Oleh:
Indra Fibiona
Layouter :
Diterbitkan dalam rangka
Anis Izdiha, S.Ant.
Penyusunan Kajian Warisan Budaya
(tambahi dari pihak mas irul)
Takbenda
Daerah Istimewa Yogyakarta
Foto dan Dokumentasi :
Tahun 2021
Dokumentasi Primer Penulis
Dinas Kebudayaan DIY
Diterbitkan oleh
DINAS KEBUDAYAAN
(KUNDHA KABUDAYAN) DIY
ISBN :
Jalan Cendana Nomor 11
Yogyakarta
0274-562628
www.budaya.jogjaprov.go.id
Cetakan I, 2021
Penanggungjawab Program:
Dian Lakshmi Pratiwi, S.S., M.A.
Kepala Dinas Kebudayaan (Kundha
Kabudayan) Daerah Istimewa
Yogyakarta
Koordinator Program
Rully Andriadi, S.S.
Kepala Bidang Pemeliharaan dan
Pengembangan Warisan Budaya
Dinas Kebudayaan DIY
Penulis
Indra Fibiona, S.S., M.PA.
(Tim Kajian WBTb DIY)
KATA PENGANTAR
KEPALA DINAS KEBUDAYAAN (KUNDHA KABUDAYAN)
DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
SERI BUKU KAJIAN WARISAN BUDAYA TAKBENDA
TAHUN 2021
Seri Buku Kajian Warisan Budaya Takbenda pada tahun 2021 terdiri dari
sebelas judul buku yaitu Srimpi Muncar, Beksan Panji Sekar, Babad
Pakualaman, Cublak-Cublak Suweng, Gerit-Gerit Lancung, Sego Abang
Gunungkidul, Jangan Lombok Ijo, Sayur Lodeh dan Jadah Tempe, Upacara Adat
Mbah Jobeh, Saparan Joyokusumo Kulon Progo, dan Upacara Adat Wot Galeh
Sleman Yogyakarta. Unsur takbendawi masing-masing karya budaya diusahakan
dideskripsikan dengan gerak, suara, rupa, rasa, laku, ajaran, nilai, makna dan
fungsi sosial maupun budaya karya tersebut bagi masyarakat pendukungnya.
2
DAFTAR ISI
DAFTAR PUSTAKA
3
A. Pendahuluan
4
untuk mengembangkan daya imajinatif. Selain itu, perkembangan permainan
tradisional juga memanfaatkan ruang public (komunal) yang berada di
Lingkungan keraton Yogyakarta, seperti alun-alun dan ruang public lainnya
(Selin, 2008: 210). Permainan anak tradisional yang berkembang di wilayah
Yogyakarta ada yang menggunakan alat permainan, maupun tanpa alat
permainan. Permainan anak-anak tradisional diciptakan sedemikian rupa
dan bersifat konstruktif. Hal ini ditujukan agar anak dapat membangun
sesuatu dengan mengkoordinasikan antara alat yang satu dengan imajinasi,
serta alat lainnya (Khomaeny dkk, 2020: 243).
5
perkembangan anak. Selain itu juga sebagai kekayaan budaya yang dimiliki
bangsa, sekaligus merefleksikan budaya dan tumbuh kembang anak.
Permainan tradisional juga merupakan permainan yang mengandung nilai-
nilai budaya sekaligus menunjukkan identitas budaya lokal (Iswinarti,
2017:6).
6
Bermain merupakan sarana untuk menghibur, maka tidak semua hal
yang terdapat didalamnya dianggap sebagai sesuatu yang sangat serius bagi
para pemain. Memainkan sebuah permainan merupakan bentuk kegiatan
yang dilakukan dengan santai, tidak selalu berorientasi pada makna
permainan, dan tidak harus dilakukan dengan sempurna (tanpa kesalahan).
Masa kanak-kanak merupakan masa di mana manusia tumbuh dan belum
dibebani hal yang serius. Oleh karena itu, pada usia tersebut setiap aktivitas
pembelajaran nilai-nilai kehidupan yang dilakukan harus mengandung
unsur menyenangkan. Masa kanak-kanak juga merupakan waktu yang tepat
untuk mengembangkan berbagai kompetensi. Oleh karena itu, melalui
permainan anak-anak memiliki kesempatan seluas-luasnya untuk
mengembangkan bakat yang dimiliki. Permainan anak-anak menjadi salah
satu wahana yang memberikan rangsangan kepada anak-anaknya untuk
menstimulasi berbagai perkembangan kompetensi dalam ranah kognitif,
psikomotor, dan afektif. Indonesia, khususnya Daerah Istimewa Yogyakarta
memiliki permainan anak-anak dengan lagu yang berisi nasehat, doa, atau
nilai-nilai kehidupan yang bisa digunakan pembelajaran bagi anak-anak
(Astuti, et.al., 2019:365).
7
dengan perasaan gembira mampu mengembangkan kemampuan motorik
dan mendorong anak untuk berinteraksi dengan lingkungan sosialnya.
8
B. Permasalahan
2. Apa saja nilai nilai yang terkandung dalam permainan tradisional Cublak-
Cublak Suweng dan Gobag Sodor?
C. Tujuan
Kajian yang dilakukan ini tentu saja memiliki sasaran atau tujuan yang ingin
dicapai. Tujuan penelitian sangat diperlukan karena kajian melihat pilihan
prioritas dan kombinasi tujuan, serta cara untuk mengejarnya. Hal tersebut
yang kemudian memiliki korelasi dengan scientific guidance (pembimbingan
ilmiah) agar dapat tercapai dengan maksimal (Jackson, et.al, 1972: 707).
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini antara lain sebagai berikut.
9
D. Manfaat
Setiap kajian sudah semestinya memiliki manfaat, begitu juga dengan kajian
ini. Manfaat tersebut dibedakan menjadi manfaat praktis maupun Manfaat
akademis (Mancacaritadipura, dkk, 2009:14). Adapun manfaat tersebut
dijelaskan sebagai berikut.
a. Manfaat Praktis
10
. Sumber informasi yang berguna untuk penelitian selanjutnya
. perkembangan ilmu pengetahuan
. Mengembangkan bahan ajar kurikulum muatan lokal untuk SD SMP dan
SMA.
E. Tinjauan Pustaka
11
Artikel Gobag sodor juga ditulis oleh H. Overbeck dalam Majalah
Djawa, tahun 1934, volume 014, edisi 4., berjudul “Gobag Sodor”. H. Overbeck
menjelaskan bahwa permainan tersebut merupakan permainan yang hampir
mirip dengan sebuah permainan bernama "Entai" berarti menginjak
(menginjak garis dari batang pohon), dalam thesis yang ditulis oleh Dr. J. Ph.
Duyvendak berjudul “Het Kakean-Genootschap van Seran". Gobag Sodor
memiliki beberapa variasi formasi pemain serta teknik. Artikel tersebut lebih
banyak membahas mengenai teknik permainan dan tidak banyak membahas
nilai yang terkandung dalam Gobag Sodor terutama pengembangan karakter
bagi anak-anak. (Overbeck, 1934). Oleh karena itu, kajian ini melengkapi apa
yang telah ditulis oleh H. Overbeck terutama dalam nilai-nilai pengembangan
karakter sehingga permainan tersebut memiliki value sebagai objek
pemajuan kebudayaan.
