Anda di halaman 1dari 25

BAB I

HAKIKAT IPA
1 : HAKIKAT IPA

A. Pengantar Sains dalam hal ini diartikan sebagai ilmu pengetahuan alam, berasal dari bahasa
Inggris, yaitu science yang berarti pengetahuan. Sedangkan menurut bahasa Latin, sains berasal
dari kata scientia yang berarti ”saya tahu”. Menurut Oxford Dictionary, definisi sains adalah the
intellectual and practical activity encompassing the systematic study of the structure and
behavior of the physical and natural world through observation and experiment. Pengertian di
atas menekankan pada dua kata utama, yaitu observasi dan eksperimen. IPA merupakan
pengetahuan yang secara rasional dan objektif mempelajari tentang alam semesta dengan
segala isinya (Djumhana, 2009). Mempelajari Ilmu Pengetahuan Alam dapat diartikan sebagai
kegiatan mengamati fenomena-fenomena alam serta berbagai proses yang terjadi di dalamnya.
Namun ternyata hal tersebut tidak berjalan sesederhana yang kita pikirkan sepenuhnya. IPA
berhubungan erat dengan keteraturan dan sistematika yang terjadi di alam, Berbagai
pengetahuan di dalamnya diperoleh melalui observasi serta berbagai macam eksperimen
panjang yang berkelanjutan dan saling melengkapi satu sama lain, Para ilmuwan menghasilkan
konsep, prinsip, hukum maupun formula dari serangkaian metode ilmiah yang sistematis. Dalam
perkembangannya, penggunaan metode ilmiah tidak terbatas hanya dalam sains saja,
melainkan dalam berbagai bidang ilmu lainnya. Sikap ilmiah dalam sains menjadi modal utama
dalam menghasilkan pengetahuan-pengetahuan baru yang dapat dipertanggung jawabkan.
Science is both of knowledge and a process (Trowbridge and Sund, 1973:2). Hal mendasar yang
dapat menjadi ciri khas Ilmu Pengetahuan Alam yaitu cakupannya sebagai proses dan juga
produk. Kedua hal tersebut selanjutnya akan kita gali lebih dalam dalam pada pembahasan
selanjutnya.
B. KAJIAN DAN PEMBELAJARAN IPA MI/SD
a. IPA sebagai Proses Barometer keberhasilan dari pengetahuan biasanya dapat terlihat atau
terukur dari berapa banyak produk yang dapat dihasilkan atau seberapa jauh penerapan
ilmu tersebut dapat dimanfaatkan oleh orang lain. Namun ketika berhadapan dengan IPA,
kita tidak hanya berpatokan pada produk atau penerapannya semata, melainkan
bagaimana proses penggalian ilmu pengetahuan tersebut berlangsung. Proses yang
dimaksud tidak sekadar mengamati fenomena dan kejadian alam, melainkan bagaimana
seseorang dapat berpikir, bertindak dan mengambil kesimpulan berdasarkan metode
ilmiah. Proses sains tersebut diharapkan dapat menjadi pedoman siswa MI/SD untuk
menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. 1. Metode Ilmiah IPA sebagai proses dapat
disamakan dengan IPA sebagai prosedur. Proses dalam IPA berlangsung dengan tidak
mengabaikan sistematika dan keteraturan. Para ilmuwan atau para ahli dalam IPA seringkali
menerapkan prosedur atau metode ilmiah dalam setiap kegiatan mereka. Urutan metode
ilmiah tersebut yaitu:  Observasi Sejalan dengan definisi sains di atas, proses sains dimulai
dengan rasa penasaran atau rasa ingin tahu seseorang mengenai fenomena atau keadaan
tertentu. Rasa ingin tahu inilah yang akan membimbing mereka untuk melakukan langkah
pertama dalam metode ilmiah, yaitu observasi. Observasi dapat berasal dari pengalaman,
berbagai sumber belajar maupun sejumlah hasil penelitian terdahulu. Misalkan seseorang
membeli tempe dan mengolahnya setengah bagian. Bagian yang lain ia tutup kembali dan
disimpan untuk digoreng keesokan harinya. Ternyata keesokan harinya tempe tersebut
semakin menguarkan aroma yang khas, warna putih pada tempe semakin menyebar dan
adapula yang berwarna kehitaman. 19 Seseorang dengan rasa ingin tahu yang tinggi akan
berusaha mencari tahu penyebab dari keadaan tersebut. Observasi ini biasanya dilanjutkan
dengan munculnya pertanyaan ilmiah yang spesifik (tidak terlalu luas) dapat jawabannya
dapat ditemukan melalui percobaan.  Merumuskan Hipotesis Hipotesis adalah jawaban
sementara atau gagasan solusi dari masalah yang ditemukan yang harus dibuktikan melalui
percobaan. Perumusan hipotesis dilakukan setelah seluruh rangkaian observasi telah
selesai dilakukan. Hal tersebut juga mencakup pengkajian referensi serta penelitian
terdahulu terkait topik yang diangkat.  Melakukan Percobaan Sebelum melakukan
percobaan kita harus menentukan variabel-variabel yang terlibat dalam percobaan
tersebut. Variabelvariabel tersebut meliputi variable bebas, terikat dan kontrol. Variabel
bebas adalah variabel yang anda ubah / manipulasi untuk mengetahui pengaruhnya
terhadap variable terikat. Variabel terikat adalah variabel yang responsnya berubah,
sebagai hasil manipulasi variabel bebas, atau disebut juga variabel yang kita amati
perubahannya. Sedangkan variabel kontrol adalah variabel tetap yang tidak diubah dalam
percobaan. Misalkan anda melakukan percobaan mengenai pengaruh berbagai jenis merek
pupuk terhadap pertumbuhan tanaman. Variabel bebasnya adalah jenis pupuk, variabel
terikatnya adalah pertumbuhan tanaman (ukuran tinggi tanaman) dan variabel bebasnya
adalah jenis tanaman tersebut.  Menarik Kesimpulan Kesimpulan yang dihasilkan harus
sesuai dengan hasil percobaan. Oleh karena itu tidak menutup kemungkinan hasilnya akan
bertolak belakang dengan kesimpulan. Jika hal tersebut terjadi, harus ada penjelasan yang
dapat menjelaskan perbedaan tersebut (mungkin karena adanya variabel lain yang
berpengaruh atau keterbatasan media dan peralatan yang digunakan percobaan).
b. KAJIAN DAN PEMBELAJARAN IPA MI/SD

Kejujuran seorang peneliti dalam mengakui kekurangan dalam percobaannya merupakan


bagian dari sikap ilmiah yang harus dipupuk sejak jenjang sekolah dasar. Hal tersebut
merupakan proses yang penting untuk membuat siswa menyadari betapa kompleksnya proses
yang harus dilalui sebelum menghasilkan sebuah ilmu pengetahuan. Dalam penarikan
kesimpulan juga seharusnya memuat saran atau gagasan peneliti yang dapat bermanfaat untuk
mendukung eksperimen selanjutnya.

2. Keterampilan Proses Sains (KPS) Rustaman (2017) mengemukakan bahwa proses sains
merupakan sejumlah keterampilan yang harus dimiliki bila seseorang berniat mengembangkan
pengetahuan serta metode tentang sains. Proses sains mencakup berbagai keterampilan yang
digunakan oleh ilmuwan-ilmuwan sejak jaman dahulu untuk melakukan penyelidikan secara
ilmiah, Ada berbagai jenis keterampilan sains yang dikemukakan oleh berbagai ahli yang jika
disimpulkan akan melahirkan berbagai keterampilan proses sains yang bertujuan untuk dapat
mempelajari sains secara menyeluruh. Jenis-jenisnya, yaitu:  Observasi dan Inferensi Kita
telah mengetahui pengertian observasi dari pembahasan sebelumnya. Bagaimana dengan
inferensi? Sebagian orang kesulitan membedakan antara observasi dan inferensi. Namun
sesungguhnya, inferensi dapat diperoleh dari beberapa kali observasi. Inferensi akan
memberikan penjelasan dari seluruh hasil observasi yang telah kita lakukan.  Pengukuran dan
Estimasi Dalam IPA, pengukuran dapat dilakukan baik secara langsung maupun tidak langsung
dengan syarat harus menggunakan alat ukur yang tepat. Estimasi dilakukan untuk mendukung
hasil pengukuran.

Sebab tidak semua hal dalam sains memiliki alat ukur dapat dapat diukur dengan hasil yang
akurat.  Prediksi dan Hipotesis Prediksi dan hipotesis memiliki pengertian yang hampir sama.
Prediksi merupakan keterampilan yang penting untuk dimiliki peneliti sebagai modal awal
untuk melakukan penelitian. Prediksi dalam IPA tentulah harus sesuai dengan hasil observasi
dan berbagai pengetahuan yang mendukung agar dapat akurat untuk meramalkan hal yang
belum terjadi. Perbedaannya dengan hipotesis, hipotesis melibatkan berbagai variabel, berisi
penjelasan dan menawarkan cara pengujian baru yang berbeda dari cara-cara yang telah ada
sebelumnya.  Menyajikan Data, Menyimpulkan dan Interpretasi Hasil observasi menghasilkan
berbagai fakta-fakta. Hanya fakta yang relevan yang dapat digunakan sebagai data. Data-data
yang diperolah kemudian diorganisasikan dengan tujuan agar peneliti dapat dengan mudah
mendefinisikan atau memberi tafsiran data yang diperoleh. Yang dimaksud dengan interpretasi
data adalah memberi makna terhadap data-data yang telah ditafsirkan tersebut. Data dapat
disajikan dalam berbagai bentuk (tabel, diagram, grafik) yang dapat memudahkan peneliliti
untuk menyederhanakan hasil penelitian dalam rangka penarikan kesimpulan. Penarikan
kesimpulan adalah salah satu langkah terpenting dalam pengolahan data dan hal ini tergantung
pada penyajian dan interpretasi data.  Identifikasi dan Pengendalian Variabel Berbagai jenis
variabel dalam percobaan telah dibahas sebelumnya. Untuk memperoleh data yang baik dan
tepat sasaran kita kita harus mampu mengendalikan variabel-variabel yang berhubungan
dengan penelitian serta meminimalisir pengaruh variabel yang tidak berhubungan dan
berpotensi mengacaukan hasil percobaan.

KAJIAN DAN PEMBELAJARAN IPA MI/SD 22

Mengajukan Pertanyaan dan Rumusan Masalah Identifikasi variabel sangat penting untuk
menentukan pertanyaan penelitian. Pertanyaan penelitian dapat dibedakan menjadi dua jenis.
Pertama pertanyaan yang hanya melibatkan satu variabel (misalnya, berapakah ukuran tinggi
tanaman yang ditanam pada pot A) Kedua, pertanyaan yang melibatkan dua variabel atau
melibatkan pengaruh variabel satu terhadap variabel lainnya (seberapa jauh pengaruh
intensitas cahaya terhadap ukuran tinggi tanaman A?) Penentuan rumusan masalah harus
dibuat spesifik dan mampu dibuktikan dalam percobaan.

Rumusan masalah merupakan salah satu tahap penting yang dapat memudahkan peneliti
dalam merumuskan hipotesis, melakukan percobaan dan menarik kesimpulan. Merancang dan
Melaksanakan Percobaan Percobaan dapat dilakukan untuk beberapa tujuan, baik untuk
membuktikan kebenaran teori yang telah ada (penelitian sebelumnya) maupun untuk menguji
hipotesis penelitian. Merancang dan melaksanakan percobaan merupakan akumulasi dari
seluruh keterampilan-keterampilan di atas. Percobaan tidak hanya terbatas dalam lingungan
laboratorium, tetapi dapat dilakukan di berbagai tempat yang memenuhi syarat terpenuhinya
variabel-variabel yang kita inginkan. Guru memiliki peranan yang sangat penting dalam melatih
dan mengembangkan KPS peserta didik baik di dalam maupun di luar kelas. C. IPA sebagai
Produk Kalian telah mempelajari sains sebagai proses yang memuat tentang metode ilmiah
serta Keterampilan Proses Sains (KPS) yang seyogyanya dimiliki oleh guru dan peserta didik.
Kedua hal yang disebutkan di atas salah satunya bertujuan untuk menghasilkan 23
pengetahuan baru berupa teori, hukum, fakta, prinsip dan berbagai temuan baru yang
kemudian disebut sebagai produk IPA.  Teori (menurut KBBI): pendapat yang didasarkan pada
penelitian dan penemuan, didukung oleh data dan argumentasi.  Fakta: sifat atau keadaan
suatu yang benar ada atau peristiwa yang benar-benar terjadi  Konsep: keterikatan antara
berbagai fakta yang saling berhubungan, atau disebut juga penjelasan tentang karakter, sifat
atau ciri yang digunakan untuk mengelompokkan atau mengorganisasikan sesuatu.  Prinsip:
hubungan antara berbagai konsep yang ada yang dibangun dari hasil analisis dan besifat
sementara mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan.  Prosedur: langkah-langkah
sistematis yang harus dilakukan untuk melakukan suatu proses tertentu. Pemikiran para ahli
dituangkan dalam tulisan-tulisan baik berupa jurnal, artikel, buku yang kesemuanya merupakan
produk IPA. Produk tersebut tidak akan berhenti begitu saja sebab IPA adalah sebuah ilmu yang
harus dipelajari secara berkelanjutan dan dalam proses senantiasa menghasilkan pemikiran dan
teori-teori yang baru. Kita dapat menarik contoh, misalnya dalam perkembangan teori atom,
mulai dari Dalton hingga Mekanika Kuantum. Keseluruhan tahap perkembangan tersebut saling
melengkapi kekurangan masing-masing dan menjadi dasar munculnya teori selanjutnya. Oleh
karena itu produk IPA tidak boleh stagnan, melainkan harus terus berkembang seiring
perkembangan zaman.

