Anda di halaman 1dari 3

1.

Peranan kepemimpinan adalah memberikan dorongan terhadap bawahan untuk mengerjakan


apa yang dikehendaki pemimpin. Oleh karena itu, kepemimpinan secara umum didefinisikan
sebagai suatu seni bagaimana membuat orang lain mengikuti serangkaian tindakan dalam
mencapai tujuan. Tujuan ini merefleksikan nilai-nilai, motivasi, keinginan, kebutuhan,
aspirasi yang diharapkan oleh pemimpin dan yang dipimpin. Kata pimpin mengandung
pengertian mengarahkan, membina atau mengatur, menuntun, dan juga menunjukkan
ataupun mempengaruhi. Dari sekian banyak definisi kepemimpinan yang pernah
dikemukakan para pakar, satu diantaranya yang paling lugas dan sederhana adalah apa yang
pernah dikemukakan John C. Maxwell dalam bukunya “The 21 Irreputable Laws Of
Leadership” bahwa “Kepemimpinan itu adalah pengaruh, tidak lebih dan tidak kurang”.
Menurut Maxwell, baik-buruknya suatu kepemimpinan akan membawa pengaruh dalam
segala segi kehidupan organisasi yang dipimpinnya. Terdapat 3 esensi kepemimpinan yang
perlu dipelajari dan di tumbuhkan agar dapat menjadi sosok pemimpin yang ideal dan dapat
membawa kesejahteraan bagi masyarakat.
a. Esensi pertama dari kepemimpinan adalah pengaruh. Seorang pemimpin seharusnya
dapat membawa pengaruh yang positif bagi mereka yang dipimpinnya. Sebuah
organisasi akan berjalan dengan maksimal dan baik dalam rangka mewujudkan visi jika
mendapat pengaruh positif yang kuat dari seorang pemimpin. Pengaruh positif yang kuat
ini akan menciptakan atmosfir yang kondusif bagi pertumbuhan dan kemajuan
organisasi. Pengaruh pemimpin yang positif ibarat air kehidupan bagi mereka yang
dipimpinnya. Pengaruh positif yang kuat ini lahir dari integritas.
b. Esensi kedua dari kepemimpinan adalah pemberdayaan. Pemimpin yang baik adalah
pemipin yang mampu menggali seluruh potensi yang ada dalam organisasi yang ia
pimpin. Pemimpin akan memberdayakan segala potensi yang ada, terutama
pemberdayaan SDM, demi kemajuan dan kesejahteraan bersama. Pemberdayaan SDM
memiliki peranan yang strategis dalam kerangka pencapaian tujuan organisasi. Dalam
arti luas, pemberdayaan SDM secara substansi dipahami sebagai proses peningkatan
potensi, kompetensi, dan karir dari pegawai. Sebagai sumber daya, tak jarang para
pegawai menghadapi kendala ataupun hambatan di dalam melaksanakan tugas sehari-
hari sehingga tidak dapat memenuhi ekspektasi dan tuntutan organisasi.
c. Esensi ketiga dari kepemimpinan adalah pelayanan/pengabdian. Pemimpin yang baik
adalah mereka yang justru melayani, bukan untuk dilayani. Pelayanan dan
kepemimpinan sepertinya adalah dua hal yang sangat bertolak belakang. Bagaimana
mungkin melayani tapi juga memimpin? Bukankah pemimpin itu justru adalah harus
dihormati, dilayani, disanjung? Pemimpin yang besar adalah pemimpin yang memiliki
jiwa besar untuk bersedia merendahkan diri melayani mereka yang ia pimpin dengan
penuh pengabdian. Fokusnya hanyalah bagaimana mensejahterakan, mengantarkan
segala kebaikan bagi mereka yang ia pimpin. Jiwa pelayanan atau pengabdian ini akan
mengibarkan seorang pemimpin menjadi pemimpin yang besar dan bermartabat.
2. Ada tiga mitos kepemimpinan dalam mempengaruhi dan perkembangan yang ada pada
dunia keoorganisasian :
a. The birth right myth (Pemimpin itu dilahirkan, bukan dihasilkan). Para pendukung mitos
ini berkeyakinan bahwa pemimpin itu memang dari sananya sudah ditakdirkan sebagai
“pahlawan” yang memiliki karaketer seperti kekuatan fisik, kemampuan dan
kebijaksanaan yang sangat berbeda dengan orang kebanyakan. Jika ditanya, darimana
asal karakter tersebut, para pendukung mitos ini tidak mampu memberikan penjelasan
logis dan biasanya merujuk kepada keturunan/darah biru. Mereka juga tidak mampu
menjelaskan bagaimana proses transfer karakter pemimpin tersebut terjadi. Mitos ini
tidak sesuai bagi organisasi bisnis atau yang lainnya sebab menganggap bahwa orang
yang dapat menjadi pemimpin adalah mereka yang merupakan keturunan orang yang
superior di antara yang lainnya. Hal itu berarti organisasi menutup kemungkinan adanya
pengembangan karyawan dan regenerasi kepemimpinan.
b. The for all season myth (Sekali Pemimpin, Tetap Pemimpin), Mirip dengan The
Brightright Myth, bedanya the Birthright Myth menekankan pada faktor keturunan
sedangkan the For-All-Seasons Myth menekankan pada faktor karakter dan prestasi yang
telah dicapai (track record). Dalam proses pemilihan pemimpin, para pemilih biasanya
memilih pemimpin atas dasar pertimbangan prestasi atau apa yang sudah dicapai oleh
pemimpin tersebut sebelumnya. Misalnya: seseorang terpilih menjadi Bupati karena
dahulu dinilai berhasil membangun daerahnya ketika menjabat sebagai Kepala Desa.
Dalam pandangan mitos ini, jika seseorang pernah berhasil memimpin suatu organisasi
maka dia juga akan berhasil di organisasi berikutnya. Pada kenyataannya, mitos ini tidak
selamanya benar karena keberhasilan seorang pemimpin tergantung kepada situasi dan
kondisi tertentu. Jadi, keberhasilan seorang pemimpin pada masa lalu dipengaruhi oleh
situasi dan kondisi yang ada saat itu, sedangkan dalam situasi dan kondisi yang lain,
belum tentu keberhasilan yang sama dapat dia capai seperti yang pernah terjadi.
c. The instensity Myth. Mitos ini berkeyakinan bahwa pemimpin memiliki kedalaman dan
keluasan perasaan yang jauh dibandingkan dengan orang kebanyakan. Intensitas ini
terlihat bahwa pemimpin biasanya lebih emosional dibanding orang kebanyakan atau
dikenal dengan Anger Myth. Jika pemimpin marah, bawahan lebih baik mengikuti saja,
jangan menunjukkan sikap melawan. Didasari atas dasar teori X dari Douglas McGregor
yaitu bahwa manusia pada dasarnya membenci pekerjaan yang harus dikerjakan
sehingga mereka perlu digerakkan dengan kemarahan dari pemimpinnya. Kemarahan itu
dapat berupa ancaman atau hukuman. Seorang pemimpin harus mampu membuat
bawahannya merasa takut karena rasa takut akan menggerakkan bawahan untuk bekerja.
Pada kenyataannya, perasaan takut pada diri karyawan untuk sementara dapat
meningkatkan produktivitas tetapi pada banyak kasus ternyata kemarahan pemimpin
dapat memunculkan banyak konflik di organisasi yang menyebabkan kinerja organisasi
kurang efektif. Bentuk dari intensitas perasaan yang lain adalah rasa percaya diri,
optimistic/semangat. Jadi seorang pemimpin selain harus bisa tegas, juga harus memiliki
kepercayaan diri dan optimisme yang tinggi dalam mengarahkan bawahannya guna
mencapai tujuan organisasi.