F. Kerangka Teori
Kajian ini menjelaskan secara deskriptif aspek terkait sejarah, makna dan
nilai nilai yang terdapat dalam permainan anak tradisional Cublak-cublak
Suweng dan Gobak Sodor, serta perkembangannya sebagai objek pemajuan
kebudayaan saat ini. Kajian ini mengarah pada pelestarian yang dilakukan
12
dan kaitannya dengan makna serta pentingnya permainan tradisional
tersebut bagi pengembangan karakter anak hingga saat ini. Oleh karena itu,
kajian ini menyoroti jenis permainan tradisional. Tedjasaputra menjelaskan
bahwa bermain mempunyai efek katartis, di mana anak dapat mengambil
peran aktif dalam memindahkan perasaan negatif menuju ke objek/orang
pengganti. Pengulangan pengalaman negatif melalui permainan,
menyebabkan anak dapat mengatasi kejadian yang tidak menyenangkan
karena anak dapat membagi pengalaman tersebut ke dalam bagian-bagian
kecil yang dapat dikuasainya. Secara perlahan, aktivitas tersebut dapat
mengasimilasi emosi-emosi negatif berkenaan dengan pengalaman sehingga
timbul perasaan lega (Tedjasaputra, 2001: 7).
Nilai nilai yang terdapat dalam permainan anak anak bisa diserap oleh
pemainnya apabila mereka saling berkomunikasi dengan baik, sehingga
pengembangan karakter positif pada anak bisa terbangun. Oleh karena itu,
membangun komunikasi menjadi hal penting yang juga difasilitasi oleh
permainan tersebut (Allsop, 2012). Permainan Cublak Cublak Suweng dan
juga Gobag Sodor tentu memiliki hal serupa. Selain itu, hal lain yang
diperhatikan adalah transformasi bentuk dan lirik permainan. Setiap
permainan yang bisa diterima oleh anak-anak tentunya akan mengalami
transformasi bentuk dan lirik sesuai dengan wilayah persebaran
(Sulistyaningtyas, Fauziah, 2018). Tentu saja hal tersebut berpengaruh pada
transformasi makna yang terkandung di dalamnya.
13
Permainan yang menarik memberikan anak-anak kegembiraan dan
kepuasan. Selain itu, Anak-anak juga mampu mengembangkan tanggung
jawab dan kewajiban tugas mereka, serta memahami dan menerima aturan
yang ditetapkan atau disepakati dalam permainan (Sulistyaningtyas, Fauziah,
2018). Hal tersebut tentunya terdapat dalam permainan Cublak Cublak
Suweng dan Gobag Sodor, namun tentunya harus dianalisis lebih mendalam
untuk dapat mengungkap nilai-nilai yang ada di dalam permainan tersebut.
G. Metode Riset
b. Gobag Sodor
14
2 Penentuan Informan
a. Observasi Partisipatoris
15
dan generalisasi. Dengan begitu diharapkan hasil analisis dan intepretasi
akan data yang didapat bisa semakin diperjelas.
b. Wawancara
2Saturation point tidak semata dimaknai hanya sebagai tahap di mana tidak ada lagi hal-hal atau informasi
baru yang ditemukan dalam penggalian data, melainkan lebih terikat dengan tujuan dari penelitian. Apabila
saturation point sudah tercapai, seharusnya bisa didukung oleh bukti-bukti. (Ian Jones, Lorraine Brown,
Immy Holloway. 2012. Qualitative Research in Sport and Physical Activity. London: SAGE)
16
melakukan wawancara tidak terstruktur dan juga wawancara terstruktur
disesuaikan dengan kondisi informan di lapangan. Peneliti meminta para
narasumber untuk mengetengahkan pendapatnya sendiri terhadap
peristiwa tertentu dan dapat menggunakan posisi tersebut sebagai dasar
penelitian selanjutnya (Yin, 1987).
c. Studi Dokumen
H. Sistematika Penulisan
Bab I. Pendahuluan
17
BAB II
18
berkembang di dalam keraton hingga akhirnya dikembangkan lirik dan
gerakan permainannya. Di Yogyakarta, cublak-cublak menjadi repertoar lagu
yang berhasil direkam dan dijual secara umum. Salah satu perusahaan yang
merekam lagu gending gamelan yaitu Columbia Graphophone Company Ltd-
Tan Bing Thay. Gending gamelan tersebut dijual hingga ke wilayah Eropa,
sebagai repertoar lagu anak-anak dengan aransemen gending yang yang
bagus untuk diperdengarkan. 3
Label piringan hitam hasil Perekaman lagu gendhing Gamelan "Kjahi Kanjoet
Mesem" tahun 1920an yang berisi lagu Jamuran, Cublak-cublak Suweng dan
lainnya di Yogyakarta oleh Columbia Graphophone Company Ltd- Tan Bing
Thay. Sumber https://otto10.fr/
19
Keraton Mataram Islam sebagai pusat kebudayaan Jawa sebenarnya
telah melakukan sofistifikasi 4 beragam permainan tradisional yang berasal
dari luar tembok Istana dan permainan yang telah diwariskan turun
temurun. Karya budaya seni maupun permainan tradisional jawa secara
historis terkait erat dengan praktik moral dalam kehidupan maupun
spiritualitas. Oleh karena itu, karya seni (termasuk permainan tradisional)
oleh para bangsawan yang ada dalam keraton direkonstruksi menjadi lebih
unggul. Hal ini menyebabkan para bangsawan melakukan sofistifikasi agar
nilai-nilai yang terdapat dalam kesenian tersebut sesuai dengan praktik dan
kehidupan spiritual. Jika ditinjau dari Sofistifikasi yang telah dilakukan
terhadap permainan cublak-cublak suweng terutama di Yogyakarta (era
setelah Mangkubumi), maka permainan ini telah diwariskan lebih dari 10
generasi. 5
4Sofistifikasi terhadap karya budaya didefinisikan sebagai ragam dan kerumitan seni dengan nilai yang tinggi
sebagai hasil pemikiran sesuai dengan nilai luhur dan rasa (anonim, 2000). Oleh karena itu, Sofistifikasi
sendiri merupakan proses denaturasi, sebagai ukuran penyempurnaan dengan menunjukkan rasa,
kebijaksanaan, dan kehalusan(Firat, Dholakia,2003: 52).
5
Wawancara GPH Pujaningrat,
20
menjelaskan bahwa lirik tersebut mengalami perbedaan karena distorsi
idiom setiap kata yang terdapat dalam lirik (Overbeek,1934: 109).
