenangan untuk melakukan pilihan terhadap kebijakan mana yang
akan dilakukan atau tidak, tergantung pada permasalahan yang timbul atau capaian yang ingin
timbul di masyarakat, merumuskan masalah merupakan salah satu tahapan dalam pembuatan
kebijakan, sehingga merumuskan masalah merupakan hal pokok dalam pembuatan kebijakan.
Dunn (2000:214-216) menjelaskan beberapa ciri penting dari masalah kebijakan antara lain :
kebijakan di dalam bidang lain. Ackoff dalam Dunn mengemukakan bahwa dalam
sendiri; mereka merupakan bagian dari seluruh sistem masalah yang paling baik
objektif, data yang sama mengenai suatu masalah dapat diinterpretasikan secara
berbeda.
34
bisa diterima sebagai definisi-definisi yang sah dari kondisi sosial yang obyektif;
Terdapat banyak solusi untuk suatu masalah sebagaimana terdapat banyak definisi
yang konstan; dan karenanya msalah tidak secara konstan terpecahkan. Solusi
terhdap masalah dapat menjadi usang meskipun masalah itu sendiri belum usang.
bahwasannya kebijakan publik merupakan serangkaian kegiatan atau proses dalam mengatasi
masalah publik yang didalamnya mengandung konsep atau nilai nilai yang selaras dengan
konsep dan nilai yang dianut oleh masyarakat. Kebijakan publik disusun melalui tahapan-
tahapan tertentu, dimana terdapat seorang atau sekumpulan aktor di setiap tahapan-tahapan
Para pejabat yang dipilih dan diangkat menempatkan masalah pada agenda publik.
Masalah yang telah masuk ke agenda kebijakan kemudian dibahas oleh para
alternatif yang ada. Pada tahap ini masing-masing alternatif bersaing untuk dapat
Dari beberapa alternatif kebijakan yang ditawarkan oleh para perumus kebijakan,
pada akhirnya salah satu alternatif kebijakan tersebut diadopsi dengan dukungan
peradilan.
Pada tahap ini kebijakan yang telah dijalankan akan dinilai atau dievaluasi untuk
kriteria-kriteria yang menjadi dasar untuk menilai apakah kebijakan publik telah
berikut :
Gambar 1.2
Penelitian ini akan menggambarkan tahapan atau proses kebijakan publik. Tahapan
kebijakan publik dalam penelitian ini adalah mengkaji penataan Tatat Ruang dan Tata Wilayah
Kota Semarang, sedangkan dalam proses kebijakan stakeholder yang terkait adalah Badan
Perencanaan Daerah (BAPPEDA) Kota Semarang, Badan Lingkungan Hidup, Dinas Cipta
Karya Kota Semarang. Pelaksanaan Rencana Tata Ruang dan Wilayah Kota Semarang di
dasarkan pada Peraturan Daerah No. 14 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Kota Semarang Tahun 2011-2031, sedangkan output yang diharapkan dari penelitian ini adalah
Pelaksanaan program atau implementasi program merupakan suatu proses atau tahapan
yang terdapat di dalam kebijakan publik. Implementasi kebijakan dipandang dalam pengertian
luas, merupakan tahap atau proses kebijakan segera setelah penetapan undang-undang.
37
berbagai aktor, organisasi, prosedur, dan teknik bekerja bersama-sama untuk menjalankan
Implementasi pada sisi yang lain merupakan fenomena yang kompleks yang mungkin dapat
dipahami sebagai suatu proses, suatu keluaran (output) maupun sebagai suatu dampak
(outcome).