KAJIAN DAN PEMBELAJARAN IPA MI/SD

Sains dalam hal ini diartikan sebagai ilmu pengetahuan alam, berasal dari bahasa Inggris, yaitu
science yang berarti pengetahuan. Sedangkan menurut bahasa Latin, sains berasal dari kata
scientia yang berarti ”saya tahu”. Para ilmuwan atau para ahli dalam IPA seringkali menerapkan
prosedur atau metode ilmiah dalam setiap kegiatan mereka. Urutan metode ilmiah tersebut
yaitu: observasi, merumuskan hipotesis, melakukan percobaan dan menarik kesimpulan. Jenis-
jenis keterampilan proses sains yaitu observasi dan inferensi, pengukuran dan estimasi, prediksi
dan hipotesis, menyajikan data, menyimpulkan dan interpretasi, identifikasi dan pengendalian
variabel, mengajukan pertanyaan dan rumusan masalah, merancang dan melaksanakan
percobaan. Ipa sebagai produk menghasilkan pengetahuan baru berupa teori, fakta, konsep,
prinsip dan prosedur

http://digilib.iain-palangkaraya.ac.id/2857/1/REVISI%20MODUL%20LENGKAP.pdf
.
D. HAKEKAT IPA

1. Pengertian IPA Banyak pendapat tentang pengertian IPA diantaranya : H.W. fowler yang
menyatakan bahwa IPA adalah ilmu yang sistematis dan dirumuskan yang berhubungan dengan
gejala-gejala kebendaan yang didasarkan terutama atas penalaran dan induksi. Sedangkan menurut
Nokes dalam bukunya science in education mengatakan bahwa IPA adalah pengetahuan teoristis
yang diperoleh dengan metode khusus. IPA adalah ilmu teoristis tetapi teori tersebut berdasarkan
hasil pengamatan dan eksperimen. Para ahli melakukan esperimen untuk meneliti gejala-gejala alam
kemudian hasil eksperimen itu dirumuskan keterangan olmiahnya (teorinya). IPA/ sains mempunyai
arti yang berbeda bagi orang yang berbeda (Poole, 1979). Orang tertentu mempelajari sains untuk
meningkatkan khasanah pengetahuannya; sementara bagi orang lain sains merupakan metode
ilmiah untuk menggali fenomena alam; dan bagi orang lainnya lagi sains adalah teknologi yang dapat
digunakan untuk memecahkan masalah yang dihadapi dalam kehidupannya. Pernyataan tersebut
tampaknya telah mengubah pandangan orang terhadap makna sains bagi dunia pendidikan pada
akhir-akhir ini. Dalam pandangan yang konvensional, sains diartikan sebagai tubuh pengetahuan (a
body of knowledge) yang terorganisasi. Pengertian tersebut menunjukkan bahwa orang memandang
sains sebagai produk ilmiah. Produk ilmiah itu berupa informasi yang mendeskripsikan berbagai hal
yang pernah diketahui dan dipelajari orang. Informasi-informasi itu pada umumnya dicatat secara
autentik di dalam berbagai media, terutama buku-buku ilmiah. Pada masa kini, sains lebih dipandang
sebagai proses ilmiah daripada sebagai produk ilmiah. Pandangan seperti itu tampak pada definisi
sains sebagai berikut “Sains

adalah komulatif dari sederetan observasi yang tidak ada akhirnya, yang menghasilkan berbagai
konsep dan teori, dimana konsep dan teori itu terus mengalami modifikasi pada observasi-observasi
empirik berikutnya” (Fitzpatrick dalam Thurber dan Collette, 1968). Dengan definisi itu, maka sains
dapat diartikan sebagai suatu tubuh pengetahuan, sekaligus sebagai proses untuk memperoleh dan
memperbaiki pengetahuan. Sains dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu: “sains murni” dan
“sains terapan” atau “teknologi”. Sains murni adalah proses observasi terhadap fenomena alam yang
menghasilkan konsep-konsep dan teori-teori dasar keilmuan. Sedangkan teknologi adalah terapan
dari sains murni untuk memecahkan masalah dalam kehidupan manusia. Sebagai contoh: Hukum
Mendel adalah sains murni, sedangkan pengetahuan tentang persilangan tanaman untuk
mendapatkan bibit tanaman baru merupakan teknologi yang merupakan penerapan dari Hukum
Mendel. Pada hakikatnya, IPA dapat dipandang dari segi produk, proses dan dari segi pengembangan
sikap. Artinya, belajar IPA memiliki dimensi proses, dtmensi hasil (produk), dan dimensi
pengembangan sikap ilmiah. Ketiga dimensi tersebut bersifat saling terkait. Ini berarti bahwa proses
belajar mengajar IPA seharusnya mengandung ketiga dimensi IPA tersebut.

a. IPA sebagai produk IPA sebagai produk merupakan akumulasi hasil upaya para perintis IPA
terdahulu dan umumnya telah tersusun secara lengkap dan sistematis dalam bentuk buku teks. Buku
teks IPA merupakan body of knowledge dari IPA. Buku teks memang penting, tetapi ada sisi lain IPA
yang tidak kalah pentingnya yaitu dimensi “proses”, maksudnya proses mendapatkan ilmu Itu
sendiri. Dalam pengajaran IPA seorang guru dituntut untuk dapat mengajak anak didiknya
memanfaatkan alam sekitar sebagai sumber bclajar. Alam sekitar merupakan sumber betajar yang
paling otentik dan tidak akan habis digunakan. Jika dipandang sebagai produk, sains diartikan
sebagai tubuh pengetahuan yang terorganisasi. Tubuh pengetahuan itu merupakan hasil
pengamatan dan berpikir manusia, yang diorganisasikan menjadi beberapa macam struktur, yaitu
fakta, konsep, generalisasi/ prinsip, teori dan prosedur.

1) Fakta Fakta adalah suatu informasi tentang kejadian khusus atau yang menunjuk suatu kenyataan.
Fakta merupakan bentuk informasi atau pengetahuan yang paling sederhana. Fakta tidak
mempunyai nilai prediksi pada situasi yang lain. Fakta dapat menyangkut waktu, tempat, kejadian,
dan ciri-ciri benda. Misalnya, di P. Komodo ditemukan hewan komodo, kupu mempunyai enam kaki
dan dua sayap, air yang dipandang mengeluarkan uap.

2) Konsep Konsep adalah ide yang menjelaskan tentang kelas atau kategori yang mencakup benda-
benda atau fenomena-fenomena yang mempunyai ciri-ciri

BAGIAN 1 HAKIKAT ILMU PENGETAHUAN ALAM

Orang yang menjelaskan konsep biasanya menyebutkan ciri utama dari suatu kategori atau kelas
yaitu ciri-ciri sama yang dimiliki oleh benda-benda atau fenomena-fenomena yang termasuk dalam
kategori konsepnya. Ciri utama dari suatu konsep juga membedakannya dengan konsep lain. Konsep
merupakan bentuk abstraksi yang paling sederhana karena konsep terdiri dari fakta-fakta yang dapat
dikelompokkan secara bermakna. Misalnya, konsep serangga mengorganisasikan fakta-fakta bahwa
kupu berkaki enam, belalang berkaki enam, kutu busuk berkaki enam. Dengan demikian, serangga
adalah konsep tentang hewan berkaki enam. Konsep juga dapat diartikan sebagai kata yang
bermakna khusus. Misalnya, panas adalah kalor yang dimiliki atau dikeluarkan oleh suatu benda
(konsep fisika); sementara panas dapat diartikan sebagai emosi yang dirasakan oleh orang yang
sedang marah (konsep psikologi). Konsep dibedakan atas konsep konkret dan konsep abstrak.
Konsep konkret adalah konsep tentang benda atau kejadian yang mudah dimengerti melalui
penginderaan. Konsep konkret dapat dijelaskan dengan menunjukkan benda atau gambarnya.
Misalnya: konsep ikan dan air dapat dimengerti dengan melihat bendanya; konsep panas dapat
dimengerti dengan meraba, konsep manis dimengerti dengan mengecap. Konsep abstrak adalah
konsep tentang benda atau kejadian yang perlu dijelaskan dengan kata-kata, karena keberadaannya
tidak dapat diindera. Konsep sederhana ini biasanya dijelaskan secara sederhana dengan definisi.
Contoh: rantai makanan adalah hubungan memakan-dimakan antara jenis-jenis organisme yang
hidup di suatu ekosistem. Dalam konsep rantai makanan itu, rantai atau hubungannya hanya ada di
dalam pikiran, tidak dapat diamati. Konsep bisa berupa konsep luas atau sempit. Berdasarkan
keluasannya, konsep dibedakan menjadi konsep superordinat, konsep koordinat dan konsep sub
ordinat. Misalnya: kemagnetan (konsep superordinat), kutub (konsep koordinat), positif dan negatif
(konsep subordinat). Konsep superordinat lebih luas dari (dan disusun oleh) konsep-konsep
koordinat, dan konsep koordinat lebih luas (disusun oleh) konsep subordinat. Orang pada umumnya
hanya menggunakan dua kategori konsep, yaitu konsep (konsep koordinat) dan subkonsep (konsep
subordinat).

3) Generalisasi Generalisasi (yang juga disebut prinsip) adalah ide yang menyatakan hubungan
antara dua konsep atau lebih. Generalisasi itu merupakan abstraksi dari beberapa fakta yang sama
tentang hubungan antara dua variabel atau lebih. Misalnya: “unsur nitrogen mempercepat
pertumbuhan tanaman” Dalam prinsip itu, orang membuat abstraksi dari beberapa kejadian atau
hasil pengamatan bahwa beberapa tanaman yang hidup di tanah yang banyak mengandung unsur
nitrogen tumbuh lebih cepat dari yang tumbuh di tempat

BAGIAN 1 HAKIKAT ILMU PENGETAHUAN ALAM

Generalisasi mempunyai nilai prediktif untuk situasi tertentu. Pada contoh di atas, orang membuat
prediksi: “jika tanaman diberi pupuk yang mengandung unsur nitrogen pertumbuhannya akan
menjadi lebih cepat”. Generalisasi sering dikembangkan menjadi hipotesis, teori, hukum, dalil dan
sebagainya.

4) Teori Teori ilmiah merupakan karangka yang lebih luas dari fakta-fakta, konsep-konsep, dan
prinsip-prinsip yang saling berhubungan. Teori bisa juga dikatakan sebagai model, atau gambar yang
dibuat oleh ilmuan untuk menjelaskan gejala alam. Contoh, teori meteorologi membantu para
ilmuan untuk memahami mengapa dan bagaimana kabut dan awan terbentuk.

5) Prosedur Prosedur adalah ide tentang langkah-langkah suatu kerja. Dalam berbagai peristiwa
alam (yang merupakan bahan kajian dari sains) prosedur mencakup proses-proses alam. Penyusunan
prosedur biasanya didasarkan pada satu atau beberapa prinsip, atau di dalam prosedur terdapat
beberapa prinsip. Sebagai contoh, prosedur mengendarai sepeda (terutama bagi anak yang sedang
belajar mengendarai sepeda) terdiri dari langkah-langkah:

1) mendorong sepeda (agar sepeda dapat berdiri tanpa disangga),

2) menaiki (duduk diatas sepeda dengan kedua kaki sudah menginjak pedal),

dan 3) mengemudikan (mengatur keseimbangan, kecepatan dan arah jalannya sepeda). Prosedur itu
dijalankan berdasarkan beberapa konsep dan prinsip, antara lain:

1) sepeda adalah kendaraan beroda dua yang rodanya ada di depan dan belakang (konsep), 2)
benda berbentuk roda dapat berdiri pada saat menggelinding (prinsip), dan terguling jika
dalam keadaan diam (prinsip). b.
2) IPA Sebagai Proses. Didepan telah disebutkan bahwa sains merupakan komulatif dari
sederetan observasi yang tidak ada akhirnya, yang menghasilkan berbagai konsep dan teori,
dimana konsep dan teori itu terus mengalami modifikasi pada observasi-observasi empirik
berikutnya. Sederetan observasi yang dimaksud dalam pernyataan tersebut tentunya bukan
hanya sederetan pengamatan untuk mengumpulkan berbagai macam fakta, melainkan juga
termasuk proses-proses ilmiah lain untuk mengolah fakta-fakta yang diperoleh menjadi
bangunan pengetahuan ilmiah (konsep, prinsip dan prosedur) yang lebih bermakna bagi
kehidupan manusia. Proses pengolahan fakta-fakta atau data menjadi bangunan
pengetahuan ilmiah meliputi penyusunan hipotesis, pengujian hipotesis dengan
pengamatan-pengamatan baru untuk mengakuratkan data pengamatan, pengambilan
kesimpulan dan penyusunan tesis. Proses itu secara keseluruhan merupakan proses atau
prosedur penyelidikan ilmiah. Dengan demikian, sains dapat diartikan sebagai proses atau
prosedur penyelidikan ilmiah atau “a way of investigating”.