Cublak-Cublak Suweng dimainkan oleh tiga pemain atau lebih. Satu orang
bertugas untuk menebak. Permainan diawali dengan adu pingsut 6. Seorang
yang kalah adu pingsutlah yang bertugas menebak. Ia harus membungkuk
(posisi bersujud), dikelilingi oleh pemain yang lain. Pemain lainnya duduk
(lesehan) sembari meletakkan tangan di atas punggung pemain yang dalam
posisi membungkuk. Mereka kemudian menyanyikan lagu cublak-cublak
suweng. Permainan dilakukan dengan salah seorang pemain
menyembunyikan kerikil (bisa digantikan dengan kertas, biji salak dan bahan
lainnya) dalam genggamannya kemudian diteruskan pada pemain lainnya
seperti tongkat estafet hingga lagu selesai dinyanyikan. Pemain terakhir yang
memegang batu harus menggenggam erat kerikil tersebut, serta berusaha
agar penebak (pemain yang membungkuk) tidak menaruh curiga sehingga
sulit untuk ditebak (Sasi, dkk, 2011: 292).
6 semacam hompimpa kemudian adu jari (gajah, manusia, semut). Gajah kalah dengan semut, semut kalah
21
tangan kanannya. Setelah lagu selesai, semua tangan tertutup, pak Empo
harus berusaha menebak dengan benar siapa “Ibu” yang memiliki suweng.
Pemain lainnya menggoda dengan menidurkannya (menggosok hidung
dengan jari telunjuk). Beberapa teks menjelaskan bahwa sebenarnya lagu
Cublak Cublak Suweng diakhiri dengan "pak empong orong-orong", "pak
empong léra-léré" dan lirik lainnya 7. 8
Sebutan lain bagi pemain yang jaga (membungkuk) yaitu Pak Empo
(tokoh yang disebut dalam lirik lagu). Pak Empo berbaring telungkup di
tengah, anak-anak lain duduk melingkar. Buka telapak tangan menghadap ke
atas danletakkan di punggung Pak Empo. Salah satu anak memegang biji/
kerikil dan dipindah dari telapak tangan satu ke telapak tangan lainnya
diiringi lagu Cublak-Cublek Suweng.
Pemain pada saat lirik lagu mencapai kalimat "Sapa mau sing delekke”
(siapa tadi yang menyembunyikan) harus menyerahkan suweng atau kerikil
ke tangan salah satu pemain (yang duduk melingkar) untuk disembunyikan
dalam genggaman. Pada akhir lagu, semua pemain harus sudah
menggenggam kedua tangan masing-masing dan berpura-pura
menyembunyikan kerikil sembari menggerakan tangan agar sulit ditebak.
Pak Empo bangun dan menebak di tangan siapa biji/ kerikil disembunyikan
(Nur, 2019: 32).
7
lirik pada baris ke 4/5/6 (H. Overbeek. 1934.) hlm 109
8 H. Overbeek. 1934. Javaansche Meis-Jesspelen En Kinderliedjes. Java -Instituut. Jogjak Arta hln 109
22
Foto Permainan Cublak Cublak Suweng yang dimainkan anak-anak Sekolah
Dasar, Dokumentasi Dinas Kebudayaan DIY tahun 1997
9
Lihat lirik Cublak Cublak Suweng pada bagian T 3, 9a, 13, 16, '7, 27, 29 , (H. Overbeek. 1934:
109.)
23
Empo, salah satu dari mereka tidak menebak dengan benar pertama kali,
mereka menyanyikan entuk sak kentung (punya satu kentung), Kemudian
kedua kali menyanyikan dengan lirik entuk rong kentung (dapat dua
kentung), dll. Ketika salah satu dari sesama pemain mencapai sepuluh
kenioeng, maka mereka berhenti bermain Cublak-Cublak Suweng. Pemain
yang mendapat sepuluh kentung harus menjadi Den Bisu (Overbeek, 1934:
110).
24
Interaksi melalui hiburan antaranak atau orang dewasa saat bermain
merangsang perkembangan mereka dalam berbagai bidang. Permainan
memiliki kontribusi penting untuk perkembangan kognitif anak-anak dan
perkembangan psikososial. Bermain permainan menjadi kunci penentu
ekspresi semangat di masa kanak-kanak. Bermain permainan sangat penting
untuk perkembangan dan kualitas hidup anak-anak. Bermain merupakan
proses pembelajaran. Beberapa karakteristik utama dari bermain sebuah
permainan yaitu hiburan dan bersenang-senang. Oleh karena itu, permainan
menjadi media yang sangat penting untuk membuat proses pembelajaran
semakin menarik. Saat bermain permainan anak-anak belajar berbagai
keterampilan sosial seperti berbagi, memahami perspektif dari sudut
pandang lain, dan bergiliran. Permainan juga memberikan konteks kepada
anak-anak untuk belajar tentang budaya yang mereka miliki. Dengan kata
lain, permainan anak anak (seperti halnya cublak-cublak suweng) menjadi
alat yang efektif dan penting untuk pembelajaran budaya bagi anak-anak.
Sebagian besar interaksi satu sama lain memang dipengaruhi oleh konteks
budaya di mana mereka tinggal. Hal ini terkait dengan pemikiran individu,
perasaan, perilaku, dan pembentukan realitas mereka sendiri melalui budaya
yang dimiliki. Budaya memberikan individu informasi tentang identitas yang
mereka miliki dan yang paling bermakna. Selain itu, budaya juga
memberikan masyarakat simbol-simbol yang diperlukan untuk berinteraksi
secara sosial dan mengelola lingkungan mereka. Permainan anak-anak
seperti halnya Cublak-cublak Suweng digunakan orang tua untuk
mengenalkan dan menjelaskan pada anak tentang dunia melalui budaya. Hal
tersebut membuat anak anak tumbuh dewasa dalam lingkungan sosial
dengan memiliki budaya yang sama cenderung memiliki sikap, nilai,
pemikiran, serta perilaku yang kurang lebih mirip, sehingga menguatkan
kohesi sosial (Aypay, 2016). Hal itulah yang menjadi fungsi sosial-budaya
yang terdapat pada permainan Cublak-Cublak Suweng. Permainan anak
seperti Cublak-cublak suweng dan lainnya mampu merangsang pertumbuhan
anak, mengembangkan kualitas hidup anak agar mereka mampu berkembang
lebih baik dalam menghadapi realitas sosial.
25
berekspresi, gotong royong, dan kegembiraan (Sari, Sayuti, Pardjono, 2019).