3. Kondisi sosio-psikologis adalah semua kondisi eksternal dan internal yang ada pada saat
pemunculan seorang pemimpin. Dari sisi kondisi sosio-psikologis pemimpin dapat
dikelompokkan menjadi pemimpin kelompok leaders of crowds, pemimpin siswa mahasiswa
student leaders, pemimpin publik public leaders, dan pemimpin perempuan women leaders.
Masing-masing tipe pemimpin tersebut masih bisa dibuat sub-tipenya. Sub-tipe pemimpin
kelompok adalah: crowd compeller, crowd exponent, dan crowd representative. Sub-tipe
pemimpin siswa mahasiswa adalah: the explorer president, the take charge president, the
organization president, dan the moderators. Sub-tipe pemimpin publik ada beberapa, yaitu:
 Menurut Pluto: timocratic, plutocratic, dan tyrannical
 Menurut Bell, dkk: formal leader, reputational leader, social leader, dan influential
leader
 Menurut J.M. Burns, ada pemimpin legislatif yang : ideologues, tribunes, careerist, dan
parliementarians.
 Menurut Kincheloe, Nabi atau Rasul juga termasuk pemimpin publik, yang memiliki
kemampuan yang sangat menonjol yang membedakannya dengan pemimpin bukan
Nabi atau Rasul, yaitu dalam hal membangkitkan keyakinan dan rasa hormat
pengikutnya untuk dengan sangat antusias mengikuti ajaran yang dibawanya dan
meneladani semua sikap dan perilakunya.
Tipe pemimpin yang lain adalah pemimpin perempuan, yang oleh masyarakat dilekati 4
setereotip, yaitu sebagai: the earth mother, the manipulator, the workaholic, dan the
egalitarian.

Referensi :
“kepemimpinan siklus hidup” atau “kepemimpinan situasional” Paul Hersey dan Ken
Blanchard (1969)
“The 21 Irreputable Laws Of Leadership” John C. Maxwell
www.kubikleadership.com

Anda mungkin juga menyukai