Lebih dari itu, sains adalah suatu cara berpikir dan bertindak untuk menghadapi benda-benda,
kejadian-kejadian yang ada di lingkungan dan sekaligus memecahkan masalah yang muncul dari
padanya. Makna sains ini diuraikan dari pendapat Richardson (1957), yang menyatakan bahwa
“science is a way of thinking and acting in school and out”. Cara berpikir dan bertindak dalam
melakukan investigasi ilmiah tersebut merupakan proses kerja yang biasa diterapkan oleh para pakar
sains dalam mempelajari fenomena-fenomena alam yang dihadapi. Proses tersebut merupakan
ketrampilan yang dimiliki oleh pakar sains untuk menjalankan studinya. Ketrampilan itu disebut
ketrampilan proses sains. Maka dari itu, sains juga diartikan sebagai ketrampilan proses sains
(science process skills). Berdasarkan pandangan-pandangan bahwa sains adalah produk dan proses,
belajar sains bagi siswa bukan sekedar mempelajari produk sains (fakta, konsep, prinsip dan
prosedur) untuk disimpan dalam otak, yang sewaktu-waktu dikeluarkan jika siswa perlu
mengingatnya. Lebih dari itu, belajar sains adalah mempelajari cara berpikir dan bertindak untuk
dapat melakukan investigasi ilmiah yang biasa dijalankan oleh para pakar sains. Menurut para ahli
psikologi pendidikan, kepentingan sains bagi siswa lebih dari sekedar kumpulan pengetahuan yang
perlu disimpan dalam ingatan. Bagi para ahli psikologi behaviorisme sains merupakan stimulus bagi
siswa untuk mengembangkan respons-respons motorik yang diperlukan untuk menghadapi dunia
luarnya. Menurut para ahli psikologi kognitivisme sains adalah lingkungan yang dapat merangsang
perkembangan kemampuan berpikir yang merupakan sarana bagi manusia untuk mengadaptasikan
dirinya terhadap kondisi lingkungannya. Sementara itu, bagi para ahli ilmu pengetahuan murni, sains
merupakan sarana bagi siswa untuk mengembangkan ketrampilan intelektual sehingga siswa dapat
memecahkan masalah yang yang ada di dunia luarnya dengan menggunakan sikap dan ketrampilan
ilmiah. Ditinjau dari tujuan pendidikan sains secara umum, dengan mempelajari sains siswa
diharapkan berkembang menjadi anak yang sehat jasmani, cerdas dan berbudi pekerti luhur dalam
menghadapi dan menanggapi masalah yang ada di sekitarnya Kita mengetahui bahwa IPA disusun
dan diperoteh metalui metode ilmiah. Jadi yang dimaksud proses IPA tidak lain adalah metode
itmiah. Untuk anak SD, metode ilmiah dikembangkan secara bertahap dan berkesinambungan,
dengan harapan bahwa pada akhirnya akan terbentuk paduan yang lebih utuh sehingga anak SD
dapat melakukan penetitian sederhana. Di samping itu, pentahapan pengembangannya disesuaikan
dengan tahapan dari suatu proses penelitian atau eksperimen, yakni meliputi: (1) observasi; (2)
klasifikasi; (3) interpretasi; (4) prediksi; (5) hipotesis; (6) mengendalikan variabel; (7) merencanakan
dan metaksanakan penelitian; (8) inferensi; (9) aplikasi; dan (10) komunikasi. Jadi, pada hakikatnya,
dalam proses mendapatkan IPA diperlukan sepuluh keterampilan dasar. Oleh karena itu, jenis-jenis
keterampilan dasar yang BAGIAN 1 HAKIKAT ILMU PENGETAHUAN ALAM 17 diperlukan dalam
proses mendapatkan IPA disebut juga “keterampilan proses”. Untuk memahami sesuatu konsep,
siswa tidak diberitahu oleh guru, tetapi guru memberi petuang pada siswa untuk memperoleh dan
menemukan konsep melatui pengalaman siswa dengan mengembangkan keterampilan dasar
melaLui percobaan dan membuat kesimpulan. Mengapa penemuan begitu penting bagi proses
belajar siswa? J. Bruner (1961) memberikan empat alasan, yaitu: 1) Dapat mengembangkan
kemampuan intelektual siswa; 2) Mendapatkan motivasi intrinsik; 3) Menghayati bagaimana ilmu itu
diperoteh; dan 4) Memperoleh daya ingat yang Lebih lama retensinya. c. IPA Sebagai Pemupukan
Sikap Dalam hal ini, makna “sikap” pada pengajaran IPA SD dibatasi pengertiannya pada “sikap
ilmiah terhadap alam sekitar”. Menurut Wynne Harlen dalam Hendro Darmodjo (1993), setidak-
tidaknya ada sembilan aspek sikap dari ilmiah yang dapat dikembangkan pada anak usia SD, yaitu: 1)
sikap ingin tahu; 2) sikap ingin mendapatkan sesuatu yang baru; 3) sikap kerja sama; sikap tidak
putus asa; 4) sikap tidak berprasangka; 5) sikap mawas diri; 6) sikap bertanggung jawab; 7) sikap
berpikir bebas; sikap kedisiplinan diri Sikap ilmiah ini bisa dikembangkan ketika siswa melakukan
diskusi, percobaan, simulasi, atau kegiatan di tapanagan. Dalam hat ini, maksud dari sikap ingin tahu
sebagai bagian sikap itmiah adalah suatu sikap yang selalu ingin mendapatkan jawaban yang benar
dari obyek yang diamati. Anak usia SD mengungkapkan rasa ingin tahunya dengan jalan bertanya:
kepada gurunya, temannya, atau kepada diri sendiri. Melalui kerja ketompok, maka “tembok
ketidaktahuan” dapat dikuak untuk memperoleh pengetahuan. Di sini, berlangsungnya kerja sama
dimaksudkan untuk memperoleh pengetahuan Lebih banyak. Metalui kerja sama, anak didik akan
belajar bersikap kooperatif, dan menyadari bahwa pengetahuan yang dimlliki orang lain mungkin
lebih banyak dan lebih sempurna daripada yang dlmilikinya. Oleh karena itu, untuk meningkatkan
pengetahuannya, ia merasa membutuhkan kerja sama dengan orang lain.

Cabang-cabang IPA Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) adalah sebuah mata pelajaran yang membahas
ilmuilmu biologi, fisika dan kimia untuk siswa Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Tingkat
Pertama (SMP). Selain ketiga cabang itu sebenarnya masih ada dua cabang 18 BAGIAN 1 HAKIKAT
ILMU PENGETAHUAN ALAM lain yang dipelajari di tingkat SD dan SMP tetapi kurang mendalam yaitu
Ilmu Bumi dan astronomi. a. Biologi Biologi adalah ilmu pengetahuan mengenai kehidupan. Istilah ini
diambil dari bahasa Latin, bios (“hidup”) dan logos (“lambang”, “ilmu”). Dahulu (sampai tahun 1970-
an) digunakan istilah ilmu hayat yang berarti “ilmu kehidupan”, diambil dari bahasa Arab. Objek
kajian biologi sangat luas dan mencakup semua makkhluk hidup. Berbagai cabang biologi yang
mengkhususkan diri pada setiap kelompok organisme, misalnya: botani, zoologi, atau mikrobiologi.
Ada pembagian lain, misalnya ciri-ciri fisik dipelajari dalam anatomi, fungsinya dipelajari dalam
fisologi, perilaku dipelajari dalam etologi, baik pada masa sekarang dalam biologi evolusionair dan
masa lalu paleobiologi. Bagaimana kehidupan muncul dipelajari dalam evolusi, bagaimana
berinteraksi dengan lingkungan dipelajari dalam ekologi. Masih banyak cabang ilmu pengetahuan
biologi. b. Fisika Fisika berasal dari bahasa Yunani yang berarti ilmu alam. Fisika mempelajari struktur
materi dan interaksinya untuk memahami system alam dan system buatan (Teknologi). Penjelasan
atas alam berarti pemberian alam dengan menggunakan hukum. Hukum fisika tidak menyatakan apa
yang seharusnya terjadi tetapi sesungguhnya ‘hanya’ menggambarkan hubungan. Maka hukum-
hukum fisika tidak bersifat mengatur seperti hukum dalam kehidupan bernegara. Semua hukum
fisika bersifat hipotetis, artinya kebenarannya tidak pernah pasti secara mutlak. Oleh karena itu,
fisika merupakan kombinasi antara praduga yang cemerlang dan ukuran yang pasti. Dibandingkan
dengan biologi, cabang ilmu fisika lebih sedikit jumlahnya. Dalam Hyperphysics, misalnya, disebutkan
sejumlah cabang fisika yang dipelajari ditingkat perguruan tinggi, yaitu: mekanika, listrik dan magnet,
panas, optik dan penglihatan, fisika kuantum, fisika zat padat, astrofisika, geofisika, biofisika, fisika
nuklir, fisika matematika, bunyi dan pendengaran. Namun demikian, fisika sungguh menjadi ilmu
dasar. Struktur dan perubahan materi dapat dipakai untuk menjelaskan fenomena alam. Bahkan
fenomena psikis manusiapun dapat direduksi dengan menggunakan konsep-konsep struktur dan
perubahan materi ini. c. Kimia Kata Kimia berasal dari bahasa Arab ”alkimia” yang berarti “seni
transformasi” atau Ilmu pengetahuan yang mempelajari mengenai komposisi dan sifat zat atau
materi dari skala atom hingga skala molekul (tingkat mikroskopis. Kimia juga mempelajari perubahan
atau transformasi serta interaksi mereka untuk membentuk materi yang ditemukan sehari-hari.
Selain itu pemahaman sifat dan interaksi atom individual juga dipelajari dalam kimia. Menurut kimia
modern, sifat fisik materi ditentukan oleh struktur pada BAGIAN 1 HAKIKAT ILMU PENGETAHUAN
ALAM 19 tingkat atom. Struktur tingkat atom ditentukan oleh gaya-gaya utama dalam alam. Kimia
sering disebut sebagai “ilmu inti” karena menghubungkan berbagai ilmu lain, seperti fisika, ilmu
bahan, nanoteknologi. Kedokteran, bioinformatika, dan geologi. d. Ilmu Bumi Ilmu bumi (earth
science, geoscience) adalah suatu istilah untuk kumpulan cabang-cabang ilmu pengetahuan yang
mempelajari bumi. Cabang ilmu ini menggunakan gabungan ilmu fisika, geografi, matematika, kimia
dan biologi untuk memerikan lapisan-lapisan kulit bumi. Ilmu Bumi memiliki sejumlah cabang, di
antaranya adalah: Geologi yang mempelajari lapisan kulit bumi. Cabang lain adalah meneralogi,
petrologi, paleontology, sedimentologi, geo kimia dan geodesi geofisika, serta ilmu tanah. e.
Astronomi Astronomi, secara etimologi berarti ilmu bintang. Astronomi adalah ilmu yang
mempelajari peristiwa yang terjadi di luar bumi. Ilmu ini mempelajari evolusi, sifat fisik dan kimiawi
benda-benda yang bisa dilihat di langit (dan di luar Bumi), juga proses yang melibatkan mereka.
Beberapa cabang astronomi adalah astrometry, mekanika langit, dan astrofisika. Khusus astrofisika
teoritis, penelitiannya bisa dilakukan oleh orang yang berlatar belakang ilmu fisika atau matematika
daripada astronomi. Astronomi adalah salah satu di antara sedikit ilmu pengetahuan di mana
‘praduga’ masih memainkan peran aktif, khususnya dalam hal penemuan dan pengamatan
fenomena sementara. Jangan rancu dengan astrologi yang mengasumsikan bahwa takdir manusia
dapat dikaitkan dengan letak benda-benda astronomis di langit. Meskipun memiliki asal-muasal yang
sama, kedua bidang ini sangat berbeda; astronom menggunakan metode ilmiah sedangkan astrolog
tidak. 3. Kedudukan IPA dalam Bidang Ilmu yang Lain Leo Sutrisno (2000) membagi ilmu
pengetahuan menjadi empat kelompok. Pertama, kelompok ilmu pengetahuan yang memiliki
pertanyaan mendasar: “Mengapa sesuatu itu terjadi?” Kelompok ini digabungkan dengan nama
MIPA. Kedua, kelompok ilmu pengetahuan yang selalu menanyakan bagaimana cara menggunakan
sesuatu itu untuk membuat hidup manusia lebih nyaman. Kelompok ini digabungkan dalam naungan
ilmu Teknologi. Kelompok ilmu pengetahuan

http://eprint.unipma.ac.id/91/1/31.%20Buku%20Pengembangan%20SAINS.pdf
BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian teori

1. Hakikat IPA Definisi tentang Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) telah banyak dikemukakan.

Trianto (2014: 136-137) mendefinisikan IPA adalah suatu kumpulan teori yang sistematis,
penerapannya secara umum terbatas pada gejala-gejala alam, lahir, dan berkembang melalui
metode ilmiah seperti observasi dan eksperimen serta menuntut sikap ilmiah.

Usman Samatowa (2011: 3) mendefinisikan Ilmu Pengetahuan Alam merupakan terjemahan kata-
kata dalam bahasa inggris yaitu natural science, artinya IPA. Berhubungan dengan alam atau
bersangkut paut dengan alam, science artinya ilmu pengetahuan. Jadi IPA atau science itu
pengertiannya dapat disebut sebagai ilmu tentang alam. Ilmu yang mempelajari peristiwaperistiwa
yang terjadi di alam ini.

Carin & Sund (1989: 4) mengemukakan bahwa, “Science is the system of knowing about the
universe through data collected by observation and controlled experimentation. As data are
collected, theories are advanced to explain and account for what has been observed”.