Adalah K. H. Dewantara yang menjelaskan bahwa permainan anak Jawa
seperti permainan dakon, cublak-cublak suweng, dan kubuk dapat mendidik
anak tentang berhitung dan pengiraan. Permainan gobak sodor, trebung,
raton, geritan, obrog, panahan, jamuran, dll mendidik anak untuk memiliki
tubuh yang kuat serta sehat, kecekatan, berani, cermat, fokus dan memiliki
penglihatan yang tajam. Permainan anak anak (dolanan) seperti Cublak-
Cublak Suweng merupakan bentuk penyatuan gerak wirama dengan
nyanyian serta cerita diramu untuk tujuan pengembangan ilmu pendidikan
bagi anak-anak. Permainan anak anak juga digunakan untuk melatih
konsentrasi pelajaran, melatih anak untuk bisa berkesenian dan memiliki
unsur pendidikan estetik. Selain itu, permainan tersebut juga mampu
mengembangkan rasa etik dalam jiwa pribadi kanak-kanak untuk
menyokong kebudayaan bangsa. Taman Indria, di bawah Taman Siswa,
menyelenggarakan pembelajaran melalui permainan-permainan tradsional
seperti Cublak Cublak Suweng (permainan berjenis tembang dan dolanan
anak) sebagai bagian dari pemikiran Ki Hadjar Dewantara. Ki Hajar
Dewantara menjelaskan bahwa permainan kanak-kanak merupakan
permulaan latihan kesenian pada umumnya, khususnya latihan suara, tari
dan sandiwara, dan semua itu sebagai dasar-dasar pendidikan budi pekerti.
Selain itu, permainan kanak-kanak merupakan bentuk pembelajaran
kesenian bagi kanak-kanak yang bersifat sederhana baik bentuk dan isinya,
tetapi dapat memenuhi syarat-syarat etis dan aestetis secara alamiah dan
kultural (Rahayu, Sugito, 2018).
10
Lihat Label piringan hitam hasil Perekaman lagu gendhing Gamelan "Kjahi Kanjoet Mesem"
tahun 1920an yang berisi lagu Jamuran, Cublak-cublak Suweng dan lainnya di Yogyakarta oleh
Columbia Graphophone Company Ltd- Tan Bing Thay. Sumber https://otto10.fr/
26
seni musik Jawa. Beliau merupakan tokoh yang banyak merekam musik
gamelan dalam notasi musik di Yogyakarta (Soerabaijasch handelsblad, 29
Agustus 1936). Beliau berhasil menginventarisasi beberapa karya gendhing
sehingga koleksi arsip musikologis Hindia Belanda menjadi sangat lengkap.
Perekaman tersebut banyak dibantu oleh cendekiawan Eropa yang
tergabung dalam Java Instituut. Lembaga tersebut memiliki salinan koleksi
notasi kraton yang sangat lengkap dihimpun oleh KRT Wiraguna dan tokoh
lainnya. Koleksinya notasi tersebut berisi sekitar 750 komposisi musik
terdari dari gendhing utama, gendhing pengiring, notasi gendhang dan notasi
lagu pengiring permainan (salah satunya Cublak Cublak Suweng). 11 Notasi
tersebut banyak digunakan untuk pengajaran gamelan. Adapun lagu yang
direkam dan dikomersilkan biasanya untuk dinikmati suaranya sekaligus
sebagai koreksi pembelajaran gamelan pengiring (tempo/ alunan gendhing).
11
Darto Harnoko, Indra Fibiona. 2020. Kagunan sekar padma : kontinuitas dan perkembangan
kesenian tradisional di Yogyakarta awal abad XX. Yogyakarta: BPNB DIY
12 Eka Pamuji Rahayu , S. Sugito. JPPM (Jurnal Pendidikan dan Pemberdayaan Masyarakat), 5 (1), 2018, 19-
32
13 Daniel Rusyad (editor). 2020. Kompilasi Permainan Rakyat Menggali Nilai-nilai Budaya pada Khazanah
27
tersurat serta yang tersirat. Adapun penjelasan terkait makna yang tersurat
yaitu Cublak-Cublak Suweng adalah bentuk Geguritan Jawa yang berisi
tentang analogi terkait kehidupan manusia. Syair tersebut memuat tentang
kisah burung bangau yang bertelur di ladang luas yang sepi. Burung bangau
tersebut melambangkan isbat alam yang tergelar. Jika Telur burung bangau
tersebut diambil, maka dunia akan terjadi ketidakstabilan. Telur tersebut
pada hakikamya merupakan simbol dari hawa yang hanya berada di udara
awang-awang (alam kosong). Hawa dan udara tidak dapat dipegang, tetapi
benda tersebut eksis. Hawa pada hakikatnya diam dan hanya akan bergerak
karena pengaruh dari Hyang Bayu (Dewa Angin). Hawa yang terkena
pengaruh tersebut kemudian bergerak menjadi angin dan membangunkan
nafas manusia (manusia tidak dapat hidup tanpa bernafas). 14
Orang bodoh tersebut ibarat orang sudah tua dan tidak lagi memiliki
gigi dan mengalami kebingungan (Pak empo lera-lere). Meskipun berlimpah
14 Dhanu Priyo Prabowo, V. Risti Ratnawati, Suyami, Titi Mumfangati. 2002 Geguritan Tradisional Dalam
Sastra Jawa. Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional hlmn 150
15 Dhanu Priyo Prabowo, V. Risti Ratnawati, Suyami, Titi Mumfangati. 2002 Geguritan Tradisional Dalam
Sastra Jawa. Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional hlmn 150
28
harta, kekayaan (limpahan harta) tersebut bukan merupakan harta yang
abadi (kebahagiaan abadi). Orang-orang tersebut selalu merasa kebingungan
dan gelisah karena dikuasai oleh keserakahannya sendiri. Sopo ngguyu
Ndhelikake diartikan siapa yang tertawa dialah yang menyembunyikan. Lirik
tersebut memiliki pesan bahwa orang yang bijaksana, akan menemukan
kebahagian yang hakiki. Orang tersebut adalah orang yang penuh senyum
dalam menjalani setiap cerita kehidupan, meskipun dunia dipenuhi
keserakahan dan ketamakan. Sir (hati nurani/suara hati) pong dele kopong
(kedelai yang kosong tanpa isi), yang maknanya hati nurani yang kosong.
Kebahagiaan yang abadi dan hakiki hanya dapat dicapai dengan menghindar
dari kecintaan terhadap kekayaan duniawi. Selain itu, juga memiliki sikap
rendah hati, peduli terhadap sesama dan senantiasa melatih kepekaan hati
nurani (Sir).
16Daniel Rusyad (editor). 2020. Kompilasi Permainan Rakyat Menggali Nilai-nilai Budaya pada Khazanah
Folklor Indonesia. Abqarie Books Hlmn 36-37
29
menjadi perasaan, pikiran, dan perilaku yang mencerminkan interaksi di
masyarakat. 17
17 Aypay, A. (2016). Investigating the role of traditional children’s games in teaching ten universal values in
Turkey. Eurasian Journal of Educational Research, 62, 283-300, http://dx.doi.org/ 10.14689/ejer.2016.62.14
18 Gary G. McPherson, Bambang Sugeng, et. al. 2019. 21st Century Innovation in Music Education
Proceedings of the 1st International Conference of the Music Education Community (INTERCOME 2018),
October 25-26, 2018, Yogyakarta, Indonesia. CRC Press Hlmn 81
19 Gary G. McPherson, Bambang Sugeng, et. al. 2019. 21st Century Innovation in Music Education
Proceedings of the 1st International Conference of the Music Education Community (INTERCOME 2018),
October 25-26, 2018, Yogyakarta, Indonesia. CRC Press Hlmn 81
20 Daniel Rusyad (editor). 2020. Kompilasi Permainan Rakyat Menggali Nilai-nilai Budaya pada Khazanah
30
moderat, menghormati tradisi
Universalisme Peduli lingkungan, keindahan dunia, kesatuan
dengan alam, berwawasan luas, keadilan sosial,
kebijaksanaan, kesetaraan, Dunia yang damai,
harmoni batin
31
(Nrimo Ing Pandum). Pemain diajarkan berlapang dada meskipun
mendapatkan kekalahan. Nilai lainnya yaitu Universalisme, dalam hal ini
kesatuan dengan alam, keadilan sosial, kedamaian dan harmoni batin.
