Tiba-tiba, pikiran saya kembali ke realita di site ketika ada suara notifikasi dari salah
satu aplikasi pesan di handphone saya yang tergeletak di atas meja. Ternyata, pesan
dari salah satu member group yang saya ikuti, ia menanyakan kabar dan posisi
sekarang. Di awal, hanya ada omongan basa-basi dan dilanjut dengan mengajak
diskusi tentang apa itu HIRADC.
Hmmmm…”Ternyata masih banyak yang belum paham akan dasar sebuah HIRADC,
bagaimana cara membuatnya, cara melakukan penilaian termasuk bagaimana kita
mengetahui keefektifan sebuah HIRADC tersebut dalam sebuah proses perusahaan”,
pikir saya.
Suatu pertanyaan sederhana namun memaksa pikiran saya untuk fokus ke suatu
materi HIRADC yang membutuhkan konsentrasi tinggi, fokus dan pengerahan energi
yang ekstra untuk menjawabnya.
Kita akan membahas tentang cara mengelola sebuah risiko, yang kita ketahui
bersama, sebuah risiko tidak bisa dihilangkan namun hanya bisa diturunkan nilainya
sampai batas tertentu (acceptable risk), artinya adalah setiap perusahaan
mempunyai nilai tersendiri untuk menerima risiko yang tersisa, bagi
perusahaan besar atau mapan dari sisi finasialnya mungkin menghendaki nilai yang
terkecil. Namun, ada juga perusahaan yang “berani” menerima risiko dengan nilai
yang agak tinggi.
Apa sih risiko itu sendiri? Kalau kita mau browsing di berbagai sumber akan banyak
menemukan definisi yang beragam seperti menurut IEC/TC56 (AS/NZS 3931),
mengartikan risiko sebagai “kombinasi dari frekuensi, atau probabilitas munculnya,
dan konsekuensi dari suatu kejadian berbahaya yang spesifik” (Cross, 1998)
Menurut AS/NZS 4360:2004 risiko adalah peluang munculnya suatu kejadian yang
dapat menimbulkan efek terhadap suatu objek.
Risk is Effort of Uncertainty on Object atau Dampak dari ketidak pastian terhadap
pencapaian (www.iso.org)
Dari definisi di atas, kita bisa mengetahui ada 2 poin yang terpenting dari sebuah
risiko yaitu frekuensi atau likelihood dan konsekuensi. Jadi, untuk mengetahui besar
atau kecilnya nilai sebuah risiko adalah dari perkalian keduanya atau lebih mudahnya:
Setelah mengetahui nilai dari sebuah risiko tersebut, tahap selanjutnya adalah
melihat matrik hasil penilaiannya, apakah hasil tersebut sudah bisa diterima oleh
perusahaan ataukah masih perlu tindakan lebih lanjut untuk menurunkan penilaian.
Dalam pembuatan matrik ini, kita bisa mengambil berdasarkan klasifikasi dari
perusahaan atau dari perundang undangan yang belaku di sektor bisnis tersebut.
Misal, matrik konsekuensi di pertambangan jika menganut di kepmen
1827K/30/MEM/2018 pada lampiran III sudah ada penggolongan cideranya,
sedangkan matrik likelihood bisa diambil dari sejarah hasil investigasi di perusahaan
tersebut, daerah sekitar, atau perusahaan lain yang sama, atau bisa juga mengambil
acuan yang lain.
Sampai saat ini belum ada acuan berapa tingkatan yang mau dipergunakan, semua
diserahkan ke perusahaan mau 4×4, 5×5, atau nilai yang lainnya yang terpenting
adalah ada jenjang yang jelas dalam penggolongannya mulai terendah sampai
jenjang yang tertinggi dan diterima oleh top manajemen perusahaan.
Contoh Matrix HIRADC
Jika nilainya berada di zona penerimaan atau acceptable risk (biasa di beri warna
hijau) tentu tidak ada masalah karena berada di zona aman menurut perusahaan
tersebut. Namun, jika berada di zona di atasnya (biasanya kuning menuju merah)
perlu di turunkan nilai risk atau risikonya. Nah, bagaimana caranya?