Collete & Chiappetta (1994) menyatakan bahwa Sains/IPA, pada hakikatnya merupakan:

(1) Sekumpulan pengetahuan (a body of knowledge);

(2) Sebagai cara berpikir (a way of thinking); dan (3) Sebagai 13 cara penyelidikan (a way of
investigating) tentang alam semesta ini. Bahwa sains harus dipikir sebagai suatu cara berpikir dalam
upaya memahami alam, sebagai suatu cara penyelidikan tentang gejala, dan sebagai suatu kumpulan
pengetahuan yang didapatkan dari proses penyelidikan.

Sains adalah suatu cara berpikir dan dan cara penyelidikan untuk mencapai suatu ilmu pengetahuan
alam (Zuhdan K. Prasetya, 2013: 3).

Berdasarkan beberapa pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa Ilmu Pengetahuan Alam
(IPA) merupakan ilmu pengetahuan yang sistematika dan dapat mengembangkan pemahaman serta
penerapan konsep untuk dijadikan sebuah produk. Dalam hal ini diharapkan dengan kemampuan
yang dimiliki peserta didik dapat mampu melakukan kerja ilmiah yang diiringi sikap ilmiah maka akan
diperoleh berupa fakta, konsep, hukum, dan teori.

2. Pembelajaran IPA

Pembelajaran merupakan salah satu unsur yang memiliki perubahan paradigma dalam pendidikan.
Awal mulanya, guru hanya menyampaikan pengetahuan secara klasikal kepada peserta didik dan
menjalankan instruksi yang sudah dirancang sebagai kegiatan “mengajar”. Berdasarkan hal tersebut,
tampak bahwa komunikasi masih bersifat satu arah. Oleh karena itu, terjadi perubahan paradigma
menjadi “pembelajaran” yang 14 memiliki arti bahwa terjadi komunikasi dua arah antara guru dan
peserta didik dengan tetap menjaga batasan antara guru dan peserta didik.

Depdiknas (2007: 4) menyatakan bahwa secara umum Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) di SMP/MTs,
meliputi bidang kajian energi dan perubahannya, bumi antariksa, makhluk hidup dan proses
kehidupan, dan materi dan sifatnya yang sebenarnya sangat berperan dalam membantu peserta
didik untuk memahami fenomena alam. Ilmu Pengetahuan Alam merupakan pengetahuan ilmiah,
yaitu pengetahuan yang telah mengalami uji kebenaran melalui metode ilmiah, dengan ciri: objektif,
metodik, sistematis, universal, dan tentatif.

Ahmad Susanto (2013: 170) mendefinisikan pembelajaran sains merupakan pembelajaran


berdasarkan pada prinsip-prinsip, proses yang dapat menumbuhkan sikap ilmiah peserta didik
terhadap konsep-konsep IPA.

Trianto (2014: 143) mengemukakan bahwa proses belajar mengajar IPA lebih ditekankan pada
pendekatan keterampilan proses, hingga siswa dapat menemukan fakta-fakta, membangun konsep-
konsep, teori-teori, dan sikap ilmiah siswa itu sendiri yang akhirnya dapat berpengaruh positif
terhadap kualitas proses pendidikan maupun produk pendidikan. Kegiatan pembelajaran IPA
mencakup pengembangan kemampuan dalam mengajukan pertanyaan, mencari jawaban,
memahami jawaban, dan menyempurnakan jawaban tentang “apa”, “mengapa”, dan “bagaimana”
tentang gejala alam maupun karakteristik alam sekitar melalui cara-cara sistematis yang akan
diterapkan dalam lingkungan dan teknologi. Metode 15 ilmiah dalam mempelajari IPA itu sendiri
telah diperkenalkan sejak abad ke-16 (Galileo Galilei dan Francis Bacon) yang meliputi
mengidentifikasi masalah, menyusun hipotesis, memprediksi konsekuensi dari hipotesis, melakukan
eksperimen untuk menguji prediksi, dan merumuskan hukum sederhana yang diorganisasikan dari
hipotesis, prediksi, dan eksperimen (Trianto, 2014: 151-152). Berdasarkan uraian di atas, dapat
disimpulkan bahwa pembelajaran IPA merupakan pembelajaran yang menekankan pendekatan
keterampilan proses agar memberikan pengalaman langsung kepada peserta didik untuk mencapai
kompetensinya, yang didasari dengan sikap ilmiah.

3. Bahan Ajar Bahan ajar merupakan bagian dari sumber belajar


Bahan ajar adalah segala bentuk bahan yang digunakan untuk membantu pendidik dalam
melaksanakan kegiatan pembelajaran. Bahan yang dimaksud bisa berupa bahan tertulis maupun
bahan tidak tertulis (Depdiknas, 2010: 7).

Abdul Majid (2007: 173) mendefinisikan bahan ajar adalah segala bentuk bahan yang digunakan
untuk membantu guru/instruktor dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar. Bahan yang
dimaksud bisa berupa bahan tertulis maupun bahan tidak tertulis.

Lestari (2013: 3) dalam Nahdiyatur Rosidah (2013: 3) menyatakan bahan ajar adalah sumber belajar
yang sampai saat ini memliki peranan penting untuk menunjang proses pembelajaran.

16 Chomsin dan Jasmadi (2008: 40) mendefinisikan bahan ajar adalah seperangkat sarana atau alat
pembelajaran yang berisikan materi pembelajaran, metode, batasan-batasan dan cara mengevaluasi
yang didesain secara sistematis dan menarik dalam rangka mencapai tujuan yang diharapkan, yang
mencapai kompetensi atau subkompetensi dengan segala kompleksitasnya. Berdasarkan beberapa
pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa bahan ajar adalah bagian dari sumber belajar yang
digunakan untuk mengajar yang disusun secara sistematis, yang diharapkan dapat memberikan
lingkungan yang memungkinan peserta didik dapat belajar dengan baik.

Sebuah bahan ajar menurut Abdul Mujid (2007: 174) paling tidak mencakup antara lain:

a. Petunjuk belajar ( petunjuk siswa/ guru)

b. Kompetensi yang akan dicapai

c. Informasi pendukung latihan-latihan

d. Petunjuk kerja dapat berupa Lembar Kerja (LK)

e. Evaluasi Bentuk bahan ajar paling tidak dapat dikelompokkan menjadi empat yaitu:

1. Bahan cetak (printed) antara lain handout, buku, modul, lembar kerja siswa, brosur, leaflet,
wallchart, foto/gambar, model/maket.

2. Bahan ajar dengar (audio) seperti kaset, radio, piringan hitam, dan compact disk audio.

3. Bahan ajar pandang dengar (audio visual) seperti video compact disk, film.

4. Bahan ajar interaktif (interactive teaching material) seperti compact disk interaktif

(Abdul Majid, 2007: 174). Berdasarkan jenis-jenis bahan ajar, maka bahan ajar yang akan
dikembangkan dalam penelitian ini adalah bahan ajar interaktif, yaitu e– module dalam bentuk
blogger.

4. E–Module Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi menjelang akhir abad ke 20 telah
berangsur menggeser era Guttenberg dengan mesin cetaknya dan mengantikannya dengan era
digital. Informasi dan publikasi yang semula hanya didokumentasikan dan disebarluaskan melalui
lembaran-lembaran kertas tercetak kini mulai menggunakan media elektronik sebagai pengganti
alternatif. E-module merupakan alat atau sarana pembelajaran yang berisi materi, metode, batasan-
batasan, dan cara mengevaluasi yang dirancang secara sistematis dan menarik untuk mencapai
kompetensi yang diharapkan sesuai dengan tingkat kompleksitasnya secara elektronik (bagian dari e-
learning) (TIM P2M LPPM UNS, 2010).

Munir (2009) dalam Dimas Gigih Damarsari (2013: 1202-1203) mendefinisikan e–module adalah
bagian dari electronic based e-learning 18 yang pembelajarannya memanfaatkan teknologi informasi
dan komunikasi, terutama perangkat yang berupa elektronik. Penggunaan e– module dapat
dilakukan di lingkungan sekolah dengan basis komputer (offline).

I M. Suarsana, G.A. Mahayukti (2013: 266) mendefinisikan Emodule merupakan suatu modul
berbasis TIK, kelebihannya dibandingkan dengan modul cetak adalah sifatnya yang interaktif
memudahkan dalam navigasi, memungkinkan menampilkan/memuat gambar, audio, video, dan
animasi serta dilengkapi tes/kuis formatif yang memungkinkan umpan balik otomatis dengan segera
Sungkono (2003: 4-5) menyatakan pembelajaran dengan modul memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

1) Bersifat self-instructional Pengajaran modul menggunakan paket pelajaran yang memuat satu
konsep atau unit dari bahan pelajaran. Sementara, pendekatan yang digunakan dalam pengajaran
modul menggunakan pengalaman belajar siswa melalui berbagai macam penginderaan, melalui
pengalaman mana siswa terlibat secara aktif belajar.

2) Pengakuan atas perbedaan-perbedaan individual Pembelajaran melalui modul sangat sesuai


untuk menanggapi perbedaan individual siswa, karena modul pada dasarnya disusun untuk
diselesaikan oleh siswa secara perorangan. Oleh karena itu, pembelajaran melalui modul akan
memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar sesuai irama dan kecepatan masing-masing.

3) Memuat rumusan tujuan pembelajaran/kompetensi dasar secara eksplisit. Tiap-tiap modul


membuat rumusan tujuan pengajaran/kompetensi dasar secara spesifik dan eksplisit. Hal ini sangat
berguna bagi berbagai pihak seperti bagi penyusun modul, guru, dan bagi siswa. Bagi penyusun
modul, tujuan yang spesifik berguna untuk menentukan media dan kegiatan belajar yang harus
direncanakan untuk mencapai tujuan tersebut. Bagi guru tujuan itu berguna untuk memahami isi
pelajaran. Bagi siswa berguna untuk menyadarkan mereka tentang apa yang diharapkan.

4) Adanya asosiasi, struktur, dan urutan pengetahuan Proses asosiasi terjadi karena dengan modul
siswa dapat membaca teks dan melihat diagram-diagram darn buku modulnya. Sedangkan struktur
dan urutan maksudnya materi pada buku modul itu dapat disusun mengikuti struktur pengetahuan
secara hirarkis. Dengan demikian siswa dapat mengikuti urutan kegiatan belajar secara teratur

5) Penggunaan berbagai macam media (multi media) Pembelajaran dengan modul memungkinkan
digunakannya berbagai macam media pembelajaran. Hal ini dikarenakan karakteristik siswa
berbeda-beda terhadap kepekaannya terhadap media. Oleh karena itu dalam belajar menggunakan
modul bisa saja divariasikan dengan media lain seperti radio atau televisi.

6) Partisipasi aktif dari siswa Modul disusun sedemikian rupa sehingga bahan-bahan pembelajaran
yang ada dalam modul tersebut bersifat self instructional, sehingga akan terjadi keaktifan belajar
yang tinggi.

7) Adanya reinforcement langsung terhadap respon siswa Respon yang diberikan siswa mendapat
konfirmasi atas jawaban yang benar, dan mendapat koreksi langsung atas kesalahan jawaban yang
dilakukan. Hal ini dilakukan dengan cara mencocokkan hasil pekerjaannya dengan kunci jawaban
yang telah disediakan.

8) Adanya evaluasi terhadap penguasaan siswa atas hasil belajarnya Dalam pembelajaran modul
dilengkapi pula dengan adanya kegiatan evaluasi, sehingga dari hasil evaluasi ini dapat diketahui
tingkat penguasaan siswa terhadap materi yang telah dipelajarinya. Mengetahui siswa berada pada
tingkat penguasaan yang mana, dalam suatu modul juga dilengkapi tentang cara perhitungannya dan
patokannya. Seperti halnya dengan modul, e–module yang dikembangkan memiliki komponen-
komponen yang sama dengan modul.
Sungkono (2003) komponen-komponen utama yang perlu tersedia di dalam modul, yaitu tinjauan
mata pelajaran, pendahuluan, kegiatan belajar, latihan, rambu-rambu jawaban latihan, rangkuman,
tes formatif, dan kunci jawaban tes formatif.

Depdiknas (2008: 28) mengemukakan bahwa komponen evaluasi yang harus diperhatikan ketika
mengembangkan bahan ajar sebagai berikut: Komponen kelayakan isi mencakup, antara lain:

a. Kesesuaian dengan SK, KD

b. Kesesuaian dengan perkembangan anak

c. Kesesuaian dengan kebutuhan bahan ajar

d. Kebenaran substansi materi pembelajaran

e. Manfaat untuk penambahan wawasan

f. Kesesuaian dengan nilai moral,

dan nilai-nilai sosial Komponen Kebahasaan antara lain mencakup:

a. Keterbacaan

b. Kejelasan informasi

c. Kesesuaian dengan kaidah Bahasa Indonesia yang baik dan benar

d. Pemanfaatan bahasa secara efektif dan efisien (jelas dan singkat) Komponen Penyajian antara
lain mencakup:

a. Kejelasan tujuan (indikator) yang ingin dicapai

b. Urutan sajian

c. Pemberian motivasi, daya tarik

d. Interaksi (pemberian stimulus dan respond)

e. Kelengkapan informasi Komponen Kegrafikan antara lain mencakup:

a. Penggunaan font; jenis dan ukuran

b. Lay out atau tata letak

c. Ilustrasi, gambar, foto

d. Desain tampilan Sedangkan tahun 2002, Nesbit et al.

mengembangkan LORI (Learning Object Review Instrument), sebuah instrumen yang dapat
mengukur kualitas dari berbagai multimedia pembelajaran. LORI menekankan dimensi evaluasi
media pembelajaran pada sembilan dimensi utama yaitu:

(1) content quality,

(2) learning goal alignment,

(3) feedback and adaptation,

(4) motivation,
(5) presentation design,

(6) interaction usability,

(7) accessibility,

(8) reusability, dan

(9) standart compliance.