Cublak-Cublak uang,
uangnya manggulèntèng (menggelenteng),
ambu tata ambu titi,
pedati ware-wiri,
tangsi nyonyé tangsi babé,
ketelong bumbung,
bok éré - éré, si Sidin mau kawin,
potong kerbo pèndèk,
potong kerbo tinggi,
gamelan jenggar jenggur,
kirana 'kiratu kebeneran pégang
batu,
21Bhekti Suryani. 2018. Ini Dia Permainan Tradisional Gerit-Gerit Lancung dan Goco yang Harus Dilestarikan
dalam ogjapolitan.harianjogja.com/read/2018/05/11/513/915548/ini-dia-permainan-tradisional-gerit-gerit-
lancung-dan-goco-yang-harus-dilestarikan
32
salé satu didepan pintu,
taéta, taéta. 22
Usia 6 tahun merupakan usia tumbuh kembang anak. Mereka banyak belajar
dengan bernyanyi, mencocokkan ritme lagu dan gerakan tangan, mengenal
bahasa lokal (terutama bahasa Jawa), melatih motorik halus, belajar menaati
aturan, belajar untuk bekerja sama dan belajar menyimpan rahasia. 23 Hal ini
banyak ditemukan dalam permainan anak-anak tidak terkecuali Cublak
Cublak Suweng. Permainan anak-anak seperti halnya Cublak-cublak Suweng
melatih perkembangan motorik dengan melibatkan koordinasi anggota
tubuh ketika bermain. Posisi pemain yang harus menelungkupkan badan
dengan menghadap ketanah dan posisi dada menempel paha dapat
menguatkan otot perut dan juga melancarkan peredaran darah.
22 H. Overbeek. 1934. Javaansche Meis-Jesspelen En Kinderliedjes. Java -Instituut. Jogjak Arta hln 111-114
23 Miftachun Nur. 2019. Permainan Tempo Dulu : era 90'an. Hlmn 33
33
bernyanyi lagu Cublak Cublak Suweng juga bermanfaat untuk menjalin
keakraban anak dan menimbulkan rasa kebersamaan. Di sisi lain, menebak
keberadaan Suweng merupakan sarana untuk belajar mengambil keputusan
secara matang dan tanggung jawab. Permainan seperti halnya Cublak Cublak
Suweng juga memupuk perkembangan emosi, serta memberikan kesempatan
pada pihak yang kalah dengan tidak berbuat kecurangan (mengelabui) agar
bisa menebak siapa yang membawa batu. Permainan tersebut juga melatih
kesabaran dan pengendalian diri, terutama dengan mengontrol emosi dan
pengendalian diri ketika kalah atau tidak berhasil menebak dengan benar. 24
24Iswinarti. 2017. Permainan Tradisional Prosedur dan Analisis Manfaat Psikologis. Hlmn 62-63
25V Shalaev , F Emelyanov,S Shalaeva. 2020. Social Functions of Games in Modern Society: Educational
Perspectives. Advances in Social Science, Education and Humanities Research, volume 396 , 2020 hlmn 192-
197
34
Banyak sekali permainan serupa yang bisa dimanfaatkan untuk mengajarkan
norma, beberapa lirik lagu permainan anak di antaranya terdapat dalam
buku “Lagoe botjah-botjah” yang diterbitkan oleh Komisi De Volkslectuur. 26
26Majalah Overzicht van de Inlandsche en Maleisisch-Chineesche pers, 1922, no 42, 08-01-1922, Drukkerij
Volkslectuur, Weltevreden hlmn 149
35
(I3b) kecèntèl kayu kesambi,
(I3e) kacantol ri kesambi,
(14) adja mambu susu gudèl,
(36b) mambu ketungung munging,
(39a) iwak kutuk saduluré génggong,
(39b) katé - katé wana,
pak empong orong - orong,
(2) mambu ketungung gugèl,
(3, Sb, 16, 17, 27, 29) pak empong léraléré.
(Slot van T 3).
(sa) pedota léra -Iéré,
(9a) lanang wédok randedesi,
(9b) ditungung tuma gudèl,
(ge) aja lara -Iara mas inten,
(10) ceniung lembajung,
(rr) kesambiné kèh semuté,
(12) cek - cek bé, sapa duwé,
(I3a) ceg embé, sapa mbagé.
(I3b) sambaté rengga - renggi,
(I3e) tangisé rengga - Ienggi,
(36a) pak empong lira - liru,
(36b) empak empong lira - liru,
(39a) génggong, agimu jaken mulih,
(39b) bayem dora ginawé sana,
pak empong orang - orang,
(Slot van T 2).
(sa) iung - iung kaliniung,
(5 b) sapa keri ngelikaké,
(9a) bok mas Empjung,
(9b) cek gembé sapa bagé.
(ge) wo hé grembijang,
(10) sabèdji bégung,
(I I) ora ota, ora oté,
(12) cek-cek bo, sap a gawa.
Slot van T 12).
(I3a) cek embé sapa mbagé.
(Slot van T I3a).
(13b) sambaté rengga-renggi.
(Slot van T I3b) .
(I3e) tangisé rengga- renggi.
(Slot van T I3e).
(14) alla embeb ator-ator,
(16) sapa ngguyu ndelikaké,
(17, 27, 29) pak empong (Iéra-) léré.
(Slot van T 17, 27, 29)·
(36a) pak empong lira-liru.
(Slot van T 36a).
36
(36b) mlebu-metu ingaranan lira-liru,
(39a) bok mu adang ketan,
(39b) uter - uter sana, brenggala,
6) sir gusir plak,
(sa) asekota katé wana,
(sb) sir pong, gelé gosong,
(9a) anakem djaluk kalung,
(9b) cek gembé .apa gawa.
(Slot van T 9b).
(9c) si grombyang baku I cuter- uter
pjal:,
(10) pitik tolak saba wana,
(II) tak bagé sapa jenengé.
(Slot van TIl).
(14) alla embeb ator-ator. (Slot van T 14).
(16) sir, ku, sir, pong, delé gosong,
(26) sir, sir, plak,
(36b) ing suwoeng kang mengku ana,
(39a) adang ketan go pupuran,
(39b) mari kemantènan,
7) gelé kaplak,
(sa) bajem radja sura,
(5 b) sir pang, gelé gosong,
(9a) adja cekak adja langung,
(9C) cegembé sap a bagé,
(10) hehem 10k. windana,
(16) sir, ku, sir, plak, gelé kaplak.