Berbagai tujuan kebijakan tentu tidak akan tercapai dengan sendirinya tanpa kebijakan
untuk menggambarkan bagaimana upaya yang dilakukan oleh para implementer dalam
mewujudkan tujuan kebijakan, akan tetapi hanya dengan menyebut implementasi saja tidak
disebut sebagai tahap yang penting (critical stage). Disebut penting karena tahapan ini
merupakan “jembatan” antara dunia konsep dengan dunia realita seperti Grindle (dalam
Purwanto, 2012:65) yang menyebut bahwa implementasi “establish a link that allows goals of
dimaksud di sini adalah tercermin dalam kondisi ideal, sesuatu yang dicita-citakan untuk
adalah realitas di mana masyarakat sebagai kelompok sasaran kebijakan sedang bergelut
dalam kebijakan. Tahap ini menentukan apakah kebijakan yang ditempuh oleh pemerintah
benar-benar aplikabel di lapangan dan berhasil untuk menghasilkan output dan outcomes
seperti yang telah direncanakan. Output adalah keluaran kebijakan yang diharapkan dapat
38
muncul sebagai keluaran langsung dari kebijakan. Output biasanya dapat dilihat dalam waktu
yang singkat pasca implementasi kebijakan. Outcomes adalah dampak dari kebijakan, yang
diharapkan dapat timbul setetlah keluarnya output kebijakan. Outcomes biasanya diatur dalam
Gambar 1.3
Implementasi
Kebijakan
Jangka
Pendek
Jangka
Output Kebijakan Panjang
Outcomes Kebijakan
Kamus Webster (dalam Wahab, 2008: 64) merumuskan secara pendek bahwa to
Van Meter dan Van Horn (1975) yang dikutip oleh (Wahab, 2008:65) membatasi
Daniel A. Mazmanian dan Paul A. Sabatier (1979) yang dikutip oleh (Wahab, 2008: 65),
menjelaskan makna implementasi ini dengan mengatakan bahwa : memahami apa yang
senyatanya terjadi sesudah suatu program dinyatakan berlaku atau dirumuskan merupakan
39
usaha-usaha untuk menimbulkan akibat/ dampak nyata pada masyarakat atau kejadian-
kejadian.
kebijakan adalah apa yang terjadi setelah undang-undang ditetapkan yang memberikan otoritas
program, kebijakan, keuntungan (benefit), atau suatu jenis keluaran yang nyata (tangible
output). Istilah implementasi menunjuk pada sejumlah kegiatan yang mengikuti pernyataan
maksud tentang tujuan-tujuan program dan hasil-hasil yang diinginkan oleh para pejabat
berbagai actor, khususnya para birokrat, yang dimaksudkan untuk membuat program berjalan.
penggunaan sumberdaya yang memungkinkan dengan tujuan untuk mencapai suatu bagian dari
tujuan dalam jangka waktu tertentu dimasa yang akan datang (Hariyono, 2010:5)
tujuan yang lebih baik bagi masyarakat, dn dilakukan dengan norma-norma atau nilai tertentu.
(Hariyono, 2010:25)
Kebijakan pada Urusan penataan ruang diarahkan pada upaya untuk mewujudkan
penegakan hukum (law enforcement) yang tegas, dan tersedianya aparat pelaksana yang
indikasi program tata ruang dalam RTRW Kota Semarang Tahun 2011-2031. Beberapa
kegiatan fasilitasi dan koordinasi serta kegiatan studi telah dilaksanakan dalam rangka
40
menyusun acuan implementasi program RTRW, antara lain: Koordinasi dan Fasilitasi
Kegiatan Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah (BKPRD), Koordinasi dan Fasilitasi
Kegiatan Mitigasi dan Adaptasi Perubahan Iklim, Koordinasi dan Fasilitasi Kegiatan
Kawasan Bukit Semarang Baru (BSB) Mijen, Penyusunan Masterplan Simpanglima Kedua,
Pengelolaan Bangunan Cagar Budaya, Pembuatan Peta Planning Kota Semarang, Peningkatan
Pelayanan Informasi KRK, Labelisasi Bangunan Cagar Budaya, Rencana Tata Bangunan dan
Lingkungan Kawasan Rejomulyo dan Sekitarnya, Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan
Akademis Perda PSU, Proses Pengukuran dan Penandaan Keterangan Rencana Kota,
Bangunan serta Tempat Usaha, Sosialisasi Perda Bangunan dan Perda HO, Peningkatan
kapasitas personil pelayanan perijinan IMB, Pembuatan dan updating database IMB dan HO,
Penyusunan pedoman teknis ijin gangguan, Kerjasama pengelolaan kawasan dalam penataan
ruang.