22 Pengorganisasian aspek-aspek penilaian media pembelajaran yang dikembangkan oleh Crozat, et


al. (1999) melalui metode EMPI dan LORI oleh Nesbit, et al. (2002) sebenarnya dapat
disederhanakan menjadi tiga aspek utama seperti yang telah diajukan oleh Wahono, yaitu aspek
rekayasa perangkat lunak, aspek pembelajaran, dan aspek komunikasi visual atau tampilan
(Wahono, 2006: 1).

Aspek Rekayasa Perangkat Lunak

a. Efektif dan efisien dalam pengembangan maupun penggunaan media pembelajaran

b. Reliable (handal)

c. Maintainable (dapat dipelihara/dikelola dengan mudah)

d. Usabilitas (mudah digunakan dan sederhana dalam pengoperasiannya)

e. Ketepatan pemilihan jenis aplikasi/software/tool untuk pengembangan

f. Kompatibilitas (media pembelajaran dapat diinstalasi/dijalankan di berbagai hardware dan


software yang ada)

g. Pemaketan program media pembelajaran terpadu dan mudah dalam eksekusi

h. Dokumentasi program media pembelajaran yang lengkap meliputi: petunjuk instalasi (jelas,
singkat, lengkap), trouble shooting (jelas, terstruktur, dan antisipatif), desain program (jelas,
menggambarkan alur kerja program)

i. Reusable (sebagian atau seluruh program media pembelajaran dapat dimanfaatkan kembali untuk
mengembangkan media pembelajaran lain)

Aspek Desain Pembelajaran

a. Kejelasan tujuan pembelajaran (rumusan, realistis)

b. Relevansi tujuan pembelajaran dengan SK/KD/Kurikulum

c. Cakupan dan kedalaman tujuan pembelajaran

d. Ketepatan penggunaan strategi pembelajaran

e. Interaktivitas

f. Pemberian motivasi belajar

g. Kontekstualitas dan aktualitas

h. Kelengkapan dan kualitas bahan bantuan belajar

i. Kesesuaian materi dengan tujuan pembelajaran


j. Kedalaman materi

k. Kemudahan untuk dipahami

l. Sistematis, runut, alur logika jelas . Kejelasan uraian, pembahasan, contoh, simulasi, latihan n.
Konsistensi evaluasi dengan tujuan pembelajaran o. Ketepatan dan ketetapan alat evaluasi p.
Pemberian umpan balik terhadap hasil evaluasi Aspek Komunikasi Visual

a. Komunikatif; sesuai dengan pesan dan dapat diterima/sejalan dengan keinginan sasaran

b. Kreatif dalam ide berikut penuangan gagasan

c. Sederhana dan memikat

d. Audio (narasi, sound effect, backsound,musik)

e. Visual (layout design, typography, warna)

f. Media bergerak (animasi, movie)