(Slot van T 16).
(36b) mungguh sadjroning ngaurip.
(Slot van T 36b).
(39a) adang sega gawé maca,
(39b) aduh biyung carang gantung,
8) ora énak. (Slot van T I, 26).
(sa) bayem radja sura,
(Sb) sapa guju ngelikaké.
(Slot van T 5 b).
(9') sadenga lara tanggung,
(9c) cegembé sapa gawa. (Slot van T 9c).
(Ia) sengok -sengok sapa nggawa.
(Slot van T 10).
(39a) adang pul i gawé laki,
(39b) song, song, klé, sira bagé.
(Slot van T 39b).
dan volgt nog:
9) (sa) sanakira ipé katemu kéné,
( 9a) ser telDe mantu,
(39a) adang karag gawé berkat,
37
10) (sa) ris pong djangan lornpong,
( 9a) ser papat madat,
(39a) gèk, begèk sinten sing bekta,
lI) (sa) ris pé djangan t érnpé.
(Slot van 5 a).
( 9a) ser lima gawa,
(39a) gèk, begèk, sinten sing bekta.
(Slot van T 39a).
T 9a geeft verder nog de volgende regels,
misschien als herhaling:
12) Cubleg - Cubleg Suweng,
13) Suwengé bok gelèntèr,
14) gelèntèr tinungung gugèl,
IS) cek gernbé sapa duwé.
En verder, als degeen, die 'm is, al is opgestaan
(en uitgesliept wordt?):
16) t jek gernbé sapa bagé,
17) cek gernba sapa gawa.
Baris-baris, yang dinyanyikan ketika siapa dia sudah bangkit, diulang-
ulang, mungkin sampai dia menyebut nama?
Terjemahan:
I) Nama permainan. (Cublak = penusuk, untuk melubangi sesuatu,
atau untuk menancapkan sesuatu. Suweng = anting kuping,
seperti yang dipakai oleh wanita Jawa),
2) Kancing telinga ada di suatu tempat (tanpa disimpan dengan
benar),
3) Baunya tergeser (dipacu) oleh anak kerbau(?),
4) Ayah (dari?) Empong (nama asli) (adalah?) Jangkrik (lira - liru
dalam teks lain = berpindah tempat berulang kali? Ura - léré =
menyelinap I),
5) Ulangi baris 4,
6) Sir Gosir ( = gerakan jari-jari saat tidur I). Tempel (= penjualan
kaplak, lihat baris berikutnya),
7) lentil kerucut berongga tua,
8) Tidak enak. (Berbeda dari aturan varian
juga muncul di lagu "Kentung", lihat di bawah). 27
Saat ini lebih banyak dimainkan oleh anak anak terutama yang berada
di wilayah pedesaan, serta anak-anak yang diajar dengan kurikulum
Sariswara. Buku Sari Swara diterbitkan untuk pertama kali pada tahun 1930
merupakan karya besar Ki Hadjar Dewantara berupa terciptanya notasi
nyanyian Daerah Jawa. 28 Salah satu tokoh yang aktif dalam Sariswara saat ini
yang masih menggunakan permainan Cublak Cublak Suweng dalam
27 H. Overbeek. 1934. Javaansche Meis-Jesspelen En Kinderliedjes. Java -Instituut. Jogjak Arta hln 111-114
28
Buku peringatan Tamansiswa 60 tahun, 1922-1982. (1982). Percetakan Tamansiswa
38
kurikulum yaitu Listyo H.K. Sariswara memang menempatkan beberapa
permainan tradisional dan musik tradisional untuk mengembangkan
kepribadian anak. Ki Hajar Dewantara memiliki pemikiran bahwa bahasa
sastra dalam lirik dan cerita menjadi bagian penting dalam transformasi
pengetahuan dan sikap. Lagu/tembang merupakan media agar yang terdidik
perasaannya bukan intelektualnya (Teori Anthroposophie). Namun
demikian, Permainan tradisional dan lagu/lirik/ucapan yang terdapat di
dalamnya menjadi pendidikan baik perasaan dan intelektualitas. Saat ini
Listyo H.K. (lebih dikenal dengan Cak Lis) mengembangkan Laboratorium
Sariswara. Laboratorium tersebut berhasil membuat karya kreatif
pembelajaran kurikulum Sariswara Karya berupa Buku dan Aplikasi
Android. Karya tersebut memuat Tembang Dolanan Anak khas Tamansiswa
(salah satunya Cublak Cublak Suweng) dengan Aplikasi memakai basis
Teknologi Immersif yaitu teknologi Augmented Reality (AR). Teknologi
tersebut dipilih karena mampu berkolaborasi dengan Metode Sariswara
untuk menjawab kemajuan zaman saat ini serta tantangan di masa pandemi.
Buku yang ditulis juga berisi petunjuk teknis tata cara memainkan
tembang dolanan anak khas Tamansiswa. Kolaborasi antara aplikasi
teknologi AR dengan buku tersebut menghasilkan aplikasi yang interaktif
diberi nama : ARTDA versi 1.0 (Augmented Reality Tembang Dolanan
Anak). 29
Permainan tradisional saat ini banyak ditinggalkan oleh anak anak karena
beberapa hal. Salah satunya yaitu ketergantungan anak terhadap gawai. Hal
tersebut menjadi salah satu hal yang tidak dapat dihindari saat ini. Meski
demikian, beberapa cara yang dilakukan agar anak-anak bisa terus
memainkan permainan tersebut. Salah satunya dengan memasukkan
kurikulum permainan anak anak dalam proses belajar mengajar bagi taman
anak-anak dan sekolah dasar. Permasalahan lainnya yaitu adanya wabah
Covid 19 menyebabkan pembatasan interaksi secara fisik. Anak anak tidak
dapat bermain secara bebas. Hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi
pengembangan permainan tradisional seperti halnya cublak cublak suweng.
Oleh karena itu, perlu dibutuhkan bentuk permainan virtual agar
masyarakat khususnya generasi muda tetap bisa mengenali ragam
permainan tradisional yang terdapat di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta
Agus Sigit. 2020. ‘Augmented Reality Tembang Dolanan Anak’ Inovasi Pendidikan Karakter
29
39
Makna dan arti permainan dalam syair ataupun gerak permainan
alangkah baiknya jika bisa ditranformasikan ke dalam bentuk cerita atau
narasi yang mudah dipahami oleh anak anak, sehingga nilai nilai yang ada
dalampermainan trdadisional tersebut bisa terinternalisasi dan menjadikan
pengalaman bagi mereka dalam menghadapi kehidupan kelak di masa yang
akan datang. Salah satu strategi yang perlu dilakukan yaitu pengembangan
ensiklopedi digital permainan tradisional lengkap dengan cara bermain.