41
Gambar 1.7
Variabel-Variabel yang Mempengaruhi Proses Implementasi
Mudah Tidaknya Masalah Dikendakikan
1. Dukungan teori dan teknologi
2. Keragaman perilaku kelompok sasaran
3. Derajat perubahan prilaku yang diharapkan
dimana berbagai aktor, organisasi, prosedur, dan teknik bekerja bersama untuk menjalankan
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa implementasi kebijakan publik adalah
kegiatan-kegiatan yang dilakukan antar stakeholder yaitu pemerintah, swasta dan masyarakat
yang merupakan realisasi dari suatu kebijakan publik untuk menghasilkan suatu hasil, dampak
dan manfaat bagi masyarakat yang telah ditetapkan sebelumnya. Dan di dalam Implementasi
Rencana Tata Ruang Wilayah Menurut Perda No 14 Tahun 2011sesuai dengan pasal 2 tentang
42
ruang wilayah kota sebagai berikut “Tujuan penataan ruang adalah terwujudnya Kota
Semarang sebagai pusat perdagangan dan jasa berskala internasional yang aman, nyaman,
1. Ketepatan Kebijakan
1. Sejauh mana kabijakan yang ada telah bermuatan hal-hal yang memang
2. Ketepatan Pelaksanaan
Aktor implementasi kebijakan tidaklah hanya pemerintah. Ada tiga lembaga yang bisa
mempunyai derajat politik keamanan yang tinggi, seperti pertahanan dan keamanan,
industri berskala menengah dan kecil yang tidak strategis, sebaiknya diserahkan kepada
masyarakat
3. Ketepatan Target
1. Apakah target yang dintervensi sesuai dengan yang direncanakan, apakah tidak ada
tumpang tindih dengan intervensi lain, atau tidak bertentangan dengan intervensi
kebijakan lain.
2. Apakah targetnya dalam kondisi siap untuk dintervensi ataukah tidak. Kesiapan bukan
saja dalam arti secara alami, namun juga apakah kondisi target ada dalam konflik atau
harmoni, dan apakah kondisi target ada dalam kondisi mendukung atau menolak.
namun pada prinsipnya mengulang kebijakan yang lama dengan hasil yang sama tidak
4. Ketepatan Lingkungan
1. Lingkungan Kebijakan
Yaitu interaksi antara lembaga perumus kebijakan dengan pelaksana kebijakan dengan
otoritas dari kebijakan, network composition yang berkenaan dengan komposisi jejaring
dari berbagai organisasi yang terlibat kebijakan, baik dari pemerintah maupun
antara otoritas yang mengeluarkan kebijakan dan jejaring yang berkenaan dengan
implementasi kebijakan.
Lingkungan ini oleh Calista disebut sebagai variabel eksogen, yang terdiri dari atas
public opinion, yaitu persepsi publik akan kebijakan dan implementasi kebijakan,
5. Ketepatan Proses
Secara umum implementasi kebijakan publik terdiri atas tiga proses, yaitu:
a) policy acceptane, di sini publik memahami kebijakan sebagai sebuah aturan main yang
diperlukan untuk masa depan, di sisi lain pemerintah memahami kebijakan sebagai tugas yang
harus dilaksanakan;
b) policy adoption, publik menerima kebijakan sebagai sebuah aturan main yang diperlukan
untuk masa depan, disisi lain pemerintah menerima kebijakan sebagai tugas yang harus
dilaksanakan;
45
c) strategic readiness, publik siap melaksanakan atau menjadi bagian dari kebijakan, di sisi
berikut :
1. Komunikasi
apa yang harus dilakukan. Apa yang menjadi sasaran kebijakan harus
implementasi. Apabila tujuan dan sasaran tidak jelas maka akan terjadi resisitensi
2. Sumber Daya
Walaupun isi kebijakan sudah dikomunikasikan secara jelas dan konsisten, tetapi
tidak akan berjalan efektif. Sumber daya tersebut dapat berwujud sumber daya
manusia, yakni kompetensi implementor dan sumber daya finansial. Sumber daya
adalah faktor penting untuk implementasi kebijakan agar berjalan dengan efektif
3. Disposisi/ Sikap
Disposisi adalah watak dan karakteristik yang dimiliki oleh implementor, seperti
yang baik, maka akan dapat menjalankan kebijakan dengan baik seperti apa yang
4. Struktur Birokrasi
pengaruh yang signifikan terhadap implementasi kebijakan. Salah satu dari aspek
46
struktur yang penting dari setiap organisasi adalah adanya prosedur operasi yang
menjadi standar.