g. Layout Interactive (ikon navigasi) Dengan demikian,

e-module merupakan media elektronik yang di dalamnya berisi materi yang dilengkapi dengan
video, gambar, animasi, maupun audio. E-module yang akan dikembangkan disusun berdasarkan
lima aspek, yaitu aspek kelayakan isi/ materi, kebahasaan, penyajian, tampilan emodule, dan
penggunaan e-module. Kisi-kisi evaluasi e-module yang akan dikembangkan dapat dilihat pada Tabel
1. Tabel 1. Kisi-kisi Evaluasi E-Module Aspek Sub Aspek Indikator Kelayakan isi/ materi Cakupan
materi 1. Kesesuian dengan Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar 2. Kesesuaian dengan tujuan
pembelajaran 3. Materi yang disajikan sesuai dengan potensi lokal sekitar sekolah dan daerah 4.
Materi mengungkap persoalan ilmiah dalam kehidupan nyata sehari-hari 5. Pengungkapan
persoalan/materi dapat melatih keterampilan berpikir kritis peserta didik 6. Referensi yang
digunakan dalam pembelajaran diambil dari beberapa sumber (dapat berupa buku, internet)
Keakuratan 7. Materi yang disajikan sesuai 24 Aspek Sub Aspek Indikator materi dengan kebenaran
fakta, konsep, prinsip, hukum, dan teori di bidang IPA (tidak miskonsepsi) 8. Kesesuaian materi
dijabarkan dengan service learning Kebahasaan Lugas 9. Kalimat yang digunakan sesuai dengan tata
kalimat yang benar dalam Bahasa Indonesia 10. Istilah yang digunakan sesuai dengan kaedah ilmiah
IPA dan dicetak miring 11. Bahasa yang digunakan mudah dipahami Koherensi dan keruntutan
berpikir 12. Pesan yang disajikan dalam masing-masing komponen mencerminkan satu kesatuan
kegiatan Kesesuaian dengan kaidah bahasa indonesia yang benar 13. Ketepatan tata bahasa 14.
Ketepatan ejaan 15. Kebakuan istilah dan simbol atau lambang Penyajian Teknik penyajian 16.
Merupakan e-module dengan penyajian sesuai dengan alur berpikir 17. Urutan penyajian materi
secara sistematis (aspek: pola, urutan teks, gambar, dan link) Pendukung penyajian materi 18.
Penyajian gambar dan video 19. Penyajian link dengan materi 20. Penyajian petunjuk penggunaan
21. Penyajian lembar kegiatan 22. Penyajian evaluasi 23. Penyajian glosarium 24. Penyajian daftar
pustaka Tampilan emodule 25. Tampilan layar (aspek: penayangan yang dinamis, tidak terlalu padat,
konsisten dengan gaya dan format yang dipilih). 26. Keterbacaan teks atau tulisan (aspek: jenis
huruf, ukuran huruf, spasi, dan jumlah baris) 25 Aspek Sub Aspek Indikator 27. Komposisi warna
(aspek: warna teks dan warna gambar) 28. Kualitas tampilan gambar (aspek: ukuran, warna,
keterangan, dan kelengkapan gambar) 29. Penyajian video (aspek sesuai konsep, dapat diputar atau
tidak tersendat, efisien durasi waktu, audio jelas) 30. Kesesuaian tata letak (lay out) teks, gambar,
dan video (aspek: tata letak tulisan, gambar, video) 31. Kesesuaian link Penggunaan emodule 32.
Kemungkinan error, atau berhenti atau mengalami kesulitan saat membuka situs. 33. Ketepatan
pemilihan template/thema 34. Kemudahan dalam pengoprasian 5. Service Learning Tee (2005)
dalam Irene Nusanti (2014: 255) menyatakan pembelajaran dikatakan berhasil apabila peserta didik
mengalami perubahan, bisa dari yang tidak tahu menjadi tahu, dari yang memiliki sikap atau pikiran
negatif menjadi positif, atau dari „small‟ menjadi „great‟. King, Jr (dalam OHSD, 2002) menyatakan
bahwa setiap orang dapat menjadi orang besar karena setiap orang bisa melayani. Perubahan yang
diharapkan untuk terjadi pada diri peserta didik adalah perubahan dari „self centered‟ menjadi
„serving others‟. Untuk itu, peserta didik perlu dikenalkan dengan pembiasaan- pembiasaan. Untuk
dapat menjadi kebiasaan, maka kegiatan melayani perlu ditanamkan dan dipraktikkan setiap hari di
dalam kegiatan pembelajaran (Irene Nusanti, 2014: 255). 26 Bringle (2005: 113) dalam buku Service
Learning Intercommunity and Interdiscplinary Explorations, service learning merupakan pengalaman
dalam pendidikan berbasis mata pelajaran yang memiliki kridit dimana peserta didik berpartisipasi
dalam kegiatan melayani yang direncanakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang sudah
diidentifikasi dan melakukan refleksi sedemikian rupa terhadap kegiatan service learning untuk
memperoleh pengertian yang lebih mendalam terhadap isi mata pelajaran, apresiasi yang lebih luas
tentang disiplin dan rasa tanggung jawab yang meningkat sebagai warga masyarakat. Maurice
(2010:3-4) dalam Muhammad Luthfi Hidayat (2016: 1121) service learning adalah sebuah cara
belajar mengajar yang menghubungkan tindakan positif dan bermakna di masyarakat dengan
pembelajaran akademik, perkembangan pribadi, dan tanggung jawab sosial sehingga peserta didik
mengenal kemampuan mereka. Irene Nusanti (2014: 255) mendefinisikan service learning adalah
sebuah strategi belajar, mengajar, dan melakukan refleksi yang memberikan kesempatan kepada
peserta didik untuk melayani orang lain, dengan cara menggabungkan pembelajaran di kelas dengan
kebutuhan dan permasalahan yang ada di masyarakat. Giles Chloe menjelaskan bahwa “Service
learning is pedagogy that combines academic studies with community services, and the learning is
enchanced by international and regular reflection” Eli Karliani (2014: 74). Menurut pendapat
tersebut, service learning adalah ilmu yang mengkombinasikan materi 27 pembelajaran, aktivitas
layanan dan refleksi. Keterkaitan tersebut dapat di lihat ada Gambar 1. Gambar 1. Komponen Service
Learning Sumber : Giles dalam Eli Karliani (2014: 74) Pembelajaran berbasis service learning memiliki
tahapan-tahapan atau langkah-langkah. Berikut adalah tahapan proses pembelajaran dengan
menggunakan strategi service learning yang diadaptasi dari National Service-Learning Clearinghouse
dan Youth Service America (2011: 1). Tahapan-tahapan dalam service learning dibagi menjadi tiga
tahap. Tahap pertama disebut dengan tahap persiapan, tahap kedua disebut tahap pelaksanaan, dan
tahap yang ketiga disebut dengan refleksi. Pada tiap-tiap tahapan memiliki peran yang berbeda-
beda. Tahap persiapan sering disebut dengan academic content. Pada tahap persiapan ini peserta
didik disajikan atau diberikan suatu permasalahan yang menuntut peserta didik untuk
menyelesaikannya. Selanjutnya, tahap pelaksanaan sering disebut dengan aktivitas layanan atau
service activity. Pada tahap ini peserta didik dituntut dan berupaya untuk mendapatkan sebuah
solusi dalam menyelesaikan permasalahan yang dipaparkan di awal. Guru bertindak sebagai
fasilitator dimana akan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk melakukan 28
penyelidikan dan sebagainya dalam hal pencarian solusi permasalahan. Selanjutnya tahap yang
ketiga adalah refleksi. Tahap refleksi atau reflection artinya suatu kegiatan refleksi dari apa yang
dilakukan peserta didik untuk memecahkan permasalahan yang telah dilakukannya. Melalui ketiga
tahap service learning (persiapan, pelaksanaan, dan refleksi) diharapkan peserta didik semakin
memahami peran materi dan nilai yang diajarkan di dalam kelas dan belajar menerapkan tanggung
jawabnya atas pemahaman materi dan nilai tersebut dalam bentuk kegiatan berbagi dan melayani
orang lain dalam kehidupan nyata. The National Center for service lerning (2002: 1) mengemukkan
tiga karakteristik service learning, yaitu 1. Service learning merupakan kegiatan yang difokuskan
pada pemenuhan kebutuhan manusia dalam masyarakat di mana kebutuhan itu hubungannya
dengan kesejahteraan individu dan/atau dari lingkungan di mana mereka tinggal. 2. Tujuan
akademik akan dicapai melalui menggabungkan layanan dengan pembelajaran telah diidentifikasi
sebelum aktivitas. 3. Peluang bagi siswa untuk merefleksikan pengalaman mereka dan hubungannya
dengan tujuan akademik tertentu yang dimasukkan ke dalam aktivitas. Berdasarkan beberapa
definisi di atas sintesis service learning adalah sebuah strategi belajar mengajar, yang memberikan
kesempatan peserta didik untuk mengkaitkan pembelajaran di kelas dengan kehidupan 29 nyata di
dalam masyarakat. Cara ini diharapkan peserta didik dapat lebih memahami materi yang telah
diajarkan. Tiga tahapan pada strategi service learning, yaitu persiapan, pelayanan, dan refleksi.
Indikator service learning yang akan dikembangkan dalam e–module IPA adalah sebagai berikut: 1.
Materi diambil dari permasalahan yang umum ditemukan di masyarakat. 2. Solusi masalah
didapatkan melalui kombinasi antara ilmu yang telah didapatkan dan pengalaman dimasyarakat
sebelumnya. 3. Permasalahan dan solusi mampu menjadi wadah refleksi. Kisi-kisi service learning
yang akan dilaksanakan dalam kegiatan pembelajaran dapat di lihat pada Tabel 2. Tabel 2. Kisi-Kisi
Service Learning Tahap Indikator Service Learning Kegiatan Guru Kegiatan Peserta Didik Persiapan
Materi diambil dari permasalahan yang umum ditemukan di masyarakat. Guru memberikan
permasalahan yang sering ditemukan di masyarakat mengenai pencemaran udara. Peserta didik
menyikapi terhadap permasalahan yang diberikan oleh guru (memecahkan permasalahan yang ada).
Pelayanan Solusi masalah didapatkan melalui kombinasi antara ilmu yang telah didapatkan dan
pengalaman dimasyarakat sebelumnya. Guru mengarahkan peserta didik untuk memberikan solusi
dari permasalahan yang ada. Peserta didik memberikan beberapa solusi dari permasalahan yang
dihadapkan. 30 Tahap Indikator Service Learning Kegiatan Guru Kegiatan Peserta Didik Refleksi
Permasalahan dan solusi mampu menjadi wadah refleksi. Guru mengecek peserta didik mengenai
solusi yang dibuat, apakah sudah dapat merefleksi diri. Peserta didik merefleksi sendiri solusi yang
dibuat. 6. Blogware Blogger Oya Suyanta & Matamaya Studio (2008) mendefinisikan blog merupakan
singkatan dari “web log” adalah bentuk aplikasi web yang terdiri dari tulisan-tulisan yang biasa
disebut sebagai postingan pada sebuah halaman web. Tulisan-tulisan ini seringkali dimuat dalam
urutan descending berdasarkan tanggal, artinya tanggal tulisan dengan tanggal terbaru akan
ditampilkan paling atas atau depan. Yahya Kurniawan (2008) menyatakan kini blog menjadi sangat
populer karena beberapa alasan, antara lain: a) pemilik blog tidak perlu memahami HTML, b) pemilik
blog tidak peru memiliki kemampuan pemograman, c) tersedia template yang melimpah, dan d)
sudah memiliki faslitas Content Management System (Sabar Nurohman, 2010: 4). Blogware yang
paling banyak digunakan pleh para bloger salah satunya adalah blogger. Blogger adalah sebuah
layanan publikasi blog yang dibuat oleh Pyra Labs dan diakusisi oleh Google pada tahun 2003. Secara
umum, blog yang dihost oleh Google berada di bawah subdomain blogspot.com. Salah satu syarat
agar kita bisa membuat blog gratis di 31 blogger adalah, bahwa kita harus memiliki akun email dari
Gmail, yaitu email yang dimiliki oleh Google. Berikut ini akan dijelaskan beberapa kelebihan dan
kekurangan yang dimiliki oleh blogger. Kelebihan: 1) Mendukung bahasa HTML atau Javascript. 2)
Mendukung bisnis internet, seperti Google Adsense. 3) Satu akun bisa digunakan untuk membuat
beberapa blog sekaligus. 4) Mendukung berbagai bahasa termasuk Indonesia. 5) Mendukung blog
multi pengarang, yang memungkinkan sebuah blog dikelola secara bersama-sama. 6) Pengguna
diizinkan untuk mengganti dan mengutak-atik desain template. 7) Mudah mengatur layout, tinggal
klik dan drag. Kekurangan : 1) Kurang friendly bagi komentator. 2) Tidak bisa menambah halaman
baru, selain posting. 3) Tidak ada statistik blog. 4) Daftar bacaan untuk interaksi antara blogger
kurang friendly (Catur Hadi Purnomo, 2010:10-11). 32 7. Keterampilan Berpikir Kritis Dewey
berpendapat bahwa, “Thinking is its best sense is that which considers the basis and consequences
of beliefs” (Debra McGregor, 2007: 192). Plato menyatakan bahwa berpikir adalah berbicara dalam
hati. Kalimat di atas dapat diartikan bahwa berpikir merupakan proses kejiwaan yang menghubung-
hubungkan atau membanding-bandingkan antara situasi fakta, ide, atau kejadian lainnya (Kowiyah,
2012: 175). Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat diambil kesimpulan bahwa berpikir adalah
tindakan mental untuk memperoleh pengetahuan, pemahaman dan keterampilan agar mampu
menemukan jalan keluar dan keputusan secara deduktif, induktif, dan evaluatif sesuai tahapannya.
Ennis (2011: 1) mendefinisikan bahwa “Critical thinking is a reasonable and reflective thinking
focused on deciding what to believe or do”. Berpikir kritis merupakan kegiatan berpikir yang
berhubungan dengan apa yang seharusnya dipercaya atau dilakukan pada setiap situasi atau
peristiwa. Petress (2004: 3) berpendapat bahwa “Critical thinking is the intellectually disciplined
process of actively and skillfully conceptualizing, applying, analyzing, synthesizing, and/or evaluating
information gathered from or generated by observation, experience, reflection, reasoning, or
communication, as a guide to belief and action”. Berpikir kritis adalah proses intelektual yang secara
aktif dan terampil untuk mengkonsep, menerapkan, menganalisis, mensintesis, dan/atau
mengevaluasi kumpulan informasi dari atau yang disimpulkan melalui 33 observasi, pengalaman,
refleksi, penalaran, atau komunikasi, sebagai acuan dalam mempercayai atau melakukan suatu
tindakan. Fisher (2008: 2) menyatakan bahwa berpikir kritis adalah pertimbangan yang aktif,
presistent (terus menerus), dan teliti mengenai sebuah keyakinan atau bentuk pengetahuan yang
diterima begitu saja dipandang dari sudut alasan-alasan yang mendukungnya dan
kesimpulankesimpulan lanjutan yang menjadi kecenderungannya. Swartz & Perkins (1990)
menyatakan bahwa berpikir kritis berarti berpikir yang bertujuan untuk mencapai penilaian yang
kritis terhadap apa yang akan kita terima atau apa yang akan kita lakukan dengan alasan yang logis,
memakai standar penilaian sebagai hasil dari berpikir kritis dalam membuat keputusan, menerapkan
berbagai strategi yang tersusun dalam memberikan alasan untuk menentukan dan menerapkan
standar tersebut, serta mencari dan menghimpun informasi yang dapat dipercaya untuk dipakai
sebagai bukti yang dapat mendukung suatu penilaian (Zaleha Izhab Hassoubah, 2007: 86-87).
Selanjutnya menurut Edward Glaser mendifinisikan bahwa: “critical thinking as: (1) an attitude of
being disposed to consider in a thoughtful way the problems and subjects that come within the
range of one’s experience; (2) knowledge of the methods of logical enquiry and reasoning; and (3)
some skill in applying those methods. Critical thinking calls for a persistent effort to examine any
belief or supposed form of knowledge in the light of the evidence that supports it and the further
conclusions to which it tends” Kowiyah (2012: 176). Definisi di atas menjelaskan bahwa berpikir kritis
sebagai: (1) suatu sikap mau berpikir secara mendalam tentang masalah-masalah dan hal-hal yang
34 berada dalam jangkauan pengalaman seseorang; (2) pengetahuan tentang metode-metode
pemeriksaan dan penalaran yang logis; dan (3) semacam suatu keterampilan untuk menerapkan
metode-metode tersebut. Keterampilan berpikir peserta didik dapat diukur melalui beberapa
indikator. Indikator keterampilan berpikir kritis dapat dirumuskan dari aspek-aspek keterampilan
berpikir kritis. Edward Glaser (1941), Robert H. Ennis (1991), dan Peter A. Facione (1998) mempunyai
pandangan masingmasing mengenai aspek-aspek berpikir kritis. Aspek-aspek keterampilan berpikir
kritis menurut para ahli tersebut dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Aspek-aspek Keterampilan
Berpikir Kritis Menurut Para Ahli No Teori 1 (E. Glaser, 1941) Teori 2 (R. Ennis, 1991) Teori 3 (P.
Facione, 1998) Aspek Keterampilan Berpikir Kritis 1 Mengenal masalah, mencari caracara yang dapat
dipakai untuk menangani masalah, serta mengenal adanya hubunganhubungan yang logis antar
masalah. Mengidentifikasi permasalahan, pertanyaan, atau kesimpulan serta menanya dan
menjawab pertanyaan klarifikasi. Mengidentifikasi maksud dan keterkaitan antar pernyataan,
pertanyaan, konsep, deskripsi, dan bentuk lain dari representasi. Mengidentifikasi masalah 2
Mengenal asumsi-asumsi dan nilai-nilai yang tidak dinyatakan. Mengidentifikasi asumsi-asumsi yang
tersirat (tidak dinyatakan). Memberikan asumsi/dugaan pertanyaan, merumuskan hipotesis, dan
mengembangkan rencana-rencana yang berbeda. Merumuskan Hipotesis 3 Mengumpulkan data dan
menyusun Mengobservasi dan mempertimbangkan hasil observasi, Menyusun alternatif
penyelesaian Memecahkan masalah 35 No Teori 1 (E. Glaser, 1941) Teori 2 (R. Ennis, 1991) Teori 3
(P. Facione, 1998) Aspek Keterampilan Berpikir Kritis informasi yang diperlukan. menentukan
tindakan, dan berinteraksi dengan orang lain. permasalahan, merumuskan strategi untuk mencari
dan mengumpulkan informasi yang mungkin mendukung suatu pernyataan. 4 Menganalisis data dan
menyusun polapola keyakinan seseorang berdasarkan pengalaman yang lebih luas. Menganalisis
pernyataan, mendefinisikan istilah dan menilai definisi, serta mempertimbangkan kredibilitas suatu
sumber. Mengintepretasi, mengungkapkan alasan-alasan untuk mendukung atau menolak
pengakuan, pendapat, atau sudut pandang. Menganalisis 5 Menarik kesimpulankesimpulan dan
kesamaankesamaan yang diperlukan serta menguji kesamaan dan kesimpulan yang diambil
seseorang. Mereduksi dan menilai hasil reduksi, menginduksi dan menilai hasil induksi. Melakukan
inferensi, mengidentifikasi elemen-elemen yang dibutuhkan untuk membuat kesimpulan yang
beralasan. Menyimpulkan 6 Membuat penilaian yang tepat tentang halhal dan kualitaskualitas
tertentu dalam kehidupan sehari-hari. Membuat dan mempertimbangkan penilaian yang berharga.
Kesadaran diri untuk memberikan penilaian dan refleksi terhadap kegiatan yang telah dilakukan.
Mengevaluasi Diadaptasi dan diadaptasi: Siti Nurkhasanah (2016: 18-19) 36 Dengan demikian,
berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa keterampilan berpikir kritis adalah
keterampilan berpikir untuk mempertimbangkan hal-hal yang seharusnya dipercaya atau dilakukan
melalui kegiatan. Aspek-aspek keterampilan berpikir kritis yang akan dikembangkan adalah (1)