30
2009. Festival Dolanan Anak Kota Yogyakarta ; ’Jamuran’ Tak Kalah dengan ’PS’, dalam
https://www.jogjainfo.net/
40
BAB III
A. Asal usul
31 H. A. Holtzappel, W. R. Geddes.1953. The Galah Game of Indonesia. A study in diffusion. THE JOURNAL OF
THE POLYNESIAN SOCIETY. Vol 62 issue 2, pp 1-12
32 Anonim. 1910. School en leven weekblad voor opvoeding en onderwijs in school en huisgezin. Wolters,
41
budaya feminim juga masih bisa dijumpai tetapi tidak mendominasi. 35 Gobag
Sodor awalnya merupakan permainan yang dimainkan oleh masyarakat
kelas menengah dan menjadi salah satu warisan budaya berupa permainan
tradisional yang berkembang di lingkungan sekitar keraton yang kemudian
juga banyak dimainkan oleh beberapa kerabat dan keturunan Raja.
Gramedia
38 Eka Pamuji Rahayu , S. Sugito. JPPM (Jurnal Pendidikan dan Pemberdayaan Masyarakat), 5 (1), 2018, 19-
32
42
Gobag Sodor yang dimainkan oleh wanita. Sumber: repro sketsa gambar H.
Overbeek
Di wilayah Yogyakarta dan Jawa tengah, terdapat sebutan yang sama untuk
permainan ini. Penjaga yang berdiri di garis tengah juga memiliki sebutan
yang sama yaitu sodor. Para pelari yang berhasil meloloskan diri dari
penjaga selalu meneriakkan Iwak (ikan) yang ditujukan untuk
memberitahukan kelompoknya bahwa pelari tersebut telah lolos dari
penjagaan, sehingga menandakan kemenangan bagi pihaknya. Selain itu,
kode lainnya yaitu teriakan kata Mentas yang berarti "Selesaikan!". Jumlah
pemain bervariasi biasanya antara enam hingga sepuluh pemain. Jika pemain
berjumlah 6 orang, maka formasi pemainnya yaitu tiga pemain sebagai tim
penyerang dan 3 orang sebagai tim yang bertahan. Tim yang menyerang
harus masuk dalam satu kotak di antara dua garis silang dan garis tengah.
39Eka Pamuji Rahayu , S. Sugito. JPPM (Jurnal Pendidikan dan Pemberdayaan Masyarakat), 5 (1), 2018, 19-
32
43
Terdapat penjaga di setiap baris yang bersiap menangkap atau menyentuh
pemain lawan. Terkadang sulit bagi lawan untuk mengalihkan perhatian
agar dapat melarikan diri. Jika tim penyerang beranggapan bahwa situasinya
dianggap tidak memiliki harapan untuk lolos dari penjagaan, pemain dari tim
penyerang kemudian menyerah, dan tim berganti. Permainan Gobag Sodor
juga menyebar hingga wilayah Periangan dan sekitarnya, seperti yang
dijumpai di wilayah Cirebon, Majalengka, dan wilayah lainnya. Hal ini
tercatata dalam memoar kunjungan Dr. Holtzappel. Mereka menyebut
permainan tersebut dengan sebutan Gobag Galah. Sebagian wilayah juga
masih menyebut dengan Gobag Sodor. Tidak ada perubahan peraturan dalam
permainan tersebut, hanya penggunaan bahasa saja yang berubah
disesuaikan dengan lingkungan budaya di wilayah tersebut . Anak laki-laki
desa-desa di Preanger yang dikunjungi oleh Dr. Holtzappel banyak
memainkan permainan tersebut. 40
C. Cara bermain
40 H. A. Holtzappel and W. R. Geddes. 1953. THE GALAH GAME OF INDONESIA: A Study in Diffusion. The
Journal of the Polynesian Society, Vol. 62, No. 1 (March, 1953), pp. 1-12
41 Fan Hong, Lu Zhouxiang. 2020. The Routledge Handbook of Sport in Asia. London: Routledge
44
Seperti yang telah dijelaskan, garis melintang panjang di tengah-
tengah lapangan disebut "sodor". Semua garis ini ditempati oleh para pemain
dan lawan harus mencoba melewati semua garis tersebut tanpa tertangkap
atau terpegang lawan. Selain itu, mereka juga harus kembali ke posisi semula
dengan melewati penjaga (bolak-balik). Jika semua pemain bolak-balik tanpa
tertangkap, mereka sudah memenangkan 1 poin. Hal ini berlanjut sampai
salah satu diraih, lalu kelompok pemain berganti posisi. 42
Sebuah kotak besar memanjang digambar di atas tanah, dibagi menjadi dua
dengan garis tengah memanjang. Kedua bagian dibagi menjadi kotak dengan
ukuran yang sama dengan jumlah garis melintang sebanyak setengah dari
jumlah pemain. Keika tahun 1930an, ruang publik Yogyakarta memang masih
luas. Oleh karena itu ukuran area kotak besar gobag sodor untuk sepuluh
pemain biasanya memiliki lebar 4 m dan panjang 20 m. Pada setiap
kompartemen memiliki lebar 2 m dan panjang sekitar 6 m. Adapun contoh
konfigurasinya sebagai berikut.
45
Delapan pemain tersebut dibagi ke dalam dua kelompok:
46
di baris EF,dan pemain d bergerak di baris GH. Masing masing pemain
defensif tersebut hanya diperbolehkan melangkah di jalurnya sendiri. Tidak
satu pun dari pemain tersebut diperbolehkan untuk meninggalkan garis
(melangkahkan kaki ke luar batas).
47
Sumber: Majalah Djawa Year 1934, volume 014, issue 004 hlmn
48
“këjawil”, dan permainan, permainan dihentikan sementara, dan pemain
penyerang harus bertukar posisi menjadi pemain penjaga. jika aturan
permainan menggunakan "cëg-cëgan", salah satu pemain dari pelintas/
penyerang harus ditangkap dan ditahan oleh salah satu pemain dari
kelompok bertahan/ penjaga. Pemain penjaga yang berhasil menangkap
pemain pelintas biasanya berteriak "këcandak" (tertangkap), permainan
berhenti, dan kedua belah pihak berpindah posisi.
49
Foto repro permainan Gobag Sodor yang dimainkan anak-anak Sekolah
Dasar, Dokumentasi Dinas Kebudayaan DIY tahun 1997
Biasanya terdapat hukuman bagi pemain yang kalah yaitu pemain yang kalah
harus menggendong pihak yang menang di punggungnya. Para pemain harus
memperhitungkan kekuatan yang seimbang ke dalam dua kelompok apabila
menerima hukuman. Misalnya, a kira-kira memiliki ukuran tubuh dan
kekuatannya sama dengan f, maka a akan meminta f dengan berkata: “Kowé
dadi ilonku, ya? "(Kamu jadi pasangan penggendong saya ya?). Mereka juga
mencoba untuk menggendong satu sama lain di punggung mereka. Siapa pun
yang menang, memilih berhak memilih sisi yang dia inginkan.