Komunikasi
Sumberdaya
Implement
asi
Disposisi
Struktur
Birokrasi
menurunkan variabel ke dalam konsep yang memuat indikator – indikator yang lebih rinci dan
dapat diukur. Fungsi fenomena penelitian ini adalah mempermudah peneliti dalam melakukan
pengukuran, ukuran baik tidaknya kerangka operasional, sangat ditentukan oleh seberapa tepat
dimensi – dimensi yang diurai memberikan gambaran tentang variabel. Hal ini menunnujkan
kepada bagaimana peneliti mengklarifikasi suatu kasus dalam satu kategori tertentu. Dalam
penelitian ini yang akan di amati adalah mengenai Implementasi Rencana Tata Ruang Wilayah
di Kota Semarang, maka di dalam penelitian ini akan dianalisis hal – hal yang berkaitan dengan
1. Ketepatan Kebijakan
masalah.
di pecahkan.
2. Ketepatan Pelaksanaan
Pelaksanaan Program tidak terlepas dari peranan aktor – aktor pelaksana yang
3. Ketepatan Target
a. Melihat apakah targer susai dengan yang direncanakan, apakah tidak ada
b. Sasaran atau target yaitu lokasi yang di tempatkan itu sesuai dengan BWK
atau tidak.
4. Ketepatan Lingkungan
5. Ketepatan Proses
program dan pihak lain –lain yang terlibat memahami dan menerima dari
program tersebut.
Berhasil atau tidaknya program ini dapat dilihat dari faktor penghamat dan pendorong.
Berdasarkan teori yang dikemukanan oleh George Edwards III (1980) dapat di lihat bahwa
Komunikasi
tersebut.
Sumber daya
program tersbut.
Diposisi
program.
Struktur birokrasi
program.
digunakan oleh pelaku suatu disiplin. Metodologi juga merupakan analisis teoritis mengenai
suatu cara atau metode. Penelitian merupakan suatu penyelidikan yang sistematis untuk
meningkatkan sejumlah pengetahuan, juga merupakan suatu usaha yang sistematis dan
penelitian dapat dipahami dengan mempelajari berbagai aspek yang mendorong penelitian
untuk melakukan penelitian. Setiap orang mempunyai motivasi yang berbeda, di antaranya
dipengaruhi oleh tujuan dan profesi masing-masing. Motivasi dan tujuan penelitian secara
umum pada dasarnya adalah sama, yaitu bahwa penelitian merupakan refleksi dari keinginan
manusia yang selalu berusaha untuk mengetahui sesuatu. Keinginan untuk memperoleh dan
motivasi untuk melakukan penelitian. Jadi penelitian adalah proses yang sistematis, logis dan
empiris untuk mencari kebenaran ilmiah atau pengetahuan ilmiah. Hasil penelitian tersebut
teknologi dalam kehidupan manusia. Menurut (Sugiono, 2009:15), metode penelitian kualitatif
adalah metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat postpositifsime, digunakan untuk
meneliti pada kondisi objek yang alamiah (sebagai lawannya adalah eksperimen) dimana
peneliti adalah sebagai instrument kunci, pengambilan sample sumber dan data dilakukan
secara purposive dan snowbaal, teknik pengumpulan data dilakukan dengan triangulasi
(gabungan) analisis data bersifat induktif / kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih
menekankan pada makna daripada generalisasi. Metode penelitian kualitatif sering disebut
kondisi yang alamiah (natural setting). Disebut juga penelitian etnografi, karena pada awalnya
metode ini banyak digunakan untuk penelitian bidang antropologi budaya. Selain itu disebut
50
sebagai metode kualitatif karena data yang terkumpul dan dianalisis lebih bersifat kualitatif.
Pada penelitian kualitatif, penelitian dilakukan pada objek yang alamiah maksudnya, objek
yang berkembang apa adanya, tidak dimanipulasi oleh peneliti dan kehadiran peneliti tidak
penelitian kualitatif instrumennya adalah orang atau peneliti itu sendiri (humane instrument).
Untuk dapat menjadi instrumen maka peneliti harus memiliki bekal teori dan wawasan yang
luas, sehingga mampu bertanya, menganalisis, dan mengkonstruksi situasi sosial yang diteliti
menjadi lebih jelas dan bermakna. Prosedur – prosedur kualitatif dalam pengumpulan, analisis,
dan interpretasi data, serta penulisan hasil penelitian memang berbeda dengan prosedur –
prosedur kuantitatif tradisional. Pengambilan sampel secar sngaja, pengumpulan data terbuka,
analisis teks atau gambar, penyajian informasi dalam bentuk gambar dan table, serta
kualitatif.