Seperti yang kita ketahui bersama bahwa dalam pengendalian risiko ada istilah
Hirarki Kontrol, yang mana saya juga sangat yakin rekan-rekan sudah banyak yang
paham dan hafal. Namun, ada yang harus diingat bahwa hierarki pengendalian bahaya
yang sering dipergunakan banyak perusahaan bukan satu-satunya metode karena
kadang ada yang mengacu sampai 7 hirarki control atau mengacu pada regulasi untuk
kegiatan usaha tersebut, seperti di dunia pertambangan sesuai kepmen 1827 memiliki
hirarki kontrol sendiri sebagai acuan dalam mengendalikan risikonya.
Dalam tulisan ini, saya memakai hirarki kontrol yang sering rekan-rekan gunakan
sampai 5 tingkatan seperti gambar di bawah ini
Skema pengendalian risiko
Contoh sederhana seperti ini, saat kita membawa mobil di jalan, risiko terjadinya
kecelakaan kerja adalah tabrakan antar unit dan kemungkinan tingkat keparahan
adalah meninggal (consequence). Kecelakaan kendaraan misalnya pernah terjadi di
lokasi kerja dalam waktu setahun 2 kali, maka asumsinya dengan berdasarkan matrik
diatas (gambar matrik) nilai consequence nya 4 (tertinggi) dan likelihoodnya 5
(sering terjadi lebih dari sekali dalam setahun). Jadi, nilai resiko dari kesemuanya
adalah 4 x 5 =20 dan masuk pada zona merah yang perlu perbaikan atau tindak lanjut.
Kalau kita memilih tindakan mitigasi pasif saja seperti pembuatan prosedur
berkendaraan, instruksi kerja mengemudi, pembuatan rambu, dan lain-lain, berarti
nilai yang diturunkan di angka 5 (likelihood). Sedangkan, kalau memilih menurunkan
dampaknya (consequence) misalnya membuat separator jalan dua lajur, memasang
alat batas kecepatan di mobil (pilihan engineering control) maka nilai yang berkurang
di angka 4.
Pilihan kedua dengan membuat polisi tidur, tanpa diawasi pun kendaraan secara
otomatis akan mengurangi laju kendaraan jika akan masuk ke dalam. Semakin kita
mengurangi ketergantungan pada manusia maka akan semakin kecil peluang
terjadinya kecelakaan akan terjadi.
Contoh HIRADC
Bisa juga kita lakukan keduanya secara berimbang: membuat polisi tidur dan rambu-
rambu dan memasang kamera yang mengkontrol kecepatan kendaraan misalnya.
Namun, biaya yang akan di keluarkan cukup besar juga. Pada akhirnya, semua akan
dikembalikan ke manajemen, metode mana yang akan dipakai, sampai batas risiko
tersebut bisa diterima perusahan.
Selain HIRADC
Ada yang perlu diingat dan dipahami bersama bahwa HIRADC bukan satu-satunya alat
untuk mengendalikan bahaya. Masih banyak metode lain yang bisa dipergunakan baik
secara sendirian maupun gabungan, seperti TRA, JSA, HAZID, HAZOP, dan lain
sebagainya.
Ilustrasi sederhananya seperti ketika kita mau menuju dari kota A ke kota B dan
memilih metode transportasinya dengan kendaraan kecil. Nah, kendaraan kecil inikan
banyak merk dan macamnya bisa zenia, avanza, terios, expander, hilux, fortuner dan
lainnya. Kendaraan itu memiliki keunggulan dan kelemahan masing-masing dan
semua juga pasti dikembalikan kepada penggunanya mau melilih yang mana?
Tentu bagi orang yang banyak modal akan memilih kendaraan yang mahal dengan
tingkat keamanan yang lebih terjamin. Namun, bagaimana jika modal yang dimiliki
hanya cukup untuk kelas yang paling rendah? Pasti mau tidak mau akan memilih
kendaraan tersebut dan sudah pasti juga tingkat pengawasan akan lebih tinggi dalam
mengendarainya.
Satu hal yang hampir tertinggal, banyak pertanyaan apa bedanya antara HIRA,
HIRADC, HIRARC atau IBPR? Menurut saya semua sama saja, itu hanya sebutan atau
bahasa halusnya merk dagang biar kelihatan lebih keren dan ada bedanya.
Bagaimana sudah sedikit paham kan sekarang dengan HIRADC? semoga tulisan
diatas menambah wawasan kita tentang cara pengendalian bahaya.
SALAM K3
Budhi Setiyawan