Dr. J Ph. Duyvendak juga menjelaskan dalam artikel berjudul "Het Kakean-
Genootschap van Seran" yang dikutip Overbeek, bahwa permainan Gobag
Sodor mirip dengan permainan yang berasal dari Eropa yang disebut "Entai"
yang berarti menginjak “garis tangga”. Permainan tersebut dilakukan dengan
menggambar garis menggunakan kayu di sebidang tanah. 44 Meski demikian,
tidak ada penjelasan spesifik keterkaitan permainan tersebut dengan
keberadaan Gobag Sodor. Hampir sama dengan permainan Cublak Cublak
Suweng, permainan Gobag Sodor tersebar hingga ke seluruh wilayah
Yogyakarta, bahkan hingga ke luar wilayah Yogyakarta. Permainan Gobag
Sodor banyak diminati oleh anak anak di beberapa wilayah dan memiliki
nama lain di beberapa wilayah di Indonesia antara lain Galah Asin, Blak
Sodor, Galasin, Goblak Sodor, Kucing-kucingan, Sodoran, Nakaminak, Kali
Kadang, Main Galah, Adang-adangan, Dang-adangan, Selodoran, Selodor, Asin
44
H. Overbeek. 1934. Gobag Sodor dalam Majalah Djawa Year 1934, volume 014, issue 004
50
Naga, Basinan, Bahadangan, Baburungan, Galah Asor, Bermain Hadanag,
Calabur, Hadang Sodor 45 Aturan permainan memiliki kesamaan, hanya saja
di wilayah tersebut merupakan bentuk adaptasi dari menyebarnya
permainan tradisional. Masyarakat di wilayah lain menambahkan kata-kata
instruksi dalam permainan disesuaikan dengan bahasa lokal. Gobag Sodor
juga kemudian berkembang menjadi beberapa permainan yang lebih ringan,
seperti Gobag Gendul dan Gobag Bunder. 46
45 Iswinarti. 2017. Permainan Tradisional: Prosedur dan Analisis Manfaat Psikologis. Hlmn 44
46
H. Overbeek. 1934. Gobag Sodor dalam Majalah Djawa Year 1934, volume 014, issue 004
51
Ilustrasi permainan Gobag Bunder dan Gobag Gendul. Sumber: . Overbeek.
1934. Gobag Sodor dalam Majalah Djawa Year 1934, volume 014, issue 004
52
Ungkapan yang dilontarkan oleh pemain dari grup penyerang/ pelintas
tersebut memiliki makna untuk mengingatkan penjaga bahwa dalam
kehidupan, kta harus peduli terhadap lingkungan, saling menjaga, jangan
sampai lengah.
Nilai pencapaian yaitu konsep sukses, mampu dan cerdas, terutama terkait
strategi bermain agar lolos dari penjagaan. Sebaliknya, penjaga juga
menerapkan strategi agar pemain lawan tidak bisa lolos. Strategi tersebut
mengasah kemampuan berfikir taktis anak anak untuk menganalisis atas
permasalahan yang dihadapi dan mencari solusi secara tepat dan akurat.
Nilai yang lain yaitu kebajikan terutama kejujuran, berkaitan dengan
sportivitas dalam bermain gobag sodor. Selain itu persahabatan sejati, dalam
hal ini seluruh anggota kelompok harus bersatu dan saling menolong.
Kesesuaian terutama disiplin diri, menanamkan sikap kewaspadaan serta
terjaga dari kelengahan.
53
diri khususnya dalam memilih tujuan sendiri. Pemain harus bisa memetakan
kemampuan dan menentukan apakah bisa berhasil atau tidak dalam
mengambil langkah. Pemain juga memetakan apakah lawan yang dihadapi
masih bisa ditandingi dengan kemampuan yang dimilikinya atau tidak. Nilai
Stimulasi, khususnya yaitu berani khususnya dalam menentukan sikap. Nilai
lainnya berupa universalisme, dalam hal ini melindungi lingkungan di
sekitarnya. Gobag Sodor menggunakan peralatan yang sederhana, sehingga
ramah lingkungan.
54
strategis. Anak yang bermain Gobag Sodor juga tumbuh menjadi orang yang
peduli dan waspada terhadap lingkungan sekitar.
49Nisrina Mei Dhaniar. 2017. Evaluasi Ketersediaan Ruang Terbuka Hijau Dengan Pendekatan Berbasis Objek
Di Kota Yogyakarta Tahun 2017. Skripsi, Program Studi Geografi Fakultas Geografi Universitas
Muhammadiyah Surakarta hlmn 15
55
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
56
permainan-permainan tradisional, sekaligus sebagai wadah pengembangan
kognitif psikomotorik serta karakter. Penyediaan ruang publik ramah anak,
terutama di wilayah kota Yogyakarta dan sekitarnya perlu dilakukan, agar
masyarakat khususnya anak –anak bisa belajar sekaligus berinteraksi
khususnya melalui permainan tradisional. Selain itu, perlu adanya pamong/
guru yang membimbing anak anak untukbelajar melalui permainan
tradisonal, salah satunya dengan memfasilitasi Sariswara untuk
mengembangkan tenaga pendidik dan kurikulum. Dengan demikian,
internalisasi nilai dan pengembangkan karakter melalui permainan
tradisional diharapkan bisa
57
DAFTAR PUSTAKA
58
Hamzuri, Siregar, T. R. 1998. Permainan Tradisional Indonesia. Jakarta:
Direktorat Jenderal Kebudayaan
Jackson, H. M., et.al. 1972. National Goals Symposium. U.S. Congress. Senate.
Interior and Insular Affairs
Jones, I., Brown, L., Holloway, I. 2012. Qualitative Research in Sport and
Physical Activity. London: SAGE
McPherson, G. G., Sugeng, B., et al( ed)). 2018. 21st Century Innovation in
Music Education Proceedings of the 1st International
Conference of the Music Education Community (INTERCOME
2018), October 25-26, 2018, Yogyakarta, Indonesia.GRC
59
Overbeck, H. 1934. Gobag Sodor, dalam Majalah Djawa, Java Instituut
Yogyakarta tahun 1934, volume 014, edisi 4
Pusat data dan Analisa Tempo. 2019. Menelisik Permainan Anak-Anak dari
Zaman Hindia. Jakarta: Tempo Publishing
Sandholz, S. 2016. Urban Centres in Asia and Latin America: Heritage and
Identities in Changing Urban Landscapes. London: Springer
Sari, M. K., Sayuti, S. A., Pardjono. 2019. Strengthening the Social Character
based on Traditional Children Game Sari Swara at Taman
Muda Ibu Pawiyata Elementary School Yogyakarta. ICSTI
2019, September 20, Yogyakarta, Indonesia. DOI
10.4108/eai.20-9-2019.2292095
60
Spradley.P. James. 1997. Metode Etnografi. Yogyakarta:Tiara Wacana
Suryani B. 2018. Ini Dia Permainan Tradisional Gerit-Gerit Lancung dan Goco
yang Harus Dilestarikan dalam
ogjapolitan.harianjogja.com/read/2018/05/11/513/915548
/ini-dia-permainan-tradisional-gerit-gerit-lancung-dan-goco-
yang-harus-dilestarikan
Yin, R. K. 1987. Case Study Research Design and Method. New York : Sage.
Publication
61