Peneliti meyakini bahwa penelitian kualitatif dapat menjelaskan penelitian yang dilakukan
tersebut secara lebih mendalam. Suatu prosedur ilmiah yang sistematis yang dilakukan untuk
mengukur hasil program atau proyek (efektifitas suatu program) sesuai dengan tujuan yang
direncanakan atau tidak, dengan cara mengumpulkan, menganalisis dan mengkaji pelaksaaan
Penelitian ini digunakan untuk mengamati proses pelaksanaan kebijakan yang diambil
oleh Pemerintah Kota Semarang untuk mengetahui efektifitas dan efisiensi dari kebijakan
ruang rencana tata ruang wilayah di Kota Semarang. Menurut Sugiyono (2009:11), Metode
historis bertujuan untuk merekonstruksi masa lalu secara sistematis dan obyektif dengan
mengumpulkan, menilai, memverifikasi dan mensintesiskan bukti untuk menetapkan fakta dan
51
mencapai konklusi yang dapat dipertahankan, seringkali dalam hubungan hipotesis tertentu.
Dengan metode historis, seorang ilmuwan sosial peneliti historis yaitu orang yang mengajukan
pertanyaan terbuka mengenai peristiwa masa lalu dan menjawabnya dengan fakta terpilih yang
Dengan demikian, penelitian dengan metode historis merupakan penelitian yang kritis
secara teliti dan hati-hati terhadap validitas dari sumber-sumber sejarah serta interprestasi dari
Situs penelitian adalah dengan tempat atau wilayah dimana penelitian akan
dilaksanakan. Penelitian ini memiliki fokus kajian yang akan diteliti adalah Implementasi
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Semarang. Sedangkan yang menjadi lokus dari penelitian
ini dengan sasaran utama wilayah BWK IV Kota Semarang, lebih tepatnya di daerah Genuk
Semarang.
Terdapat dua hal yang mempengaruhi kualitas hasil penelitian yaitu, kualitas instrumen
penelitian dan kualitas pengumpulan data. Dalam penelitia kualitatif, yang menjadi instrumen
atau alah penelitian adalah peneliti itu sendiri. Oleh karena itu peneliti sebagai instrumen juga
harus “divalidasi” seberapa jauh peneliti kualitatif siap melakukan penelitian yang selanjutnya
terjun ke lapangan. Validasi terhadap peneliti sebagai instrumen meliputi validasi terhadap
pemahaman metode penelitian kualitatif, penguasaan wawasan terhadap bidang yang diteliti,
kesiapan peneliti untuk memasuki obyek penelitian, baik secara akademik maupun logistiknya.
Yang melakukan validasi adalah peneliti sendiri, melalui evaluasi diri seberapa jauh
pemahaman terhadap metode kualitatif, penguasaan teori dan wawasan terhadap bidang yang
memilih informan sebagai sumber data, melakukan pengumpulan data, menilai kualitas data,
analisis data, menafsirkan data dan membuat kesimpulan atas temuannya (Sugiyono,
2010:222). Dapat diketahui jika dalam penelitian kualitatif instrumen utamanya adalah peneliti
sendiri, yang dimana setelah fokus penelitian menjadi jelas, maka kemungkinan akan di
kembangkan oleh peneliti sendiri menjadi lebih sederhana, yang dapat melengkapi data dan
dan dibandingkan dengan data yang telah ditemukan sebelumnya melalui wawancara dan
observasi.
permasalahan tertentu yang darinya dapat diperoleh informasi yang jelas, akurat, dan
terpercaya (Moleong, 2000:97). Informasi tersebut dapat berupa pernyataan, keterangan, data-
Subjek penelitian atau Narasumber adalah sesuatu yang diteliti baik orang,
benda, ataupun lembaga (organisasi). Subjek penelitian pada dasarnya adalah yang akan
dikenai kesimpulan hasil penelitian, di dalam subjek penelitian inilah terdapat objek penelitian.