mengidentifikasi masalah; (2) merumuskan hipotesis; (3) memecahkan masalah; (4) menganalisis; (5)
membuat kesimpulan; (6) dan mengevaluasi. Pada penelitian ini setiap aspek keterampilan berpikir
kritis memfokuskan satu indikator. Sehingga keterampilan berpikir kritis dapat diukur melalui enam
indikator sebagai berikut: 1. Menemukan permasalahan dari suatu kasus/kejadian yang
berhubungan dengan konsep IPA. 2. Menyusun kalimat hipotesis yang sesuai dengan permasalahan
dan hubungan antar variabel yang terlibat. 3. Melakukan langkah guna menemukan jawaban dari
suatu permasalahan. 4. Mengaitkan hubungan sebab/ akibat dari data/informasi. 5. Menuliskan
temuan hasil uji coba dan untuk menjawab hipotesis teoritis. 6. Membuat pertimbangan dari suatu
pernyataan disertai dengan alasan yang mendukung/ menolak suatu pernyataan. Kisi-kisi
keterampilan berpikir kritis dapat di lihat pada Tabel 4. 37 Tabel 4. Kisi-Kisi Keterampilan Berpikir
Kritis No Aspek Berpikir Indikator Berpikir Kritis 1 Mengidentifikasi Masalah Menemukan
permasalahan dari suatu kasus/kejadian yang berhubungan dengan konsep IPA. 2 Merumuskan
Hipotesis Menyusun kalimat hipotesis yang sesuai dengan permasalahan dan hubungan antar
variabel yang terlibat. 3 Memecahkan Masalah Melakukan langkah guna menemukan jawaban dari
suatu permasalahan. 4 Menganalisis Mengaitkan hubungan sebab/ akibat dari data/informasi. 5
Menyimpulkan Menuliskan temuan hasil uji coba dan untuk menjawab hipotesis teoritis. 6
Mengevaluasi Membuat pertimbangan dari suatu pernyataan disertai dengan alasan yang
mendukung/ menolak suatu pernyataan. 8. Keterkaitan E-Module Berbasis Service Learning dengan
Berpikir Kritis E-module berbasis service learning merupakan bahan ajar elektronik yang didalamnya
berisi materi yang akan dilengkapi dengan video, gambar, lembar kerja yang mendukung materi yang
ada didalamnya. Selain itu, di dalam e–module pembelajaran IPA, materi akan dikaitkan dengan tiga
tahap service learning yaitu, persiapan, pelayanan, dan refleksi. Indikator service learning yang
diharapkan ada di dalam e– module ini yaitu, (1) materi pembelajaran maupun masalah yang
disajikan diambil dari kehidupan; (2) solusi masalah didapatkan melalui kombinasi antara ilmu yang
telah didapatkan dan pengalaman dimasyarakat 38 sebelumnya; dan (3) permasalahan dan solusi
mampu menjadi wadah refleksi. Hubungan antara komponen e-module berbasis service learning
dan aspek keterampilan berpikir kritis yang dikembangkan dapat dilihat pada Gambar 2. Gambar 2.
Keterkaitan E-Module Service Learning dengan Keterampilan Berpikir Kritis Dengan demikian, kisi-
kisi e-module IPA berbasis service learning yang akan dikembangkan dapat di lihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Kisi-Kisi E-Module IPA Berbasis Service Learning Aspek Sub Aspek Indikator Cakupan materi
1. Kesesuian dengan Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar 2. Kesesuaian dengan tujuan
pembelajaran 3. Materi yang disajikan sesuai dengan potensi lokal sekitar sekolah dan daerah 4.
Materi mengungkap persoalan ilmiah dalam kehidupan nyata sehari-hari 5. Pengungkapan
persoalan/materi dapat melatih keterampilan berpikir kritis peserta didik Persiapan Pelayanan
Refleksi Mengidentifikasi masalah Memecahkan masalah Merumuskan hipotesis Mengevaluasi
Menganalisis Menyimpulkan 39 Aspek Sub Aspek Indikator Kelayakan isi/ materi 6. Referensi yang
digunakan dalam pembelajaran diambil dari beberapa sumber (dapat berupa buku, internet)
Keakuratan materi 7. Materi yang disajikan sesuai dengan kebenaran fakta, konsep, prinsip, hukum,
dan teori di bidang IPA (tidak miskonsepsi) 8. Kesesuaian materi dijabarkan dengan service learning
Ketercakupan service learning dalam e-module 9. Materi diambil dari permasalahan yang umum
ditemukan di masyarakat 10. Solusi masalah didapatkan melalui kombinasi antara ilmu yang telah
didapatkan dan pengalaman dimasyarakat sebelumnya 11. Permasalahan dan solusi mampu menjadi
wadah refleksi Kebahasaan Lugas 12. Kalimat yang digunakan sesuai dengan tata kalimat yang benar
dalam Bahasa Indonesia 13. Istilah yang digunakan sesuai dengan kaedah ilmiah IPA dan dicetak
miring 14. Bahasa yang digunakan mudah dipahami Koherensi dan keruntutan berpikir 15. Pesan
yang disajikan dalam masing-masing komponen mencerminkan satu kesatuan kegiatan Kesesuaian
dengan kaidah bahasa indonesia yang benar 16. Ketepatan tata bahasa 17. Ketepatan ejaan 18.
Kebakuan istilah dan simbol atau lambang Penyajian Teknik penyajian 19. Merupakan e-module
dengan penyajian sesuai dengan alur berpikir 40 Aspek Sub Aspek Indikator 20. Urutan penyajian
materi secara sistematis (aspek: pola, urutan teks, gambar, dan link) Pendukung penyajian materi 21.
Penyajian gambar dan video 22. Penyajian link dengan materi 23. Penyajian petunjuk penggunaan
24. Penyajian lembar kegiatan 25. Penyajian evaluasi 26. Penyajian glosarium 27. Penyajian daftar
pustaka Tampilan emodule 28. Tampilan layar (aspek: penayangan yang dinamis, tidak terlalu padat,
konsisten dengan gaya dan format yang dipilih). 29. Keterbacaan teks atau tulisan (aspek: jenis
huruf, ukuran huruf, spasi, dan jumlah baris) 30. Komposisi warna (aspek: warna teks dan warna
gambar) 31. Kualitas tampilan gambar (aspek: ukuran, warna, keterangan, dan kelengkapan gambar)
32. Penyajian video (aspek sesuai konsep, dapat diputar atau tidak tersendat, efisien durasi waktu,
audio jelas) 33. Kesesuaian tata letak (lay out) teks, gambar, dan video (aspek: tata letak tulisan,
gambar, video) 34. Kesesuaian link Penggunaan e-module 35. Kemungkinan error, atau berhenti atau
mengalami kesulitan saat membuka situs. 36. Ketepatan pemilihan template/thema 37. Kemudahan
dalam pengoprasian 41 B. Kajian Keilmuan (Pencemaran Udara) 1. Pengertian Pencemaran Udara
Pencemaran udara diartikan sebagai adanya bahan-bahan atau zatzat asing di dalam udara yang
menyebabkaan perubahan susunan udara dari keadaan normalnya. Kehadiran bahan atau zat asing
di udara dalam jumlah tertentu serta berada di udara dalam waktu yang cukup lama, akan dapat
mengganggu kehidupan manusia, hewan, dan binatang (Wisnu Arya Wardhana, 2004: 27). Bahan
pencemar udara ini dapat dibagi dalam dua bentuk, yaitu yang berasal dari sumber-sumber buatan
manusia dan sumber-sumber yang berasal dari bahan alami. Jenis-jenis bahan pencemar ini biasanya
berbentuk gas, seperti H2S yang berasal dari gunung berapi, pembakaran minyak bumi dan batu
bara, CO sebagai hasil pembakaran yang tidak sempurna dari kendaraan bermotor. Karbon
Monoksida (CO) yang biasanya terdapat di udara dan pembakaran batu bara serta sulfur dioksida
yang bereaksi dengan udara serta oksigen dan sinar matahari dapat menghasilkan asam sulfat. Asam
ini membentuk kabut dimana suatu saat akan jatuh sebagai hujan yang disebut hujan asam. Hujan
asam dapat menyebabkan gangguan pada manusia, hewan, maupun tumbuhan. Cloroflurocarbon
(CFC) dan Nitrogen Oksida (NO) dihasilkan oleh berbagai industri dan kendaraan-kendaraan
bermotor (mobil, sepeda motor, traktor, bus angkutan umum, truk-truk pengangkut bahan dan
barang, kapal-kapal laut, motor-motor laut) (Dantje T. Sembel, 2015: 43). 42 2. Dampak Pencemaran
Udara Karbon Monoksida (CO) merupakan salah satu sumber pencemaran udara, apabila CO
terhisap ke dalam paru-paru dan ikut dalam peredaran darah dapat mengakibatkan pusing, sakit
kepala, dan mual, bahkan akibat yang lebih berat dapat menurunkan kemampuan gerak tubuh,
serangan jantung, pingsan bahkan kematian. I Gusti Ayu (2014: 412) mengemukakan bahwa
pembakaran bahan bakar minyak dan batu bara pada kendaraan bermotor dan industri
menyebabkan naiknya kadar CO2 di udara, gas ini juga dihasilkan dari pembakaran hutan. Gas CO2
ini akan berkumpul di atmosfer bumi. Jika jumlahnya sangat banyak, gas CO2 ini akan menghalangi
pantulan panas dari bumi ke atmosfer sehingga panas akan diserap dan dipantulkan kembali ke
bumi. Akibatnya, suhu di bumi menjadi lebih panas. Keadaan ini disebut efek rumah kaca (green
house effect). Selain gas CO2, gas lain yang menimbulkan efek rumah kaca adalah CFC yang berasal
dari aerosol, juga gas metan yang berasal dari pembusukan kotoran hewan. Efek rumah kaca dapat
menyebabkan suhu lingkungan menjadi naik secara global, atau lebih dikenal dengan pemanasan
global (I Gusti Ayu, 2014: 412). Dampak dari pemanasan global yaitu: 1) Pencairan es di kutub. 2)
Perubahan iklim regional dan global. 3) Perubahan siklus hidup flora dan fauna (Arif Sumantri, 2010:
209). 43 Keadaan tersebut akan berpengaruh terhadap keseimbangan ekosistem dan
membahayakan makhluk hidup, termasuk manusia (I Gusti Ayu, 2014: 413). Gambar 3. Proses
Terjadinya Efek Rumah Kaca (Sumber: https://geo-media.blogspot.co.id/2015/08/efek-rumah-
kacagreen-house-effect.html) Akibat lain yang ditimbulkan dari pecemaran udara ialah terjadinya
hujan asam. Gas Sulfur Dioksida (SO2) dari pembakaran minyak bumi dan batu bara dan proses
industri serta gas Nitrogen Dioksida (NO2) dari semua jenis pembakaran bereaksi dengan uap air
(H2O) yang berada di atmosfer akan membentuk Asam Sulfat (HS2O4) dan Asam Nitrat (HNO2).
Asam sulfat dan asam nitrat merupakan asam yang kuat dan bila terkena hujan maka pH akan turun
di bawah 5,6. Hujan yang normal, tidak tercemar asam, pHnya sekitar 5,6 (agak asam) sebab
terlarutnya Asam Karbonat (H2CO3) yang terbentuk dari gas CO2 (Karbon Dioksida) dalam air hujan.
Apabila asam sulfat dan asam nitrat ini terkena hujan, hujan akan menjadi bersifat asam. 44 Gambar
4. Proses Terjadinya Hujan Asam
(Sumber:http://www.dosenpendidikan.com/wpcontent/uploads/2015/03/H ujan Asam.png) Jika
hujan asam terjadi secara terus menerus, tanah, danau, atau air sungai akan menjadi asam. Keadaan
ini akan mengakibatkan tumbuhan dan mikroorganisme yang hidup di dalamnyaa terganggu dan
mati. Hal ini tentunya akan berpengaruh terhadap keseimbangan ekosistem dan kehidupan manusia
(I Gusti Ayu, 2014: 413). Dampak lain akibat pencemaran udara yaitu, kerusakan lapisan ozon.
Lapisan ozon yang berada di stratosfer (ketinggian 20-35 km) merupakan pelindung alami bumi yang
berfungsi memfilter radiasi ultraviolet B dari matahari. Pembentukan dan penguraian molekul-
molekul Ozon (O3) terjadi secara alami di stratosfer. Emisi CFC yang mencapai stratosfer dan bersifat
sangat stabil menyebabkan laju penguraian molekulmolekul ozon lebih cepat dari pembentukannya,
sehingga terbentuk lubang-lubang pada lapisan ozon (Arif Sumantri, 2010: 209-210). 45 Gambar 5.
Proses Terjadinya Kerusakan Lapisan Ozon
(Sumber:https://lh5.googleusercontent.com/BvlcjQw8x7E/TYxKoEgU0eI/
AAAAAAAAAAY/5b8T9qpXeeE/s1600/Picture3.png) 3. Upaya Penanggulangan Pencemaran Udara I
Gusti Ayu (2014: 413) mengemukakan bahwa berbagai upaya telah dilakukan, baik oleh pemerintah
maupun masyarakat untuk menanggulangi pencemaran lingkungan, antara lain melalui penyuluhan
dan penataan lingkungan. Namun, usaha tersebut tidak akan berhasil jika tidak ada dukungan dan
kepedulian masyarakat terhadap lingkungan. Untuk membuktikan kepedulian kita terhadap
lingkungan, kita perlu bertindak. Beberapa cara yang dapat dilakukan untuk menanggulangi
pencemaran udara, diantaranya sebagai berikut: a. Diadakan penghijauan di kota-kota besar
Tumbuhan mampu menyerap CO2 di udara untuk fotosintesis. Adanya jalur hijau akan mengurangi
kadar CO2 di udara yang berasal dari asap kendaraan bermotor atau asap pebrik. Dengan demikian,
46 tumbuhan hijau bisa mengurangi pencemaran udara. Selain itu, tumbuhan hijau melepaskan O2
ke atmosfer (I Gusti Ayu, 2014: 416). b. Mengembangkan tenaga alternatif Mengembangkan sumber
tenaga alternatif yang rendah polusi (sumber tenaga bisa berupa tenaga listrik, tenaga surya,
ataupun tenaga angin) (Arif Zulkifli, 2014: 66). c. Pengurangan pemakaian CFC Untuk menghilangkan
kadar CFC di atmosfer diperlukan waktu sekitar seratus tahun. Salah satu cara penanggulangannya
yaitu dengan mengurangi penggunaan CFC yang tidak perlu oleh manusia. Mengurangi peggunaan
CFC dapat mencegah rusaknya lapisan ozon di atmosfer sehingga dapat mengurangi pemanasan
global (I Gusti Ayu, 2014: 416). Dewasa ini, tingkah laku manusia dengan sikap semena-mena
terhadap lingkungan sudah sampai pada tingkat yang mengkhawatirkan. Selain mengeksploitasi
alam secara serakah, manusia juga telah meracuni alam ini dengan berbagi jenis sampahnya. d.
Mengembangkan sistem pembuangan yang lebih sempurna Sistem pembuangan dari gas buang bisa
disempurnakan dengan menggunakan semacam reheater ataupun dengan menggunakan catalytic
converter yang biasanya dipasang pada kendaraan mewah (Arif Zulkifli, 2014: 66). 47 C. Kajian
Penelitian yang Relevan Penelitian yang relevan dengan penelitian yang akan dilaksanakan, yaitu
sebagai berikut : 1. Penelitian yang dilakukan oleh Ertika Chandra Dewi (2015) dengan judul
“Pengembangan E-Learning Pembelajaran IPA Berbasis Blogware Wordpress.com dengan Tema
“Gunung Api” untuk Meningkatkan Kemandirian Belajar Siswa SMP Kelas VIII” menunjukkan bahwa
produk berupa E-Learning ini sangat layak digunakan sebagai media pembelajaran. Hal ini
ditunjukkan dengan meningkatnya kemandirian belajar siswa sebelum dan setelah pembelajaran
menggunakan E-Learning melalui angket dengan gain score 0,55 dengan kriteria sedang, dan melalui
lembar observasi menunjukkan dengan gain score 0,65 dengan kriteria sedang. 2. Penelitian yang
dilakukan oleh Risma Febriyanti (2013) dengan judul penelitian “Pengembangan E-Learning
Menggunakan Blogware Wordpress.com dan Integrated Science System dan Meningkatkan Motivasi
Belajar Siswa SMP” telah menunjukkan hasil yang baik. Hal ini dapat dilihat dari hasil peningkatan
motivasi siswa dilihat dari peningkatan hasil pretest dan posttest. 48 D. Kerangka Berfikir Gambar 6.
Diagram Alir Kerangka Berpikir Ideal: 1. Kegiatan pembelajaran bersifat student centered. 2. Guru
mengajak peserta didik untuk berpikir memecahkan masalah, mengusulkan solusi, serta mengatasi
masalah dalam masyarakat. 3. Peserta didik aktif dalam bertanya atau menanggapi kelompok lain
yang sedang presentai. 4. Peserta didik dilatih untuk bepikir kritis Realita: 1. Kegiatan pembelajaran
masih bersifat teacher centered. 2. Belum mengajak peserta didik untuk berpikir memecahkan
masalah, mengusulkan solusi, serta mengatasi masalah dalam masyarakat. 3. Kegiatan bertanya atau
menanggapi kelompok lain yang sedang presentai, hanya 1-5 anak. 4. Peserta didik belum
menunjukkan enam indikator berpikir kritis. Akibatnya Keterampilan berpikir kritis peserta didik
masih rendah, sehingga perlu adanya upaya peningkatan Solusinya Inovasi strategi pembelajaran
yang dapat meningkatkan keterampilan berpikir kritis peserta didik. Inovasi bahan ajar yang dapat
meningkatkan keterampilan berpikir kritis peserta didik. Strategi Service Learning Melibatkan tiga
indikator, yaitu: (1) materi diambil dari permasalahan yang umum ditemukan di masyarakat; (2)
solusi masalah didapatkan melalui kombinasi antara ilmu yang telah didapatkan dan pengalaman
dimasyarakat sebelumnya; (3) dan permasalahan dan solusi mampu menjadi wadah refleksi. Bahan
Ajar E-Module Melibatkan aktivitas dan olah pikir sehingga dapat meningkatkan keterampilan
berpikir kritis Fokus Penelitian Pengembangan E-Module IPA Berbasis Service Learning dengan Tema
“Pencemaran Udara” untuk Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa SMP Kelas VII 49
Kurikulum 2013 mengharuskan pembelajaran (termasuk pembelajaran IPA) yang sebelumnya
banyak didominasi oleh guru (teacher centered) menjadi pembelajaran yang didominasi oleh
peserta didik (student centered). Berdasarkan anjuran Permendikbud Nomor 81 Tahun 2013, bahwa
pendekatan pembelajaran yang seharusnya digunakan adalah pendekatan Saintifik yang meliputi 5
kegiatan utama, yaitu mengamati, menanya, mengumpulkan data, mengasosiasi, dan
mengkomunikasikan (5M). Namun pada kenyataannya, belum semua kegiatan 5M belum berjalan
dengan baik. Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan di SMP N 3 Wonosari menemukan
beberapa permasalahan dalam proses pembelajaran IPA yaitu, kegiatan pembelajaran masih bersifat
teacher centered. Selain itu guru ketika pembelajaran langsung bertanya tentang materi yang
dipelajari. Guru belum mengangkat permasalahan dari lingkungan sekitar. Guru belum mengajak
peserta didik untuk berpikir memecahkan masalah, mengusulkan solusi, serta mengatasi masalah
dalam masyarakat. Selanjutnya, pada kegiatan pembelajaran di kelas meskipun guru memberikan
pertanyaan-pertanyaan sebagai pemancing yang dapat mendorong peserta didik untuk berpikir,
peserta didik menjawab pertanyaan yang diajukan guru dengan jawaban singkat sedangkan untuk
bertanya mengenai persoalan berkaitan dengan materi yang lebih mendalam hanya 1-5 anak yang
bertanya dari 32 anak. Selanjutnya pada kegiatan bertanya atau menanggapi kelompok lain yang
sedang presentasi, hanya 1-3 anak saja yang berani menanggapi. Hal ini dapat diketahui bahwa
enam indikator berpikir kritis peserta didik belum muncul. 50 Berdasarkan hal tersebut upaya yang
harus dilakukan adalah dengan cara mengembangkan bahan ajar yang dapat digunakan untuk
meningkatkan keterampilan berpikir kritis peserta didik. Bahan ajar yang sesuai dengan
permasalahan tersebut yaitu berupa e-module berbasis service learning dengan penggunaan
blogger. Service learning terdiri dari tiga komponen, yaitu persiapan, melayani, dan refleksi.
Hubungan antara service learning dan aspek keterampilan berpikir kritis yang dikembangkan dapat
dilihat pada Gambar 7. Gambar 7. Diagram Keterkaitan antara Komponen Service Learning (kiri) dan
Aspek Keterampilan Berpikir Kritis (kanan) Dengan demikian, fokus penelitian yang akan
dikembangkan adalah bahan ajar berbentuk e-module berbasis service learning untuk meningkatkan
keterampilan berpikir kritis. Sehingga judul penelitian yang akan dikembangkan yaitu,
“Pengembangan E-Module IPA Berbasis Service Learning dengan Tema “Pencemaran Udara” untuk
Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa SMP Kelas VII”.

https://eprints.uny.ac.id/48936/3/BAB%20II.pdf
KAJIAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Pembelajaran IPA 1. Hakikat IPA IPA atau Ilmu Pengetahuan
Alam dari segi istilah dapat diartikan sebagai ilmu yang berisi pengetahuan alam. Ilmu artinya
pengetahuan yang benar, yaitu bersifat rasional dan obyektif. Pengetahuan alam adalah
pengetahuan yang berisi tentang alam semesta dan segala isinya. Jadi, menurut Hendro Darmodjo
dan Jenny R. E. Kaligis (1992: 3) IPA adalah pengetahuan yang rasional dan obyektif tentang alam
semesta dan segala isinya. IPA biasanya disebut dengan kata “sains” yang berasal dari kata “natural
science”. Natural artinya alamiah dan berhubungan dengan alam, sedangkan science artinya ilmu
pengetahuan. Penggunaan kata “sains” sebagai IPA berbeda dengan pengertian sosial science,
educational science, political science, dan penggunaan kata science yang lainnya. Patta Bundu (2006:
9) menjelaskan secara tegas bahwa yang dimaksud kata sains dalam kurikulum pendidikan di
Indonesia adalah IPA itu sendiri. Ruang lingkup sains tersebut adalah sains (tingkat SD), sains Biologi,
Sains Kimia, Sains Bumi dan Antariksa (tingkat sekolah menengah). IPA memiliki arti yang sempit jika
diidentifikasi hanya dari segi istilah saja, seperti halnya pengertian IPA yang telah diuraikan di atas.
Dari segi istilah, IPA hanya diartikan sebagai kumpulan pengetahuan tentang alam saja. 10 Padahal
menurut beberapa pendapat dari tokoh IPA (Sains), pengertian IPA jauh lebih besar dari sekedar
kumpulan pengetahuan. Menurut Nash dalam Hendro Darmodjo dan Jenny R. E. Kaligis (1992: 3) IPA
adalah suatu cara atau metode untuk mengamati alam. Cara atau metode tersebut harus bersifat
analitis, lengkap, cermat, serta menghubungkan antara fenomena dengan fenomena yang lain.
Metode tersebut dapat membentuk suatu perspektif yang baru tentang objek yang diamatinya itu.
Metode tersebut adalah metode berpikir ilmiah. Vessel dalam Patta Bundu (2006: 9) mengartikan
IPA sebagai suatu hal atau apa yang dikerjakan para ahli sains (Scientis). Vessel dalam Patta Bundu
(2006: 9) mengemukakan “science is an intellectual search involving inquiry, rational through, and
generalization”. Hal yang dikerjakan oleh saintis disebut sebagai proses sains, sedangkan hasilnya
yang berupa fakta-fakta dan prinsip-prinsip disebut dengan produk sains. Menurut Abruscato,
Joseph dan Derosa, Donald A (2010: 6), Sains adalah: “Science is the name we give to group of
process through which we can sistematically gather information about the natural world. Science is
also the knowledge gathered through the use of such process. Finally, science is characterized by
those values and attitudes processed by people who use scientific process to gather knowledge.”
Pengertian sains menurut uraian di atas adalah (1) sains adalah sejumlah proses kegiatan
mengumpulkan informasi secara sistematik tentang dunia sekitar, (2) sains adalah pengetahuan yang
diperoleh melalui kegiatan tertentu, (3) sains dicirikan oleh nilai-nilai dan sikap para ilmuwan
menggunakan proses ilmiah dalam memperoleh pengetahuan. Dengan kata 11 lain, sains adalah
proses kegiatan yang dilakukan para saintis dalam memperoleh pengetahuan dan sikap terhadap
proses kegiatan tersebut (sikap ilmiah). Menurut Patta Bundu (2006: 11) sains secara garis besar
atau pada hakikatnya IPA memiliki tiga komponen, yaitu proses ilmiah, produk ilmiah, dan sikap
ilmiah. Proses ilmiah adalah suatu kegiatan ilmiah yang dilaksanakan dalam rangka menemukan
produk ilmiah. Proses ilmiah meliputi mengamati, mengklasifikasi, memprediksi, merancang, dan
melaksanakan eksperimen. Produk ilmiah meliputi prinsip, konsep, hukum, dan teori. Produk ilmiah
berupa pengetahuan-pengetahuan alam yang telah ditemukan dan diuji secara ilmiah. Sikap ilmiah
merupakan keyakinan akan nilai yang harus dipertahankan ketika mencari atau mengembangkan
pengetahuan baru. Sikap ilmiah meliputi ingin tahu, hati-hati, obyektif, dan jujur. Dari penjelasan di
atas dapat disimpulkan bahwa IPA menurut hakikatnya adalah suatu cara untuk memperoleh
pengetahuan baru yang berupa produk ilmiah dan sikap ilmiah melalui suatu kegiatan yang disebut
proses ilmiah. Siapapun yang akan mempelajari IPA haruslah melakukan suatu kegiatan yang disebut
sebagai proses ilmiah. Seseorang dapat menemukan pengetahuan baru dan menanamkan sikap yang
ada dalam dirinya melalui proses ilmiah tersebut. 12 2. Pembelajaran IPA SD Menurut Polo dan
Marten dalam Srini M. Iskandar (1997: 15) IPA untuk anak-anak didefinisikan mengamati apa yang
terjadi, mencoba memahami apa yang diamati, menggunakan pengetahuan baru untuk meramalkan
apa yang akan terjadi, dan menguji ramalan-ramalan di bawah kondisi-kondisi untuk melihat apakah
ramalan tersebut benar. Jadi, IPA berguna untuk menuntun anak berpikir secara ilmiah dari
kejadian-kejadian alam yang terjadi di sekitarnya, IPA adalah pelajaran yang penting karena ilmunya
dapat diterapkan secara langsung dalam masyarakat. Menurut Srini M. Iskandar (1997: 15) IPA perlu
diajarkan bagi anak-anak sesuai dengan struktur kognitif anak. Pembelajaran IPA di SD diharapkan
dapat melatih keterampilan proses dan sikap ilmiah siswa, maka hendaknya dimodifikasi sesuai
dengan tahap perkembangan kognitif SD. Selain itu, Srini M. Iskandar (1997: 16) menyampaikan
beberapa alasan pentingnya mata pelajaran IPA yaitu, IPA berguna bagi kehidupan atau pekerjaan
anak dikemudian hari, bagian kebudayaan bangsa, melatih anak berpikir kritis, dan mempunyai nilai-
nilai pendidikan yaitu mempunyai potensi dapat membentuk pribadi anak secara keseluruhan.
Menurut Hendro Darmojo dan Jenny R. E. Kaligis (1992: 6) tujuan pengajaran IPA bagi Sekolah Dasar
adalah memahami alam sekitar, memiliki keterampilan untuk mendapatkan ilmu (keterampilan
proses) dan metode ilmiah, memiliki sikap ilmiah di dalam mengenal alam sekitarnya dan 13
memecahkan masalah yang dihadapinya, dan memiliki bekal pengetahuan dasar yang diperlukan
untuk melanjutkan pendidikannya ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Pembelajaran IPA yang
dilaksanakan bagi siswa SD harus memenuhi hakikat IPA. Hakikat IPA memiliki tiga komponen, yaitu
sains sebagai produk, sains sebagai proses, dan sains sebagai sikap ilmiah (Patta Bundu, 2006: 11).
Jadi, pembelajaran IPA harus melingkupi hakikat IPA yang memiliki tiga komponen tersebut. Selain
itu, pelajaran IPA dalam pengembangannya untuk anak usia SD harus disesuaikan dengan
karakteristik dan perkembangan kognitifnya. Pembelajaran IPA harus menerapkan proses ilmiah.
Pembelajaran harus berlangsung menggunakan proses-proses yang telah digunakan oleh para
ilmuwan IPA. Proses-proses tersebut dinamakan keterampilan proses. Untuk siswa SD, keterampilan
proses dapat dikembangkan dengan mengembangkan keterampilan mengamati, mengelompokkan,
mengukur, mengkomunikasikan, meramalkan, dan menyimpulkan. Selama siswa melakukan
kegiatan ilmiah, dalam pembelajaran IPA diharapkan dapat menemukan suatu pengetahuan baru
yang disebut dengan produk ilmiah. Melalui proses ilmiah, siswa diharapkan dapat mempelajari
pengetahuan-pengetahuan tentang IPA. Produk ilmiah yang berupa konsep, hukum, dan teori untuk
anak usia SD sudah disusun dalam kurikulum. Di dalam kurikulum sudah dijelaskan mengenai
Standar Kompetensi, Kompetensi Dasar, dan Indikator yang harus dicapai oleh siswa. 14
Pembelajaran yang menerapkan proses ilmiah akan membentuk suatu sikap yang disebut sikap
ilmiah. Agar pengetahuan IPA yang didapat adalah pengetahuan yang benar, maka siswa-siswi harus
menerapkan sikap ilmiah. Sikap ilmiah tersebut meliputi ingin tahu, hati-hati, obyektif, dan jujur

Anda mungkin juga menyukai