Narasumber yang baik adalah narasumber yang dapat dipercaya, mempunyai pengetahuan
yang luas mengenai kebijakan Rencana Tata Ruang Wilayah yang terlibat serta yang
menangani secara langsung pada fokus permasalahan yang akan diteliti, sehingga akan didapat
Dari penjelasan yang telah disebutkan diatas, peneliti telah menentukan beberapa
4. Ketua MP3I (Masyarakat Peduli Perumahan dan Pemukiman Indonesia) Jawa Tengah
5. Masyarakat / warga
Jenis data yang di gunakan penulis berupa kata – kata dan tindakan selebihnya adalah
data tambahan seperti dokumen dan lain-lain. Jenis – jenis data yang digunakan dalam
penelitian hadir dalam bentuk kata – kata dan tindakan, yang kemudian hadir dalam wujud
berupa wawancara terhadap informan penelitian. Sumber data lainnya yang digunakan adalah
1. Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari sumbernya. Data- data yang
diperoleh melalui jawaban atas pertanyaan- pertanyaan yang diajukan oleh peneliti
2. Data Sekunder adalah catatan mengenai kejadian atau peristiwa yang telah terjadi
berupa tulisan dari buku, dokumen, internet dan sumber- sumber tulisan lain yang
berkaitan dengan penelitian. Dalam penelitian ini, untuk mendapatkan data sekunder
Dalam penulisan ini peneliti menggunakan empat teknik pengumpulan data, yaitu :
a. Interview (wawancara)
sejumlah pertanyaan secara lisan untuk-dijawab secara lisan pula. Ciri utama dari
interview adalah kontak langsung dengan tatap muka (face to face relation ship) antara
Wawancara tidak terstruktur adalah wawancara yang bebas di mana peneliti tidak
menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun secara sistematis dan lengkap
digunakan hanya berupa garis- garis besar permasalahan yang akan ditanyakan. Penulis
menggunakan wawancara tidak terstruktur ini agar penulis bebas untuk menanyakan
apa saja yang dibutuhkan untuk mendapatkan data dan informasi. Sehingga tidak ada
b. Observasi
Dari segi proses pelaksanaan pengumpulan data, penulis menggunakan tipe Observasi
partisipan, peneliti tidak terlibat dan hanya sebagai pengamat independen. Peneliti
masyarakat yang sedang diamati. Dari segi instrumensi yang digunakan, penulis
observasi yang tidak dipersiapkan secara sistematis mengenai apa yang akan
diobservasi. Hal ini dikarenakan peneliti tidak mengetahui secara pasti mengenai apa
yang akan diamati. Dalam melakukan penelitian, peneliti tidak menggunakan instrumen
c. Dokumentasi
Dokumen menurut bahasa inggris berasal dari kata document yang memiliki arti suatu
yang tertulis atau tercetak dan segala benda yang mempunyai keterangan-keterangan
adalah salah satu metode pengumpulan data kualitatif dengan melihat atau menganalisis
dokumen-dokumen yang dibuat oleh subjek sendiri atau oleh orang lain tentang subjek.
55
Metode ini merupakan metode pengumpulan data yang berupa data-data berupa
gambar, dokumen resmi, data-data resmi yang ada di dapat dari Sub Badan Perencanaan
Pembangunan Daerah.
d. Studi Pustaka
Studi Pustaka dilakukan dengan mempelajari buku – buku refrensi, perda, laporan –
Analisis data adalah proses mengatur urutan data, mengorganisasikanya ke dalam suatu
pola, kategori, dan satuan uraian dasar (Moleong, 2002: 103). Jadi, analisa data adalah proses
menyusun data secara sistematis yang diperoleh dari observasi melalui pengorganisasian data
kesimpulan yang dapat dimengerti oleh pengamat sendiri dan orang lain.
Penelitian kualitatif harus memiliki standar kredibilitas. Standar kredibilitas ini untuk
menunjukan agar hasil penelitian kualitatif memiliki tingkat kepercayaan yang tinggi sesuai
dengan fakta di lapangan (informasi yang digali dari subyek atau partisipan yang diteliti). Cara
Triangulasi adalah pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain
di luar data untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data tersebut
Penelitian kualitatif ini menggunakan triangulasi teknik. Hal ini berarti peneliti
menggunakan teknik pengumpulan data yang berbeda-beda untuk mendapatkan data dari
sumber yang sama (Sugiyono, 2009: 241). Peneliti menggunakan pengumpulan data dengan
Tata Ruang serta studi pustaka yang berkaitan dengan Kebijakan dalam menjalankan kebijakan